Anda di halaman 1dari 88

KEPATUHAN PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS

BERBASIS THEORY OF PLANNED BEHAVIOR DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIR PANJANG

PROPOSAL

OLEH:

ANGELMO FERNANDES

NIM : 125202717

PROGRAM STUDI S1 I LMU KEPERAWATAN SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG 2021
KEPATUHAN PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS
BERBASIS THEORY OF PLANNED BEHAVIOR DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PASIR PANJANG

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Keperawatan

OLEH:

ANGELMO FERNANDES

NIM : 125202717

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG 2021

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

i
Proposal ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Angelmo Fernandes

NIM : 125202717

Tanda Tangan :

Tanggal :

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal ini diajukan oleh :

ii
Nama : Angelmo Fernandes

Nim : 125202717

Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan

Judul Proposal : Kepatuhan Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Berbasis


Theory Of Planned Behavior Di Wilayah Kerja Puskesmas

Pasir Panjang

Telah disetujui oleh pembimbing dan diterima sebagai bagian persyaratan

yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Maranatha Kupang pada tanggal

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Muhammad Saleh Nuwa, M.Kep Ns. Gratsia V. Fernandez, M.Kep


NIDN : 0828078504 NIDN : 0804029301

HALAMAN PENGESAHAN

Proposal ini diajukan oleh :


Nama : Angelmo Fernandes
Nim : 125202717
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Judul Proposal : Kepatuhan Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Berbasis

iii
Theory Of Planned Behavior Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pasir Panjang

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji disetujui dan


diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maranatha Kupang pada tanggal

DEWAN PENGUJI

Ketua penguji : Ns. Kornelis Nama Beni, S.Kep, M.Kep

NIDN : 9908420092
Penguji I : Ns. Muhammad Saleh Nuwa, S.Kep, M.Kep
NIDN : 0828078504
Penguji II : Ns. Gratsia V. Fernandez, S.Kep, M.Kep NIDN :
0804029301

Mengetahui

Ketua STIKes Maranatha Kupang Kaprodi Studi S1 Keperawatan

Ns. Stefanus Mendes Kiik, M.Kep.,Sp.,Kep.Kom Ns. Juandri S. Tusi M.T


NIDN : 0828058401 NIDN : 0801069001

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena dengan berkat, rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan

penyusunan Proposal dengan judul “Kepatuhan Pengobatan Pasien Diabetes

Melitus Berbasis Theory Of Planned Behavior Di Wilayah Kerja Puskesmas Pasir

iv
Panjang”. Proposal ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Keperawatan (S.Kep.) di STIKes Maranatha Kupang dengan baik dan tepat

waktu.

Dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan

penghargaan sebesar-beasrnya. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada

semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun spiritual dalam

menyelesaikan proposal ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ns. Muhammad Saleh Nuwa, S. Kep, M.Kep selaku pembimbing I yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya selama

menyusun proposal.

2. Ns. Gratsia V. Fernandez, S.KeP, M.Kep selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya selama

menyusun proposal.

3. Kornelis Nama Beni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku penguji yang telah

memberikan masukan yang kritis.

4. Ketua Program Studi Juandri Seprianto Tusi yang telah memfasilitassi

keberlangsungan proposal ini

5. Wakil ketua I, II,III STIKes Maranatha Kupang

6. Ns. Stefanus Mende Kiik, S.Kep, M.Kep, Sp. Kom selaku ketua STIKes

Maranatha Kupang yang telah memfasilitasi

7. Ketua Yayasan Maranatha NTT, Bapak Alfred Selan atas dukunganya

8. Pembimbing akademik saya yang selalu memotivasi saya Ns. Stefanus

Mende Kiik, S.Kep, M.Kep, Sp. Kom

9. Seluruh Dosen STIKes Maranatha Kupang

v
10. Tenaga kependidikan STIKes Maranarha Kupang

11. Teristimewa kedua orangtua saya ayah Gapar Fernandes dan ibu Rosa M.

Fernandes bahkan saudara/I saya Analio Borges Fernandes, Monika Leis

Fernandes, Ijayas Fernandes, Silvia Rangel Fernandes, dan Abaslao Gaspar

Fernandes, Merlinda Fernandes yang senantiasa memberikan cinta dan

dukunganya.

12. Teristimewa juga untuk bapak Hendrikus G. Belang, Mama Ester Snuat, adik

Mishel Belang, dan sahabat terbaik saya Vianney Yulius Kopong Belang yang

selalu memberikan dukungan dan masukan untuk setiap problem dalam

perkuliahan saya.

13. Untuk teman seperjuangan saya David Alves, Felsitas Boro, Erni Djami, Maria

Salim,Citra Djami, Ovin Talan, Gabriela D.C Silva dan semua teman

seperjuangan saya terkhususnya The Legend CCM17 yang selalu

memberikan motivasi baik dalam segi materi, moral maupun moril.

14. Untuk Fikran Lette, Andreas Karanggulimu, Agustina Bello Fernandes, Felix

Mado Doni Ongebele, Aldo Peba, Timo Ranang, Tomasia Da Silva, Leonita

Amaral, Natania Guterres, Remijia Monteiro, Jonia Da Silva, Aprilia Seran,

Lidya Da Costa, yang selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk saya.

15. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat saya sebut satu persatu

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini jauh dari

sempurna namun semoga proposal ini dapat memberikan manfaat, khususnya

bagi peneliti dan bagi teman sejawat pada umumnya. Kritik, saran, arahan, dan

koreksi yang bersifat membangun dari pembaca akan memberikan perbaikan

proposal ini kemudian hari.

vi
Kupang, Februari 2021

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................


i
HALAMAN PERNYATAAN ORIINALITAS ................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................
iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................
v
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
vi

vii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang........................................................................................
1
1.2 Rumuan masalah ....................................................................................
4
1.3 Tujuan ......................................................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................
5
1.5 Keaslian Penelitian ................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
9
2.1 Konsep Diabetes Melitus ........................................................................
9
2.2 Konsep Kepatuhan Pengobatan .......................................................... 30
2.3 Theory of Planned Behavior ............................................................... 38
2.4 Kerangka Teori .....................................................................................
42
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 43
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................ 43
3.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 43
3.3 Desain penelitian ..................................................................................
44
3.4 Definisi Operasional ............................................................................ 45
3.5 Populasi dan Sampel............................................................................ 49
3.6 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 50
3.7 Instrumen Penelitian ........................................................................... 50
3.8 Validitas dan Reliabilitas ..................................................................... 54
3.9 Etika Penelitian ....................................................................................
58
3.10 Prosedur penelitian ............................................................................
59
3.11 Analisis Data........................................................................................
61 DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................... 64

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3 kerangka Theory of Planned Behavior ............................................... 40

Kerangka Teori ......................................................................................................


42

Kerangka Konsep ...................................................................................................


43

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.5 keaslian penelitian ....................................................................................


6

Tabel 2.1 Klasifikasi diabetes mellitus .................................................................. 12

Tabel 3.5 Definisi Operasional .............................................................................. 45

DAFTAR LAMPIRAN

x
Lampiran 1 :surat ijin pengambilan data awal

Lampiran 2 : lembar permohonan menjadi responden

Lampiran 3 : lembar persetujuan menjadi responden

Lam piran 4 : lembar kuesioner

Lampiran 5 : lembar konsultasi

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus (penyakit akibat tingginya glukosa dalam darah)

WHO : World Health Organization (Organisasi kesehatan dunia)

xi
IDF : International Health Organization (Federasi diabetes internasional)

TPB : Theory of Planned Behavior (teori perilaku terencana)

HPLC : High Performance Liquid Chromatography (kromatografi cair kinerja

tinggi)
DNA : Asam Deoksiribonukleat (sejenis biomolekul yang menyimpan dan
menyandi instruksi-instruksi genetika setiap organisme dan banyak
jenis virus)

IMT
: Indeks Masa Tubuh (proksi heuritik untuk lemak tubuh manusia
berdasarkan berat badan dan tinggi seseorang)

HPL

: Human Placental Lactogen (menyiapkan nutrisi yang dibutuhkan janin


dan merangsang kelenjar susu di payudara hingga masa menyusui)

SES : Sicial Economic Status (Status sosial ekonomi)

TZD : Tiazolidindion (golongan obat antidiabetes oral)

TRA : Theory of Reasoned Action (Teori tindakan beralasan

xii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu keadaan dimana terjadinya

peningkatan kadar glukosa dalam darah yang mengakibatkan terjadinya

kelainan metabolisme karbohidrat dan ditandai dengan seringnya mengalami

buang air kecil (poliuria), banyak makan (polifagia), dan banyak minum

(polidipsi). (Stefany Fernandez & Elisabia Edel, 2017). Penyakit diabetes

mellitus telah menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

prevalensi penyakit ini terus meningkat terutama di negara sedang berkembang

dan Negara yang telah memasuki budaya industriaisasi (Arisman, 2013).

World Health Organization (WHO), (2016) melaporkan bahwa orang

dewasa hidup dengan DM berjumlah 422 juta. Menurut International Of

Diabetic Federation, bahwa telah terjadi peningkatan kasus Diabetes Melitus

didunia dari tahun 2013 sampai tahun 2017 terjadi peningkatan. Dimana pada

tahun 2013 terdapat sekitar 382 juta kasus Diabetes Melitus. Tahun 2015 terjadi

peningkatan menjadi 415 juta kasus Diabetes Melitus. Lalu pada tahun

2017 terjadi peningkatan kasus Diabetes Melitus menjadi 425 juta kasus ( ID,

2013,2015,dan 2017)

Menurut International of Diabetic federation (IDF, 2017) tingkat

prevalensi global penderita diabetes mellitus di Asia Tenggara pada tahun 2017

adalah sebesar 8,5%. Diperkirakan akan mengalami peningkatan

1
2

menjadi 11,1 % pada tahun 2045 dimana Indonesia menempati urutan ke-6

setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, dan Mexico dengan jumlah

penderita diabetes mellitus sebesar 10,3 juta penderita (IDF, 2017). Hasil riset

kesehatan dasar menyebutkan bahwa berdasarkan hasil diagnosis dokter/tenaga

kesehatan, prevalensi orang dengan Diabetes Melitus di

Indonesia terus meningkat mulai dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2018.

Pada tahun 2007 sebesar 0,7 %, tahun 2013 sebesar 1,5 % dan tahun 2018

sebesar 2%. (Kemenkes, 2018)

Hasil Riskesdas tahun 2013 dan 2018 menunjukan bahwa prevalensi

diabetes mellitus untuk NTT sebanyak 1,2 % dan 0,86% berdasarkan diagnosis

dokter pada penduduk >15 tahun. Pada tahun 2018 jumlah penderita DM

sebanyak 74,867 orang dengan penderita DM yang mendapatkan pelayanan

kesehatan sesuai standart sebanyak 16,968 orang. Kabupaten/Kota tertinggi

kasus DM ada pada Kota Kupang dengan jumlah penderita sebanyak 29,242

dan yang mendapatkan pelayanan 5.517 orang (18,9%) dan terendah ada pada

kabupaten Sumba Tengah seb anyak 24 orang dan yang mendapat pelayanan

sebanyak 24 orang (100%). (Profil Kesehatan NTT,2018). Sedangkan angka

kejadian diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas pasir panjang terhitung

bulan Januari 2020-Agustus 2020 didapatkan 363 kunjungan adalah pasien

dengan diabetes mellitus.

Ketidakpatuhan pengobatan Diabetes Melitus merupakan salah faktor

terjadinya peningkatan kadar gula darah dan komplikasi pada pasien Diabetes

Melitus. Menurut penelitian dari Muhammad Sahlan Zamaa dan Sainudin,

2019 tentang “ Hubungan kepatuhan pengobatan dengan kadar gula darah

sewaktu pada pasien diabetes mellitus tipe II” hasil penelitianya menunjukan
3

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan pengobatan dengan

kadar gula darah, yang artinya kepatuhan pengobatan pada pasien diabetes

melitus dapat menurunkan kadar gula darah dan komplikasi pada penderita

diabetes Melitus. Namun ada beberapa faktor yang dapat menghambat

kepatuhan pengobatan pada pasien diabetes mellitus yaitu niat dari

penderitanya, yang mencakup sikap penderita, dukungan dari keluarga dan

kepercayaan penderita terhadap pengobatanya (Ajzen, 2005).

Theory of Planned Behavior menurut ajzen menyatakan bahwa

seseorang dapat melakukan suatu perilaku tergantung dari niat orang tersebut

(Fishbein, 2010). Menurut Albery & Munafo (2011) Intensi (niat) perilaku

ditentukan oleh sikap, norma, subjektif dan pengendalian perilaku yang

disadari. Niat melakukan sesuatu perilaku ditunjang dengan keyakinan

seseorang pada perilaku tersebut. Keyakinan diperoleh dengan pemberian

pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk melaksanakan perilaku

tersebut (Ni Nyoman Wahyu L, 2018). Kepatuhan pengobatan pada pasien DM

dapat meningkat apabila adanya niat yang kuat dari pasien itu sendiri.

Pasien dengan DM cenderung tidak patuh dalam pengobatan sehingga

beresiko timbul berbagai komplikasi. Munculnya berbagai masalah kesehatan

menjadi alasan bagi pasien untuk melakukan pengobatan dan control gula

darah karena kebanyakan penderita DM tidak akan minum obat serta

memeriksakan gula darahnya apabila tidak ada keluhan yang dirasakan (Ni

Nyoman Wahyu L, 2018). Semakin buruk ketidakpatuhan pasien terhadap

pengobatan semakin mudah pasien terkena komplikasi. Komplikasi pada

diabetes mellitus antara lain hipoglikemia, ketoasidosis diabetic, penyakit

jantung coroner, penyakit pembuluh darah tepi (perkeni, 2015).


4

Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Kepatuhan Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Berbasis Theory Of Planned

Behavior Di Wilayah Kerja Puskesmas Pasir Panjang, dengan tujuan untuk

mengidentifikasi determinan faktor kepatuhan pengobatan pasien diabetes

mellitus berbasis Theory of planned behavior di wilayah kerja Puskesmas

Pasir Panjang.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah determinan faktor kepatuhan pengobatan pasien diabetes mellitus

berbasis Theory of planned behavior di wilayah kerja Puskesmas Pasir

Panjang.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui determinan faktor kepatuhan pengobatan pasien diabetes

mellitus berbasis Theory of planned behavior di wilayah kerja Puskesmas

Pasir Panjang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi behavioral beliefes, normative beliefes, control

beliefs,intention dan kepatuhan pengobatan pada penderita diabetes

mellitus di wilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

2) Menganalisis pengaruh behavioral beliefes terhadap kepatuhan

pengobatan pasien Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas

3) Menganalisis pengaruh normative beliefes terhadap kepatuhan pengobatan

pasien Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

4) Menganalisis pengaruh control beliefs terhadap kepatuhan pengobatan

pasien Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas Pasir Panjang


5

5) Menganalisis pengaruh intention terhadap kepatuhan pengobatan pasien

Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

6) Menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan

pengobatan pasien diabetes mellitus diwilayah kerja puskesmas Pasir

Panjang

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

1) Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap

peningkatan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan

2) Sebagai referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan kepatuhan pengobatan pada penderita diabetes

melitus

1.4.2 Praktis

1) Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dijadikan sebagai informasi bagi masyarakat dalam

melaksanakan kepatuhan dalam pengobatan

2) Bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan tambahan literature tentang

kepatuhan pengobatan pada pasien diabetes mellitus berbasis theory of

planned behavior

3) Bagi institusi

Hasil penelitian ini diharapkan jadi bahan ajar untuk lebih

mengembangkan ilmu pengetahuan dalam pendidikan keperawatan.


6

1.5 Keaslian Penelitian


No Judul Penelitian Metode Instrument
penelitian penelitian
Peneliti Tahun Hasil Penelitian
1 Ni 2018 Theory of explanative kuesioner Hasil penelitian
Nyoman Planned Behavior observasional menunjukkan bahwa faktor
Wahyu sebagai Upaya latar belakang mempunyai
Lestarina Peningkatan pengaruh terhadap sikap,
Kepatuhan pada norma subjektif dan
Klien Diabetes percieved behavior control
Melitus dengan nilai t-statistik
sebesar 11,356, sikap, norma
subjektif dan percieved
behavior control mempunyai
pengaruh terhadap intensi
dengan nilai t-statistik
13,935, intensi mempunyai
pengaruh terhadap
kepatuhan dengan nilai
tstatistik 7,80 dan kepatuhan
mempunyai pengaruh
terhadap kadar gula darah
dengan nilai t-statistik
4,592. Model
pengembangan kepatuhan
tatalaksana pasien DM
mempertimbangkan faktor

intensi, sikap, norma


subjektif dan percieved
beha- vioral.

2 Elfa 2019 Kepatuhan Kualitatif Human Perilaku patuh diet dapat


Lailatul penderita diabetes instrumen terbentuk karena pengaruh
mellitus tipe-2 sikap, norma subyektif,
Izza yang menjalani control perilaku individu dan
terapi diet ditinjau niat.
dari Theory of
Planned Behavior
7

3 Ganik 2020 Strategi control Quasy Kuesioner Hasil penelitian setelah


Sakitri & gula darah dengan eksperimen dilakuakan uji statistic
theory of planned
Ratna behavior dengan independent sampel
Kusuma pada T-test diperoleh nilai
pasien diabetes
Astuti P=0,043. Nilai P < 0,05,
mellitus tipe 2 di
puskesmas menunjukan ada perbedaan
stabelan yang signifikan kadar gula
darah pada kelompok control
dan kelompok intervensi.
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa edukasi dan theory of
planned behavior efektif
dalam mengontrol kadar
gula
darah pasien DM tipe 2

4 Sri Anani 2012 Hubungan antara Cross sectional kuesioner Hasil penelitian menunjukan
perilaku terdapat hubungan antara
pengendalian kebiasaan minum obat,
diabetes dan kadar aktivitas fisik, olahraga dan
gula darah pasien kebiasaan makan dengan
rawat jalan kondisi glukosa darah.
diabetes mellitus Sedangakan keteraturan
(studi kasus di pemeriksaan glukosa darah
RSUD tidak berhubungan dengan
Arjawinangun kondisi glukosa darah
kabupaten pasien
Cirebon)

5 Firani Dwi 2016 Hubungan control Kuantitatif kuesioner Hasil penelitian menunjukan
Putra diri dengan korelasional signifikasi sebesar 0,000.
Karena 0,000 < 0,05 maka
perilaku Ha diterima, dan Ho ditolak.
kepatuhan Artinya terdapat hubungan
yang signnifikan antara
pengobatan pada
control diri dengan
penderita diabetes kepatuhan pengobatan pada
mellitus di penderita diabetes mellitus.

puskesmas
rangkah Surabaya
8

6 Arifah Nur 2011 Hubungan antara Kuantitatif Kuesioner Hasil analisis data
Basyiroh control diri menunjukan korelasi sebesar
dengan kepatuhan 0,796 dengan signifikan
terhadap 0,000 yang berarti terbukti
pengobatan pada ada hubungan positif yang
pasien diabete sangat signifikan antara
mellitus tipe 2 di control diri dengan
RSUUD DR. kepatuhan terhadap
MOEWARDI pengobatan
SURAKARTA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh

gangguan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan gula darah yang

disebut dengan kondisi hiperglikemia (ADA, 2018). DM merupakan penyakit

yang tersembunyi sebelum muncul gejala yang tampak seperti mudah lapar,

haus dan sering buang air kecil.Gejala tersebut seringkali disadari ketika

penderita sudah merasakan keluhan, sehingga disebut dengan the silent killer

(Isnaini dan Ratnasari, 2018). Dampak yang ditimbulkan terkadang tidak

memberikan gejala klinis yang bisa segera diketahui oleh penderita, bisa

dalam waktu lama. Penderita baru kemudian menyadari kalau telah menderita

diabetes millitus setelah diadakan pemeriksaan kadar gula darah (Waris,

2015).

Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang secara

genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya

toleransi terhadap karbohidrat. Tubuh tidak dapat mengubah karbohidrat atau

glukosa menjadi energi disebabkan tubuh tidak mampu memproduksi atau

produksi insulin kurang bahkan tidak mampu menggunakan insulin yang

dihasilkan, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk diubah

menjadi energi dan menyebabkan kadar glukosa di dalam darah meningkat.

Kondisi tersebut dapat menyebabkan kerusakan di berbagai

9
10

jaringan dalam tubuh mulai dari pembuluh darah, mata , ginjal, jantung dan

syaraf yang disebut dengan komplikasi dari Diabetes melitus (Sugianto,

2016).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi DM secara etiologi, antara lain :

1) Diabetes melitus tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent)

Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena destruktif sel beta yang

mengakibatkan defisiensi insulin absolut yang disebabkan autoimun dan

idiopatik (Perkeni, 2015). DM tipe 1 terjadi karena sel beta di pankreas

mengalami kerusakan, sehingga memerlukan insulin eksogen seumur

hidup. Umumnya muncul pada usia muda. Penyebab penyakit tersebut

bukan karena faktor keturunan melainkan faktor autoimun (Bustan,

2007).

2) Diabetes melitus tipe 2 (Diabetes Non Insulin Dependent)

Diabetes melitus tipe 2 terjasi karena bermacam- macam penyebab, dari

mulai dominasi resitensi yang disertai defiensi insulin relatif sampai yang

dominan defek sekresi insulin yang disertai resistensi insulin (Perkeni,

2015). DM tipe 2 merupakan tipe DM yang umum, lebih banyak

penderitanya dibandingkan DM tipe 1.Munculnya penyakit ini pada saat

usia dewasa yang disebabkan beberapa faktor diantaranya obesitas dan

keturunan.

DM tipe 2 dapat menyebabkan terjadinya komplikasi apabila tidak

dikendalikan (Bustan, 2007).

3) Diabetes melitus gestasional

Diabetes Melitus yang timbul pada saat kehamilan. Faktor-faktor

penyebab terjadinya DM gestasional diantaranya adalah adanya riwayat


11

DM dari keluarga, obesitas atau kenaikan berat badan pada saat kehamilan,

faktor usia ibu pada saat hamil, riwayat melahirkan bayi besar (>4000

gram) dan riwayat penyakit lain (hipertensi, abortus). Gejala dan tanda

DM Gestasional sama dengan DM secara klinis yaitu poliuria

(sering kencing), polifagia (cepat lelah) dan polidipsi (sering haus). Akibat

dari DM gestasional apabila tidak ditangani secara dini pada ibu adalah

akan terjadi preklamsia, komplikasi proses persalinan, resiko DM tipe 2

setelah melahirkan. Sedangkan resiko pada bayi adalah lahir dengan berat

badan >4000 gram, pertumbuhan janin terhambat, hipokalsemia dan

kematian bayi dalam kandungan (Sugianto, 2012).

4) Diabetes melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe lain, banyak faktor yang mungkin dapat

menimbulkan DM diantaranya :

(1) Defek genetik fungsi sel beta

Dapat disebabkan karena kelainan dari kromoson dan Mitokondria

DNA.

(2) Defek genetik kerja insulin

Dapat disebabkan karena resistensi insulin, leprechaunisme, sindrom

rabson-mendenhall dan diabetes lipoatropik. iii. Penyakit eksokrin

pancreas dapat disebabkan karena pankreatitis, neoplasia, fibrosis

kistik dan hemokromatosis.

(3) Endokrinopati

Dapat disebabkan karena akromegali, sindrom cushing,

glukagonoma, hipertiroid dan somatostatinoma.

(4) Karena obat dan zat kimia


12

Dapat disebabkankarena pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,

agonis β-adrenergik dan thiazide.

(5) Infeksi

Dapat disebabkan karena rubella congenital dan

cytomegalo virus.

(6) Sebab imunologi yang jarang

Dapat disebabkan karena sindromstiff-man dan antibodi antiinsulin

reseptor.

(7) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Dapat disebabkan karena sindrom down, sindrom turner dan lainnya (

Perkeni, 2015).

Tabel 2.1 Klasifikasi diabetes mellitus sesuai dengan penyebab atau etiologi

(Perkeni, 2011).
Tipe 1 Kerusakan sel beta pankreas, umumnya mengarah ke
defisiensi insulin absolut, biasanya disebabkan oleh
autoimun dan idiopatik.

Tipe 2 Bervariasi, bisa disebabkan oleh resistensi insulin yang


disertai insulin relatif sampai dengan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin.

Tipe lain Bisa disebabkan oleh defek genetik fungsi beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit endokrin pankreas, oleh
karena obat-obatan, infeksi, ataupun penyakit genetik
lainnya.
13

Diabetes mellitus Intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada


gestasional kehamilan pertama dan gangguan toleransi glukosa setelah
terminasi kehamilan.

2.1.3 Etiologi Diabetes Militus

1) DM Tipe 1

DM tipe 1 disebabkan oleh penghancuran autoimun sel β pankreas. Proses

ini terjadi pada orang yang rentan secara genetik dan (mungkin) dipicu

oleh faktor atau faktor lingkungan (Skyler & Ricordi, 2011). DM tipe 1

disebabkan oleh interaksi genetika dan lingkungan, dan ada beberapa

faktor genetik dan lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap

perkembangan penyakit.

(1) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan terutama virus tertentu dianggap berperan dalam

pengembangan DM tipe 1. Virus penyebab DM tipe 1 adalah rubella,

mumps dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi

sitolitik dalam sel β, virus ini mengakibatkan destruksi atau

perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi

otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun

(aktivasi limfosit T reaksi terhadap antigen sel) dalam sel β (Brunner,

Suddarth 2001).

(2) Enterovirus

Studi epidemiologi telah menunjukkan hubungan yang signifikan

antara kejadian infeksi enterovirus dan perkembangan DM tipe 1 dan

/ atau autoimunitas (Yeung, et al. 2011), terutama pada individu yang

rentan secara genetis (Hober & Sane, 2010). Sebuah tinjauan dan
14

meta-analisis terhadap penelitian observasional menunjukkan bahwa

anak-anak dengan DM tipe 1 sembilan kali lebih mungkin memiliki

infeksi enterovirus (Yeung, et al. 2011).

(3) Faktor Genetik

Pasien DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi suatu

predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya DM tipe 1.

Wilayah genom yang mengandung gen HLA (human leukocyte

antigen), dan risiko genetik terbesar untuk DM tipe 1 terkait dengan

alel, genotipe, dan haplotipe dari gen HLA Kelas II (Pociot, et al

2010). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas

antigen transplantasi dan proses imun lainnya dan merupakan wilayah

gen yang terletak di kromosom 6

2) DM Tipe 2

Terdapat hubungan yang kuat antara DM tipe 2 dengan kelebihan

berat badan dan obesitas dan dengan bertambahnya usia serta dengan etnis

dan riwayat keluarga (IDF, 2017). DM tipe 2 ditandai oleh resistensi

insulin dan penurunan progresif dalam produksi insulin sel β pankreas.

Resistensi insulin adalah kondisi di mana insulin diproduksi, tetapi tidak

digunakan dengan benar: jumlah insulin yang diberikan tidak

menghasilkan hasil yang diharapkan (Allende-Vigo, 2010; Olatunbosun,

2011).

Penurunan progresif dalam fungsi sel β pankreas adalah karena

penurunan massa sel β yang disebabkan oleh apoptosis (Butler, et al 2003);

ini mungkin merupakan konsekuensi dari penuaan, kerentanan genetik,

dan resistensi insulin itu sendiri (Unger & Parkin, 2010). Etiologi DM tipe

2 adalah kompleks dan melibatkan faktor genetik dan gaya hidup.


15

(1) Faktor Genetik

Efek dari varian gen umum yang diketahui dalam menciptakan

disposisi pra-DM tipe 2 adalah sekitar 5% -10% (McCarthy, 2010),

jadi tidak seperti beberapa penyakit warisan, homozigot untuk gen

kerentanan ini biasanya tidak menghasilkan kasus DM tipe 2 kecuali

faktor lingkungan (dalam hal ini gaya hidup).

(2) Faktor gaya hidup / demografi

Obesitas jelas merupakan faktor risiko utama untuk pengembangan

DM tipe 2 (Li, Zhao, Luan et al 2011), dan semakin besar tingkat

obesitas, semakin tinggi risikonya. Orang dengan obesitas memiliki

risiko 4 kali lebih besar mengalami DM tipe 2 daripada orang dengan

status gizi normal (WHO, 2017).

(3) Usia

Usia yang terbanyak terkena DM adalah > 45 tahun yang di sebabkan

oleh faktor degeneratif yaitu menurunya fungsi tubuh, khususnya

kemampuan dari sel β dalam memproduksi insulin untuk

memetabolisme glukosa (Pangemanan, 2014).

(4) Riwayat penyakit keluarga

Pengaruh faktor genetik terhadap DM dapat terlihat jelas dengan

tingginya pasien DM yang berasal dari orang tua yang memiliki

riwayat DM melitus sebelumnya. DM tipe 2 sering juga di sebut DM

life style karena penyebabnya selain faktor keturunan, faktor

lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi insulin, makanan,

aktifitas fisik, dan gaya hidup pasien yang tidak sehat juga bereperan

dalam terjadinya DM ini (Neale et al, 2008).


16

3) DM Gestasional

DM gestasional terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan,

diperkirakan terjadi karena perubahan pada metabolism glukosa

(hiperglikemi akibat sekresi hormon – hormon plasenta). DM gestasional

dapat merupakan kelainan genetik dengan carainsufisiensi atau

berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah, berkurangnya glikogenesis,

dan konsentrasi gula darah tinggi (OsgoodND, Roland FD,

Winfried KG, 2011).

4) Faktor Risiko

Secara garis besar faktor risiko DM Tipe 2 terbagi menjadi tiga, yaitu

pertama faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat genetik,

umur ≥45 tahun, jenis kelamin, ras dan etnik, riwayat melahirkan dengan

berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat menderita DM gestasional

dan riwayat lahir dengan berat badan rendah yaitu <2500 gram. Kedua,

faktor yang dapat diubah yaitu obesitas, kurangnya aktivitas fisik,

hipertensi, dislipidemia, dan diet tidak sehat. Serta ketiga yaitu faktor

risiko lainnya seperti merokok dan konsumsi alkohol (PERKENI, 2015)

(1) Riwayat Keluarga

Transmisi genetik adalah paling kuat terdapat dalam DM, jika orang

tua menderita DM maka 90% pasti membawa carier DM yang

ditandai dengan kelainan sekresi insulin. Risiko menderita DM bila

salah satu orang tuanya hanya menderita DM adalah sebesar 15%.

Jika kedua orang tua memiliki DM maka risiko untuk menderita DM

adalah 75%. Risiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar

1030% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan

gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu (Price & Wilson,
17

2006).

(2) Usia

Usia lebih dari 45 tahun adalah kelompok usia yang berisiko

menderita DM. Lebih lanjut dikatakan bahwa DM merupakan

penyakit yang terjadi akibat penurunan fungsi organ tubuh

(degeneratif) terutama gangguan organ pankreas dalam menghasilkan

hormon insulin, sehingga DM akan meningkat

kasusnya sejalan dengan pertambahan usia (Park & Griffin, 2009).

(3) Jenis Kelamin

Sebuah studi yang dilakukan oleh Soewondo & Pramono (2011)

menunjukkan kejadian DM di Indonesia lebih banyak menyerang

perempuan (61,6%). Hal ini dipicu oleh fluktuasi hormonal yang

membuat distribusi lemak menjadi mudah terakumulasi dalam tubuh

sehingga indeks massa tubuh (IMT) meningkat dengan persentase

lemak yang lebih tinggi (Trisnawati, 2013).

(4) Riwayat Melahirkan Bayi Makrosomia

DM gestasional akan menyebabkan perubahan - perubahan metabolik

dan hormonal pada pasien. Beberapa hormon tertentu mengalami

peningkatan jumlah, misalnya hormon kortisol, estrogen, dan human

placental lactogen (HPL) yang berpengaruh terhadap fungsi insulin

dalam mengatur kadar gula darah (OsgoodND, Roland FD, Winfried

KG, 2011).

DM gestasional dapat terjadi pada ibu yang hamil di atas usia 30

tahun, perempuan dengan obesitas (IMT >30), perempuan dengan

riwayat DM pada orang tua atau riwayat DM gestasional pada

kehamilan sebelumnya dan melahirkan bayi dengan berat lahir >4


18

000 gram dan adanya glukosuria (Simadibrata, 2006).

(5) Riwayat lahir dengan BBLR atau kurang dari 2500 gram Faktor

risiko BBLR terhadap DM tipe 2 dimediasi oleh faktor turunan dan

lingkungan. BBLR disebabkan keadaan malnutrisi selama janin di

rahim yang menyebabkan kegagalan perkembangan sel beta yang

memicu peningkatan risiko DM selama hidup. BBLR

juga menyebabkan gangguan pada sekresi insulin dan sensitivitas

insulin (Nadeau & Dabelea, 2008).

(6) Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau

berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Seseorang

dikategorikan kegemukan jika IMT >25 k g/m2 dan obesitas jika

IMT>30 kg/ m2 (WHO, 2015). Obesitas merupakan komponen utama

dari sindom metabolik dan secara signifikan berhubungan dengan

resistensi insulin. Pedoman yang dikeluarkan oleh The National

Cholesterol Program-Adult Treatment Panel menunjukkan seseorang

terdiagnosa sindrom metabolik jika menderita tiga atau lebih dari lima

faktor risiko berikut (Codario, 2011):

a) Obesitas abdomen dengan lingkar pinggang > 102 cm (pria) dan

> 88 cm (wanita);

b) Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl;

c) Kadar HDL < 40 m g/dl (pria) dan 50 mg/dl (wanita);

d) Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg; dan

e) Kadar glukosa puasa ≥ 100 mg/dl.

(7) Kurangnya aktivitas fisik


19

Data Kemenkes (2016) menunjukkan bahwa lebih dari seperempat

penduduk Indonesia kurang beraktifitas fisik. Saat berolahraga, otot

menggunakan glukosa yang tersimpan dalam otot dan jika glukosa

berkurang, otot mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa dari

darah. Ini akan mengakibatkan menurunnya glukosa darah sehingga

memperbesar pengendalian glukosa darah (Barnes, 2012).

(8) Hipertensi

Terdapat pedoman hipertensi terbaru, dimana definisi hipertensi

sebelumnya dinyatakan sebagai peningkatan tekanan darah arteri

sistemik yang menetap pada tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg menjadi ≥ 130 mmHg pada

tekanan darah sistolik atau tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg

(AHA, 2017). Hipertensi memiliki risiko 4,166 kali lebih besar

menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan yang tidak mengalami

hipertensi (Asmarani, 2016).

(9) Dislipidemia

Dislipidemia merupakan kondisi kadar lemak dalam darah tidak

sesuai batas yang ditetapkan atau abnormal yang berhubungan dengan

resistensi insulin. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan

kadar kolesterol total (Ktotal), kolesterol LDL (K-LDL), trigliserida

(TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL)

(PERKENI, 2015).

(10) Diet tidak sehat

Perilaku makan yang buruk bisa merusak kerjaorgan pankreas. Organ

tersebut mempunyai sel beta yang berfungsi memproduksi hormon

insulin. Insulin berperan membantu mengangkut glukosa dari aliran


20

darah ke dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi. Glukosa

yang tidak dapat diserap oleh tubuh karena ketidak mampuan hormon

insulin mengangkutnya, mengakibatkan terus bersemayam dalam

aliran darah, sehingga kadar gula menjadi tinggi

(Soegondo, 2009).

(11) Konsumsi alcohol

Alkohol dapat menyebabkan perlemakan hati sehingga dapat merusak

hati secara kronis, merusak lambung, merusak pankreas (Riskesdas,

2007). Alkohol akan meningkatkan kadar gula dalam darah karena

alkohol akan mempengaruhi kinerja hormon insulin

(Tjokroprawiro, 2011).

(12) Merokok

Pengaruh nikotin terhadap insulin di antaranya menyebabkan

penurunan pelepasan insulin akibat aktivasi hormon katekolamin,

pengaruh negatif pada kerja insulin, gangguan pada sel β pankreas

dan perkembangan ke arah resistensi insulin (Ario, 2014).

(13) Pekerjaan

Pekerjaan menggambarkan secara langsung keadaan kesehatan

seseorang melalui lingkungan pekerjaan baik secara fisik dan

psikologis (Rothman et al, 2008). Soewondo dan Pramono (2011)

yang menunjukkan bahwa di Indonesia sebagian besar risiko DM ada

pada ibu rumah tangga (27,3%) dan pengusaha atau penyedia jasa

(20%). Studi Mongisidi (2014) menunjukkan kejadian DM lebih

sering dialami pasien yang tidak bekerja dan menunjukan terdapat

hubungan antara status pekerjaan dengan kejadian DM dengan

tingkat risiko sebesar 1,544 kali.


21

(14) Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor yang paling sering dianalisis karena bisa

menjadi pendekatan berbagai macam hal seperti pola pikir,

kepandaian, luasnya pengetahuan dan kemajuan berpikir. Studi yang

dilakukan Soewondo dan Pramono (2011) dan Mongisidi (2014)

menunjukkan proporsi populasi yang mengalami DM di Indonesia

sebagian besar ada pada orang dengan pendidikan sekolah menengah

(26%). 15) Status Sosial Ekonomi Beberapa studi dilakukan untuk

membuktikan Social Economic Status (SES) berhubungan secara

positif dengan kejadian DM. Makin tinggi status sosial ekonomi,

risiko terkena DM semakin tinggi. Studi yang dilakukan Soewondo

& Pramono (2011) serta Nainggolan dkk (2013) menunjukkan bahwa

proporsi pasien DM pada status sosial ekonomi tinggi lebih tinggi

dibanding sosial ekonomi rendah. Demikian pula studi yang

dilakukan Mongisidi (2014) kejadian DM lebih banyak diderita pasien

dengan pendapatan di atas UMR (Upah Minimum

Regional).

2.1.4 Patogenesis Diabetes Militus

Menurut Restyana (2015), diabetes melitus merupakan penyakit yang

disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun

absolut.Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :

1) Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat

kimia,dll),

2) Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas,


3) Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin dijaringan perifer

2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Adapun manifestasi klinis dari diabetes mellitus berdasarkan klasifikasinya


22

yaitu :

1) Diabetes Mellitus Tipe 1

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1 tahun

2015, sebagian besar penderita DM Tipe 1 mempunyai riwayat perjalanan

klinis yang akut. Poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis, penurunan berat

badan yang cepat dalam 2-6 minggu sebelum diagnosis ditegakkan,

kadangkadang disertai polifagia dan gangguan penglihatan. Manifestasi

klinis pada diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada tingkat kekurangan

insulin dan gejala yang ditimbulkan bisa ringan hingga berat. Orang

dengan DM Tipe 1 membutuhkan sumber insulin eksogen

(eksternal) untuk mempertahankan hidup.

2) Diabetes Mellitus Tipe 2

Penyandang DM tipe 2 mengalami awitan manifestasi yang lambat dan

sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan kesehatan

untuk beberapa masalah lain. Manifestasi yang biasa muncul yaitu poliuria

dan polidipsia, polifagia jarang dijumpai dan penurunan berat badan tidak

terjadi. Manifestasi lain juga akibat hiperglikemia: penglihatan buram,

keletihan, parastesia, dan infeksi kulit (Lemone,

Burke, Bauldoff, 2015).

2.1.6 Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah kumpulan penyakit metabolik yang ditandai

dengan hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja insulin, atau

keduanya. Diabetes Tipe 1 adalah hasil dari interaksi genetik, lingkungan, dan

faktor imunologi yang pada akhirnya mengarah terhadap kerusakan sel beta

pankreas dan insulin defisiensi. Masa sel beta kemudian menurun dan sekresi
23

insulin menjadi semakin terganggu, meskipun toleransi glukosa normal

dipertahankan (Powers, 2010). DM Tipe 1 terjadi karena ketidakmampuan

untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh

proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia

posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup

tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring

keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria).

Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang

berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (ADA,

2012).

Pada diabetes Tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan

dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin

pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan

demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah

terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang

disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi

akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan

pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2. Meskipun terjadi


24

gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe 2, namun

terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan

produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada

diabetes tipe 2. Meskipun demikian, diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol

dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom

hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang

berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat berjalan

tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup

kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-

sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur (Smeltzer & Bare,

2008).

2.1.7 Diagnosis Diabetes Mellitus

Menurut Perkeni (2015), Diabetes Mellitus ditegakkan atas dasar

pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas

dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah

pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan

pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Pemeriksaan glukosa

plasma puasa ≥126mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori

minimal 8 jam atau pemeriksaan glukosa plasma ≥200mg/dl 2 jam setelah

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban 75 gram atau pemeriksaan

glukosa plasma sewaktu ≥200mg/dl dengan keluhan klasik atau pemeriksaan

GbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode HighPerformance Liquid

Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National

Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).


25

ADA (2015) menyatakan bahwa diagnosis DM dapat dilakukan dengan

melihat manifestasi berupa gejala DM (poliuria, polidipsia, polifagia,

penurunan berat badan tanpa sebab) ditambah dengan kadar glukosa darah

sewaktu >200 mg/dL, atau kadar glukosa darah puasa >126 mg/dL atau kadar

glukosa darah 2 jam setelah dilakukan test toleransi glukosa oral (75 gram

glukosa yang dilarutkan) makan > 200 mg/dL.

Pemeriksaan dilakukan minimal 2 kali dengan cara yang sama.

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksaan pada pasien diabetes menurut Perkeni (2015) dan

Kowalak (2011) dibedakan menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan non

farmakologi:

1) Terapi farmakologi

Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan

dan gaya hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan

obat suntikan, yaitu:

(1) Obat anti hiperglikemia oral

Menurut Perkeni, (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan

menjadi beberapa golongan, antara lain:

a) Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid

Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel

beta pancreas. cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin

fase pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

b) Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan

Tiazolidindion (TZD)
26

Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa hati

(gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan

efek dari Tiazolidindion (TZD) adalah menurunkan resistensi

insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan glukosa di perifer.

c) Penghambat absorpsi glukosa

Penghambat glukosidase alfa Fungsi obat ini bekerja dengan

memperlambat absopsi glukosa dalam usus halus, sehingga

memiliki efek menurunkan kadar gula darah dalam tubunh sesudah

makan.

d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat

kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1)

tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas

GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi

glukagon sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent).

e) Kombinasi obat oral dan suntikan insulin

Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak

dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan

insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang),

yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut

biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik

jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis awal insulin kerja

menengah adalah 610 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,

kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan melihat nilai

kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika kadar glukosa


27

darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah

mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi

insulin basal dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia

oral dihentikan (Perkeni, 2015).

2) Terapi non farmakologi

Terapi non farmakologi menurut Perkeni, (2015) dan Kowalak, (2011)

yaitu:

(1) Edukasi

Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidupmenjadi

sehat. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa

digunakan sebagai pengelolaan DM secara holistic.

(2) Terapi nutrisi medis (TNM)

Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwalmakan yang

teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya, terutama

pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah maupun

insulin.

(3) Latihan jasmani atau olahraga

Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari

dalam seminggu selama 30 sampai 45 menit, dengan total 150 menit

perminggu, dan dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari

berturut-turut. Jenis olahraga yang dianjurkan bersifat aerobic dengan

intensitas sedang yaitu 50 sampai 70% denyut jantung maksimal

seperti: jalan cepat, sepeda santai, berenang,dan jogging.

Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara: 220 – usia pasien.

2.1.9 Komplikasi
28

Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan

Tanto et al, (2014) diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi

kronik. Komplikasi akut terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung

dalam jangka waktu pendek yang mencakup:

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami

penurunan dibawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan gejala

pusing,gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat dingin, serta penurunan

kesadaran.

2) Ketoasidosis Diabetes (KAD)

KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic akibat

pembentukan keton yang berlebih.

3) Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH)

Suatu keadaan koma dimana terjadi ganagguan metabolisme yang

menyebabkan kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, menyebabkan

dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum.

Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi pada

pasien yang menderita diabetes mellitus lebih dari 10 – 15 tahun.

Komplikasinya mencakup:

1) Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar): biasanya penyakit ini

memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh

darah otak.

2) Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit ini

memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol kadar gula

darah untuk menunda atau mencegah komplikasi mikrovaskular maupun

makrovaskular.
29

3) Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom yang

mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.

2.2 Konsep Kepatuhan Pengobatan

2.1.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat.

Kepatuhan atau ketaatan (compliance/ adherence) adalah tingkat pasien

melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya

atau oleh orang lain (Smeltzer, 2012).

Menurut Sacket (dalam Niven, 2002: 192), mendefinisikan kepatuhan

pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang

diberikan oleh petugas kesehatan. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk

mencapai keberhasilan sebuah terapi pada pasien yang mengikuti

ketentuanketentuan kesehatan profesional.

Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan

perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau

melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan

kesehatan (WHO, 2013).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan

adalah kerelaan individu untuk melakukan sesuatu yang diharapkan atau

diminta oleh pemegang otoritas atau kekuasaan yang ditandai dengan tunduk

dengan kerelaan, mengalah, membuat suatu keinginan konformitas dengan

harapan atau kemauan orang lain sehingga dapat menyesuaikan diri. Dalam

aspek kesehatan yang dimaksudkan individu rela melakukan pengobatan

dengan dukungan keluarga atau kerabat yang ditentukan oleh otoritas atau

kebijakan petugas kesehatan seperti dokter, ahli gizi maupun ahli medis serta

kerelaan dari individu tersebut dalam menjalani pengobatan yang dilakukan.


30

Kesadaran diri, pemahaman, kepribadian menjadi komponen terpenting

dalam pembentukan kepatuhan terhadap system pengobatan tertentu.

2.1.2 Pengobatan

Menurut Waspadji (2013) dalam pengelolaan diabetes terdapat dua

langkah pengobatan dan perawatan yang harus dilakukan, yaitu :

1) Pengelolaan non farmakologi

Pengelolaan secara non farmakologi yaitu pengelolaan tidak menggunakan

obat-obatan. Seperti perencanaan makan, pengaturan makan, pengontrolan

glukosa darah dan kegiatan jasmani secara teratur.

2) Pengelolaan farmakologi

Pengelolaan secara farmakologi yaitu penggunaan obat.

(1) Hipoglikemik oral

Terdapat dua jenis obat hipoglikemik oral yaitu obat pemicu sekresi

insulin (Sulfonilurea dan Glind) dan obat penambah sensitivitas

terhadap insulin (Biguanid, Tiazolidindion, penghambat glukosidase

alfa dan incretin mimetic, penghambat DPP-4)

(2) Insulin

Pemberian insulin konvesional tiga kali sehari dengan memakai

insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan insulin dengan dosis

terbagi insulin kerja dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran

insulin kerja cepat dimana perlu sesuai dengan respon kadar glukosa

darahnya.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam

pengelolaan diabetes melitus terdapat pengelolaan secara non farmakologis

dan farmakologis.
31

2.1.3 Kepatuhan Pengobatan

Menurut Clark (2004) kepatuhan terhadap pengobatan adalah perilaku

kesehatan yang sangat kompleks. Masalah yang teridentifikasi meliputi

individu gagal memulai terapi, kurangnya menggunakan pengobatan atau

berlebihan menggunakan pengobatan, menghentikan pengobatan terlalu

cepat, waktu yang salah dan melewatkan dosis (Ley and Llewelyn dalam

Clark, 2004).

Kegagalan untuk mengikuti program pengobatan jangka panjang yang

bukan dalam kondisi akut, dimana derajat ketidakpatuhanya rata-rata 50%

dan derajat tersebut bertambah buruk seiring berjalanya waktu (Niven, 2013).

Gordis (dalam Niven, 2013) mengatakan bahwa perkiraan tentang kepatuhan

yang dilakukan oleh profesional kesehatan dan laporan yang disampaikan

oleh pasien sendiri adalah tidak akurat.

Kepatuhan pengobatan dalam penelitian ini mengacu pada dua jenis

pengobatan yaitu kepatuhan pengobatan secara non farmakologi seperti diet,

olahraga teratur dan menjaga kebersihan. Selanjutnya kepatuhan pengobatan

secara farmakologi seperti mengkonsumsi obat-obatan.

2.1.4 Aspek-Aspek Kepatuhan Pengobatan

Menurut Niven (dalam Safitri, 2013), kepatuhan pada pasien dalam

menjalani pengobatan dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Tingkat pasien dalam menjalani pengobatan sesuai aturan yang terdiri

dari:

(1) Disiplin dalam minum obat

Meminum obat yang diresepkan dokter secara teratur sesuai dengan

aturan pemakaiannya. Tidak dicampur dengan obat lain tanpa

konsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang menanganinya.


32

(2) Diet sesuai dengan anjuran dokter

Diet rendah gula seumur hidup sesuai dengan anjuran dokter dan ahli

gizi. Bila kelebihn berat badan maka adanya usaha untuk menurunkan

berat badan secara bertahap melalui cara yang benar. Kunci diet

diabetes melitus adalah memilih karbohidrat yang aman, mengurangi

kandungan makanan dengan lemak yang tinggi yang dapat

meningkatkan kolesterol, meninggalkan makanan manis dan

mengkonsumsi makanan berserat.

(3) Mengontrol kadar gula darah

Monitor diabetes menyangkut pengujian yang sistematis dan teratur

terhadap tingkat diabetes oleh pasien sendiri. Ini bisa dilakukan

dengan bantuan lembar uji (test strips) baik untuk urine maupun darah.

Tujuan pengujian urine adalah untuk menditeksi adanya glukosa atau

gula darah. Ini memungkinkan pasien untuk mengetahui apakah gula

darah mereka masih dalam jangkauan

normal.

2) Tingkat pasien dalam menjalankan tingkahlakunya yang disarankan atau

diperintahkan, terdiri dari :

(1) Kontrol kedokter secara teratur

Pada penderita diabetes pemeriksaan darah untuk mengukur kadar

gula darah dianjurkan setiap bulan.

(2) Olahraga secara benar dan teratur

Melakukan olahraga secara teratur tetapi jangan berlebihan. Olahraga

yang dilakukansebaiknya mengikuti prinsip FITT

(frekuensi, intensitas, tempo dan tipe) beikut :

a) Frekuensi
33

Lakukan 3-5 kali seminggu dengan teratur. Lebih baik bila selang

sehari dipakai untuk istirahat memulihkan kembali ketegangan

otot.

b) Intensitas

Memilih jenis olah raga yang bersifat ringan hingga sedang yaitu

dengan menghasilkan 60-70 persen detak jantung maksimum.

c) Tempo

Lamanya berolahraga adalah sekitar 30-60 menit.

d) Tipe

Jenis olahraga yang baik bagi penderita diabetes adalah berjalan

kaki, bersepeda dan berenang.Selain dapat mengontrol kadar gula

darah, olahraga juga membantu menurunkan berat badan,

memperkuat jantung dan mengurangi stres.

(3) Menjaga kebersihan

Bagi penderita diabetes menjaga kebersihan anggota badan terutama

kebersihan kaki dan tangan memerlukan perhatian khusus. Karena

pada penderita telah terjadi kerusakan pada saraf akibat kadar gula

darah, sehingga terjadi kesemutan, nyeri dan akhirnya mati rasa pada

kaki dan tungkai. Hal ini berbahaya bila terjadi infeksi, penderita tidak

akan merasakan lagi, dan infeksi tersebut akan mudah berkembang

ketempat lain. Menjaga kebersihan kaki juga sangat penting terutama

setelah berolahraga, karena kemungkinan besar terjadi gesekan kaki

dengan sepatu yang mengakibatkan lecet pada

kaki.

2.1.5 Faktor-Faktor Kepatuhan Pengobatan


34

Menurut Niven (2013) faktor kepatuhan dapat digolongkan menjadi empat

bagian yaitu :

1) Pemahaman tentang instruksi

Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang

instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman (dalam Niven, 2013)

menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu

dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada

mereka. Hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam

memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis,

dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien.

Pendekatan praktis untuk mempengaruhi kepatuhan pasien ditemukan oleh

DiNicola dan DiMatteo yaitu:

(1) Buat instruksi tertulis yang jelas dan mudah diinterpretasikan.

(2) Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-hal

lain.

(3) Jika seseorang diberikan suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang

harus diingat, maka akan ada efek “keunggulan”, yaitu mereka

(4) berusaha mengingat hal-hal yang pertama kali ditulis.

(5) Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum (non-medis) dan

hal-hal penting perlu ditekankan.

2) Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien

merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

Pentingmya keterampilan interpersonal dalam memacu kepatuhan

terhadap pengobatan secara garis besar ditemukan oleh DiNicola dan


35

DiMatteo (dalam Niven, 2013) : Riset tentang faktor-faktor interpersonal

yang mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan menujukkan

pentingnya sensitifitas dokter terhadap komunikasi verbal dan non verbal

pasien dan empati terhadap perasaan pasien, akan menghasilkan suatu

kepatuhan sehingga akan menghasilkan kepuasan.

3) Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh

dalammenentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat

jugamenentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai

perawatan dari anggota keluarga yang sakit.

4) Keyakinan, sikap dan kepribadian

Ahli psikologis telah menyelidiki tentang hubungan antara

pengukuran-pengukuran kepribadian dan kepatuhan. Mereka menemukan

bahwa data kepribadian secara benar dibedakan antara orang yang patuh

dengan orang yang gagal. Orang-orang yang tidak patuh adalah

orangorang yang mengalami depresi, kecemasan, sangat memperhatikan

kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan yang

kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatiannya pada diri sendiri.

Kekuatan ego yang lemah ditandai dengan kekurangan dalam hal

pengendalian diri sendiri dan kurangnya penguasaan terhadap lingkungan.

Pemusatan terhadap diri sendiri dalam lingkungan sosial mengukur

tentang bagaimana kenyamanan seseorang berada dalam situasi sosial.

Blumenthal dkk (dalam Niven, 2013) menyatakan bahwa ciri-ciri

kepribadian yang disebutkan di atas itu yang menyebabkan seseorang

cenderung tidak patuh (drop out) dari program pengobatan.


36

Dari pemaparan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

hubungan antara profesional kesehatan dan pasien, keluarga dan teman,

keyakinan tentang kesehatan dan kepribadian seseorang berperan dalam

menentukan respon pasien terhadap anjuran pengobatan.

2.3 Theory of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior (TPB) dikembangkan oleh Icek Ajzen pada

tahun 1988 yang merupakan pengembangan atas Theory of Reasoned Action

(TRA). Theory of Reasoned Action (TRA) menjelaskan bahwa perilaku

dilakukan karena individu memiliki niat atau keinginan untuk melakukannya.

Di dalam TRA, belum diterapkan variabel Kontrol Perilaku Persepsian

(perceived behavioral control). TPB mengenal kemungkinan bahwa tidak

semua perilaku dilakukan secara penuh di bawah kendali individu maupun

kelompok, sehingga Kontrol Perilaku Persepsian ditambahkan untuk

mengatasi perilaku-perilaku semacam ini. Apabila semua perilaku dapat

dikendalikan secara penuh oleh individu maupun kelompok, maka TPB

kembali menjadi TRA (Ajzen, 2012).

TPB menyatakan bahwa selain Sikap dan Norma Subjektif, seseorang

juga mempertimbangkan Kontrol Perilaku Persepsian yaitu kemampuan

mereka untuk melakukan tindakan tersebut. Keputusan untuk menampilkan

tingkah laku tertentu adalah proses rasional yang diarahkan pada suatu tujuan

tertentu dan mengikuti urut-urutan berpikir. Pilihan tingkah laku

dipertimbangkan, konsekuensi dari setiap tingkah laku dievaluasi, dan dibuat

sebuah keputusan apakah akan bertindak atau tidak.

TPB menunjukkan bahwa tindakan manusia diarahkan oleh tiga macam

kepercayaan, yaitu :
37

1) Behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku

dan evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation),

disebut dengan Sikap terhadap perilaku.

2) Normative beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan

motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and

motivation to comply), disebut dengan Norma Subjektif pada perilaku.

3) Control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang

mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control

beliefs) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan

menghambat perilakunya tersebut. Hambatan yang biasanya timbul pada

saat perilaku tersebut ditunjukkan terkadang muncul dari dalam maupun

dari luar individu atau faktor lingkungan, disebut dengan Kontrol

Perilaku Persepsian (Jogiyanto, 2007: 65-66).

Sikap terhadap perilaku

Norma subjektif Niat berperilaku Perilaku

kontrol perilaku persepsi

Gambar 2.3 kerangka Theory of Planned Behavior

Gambar di atas dapat menjelaskan setidaknya 4 hal yang berkaitan

dengan perilaku manusia. Hal pertama yang dapat dijelaskan adalah hubungan

yang langsung antara tingkah laku dengan intensi. Hal ini dapat berarti bahwa

intensi merupakan faktor terdekat yang dapat memprediksi munculnya tingkah

laku yang akan ditampilkan individu. Informasi kedua yang dapat diperoleh

dari bagan di atas adalah bahwa intensi dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu sikap

individu terhadap tingkah laku yang dimaksud (attitude toward behavior),


38

norma subyektif (subjective norm), dan persepsi terhadap kontrol yang dimiliki

PBC. Informasi ketiga yang bisa didapatkan dari bagan di atas adalah bahwa

masing-masing faktor yang mempengaruhi intensi di atas (sikap, norma

subyektif dan PBC) dipengaruhi oleh anteseden lainnya, yaitu beliefs. Sikap

dipengaruhi oleh beliefs tentang tingkah laku atau yang disebut dengan

behavioral beliefs, norma subyektif dipengaruhi oleh beliefs tentang

norma atau disebut sebagai normative beliefs, sedangkan PBC dipengaruhi

oleh belies tentang kontrol yang dimiliki atau disebut sebagai control beliefs.

Baik sikap, norma subyektif, maupun PBC merupakan fungsi perkalian dari

masing-masing beliefs dengan faktor lainnya yang mendukung.

Informasi keempat yang dapat diperoleh berkaitan dengan bagan di atas

adalah mengenai peran PBC, yang merupakan ciri khas teori ini dibandingkan

dengan TRA atau teori lainnya. Pada bagan dapat dilihat bahwa ada 2 cara

atau jalan yang menghubungkan tingkah laku dengan PBC. Cara yang

pertama diwakili dengan garis penuh yang menghubungkan

PBC dengan tingkah laku secara tidak langsung melalui perantara intensi.

Hubungan yang tidak langsung ini setara dengan hubungan 2 faktor lainnya

dengan tingkah laku. Ajzen (2005) berasumsi bahwa PBC mempunyai

implikasi motivasional pada intensi. Individu yang percaya bahwa dia tidak

memiliki sumber daya atau kesempatan untuk menampilkan tingkah laku

tertentu cenderung tidak membentuk intensi yang kuat untuk melakukannya,

walaupun dia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang lain

akan mendukung tingkah lakunya itu.

Cara yang kedua adalah hubungan secara langsung antara PBC dengan

tingkah laku yang digambarkan dengan garis putus-putus, tanpa melalui

intensi. Ajzen (2005) menambahkan, garis putus-putus pada bagan 1 di atas


39

menandakan bahwa hubungan antara PBC dengan tingkah laku diharapkan

muncul hanya jika ada kesepakatan antara persepsi terhadap kontrol dengan

kontrol aktualnya dengan derajat akurasi yang cukup tinggi.

2.4 Kerangka Teori

Perasaan saat rutin Keinginan untuk patuh/tidak


mengikuti pengobatan patuh dalam pengobatan

Kepercayaan pada budaya


(pengobatan dapat
memebrikan kesehatan)
Norma/ aturan dalam acara
budaya keagamaan Niat Perilaku patuh
Motivasi/ajakan orang
disekitar

Kesulitan/kemudahan dalam
melakukan pengobatan
40
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Thory Of Planned Behavior :

behavioral beliefes : normative beliefes: control beliefes:


behavioral attitude Subjektif norms Perceived behavioral control

intention

Kepatuhan Pengobatan
pasien Diabetes Melitus

3.2 Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada pengaruh behavioral beliefes terhadap kepatuhan pengobatan

pasien Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas

H1 : adat pengaruh behavioral beliefes terhadap kepatuhan pengobatan pasien

Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas

H0 : Tidak ada pengaruh normative beliefes terhadap kepatuhan pengobatan

pasien Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

43
42

H1 : ada pengaruh normative beliefes terhadap kepatuhan pengobatan pasien

Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

H0 : Tidak ada pengaruh control beliefs terhadap kepatuhan pengobatan pasien

Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

H1 : ada pengaruh control beliefs terhadap kepatuhan pengobatan pasien

Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

H0 : Tidak ada pengaruh intention terhadap kepatuhan pengobatan pasien

Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

H1 : Terdapat pengaruh intention terhadap kepatuhan pengobatan pasien

Diabetes Melitus diwilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

H0 : Tidak ada pengaruh behavioral beliefes, normative beliefes, control

beliefs,intention dan kepatuhan pengobatan pada penderita diabetes

mellitus di wilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

H1 : ada pengaruh behavioral beliefes, normative beliefes, control

beliefs,intention dan kepatuhan pengobatan pada penderita diabetes

mellitus di wilayah kerja puskesmas Pasir Panjang

3.3 Desain penelitian

Desain penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik yaitu

penelitian analitik korelasi, dengan pendekatan cross sectional untuk

mengetahui Determinan Faktor Kepatuhan Pengobatan Pasien Diabetes

Mellitus Berbasis Teory Of Planned Behavior Di Wilayah Kerja Puskesmas

Pasir Panjang. Pendekatan Cross Sectional adalah semua pengukuran variabel

dependen dan independen yang akan diteliti dilakukan pada satu waktu.

(Nursalam, 2013).
43

3.4 Definisi Operasional

Variabel bebas/independen dalam penelitian ini adalah Theory Of

Planned Behavior yang terdiri dari behavioral beliefes, normative beliefes,

control belief dan intention sedangkan variabel terikat adalah kepatuhan

pengobatan pasien. Definisi operasional adalah uraian tentang batasan

variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang

bersangkutan (Notoatmodjo, 2018).

Tabel 3.5 Variabel, definisi operasional , alat ukur, cara ukur, hasil ukur, dan
skala variable

Skala
Variabel
No Variable Definisi Operasional Alat Ukur

1 behavioral perilaku pasien DM yang Menggunakan kuesioner dengan ordinal


beliefes
menggambarkan apa skala likert yang terdiri dari dua jenis

yang disukai dan tidak


pertanyaan yaitu
disukai dan mengarah
1) Favorable
kepada tindakan pasien

DM untuk menerima 4 = sangat setuju

atau 3 = setuju

menolak. 2 = tidak setuju

1 = sangat tidak setuju

2) Unfavorable

1 = sangat setuju

2 = setuju

3 = tidak setuju
44

4 = sangat tidak setuju

Klasifikasi sikap positif bila skor ≥


mean skor dan sikap negative bila
skor < mean skor

2 normative Persepsi pasien DM Menggunakan kuesioner dengan Ordinal


beliefes
tentang kepercayaan skala likert yang terdiri dari dua jenis
orang lain. Dimana
pertanyaan yaitu
kepercayaan orangorang
1) Favorable
terdekat pasien

DM dapat 4 = sangat setuju

mempengaruh perilaku 3 = setuju

pasien untuk patuh 2 = tidak setuju

terhadap pengobatan 1 = sangat tidak setuju

2) Unfavorable

1 = sangat setuju

2 = setuju

3 = tidak setuju

4 = sangat tidak setuju

Klasifikasi nilai :

(1) Rendah = 5-30

(2) Sedang = 31-56

(3) Tinggi = 57-80

3 control Persepsi control dari Menggunakan kuesioner dengan ordinal


beliefes
pasien DM adalah skala likert yang terdiri pertanyaan :
45

kemudahan atau 1) Favorable

kesulitan pasien untuk 4 = sangat setuju


dapat melakuakan 3 = setuju
perilaku patuh pada
pengobatan 2 = tidak setuju

1 = sangat tidak setuju

1 = sangat kecil

2 = kecil

3 = besar

4 = sangat besar

Klasifikasi nilai :

(1) Rendah = 6-36

(2) Sedang = 37-66

(3) Tinggi = 67-96

4 Intention Hasil dari pikiran sadar Menggunakan kuesioner dengan Ordinal

pasien DMyang skala likert yang terdiri dari

mengarahkan tingkah
1 = sangat lemah
laku pasien dalam

menjani pengobatan 2 = lemah

3 = kuat

4 = sangat kuat

Klasifikasi nilai :

(1) Lemah = 4-8

(2) Sedang = 9-13

(3) Kuat = 14-16


46

5 Kepatuhan kepatuhan terhadap Menggunakan kuesioner MMAS-8. Data Interval

Pengobatan pengobatan adalah berupa tingkat keptuhan dengan skor

perilaku patuh pada 1. Rendah = 0-5

pasien DM dalam 2. Sedang = 6-7

melakukan pengobatan 3. Tinggi = 8


sesuai yang dijadwal
kunjungan ulang

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Dalam penelitian in i yang menjadi populasi adalah semua pasien Diabetes

Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Pasir Panjang yang berjumlah 363

populasi

3.5.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi

yang digunakan untuk penelitian (Sujarweni, 2014) pengambilan sampel

menggunakan aksidental sampling selama satu bulan, dengan jumlah

perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin.

𝑁 Keterangan :
𝑛=𝑁 n = sampel
.𝑑2+1
N = populasi

e2 = taraf nyata
Dengan demikian: atau batas
kesalahan

𝑛=

𝑛=
47

𝑛=

𝑛=

𝑛 = 78,40 , dibulatkan menjadi 78. Jadi sampel untuk penelitian ini adalah

78 sampel

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum

dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi maupun

kriteria eksklusi (Notoatmodjo, 2010)

1) Kriteria inklusi dalam penelitian ini :

(1) Pasien DM di poli umum Puskesmas Pasir Panjang

(2) Bersedia menjadi responden penelitian

(3) Responden bias membaca dan menulis

2) Kriteria eksklusi dalam penelitian ini

(1) Pasien yang mengalami gangguan jiwa

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di poli umum Puskesmas Pasir Panjang

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret – Agustus 2021

3.7 Intrumen Penelitian

Instrument yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah

kuesioner. Kuesioner adalah alat pengumpulan data yang berisi pertanyaan

yang diajukan kepada responden dan sudah tersusun denga baik, sehingga

responden tinggal memberikan tanda- tanda yang ada pada petunjuk pengisian

kuesioner.
48

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang terdiri

dari :

1) Instrument pertama berupa pertanyaan mengenai data demografi responden

yang terdiri dari usia, pendidikan terakhir, dan jenis kelamin responden

2) Kuesioner behavioral beliefes (sikap)

Instrumen pengukuran sikap mengguanakan kuesioner yang dimodifikasi

dari penelitian Perweni (2015) “ Analisis Faktor Pengetahuan Dan Sikap

Tukang Becak Dalam Memberikan Pertolongan Pertama Pada Korban

Kecelakaan Lalu Lintas”. Kuesioner ini menggunakan skala pengukuran

likert dengan pilihan jawaban sebanyak 4 pilihan jawaban yaitu terdiri dari

pernyataan positif/favorable. Sangat setuju (SS) = 4, Setuju (S) = 3, Tidak

setuju (TS) = 2, Sangat tidak setuju (STS) = 1 dan pertanyaan

negatif/unfavorable Sangat setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Tidak setuju

(TS) = 3,Sangat tidak setuju (STS) = 4.

Tabel Blueprint skala sikap


No Variabel aspek Jumlah Item Item
item favorable unfavorable

1 Sikap a. Belief 8 1, 3, 5, 6, 7 2, 4, 8

b. Outcome
evaluation

3) Subjektif norms

Instrument pengukuran norma subjektif pada penelitian ini menggunakan

kuesioner dengan menggunakan likert dengan pilihan jawaban sebanyak 4

pilihan jawaban. Pengukuran norma subjektif dalam penelitian ini terdiri

dari 12 pernyataan yang dibagi menjadi 2 bagian kuesioner yaitu, 6 item

untuk mengukur motivation to comply dan 6 item untuk mengukur

normative beliefs. Kedua bagian ini mempunyai nilai 1 untuk jawaban


49

sangat tidak setuju (STS) dan 4 untuk jawaban sangat setuju. Pada bagian

favorable yang terdapat pada item 1, 2, 3, 4 sedangkan untuk bagian

unfavorable yang terdapat pada item 5, nilai 4 untuk jawaban sangat tidak

setuju (STS), nilai 3 untuk jawaban tidak setuju (TS), nilai 2 untuk jawaban

setuju (S) dan nilai 1 untuk jawaban sangat setuju (SS)

Bagian pertama dan kedua item favorable ditunjukan pada nomor 1, 2, 3, 4

dan nfavorable 5, kemudian peneliti melakukan perkalian setiap pasang

item motivation to comply dengan normative beliefs. Setiap hasil perkalian

dari keenam dijumlahkan kemudian didapatkan satu skor norma subjektif.

Hasil skor maksimal adalah 80 dan skor minimal 5 sehingga dapat

dikategorikan menjadi kriteria Tinggi = 57-80, Sedang = 31-56, dan

Rendah = 5-30.

Tabel Blueprint skala Norma subjektif


No Variabel aspek Jumlah Item Item
item favorable unfavorable

1 Norma a. Normative 10 1, 2, 3, 4 5

subjektif Belief 5

b. Motivation 1, 2, 3, 4

to comply

4) Control beliefs

Instrumen pengukuran untuk perceived behavior control menggunakan

kuisoner dengan pengkuruan likert. Pilihan jawaban untuk kuisioner ini

sebanyak 4 pilihan jawaban. Kuisioner ini terdiri dari 12 pernyataan yang

dibagi menjadi 2 bagian dengan 6 buah pernyataan setiap bagiannya. Bagian

pertama instrumen ini bersifat favorable untuk semua item dengan penilaian

1 untuk jawaban sangat tidak setuju (STS), nilai 3 untuk jawaban tidak

setuju (TS), nilai 2 untuk jawaban setuju (S), dan nilai 4 untuk jawaban
50

sangat setuju (ST). Bagian kedua instrumen ini semua item juga bersifat

favorable dengan nilai 1 berarti sangat kecil (SK) dan nilai 4 untuk jawaban

sangat besar (SB). Tahap selanjutnya peneliti melakukan perkalian setiap

pasang item pada kuisioner bagian 1 dan 2. Setiap hasil perkalian dari

keenam item dijumlahkan setelah itu didapatkan satu skor untuk perceived

behavior control. Hasil skor maksimal untuk 12 item adalah 96 dan skor

terendah adalah 6 dengan kriteria Kuat = 67-96,

Sedang = 37-66, dan Lemah = 6-36.

Tabel Blueprint skala Perceived Behavior Control


No Variabel aspek Jumlah Item Item
item favorable unfavorable

1 Perceived a. Control 12 1, 2, 3, 4, 5, 6 -

Behavioral beliefes

Control b. Perceived 1, 2, 3, 4, 5, 6 -
power

5) Intensi

Instrumen pengukuran intensi menggunakan kuisoner dengan tipe skala

pengkuruan likert dengan pilihan jawaban sebanyak 4 pilihan jawaban.

Pengukuran intensi dalam penelitian ini terdiri dari 4 pernyataan dengan

nilai 4 adalah nilai tertinggi yang di berikan responden untuk jawaban dari

item yang disediakan peneliti, dengan kriteria skor Kuat= 14-16 , Sedang=

9-13 dan Lemah 4-8.

Tabel Blueprint skala intensi


No Variabel Aspek Jumlah Item favorable Item
item unfavorable

1 intensi Intensi untuk patuh 4 1, 2, 3, 4 -


terhadap pengobatan

6) Kepatuhan Pengobatan
51

Variable dependen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner MMAS-8

yang telah diuji validita dan reliabilitassnya. Skala kuesioner dengan butir

pertanyaan 8 butir menyangkut dengan kepatuhan pengobatan. Dengan

penilaian negatif jawaban tidak : 1, jawaban ya : 0. Penilaian positif jawaban

tidak : 0, jawaban ya :1. Penilaian kepatuhan tinggi memiliki nilai

8, sedang memiliki nilai 6-7 sedangkan rendah memiliki nilai 0-5

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.8.1 Uji Validitas

Sugiyono (2010) menjelaskan validitas merupakan derajat ketepatan antara

data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan

oleh peneliti. Pengujian validitas konstruk dapat dilakukan dengan

menggunakan pendapat para ahli (judgement experts). Setelah intrumen

dikonstuksikan tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan

teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan para ahli. Setelah

pengujian konstruksi dari ahli berdasarkan pengalaman empiris dilapangan

selesai, maka diteruskan dengan uji coba instrument. Instrumen tersebut

dicobakan pada sampel dari populasi diambil. Setelah ditabulasikan, maka

pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan

mengkorelasikan antara skor item instrument dalam satu faktor, dan

mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Responden untuk uji validitas

ini berjumlah 11 orang dengan menggunakan Google Form yang disebar

melalui media sosial.

Nilai validitas pada sebuah item mengkorelasikan skor item dengan total

item-item tersebut. Apabila terdapat item yang tidak memenuhi syarat, maka

item tersebut tidak akan diteliti lebih lanjut. Syarat tersebut menurut
52

Sugiyono (2012:) yang harus dipenuhi yaitu harus memiliki kriteria sebagai

berikut:

1) Jika r ≥ 0,3 maka item-item tersebut dinyatakan valid.

2) Jika r ≤ 0,3maka item-item tersebut dinyatakan tidak valid.

Tabel uji validitas instrument sikap


Item Korelasi Keterangan

1 0,822 Valid

2 0,928 Valid

3 0,433 Valid

4 0,899 Valid

5 0,711 Valid

6 0,974 Valid

7 0,828 Valid

8 0,688 Valid

Tabel uji uji validitas instrument norma subjektif

1) Uji validitas instrument norma subjektif (motivation to comply)


No Korelasi Keterangan

1 0,628 Valid

2 0,788 Valid

3 0,707 Valid

4 0,846 Valid

5 0,775 Valid

2) Normative beliefs
No Korelasi Keterangan

1 0,708 Valid

2 0,700 Valid
53

3 0,861 Valid

4 0,729 Valid

5 0,506 Valid

Tabel uji validitas instrument PBC

1) Control Beliefs
No Korelasi Keterangan

1 0,773 Valid

2 0,443 Valid

3 0,762 Valid

4 0,564 Valid

5 0,690 Valid

6 0,393 Valid

2) Power beliefs
No Korelasi Keterangan

1 0,783 Valid

2 0,717 Valid

3 0,836 Valid

4 0,5867 Valid

5 0,594 Valid

6 0,417 Valid

Tabel uji validitas instrumen intensi


No Korelasi Keterangan

1 0,950 Valid

2 0,968 Valid

3 0,928 Valid
54

4 0,986 Valid

Uji validitas instrument kepatuhan pengobatan

Hasil uji validitas yang dilakukan pada 30 responden diperoleh nilai r hasil

untuk variabel kepatuhan antara 0,455-0,732. Hal tersebut menunjukan

bahwa nilai r hasi > lebih dari nilai r tabel (0,361), artinya semua pernyataan

yang digunakan untuk mengukur variabel kepatuhan pengobatan dalam

penelitian ini adalah valid.

3.8.2 Uji reliabilitas

Kuesioner yang telah diuji validitas oleh peneliti selanjutnya dilakukan uji

reliabilitas pada saat pra-penelitian. Teknik pengukuran menggunakan

metode pengukuran Alpha Cronbach dan diukur berdasarkan skala 0 sampai

1. Item instrumen dianggap reliabel jika lebih besar dari 0.60 (Sugiyono,

2010). Berikut hasil uji reliabilitas pada instrumen penelitian : tabel


uji reliabilitas setiap instrumen
Variabel Alpha Cronbach keterangan

Sikap 0,937 Reliabel

Norma Subjektif 0,928 Reliabel

PBC 0,913 Reliabel

Intensi 0,980 Reliabel

Kepatuhan Pengobatan 0,759 Reliabel

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan setelah mendapatkan rekomendasi

penelitian yang ditandatangani oleh Ketua STIKes Maranatha Kupang berupa

surat permohonan kepada institusi tempat penelitian. Peneliti melakukan

pengumpulan data sambil memperhatikan etika, yaitu:


55

Nursalam Edisi 4 ( 2013), menjelaskan etika dalam penelitian ini dibagi me

njadi tiga bagian, yaitu:

1) Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden dengan memberikan lembar persetujuan.Informed consent

tersebut diberikan sebelum kuesioner dibagikan. Tujuan dari informed

consent adalah agar responden mengerti tujuan penelitian, jika responden

bersedia, maka responden men andatangani lembaran persetujuan, dan jika

responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormatinya.

2) Tanpa nama (Anonimity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam pengunaan jaminan dalam pengunaan subjek penelitian dengan cara

tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

3) Kerahasiaan ( Confidentialit )

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah

lainnya.Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya

oleh peneliti. Kerahasian dapat dilakukan dengan cara memakai password

pada laptop yang digunakan untuk mengimput data sehingga tidak dapat

diakses oleh orang lain tanpa persetujuan.

3.10 Prosedur penelitian

3.10.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu


56

penelitian (Nursalam, 2013). Dalam melakukan penelitian prosedur yang

ditetapkan adalah sebagai berikut :

1) Mengurus ijin penelitian dengan membawa surat dari Stikes Maranatha

Kupang ke Dinas Kesehatan Kota Kupang (DINKES KOTA)

2) Mengurus surat ijin penelitian dengan membawa surat dari Dinas

Kesehatan Kota Kupang (DINKES KOTA) Kepada Kepala Puskesmas

Pasir Panjang

3) Menemui responden dan jika sudah bertemu diberikan penjelasan tentang

tujuan penelitian

4) Responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent

5) Kuesioner diberikan kepada responden

6) Kuesioner diisi dengan memberikan tanda (√ atau x ) pada daftar

pertanyaan

7) Kuesioner dikumpulkan kembali setelah responden selesai mengisi angket

8) Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden dan memeriksa

kelengkapanya

9) Peneliti melakukan pengumpulan, pengolahan, dan analisa data

3.10.2 Teknik Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data mentah yang harus

diorganisasi sedemikian rupa agar dapat disajikan dalam bentuk tabel atau

grafik sehingga mudah dianalisis dan ditarik kesimpulan. Pengolahan data

merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena itu,

harus dilakukan dengan baik dan benar. Langkah- Langkah pengolahan data

yang dilakukan, yaitu:

1) Pemeriksaan data (Editing)


57

Kuesioner yang telah diisi oleh responden terlebih dahulu diedit untuk

mengecek kebenaran data berdasarkan pengisisan kuesioner. Maksud

dilakukan pemeriksaan data agar tidak terjadi kesalahan pengisian dan

melihat jawaban yang kosong yang tidak diisi oleh responden.

2) Pemberian kode (Coding)

Coding/kode adalah simbol yang digunakan peneliti untuk menandai

kuesioner yang diisi oleh responden agar lebih mudah dan sederhana.

3) Penyusunan data (tabulating)

Penyusunan data dalam bentuk tabel untuk mengetahui pengetahuan di

hitung dengan menggunakan tabel tabulasi dalam bentuk presentasi.

3.11 Analisis Data

Analisa data dalam penelitian ini adalah deskriftif yaitu suatu prosedur

pengolahan data dengan menggambarkan dan meringkas data secara ilmiah

dalam bentuk tabel atau grafik. Setelah data dikumpulkan akan diproses

dengan Langkah- Langkah

1) Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (motoatmodjo, 2012). Untuk

mengetahui faktor determinan kepatuhan pengobatan pasien diabetes

mellitus berbasis Theory of planned behavior dalam bentuk distribusi

presentase.

(1) Distribusi frekuensi

Distribusi frekuensi digunakan untuk menganalisis karakteristik

responden, yang meliputi : jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,

dengan menggunakan rumus :

𝐹
𝑃 = 𝑥 100%
58

𝑁
Keterangan :

P = Presentase

F = frekuensi jumlah responden

N= banyaknya responden

(2) Perhitungan tendensi sentral

Perhitungan tendensi sentral adalah ukuran pemusatan sebuah

distribusi data. Ukuran atau nilai tunggal yang mewakili keseluruhan

data. Jenis tedensi sentral adalah mean (rata-rata), median, modus.

Data tersebut merupakan numeric yang berskala rasio atau interval.

Perhitungan dipersi adalah ukuran variasi atau seberapa jauh nilai

tersebar data dengan nilainya dari gugus data. Aplikasi yang sering

digunakan adalah standar deviasi. Ukuran dipersi biasanya digunakan

bersamaan dengan tedensi sengtral untuk mempelajari distribusi data

seperti range, kuartil, dan jangkauan kuartil.

Perhitungan estimasi merupakan perhitungan yang memperkirakan

nilai populasi berdasarkan besar sampel . estimasi terdiri dari 2 yaitu

estimasi titik contohnya Mean dan estimasi interval contohnya CI

(Confiden Interval)

2) Analisis Bivariat

Analisis BAnalisis bivariat yang dilakukan terhdap dua variabel yang

diduga berkorelasi atau berhubungan (notoadmodjo, 2012). Dimana

metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik

stastik inferensial, mengunakan uji stastik yang sesuai dengan data yang

didapat.Bila data numeric menggunakan uji korelasi pearson, bila tidak

maka dilakukan uji non parametik yang sesuai,dengan bantuan


59

Komputerisasi.

3) Analisis Multivariat

Analisis multivariate dilakukan untuk mengetahui hubungan lebih dari satu

variabel independen dengan satu variabel dependen. Dalam penelitian ini,

uji multivariate dilakukan dilakukan dengan menggunakanuji regresi

logistik berganda karena variabel dependen berupa data kategorik. Uji

regresi logistic berganda yang digunakan adlah uji regresi logistic dengan

pemodelan prediksi bertujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari

beberapa variabel independen yang dianggap terbaik untuk memprediksi

kejadian dependen.
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2018). American Diabetes Association (ADA) Standards of Medical Care


in Diabetes: Classification And Diagnosis Of Diabetes. Diabetes Care,
41(Supplement 1), 13–27. https://doi.org/10.2337/dc18-Sint01

Ajzen, I., (1991), The Theory of Planned Behavior, Organizational Behavior and
Human Decision Processes”, 50, 179-211

Ajzen, I., (2001), “Perceived Behavioral Control, Self-efficacy, Locus of Control,


and The Theory of Planned Behavior”, Journal of Applied Social
Psychology, 32 (4), 665-683.

Fernandez, Stefany & Edel E. (2017). Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit
Batang Faloak (Sterculia sp)Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah
Yang Diinduksi Glukosa. Jurnal Info Kesehatan. Di unduh pada hari selasa,
13 Oktober 2020. (19:27)

Isnaini, Nur & Ratnasari. (2018). Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian Diabetes
Tipe Dua. Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan Aisyah, 14 (1), 59-68.

PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia, PERKENI, Jakarta.

Restyana N.R. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Artikel. Medical Faculty. Lampung
University.

Sugianto. 2016. Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Jakarta: Erlangga.

Waris, Lukman M (2015). Kencing Manis (Diabetes Mellitus) di Sulawesi Selatan.


ed Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
61

63
SURAT IJIN PENGAMBILAN DATA AWAL SURAT IJIN
PENGAMBILAN DATA AWAL
62

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth :

Bapak/Ibu/Sdr/i Calon Responden

Di

Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa S1 Ilkmu Keperawatan


STIKes Maranatha Kupang

Nama : Angelmo Fernandes

NIM : 125202717

Permintaan :

Akan mengadakan penelitian dengan judul “Kepatuhan Pengobatan


Pasien Diabetes Melitus Berbasis Theory Of Planned Behavior” penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan tidak akan menimbulkan
akibat buruk bagi Bapak/Ibu/Sdr/i sebagai responden. Kerahasiaan informasi yang
diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk tujuan penelitian.

Apabila Bapak/Ibu/Sdr/i menyetujui maka dengan ini saya mohon


kesediaan responden untuk menandatangani lembaran persetujuan dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan dalam lembaran kuesioner.

Atas perhatian Bapak/Ibu/Sdr/i sebagai responden, saya ucapkan terima


kasih.

Hormat saya

Peneliti,

ANGELMO FERNANDES
63

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Dengan Hormat,

Dengan menandatangani lembar ini, saya:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Menyatakan bersedia untuk menjadi responden pada penelitian yang akan


dilakukan oleh Angelmo Fernandes, mahasiwa Program Studi Ilmu Keperawatan
Stikes Maranatha Kupang yang berjudul “KEPATUHAN PENGOBATAN
PASIEN DIABETES MELITUS BERBASIS THEORY OF PLANNED
BEHAVIOR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIE PANJANG”.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya tanpa
paksaan dari pihak manapun.

Kupang, Maret 2021

(Responden)

DATA DEMOGRAFI
64

Petunjuk :

Berilah tanda cek (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban

anda.

Tanggal pengisian :…………..

1. Usia :

2. Pendidikan terakhir

SD SMP SMA Sarjana

3. Jenis Kelamin

Laki-laki perempuan

4. Pekerjaan :

KUESIONER SIKAP

Petunjuk pengiian:

Berilak tanda cek (√) pada kolom sesuai dengan pilihan dan persepsi anda.
65

- “SS” Jika menurut anda “ SANGAT SETUJU”

- “S” Jika menurut anda “ SETUJU”

- ”TS” Jika menurut anda “TIDAK SETUJU”

- “STS” Jika menurut anda “ SANGAT TIDAK SETUJU”


No Pernyataan SS S TS STSS

1 Bagi saya melakukan pengobatan marupakan hal yang penting

2 Bagi saya melakukan pengobatan merupakan hal yang sangat


membosankan

3 Saya akan memiliki kadar gula darah yang stabil karena


melakukan pengobatan

4 Melakukan pengobatan hanya membuang waktu saya

5 Dengan melakukan pengobatan saya dapat terhindar dari


penyakit komplikasi

6 Saya yakin jika saya mau, saya dapat melakukan pengobatan

7 Saya akan dapat mengembangkan disiplin diri karena melakukan


pengobatan

8 Melakukan pengobatan merupakan hal yang sulit dilakukan

KUESIONER NORMATIF BELIEFS

Petunjuk pengiian:

Berilak tanda cek (√) pada kolom sesuai dengan pilihan dan persepsi anda.

- “SS” Jika menurut anda “ SANGAT SETUJU”

- “S” Jika menurut anda “ SETUJU”

- ”TS” Jika menurut anda “TIDAK SETUJU”

- “STS” Jika menurut anda “ SANGAT TIDAK SETUJU”


66

Kuesioner bagian 1

No Pernyataan STS TS S SS

1 Orang lain (dokter, atau suster, atau keluarga) berfikir


bahwa saya harus melakukan pengobatan

2 Saya akan melakukan pengobatan dan selalu rutin ke


pelayanan kesehatan sesuai anjuran dokter

3 Saya melakukan pengobatan lebih dipengaruhi oleh suasana


hati

4 Dukungan dari keluarga sangat mempengaruhi perilaku


saya dalam melakukan pengobatan

5 Dukungan dari orang lain tidak dapat mempengaruhi saya


untuk melakukan pengobatan

Kuesioner bagian 2

No Pernyataan STS TS S SS

1 Petugas kesehatan sangat mendukung saya alam


melakukan pengobatan

2 Keluarga saya sangat mendukung saya dalam melakukan


pengobatan

3 Teman saya mendukung saya dalam melakukan


pengobatan

4 Fasilitas kesehatan sangat membantu saya dalam


melakukan pengobatan
67

5 Tidak satupun yang disebut diatas mendukung saya dalam


melakukan pengobatan

KUESIONER PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL

Petunjuk pengiian:

Berilak tanda cek (√) pada kolom sesuai dengan pilihan dan persepsi anda.

- “SS” Jika menurut anda “ SANGAT SETUJU”

- “S” Jika menurut anda “ SETUJU”

- ”TS” Jika menurut anda “TIDAK SETUJU”

- “STS” Jika menurut anda “ SANGAT TIDAK SETUJU”


68

Kuesioner bagian 1

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saya tidak pernah merasa malas dalam melakukan


pengobatan

2 Rasa malas tidak menjadi penghalang untuk saya dalam


melakukan pengobatan

3 Tugas dan pekerjaan tidak mejadi penghambat saya dalam


melakukan pengobatan

4 Tidak ada hambatan untuk saya dalam melakukan


pengobatan

5 Program sosialisasi yang dibuat oleh tim kesehatan

merupakan faktor pendorong saya dalam melakukan

pengobatan

Kuesioner bagian 2 Petunjuk

pengiian:

Berilak tanda cek (√) pada kolom sesuai dengan pilihan dan persepsi anda.

- “SK” Jika menurut anda “ SANGAT KECIL”

- “K” Jika menurut anda “ KECIL”

- ”B” Jika menurut anda “BESAR”

- “SB” Jika menurut anda “ SANGAT BESAR”


No Pernyataan SK K B SB

1 Fasilitas sarana dan prasarana yang kurang merupakan


faktor penghambat yang (…) bagi saya dalam melakukan
pengobatan.
69

2 Tugas pekerjaan yang padat merupakan faktor penghambat


yang (…) bagi saya dalam melakukan pengobatan

3 Tidak ada sosialisasi dari pihak kesehatan menjadi


penghambat yang (…) bagi saya dalam melakukan
pengobatan

4 Perasaan malas dan bosan menjadi pengambat yang (…)


bagi saya dalam melakukan pengobatan

5 Kurangnya dukungan dari keluarga menjadi penghambat


yang (…) bagi saya dalam melakukan pengobatan

6 Jarak merupakan penghambat yang (…) bagi saya dalam


melakukan pengobatan

KUESIONER INTENSI

Petunjuk pengiian:

Berilak tanda cek (√) pada kolom sesuai dengan pilihan dan persepsi anda.

- “1” Jika menurut anda “ SANGAT LEMAH”

- “2” Jika menurut anda “ LEMAH”

- ”3” Jika menurut anda “KUAT”

- “4” Jika menurut anda “ SANGAT KUAT”


No Pernyataan 1 2 3 4

1 Saya berniat untuk melakukan pengobatan

2 Saya akan berusaha untuk melakukan pengobatan

3 Saya akan rutin dalam melakukan pengobatan


70

4 Saya berniat untuk mengikuti setiap instruksi dari dokter


dalam melakukan pengobatan

KUESIONER KEPATUHAN PENGOBATAN

Petunjuk : tandai (centang) pada kolom yang sesuai dengan jawaban


No Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah anda kadang-kadang lupa untuk melakukan pengobatan untuk
penyakit diabetes Anda ?

2. Orang kadang-kadang tidak sempat melakukan pengobatan bukan karena


lupa. Selama 2 pekan terakhir ini, pernahkah Anda dengan sengaja tidak
melakukan pengobatan?

3. Pernakah anda mengurangi atau berhenti melakuakan pengobatan tanpa


memberitahu dokter Anda karena Anda merasa kondisi Anda bertambah
parah ketika melakukan pengobatan ?

4. Ketika anda pergi berpergian atau meninggalkan rumah, apakah Anda


kadang-kadang lupa membawa obat Anda ?

5. Apakah kemarin dalam bulan ini anda sudah rutin dalam melakukan
pengobatan ?
71

6. Ketika Anda merasa sehat, apakah Anda juga kadang berhenti melakukan
pengobatan ?

7. Melakukan pengobatan setiap bulanya merupakan hal yang tidak


menyenangkan bagi sebagian orang. Apakah anda pernah merasa terganggu
dengan kewajiban anda terhadap pengobatan yang harus anda jalani ?

8. Seberapa sering anda mengalami kesulitan melakukan pengobatan penyakit


diabetes anda?
a. Tidak pernah/jarang
b. Beberapa kali
c. Kadang kala
d. Sering
e. Selalu
Tulis : Ya (bila memilih: b/c/d/e; Tidak (bila memilih:a)
YAYASAN MARANATHA
NUSA TENGGARA TIMUR
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHASTAN MARANATHA
JLN.KAMP BAJAWA NASIPANAF-BAUMATA BARAT-KAB.KUPANG
Telp/Fax:0380-8552971:admin@Stikesmaranathakupang.ac.id
Website:http//www.stikesmaranathakupang.ac.id

LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI

NAMA :

NIM :

PEMBIMBING I :

NIDN/NUP :
Konsultasi Waktu BAB yang Saran/Catatan Pembimbing Paraf Pembimbing
Ke dikonsultasi
72
73

YAYASAN MARANATHA
NUSA TENGGARA TIMUR
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHASTAN MARANATHA
JLN.KAMP BAJAWA NASIPANAF-BAUMATA BARAT-KAB.KUPANG
Telp/Fax:0380-8552971:admin@Stikesmaranathakupang.ac.id
Website:http//www.stikesmaranathakupang.ac.id

LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI

NAMA :

NIM :

PEMBIMBING II :

NIDN/NUP :

Konsultasi Waktu BAB yang Saran/Catatan Pembimbing Paraf Pembimbing


Ke dikonsultasi
74
75

Anda mungkin juga menyukai