BRONKOPNEUMONIA
Oleh:
Pembimbing:
1. Identitas Pasien
Nama : By T
Usia : 4 bulan
Tgl Lahir : 23 Februari 2018
Alamat : Surabaya
Agama : Nasrani
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 17 Juni 2018
2. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama: Sesak
RPS: Pasien dikeluhkan sesak sejak 3 hari SMRS, sesak terutama saat malam hari. Nafas
terdengar sulit dan grok-grok, disertai penarikan dada. Batuk sejak 1 minggu yang lalu.
Batuk tidak disertai dengan muntah, Demam sejak batuk timbul, demam sumer-sumer yang
menurun dengan pemberian obat. Anak tampak gelisah dan lemas. Tidak mau minum sejak 1
HRSMRS. Muntah (-) BAB dan BAK dbn.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Kejang Demam (-)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Asma Keluarga (-) Kejang Demam (-) Keluarga batuk lama (-) Ayah
perokok (+)
d. Riwayat Pengobatan
Obat dari bidan: Paratusin, Amoxicillin
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat ANC ibu teratur, tidak ada kelainan saat kehamilan. Bayi lahir dari ibu
G1P0A0, lahir pada UK 39 minggu, lahir secara operasi caesar di RS Mardi Rahayu dengan
indikasi ketuban pecah dini, ketuban jernih, tidak ada kelainan setelah kelahiran.
f. Riwayat Nutrisi
Bayi diberikan ASI penuh hingga bulan ke-3, dan diberikan campuran susu formula
saat bulan ke-4 karena ASI ibu tidak memenuhi jumlah kebutuhan. Tidak ada reaksi alergi
yang ditemukan. Pemberian makanan (-)
g. Riwayat Imunisasi
- Hb0 pada H1 kelahiran
- BCG pada bulan ke1 kelahiran
- Pentabio (DPT dan polio) pada bulan ke 2.3 kelahiran. Untuk bulan ke-4 ditunda karena
sakit.
- Kesan: imunisasi lengkap
3. Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign
KU : Sesak
Kes : Compos Mentis
N : 132 x/m
RR : 48 x/m
Tax : 38.90C
SpO2 : 88% tanpa support
b. Status Gizi
BB: 7 kg
TB: 57 cm
Status Gizi: Baik
c. Status Generalis
- Kepala/leher: Bentuk normocephal
Anemis/ ikterik/ cyanosis/ dyspneu: -/-/-/+
Pernafasan cuping hidung (+)
Pembesaran KGB leher (-)
- Thorax:
Cor:
I: ictus cordis tampak dbn
P: ictus cordis teraba dbn
P: batas jantung dbn
A: S1 S2 tunggal, e/g/m -/-/-
Pulmo:
I: Simetris, retraksi +/+ thoracoabdominal
P: fremitus raba sde/sde
P: sonor
A: vesikuler +/+ menurun, rhonki +/+, wheezing +/+
- Abdomen
I : cembung
A : BU (+) normal 12x/m
P : timpani
P : soepel, nyeri tekan epigastrium (+) organomegali (-)
- Extremitas
Akral Hangat (+) di keempat ekstrimitas
Edema ekstremitas (-)
- Genitalia externa: dbn
4. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 17/07/2018
DL Hb 13. gr/dL (13.0-18.0)
Hct 18.6 %
Leu 17.7 ribu/uL (3.8-10.6)
Tromb 334 juta/uL (150-440)
GDA 117 (70-200)
Foto Thorax
Kesan :
Tampak infiltrat di perihiller dan parakardial di kedua lapangan paru
Cor dalam bats normal
Sinus dan diafragma baik Kesan : Bronkopneumonia
5. Diagnosis Banding
- Bronkiolitis
- Pneumonia Aspirasi
- Bronkopneumonia
6. Diagnosis Kerja
Bronkopneumonia
7. Tatalaksana
- Planning Diagnostik
o Darah Lengkap, Foto Thorax
- Planning Monitoring
o Monitoring TTV, Klinis
- Planning Edukasi
o Memotivasi keluarga untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk
menegakkan diagnosis
o Menjelaskan tentang perjalanan penyakit yang diderita pasien dan faktor-
faktor yang dapat menjadi penyebab penyakit
o Menjelaskan tentang terapi yang diberikan dan pentingnya monitoring di
rumah sakit selama masa perjalanan penyakit
- Planning Terapi
O2 nasal kanul 1 lt/menit
IVFD KAEN 3B dengan mikroburrete 700 cc/24 jam
Inj. Cefotaxim 2 x 200 gr (iv) skin test terlebih dahulu
Paracetamol inf 3 x 70 mg
Puyer ( Metilprednisolon 1, Cetirizin 1, vitamin C 1) 3 x 1 (PO)
Nebulisasi ventolin 1/2 resp + 2 cc PZ: setiap 4 jam
9. Prognosis
- Ad Vitam : Dubia
- Ad Functionam : Dubia
- Ad Sanationam : Dubia
BAB II. PEMBAHASAN
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
ETIOLOGI
1. Faktor Infeksi
b. Pada bayi :
c. Pada anak-anak :
KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan.
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
PATOGENESIS
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu
hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi
Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.
Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah
dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75
% anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang
bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan
terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,
penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.
Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya
pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja
jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif
dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi
setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan
dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura,
supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat
berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan
pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi,
lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula.
MANIFESTASI KLINIK
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat
terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada
bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak
yang lebih tua.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan
dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri
dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan
resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas
atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. Konsolidasi yang kecil pada
paru
yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun
bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan
berkurang.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung
tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo
osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Panas badan
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan,
dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
Pada anak, seringkali sulit membedakan antara Bronkiolitis dan Bronkopneumonia.
Berikut tabel yang dapat memperjelas perbedaan tersebut.
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
a. ampicillin + aminoglikosid
c. amoksisillin + aminoglikosid
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam
24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang
diduga.