Anda di halaman 1dari 21

BAB 23 PNEUMONIA ASPIRASI

dr. Zainuddin Amir, M.Ked (Paru), Sp.P(K)

23.1. PENDAHULUAN

Pneumonia aspirasi merupakan peradangan pada parenkim paru, yaitu bagian distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas. Aspirasi didefinisikan sebagai masuknya benda asing padat, cair atau
terhirupnya uap ke dalam saluran napas bawah yang dapat berasal dari:
1. Bahan endogen: orofaring, cairan/makanan di lambung
2. Bahan eksogen: makanan, minuman, air tawar, air asin, bahan-bahan lainnya (tanah, lumpur, dll)
Aspirasi banyak terjadi pada orang peminum alkohol, stroke dan kelainan syaraf, kesadaran menurun dan
tenggelam.

Ada 3 tipe substansi yang menyebabkan gejala-gejala terjadi pneumonia. Aspirasi dari asam
lambung menyebabkan Chemical Pneumonia (CP). Aspirasi dari bakteri berasal dari oral dan daerah
faringeal menyebabkan Bacterial Pneumonia (BP). Aspirasi dari minyak misalnya minyak sayur
menyebabkan exogenous lipoid pneumonia (LP), pneumonia ini jarang ditemukan.
Kejadian pneumonia aspirasi tergantung pada jumlah/sifat bahan aspirat, frekuensi terjadi aspirasi,
dan respon penderita terhadap materi yang diaspirasi. Pneumonia aspirasi merupakan penyebab paling
sering dari pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut. Hal ini terjadi sering di rumah sakit seperti pada
pasien stroke dengan disfagia sekunder dan gangguan neurologis, gangguan kejang, atau kelainan
anatomi dari saluran digestif.

23.2. EPIDEMIOLOGI

Pneumonia aspirasi merupakan penyebab paling sering kematian pada pasien dengan disfagia (sulit
menelan) tidak atau dengan akibat gangguan neurologis. Di Amerika Serikat sekitar 300.000 sampai
600.000 orang setiap tahun terjadi pneumonia aspirasi di antara penghuni rumah jompo.
Selain itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa 5-15% dari 4,5 juta kasus pneumonia komuniti
adalah pneumonia aspirasi.
Kolonisasi bakteri saluran napas bagian atas sering terjadi pada orang tua karena kuman Gram
negatif maupun Gram positif. Kolonisasi juga merupakan cerminan kuman rongga mulut, selain itu juga
ditemukan bakteri anaerob, seperti Prevotella, Bacteroides, dan Fusobacterium sebagai penyebab utama
pneumonia aspirasi. Faktor yang menyebabkan kolonisasi meliputi: terapi antibiotik yang tidak adekuat,
intubasi endotrakeal, merokok, malnutrisi, operasi. Air liur yang bertambah disebabkan oleh obat
antidepresan, obat antiparkinson, diuretik, antihistamin, dan antihipertensi.

KONDISI YANG MEMPENGARUHI ASPIRASI

Mekanisme pertahanan yang paling penting untuk mencegah terjadinya aspirasi yaitu fungsi menelan dan
reflek batuk yang baik. Dan faktor risiko terbanyak kejadian aspirasi adalah kelemahan dari salah satu
maupun kedua mekanisme pertahanan ini. Di bawah ini beberapa kondisi yang mempengaruhi aspirasi
yaitu:
1. Gangguan kesadaran:
• Stroke
• Kejang
• Intoksikasi (alkohol dan obat lain)
• Trauma kepala
• Pengaruh anestesi

2. Gangguan mekanisme pertahanan paru:


• Selang nasogastrik
• Intubasi endotrakeal
• Trakeostomi
• Endoskopi saluran cerna bagian atas
• Bronkoskopi

3. Penyakit neuromuscular:
• Multiple sclerosis
• Penyakit Parkinson
• Myasthenia gravis
• Bulbar palsy atau pseudobulbar

4. Gangguan gastro-oesophageal
• Fistula trakeoesofageal
• Refluks gastric-esophageal
• Neoplasma
• Obstruksi lambung

5. Lain- lain
• posisi telentang
• kelemahan umum

23.3. PATOFISIOLOGI PNEUMONIA ASPIRASI

Pneumonia aspirasi hal ini terjadi ketika pasien menghirup bahan dari orofaring yang yang terkontaminasi
oleh flora saluran napas atas. Risiko aspirasi ini secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat
kesadaran pasien (penurunan Glasgow Coma Scale) dan bahan yang ada di rongga mulut selama tidur.
Untuk menilai tingkat dan luasnya pneumonia aspirasi perlu diperhatikan: sifat bahan yang diaspirasi,
jumlah bahan yang diaspirasi dan daya tahan tubuh penderita.

Aspirasi dapat dibagi menjadi dua kategori. Hal ini terkait dengan manajemen masing-masing.
 Aspirasi isi orofaringeal, misalnya karena kesulitan menelan akan menyebabkan pneumonia bakterial
dimana organisme / bakteri di rongga mulut mendominasi.
 Aspirasi isi lambung akan menyebabkan pneumonitis kimiawi (sindrom Mendelson).

Mekanisme menelan dan refleks batuk adalah pertahanan penting terhadap aspirasi orofaringeal.
Hampir 50% dari seluruh orang dewasa yang sehat teraspirasi sekret orofaringeal dalam jumlah kecil saat
tidur. Namun, diyakini bahwa virulensi bakteri ini rendah dan bersamaan dengan refleks batuk, transportasi
silia dan respon imun humoral dan seluler yang normal, mencegah berkembangnya pneumonia pada orang
normal. Namun, ketika salah satu mekanisme pertahanan ini terganggu risiko pneumonia meningkat.
Faktor risiko lain yang dapat meningkatkan kolonisasi orofaring adalah menurunnya pembersihan
saliva, kebersihan mulut yang buruk dan perawatan gigi yang buruk. Penurunan bersihan mukosiliar,
penurunan elastisitas paru, penurunan kekuatan otot pernapasan, penurunan kapasitas residual
fungsional, dan penurunan progresif dalam sistem kekebalan tubuh semua terjadi sejalan dengan penuaan
dan karakteristik lain dari populasi lanjut usia akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Selain itu,
nutrisi memiliki efek mendalam pada kekuatan sistem kekebalan tubuh, dan pasien dengan disfagia
cenderung memiliki status gizi buruk.
Aspirasi benda asing
 Aspirasi benda asing dapat menyebabkan obstruksi jalan napas mulai dari glotis sampai distal bronkus.
 Aspirasi benda asing banyak terdapat di segmen posterior lobus atas dan segmen superior lobus
bawah jika pasien posisi terlentang.
 Jika posisi berdiri maka benda asing akan berada di basal paru kanan. Kerusakan primer dapat terjadi
akibat aspirasi.

Aspirasi dari bakteri berasal dari oral dan daerah faringeal (bacterial pneumonia)
 Bakteri yang terlibat dalam infeksi paru anaerob merupakan flora normal di daerah oral (terutama di
celah ginggiva), dan menjadi patogen ketika bakteri anaerob ditemukan konsentrasi tinggi sekitar 1012/μl
sering menjadi penyebab terjadi aspirasi.
 Kondisi yang berhubungan dengan terjadinya aspirasi adalah kehilangan kesadaran atau disfagia,
peminum alkohol, anastesi umum, kejang, pemakaian narkotika, lesi di daerah esofagus dan gangguan
neurologi.

Aspirasi dari asam lambung (Chemical Pneumonia)


 Kerusakan paru terjadi jika ketika pH dari aspirasi cairan kurang dari 2.5, contohnya beberapa
penelitian menunjukkan terjadinya kerusakan paru setelah teraspirasi asam lambung, air suling dan air
garam.

Aspirasi akibat lipid (lipoid pneumonia)


 Bahan material yang berminyak umumnya diberikan sebagai pengobatan untuk konstipasi pada anak-
anak dan dewasa.
 Karena sifat dari viskositasnya yang tinggi, bahan material yang berminyak akan menekan reflek batuk
sehingga mudah terjadinya aspirasi pada orang-orang normal, dan juga pada pasien-pasien dengan
gangguan menelan.

Near drowning
 Dry drowning: tidak terjadi aspirasi air laut/tawar ke paru (dry lung) dan kematian diakibatkan oleh
laringospasme pada saat air dingin masuk ke daerah laring, iritasi mekanik akibat air (10-15%).
 Wet drowning: terdapat air ke dalam paru sehingga paru “basah” dan terjadi gangguan akibat efek
cairan (85-90%).
• Immersion syndrome: sudden death setelah kontak dengan air dingin.
• Submersion injury: tenggelam yang mengakibatkan kematian dalam 24 jam (drowning), temporary
survival (near drowning), atau selamat (save).
• Secondary drowning: kematian akibat tenggelam yang terjadi 24 jam setelah tenggelam.

Tenggelam di air tawar dan air laut

Aspirasi air tawar yang bersifat hipotonik dibandingkan plasma menyebabkan penyerapan melalui alveoli
ke dalam kapiler darah sehingga terjadi hemodilusi (hiponatremi dan hipokalemia) serta hemolisis
sekunder. Air tawar juga menyebabkan dilusi pulmonary surfactant sehingga terjadi alveoli kolaps,
atelektasis dan missmatch ventilasi perfusi dan pada akhirnya terjadi hipoksemia. Aspirasi air laut
menyebabkan penarikan air ke dalam alveoli sehingga terjadi edema paru.
Edema paru non kardiogenik dapat terjadi akibat aspirasi air tawar dan air laut namun lebih sering
pada air laut. Hipoksia akibat intrapulmonary shunting (atelektasis, bronkospasme, dan obstruksi alveoli
oleh debris). Kehilangan surfaktan menyebabkan abnormalitas difusi dan hilangnya komplians paru.

23.4. DIAGNOSIS

23.4.1. GAMBARAN KLINIS

Pneumonia aspirasi tidak dapat ditegakkan diagnosis tanpa anamnesis atau riwayat kemungkinan
terjadinya aspirasi misalnya tenggelam atau kemasukan cairan pada waktu adanya bencana . Anamnesis
merupakan hal penting untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis mengenai riwayat aspirasi, jenis,
jumlahnya
Pneumonia aspirasi dapat terjadi secara akut atau kronik dan dari sakit ringan sampai sampai kritis
dengan tanda tanda syok dengan atau tanpa gagal napas. Gambaran klinis bervariasi tergantung pada
penyakit yang menyebabkan pneumonia aspirasi, umumnya penderita sering dijumpai batuk, sesak napas,
demam, takipneu, wheezing, ronki basah, hipoksia, hipoksemia, takikardia, hipotensi, leukositosis,
perubahan status mental, penurunan kesadaran, dan juga dapat terjadi ARDS ( Acute Respiratory Distress
Syndrome ), edema paru (80%) dan gagal napas. Pada pemeriksaan fisik, mungkin ditemukan penyakit
periodontal (terutama tercatat sebagai gingivitis), bau mulut, demam, suara napas bronkial dan rales di
daerah posterior konsolidasi, dan mungkin jari clubbing.
Infeksi banyak terjadi setelah hari pertama aspirasi disebabkan sepsis dan bakteremia yang akan
meningkatkan angka kematian. Pneumonia dapat terjadi akibat komplikasi lambat yang kemungkinan
disebabkan pneumonia nosokomial dan bukan akibat dari aspirasi kuman ketika tenggelam atau aspirasi
air laut.

Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :


 Rontgen dada, terdapat infiltrat baru atau progresif pada paru
 Ditambah 2 diantara berikut ini : - suhu tubuh > 38oC
- sekret purulen
- lekositosis

23.4.2. MANIFESTASI RADIOLOGI

Kelainan pemeriksaan radiologis yang paling dominan adalah suatu konsolidasi unilateral maupun bilateral,
bercak-bercak atau difus. Pada penderita dengan aspirasi dengan jumlah cairan lambung yang banyak
dengan pH rendah gambaran radiologis menunjukkan bercak-bercak konsolidasi yang hampir sama
dengan edema paru dengan gagal jantung atau awal dari acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Pemeriksaan ultrasonografi adakalanya dapat membantu konfirmasi diagnosis dan menemukan efusi
pleura. Computed tomography (CT) scan dada tidak diperlukan dalam semua kasus yang diduga
pneumonia aspirasi. Pemeriksaan ini dapat membantu lebih lanjut dalam menggambarkan efusi pleura
atau empiema, mendeteksi nekrosis dalam infiltrat, kaverne, dan loculated efusi pleura.
Gambar 23.1 Pneumonia Aspirasi Akibat Kecelakaan Lalu Lintas (sebelum dan sesudah penatalaksanaan)

Gambar 23.2 Lipoid Pneumonia (Sebelum dan Sesudah Penatalaksanaan)

Gambar 23.3 Pneumonia Aspirasi Akibat Insektisida (Sebelum dan Sesudah penatalaksanaan)
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah :
 Pemeriksaan darah lengkap
 Pewarnaan Gram dan kultur dari dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau aspirasi sekret dari
selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan biakan
kuman
 Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri dan kanan). Kultur
darah dapat mengisolasi bakteri patogen pada > 20% penderita. Jika hasil kultur darah (+) maka
sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada semua penderita pneumonia
nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah.
 Analisa gas darah untuk membantu menentukan beratnya penyakit
Hasil analisa gas darah :
PH PaCo2 Pa O2 Base Excess
(mmHg) (mmHg) ( MEq)
Aspirasi air tawar 7,26 38 66 -9
Aspirasi air laut 7,37 36 56 -5

 Elektrolit
 Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan pemeriksaan
secara invasif. Bahan kultur dari bilasan, sikatan bronkus kateter ganda melalui bronkoskop, BAL.

PENDERAJATAN AKIBAT TENGGELAM


1. Grade 1 : pemeriksaan fisis normal dengan gejala batuk
2. Grade 2 : pada auskultasi paru terdengar suara napas tambahan ronki basah
3. Grade 3 : edem paru akut
4. Grade 4 : edem paru dengan hipotensi
5. Grade 5 : henti napas (isolated respiratory arrest)
6. Grade 6 : cardiopulmonary arrest
Tenggelam dengan derajat 2-6 memerlukan perawatan rumah sakit
23.5. PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan yang khusus untuk pneumonia aspirasi. Terapi yang utama adalah antibiotik dan
perawatan suportif. Dalam kasus aspirasi akut, saluran napas atas harus dibersihkan jika bahan asing atau
sekret masih ada di orofaring. Selama pembersihan perlu diperhatikan untuk menghindari tersedak atau
muntah. Bronkoskopi diindikasikan pada pasien dengan pneumonia aspirasi. Oksigen harus diberikan
selama penilaian awal dan dilanjutkan jika diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi. Intubasi dan
pemakaian ventilasi mekanik tekanan positif mungkin diperlukan pada kasus yang berat.
Komponen yang paling utama dalam pengobatan diberikan adalah antibiotika. Standar pengobatan
diberikan untuk pneumonia dan abses paru dalam bakteri anaerob yaitu penisilin, diberikan melalui
intravena atau melalui pemberian oral dengan dosis tinggi sambil menuggu hasil kultur dan tes sensitiviti.
Pemberian pengobatan penisilin telah digunakan selama beberapa tahun ini, produksi dari penisilin telah
dicatat meningkatkan strain dari fusobacteria dan P. Melaninogenica sekitar 40-60% sama halnya dengan
anaerob basil gram negatif. Pengobatan alternatif yang lain adalah amoxicillin-clavulanate dan penisilin
dikombinasi dengan metronidazol. Pemberian metronidazol tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal
karena adanya respon yang jelek sekitar 50%.
Ada beberapa antibiotika yang mempunyai respon yang baik jika diberikan, tetapi belum pernah
dilakukan penelitian. Pengobatan makrolid belum dilakukan penelitian untuk infeksi paru anaerob tetapi
menunjukkan aktifitas in-vitro melawan strain kecuali fusobacteria. Pengobatan yang tidak menunjukkan
efek terhadap anaerob yaitu aminoglikosida, kuinolon generasi pertama (generasi terbaru mempunyai
aktifitas terhadap anaerob tetapi lebih mahal dari obat yang lain).
Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, dengan bakteri gram negatif termasuk Pseudomonas
aeruginosa dan Klebsiella pneumoniae serta methicillin - resistant Staphylococcus aureus (MRSA) harus
dipertimbangkan pemberian antibiotik. Piperacillin/tazobactam atau imipenem/silastatin ditambah
vancomycin terutama Telavancin diindikasikan untuk penderita aspirasi pneumonia didapat di rumah sakit.
Pemberian kortikosteroid telah digunakan dalam pengobatan aspirasi pneumonitis, namun masih
dalam perdebatan. Umumnya dipertimbangkan penggunaan steroid pada pasien dengan syok septik yang
memerlukan zat vasoaktif untuk menjaga tekanan darah.
23.6. KOMPLIKASI

Komplikasi utama dari pneumonia aspirasi adalah pembentukan abses paru, empiema dan pembentukan
fistula bronkopleural. Abses paru terjadi akibat respon terhadap pemberian antibiotik yang tidak adekuat
sedangkan timbulnya empiema terkait dengan pneumonia aspirasi disebabkan oleh fistula bronkopleural
dan pemilihan antibiotik yang tepat, sangat penting untuk tidak terjadinya empiema.

23.7. PENCEGAHAN
Hal ini sangat penting untuk melakukan langkah pencegahan terhadap aspirasi pneumonia di samping
terapi untuk pneumonia, karena pasien sering mengalami episode berulang dari pneumonia aspirasi.

Pencegahan Gangguan Serebrovaskular

Karena gangguan serebrovaskular adalah salah satu faktor utama etiologi pneumonia aspirasi, sangat
penting untuk mengontrol hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit umum lainnya. Posisi pasien dengan
gangguan kesadaran dalam posisi semirecumbent / kepala dengan tempat tidur pada sudut 30-45 °. Hal ini
akan mengurangi risiko aspirasi yang mengarah ke paru, serta pasien yang memiliki penyakit
serebrovaskular penting untuk mencegah perkembangan lebih lanjut dan hindari pemakaian obat sedasi.

Perawatan Mulut (Oral Hygiene)

Karena mikroflora oral (bakteri) sering merupakan penyebab pneumonia aspirasi, maka dianjurkan untuk
menyikat gigi secara menyeluruh setelah makan. Rongga mulut juga harus dijaga sebersih mungkin
dengan berkumur. Mengobati periodontitis juga bermanfaat sebagai sarana untuk mencegah pneumonia
aspirasi.

Posisi tubuh

Posisi tubuh sering menjadi masalah pada pasien dengan regurgitasi gastroeosophageal atau yang telah
menjalani gastrektomi. Hal ini sangat penting dengan mengubah posisi tubuh pasien terbaring di tempat
tidur pada sudut 30-45 °. Selain untuk mencegah luka baring, juga dapat menghindari peningkatan
tekanan intragastrik.
Pemberian Makanan Melalui Nasogastric Tube

Jika pasien tidak dapat menelan makanan karena disfagia berat harus diberi makan melalui nasogastric
tube. Makanan sisa tidak boleh melebihi 150 ml. Pada pasien dengan regurgitasi gastroeosophageal
penting dihindari peningkatan tekanan intragastrik. Pemberian diet cair, posisi yang benar, penggunaan
obat-obatan untuk meningkatkan refleks menelan, dan oral hygiene untuk meningkatkan kebersihan mulut.
Penggunaan antasida nonparticulate dan histamin 2 (H2) blockers untuk mengurangi keasaman lambung
banyak digunakan, namun masih dalam perdebatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adnet F, Baud F. Relation between Glasgow Coma Scale and aspiration pneumonia. Lancet. Jul 13
1996;348(9020):123-4.
2. Bartlett JG. How important are anaerobic bacteria in aspiration pneumonia: when should they be treated
and what is optimal therapy. Infect Dis Clin North Am. Mar 2013;27(1):149-55.
3. Cabre M, Serra-Prat M, Palomera E, Almirall J, Pallares R, Clave P. Prevalence and prognostic
implications of dysphagia in elderly patients with pneumonia. Age Ageing. Jan 2010;39(1):39-45.
4. Croce MA, Fabian TC, Waddle-Smith L, Melton SM, Minard G, Kudsk KA, et al. Utility of Gram's stain
and efficacy of quantitative cultures for posttraumatic pneumonia: a prospective study. Ann Surg. May
1998;227(5):743-51; discussion 751-5.
5. Janssens JP. Pneumonia in the elderly (geriatric) population. Curr Opin Pulm Med. May
2005;11(3):226-30.
6. Lanspa MJ, Jones BE, Brown SM, Dean NC. Mortality, morbidity, and disease severity of patients with
aspiration pneumonia. J Hosp Med. Feb 2013;8(2):83-90.
7. Marik PE. Aspiration pneumonitis and aspiration pneumonia. N Engl J Med. Mar 1 2001;344(9):665-71.
8. Marik PE, Careau P. The role of anaerobes in patients with ventilator-associated pneumonia and
aspiration pneumonia: a prospective study. Chest. Jan 1999;115(1):178-83.
9. Mier L, Dreyfuss D, Darchy B, Lanore JJ, Djedaïni K, Weber P, et al. Is penicillin G an adequate initial
treatment for aspiration pneumonia? A prospective evaluation using a protected specimen brush and
quantitative cultures. Intensive Care Med. 1993;19(5):279-84.
10. Reza Shariatzadeh M, Huang JQ, Marrie TJ. Differences in the features of aspiration pneumonia
according to site of acquisition: community or continuing care facility. J Am Geriatr Soc. Feb
2006;54(2):296-302.
11. Varkey B, Kutty K. Pulmonary aspiration syndromes. In: Kochar's Concise Textbook of Medicine.
Baltimore, Md:. Lippincott Williams & Wilkins;1998:902-906.
LAMPIRAN SKEMA

Anda mungkin juga menyukai