Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Oleh:

dr. Annisa Kinanti Asti

Pembimbing:

dr. Irwin Prijatna Kusumah, SpPD

Rumah Sakit Petrokimia Gresik Driyorejo


2018
BAB I. LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : By T
Usia : 4 bulan
Tgl Lahir : 23 Februari 2018
Alamat : Surabaya
Agama : Nasrani
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 17 Juni 2018

2. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama: Sesak
RPS: Pasien dikeluhkan sesak sejak 3 hari SMRS, sesak terutama saat malam hari. Nafas
terdengar sulit dan grok-grok, disertai penarikan dada. Batuk sejak 1 minggu yang lalu.
Batuk tidak disertai dengan muntah, Demam sejak batuk timbul, demam sumer-sumer yang
menurun dengan pemberian obat. Anak tampak gelisah dan lemas. Tidak mau minum sejak 1
HRSMRS. Muntah (-) BAB dan BAK dbn.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Kejang Demam (-)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Asma Keluarga (-) Kejang Demam (-) Keluarga batuk lama (-) Ayah
perokok (+)
d. Riwayat Pengobatan
Obat dari bidan: Paratusin, Amoxicillin
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat ANC ibu teratur, tidak ada kelainan saat kehamilan. Bayi lahir dari ibu
G1P0A0, lahir pada UK 39 minggu, lahir secara operasi caesar di RS Mardi Rahayu dengan
indikasi ketuban pecah dini, ketuban jernih, tidak ada kelainan setelah kelahiran.
f. Riwayat Nutrisi
Bayi diberikan ASI penuh hingga bulan ke-3, dan diberikan campuran susu formula
saat bulan ke-4 karena ASI ibu tidak memenuhi jumlah kebutuhan. Tidak ada reaksi alergi
yang ditemukan. Pemberian makanan (-)
g. Riwayat Imunisasi
- Hb0 pada H1 kelahiran
- BCG pada bulan ke1 kelahiran
- Pentabio (DPT dan polio) pada bulan ke 2.3 kelahiran. Untuk bulan ke-4 ditunda karena
sakit.
- Kesan: imunisasi lengkap

3. Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign
KU : Sesak
Kes : Compos Mentis
N : 132 x/m
RR : 48 x/m
Tax : 38.90C
SpO2 : 88% tanpa support
b. Status Gizi
BB: 7 kg
TB: 57 cm
Status Gizi: Baik
c. Status Generalis
- Kepala/leher: Bentuk normocephal
Anemis/ ikterik/ cyanosis/ dyspneu: -/-/-/+
Pernafasan cuping hidung (+)
Pembesaran KGB leher (-)
- Thorax:
Cor:
I: ictus cordis tampak dbn
P: ictus cordis teraba dbn
P: batas jantung dbn
A: S1 S2 tunggal, e/g/m -/-/-
Pulmo:
I: Simetris, retraksi +/+ thoracoabdominal
P: fremitus raba sde/sde
P: sonor
A: vesikuler +/+ menurun, rhonki +/+, wheezing +/+
- Abdomen
I : cembung
A : BU (+) normal 12x/m
P : timpani
P : soepel, nyeri tekan epigastrium (+) organomegali (-)
- Extremitas
Akral Hangat (+) di keempat ekstrimitas
Edema ekstremitas (-)
- Genitalia externa: dbn
4. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 17/07/2018
DL Hb 13. gr/dL (13.0-18.0)
Hct 18.6 %
Leu 17.7 ribu/uL (3.8-10.6)
Tromb 334 juta/uL (150-440)
GDA 117 (70-200)

Foto Thorax

Kesan :
Tampak infiltrat di perihiller dan parakardial di kedua lapangan paru
Cor dalam bats normal
Sinus dan diafragma baik Kesan : Bronkopneumonia

5. Diagnosis Banding
- Bronkiolitis
- Pneumonia Aspirasi
- Bronkopneumonia
6. Diagnosis Kerja
Bronkopneumonia
7. Tatalaksana
- Planning Diagnostik
o Darah Lengkap, Foto Thorax
- Planning Monitoring
o Monitoring TTV, Klinis
- Planning Edukasi
o Memotivasi keluarga untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk
menegakkan diagnosis
o Menjelaskan tentang perjalanan penyakit yang diderita pasien dan faktor-
faktor yang dapat menjadi penyebab penyakit
o Menjelaskan tentang terapi yang diberikan dan pentingnya monitoring di
rumah sakit selama masa perjalanan penyakit
- Planning Terapi
 O2 nasal kanul 1 lt/menit
 IVFD KAEN 3B dengan mikroburrete 700 cc/24 jam
 Inj. Cefotaxim 2 x 200 gr (iv) skin test terlebih dahulu
 Paracetamol inf 3 x 70 mg
 Puyer ( Metilprednisolon 1, Cetirizin 1, vitamin C 1) 3 x 1 (PO)
 Nebulisasi ventolin 1/2 resp + 2 cc PZ: setiap 4 jam

8. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien KRS di hari kedua (pulang paksa) karena pindah RS sesuai domisili, sehingga
tidak dapat di follow up di hari ke-2 MRS.

9. Prognosis
- Ad Vitam : Dubia
- Ad Functionam : Dubia
- Ad Sanationam : Dubia
BAB II. PEMBAHASAN

DEFINISI

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan


bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang
akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

EPIDEMIOLOGI

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.

ETIOLOGI

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :

1. Faktor Infeksi

a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

b. Pada bayi :

- Virus: Virus parainfluensa, virus influenza,Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.


- Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis,Pneumocytis.

- Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium


tuberculosa, Bordetellapertusis.

c. Pada anak-anak :

- Virus : Parainfluensa, Influensa Virus,Adenovirus, RSV

- Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

- Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d. Pada anak besar – dewasa muda

- Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

- Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan.

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru

a. Pneumonia lobaris

b. Pneumonia interstitialis

c. Bronkopneumonia

2. Berdasarkan asal infeksi

a. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)

b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus

c. Pneumonia mikoplasma

d. Pneumonia jamur

4. Berdasarkan karakteristik penyakit

a. Pneumonia tipikal

b. Pneumonia atipikal

5. Berdasarkan lama penyakit

a. Pneumonia akut

b. Pneumonia persisten

PATOGENESIS

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu
hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi
Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.
Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah
dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75
% anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang
bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan
terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,
penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.
Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya
pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja
jantung.

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif
dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi
setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan
dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura,
supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat
berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan
pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu :

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi,
lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula.
MANIFESTASI KLINIK

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran


nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar
hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat
batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif.

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnyabronkopneumonia ditemukan hal-


hal sebagai berikut :

1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat
terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada
bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak
yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae


supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya
sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang
dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan
area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan
dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri
dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan
resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas
atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. Konsolidasi yang kecil pada
paru

2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun
bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan
berkurang.

3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung
tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo
osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan


bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan
bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit


dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal
atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit
meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi
mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin
dilakukan.

KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

2. Panas badan

3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan,
dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
Pada anak, seringkali sulit membedakan antara Bronkiolitis dan Bronkopneumonia.
Berikut tabel yang dapat memperjelas perbedaan tersebut.

PERBEDAAN BRONKIOLITIS BRONKOPNEUMONIA


Definisi Infeksi virus akut saluran Peradangan pada parenkim
pernapasan bawah yang paru yang terlokalisir yang
menyebabkan obstruksi biasanya mengenai
inflamasi bronkiolus bronkiolus dan juga
mengenai alveolus
disekitarnya
Epidemiologi
Musim Dingin, epidemik pada Lebih sering saat dingin,
musim semi awal. dapat terjadi kapan saja
Usia Bayi Biasanya <5 tahun
Etiologi RSV, parainfluenza, virus RSV, campak, varisela
influenza, adenovirus, zooster, parainfluenza,
rhinovirus, M.pneumoniae influenza, adenovirus,
Streptococcus pneumoniae,
S.aureus, M.tuberculosis
Faktor risiko - jenis kelamin laki-laki - Bayi dan anak kecil
- status sosial ekonomi lebih rentan terhadap
rendah penyakit ini karena
- jumlah anggota respon imunitas mereka
keluarga yang besar masih belum
- perokok pasif berkembang dengan
- rendahnya antibodi baik.
maternal terhadap RSV - orang tua dan orang
- bayi yang tidak yang lemah akibat
mendapatkan air susu penyakit kronik
ibu (ASI) tertentu.
- pasien peminum
alkohol, pasca bedah,
dan penderita penyakit
pernafasan kronik atau
infeksi virus
Masa inkubasi 2-5 hari 9-21 hari (rata-rata 12 hari)
Patogenesis Bronkiolitis akut ditandai Pneumokokus umumnya
dengan obstruksi bronkiolus mencapai alveoli lewat
yang disebabkan oleh edema percikan mukus atau saliva.
dan kumpulan mukus dan Lobus bagian bawah paru-
oleh invasi bagian-bagian paru paling sering terkena
bronkus yang lebih kecil oleh karena efek gravitasi. Setelah
virus. Karena tahanan/ mencapai alveoli, maka
resistensi terhadap aliran pneumokokus menimbulkan
udara didalam saluran respon yang khas terdiri dari
besarnya berbanding empat tahap yang
terbalik dengan radius/ jari- berurutan:
jari pangkat empat, maka
a. Kongesti (24 jam pertama)
penebalan yang sedikit sekali
: Merupakan stadium
pun pada dinding bronkiolus
pertama, eksudat yang kaya
bayi dapat sangat
protein keluar masuk ke
mempengaruhi aliran udara.
dalam alveolar melalui
Tahanan pada saluran udara
pembuluh darah yang
kecil bertambah selama fase
berdilatasi dan bocor,
inspirasi dan ekspirasi,
disertai kongesti vena. Paru
namun karena selama
menjadi berat, edematosa
ekspirasi jalan nafas menjadi
dan berwarna merah.
lebih kecil, maka hasilnya
adalah obstruksi pernafasan b. Hepatisasi merah (48 jam
katup yang menimbulkan
berikutnya) : Terjadi pada
udara terperangkap dan stadium kedua, yang
overinflasi. Atelektasis dapat
berakhir setelah beberapa
terjadi ketika
obstruksi hari. Ditemukan akumulasi
menjadi total dan udara
yang masif dalam ruang
yang terperangkap alveolar, bersama-sama
diabsorbsi.
dengan limfosit dan
Proses patologis menggangu
magkrofag. Banyak sel darah
pertukaran gas normal di
merah juga dikeluarkan dari
dalam paru. Perfusi ventilasi
kapiler yang meregang.
yang tidak seimbang
Pleura yang menutupi
mengakibatkan hipoksemia,
diselimuti eksudat fibrinosa,
yang terjadi pada awal
paru-paru tampak berwarna
perjalanannya. Retensi
kemerahan, padat tanpa
karbondioksida
mengandung udara, disertai
(hiperkapnia) biasanya tidak
konsistensi mirip hati yang
terjadi kecuali pada pasien
masih segar dan bergranula
yang terkena berat. Makin
(hepatisasi = seperti hepar).
tinggi frekuensi pernapasan
melebihi 60/menit; c. Hepatisasi kelabu (3-8
selanjutnya hiperkapnia
hari) : Pada stadium ketiga
berkembang menjadi menunjukkan akumulasi
takipnea.
fibrin yang berlanjut disertai
penghancuran sel darah
putih dan sel darah merah.
Paru-paru tampak kelabu
coklat dan padat karena
leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di
dalam alveoli yang terserang.

d. Resolusi (8-11 hari) : Pada


stadium keempat ini,
eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag
dan pencernaan kotoran
inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur
dinding alveolus di
bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya
semula.

Gejala prodromal saluran Ada Sering tidak ada


pernapasan atas
Demam Derajat rendah (subfebris) Tinggi (39°-40°C)
Toksisitas Biasanya ringan Jelas
Retraksi Ada , intercostal dan Tidak ada
suprasternal
Palpasi thorax Vocal fremitus menurun Vocal fremitus yang
meningkat pada sisi yang
sakit
Perkusi paru Hipersonor Sonor memendek sampai
beda
Mengi Ada Biasanya tidak ada
Auskultasi Mengi difus dengan ronkhi Ronkhi atau konsolidasi lokal
Hitung leukosit Normal atau sedikit Meningkat
meningkat
Hitung jenis leukosit Normal/ limfositik Neutrofilik
Analisa gas darah Gambaran analisis gas darah Gambaran analisis gas darah
akan menunjukkan menunjukkan hipoksemia
hiperkapnia, karena dan hiperkarbia. Pada
karbondioksida tidak dapat stadium lanjut dapat terjadi
dikeluarkan, akibat edem asidosis metabolik.
dan hipersekresi bronkiolus.
Rontgen thoraks
Hiperinflasi Ada Tidak ada
Abses atau efusi pleura Tidak ada Mungkin ada
Kultur darah Negatif Mungkin positif
Komplikasi Gagal napas, serangan Abses, kavitas, pneumatokel,
apnea, pneumonia bakterial efusi pleura, empiema,
sekunder, mengi rekuren, bakteremia, abses
bronkiolitis obliterans metastastik, meningitis.
Pengobatan Oksigen yang dilembabkan, Oksigen yang dilembabkan,
nutrisi oral, nebulisasi sefotaksim IV saja atau
ribavirin pada pasien yang dengan klaritromisin IV
mungkin mengalami
penyakit berat (bayi < 2
bulan, prematur)

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2


macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus :

1. Penatalaksaan Umum

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr.

b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.

b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung

c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi


klinis. Pneumonia ringan àamoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

2. Berat ringan penyakit

3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan


berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik
awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.

1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

a. ampicillin + aminoglikosid

b. amoksisillin - asam klavulanat

c. amoksisillin + aminoglikosid

d. sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

a. beta laktam amoksisillin

b. amoksisillin - asam klavulanat

c. golongan sefalosporin

d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)

3. Anak usia sekolah (> 5 thn)

a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam
24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang
diduga.

Anda mungkin juga menyukai