Anda di halaman 1dari 36

Case Report Session

Pneumonia Aspirasi

Oleh:

Masyfuk Zuhdi Jamhur 1740312241

Preseptor

dr. Gustina Lubis, Sp.A (K)

ILMU KESEHATAN ANAK

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,


distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat yang disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari
dalam tubuh maupun di luar tubuh penderita.1
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia
menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik,
membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun
2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia,
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan
TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.1
Di Amerika pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas (PAK) adalah
sebanyak 1200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pneumonia aspirasi
nosokomial (PAN) sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun.
PA lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau
lanjut.1,3
Aspirasi merupakan proses terbawanya bahan yang ada di orofaring pada
saat respirasi kesaluran napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim
paru. Kerusakan yang terjadi tergantung jumlah dan jenis bahan yang teraspirasi
serta daya tahan tubuh. Sindrom aspirasi dikenal dalam berbagai bentuk
berdasarkan etiologi dan patofisiologi yang berbeda dan cara terapi yang juga
berbeda.2,4
Agen-agen mikroba yang menyebabakan pneumonia memiliki tiga bentuk
transmisi primer: (1) aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang
telah berkolonisasi pada orofaring, (2) inhalasi aerosol yang infeksius, dan (3)
penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-
agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia,
sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi.3
1.2 Tujuan Penulisan

2
Case report session ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi,
patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalakasanaan, komplikasi dan prognosis
pneumonia aspirasi.

1.3 Metode Penulisan

Penulisan Case report session ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang


merujuk kepada berbagai literatur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi isi orofaring atau
lambung ke dalam larynx dan saluran pernafasan bawah. Beberapa sindrom
pernafasan mungkin terjadi setelah aspirasi, tergantung pada jumlah dan jenis
material aspirasi, frekuensi aspirasi dan respon host terhadap material aspirasi.
Pneumonitis aspirasi (Mendelson’s syndrome) adalah jejas kimia yang disebabkan
oleh inhalasi isi lambung.2 Nama lain nya yaitu Anaerobic pneumonia, aspirasi
vomitus, pneumonia necrotizing, pneumonitis aspirasi, pneumonitis kimia.

2.2 Epidemiologi
Di Amerika pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas (PAK) adalah
sebanyak 1200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pneumonia aspirasi
nosokomial (PAN) sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun.
PA lebih sering dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau
lanjut. Aspirasi pneumonia adalah penyebab kematian paling umum pada pasien
dengan disfagia karena gangguan neurologis, suatu kondisi yang mempengaruhi
sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika Serikat.1,2,5

2.3 Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi
asam lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral
dan oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti
mineral oil atau vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia.
Apirasi benda asing merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus
merupakan faktor predisposisi pneumonia bakterial.1,3
Infeksi terjadi secara endogen oleh kuman orofaring yang biasanya
polimikrobial namun jenisnya tergantung kepada lokasi, tempat terjadinya, yaitu
di komunitas atau di RS. Pada PAK, kuman patogen terutama berupa kuman
anaerob obligat (41-46%) yang terdapat di sekitar gigi dan dikeluarkan melalui

4
ludah, misalnya Peptococcus yang juga dapat disertai Klebsiella pnemoniae dan
Stafilococcus, atau fusobacterium nucleatum, Bacteriodes melaninogenicus, dan
Peptostreptococcus. Pada PAN pasien di RS kumannya berasal dari kolonisasi
kuman anaerob fakultatif, batang Gram negatif, pseudomonas, proteus, serratia,
dan S. aureus di samping bisa juga disertai oleh kuman ananerob obligat di atas.1,4

Kondisi yang mempengaruhi pneumonia aspirasi antara lain:


 Kesadaran yang berkurang, merupakan hasil ayang berbahaya dari reflex
batuk dan penutupan glottis.
 Disfagia dari gangguan syaraf
 Gangguan pada system gastrointestinal, seperti penyakit esophageal,
pembedahan yang melibatkan saluran atas atau esophagus, dan aliran
lambung.
 Mekanisme gangguan penutupan glottis atau sfingter jantung karena
trakeotomi, endotracheal intubations (ET), bronkoskopi, endoskopi atas
dan nasogastric feeding (NGT)
 Anestesi faringeal dan kondisi yang bermacam-macam seperti muntahan
yang diperpanjang, volume saluran cerna yang lebar, gastrostomi dan
posisi terlentang.
 Lain-lain: fistula trakeo-esofageal, pneumonia yang berhubungan dengan
ventilator, penyakit periodontal dan trakeotomi.

Kondisi-kondisi ini kesemuanya berbagi dalam seringnya dan banyaknya


volume aspirasi, yang meningkatkan kemungkinan pengembangan pneumonitis
aspirasi.
Pasien dengan stroke atau penyaki kritis yang membutuhkan perawatan
biasanya mempunyai beberapa factor resiko dan memperbaiki kasus yang
mempunyai proporsi yang besar. Kurangnya kebersihan gigi khususnya pada
orang tua atau pasien yang kondisinya lemah, menyebabkan koloni dalam mulut
dengan organism patogenik yang secara potensial bisa menyebabkan
bertambahnya jumlah bakteri. Peningkatan resiko infeksi dapat menyebabkan
aspirasi.

5
2.4 Fisiologi
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien
untuk mencegah infeksi dan terdiri dari:3
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasoorofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut.
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari
imunoglobulin A (IgA).5

Gambar 1: Sistem respirasi Manusia7

6
Gambar 2: Sistem respirasi Manusia7

2.5 Patofisiologi
Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang. Di sini
terdapat peranan aksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan
material yang teraspirasi. Terdapat 3 faktor determinan yang berperan dalam
pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang teraspirasi, volume aspirasi, serta
faktor defensif host.2
Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat
dibedakan antara berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan
terjadi pada parenkim disertai bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan
patologis meliputi kerusakan epitel, pembentukan mukus dan akhirnya terjadi
penyumbatan bronkus. Selanjutnya terjadi infiltrasi sel radang peribronkial
(peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial, duktus
alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran
hialin dan perdarahan intra alveolar. Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi
dan perfusi.2
Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret
orofaringeal, nanah, atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah.
Penyakit ini terjadi pada orang dengan level kesadaran yang berubah karena
serangan cerebrovascular accident (CVA), CNS lesion mass, keracunan obat atau

7
overdosis dan cidera kepala. Kebanyakan individu mengaspirasi sedikit secret
orofaringeal selama tidur, dan secret tersebut akan dibersihkan secara normal.3

Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulangkali adalah:1


1. Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glottis,
reflex batuk (kejang, stroke, pembiusan, cedera kepala, tumor otak)
2. Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker
nasofaring, scleroderma)
3. Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga peran
jumlah bahan aspirasi, hygiene gigi yang tidak baik, dan
gangguan mekanisme klirens saluran napas.
Predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi
Perubahan tingkat kesadaran
 Stroke
 Kejang
 Intoksikasi (alkohol dan obat lainnya)
 Trauma kepala
 Anastesi
Mekanisme
 Nasogastric tube
 Intubasi endotrakeal
 Tracheostomy
 upper gastrointestinal endoscopy
 bronchoscopy
Penyakit neuromuskuler
 multiple sclerosis
 parkinson’s disease
 myasthenia gravis
 bulbar atau pseudobulbar palsy
Gangguan gastro-oesophageal
 inkompetensi sfingter cardiac
 striktur oesophageal
 neoplasma
 obstruksi gaster
 protracted vomiting
Lainnya

8
 posisi recumbent
 general debility
Tabel 1: predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi1

Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah


cara infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan
menyebabkan pneumonia bakteri. Pneumonia anaerobik disebabkan oleh aspirasi
sekret orofaringeal yang terdiri dari mikroorganisme anaerob seperti Bacteroides,
Fusobacterium, Peptococcus, dan Peptostreptococcus yang merupakan spesies
yang paling sering ditemukan diantara pasien-pasien dengan kebersihan gigi yang
buruk. Awitan gejala biasanya terjadi secara perlahan-lahan selama 1 hingga 2
minggu, dengan demam, penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea,
dan batuk disertai produksi sputum berbau busuk. Abses-abses paru yang
terbentuk pada parenkim paru dapat rusak, dan empiema dapat timbul seperti
mikroba-mikroba yang berjalan ke permukaan pleura. Kebanyakan abses-abses
tersebut terbentuk pada paru kanan bagian posterior dan segmen basilar
bronkopulmonal akibat gaya gravitasi karena banyak cabang yang langsung
menuju cabang bronkus utama kanan.2
Resiko dari aspirasi secara langsung terkait dengan level kesadaran pasien
(contoh: penurunan Glascow Coma Scale [GCS] yang dihubungkan dengan resiko
aspirasi yang meningkat). Luasnya dan sulitnya penyakit ini secara langsung
terkait dengan volume dan kadar asam cairan yang dihirup. Aspirasi isi lambung
dalam jumlah besar juga dikenal dengan Mendelson syndrome, yang bisa
menyebabkan pernafasan akut dalam waktu 1 jam. Kadar asam dan isi lambung
menghasilkan pembakaran kimia pada cabang tracheobronchial yang terlibat
dalam aspirasi.
Sebuah penelitian pada tikus menunjukkan bahwa terdapat dua fase
mekanisme kerusakan paru setelah aspirasi asam. Puncak fase pertama terjadi
pada satu hingga dua jam setelah aspirasi dan menghasilkan efek langsung yang
diakibatkan pH yang rendah saat aspirasi pada sel-sel alveolar-permukaan kapiler.
Fase kedua, puncak pada empat hingga enam jam, berhubungan dengan infiltrasi
neutrofil ke dalam alveoli dan intestinum paru, dengan karakteristik gambaran
histologist inflamasi akut. Mekanisme jejas pada paru setelah aspirasi lambung

9
melibatkan mediator-mediator inflamasi, sel-sel inflamasi, adesi molekuler, dan
enzim, terdiri dari Tumor Necrosis Factor a,, interleukin-8, cyclooxygenase dan
produk lipoxygenase dan Reactive Oxygen Species (ROS). Meskipun neutrofil dan
komplemen berperan dalam perkembangan jejas, penelitian pada hewan,
neutropenia, inhibitor fungsi neutrofil, menginaktivasi interleukin-8
(chemoatraktan poten neutrofil), dan inaktivasi komplemen melemahkan jejas
akut pada paru yang diinduksi aspirasi asam.2
Karena asam lambung mencegah pertumbuhan bakteri, isi lambung tetap
steril dibawah kondisi normal. kesterilan isi lambung yang relatif normal, bakteri
tidak menjalankan peran dalam tahap awal penyakit. Ini tidak sepenuhnya baik
bagi pasien dengan gastroparesis atau sembelit atau bagi mereka yang
menggunakan antasida (Proton Pump Inhibitor [PPI], H2 receptor antagonist).
Dengan tanpa melihat jumlah bakteri inokulum, infeksi bakteri yang parah bisa
saja terjadi setelah cidera kimia awal. Aspirasi isi lambung secara bersama dengan
adanya partikel, menyebabkan terjadi fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap
benda asing dengan kerusakan jaringan secara menyeluruh akibat asam. Partikel
dan asam lambung bekerja sama secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler
alveolar. Isi lambung tidak steril sehingga aspirasi yang terjadi dapat disertai
bakteri. Enam puluh sampai 100% terdiri dari kuman anaerob. Gabungan kuman
aerob dan anaerob sering dijumpai pada aspirasi yang terjadi di Rumah sakit.2,5
Ada dua persyaratan untuk menghasilkan pneumonia aspirasi:
1. membahayakan bagi pertahanan biasa yang melindungi saluran bawah,
termasuk penutupan glottis, reflek batuk, dan mekanisme pembukaan.
2. Sebuah inolukrum mengganggu saluran bawah dengan sifat toksiknya
langsung, stimulasi proses peradangan dari bakteri inolukrum yang
cukup atau penghambatan karena volume zat atau zat partikelnya yang
cukup.

10
Gambar 3: paru-paru yang mengalami infeksi1

Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya


makanan) atau cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat
pemberian makanan) yang menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan
teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Bila
yang diaspirasi adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung
pada ukuran bahan tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika bahan
tersebut tersangkut dalam bagian atas trakea, akan menyebabkan obstruksi total,
apnea, aphonia, dan dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan tersangkut pada
bagian saluran pernapasan yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat berupa
batuk kronik dan infeksi berulang.2

11
Gambar 4: Alveoli yang terisi oleh aspirasi makanan1

2.6 Klasifikasi
Aspirasi bisa terjadi pada individu yang sehat tanpa gejala perkembangan
infeksi tergantung pada faktor-faktor lain seperti ukuran inolukrum, besarnya efek
yang dihasilkan oleh organisme dan pertahanan bagian yang ditempatinya seperti
penutupan glottis, reflek batuk, dan status imunologis. Pneumonia bisa muncul
mengikuti aspirasi mikroorganisme yang virulen. Dan istilah pneumonia
digunakan untuk kemunculan pneumonia ketika ukuran inolukrum cukup luas
dan/atau gagalnya pertahanan bagian yang ditempatinya.
Aspirasi bisa dibagi menjadi dua kategori. Ini mempunyai penilaian
penting, yang akan menyebabkan bakteri pneumonia dengan organism mulut
mendominasi. Aspirasi isi lambung akan menyebabkan sebuah pneumonitis kimia
(contoh: Mendelson’s syndrome) karena isi lambung biasanya steril, tapi kadar
asamnya menghasilkan perkembangan radang yang cepat pada paru-paru.
Terdapat tumpang tindih antara pneumonia dan pneumonitis, tetapi
memungkinkan untuk membuat perbedaan dan menyesuaikan perawatan yang
sesuai. Sindrom-sindrom aspirasi yang lain termasuk penghambatan saluran
karena benda asing dan pneumonia lipoid eksogen.

12
Aspirasi meliputi beberapa sindrom aspirasi:
1. Pneumonitis kimia: aspirasi agen toksik seperti asam lambung, cidera
instanteneus ditandai dengan hipoksemia. Pengobatan membutuhkan
dukungan ventilator bertekanan positif.
2. Reflek penutupan saluran nafas: aspirasi cairan (air, garam, makanan
nasogastrik) dapat menyebabkan laringospasme pada saluran
pernafasan dan edema pulmo yang menghasilkan hipoksemia.
Pengobatan termasuk pernafasan dengan tekanan positif yang tidak
teratur dengan 100% oksigen dan isoproterenol.
3. Obstruksi mekanik: aspirasi cairan atau zat partikel (saluran pernafasan
makanan secara parsial, hot dog, kacang) bisa menghasilkan
penghambatan mekanis yang sederhana. Terjadinya batuk, desahan dab
dispnea dengan atelektasis yang terlihat pada X-ray di dada.
Pengobatan memerlukan penyedotan trakeobronkial dan
menghilangkan zat partikel dengan serat optic bronkoskopi.
4. Pneumonia aspirasi: aspirasi bakteri dari orofaring. Pasien mengalami
batuk, demam, batuk berdahak dan hasil radiografi menunjukkan
infiltrasi. Pengobatan membutuhkan antibiotik.

2.7 Gejala Klinis


Gejala klinis dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar,
pneumonia nekrotikans, atau abses paru dan dapat diikuti terjadinya empiema.
Pasien mendadak batuk dan sesak napas sesudah makan atau minum. Awitan
umumnya insidious, walaupun pada infeksi anaerob bisa memberikan gambaran
akut seperti pneumonia pneumokokus berupa sesak napas pada saat istirahat,
sianosis. Umumnya pasien datang 1-2 minggu sesudah aspirasi, dengan keluhan
demam mengigil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau ( pada 50%
kasus). Kemudian bisa ditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat
badan, bersuara saat napas (mengi), takikardi, merasa pusing atau kebingungan,
merasa marah atau cemas.1,2,5

13
2.8 Diagnosis
Diagnosis pneumonia aspirasi harus dilihat dari gejala pasien dan temuan
dari pemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada, pemeriksaan darah dan
kultur sputum yang juga bermanfaat. Foto torak biasanya digunakan untuk
mendiagnosis pasien di rumah sakit dan beberapa klinik yang ada fasilitas foto
polosnya. Namun, pada masyarakat (praktek umum), pneumonia biasanya
didiagnosis berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik saja. Mendiagnosis
pneumonia bisa menjadi sulit pada beberapa orang, khususnya mereka dengan
penyakit penyerta lainnya. Adakalanya CT scan dada atau pemeriksaan lain
diperlukan untuk membedakan pneumonia dari penyakit lain.1,5
Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan
fisik oleh tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh,
peningkatan laju pernapasan (tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi) ,
denyut jantung yang cepat (takikardi) dan rendahnya saturasi oksigen, yang
merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikan oleh oksimetri atau
analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, atau memiliki
sianosis memerlukan perhatian segera.2,5
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru. Pada pemeriksaan
terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat
disisi yang sakit. Pada perkusi ditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah
halus, egofoni, bronkofoni, “whispered pectoriloquy”. Kadang- kadang terdengar
bising gesek pleura (pleural friction rub). Distensi abdomen terutama pada
konsolidasi pada lobus bawah paru, yang perlu dibedakan dengan kolesistitis dan
peritonitis akut akibat perforasi.2

2.9 Pemeriksaan penunjang


2.9.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat
(lebih dari 10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang
mengindikasikan adanya infeksi atau inflamasi. Tapi pada 20% penderita tidak
terdapat leukositosis. Hitung jenis leukosit “shift to the left”. LED selalu naik.
Billirubin direct atau indirect dapat meningkat, oleh karena pemecahan dari sel

14
darah merah yang terkumpul dalam alveoli dan disfungsi dari hepar oleh karena
hipoksia. Untuk menentukan diagnosa etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia dan
hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.3

2.9.2 Pemeriksaan radiologi


2.9.2.1 Foto Toraks
Pemeriksaan radiologi pilihan untuk pneumonia aspirasi adalah foto
toraks.13 Gambaran radiologi pneumonia aspirasi bervariasi tergantung pada
beratnya penyakit dan lokasinya. Lobus bawah dan lobus tengah kanan paling
sering terkena, Tetapi lobus bawah kiri juga sering. Ditemukan area-area ireguler
yang tidak berbatas tegas yang mengalami peningkatan densitas. Pada tahap awal
area densitas tinggi tersebut hanya lokal, akan tetapi pada tahap lanjut akan
berkelompok/ menyatu (infiltrat). Pada beberapa kasus pneumonia aspirasi
bersifat akut dan akan bersih dengan cepat ketika penyebab yang menimbulkan
aspirasi telah teratasi. Pada beberapa kasus, pneumonia disebabkan oleh penyakit
kronik dan aspirasi berulang akan mengakibatkan pneumonitis basis paru kronik
14,15
yang menampilkan bercak berawan (perselubungan inhomogen).
Lokasi infiltrate:
 Bagian tengah dan bawah lobus kanan paru paling sering terjadi
inflamasi dengan ukuran lebih besar
 Pasien yang mengalami aspirasi pada keadaan berdiri, infiltrat akan
terbentuk pada lobus kanan dan kiri bagian bawah.
 Pasien yang mengalami aspirasi pada pada keadaan berbaring
posisi dekubitus lateral kiri, infiltrate akan terbentuk pada sisi kiri.
 Pada pasien pecandu alkohol yang mengalami aspirasi pada posisi
prone, kosolidasi yang terbentuk lebih sering pada lobus atas paru-
paru kanan.

15
Gambar 5. Aspiration pneumonia. Memperlihatkan infiltrat pada paru

Gambaran radiologi klasik dari pneumonia adalah perselubungan


inhomogen (konsolidasi) dengan air bronchograms sign, dengan distribusi
segmental atau lobar. Pneumonia aspirasi dapat terjadi pada pasien yang kesulitan
menelan. Pneumonia disebabkan oleh aspirasi bahan-bahan yang terinfeksi dari
orofaring dan esophagus ke dalam saluran napas bawah. Keadaan ini sering
ditemui pada pasien yang tidak sadar dan pada pasien dengan penyakit
neuromuscular atau kelainan esophagus yang menimbulkan refluks (refluks
gastroesofageal). Segmen posterior lobus atas kanan atau segmen superior lobus
bawah kanan yang sering terkena. Infiltrat pada basis lobus bawah bilateral juga
pertanda pneumonia aspirasi. Aspirasi dalam jumlah kecil tetapi berulang-ulang
akan memberikan gambaran infiltrate difus. 16

Pada foto toraks terlihat gambaran infiltrat pada segmen paru unilateral
yang dependen dan mungkin disertai kavitasi dan efusi pleura. Lokasi tersering
adalah lobus kanan tengan dan/atau lobus atas, meskipun lokasi ini tergantung
kepada jumlah aspirat dan posisi badan pada saat aspirasi.8

16
Gambar 6. Foto toraks seorang pasien dengan pneumonia aspirasi besar dari paru kanan 16

Gambar 7. Aspirasi pneumonia. Seorang pria berusia 84 tahun dengan kondisi umum baik,
demam dan batuk. Foto toraks PA tampak radioopak pada lobus bawah kiri.17

17
Gambar 8. Aspirasi pneumonia

Gambar 9: rontgen thorax pasien dengan aspirasi masif pada paru-paru


kanan.5

18
Gambar 10: rontgen thorax pasien dengan pneumonia aspirasi paru-paru kiri5

2.9.2.2 Computed Tomography Scanning (CT scan) Toraks

Pemeriksaan CT scan lebih unggul dibanding dengan foto konvensional


dalam menentukan sifat, luas, dan komplikasi aspirasi. Multidetektor CT (MDCT)
telah terbukti efektif dalam mengevaluasi adanya benda asing atau cairan. Pada
pasien yang diduga aspirasi benda asing, dalam hubungannya dengan MDCT,
dapat menggambarkan lokasi yang sesungguhnya. Temuan ini mungkin dapat
membantu penyebab aspirasi seperti fistulla atau tumor tenggorokan, laring, atau
kerongkongan.18 Gambaran CT scan yang dapat kita peroleh pada pneumonia
aspirasi adalah adanya peningkatan densitas dari paru-paru yang terkena bahan
aspirasi berupa bayangan opak. Bayangan ini terlihat seperti konsolidasi dan
ground-glass opacities.13,15

Gambar 11. Aspirasi pneumonia. CT scan melalui bronkus lobus bawah


menunjukkan benda logam di kiri bawah bronkus lobus18

19
2.9.2.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI) Toraks
Beberapa penelitian besar dari MRI yang didedikasikan untuk penyakit
aspirasi pneumonia ini telah dilakukan. Namun, hasil dari studi kasus
dipublikasikan untuk mengkonfirmasi akurasi pencitraan MRI untuk kondisi-
kondisi seperti peradangan akut, granuloma, dan fibrosis. MRI berkerja baik
dalam mendefinisikan sifat aspirasi dan reaksi tubuh terhadap aspirasi. Beberapa
penulis telah menemukan bahwa MRI lebih unggul daripada CT scan dalam
diagnosis lipoid aspirasi.18

Gambar 12. gambaran pneumonia dengan menggunakan MRI terlihat pada panah
yang terbesar

20
Skema Diagnostik

Tanda dan gejala infeksi tractus respiratorius


inferior

Riwayat aspirasi isi lambung (pasti atau suspect supect)

Ya Tidak

Rontgen Thorax Rontgen Thorax

Negatif Positif Negatif Positif

Peristiwa aspirasi Pneumonia asprasi Bronkitis Pneumonia

Durasi gejala > Tidak diterapi Terapi antibiotik,


24 jam antibiotik, tindakan suportif
tindakan suportif

Tidak Ya

Tidak diterapi Terapi antibiotik,


antibiotik, tindakan suportif
tindakan suportif

Tabel 2. Skema diagnosis pneumonia aspirasi2

2.10 Penatalaksanaan
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau
gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan
teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya.
Lakukan maneuver Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan
yang teraspirasi tidak dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi
(krikotirotomi). Pengeluaran bahan yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan

21
bronkoskopi. Berikan oksigen nasal atau masker bila ada tanda gagal napas
berikan bantuan ventilasi mekanik. Lakukan postural drainage untuk membantu
pengeluaran mukus dari paru-paru 1,2,5
Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan
penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam
bila penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di
rumah sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan
anaerob, misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi
ke 3 atau 4, atau klindamisin. Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di
rumah sakit bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap
terapi berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian
atau penyesuaian antibiotik (AB).1
Tidak ada patokan pasti lamanya terapi. Antibiotik perlu diteruskan hingga
kondisi pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu.
Biasanya diperlukan terapi 3-6 minggu. 1

2.11 Komplikasi
2.11.1 Gagal nafas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita
pneumonia sering kesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk
tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-
invasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel
tekanan positif,dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan
ventilator dapat digunakan untuk membantu pernafasan. Pneumonia dapat
menyebabkan gagal nafas oleh pencetus acute respiratory distress syndrome
(ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi dalam paru-paru
segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan
keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli,harus
membuat ventilasi mekanik yang dibutuhkan.2

22
2.11.2 Syok sepsis dan septic
Merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena
mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi
sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptoccocus
pneumonia merupakan salah satu penyebabnya. Individu dengan sepsis atau septik
membutuhkan unit perawatan intensif di rumah sakit. Mereka membutuhkan
cairan infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan tekanan darah
agar tidak turun sampai rendah. Sepsis dapat menyebabkan kerusakan
hati,ginjal,dan jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian.2

2.11.3 Effusi pleura,empyema dan abces


Ada kalanya,infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan
bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (cavum
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini
disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini
sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan diperiksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Pada kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika
cairan tidak dapat dikeluarkan,mungkin infeksi berlangsung lama, karena
antibiotik tiak menembus dengan baik ke dalam rongga pleura. Abses pada paru
biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-
abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe
bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada paru,tetapi
kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.2

2.11.3 Prognosis
Angka mortalitas PAK adalah sebesar 5% yang meningkat menjadi 20%
pada PAN. Angka mortalitas pneumonia aspirasi yang tidak disertai komplikasi
adalah sebesar 5%, sedangkan pada aspirsai masif dengan atau tanpa disertai
sindrom Mendelson mencapai 70%. Angka mortalitas aspirasi pneumonia disertai
empyema sebesar 20%.1,3

23
2.11.4 Pencegahan
 Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari
aspirasi asam lambung, diperlukan teknik kompensasi untuk
mengurangi aspirasi dengan diet lunak dan takaran yang lebih sedikit
 Posisikan kepala 45º dari bed tempat tidur pada pasien beresiko untuk
terjadinya aspirasi.
 Pasang NGT pada pasien yang beresiko, contoh disfagia.
 Puasa 6-8 jam sebelum operasi elektif agar perut kosong sebelum
operasi berlangsung.

24
BAB 3

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

 Nama : SA
 Umur : 7 bulan 11 hari
 Jenis kelamin : Laki-laki
 No MR : 01.03.55.05
 Nama ayah / ibu : Tn. I / Ny. L
 Alamat : Kampung Baru, Pariaman
 Tanggal masuk : 11 Januari 2019
 Dijadikan kasus : 15 Januari 2019

Anamnesis
Keluhan Utama

Sesak napas bertambah sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


 Batuk sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, batuk berdahak,
dahak tidak dapat dikeluarkan, tidak disertai pilek.
 Demam sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit, demam tidak tinggi,
hilang timbul, tidak disertai berkeringat maupun menggigil serta tidak
disertai kejang.
 Sesak napas bertambah sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit terus
menerus, tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca maupun makanan.
 Riwayat tersedak ada 1x, ketika disertai dengan keluar cairan susu dari
hidung.
 BAB warna dan konsistensi biasa.
 BAK warna dan jumlah biasa.
 Anak kuat menyusui.

Riwayat Penyakit Dahulu


Anak sudah dikenal dengan riwayat Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Asianotik dan telah dilakukan ekokardiografi pada bulan Desember 2018 dengan
hasil sinus solitus, VSD SADC bidirectional shunt, MR-Mild moderate, Good LV-
RV contractility dan mendapat obat rutin Captopril 2x3 125 mg PO.

25
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien menderita asma sejak kecil, kambuh bila terpapar udara dingin ,
terakhir serangan tahun 2015.
Riwayat Persalinan

 Lama hamil : Cukup bulan (38-39 minggu)


 Cara lahir : Spontan
 Ditolong oleh : Bidan
 Berat lahir : 3800 g
 Panjang lahir : 52 cm
 Saat lahir : Tidak langsung menangis, menangis setelah diberi O2

 Kesan : Riwayat persalinan terganggu

26
Riwayat Makanan dan Minuman

 Bayi
o ASI : 0 bulan sampai sekarang
o Susu formula : 6 bulan sampai sekarang
o Buah biskuit : -
o Bubur susu : 6 bulan sampai sekarang
o Nasi tim :-
o Makanan utama : -
 Anak
o Makan utama : -
o Daging :-
o Ikan :-
o Telur :-
o Sayur :-
o Buah :-
 Kesan : kualitas baik.
Riwayat Imunisasi

Imunisasi Dasar (Umur) Booster (Umur)


BCG - -
DPT 1 - -
2 - -
3 - -
Polio 1 1 bulan -
2 - -
3 - -
Hepatitis B 1 - -
2 - -
3 - -
Haemofilus influenza B 1 - -
2 - -
3 - -
Campak - -
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Umur


Tertawa 1,5 bulan
Miring 3 bulan
Tengkurap 3 bulan

27
Duduk 6,5 bulan
Merangkak -
Berdiri -
Lari -
Gigi pertama 5 bulan
Bicara -
Membaca -
Prestasi di sekolah -
Riwayat Gangguan Perkembangan Mental Umur
Isap jempol -
Gigit kuku -
Sering mimpi -
Mengompol -
Aktif sekali -
Apatik -
Membangkang -
Ketakutan -
Pergaulan jelek -
Kesukaran belajar -
Kesan: perkembangan dalam batas normal

28
Riwayat Keluarga

Ayah Ibu
Nama Tn. I Ny.H
Umur 33 tahun 26 tahun
Pendidikan S1 D3
Pekerjaan Pegawai non
Pegawai BU
kontrak
Penghasilan Rp3.500.000 Rp. 2.000.000
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Asma

No. Saudara Kandung Umur Keadaan Sekarang


1 - - -
2 - - -
3 - - -
4

Riwayat Perumahan dan Lingkungan


 Rumah tempat tinggal : Rumah bata, permanen
 Sumber air minum : depot air minum isi ulang
 Buang air besar : toilet
 Pekarangan : Sempit
 Sampah : dibuang ke TPS

 Kesan : Higiene dan sanitasi baik

29
3.1. Pemeriksaan Fisik
Umum
 Keadaan umum : Sakit berat
 Kesadaran : Sadar
 Tekanan darah : 90/60 mmHg
 Frekuensi nadi : 112 x/menit
 Frekuensi napas : 44 x/menit
 Suhu : 37,7°C
 Edema : tidak ada
 Ikterus : tidak ada
 Anemia : tidak ada
 Sianosis : tidak ada
 Berat badan : 6,1 Kg
 Tinggi badan : 66 cm
 BB/U : -3 < BB < -2
 TB/U : -2 < TB < 0
 BB/TB : -3 < BB < -2
 Status gizi : Gizi kurang
Khusus
 Kulit : Teraba hangat, turgor baik
 Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
 Kepala : Bulat, simetris, Lingkar Kepala 45 cm
(normocephal)
 Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm), refleks cahaya +/+
 Telinga : tidak ada kelainan bawaan, tidak berair
 Hidung : Napas cuping hidung ada
 Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
 Gigi dan mulut : mukosa mulut dan bibir basah, perioral sianosis (-)
 Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, kaku kuduk (-)
 Toraks
o Paru
 Inspeksi : simetris kiri dan kanan, retraksi (+) epigastrium
 Palpasi : sulit dinilai
 Perkusi : sonor kiri dan kanan
 Auskultasi : Suara napas bonkovesikuler, Rh +/+ basah
nyaring, Wh -/-
o Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V
 Perkusi : sulit dinilai

30
 Auskultasi : irama reguler, terdengar bising pansistolik 3/6 jelas
di RIC III-IV parasternalis sinistra
 Abdomen
o Inspeksi : distensi tidak ada
o Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Punggung : Tidak ada kelainan
 Genitalia : A1P1G1
Colok dubur tidak dilakukan
 Anggota gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik.
Refleks fisiologis +/+, Refleks Patologis -/-

31
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi dan Kimia Klinik (11 Januari 2019)

 Hb : 10,8 g/dL  Glukosa sewaktu: 110 mg/dl


 Leukosit : 13.030/mm3  Natrium : 135 Mmol/L
 Hematokrit : 34 %  Kalium : 4,6
 Trombosit : 449.000/mm3
Mmol/L
 Eritrosit : 4,75 Juta
 Kalsium : 10,5 mg/dl
 Retikulosit : 1%
 Klorida serum : 104 Mmol/L
 Hitung jenis : 0/6/0/31/56/7

Kesan : eosinofilia
Rontgen Thorax (11 Januari 2019)

Kesan : Pneumonia

32
Pemeriksaan Pediatric Echocardiography (19 Desember 2018)
Kesan :
- Situs solitus
- VSD SADC
diammeter 5-6 mm
bidirectional shunt
- MR mild-moderate
- Good LV-RV
Contractility

33
Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding
- Aspirasi pneumonia DD Bronchopneumonia
- VSD

Penatalaksanaan
- O2 2 L/mnt nasal kanul
- IVFD KAEN 1B 610 cc/ hari = 25 cc/jam = 8 tpm makro
- Sementara dipuasakan
- Ampicilin 4x150 mg iv
- Gentamicin 2x15 mg iv
- Ambroxol 3x5 mg PO
- Paracetamol 75 mg (jika suhu > 38,5 oC)
- Captopril 2x3,125 mg PO

34
Follow up

15/1/19 S/ Sesak napas (+) berkurang dari sebelumnya


Demam dan kejang tidak ada
Batuk (+) berkurang
Saat ini terpasang O2 nasal
Intake masuk, toleansi baik, minum per NGT

O/ KU kesadaran TD HR RR T
Berat sadar 80/50 112 x/’ 44 x/’ 37 C

Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (-/-),


Thoraks : Retraksi epigastrium (+), Rh +/+, Wh -/-
Cor : bising pansistolik grade3/6 RIC III-IV
Abdomen: supel, distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2’

A/  Bronkopneumonia
 PJB ec VSD

P/  Oksigen nasal 1 liter/ menit


 SF 8x75 cc
 Ampicilin 4x150 mg IV
 Gentamisin 2x14 mg IV
 Captopril 2x3,125 mg PO
 Ambroxol 3x3 mg PO
 Paracetamol 70 mg (jika suhu > 38,5 C)

16/1/19 S/ Sesak napas tidak ada


Demam dan Kejang tidak ada
Intake masuk, toleransi baik
BAB dan BAK tidak ada keluhan

O/ Ku kesadaran TD HR RR T
Sedang sadar 90/60 112 x/i 30 x/i 37 C
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (-/-),
Thoraks : Retraksi epigastrium (-), Rh +/+, Wh -/-
Cor : bising pansistolik grade3/6 RIC III-IV
Abdomen: supel, distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2’

A/  Bronkopneumonia
 PJB ec VSD

 Oksigen nasal 1 liter/ menit


P/  SF 8x75 cc
 Ampicilin 4x150 mg IV

35
 Gentamisin 2x14 mg IV
 Captopril 2x3,125 mg PO
 Ambroxol 3x3 mg PO
 Paracetamol 70 mg (jika suhu > 38,5 C)

17/1/19 S/ Demam tidak ada


Kejang tidak ada
Sesak napas tidak ada
Intake masuk, per oral, toleransi baik

O/ Ku kesadaran TD HR RR T
Sedang sadar 90/60 102x/i 28 x/i 37 C
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (-/-),
Thoraks : Retraksi epigastrium (-), Rh -/-, Wh -/-
Cor : bising pansistolik grade3/6 RIC III-IV
Abdomen: supel, distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2’

A/  Bronkopneumonia
 PJB ec VSD
 Oksigen nasal 1 liter/ menit
P/  SF 8x75 cc
 Ampicilin 4x150 mg IV
 Gentamisin 2x14 mg IV
 Captopril 2x3,125 mg PO
 Ambroxol 3x3 mg PO
 Paracetamol 70 mg (jika suhu > 38,5 C)

36

Anda mungkin juga menyukai