Anda di halaman 1dari 20

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Bayi Baru Lahir

2.1.1 Pengertian Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37
minggu sampai 42 minggu dan berat badan 2500 gram sampai 4000 gram.
(Asuhan Kebidanan anak dalam kontek keluarga: 1993)

Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada
bayi pada jam pertama setelah kelahiran, dilanjutkan sampai 24 jam setelah
lahir.(PPKC : 2004)

2.1.2 Ciri-Ciri Bayi Normal

1. BB 2500 – 4000 gram


2. Panjang lahir 48 – 52 cm
3. Lingkar dada 30 – 38 cm
4. Lingkar kepala 33 – 36 cm
5. Bunyi jantung pada menit pertama 180x/menit, kemudian heran 120 –
140 x/menit.
6. Pernafasan pada menit pertama 80x/menit, kemudian turun menjadi
40x/menit.
7. Kulit kemerah-merahan dan licin.
8. Rambut lanago tidak terlihat, rambut kepala sudah sempurna.
9. Kuku agak panjang dan lemas.
10. Genetalia, labia mayora sudah menutupi labra minora (perempuan)
testis sudah turun di dalam scrotum (laki-laki).
11. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk baik. Reflek moro baik, bila
dikagetkan bayi akan memperlihatkan gerakan seperti memeluk.
12. Graff reflek baik, bila diletakkan beda pada telapak tangan bayi akan
menggenggam.
2

13. Eliminasi baik, urine dan mekonium keluar dalam 24 jam pertama.

2.1.3 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada BBL

1) Perubahan pernafasan/pada sistem pernafasan

Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas


melalui placenta.Setelah bayi lahir harus melalui paru-paru bayi
pernafasan pertama pada BBL terjadi normal dalam waktu 30
detik.Setelah kelahiran tekanan rongga dada bayi pada saat melalui jalan
lahir pervagina mengakibatkan cairan paru-paru (pada bayi normal
jumlahnya 80 – 100 ml).kehilangan 1/3 dari jumlah cairan tersebut
sehingga cairan yang hilang ini diganti dengan udara. Pernafasan pada
neonatus terutama pernafasan diafragmatik dan abdominal dan biasanya
masih tidak teratur frekwensi dan dalamnya pernafasan.

Bayi itu umumnya segera menangis sekeluarnya dari jalan lahir.


Sebagai sebab-sebab yang menimbulkan pernafasan yang pertama,
dikemukakan:

1. Rangsangan pada kulit bayi.


2. Tekanan pada thorax sebelum bayi lahir.
3. Penimbunan CO2 (Setelah anak lahir kadar CO¬2 dalam darah anak
naik dan ini merupakan rangsangan pernafasan).
4. Kekurangan O2.
5. Pernafasan intrautrin .Anak sudah mengadakan pergerakan pernafasan
dalam rahim, malahan sudah menangis dalam rahim. Pernafasan di
luar hanya merupakan lanjutan dari gerakan pernafasan di dalam
rahim.
6. Pemeriksaan bayi. Kebanyakan anak akan mulai bernafas dalam
beberapa detik setelah lahir dan menangis dalam setengah menit.

2) Perubahan metabolisme karbohidrat/glukosa

Fungsi otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Dengan


tindakan penjepitan tali pusat dengan klem pada saat lahir seorang bayi
3

harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya sendiri.Pada setiap


bayi baru lahir glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1-2
jam).Koreksi penurunan gula darah dapat terjadi dengan 3 cara:

1. Melalui penggunaan ASI (bayi baru lahir sehat harus didorong untuk
menyusu ASI secepat mungkin setelah lahir).
2. Melalui penggunaan cadangan glikogen (glikogenolisis).
3. Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak
(glukoneogenesis).

3) Perubahan suhu tubuh

Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuh mereka, sehingga
akan mengalami stres dengan adanya perubahan-perubahan lingkungan.
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas melalui:

1. Evaporasi : cairan menguap pada kulit yang basah.


2. Konduksi : kehilangan panas oleh karena kulit bayi
berhubungan langsung dengan benda/alat yang suhunya lebih dingin.
3. Konveksi : terjadi bila bayi telanjang di ruang yang relatif
dingin (25oC atau kurang)
4. Radiasi : kehilangan panas yang terjadi saat bayi yang
ditempatkan dekatbenda yang mempunyai tempratur tubuh
lebihrendah dari temperatur tubuh bayi. Bayi akan mengalami
kehilangan panas melalui cara ini meskipun benda yang lebih dingin
tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tubuh bayi.

4) Perubahan pada sistem kardiovaskuler

Pada sistem kardiovaskuler harus terjadi 2 perubahan besar, yaitu:

a. Penutupan foramen ovale atrium jantung.

b. Penutupan duktus afteriosus antara arteri paru dan aorta.

Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh:


4

a. Pada saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh darah meningkat


dan tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium kanan menurun
karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan yang mengurangi
volume dan selanjutnya tekanannya. Kedua kejadian ini membantu
darah dengan kandungan oksigen sedikit mengatur ke paru-paru untuk
mengalami proses oksigenasi ulang.

b. Pernafasan pertama menurunkan resistensi pembuluh paru dan


meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada pernafasan
pertama ini menimbulkan relaksasi dan terbakarnya sistem pembuluh
baru. Dengan peningkatan tekanan pada atrium kiri foramen ovale
secara fungsi akan menutup.

5) Perubahan sistem gastrointestinal, ginjal

Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan


mencerna makanan masih terbatas, juga hubungan antara osephagus
bawah dan lambung masih belum sempurna yang mengakibatkan gumoh
pada bayi baru lahir dan bayi muda.Kapasitas lambung sendiri sangat
terbatas kurang dari 30 cc.

Faeces pertama bayi adalah hitam kehijauan, tidak berbau,


substansi yang kental disebut mekonium.Faeces ini mengandung
sejumlah cairan amnion, verniks, sekresi saluran pencernaan, empedu,
dan zat sisa dari jaringan tubuh. Pengeluaran ini akan berlangsung
sampai hari ke 2-3. pada hari ke 4-5 warna tinja menjadi coklat
kehijauan.

Air kencing.Bila kandung kencing belum kosong pada waktu lahir,


air kencing akan keluar dalam waktu 24 jam yang harus dicatat adalah
kencing pertama, frekuensi kencing berikutnya, serta warnanya bila tidak
kencing/menetes/perubahan warna kencing yang berlebihan.

6) Perubahan berat badan


5

Dalam hari-hari pertama berat badan akan turun oleh karena


pengeluaran (meconium, urine, keringat) dan masuknya cairan belum
mencukupi. Turunnya berat badan tidak lebih dari 10%. Berat badan
akan naik lagi pada hari ke 4 sampai hari ke 10. Cairan yang diberikan
pada hari 1 sebanyak 60 ml/kg BB setiap hari ditambah sehingga pada
hari ke 14 dicapai 200 ml/kg BB sehari.

7) Sistem skeletal

Tulang-tulang neonatus lunak karena tulang tersebut sebagian besar


terdiri dari kartilago yang hanya mengandung sejumlah kecil kalsium.

8) Sistem neoromuskular

Pada saat lahir otot bayi lambat dan lentur, otot-otot tersebut
memiliki tonus kemampuan untuk berkontraksi ketika dirangsang, tetapi
bayi kurang mempunyai kemampuan untuk mengontrolnya. Sistem
persarafan bayi cukup berkembang untuk bertahan hidup tetapi belum
terintegrasi secara sempurna.(Anonim: 2004).

2.1.4 Periode Masa Transisi pada Bayi Baru Lahir

Setiap bayi baru lahir harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra
uterin ke kehidupan ekstrauterin. Proses ini dapat berjalan lancar tetapi
dapat juga terjadi berbagai hambatan, yang bila tidak segera diatasi dapat
berakibat fatal.Terdapat tiga periode dalam masa transisi bayi baru lahir.

1. Periode reaktivitas I : (30 menit pertama setelah lahir)

Pada awal stadium ini aktivitas sistem saraf simpatif menonjol, yang
ditandai oleh:

- Sistem kardiovaskuler
- Detak jantung cepat tetapi tidak teratur, suara jantung keras dan kuat.
- Tali pusat masih berdenyut.
- Warna kulit masih kebiru-biruan, yang diselingi warna merah waktu
menangis.
6

- Traktur respiratorrus
- Pernafasan cepat dan dangkal.
- Terdapat ronchi dalam paru.
- Terlihat nafas cuping hidung, merintih dan terlihat penarikan pada
dinding thorax.
- Suhu tubuh
- Suhu tubuh cepat turun.
- Aktivitas
- Mulai membuka mata dan melakukan gerakan explorasi.
- Tonus otot meningkat dengan gerakan yang makin mantap.
- Ektrimitas atas dalam keadaan fleksi erat dan extrimitas bawah dalam
keadaan extensi.

Fungsi usus:

- Peristaltik usus semula tidak ada.


- Meconium biasanya sudah keluar waktu lahir.
- Menjelang akhir stadium ini aktivitas sistem para simpatik juga aktif,
yang ditandai dengan:
- Detak jantung menjadi teratur dan frekuensi menurun.
- Tali pusat berhenti berdenyut.
- Ujung extremitas kebiru-biruan.
- Menghasilkan lendir encer dan jernih, sehingga perlu dihisap lagi.

Selanjutnya terjadi penurunan aktivitas sistem saraf otonom baik


yang simpatik maupun para simpatik hingga kita harus hati-hati karena
relatif bayi menjadi tidak peka terhadap rangsangan dari luar maupun
dari dalam.

Secara klinis akan terlihat:

- Detak jantung menurun.


- Frekuensi pernafasan menurun.
- Suhu tubuh rendah.
- Lendir mulut tidak ada.
7

- Ronchi paru tidak ada.


- Aktifitas otot dan tonus menurun.
- Bayi tertidur.

Pada saat ini kita perlu berhati-hati agar suhu tubuh tidak terus menurun.

2. Periode reaktifitas II (periode ini berlangsung 2 sampai 5 jam)

Pada periode ini bayi terbangun dari tidur yang nyenyak, sistem
saraf otonom meningkat lagi. Periode ini ditandai dengan:

- Kegiatan sistem saraf para simpatik dan simpatik bergantian secara


teratur.
- Bayi menjadi peka terhadap rangsangan dari dalam maupun dari luar.
- Pernafasan terlihat tidak teratur kadang cepat dalam atau dangkal.
- Detak jantung tidak teratur.
- Reflek gag/gumoh aktif.
- Periode ini berakhir ketika lendir pernafasan berkurang.
- Periode III stabilisasi (periode ini berlangsung 12 sampai 24 jam)
- Kedua pengkajian keadaan fisik tersebut untuk memastikan bayi
dalam keadaan normal/mengalami penyimpangan.

2.1.5 Penatalaksanaan Awal Bayi Baru Lahir

1. Membersihkan jalan napas.


2. Memotong dan merawat tali pusat
3. Mempertahankan suhu tubuh bayi.
4. Identifikasi.
5. Pencegahan infeksi.

2.3 Konsep Dasar Ikterus neonatorum

2.3.1 Pengertian Ikterus

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada


kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem
yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila
8

konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah


keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL. Pada bayi baru lahir,
ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:

1) Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.


2) Bilirubin total / indirek untuk bayi cukup bulan > 12 mg/dL atau
bayi kurang bulan >10 mg/dL.
3) Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
4) Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
5) Ikterus menetap pada usia > 2 minggu.
6) Terdapat faktor risiko.

Pengertian ikterus neonatorum ada 2 yaitu ikterus neonatorum


fisiologis dan ikterus neonatorum patologis.

a. Ikterus fisiologis

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan


konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari
ke tiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar
bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5
kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali
dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan
kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonjugasi <
2 mg/dl.

b. Ikterus neonatorum patologis

Suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai


yang mempunyai potensi menimbulkan kern-ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik. Sebagian besar ikterus neonatorum ini proses
terjadinya mempunyai dasar patologis (Hanifa W, 2007). Ikterus
neoanatorum patologis merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir
dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu
9

pertama dengan ditandai ikterus, keadaan ini terjadi pada bayi baru
lahir yang sering disebut sebagai ikterus neonatorum yang bersifat
patologis atau dikenal dengan hiperbilirubinemia yang merupakan
suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubun didalam ekstra vaskuler
sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning.
Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi kern-ikterus yang
merupakan kerusakan otak akibat perlengketan bilirububin indirek
pada otak.

2.3.2 Etiologi Ikterus Neonatorum Patologis

Etiologi ikterus neonatorum patologis pada bayi baru lahir


dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi dapat
dibagi:

1) Produksi yang berlebih, lebih dari pada kemampuan bayi untuk


mengeluarkannya misalnya hemolisis yang meningkat pada
incompatibilitas golongan darah A,B,O atau defisiensi enzim
glukose-6-posfat dehidroginase, dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup (cefal hematom, perdarahan subaponeurotik).
Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya ikterus
neonatorum patologis. Keadaan ini terutama terjadi pada penderita
sepsis dan gastroenteritis.
2) Gangguan dalam proses uptake dan kojugasi hepar. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase, defisiensi
protein Y dalam hepar.
3) Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh
albumin kemudian diangkut kehepar. Ikatan bilirubin dengan albumin
ini dapat dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya salisilat,
sulfaforazol. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada sel
otak.
10

4) Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat


obstruksi alam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain (Hanifa
W, 2007).

2.3.3 Patofisiologi

1) Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin / bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
2) Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila
kadar protein Y berkurang atau pada keadaan protein Y dan protein Z
terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil transferase) atau bayi
yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis
neonatal atau sumbatan saluran empedu intra / ekstra hepatik.
3) Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak ini disebut kern-ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih
dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi
11

tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek


akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi
terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena
trauma atau infeksi.

2.3.4 Manifestasi Klinis

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar


matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin
serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1
mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL
secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut
Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-
tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-
lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian
kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan
tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.

Tabel 1. Derajat ikteruspada bayi Aterm dan Prematur (Kramer)

Derajat Perkiraan kadar


Daerah ikterus
ikterus bilirubin

Kepala sampai leher


1 5,0 mg%

Kepala, badan, sampai


2 9,0 mg%
umbilicus
Kepala, badan, paha, sampai
3 11,4 mg%
tungkai
Sampai daerah lengan, kaki
4 12,4 mg%
bawah , lutut
Kepala, badan,ekstrimitas,
sampai pergelangan tangan
5 16,0 mg%
dan kaki kepala, badan semua
ekstremitas sampai ujung jari
Sumber: Rachma F. Boedjang, Penatalaksanaan ikterus neonatal, ikterus Pada
neonatus.
12

Gambar 1. Pembagian ikterus menurut Kramer

2.3.5 Diagnosis

1) Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat


membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada
bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis mengenai riwayat
inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar
pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan
persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus /
hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain
adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan /
komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil /
persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin,
malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.
2) Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung
kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan
peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang
sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi
empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaan ini
dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-
13

kadang sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna


kulit. Penilaian akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang
mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya
memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu
minum berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus
adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar, perdarahan
tertutup, gangguan nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf.
Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat atau
hiperbilirubinemia berat.
3) Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula
dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya
ikterus mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan
penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama sesudah
lahir, kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan
darah (ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksi intra uterin
seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis
bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama.
Pada hari kedua dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya merupakan
ikterus fisiologis, tetapi harus pula dipikirkan penyebab lain seperti
inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis
karena perdarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit (misalnya
sferositosis), sindrom gawat nafas, toksositosis obat, defisiensi G-
6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5
mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang
menderita Gilbert, bayi dari ibu penderita diabetes mellitus, dan
lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama biasanya
terjadi pada atresiaduktus koledokus, hepatitis neonatal, stenosis pilorus,
hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi post natal, dan lain-lain.

2.3.6 Diagnosis Banding

1) Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam
pertama kehidupan mungkin sebagai akibat eritroblastosis foetalis,
14

sepsis, penyakit inklusi sitomegalik, rubela atau toksoplasmosis


kongenital. Ikterus pada bayi yang mendapatkan tranfusi selama
dalam uterus, mungkin ditandai oleh proporsi bilirubin bereaksi -
langsung yang luar biasa tingginya. Ikterus yang baru timbul pada
hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat “fisiologis”, tetapi dapat
pula merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah yang
dinamakan hiperbilirubinemia neonatus. Ikterus nonhemolitik
familial (sindroma Criggler-Najjar) pada permulaannya juga
terlihat pada hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus yang timbul setelah
hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan
kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat
disebabkan oleh infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis
dan penyakit inklusi sitomegalik. Ikterus yang timbul sekunder
akibat ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari
pertama kelahiran atau sesudahnya, terutama pada bayi prematur.
Polisitemia dapat menimbulkan ikterus dini.
2) Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama
kehidupan, memberi petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital
saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubela, hepatitis herpetika,
pelebaran idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia hemolitik
kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik
lainseperti defisiensi enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik
lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit herediter),
atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti
pada defisiensi kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat
dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase atau glutation
peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan - bahan lain.
3) Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk
adanya apa yang dinamakan “inspissated bile syndrome” (yang
terjadi menyertai penyakit hemolitik pada bayi neonatus), hepatitis,
penyakit inklusi sitomegalik, sifilis, toksoplasmosis, ikterus
nonhemolitik familial, atresia kongenital saluran empedu, pelebaran
15

idiopatik duktus koledoskus atau galaktosemia. Ikterus ini dapat


dihubungkan dengan nutrisi perenteral total. Kadang-kadang
ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa
minggu, seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau
stenosis pilorus.
4) Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus,
hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian
diagnostik yang lengkap, yang mencakup penentuan fraksi
bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek)
hemoglobin, hitung leukosit, golongan darah, tes Coombs dan
pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Bilirubinemia indirek,
retikulositosis dan sediaan apus yang memperlihatkan bukti
adanya penghancuran eritrosit, memberi petunjuk adanya hemolisis;
bila tidak terdapat ketidakcocokan golongan darah, maka harus
dipertimbangkan kemungkinan adanya hemolisis akibat non
imunologik. Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis,
kelainan metabolisme bawaan, fibrosis kistik dan sepsis, harus dipikirkan
sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs
dan bilirubin direk normal, maka mungkin terdapat
hiperbilirubinemia indirek fisiologik atau patologik.

2.3.7 Tatalaksana bayi dengan ikterus neonatorum

1) Tatalaksana bayi dengan ikterus neonatorum fisiologis: Bayi sehat, tanpa


faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif,
minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan
terjadinya kern-ikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada
bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:
a. Minum ASI dini dan sering
b. Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
c. Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan
ulang dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning). Ikterus
pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice). Pada sebagian
16

bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus


yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor
tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin
di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak
perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.
Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata
laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.
2) Tatalaksana Awal Ikterus Neonatorum(WHO):
a. Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus
berat.
b. Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir
< 2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis
atau sepsis.
c. Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan
hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes
Coombs:
 Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya
terapi sinar, hentikan terapi sinar.
 Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai
dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar.
 Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan
merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat
defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila
memungkinkan.
d. Tentukan diagnosis banding.
3) Tatalaksana bayi dengan Ikterus Neonatorum Patologis /
Hiperbilirubinemia.
Hemolitik paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor
Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya
defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk
semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.
17

a. Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya


terapi sinar, lakukan terapi sinar .
b. Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:
 Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar
kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs
positif, segera rujuk bayi.
 Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan
untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah
terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).
 Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:
1) Persiapkan transfer.
2) Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan
fasilitas transfusi tukar.
3) Kirim contoh darah ibu dan bayi.
4) Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning,
mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.
4) Nasihat untuk ibu:
a. Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus,
pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal
ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
b. Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada
ibuuntuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya
hemolisis pada bayi (contoh : obat anti malaria, obat-obatan
golongan sulfa, aspirin, kamfer / mothballs, favabeans).
c. Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi
darah.
d. Bila ikterus menetap selama 2 mingguatau lebih pada bayi
cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat
lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi
sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).
18

e. Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap


minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit <
24%), berikan transfusi darah. (Hanifa W, 2007).

2.3 Konsep Asuhan Kebidanan

2.3.1 Data Subyektif

1. Biodata

Nama :Untuk membedakan bayi yang satu dengan yang lain.


Umur :Untuk mengetahui hari keberapa dilakukan pengkajian /
asuhan.
Jenis kelamin : untuk mengetahui jenis kelamin bayi tersebut
Nama ibu / ayah : untuk identifikasi bayi / pasien
Umur ibu / ayah : Untuk identifikasi bayi / pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat pesalinan
Jenis persalianan : biasanya ikterus terjadi persalinan dibantu vacum
eksraksi
Penolong : dokter atau bidan
Tempat persalinan : apakah di rumah ibu, bidan atau Rs.
Umur kehamilan : pada ikterus kemungkinan terjadi pada preterm, kecil
masa kehamilan dan besar masa kehamilan.
Ketuban : warnanya jernih atau keruh, jumlahnya normal atau tidak
Komplikasi persalinan : biasanya bayi ikterus terjadi pada persalinan
dengan trauma.
Keadaan bayi baru lahir : nilai dengan APGAR 1 menit pertama dan 5
menit ke dua.
4. Riwayat kesehatan ibu
Untuk mengetahui penyakit yang pernah dideriita selama
kehamilan yang dapat menyebabkan bayi ikterus,. Contoh : diabetes,
golongan darah ibu – bayi tidak sesuai Rh/ABO incompatibility, sakit
infeksi.
19

5. Riwayat kesehatan keluarga

Dalam keluarga ada yang menderita penyakit menular (TBC,


hepatitis) maka kemungkinan besar bayi akan tertular. Bila dalam
keluarga ada riwayat kembar, maka kemungkinan akan menurun.

6. Pola kebiasaan sehari-hari

Nutrisi :minum ASI<4x /hari

Istirahat :bayi sering tidur

Eliminasi :kemungkinan warna urine gelap pekat sampai coklat


kehitaman, warna feses kuning dempul.

2.3.2 Data Obyektif

1. Pemeriksaan umum

Keadaan umum :Apakah bayi tampak baik atau tidak. Biasanya


kalau bayi ikterus terlihat lethargi / aktifitas menurun.

Berat badan sekarang :Untuk mengetahui kenaikan / penurunan BB bayi.

Suhu :Normal 36,5 – 37,5

Nadi :Normal 120 – 140 x / menit

2. Inspeksi
Kepala : dilihat besar, bentu, molding, sutura, adakah caput, ikterus terjadi
pada perdarahan intra kranial dan sefal hematom.

Muka :untuk melihat kelainan kongenital, adakah warna kuning.

Mata : ada tidaknya perdarahan atau warna sklera kuning atau tidak

Telinga : letak dan bentuk dapat menceminkan kelainan kongenital

Mulut : apakah ada tidaknya labiopalatoscisis, reflek hisap ada atau tidak.

Hidung : apakah ada pernafaan cupung hidung


20

Leher :apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, limfe atau tidak. Bila
mengalami pembesaran kelenjar tyroid kemungkinan mengalami
kekurangan yodium, bila berpenyakit jantung akan tampak pembendungan
vena jugularis.

Dada : apakah tampak simetris atau tidak, ada wheezing dan ronchi

Abdomen : apakah ada tanda – tanda infeksi atau tidak dan pada ikterus
pada palpasi abdomen terdapat pembesaran limfe dan hepar.

Genetalia : pada bayi laki – lakitestis sudah turun atau belum dan terdapat
lubang uretra. Pada bayi perempuan labia mayora telah menutupi labia
minor belum? Lubang vagina ada atau tidak?

Anus : ada / tidak lubang anus

Ekstrimitas : dilihat kelainan bentuk dan jumlah, di lihat ikterus atau tidak.

2.3.3 Assasment

Pernyataan gangguan diri atau yang terdiri atas subjektif dan objektif.

2.3.4 Penatalaksanaan

S: Data yang diperoleh dari wawancara

O: Data yang diperoleh dari observasi dan pemeriksaan

A: Pernyataan gangguan diri atau yang terdiri atas subjektif dan objektif

P: Merupakan perencanaan yang dilakukan sesuai dengan diagnosa

masalah.

Anda mungkin juga menyukai