Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari)
sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan
usia 1-bulan sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus
lanjut adalah bayi berusia 7-28 hari (Muslihatun, 2010).
Menurut Depkes RI (2010) Bayi baru lahir sehat adalah bayi yang lahir
dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 40 minggu, berat lahir 2500 gram
sampai 4000 gram, segera menangis, bergerak aktif, kulit kemerahan, mengisap
ASI dengan baik dan tidak ada cacat bawaan.
Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Balita merupakan salah
satu periode usia manusia setelah bayi dengan rentang usia dimulai dari dua
sampai dengan lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-
60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah.
Pada saat anak mencapai tahapan pra-sekolah (3-6 tahun) ada ciri yang jelas
berbeda antara anak balita dan anak prasekolah. Perbedaannya terletak dalam
penampilan, proporsi tubuh, berat, tinggi badan, dan keterampilan yang mereka
miliki.

B. Bayi Baru Lahir


1. Ciri-ciri bayi normal antara lain sebagai berikut:
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 48-52 cm
c. Lingkar badan : 30-38 cm
d. Lingkar kepala : 33-35 cm
e. Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 x/menit kemudian
menurun sampai 120-160 x/menit.

5
6

f. Pernapasan pada menit pertama kira-kira 80 x/menit kemudian turun sampai


40-60 x/menit.
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan terbentuk dan
diliputi verniks caeseosa.
h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut tampak sempurna.
i. Kuku agak panjang dan lemas.
j. Testis sudah turun (pada anak laki-laki), genitalia labio mayora telah
menutupi labia minora (pada anak perempuan).
k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l. Refleks Moro sudah baik, bayi dikagetkan akan memperlihatkan gerakan
tangan seperti memeluk.
m. Graff reflek sudah baik, bila diletakkan suatu benda ke telapak tangan maka
akan menggenggam.
n. Eliminasi, urin dan mekoneum akan keluar dalam 24 jam, pertama
mekonium berwarna kecoklatan. (Saifuddin, 2006)
2. Masa adaptasi bayi baru lahir
Setiap bayi baru lahir harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin
ke kehidupan ekstrauterin. Proses ini dapat berjalan lancar tetapi dapat juga
terjadi berbagai hambatan, yang bila tidak segera diatasi dapat berakibat fatal.
Terdapat tiga periode dalam masa transisi bayi baru lahir:
a. Periode reaktivitas I (30 menit pertama setelah lahir)
Selama periode ini setiap usaha harus dibuat untuk memudahkan
kontak bayi dan ibu. Membiarkan ibu untuk memegang bayi untuk
mendukung proses pengenalan. Beberapa bayi akan disusui selama periode
ini. Selama periode ini detak jantung cepat dan pulsasi tali pusat jelas.
Selama periode ini mata bayi membuka dan bayi memperlihatkan perilaku
siaga. Bayi mungkin menangis, terkejut atau terpaku (Varney Midwifery,
2004).
7

Pada awal stadium ini aktivitas sistem saraf simpatif menonjol, yang
ditandai oleh:
1) Sistem kardiovaskuler
a) Detak jantung cepat tetapi tidak teratur, suara jantung keras dan kuat.
b) Tali pusat masih berdenyut.
c) Warna kulit masih kebiru-biruan, yang diselingi warna merah waktu
menangis.
2) Traktur respiratorrus
a) Pernapasan cepat dan dangkal.
b) Terdapat ronchi dalam paru.
c) Terlihat napas cuping hidung, merintih dan terlihat penarikan pada
dinding thorax.
3) Suhu tubuh cepat turun.
4) Aktivitas
a) Mulai membuka mata dan melakukan gerakan explorasi.
b) Tonus otot meningkat dengan gerakan yang makin mantap.
c) Ektrimitas atas dalam keadaan fleksi erat dan extrimitas bawah dalam
keadaan extensi.
5) Fungsi usus
a) Peristaltik usus semula tidak ada.
b) Meconium biasanya sudah keluar waktu lahir.
6) Menjelang akhir stadium ini aktivitas sistem para simpatik juga aktif,
yang ditandai dengan:
a) Detak jantung menjadi teratur dan frekuensi menurun.
b) Tali pusat berhenti berdenyut.
c) Ujung extremitas kebiru-biruan.
d) Menghasilkan lendir encer dan jernih, sehingga perlu dihisap
e) Selanjutnya terjadi penurunan aktivitas sistem saraf otonom baik yang
simpatik maupun para simpatik hingga kita harus hati-hati karena
8

relatif bayi menjadi tidak peka terhadap rangsangan dari luar maupun
dari dalam.
7) Secara klinis akan terlihat:
a) Detak jantung menurun.
b) Frekuensi pernapasan menurun.
c) Suhu tubuh rendah.
d) Lendir mulut tidak ada.
e) Ronchi paru tidak ada.
f) Aktifitas otot dan tonus menurun.
g) Bayi tertidur.
Pada saat ini kita perlu berhati-hati agar suhu tubuh tidak terus
menurun.
b. Periode reaktifitas II (periode ini berlangsung 2 sampai 5 jam)
Pada periode ini bayi terbangun dari tidur yang nyenyak, sistem saraf
otonom meningkat lagi. Pemberian makan awal juga menyediakan
kolonisasi bakteri isi perut yang mengarahkan pembentukan vitamin K oleh
traktus intestinal. Imunisasi Hepatitis B diberikan selama 24 jam pertama.
Periode ini ditandai dengan:
1) Kegiatan sistem saraf parasimpatik dan simpatik bergantian teratur.
2) Bayi menjadi peka terhadap rangsangan dari dalam maupun luar.
3) Pernapasan terlihat tidak teratur kadang cepat dalam atau dangkal.
4) Detak jantung tidak teratur.
5) Reflek gag/gumoh aktif
Neonatus mungkin bereaksi terhadap makanan pertama dengan cara
memuntahkan susu bersama mucus. Ibu harus diajari cara
menyendawakan bayinya.
6) Periode ini berakhir ketika lendir pernapasan berkurang.
c. Periode III stabilisasi (periode ini berlangsung 12 sampai 24 jam)
9

Kedua pengkajian keadaan fisik tersebut untuk memastikan bayi dalam


keadaan normal/mengalami penyimpangan.
3. Perubahan Fisiologi Bayi Baru Lahir
a. Adaptasi Sistem Pernapasan
1) Awal Pernapasan
Pada saat lahir bayi berpindah tempat dari suasana hangat
dilingkungan rahim ke dunia luar tempat dilakukannya peran eksistensi
mandiri. Bayi harus dapat melakukan transisi hebat ini dengan tangkas.
Untuk mencapai hal ini serangkaian fungsi adaptif dikembangkan untuk
mengakomodasi perubahan drastis dari lingkungan di dalam kandungan
ke lingkungan diluar kandungan (Myles, 2009).
2) Perkembangan Paru-Paru
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari faring yang
bercabang cabang membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini
berlanjut setelah kelahiran sampai usia 8 tahun, sampai jumlah
bronchiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan bukti gerakan napas sepanjang trimester kedua dan
ketiga. Kematangan paru-paru akan mengurangi peluang kelangsungan
hidup bayi baru lahir sebelum usia kehamilan 24 minggu, yang
disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan
system kapiler paru-paru tidak mencukupinya jumlah surfaktan.
3) Awal Adanya Napas
Dua faktor yang berperan pada rangsangan pertama napas bayi:
a) Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar
rahim yang merangsang pusat pernapasan diotak.
b) Tekanan terhadap rongga dada yang terjadi karena kompresi paru-
paru selama persalinan yang merangsang masuknya udara kedalam
paru-paru secara mekanis.
10

Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk


mengeluarkan cairan paru-paru dan mengembangkan jaringan alveolus
dalam paru-paru untuk pertama kali.
4) Adaptasi Paru
Hingga saat lahir tiba, janin bergantung pada pertukaran gas daerah
maternal melalui paru maternal dan placenta. Setelah pelepasan placenta
yang tiba-tiba setelah pelahiran, adaptasi yang sangat cepat terjadi untuk
memastikan kelangsungan hidup. Sebelum lahir janin melakukan
pernapasan dan menyebabkan paru matang, menghasilkan surfaktan, dan
mempunyai alveolus yang memadai untuk pertukaran gas. Sebelum lahir
paru janin penuh dengan cairan yang diekskresikan oleh paru itu sendiri.
Selama kelahiran, cairan ini meninggalkan paru baik karena dipompa
menuju jalan napas dan keluar dari mulut dan hidung, atau karena
bergerak melintasi dinding alveolar menuju pembuluh limfe paru dan
menuju duktus toraksis (Myles, 2009).
Sebelum lahir, janin hanya bergantung pada placenta untuk semua
pertukaran gas dan ekskresi sisa metabolik. Dengan pelepasan placenta
pada saat lahir, sistem sirkulasi bayi harus melakukan penyesuaian mayor
guna mengalihkan darah yang tidak mengandung oksigen menuju paru
untuk direoksigenasi. Hal ini melibatkan beberapa mekanisme, yang
dipengaruhi oleh penjepitan tali pusat dan juga oleh penurunan resistensi
bantalan vaskular paru.
b. Adaptasi Sistem Kardiovaskuler
Selama kehidupan janin hanya sekitar 10% curah jantung dialirkan
menuju paru melalui arteri pulmonalis. Dengan ekspansi paru dan penurunan
resistensi vaskular paru, hampir semua curah jantung dikirim menuju paru.
Darah yang berisi oksigen menuju ke jantung dari paru meningkatkan
tekanan di dalam atrium kiri. Pada saat yang hampir bersamaan, tekanan di
11

atrium kanan berkurang karena darah berhenti mengalir melewati tali pusat.
Akibatnya, terjadi penutupan fungsional foramen ovale.
Selama beberapa hari pertama kehidupan, penutupan ini bersifat
reversibel, pembukaan dapat kembali terjadi bila resistensi vaskular paru
tinggi, misalnya saat menangis, yang menyebabkan serangan sianotik
sementara pada bayi. Septum biasanya menyatu pada tahun pertama
kehidupan dengan membentuk septum intra atrial, meskipun pada sebagian
individu penutupan anatomi yang sempurna tidak pernah terjadi.
1) Fungsi sistem pernapasan dalam kaitannya dengan fungsi kardiovaskular
Oksigenasi yang memadai merupakan faktor yang sangat penting
dalam mempertahankan kecukupan pertukaran udara. Peningkatan aliran
darah paru-paru akan memperlancar pertukaran gas dalam alveolus dan
menghilangkan cairan paru-paru. Peningkatan aliran darah ke paru-paru
akan mendorong terjadinya peningkatan sirkulasi limfe dan membantu
menghilangkan cairan paru-paru dan merangsang perubahan sirkulasi
janin menjadi sirkulasi luar rahim (PUSDIKNAKES, 2003).
2) Perubahan Sistem Sirkulasi
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru, untuk
mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna
mengantarkan oksigen ke jaringan.
Untuk mengadakan sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan
luar rahim, harus terjadi 2 perubahan, yaitu:
a) Penutupan foramen ovale pada atrium jantung
Foramen Ovale adalah defek (katup) yang memisahkan antara
atrium kanan dan kiri yang akan memungkinkan darah dari atrium
kanan mengalir ke atrium kiri dan foramen ovale ini adalah anatomi
jantung pada janin, keadaan ini adalah normal. Karena janin masih
menggunakan sirkulasi dari ibunya. Pada saat bayi lahir maka seiring
dipotongnya tali pusat, foramen oval akan tertutup dengan sendirinya.
12

Foramen tersebut ditutup karena akibat dari pemotongan tali pusat


yang akan mempengaruhi suplai darah ke atrium kanan kemudian
karena penurunan tekanan atrium kanan otomatis tekanan atrium kiri
lebih besar dari atrium kanan yang akan menyebabkan penutupan
foramen ovale.
b) Penutupan duktus arteriosus antara arteri paru-paru dan aorta
(PUSDIKNAKES, 2003)
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan
arteri pulmonalis (arteri yang membawa darah ke paru-paru) dengan
aorta (pembuluh arteri besar yang mengangkut darah keseluruh tubuh),
yang merupakan bagian dari peredaran darah yang normal pada janin.
Saat masih dalam kandungan, duktus arteriosus memungkinkan darah
untuk tidak melewati paru-paru. Pada janin, fungsi ini penting karena
janin tidak menghirup udara sehingga darah janin tidak perlu beredar
melewati paru-paru agar mengandung banyak oksigen. Janin menerima
oksigen dan zat makanan dari plasenta (ari-ari). Tetapi pada saat lahir,
ketika bayi mulai bernapas, duktus arteriosus akan menutup karena
darah harus mengalir ke paru-paru agar bisa mendapatkan oksigen.
Saat paru-paru berkembang, tekanan oksigen didalam alveoli
meningkat. Sebaliknya, tekanan karbondioksida turun. Hal-hal tersebut
mengakibatkan turunnya resistensi pembuluh-pembuluh darah paru-
paru, sehingga aliran darah ke alat tersebut meningkat. Ini
menyebabkan darah dari arteria pulmonalis mengalir ke paru-paru dan
duktus arteriosus menutup.
Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh
darah, yaitu:
(1)Pada saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh sistemik
meningkat dan tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium
kanan menurun karena berkurangnya aliran darah keatrium kanan
13

tersebut. Hal ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan


atrium kanan itu sendiri. Kedua kejadian ini membantu darah
dengan kandungan oksigen sedikit mengalir keparu-paru untuk
menjalani proses oksigenasi ulang.
(2)Pernapasan pertama menurunkan resistensi pembuluh darah paru-
paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada
pernapasan pertama ini menimbulkan relaksasi dan terbukanya
sistem pembuluh darah paru-paru (menurunkan resistensi pembuluh
darah paru-paru). Peningkatan sirkulasi keparu-paru mengakibatkan
peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kanan.dengan
peningkatan tekanan atrium kanan ini dan penurunan tekanan pada
atrium kiri, foramen ovale secara fungsional akan menutup
(PUSDIKNAKES, 2003, hal.7)
c. Adaptasi Suhu Tubuh
1) Pengaturan Suhu
Suhu dingin lingkungan luar menyebabkan air ketuban menguap
melalui kulit sehingga mendinginkan darah bayi. Pembentukan suhu
tanpa menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan
untuk mendapatkan panas kembali panas tubuhnya melalui penggunaan
lemak coklat untuk produksi panas. Lemak coklat tidak diproduksi ulang
oleh bayi dan akan akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stress
dingin.
2) Mekanisme Kehilangan
Panas Bayi dapat kehilangan panas tubuhnya melalui:
a) Evaporasi, yaitu penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh
bayi sendirikarena setelah lahir tidak segera dikeringkan dan
diselimuti.
b) Konduksi, yaitu melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaanyang dingin.
14

c) Konveksi, yaitu pada saat bayi terpapar udara yang lebih dingin
(misalnya melalui kipas angin, hembusan udara, atau pendingin
ruangan).
d) Radiasi, yaitu ketika bayi ditempatkan didekat benda ± benda
yangmempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi (walaupun
tidak bersentuhan secara langsung) (JNPK-KR, 2007).
Bayi memasuki suasana yang jauh lebih dingin pada saat pelahiran,
dengan suhu kamar bersalin 21°C yang sangat berbeda dengan suhu dalam
kandungan, yaitu 37,7°C. Ini menyebabkan pendinginan cepat pada bayi saat
cairan amnion menguap dari kulit. Setiap mili liter penguapan tersebut
memindahkan 560 kalori panas. Perbandingan antara area permukaan dan
masa tubuh bayi yang luas menyebabkan kehilangan panas, khususnya dari
kepala, yang menyusun 25% masa tubuh. Lapisan lemak subkutan tipis dan
memberikan insulasi tubuh yang buruk, yang berakibat cepatnya
perpindahan panas inti ke kullit, kemudian lingkungan, dan juga
mempengaruhi pendinginan darah. Selain kehilangan panas melalui
penguapan, kehilangan panas melalui konduksi saat bayi terpajan dengan
permukaan dingin, dan melalui konveksi yang disebabkan oleh aliran udara
dingin pada permukaan tubuh.
Saat lahir, bayi baru lahir harus beraadaptasi dari keadaan yang sangat
tergantung menjadi mandiri. Banyak perubahan yang akan dialami oleh bayi
yang semula berada dalam lingkungan interna ke lingkungan eksterna. Saat
ini bayi tersebut harus dapat oksigen melalui sistem sirkulasi pernapasannya
sendiri, mendapatkan nutrisi oral untuk mempertahankan kadar gula yang
cukup, mengatur suhu tubuh dan melawan setiap penyakit. Periode adaptasi
terdahadap kehidupan diluar rahim disebut “periode transisi”. Periode ini
berlangsung hingga 1 bulan atau lebih setelah kelahiran untuk beberapa
sistem tubuh. Transisi yang paling nyata dan cepat terjadi adalah pada sistem
15

pernapasan dan sirkulasi, sistem termoregulasi dan dalam kemampuan


mengambil serta menggunakan glukosa.
d. Adaptasi Metabolisme Glukosa
Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu.
Pada bayi baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1-2 jam).
Bayi baru lahir yang tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah yang
cukup akan membuat glukosa dari glikogen dalam hal ini terjadi bila bayi
mempunyai persediaan glikogen cukup yang disimpan dalam hati. Koreksi
penurunan kadar gula darah dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1) Melalui penggunaan ASI
2) Melalui penggunaan cadangan glukosa
3) Melalui penggunaan glukosa dan sumberlain terutama lemak.

e. Adaptasi Sistem Gastrointestinal


Sebelum lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan.
Reflek gumoh dan reflek batuk yang matang sudah terbentuk pada saat lahir.
Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna
makanan (selain susu) masih terbatas. Hubungan antara esofagus bawah dan
lambung masih belum sempurna yang mengakibatkan ”gumoh” pada bayi
baru lahir dan neonatus. Kapasitas lambung sendiri sangat terbatas, kurang
dari 30 cc untuk seorang bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini
akan bertambah secara lambat bersamaan dengan tumbuhnya bayi baru lahir.
Pengaturan makan yang sering oleh bayi sendiri penting.
Usus bayi belum matang, sehingga tidak mampu melindungi dirinya
sendiri sehingga tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari zat-zat
berbahaya. Pada bayi baru lahir kurang efisien dalam mempertahankan air
dibanding orang dewasa, sehingga menyebabkan diare yang lebih serius
pada neonatus (PUSDIKNAKES, 2003).
f. Adaptasi kekebalan tubuh
16

Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang, sehingga


menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi. Sistem
imunitas yang matang akan memberikan kekebalan alami maupun yang
didapat.
Kekebalan alami terdiri dari struktur pertahanan tubuh yang mencegah
atau meminimalkan infeksi. Berikut beberapa contoh kekebalan alami
meliputi yaitu:
1) Perlindungan oleh kulit membran mukosa
2) Fungsi saringan saluran napas
3) Pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus
4) Perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung
Kekebalan alami juga disebabkan pada tingkat sel oleh sel darah
yang membantu bayi baru lahir membunuh mikroorganisme asing. Tetapi
pada bayi baru lahir sel-sel darah ini masih belum matang, artinya bayi
baru lahir tersebut belum mampu melokalisasi dan memerangi infeksi
secara efisien.
Kekebalan yang didapat akan muncul kemudian. Bayi baru lahir yang
lahir dengan kekebalan pasif mengandung banyak virus dalam tubuh
ibunya. Reaksi antibodi keseluruhan terhadap antigen asing masih belum
bisa dilakukan sampai akhir kehidupan anak. Salah satu tugas utama
selama masa bayi dan balita adalah pembentukan sistem kekebalan tubuh
(PUSDIKNAKES, 2003).
4. Pemeriksaan pada Bayi Baru Lahir
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada BBL dilakukan paling kurang 3 kali yaitu pada
saat lahir, periksaan yang dilakukan dalam 24 jam di ruang perawatan, dan
pemeriksaan pada waktu pulang.
Pemeriksaan pertama pada BBL harus dilakukan di kamar bersalin,
tujuannya adalah untuk menilai gangguan adaptasi BBL dari kehidupan
17

intrauterine ke ekstrauterin yang memerlukan resusitasi dan untuk


menemukan kelainan seperti cacat bawaan yang perlu tindakan segera
(misalnya atresia ani, atresia esophagus), trauma lahir.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara bayi dalam kondisi telanjang akan
tetapi diletakkan dibawah lampu yang terang supaya tidak kehilangan panas
serta dilakukan 24 jam setelah lahir.
Pemeriksaan yang dilakukan menurut (Hamilton, 2005) :
1) Kulit
Kulit bayi sangat halus, merah kehitaman karena tipis dan lapisan
lemak subkutan belum melapisi kapiler. Karakteristik pada kulit bayi
berupa:
a) Vernik kaseosa
Berupa pasta seperti keju yang melindungi kulit selama
kehidupan di intra uterin dalam cairan amnion, setelah lahir vernik
kaseosa hilang dalam 2 atau 3 hari.
b) Milla
Bintik keputihan khas pada hidung, pipi dan dahi bayi baru lahir,
milla bertahap hilang sekitar 2 minggu.
c) Lanugo
Adalah rambut halus yang terdapat pada bahu, bokong, dan
extremitas dan menghilang selama minggu pertama kehidupan.
d) Eritema toksikum
Ini adalah jenis dari “alergi kemerahan” yang terlihat sebagai
bercak-bercak kemerahan pada kulit bayi normal dan menghilang
secara bertahap.
e) Ikterik
Warna kuning pada kulit atau sklera mata disebabkan karena
bilirubin berlebihan dalam darah dan jaringan, imaturitas hepar bayi
18

baru lahir, menghilang sekitar hari ke tujuh yang biasa disebut ikterik
neonatum.
2) Pemeriksaan rambut
Memeriksa keadaan, jumlah dan warna rambut di kepala bayi serta
rambut lanugo terutama pada punggung dan bahu bayi
3) Pemeriksaan kepala
Merupakan deteksi apakah terjadi jejas persalinan seperti Caput
suksedanium atau cephal hematoma. Kepala neonatus ¼ dari panjang
tubuh keseluruhan. Lingkar kepala bayi berkisar 12 ½ inci – 4 inci (31-
35,5 cm), pada tulang kepala dapat terjadi saling tindih yang disebut
molding.
Diantara 2 tulang atau lebih yang menjadi satu terdapat ruang yang
disebut pontanela (ubun-ubun kecil) denyutan kadang terlihat. Fontanela
anterior lebih besar (bregma) tertutup sampai usia 18 bulan. Fontanela
posterior tertutup bulan kedua pontanela anterior cekung menandakan
dehidrasi, fontanel menonjol menunjukkan peningkatan tekanan intra
kranial.

4) Telinga
Dilakukan untuk menilai gangguan pendengaran dengan
membunyikan suara, normal jika ada refleks terkejut
5) Pemeriksaan hidung
Dengan cara melihat pola pernapasan, jika bayi bernapas dengan
mulut kemungkinan bayi mengalami obstruksi jalan napas. Atau jika bayi
bernapas dengan cuping hidung kemingkinan menderita gangguan paru
atau mukosa hidung terlalu banyak, sekret mukopurulen dan berdarah,
pastikan kemungkinan lainnya.
6) Mata
19

Periksa adakah strabismus, yaitu koordinasi gerakan mata yang


belum sempurna. Apabila mata jarang berkedip atau sensitivitas cahaya
kurang, maka curigai adanya kebutaan. Jika pada Epicantus melebar
maka kemungkinan terjadi downsyndrom. Lihat apakah kornea keruh
untuk mendeteksi glaukoma kongenetal, apabila Pupil putih, dicurigai
adanya katarak kongenetal waspadai terdarahan konjungtiva dll
7) Payudara
Payudara pada bayi laki-laki dan perempuan mungkin terlihat
membesar karena banyaknya pengaruh hormon wanita dan darah ibu,
kadang mensekresi colostrom.
8) Genetalia
Pada laki-laki testis normalnya turun selam kehidupan intrauterin
dan telah berada pada kantung skrotum pada saat lahir. Pada bayi
perempuan labia minora dan klitorisnya mungkin membengkak saat lahir
akibat tingginya hormon wanita dalam darah ibu. Keluaran lendir putih
pada vagina kadang dengan darah (perdarahan withdrawal).
9) Anus
Dibuka lipatannya berlubang / tidak (atresia ani), lihat posisi,
apakah megacolon, waspadai tentang meconium plug syndrome.
10) Tali Pusat
Untuk menilai apakah terjadi kemerahan, berbau, bengkak,
berananah. Keadaan tali pusat normal berwarna putih kebiruan pada hari
pertama dan lepas hr ke 7-10
11) Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas dilakukan untuk menilai kesimetrisan
ekstremitas, posisi dan gerakan yang abnormal (menghadap kedalam atau
keluar garis tangan dan memeriksan jumlah jari
12) Pemeriksaan tonus atau kesadaran bayi
Dilakukan untuk melihat penurunan kesadaran pada bayi
20

Pemeriksaan kedua harus dilakukan kembali dalam waktu 24 jam,


yaitu sesudah bayi berada di ruang perawatan. Tujuannya agar kelainan yang
luput dari pemeriksaan pada pemeriksaan pertama akan ditemukan pada
pemeriksaan ini. Bayi tidak boleh dipulangkan sebelum pemeriksaan terakhir
(IDAI, 2008).
Semua bayi harus dinilai adanya tanda-tanda kegawatan / kelainan
yang menunjuk suatu penyakit. Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila
mempunyai salah satu atau beberapa tanda antara lain sesak napas, frekuensi
pernapasan 60x/menit, adanya gerakan retraksi di dada, malas minum, panas
atau suhu badan bayi rendah, kurang aktif, berat lahir rendah (1500-2500 gr)
dengan kesulitan minum.
Tanda bayi sakit berat apabila, sulit minum, sianosis sentral (lidah
biru), perut kembung, periode apneu, kejang / periode kejang-kejang kecil,
merintih, perdarahan, warna kulit sangat kuning, berat badan lahir < 1500
gram (Saefudin, 2007)
b. Pemeriksaan Sepintas
Segera setelah lahir, letakkan bayi di atas kain bersih dan kering yang
disiapkan pada perut ibu. Bila hal itu tidak memungkinkan, maka letakkan
bayi dekat ibu (diantara kedua kaki atau disebelah ibu) tetapi harus
dipastikan bahwa area tersebut bersih dan kering. Segera lakukan penilaian:
1) Apakah bayi menangis kuat dan / atau bernapas tanpa kesulitan?
2) Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas?
Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap–megap atau lemah,
maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. (APN, 2008)
c. Penilaian APGAR Score
Keadaan umum bayi dimulai 1 menit setelah lahir dengan penggunaan
nilai APGAR. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita
asfiksia atau tidak. Setiap penilaian diberi angka 0,1 dan 2 dari hasil
penilaian tersebut apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar 7-10),
21

asfiksia sedang-ringan (nilai apgar 4-6) atau asfiksia berat (nilai apgar 0-3).
Bila nilai apgar dalam 2 menit belum mencpai nilai 7, maka harus dilakukan
tindakan resasitasi lebih lanjut. Oleh karena bila bayi menderita asfiksia
lebih dari 5 menit, kemungkinan terjadi gejala-gejala neurologik lanjutan
kemudian hari lebih besar. Berhubungan dengan itu, menurut apgar
dilakukan selain pada umur 1 menit juga pada umur 5 menit.
Tabel 2.1 APGAR score
APGAR 0 1 2
Apperance Badan merah, Seluruh tubuh
Pucat
(Warna Kulit) ekstremitas biru kemerah-merahan
Pulse Rate Kurang dari 100 Lebih dari 100 kali
Tidak ada
(Frekuensi Nadi) kali per menit per menit
Grimance Sedikit gerakan
Tidak ada Batuk/bersih
(Rangsangan) mimic(grimance)
Ekstrimitas
Activity
Tidak ada dalam sedikit Garakan aktif
(Tonus Otot)
flexi
Respiration Lemah/tidak
Tidak ada Baik/menangis
(Pernafasan) teratur

d. Pemeriksaan Refleks pada Bayi Baru Lahir


Refleks Primitif Pada Bayi
1) Refleks Moro (refleks peluk / terkejut)
Refleks dapat dimunculkan dengan cara memukul tempat tidur bayi,
suara ribut dan sebagainya. Tetapi paling baik dengan cara memegang
dan meletakkan lengan pemeriksa sepanjang punggung dan kepala bayi.
Kemudian, jika tiba-tiba kepala bayi dijatuhkan sesaat beberapa
centimeter ke belakang. Respon bayi baru lahir berupa menghentakkan
tangan dan kaki lurus kearah ke luar, lutut fleksi dan lengan melakukan
gerak fleksi seperti memeluk, bayi mungkin menangis (Ladewidg, 2005)
2) Refleks Tonik neck
Refleks otot lahir posisi tertengkurap bayi akan menoleh kekanan/
kekiri. Reflek tonik leher atau reflek ”angguk” diobservasi pada neonatus
22

dalam posisi terlentang. Ketika kepala bayi digerakkan ke kiri atau kanan,
bayi membentangkan tangannya kemana kepalanya digerakkan dan
menekukkan tangan yang berlawanan. Reflek yang terus menerus pada
bayi yang melebihi usia 4 bulan menunjukkan adanya kelumpuhan pada
otak (Bobak and Jensen, 2000).
3) Refleks Rooting
Stimulasi taktil pada pipi dan mulut mencari rangsangan. Rooting
reflex terjadi ketika pipi bayi diusap (dibelai) atau di sentuh bagian
pinggir mulutnya dengan tangan atau puting. Sebagai respons, bayi itu
memalingkan kepalanya ke arah benda yang menyentuhnya, dalam upaya
menemukan sesuatu yang dapat dihisap (Ladewidg, 2005).
4) Refleks Sucking
Reflek menghisap. Didapat saat sisi mulut bayi baru lahir atau dagu
disentuh. Sebagai respon bayi akan menoleh dan membuka mulut untuk
menghisap obyek (Ladewidg, 2005).
5) Refleks Grasping/refleks genggam
Didapat dengan cara menstimulasi telapak tangan bayi dengan
sebuah obyek atau jari. Respon bayi berupa menggenggam dan
memegang erat, dengan genggaman tersebut bayi dapat diangkat, bahkan
pada bayi kurang bulan genggaman tersebut sudah cukup kuat (Ladewidg,
2005).

6) Refleks Babinsky
Refleks pada telapak kaki, dengan cara melakukan goresan ujung
jari pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral. Bayi
normal akan memberikan resopn fleksi jari-jari dan penarikan tungkai,
respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan
menyebar atau membuka
7) Refleks Stapping (refleks melangkah)
23

Jika ibu atau seseorang menggendong bayi dengan posisi berdiri


dan telapak kakinya menyentuh permukaan yang keras, ibu/ orang
tersebut akan melihat refleks berjalan, yaitu gerakan kaki melangkah ke
depan.
5. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
a. Menghitung frekuensi napas
Pada bayi normal, akan bernapas antara 30-60 kali/menit tanpa retraksi
di dinding dada dan tanpa suara rintihan. Sedangkan bayi dengan berat
badan < 2500 gram dan UK < 37 minggu mungkin terjadi sedikit retraksi
dinding dada.
b. Denyut jantung
Menghitung denyut jantung memiliki tujuan yaitu menilai adakah
kondisi bayi yang menyebabkan ganguan jantung spt panas atau perdarahan.
Denyut jantung normal antara 100-160 kali/menit.
c. Suhu aksila antara 36,50C-37,50C
6. Penatalaksanaan Awal dan Asuhan Segera Setelah Bayi Lahir
a. Membersihkan jalan napas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi
tidak langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan napas
dengan cara:
1) Letakkan bayi pada posisi telentangdi tempat yang keras dan hangat.
2) Gulung sepotong kain dan letakkan dibawah bahu sehingga leher bayi
lebih lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit
tengadah ke belakang.
3) Bersihkan hidung, rongga mulut, dan tenggorokan bayi dengan jari
tangan yang dibungkus kasa steril.
4) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi
dengan kain kering dan kasar. Dengan rangsangan ini biasanya bayi akan
segera menangis (Saefudin, 2007).
24

Oksigenasi yang adekuat adalah factor yang sangat penting dalam


mempertahankan pertukaran udara yang adekuat. Delam keadaan hipoksia,
system pembuluh darah paru vasokontriksi sehingga udara tidak dapat
diangkut pembuluh darah untuk oksigenasi area tubuh lain (Varney, 2007).
b. Memotong dan merawat tali pusat
Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak begitu
menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali pada bayi kurang
bulan (Saefudin, 2007).
Setelah plasenta lahir dan kondisi ibu dinilai stabil maka lakukan
pengikatan puntung tali pusat atau jepit dengan klem plastik tali pusat.
1) Celupkan tangan (masih menggunakan sarung tangan) kedalam larutan
klorin 0,5%, untuk membersihkan darah atau sekresi lain.
2) Bilas tangan dengan air DTT
3) Keringkan tangan dengan handuk kering
4) Ikat puntung tali pusat dengan jarak sekitar 1cm dari dinding perut bayi
(pusat). Gunakan benang atau klem plastic penjepit tali pusat DTT atau
steril. Kunci ikatan tali pusat dengan simpul mati atau kuncikan penjepit
plastik tali pusat.
5) Jika pengikatan dilakukan dengan benang tali pusat, lingkarkan benang
disekeliling putung tali pusat dan ikat untuk kedua kalinya dengan simpul
mati dibagian yang berlawanan.
6) Lepaskan klem logam penjepit tali pusat dan letakkan di dalam larutan
klorin 0,5 %.
7) Selimuti kembali tubuh dan kepala bayi dengan kain bersih kering (APN,
2008).
c. Mempertahankan suhu bayi
Pada waktu baru lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu
badannya, dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap
25

hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus hangat (Saifudin, Abdul Bari,
2007).
Suhu BBL normal antara 36-37°C (Prawiroharjo, 2007). Hipotermia
pada BBL adalah suhu di bawah 36,5°C. Hipertermi adalah peningkatan
suhu tubuh > 37,5°C (IDAI, 2008).
d. Nutrisi
Banyak bayi akan menyusu selama periode reaktivitas pertama ini,
Menyusu harus dianjurkan ketika bayi baru lahir berada pada tahap terjaga
penuh sebagai perlindunan terhadap hipoglikemi fisiologis yang terjadi
setelah bayi lahir (Varney, 2007).
Prinsip pemberian ASI adalah sedini mungkin dan eksklusif. Bayi baru
lahir harus mendapat ASI dalam waktu satu jam setelah lahir. Anjurkan ibu
untuk memeluk bayinya dan mencoba segera menyusukan bayi setelah tali
pusat diklem dan dipotong (APN. 2008). Pemberian makan segera sangat
penting untuk mencegah hipoglikemi (Varney, 2007)
e. Memberi vitamin K
Untuk mencegah perdarahan, semua bayi baru lahir normal dan cukup
bulan perlu diberi vitamin K1 1 mg intramuskular, di paha kiri anterolateral
setelah IMD (Saifudin, 2007).
f. Memberi obat tetes/ salep mata
Perawatan mata harus dikerjakan segera. Tindakan ini dapat dikerjakan
setelah bayi selesai dengan perawatan tali pusat, dan harus dicatat dalam
status termasuk obat apa yang digunakan. Yang lazim dipakai adalah
tetrasiklin 1% dan dioles pada konjungtiva mata bayi segera setelah lahir
(Saifudin, 2007).

g. Kebersihan Kulit
26

Memandikan bayi terlalu dini (24 jam pertama) dapat menyebabkan


hipotermi, sebaiknya memandikan bayi setelah 24 jam

C. Bayi, Balita, dan Anak Pra-sekolah


1. Pemberian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian zat anti/imunitas kedalam tubuh untuk
mencegah penyakit tertentu sehingga tubuh terhindar dari penyakit tertentu.
Upaya yg dilakukan dgn sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi
atau anak sehingga terhindar dari penyakit (DepKes, 2000).
Vaksin atau imunisasi aktif adalah antigen baik bakteri/ kuman yang
diberikan kepada orang untuk membentuk/ merangsang pembentukan antibodi
yg spesifik/khas (sel limfosit T).
a. Tujuan imunisasi
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I).
1) Mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu
2) Bila terjadi penyakit tidak terlalu parah/berat
3) Dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat/ kematian.
b. Cara Kerja Imunisasi
1) Imunisasi dimaksudkan untuk melindungi anak-anak dari serangan
penyakit menular, dengan cara membantu tubuh mereka melawan
berbagai penyakit tersebut.
2) Dalam proses imunisasi, bayi atau anak akan diberi vaksin dan biasanya
dengan cara disuntik. Vaksin ini sebenarnya mengandung kuman dari
penyakit tertentu yang sudah dilemahkan. Ketika kuman lemah tersebut
disuntikkan ke dalam tubuh bayi/anak, maka tubuhnya akan bereaksi
dengan memproduksi antibodi untuk melawannya.
27

3) Dengan demikian, nantinya ketika kuman penyakit yang sebenarnya


menyerang sang bayi/anak, antibodi yang sudah diproduksi sebelumnya
akan dapat mengalahkannya.
c. Sasaran
1) Seluruh bayi mendapatkan imunisasi dasar
2) Seluruh anak sekolah mendapatkan imunisasi lanjutan (Campak, DT dan
TT)
3) Kelompok berisiko tinggi
d. Syarat Pemberian
1) Pada bayi/anak yang sehat
2) Vaksin harus baik
3) Pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat
4) Mempertahankan dosis
5) Mengetahui jadwal umur dan jenis imunisasi yang diterima
e. Jenis Vaksin
Tabel 2.2 Jenis vaksin
Vaksin Bakteri Vaksin Virus
 BCG  Campak  Varisella
 Parotitis  OPV
Hidup

 Rubella  Yellow Fever


 Difteria  Meningo  Influenza  Rebies
 Tetanus  Pneumo  IPV  Hepatitis A
 Pertussis  HiB  Hepatitis B
Inaktif

 Kolera  Typhoid Vi

f. Macam Imunisasi
1) Imunisasi BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan.
28

BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Vaksin


disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur
kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur
lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL. Vaksin ini mengandung
bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak
50.000-1.000.000 partikel/dosis. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG
adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita
leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang,
penderita HIV).
2) Imunisasi polio
Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio
bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun
kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada
otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan
kematian. Terdapat 2 macam vaksin polio: IPV (Inactivated Polio
Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan
diberikan melalui suntikan OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin),
mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam
bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua
bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, dan IV)
dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.Imunisasi polio ulangan
diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk
SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia
umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes
(0,1mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang
berisi air gula.
3) Imunisasi campak
29

Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek).


Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9
bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6
bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan
dalam sebanyak 0,5 mL.

4) Imunisasi MMR
Memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak
Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Vaksin MMR adalah vaksin 3-
in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan campak
Jerman. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan.
Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup
yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak
berumur 4-6 tahun (sebelum SD) atau pada saat anak berumur 11-13
tahun (sebelum SMP).
Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan
memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak
Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk memberikan
perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama.
5) Imunisasi Hib
Membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b.
Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi
tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak. Vaksin Hib
diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4
dan 6 bulan.
6) Imunisasi Varicella
Memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai
dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan
30

mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas. Setiap anak


yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air
dianjurkan untuk menjalani imunisasi varicella. Anak-anak yang
mendapatkan suntikan varicella sebelum berumur 13 tahun hanya
memerlukan 1 dosis vaksin.
Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum
pernah mendapatkan vaksinasi varicella dan belum pernah menderita
cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8
minggu. Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat
menular.
7) Imunisasi HBV
Memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Dosis pertama
diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg
negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar
diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan
HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV
II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan
HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk
memeriksa HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan
vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune
globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis
kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan
pada saat anak berumur 6 bulan. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang
status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam
setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk
menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG
(sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu).
g. Jadwal Imunisasi
31

Gambar
2.1 Jadwal Imunisasi
h. Dosis dan Cara Pemberian
Tabel 2.3 Dosis dan Cara Pemberian Vaksin
Vaksin Dosis Rute Pemberian & Lokasi
BCG 0,05 cc IC
Pentavalen
a. Difteri IM antero lateral paha atas
b. Tetanus pada bayi
0,5 cc
c. Hepatitis Lengan kanan pada anak
d. Meningitis 1,5 tahun
e. Batuk Rejan
Polio 2 tetes Ditetes di Mulut
Campak 0,5 cc SC lengan kiri atas

2. Pemantauan Pertumbuhan dan Perkembangan


Menurut Depkes RI, pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya
sel seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur; sedangkan
perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi dari alat tubuh. Dalam
upaya menurunkan masalah tumbuh kembang seorang anak harus dilakukan
upaya pencegahan sedini mungkin, yakni sejak pembuahan, janin di dalam
kandungan ibu, pada saat persalinan sampai dengan masa-masa kritis proses
tumbuh kembang manusia yaitu masa di bawah usia lima tahun.
a. Deteksi dini tumbuh kembang Balita
32

Merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif


untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta
mengenal faktor risiko (fisik, biomedik, psikososial) pada balita.
b. Kegunaan deteksi dini tumbuh kembang Balita
Kegunaannya adalah untuk mengetahui penyimpangan tumbuh
kembang balita secara dini, sehingga upaya pencegahan, upaya stimulasi dan
upaya penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang
jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis proses tumbuh kembang. Upaya-
upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan
demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal.
c. Pelaksanaan deteksi dini
Upaya deteksi dini dilaksanakan oleh tenaga professional, kader dan
orang tua atau anggota keluarga lainnya yang mampu dan terampil dalam
melakasanakan deteksi dini. Kegiatan ini dapat dilakukan di pusat-pusat
pelayanan kesehatan, di posyandu, di sekolah-sekolah dan dilingkungan
rumah tangga.
d. Alat untuk melakukan deteksi dini
Alat untuk deteksi dini berupa tes skrining yang telah terstandardisasi
untuk menjaring anak yang mempunyai kelainan dari mereka yang terlihat
normal.
Macam-macam tes skrining yang digunakan adalah:
1) Berat badan menurut umur
2) Pengukuran lingkaran kepala anak
3) Denver Development Screening Test (DDST)
4) Kuisioner perilaku Anak Prasekolah (KPAP)
5) Tinggi/panjang badan (TB) terhadap umur
e. Jadwal Kegiatan Deteksi Dini
Tabel 2.4 Jadwal Kegiatan Deteksi Dini
No Kelompok Umur Jadwal Deteksi Dini
33

1 Bayi a. Pada bayi umur 0 – 28 hari


b. Pada bayi 1 – 11 bulan,
deteksi dini dilakukan saat umur 3
bulan, 6 bulan dan 9 bulan
2 Anak balita Deteksi dini dilakukan setiap 6 bulan
a. 12 bulan e. 36 bulan
b. 18 bulan f. 42 bulan
c. 24 bulan g. 48 bulan
d. 30 bulan h. 54 bulan
3 Anak prasekolah Deteksi dini dilakukan setiap 6 bulan
a. 48 bulan d. 66 bulan
b. 54 bulan e. 72 bulan
c. 60 bulan
Deteksi dini tumbuh kembang anak/ balita adalah kegiatan atau
pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh
kembang pada balita dan anak pra sekolah. Dengan ditemukan secara dini
penyimpangan atau masalah tumbuh kembang anak, maka intervensi akan
lebih mudah dilakukan. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik
(anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena
adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel, jadi pertumbuhan lebih ditekankan pada
pertambahan ukuran fisik seseorang yaitu menjadi lebih besar atau lebih
matang bentuknya, seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan,
dan lingkar kepala (IDAI, 2002).
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interseluler berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
sebagian atau keseluruhan diukur dengan satuan panjang dan berat (Depkes
RI, 2005).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dari struktur / fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ –
organ dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002).
34

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang


lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa serta sosialasi dan kemandirian (Depkes RI, 2005).
f. Cara deteksi tumbuh kembang anak
Mendeteksi tumbuh kembang pada anak diantaranya:
1) Pengukuran antropometri
Pengukuran antropometri ini dapat meliputi pengukuran berat badan,
tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas.
2) Pengukuran berat badan
Pengukuran berat badan ini bagian dari antropometri yang digunakan
untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada
pada tubuh.

3) Pengukuran tinggi badan


Pengukuran ini merupakan bagian dari pengukuran antropometrik yang
digunakan untuk menilai status perbaikan gizi di samping factor genetik
g. Pertumbuhan dan perkembangan anak :
1) Anak pada usia 3-6 bulan mengangkat kepala dengan tegak pada posisi
tubuh anak telungkup.
2) Anak pada usia 9-12 bulan berjalan dengan berpegangan.
3) Anak pada usia 12-18 bulan minum sendiri dari gelas tanpa tumpah.
4) Anak pada usia 18-24 bulan mencorat-coret dengan alat tulis.
5) Anak pada usia 2-3 tahun berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan,
melepas pakaian sendiri
6) Anak pada usia 3-4 tahun mengenal dan menyebutkan paling sedikit 1
warna atau lebih.
35

7) Anak pada usia 4-5 tahun mencuci dan mengeringkan tangan tanpa
bantuan (Depkes RI, 2005).
h. Tujuan DDTK
1) Sebagai upaya untuk menjaga dan mengoptimalkan tumbuh kembang
anak baik fisik, mental dan sosial.
2) Menegakkan diagnosis dini setiap kelainan tumbuh kembang.
3) Kemungkinan penanganan yang efektif.
4) Mencari penyebab dan mencegahnya.
i. Ciri-ciri tumbuh kembang anak / balita
1) Perkembangan menimbulkan perubahan
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan misal,
perkembangan intelgensia pada seorang anak akan menyertai
pertumbuhan otak dan serabut saraf. Pertumbuhan dan perkembangan
pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya setiap anak tidak
akan bisa melewati tahapan sebelumnya misal, seorang anak tidak bias
berdiri jika pertumbuhan kaki dan tubuh lain yang terkait dengan fungsi
berdiri anak terhambat karena perkembangan awal merupakn masa kritis
untuk menentukan perkembangan selanjutnya
2) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan berbeda
Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan
berbeda baik perkembangan fisik maupun fungsi organ
3) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan
Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya
serta bertambah kepandaiannya.
4) Perkembangan mempunyai pola yang tetap
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut 2 hukum:
a) Perkembangan terjadi dahulu di daerah kepala kemudian menuju arah
anggota tubuh.
36

b) Perkembangan antropometri terjadi lebih dahulu di daerah proksima l


(gerak kasar) lalu berkembng ke bagin distal seperti jari-jari yang
mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimosdital).
5) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
Misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum
mampu membuat gambar kotak anak mampu berdiri sebelum berjalan
(Depkes, 2005).
3. Asuhan pada Bayi dan Balita
Secara umum, WHO merekomendasikan bahwa, kesehatan bayi baru
lahir sangat ditentukan pelayanan kesehatan dengan prinsip sebagai berikut:
a. Persalinan bersih dan aman
b. Mulai pernafasan spontan
c. Mempertahankan suhu tubuh dengan mencegah hipotermi
d. Menyusui segera setelah lahir
e. Pencegahan dari keadaan sakit dan penyakit
Sedangkan menurut Wafi Nur Muslihatun (2010), rencana disusun dan
dilaksanakan berdasarkan hasil interpretasi data yang tertulis di assasment.
Dalam pemberian asuhan primer pada bayi, bidan harus melakukan beberapa
pendidikan kesehatan melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), serta
konseling. Bidan perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga
tentang perawatan bayi, antara lain:
a. Pemilihan tempat tidur yang tepat
Tempat tidur bayi harus hangat, diletakkan di dekat tempat tidur ibu.
Tempat tidur bayi dan ibu yang bersamaan atau bayi dan ibu tidur pada satu
tempat yang sama, dapat menyebabkan kematian bayi yang tidak disengaja.
Ruang perawatan bayi di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit atau
institusi pelayanan kesehatan, adalah tempat untuk merawat bayi
bermasalah, dan bukan tempat yang tepat bagi bayi sehat.
b. Memandikan bayi
37

Bayi lebih baik dimandikan setelah minggu pertama yang bertujuan


untuk mempertahankan verniks caseosa dalam tubuh bayi yang berguna
stabilisasi suhu tubuh. Bayi harus tetap di jaga kebersihannya dengan
menyekanya secara lembut dan memperhatikan lipatan kulitnya. Sabun
dengan kandungan cholorophene tidak dianjurkan karena diserap kulit dan
menyebabkan racun bagi sistem saraf bayi.
c. Mengenakan pakaian bayi
Penggunaan pakaian bayi bertujuan untuk membuat bayi tetap hangat.
Pakaian berlapis-lapis tidak dibutuhkan oleh bayi. Hindari kain yang
menyentuh leher, karena bisa mengakibatkan gesekan yang mengganggu.
Selama musim panas bayi membutuhkan pakaian dalam dan popok.
d. Perawatan tali pusat
Perawatan tali pusat yang benar dengan tidak membubuhkan sesuatu
pada pusar bayi. Menjaga pusar bayi agar tetap kering. Puntung bayi akan
segera lepas pada minggu pertama.
e. Perawatan hidung
Kotoran bayi akan membuat hidung bayi tersumbat dan sulit bernafas.
Hindari memasukkan gumpalan kapas ke dalam hidung bayi.

f. Perawatan mata dan telinga


Telinga harus dibersihkan setiap kali sehabis mandi. Jangan
membiasakan menuangkan minyak hangat ke dalam kanal/lubang telinga
karena akan lebih menambah kotoran dalam telinga.
g. Perawatan kuku
Jaga kuku bayi agar tetap pendek. Kuku dipotong setiap tiga atau
empat hari sekali. kuku yang panjang akan mengakibatkan luka pada mulut
atau lecet pada kulit bayi.
h. Kapan membawa bayi ke luar rumah
Di bawa keluar selama satu atau dua jam sehari.
38

i. Imunisasi
Pada 6 minggu pertama, pastikan bayi telah mendapatkan beberapa
imunisasi dasar. Imunisasi BCG harus diberikan sebelum bayi berusia 2
bulan. Imunisasi hepatitis B1 sudah diberikan segera setelah bayi lahir.
Imunisasi hepatitis B2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu setelah
imunisasi hepatitis B1, yaitu pada usia 1 bulan. Imunisasi polio oral dosis
awal telah diberikan setelah lahir, sebelum bayi pulang dari rumah sakit.
Imunisasi oral ke 2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu setelah
imunisasi polio oral pertama yaitu 1 bulan. Apabila imunisasi polio
diberikan dengan innactivated polio vaccine (IPV), maka diberikan pada saat
bayi berusia dua bulan nanti.
j. Pemeriksaan
Selama 1 tahun pertama bayi dianjurkan melakukan pemeriksaan rutin.
k. Perawatan intensif
Bayi pada usia 6 minggu pertama yang mengalami komplikasi atau
permasalahan membutuhkan perawatan intensif sesuai dengan
komplikasi/masalah yang menyertai bayi.
l. Perawatan lain
Perawatan lain yakni perawatan kulit, kebutuhan bermain dan
pemantauan berat badan. Bayi yang sehat akan mengalami penambahan
berat badan setiap bulan.

Anda mungkin juga menyukai