Anda di halaman 1dari 116

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)

DENGAN HIPERTERMI DI RUANG TERATAI ATAS RSUD SIDOARJO

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Profesi Ners di
Program Studi S-1 Keperawatan
Stikes Widyagama Husada Malang

Oleh:

NAMA : ARLING TAMAR DAWORIS


NIM : 2108.14901.324

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah Akhir Profesi Ners ini disetujui untuk dipertahankan
dihadapan Tim Penguji Karya Ilmiah Akhir Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada:

ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF) PADA


ANAK DENGAN MASALAH KEPERAWATAN HIPERTERMI DI RUANG
TERATAI ATAS RSUD SIDOARJO

ARLING TAMAR DAWORIS


NIM. 2108.14901.324

Malang,………………….

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Rozly Zunaedi.,S.Kep.,Ns.,M.Kep) (Frengki Apryanto.,S.Kep.,Ns.,M.Kep)

i
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir Profesi Ners ini disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim
Penguji
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada
Tanggal,……………………

ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF) PADA


ANAK DENGAN MASALAH KEPERAWATAN HIPERTERMI DI RUANG
TERATAI ATAS RSUD SIDOARJO

ARLING TAMAR DAWORIS


NIM : 2108.14901.324

Ari Damayanti W., S.Kep.,Ns.,M. Kep ( )


/ / 2022

Rosly Zunaedi, S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )


/ / 2022

Frengki Apryanto, S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )


/ / 2022

Mengetahui,
Ketua STIKES Widyagama Husada Malang

(Rudy Joegijantoro. Dr.,MMRS)


NIP: 197110152001121006

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Berkat dan
Karunia-Nya sehingga dapat terselesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah Akhir
Profesi Ners dengan judul “Asuhan Keperawatan Dengue Haemorhagic Fever
(Dhf) Pada Anak Dengan Masalah Keperawatan Hipertermi Di Ruang Teratai
Atas Rsud Sidoarjo” sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka
menyelesaikan kuliah di Program Studi Ners Tahap Akademik Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Widyagama Husada Malang.
Dalam Karya Tulis Ilmiah Akhir Profesi Ners ini dijabarkan bagaimana
Asuhan Keperawatan pada pasien anak Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
dengan Hipertermi, sehingga dapat menjadi bahan masukan untuk
masyarakat tentang bagaimana penanganan Hipertermi pada anak dengan
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) dihubungkan dengan Ilmu Keperawatan.
Dalam menyusun proposal ini banyak kekurangan ataupun kesulitan
yang saya hadapi karena keterbatasan kemampuan penulis, oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga
kepada :
1. Bapak Rudy Joegijantoro, dr., MMRS,selaku ketua STIKES Widyagama
Husada Malang yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
menempuh pendidikan di STIKES Widyagama Husada Malang.
2. Bapak Abdul Qodir, S.Kep.,Ners., M.Kep, selaku ketua Prodi
Pendidikan Ners STIKES Widyagama Husada Malang yang telah
memberikan ilmu serta memberikan kesempatan dalam penulisan karya
ilmiah akhir profesi Ners ini.
3. Ibu Ari Damayanti W.,S.Kep.,Ns.,M.Kep penguji utama saya yang telah
memberikan bimbingan petunjuk,koreksi,serta saran sehingga dapat
terwujud tugas Profesi Ners ini.
4. Bapak Rozly Zunaedi.,S.Kep.,Ns.,M.Kep,selaku pembimbing 1 yang telah
memberikan bimbingan petunjuk, koreksi, serta saran sehingga dapat
terwujud tugas Profesi Ners ini.
5. Bapak Frengki Apryanto.,S.Kep.,Ns.,M.Kep,selaku pembimbing 2 yang
telah memberikan bimbingan petunjuk, koreksi, serta saran sehingga
dapat terwujud Karya Tulis Ilmiah Akhir Profesi Ners ini.
6. Kedua orang tua tercinta saya Pak Muda Dangu Wolu dan Ibu Kristina Bili

iii
yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan penuh sehingga Karya
Tulis Ilmiah Akhir Profesi Ners ini dibuat dengan lancar.

Semoga TUHAN memberikan balasan atas segala Dukungan yang


telah diberikan dan semoga karya ini berguna bagi penulis sendiri maupun bagi
pihak yang memanfaatkan.

Malang, Juni 2022

Arling Tamar Daworis

iv
ABSTRAK

Daworis, Tamar Arling. 2022. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan


Hipertermi Di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo. Karya Ilmiah
Akhir.Program Studi Pendidikan Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Widygama Husada Malang. Pembimbing: 1) Rosly Zunaide, S.Kep.,Ners.,
M.Kep 2) Frengky Aprianto ,S.Kep.,Ners.,M.Kep.

Latar Belakang: DHF (Dengue Haemorhagic Fever) adalah penyakit yang


terdapat pada anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam,nyeri
otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama dan apabila
timbul rejatan (flek) angka kematian akan cukup tinggi.
Tujuan : Melakukan asuhan keperawatan pada Anak dengan hipertermi di ruang
Teratai Atas RSUD Sidoarjo.
Metode Penelitian: Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kasus dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan
kuantitatif. Pengumpulan data berdasarkan wawancara, observasi dan
dokumentasi sesuai dengan format asuhan keperawatan maternitas anak.
Hasil : Hasil penelitian yang telah dilakukan di ruang Teratai Atas RSUD
Sidoarjo bulan januari 2022, diperoleh Anak M dan N mengalami masalah
keperawatan Dengue Haemorhagic Fever (DHF) dengan Hipertermi. Pada
klien 1 dengan hipertermi suhu tubuh 38,2°C, sedangan klien 2 dengan
hipertermi suhu tubuh yaitu 38,5 °C.
Kesimpulan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari klien Anak
M dan N suhu tubuhnya stabil dan tidak mengalami penurunan ataupun
kenaikan suhuh tubuh.
Saran : Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi perawat
di rumah sakit dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan yang baik khususnya pada klien Anak dengan
hipertermi.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Anak dengan DHF, Hipertermi.

v
ABSTRACT

Daworis, Tamar Arling. 2022. Nursing Care for Children with Hyperthermia
in the Upper Lotus Room at the Sidoarjo Hospital. Final Scientific Work.
Nursing Education Study Program, Widygama Husada School of Health,
Malang. Advisors: 1) Rosly Zunaide,S.Kep.,Ners.,M.Kep 2) Frengky
Aprianto,S.Kep.,Ners.,M.Kep.

Background: DHF (Dengue Haemorhagic Fever) is a disease that occurs in


children and adults with the main symptoms of fever, muscle and joint pain
which usually worsens after the first 2 days and if seizures occur (flecks) the
mortality rate will be quite high.
Objective: Performing nursing care for children with hyperthermia in the Upper
Lotus Room at the Sidoarjo Hospital.
Research Methods: The approach used in this research is a case study using
qualitative and quantitative descriptive research. Data collection was based on
interviews, observations and documentation in accordance with the format of
child maternity nursing care.
Results: The results of the research that was carried out in the Upper Teratai
Room at the Sidoarjo Hospital in January 2022, it was found that Children M
and N experienced nursing problems with Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
with Hyperthermia. On client 1 with hyperthermia body temperature is 38.2°C,
while client 2 with hyperthermia body temperature is 38.5°C.
Conclusion:After nursing care for 3 days, the client's children, M and N, had a
stable body temperature and did not experience a decrease or increase in body
temperature.
Suggestion:This research is expected to be used as input for nurses in
hospitals in carrying out nursing care actions in order to improve the quality of
good service, especially for children with hyperthermia clients.

References : 26 References (2021-2022)


Keywords : Nursing Care, Children with DHF, Hyperthermia.

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
ABSTRAK............................................................................................................v
ABSTRACT......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii
DAFTAR SINGKATAN......................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................................4
1.4 Manfaat.......................................................................................................4
1.4.1 Bagi klien..............................................................................................4
1.4.2 Bagi Rumah Sakit RSUD Sidoarjo........................................................4
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya......................................................................5
1.4.4 Bagi Stikes Widyagama Husada Malang..............................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
2.1 Definisi........................................................................................................ 6
2.2 Anatomi Fisiologis.......................................................................................6
2.2.1 Anatomi Fisiologi Darah........................................................................6
2.3 Etiologi........................................................................................................ 9
2.4 Patofisiologi...............................................................................................10
2.5 Pathway Dengue Haemorhagic Fever (DHF)............................................11
2.6 Manifestasi Klinis DHF Pada Anak Dengan Masalah Keperawatan
Hipertermi...............................................................................................13
2.7 Klasifikasi DHF..........................................................................................14
2.7.1 Kasifikasi derajat DHF menurut WHO.................................................14
2.8 Cara penularan.........................................................................................14
2.9 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................15

vii
2.10 Penatalaksanaan.....................................................................................16
2.10.1 Penatalaksanaan pada DHF tanpa syok adalah:..............................16
2.10.2 Penatalaksaan Keperawatan............................................................17
2.10.3 Penatalaksanaan Medis....................................................................18
2.11 Konsep Hipertermia dan Kompres Hangat..............................................20
2.11.1 Konsep Hipertermi............................................................................20
2.11.2 Konsep Kompres Hangat..................................................................22
2.12 Konsep Asuhan Keperawatan.................................................................23
2.12.1 Pengkajian........................................................................................23
2.12.2 Analisa data......................................................................................31
2.12.3 Diagnosa Keperawatan.....................................................................31
2.12.4 Rencana Asuhan Keperawatan........................................................32
2.12.5 Pelaksanaan Keperawatan...............................................................39
2.12.6 Rencana Tindakan Keperawatan......................................................40
BAB III METODE PENELITIAN..........................................................................45
3.1 Pendekatan...............................................................................................45
3.2 Batasan Istilah (Definisi Operasional)........................................................45
3.3 Lokasi dan Waktu......................................................................................45
3.4 Subjek Penelitian/Kasus............................................................................45
3.5 Metode Pengumpulan Data.......................................................................46
3.6 Uji Keabsahan Data..................................................................................49
3.7 Analisis Data.............................................................................................50
3.8 Etika Penelitian..........................................................................................51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................53
4.1 Hasil.......................................................................................................... 53
4.1.1 Gambaran umum lokasi pengambilan data.........................................53
4.1.2 Pengkajian..........................................................................................53
4.1.3 Analisa Data.......................................................................................60
4.1.4 Diagnosa Keperawatan.......................................................................63
4.1.5 Intervensi Keperawatan......................................................................63
4.2 Implementasi.............................................................................................68
4.2.1 implementasi Keperawatan.................................................................68
4.2.2 Evaluasi Keperawatan........................................................................71
4.3 Pembahasan.............................................................................................78
4.3.1 Pengkajian..........................................................................................78

viii
4.3.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................................80
4.3.3 Intervensi Keperawatan......................................................................86
4.3.4 Implementasi Keperawatan................................................................91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................95
5.1 Kesimpulan...............................................................................................95
5.1.1 Pengkajian..........................................................................................95
5.1.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................................95
5.1.3 Perencanaan......................................................................................95
5.1.4 Pelaksanaan Tindakan.......................................................................95
5.1.5 Evaluasi..............................................................................................96
5.2 Saran........................................................................................................ 96
5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya....................................................................96
5.2.2 Bagi Perawat Ruangan.......................................................................96
5.2.3 Bagi Klien dan Orang Tua Klien..........................................................96
5.2.4 Bagi Peneliti........................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................97

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 2.1 Derajat DHF........................................................................................10


Tabel 2.2 Derajat DHF........................................................................................14
Tabel 2.3 Keterangan Pemberian Imunisasi Dasar Pada Anak..........................26
Tabel 2.4 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital.........................................................28
Tabel 3.1 Definisi Operasional............................................................................45
Tabel 4.1 Identitas Klien.....................................................................................53
Tabel 4.2 Riwayat Imunisasi...............................................................................55
Tabel 4.3 Perubahan Pola Kesehatan................................................................56
Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik...............................................................................56
Tabel 4.5 Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................59
Tabel 4.6 Daftar Terapi.......................................................................................60
Tabel 4.7 Analisa Data........................................................................................60
Tabel 4.8 Intervensi Keperawatan......................................................................63
Tabel 4.9 Implementasi Keperawatan.................................................................68
Tabel 4.10 Evaluasi Keperawatan Klien 1...........................................................71
Tabel 4.11 Evaluasi Keperawatan Klien 2...........................................................75

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Sel Darah Merah...............................................................................7


Gambar 2.2 Sel Darah Putih.................................................................................8
Gambar 2.3 Trombosit..........................................................................................9

xi
DAFTAR SINGKATAN

DHF : Dengue Haemorhagic Fever


KLB : Kejadian Luar Biasa
DBD : Demam Berdarah
WHO : World Health Organization
DSS : Dengue Syock Syndrome
PCV : Pneumococcal Conjugate Vaccine
EIP : Extrinsic Incubation Period
IIP : Intrinsic Incubation Period
HB : Haemoglobin
TTV : Tanda-Tanda Vital
RL : Ringer Laktat
BB : Berat Badan
KG : Kilo Gram
ML : Mili Liter
CVP : Central Vena Pressure
ICU : Intensive Care Unit
SDKI : Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
SLKI : Standar Luaran Keperawatan Indonesia
SIKI : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
BCG : Bacillus Calmette Guerin
ROM : Range Of Motion

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertermi merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Selain itu
demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas
spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan
terhadap infeksi (Aryanti, 2016). Penyakit ini berkaitan dengan kesehatan
sanitasi makanan,minuman,keadaan air bersih disekitar lingkungan dan pola
hidup masyarakat yang kurang sehat. Anak-anak atau balita biasanya lebih
mudah terpapar bakteri dengue karena imun mereka belum sekuat orang
dewasa dan kurang menjaga kebersihan seperti saat buang air kecil,buang
air besar,mereka membersihkan tangan belum benar dan saat
makan,minum mereka lupa mencuci tangan terlebih dahulu
(Nursalam,2017). Penyakit Dengue Haemorhagic Fever merupakan
penyakit akibat virus Dengue yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Menurut WHO penanganan yang tepat dan cepat yang dapat
direkomendasikan untuk tatalaksana utama demam ialah personal
hygiene,hal ini dilakukan untuk sanitasi dasar lingkungan fisik serta
kurangnya kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. (Depkes
RI,2020).
World Health Organization menyatakan bahwa demam didunia
bisa lebih dari 11-20 juta kasus pertahun yang dapat menyebabkan kurang
lebih antara 128.000-161.000 terjadi kematian tiap tahunnya (WHO 2020).
Kasus terbanyak pada profil keehatan 2020 mengatakan bahwa demam
adalah penyakit terbanyak pada pasien yang ada di rumah sakit yaitu
sebesar 5,13% atau dengan rata-rata 800 per 100.000 penduduk
(Departemen Kesehatan RI,2020). Di Indonesia, angka kejadian demam
berdarah dengue cenderung meningkat dalam 5 (lima) tahun terakhir
berdasar data yang bersumber dari Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI, penderita demam berdarah dengue dapat digambarkan
sebagai berikut pada tahun 2016 sebanyak 59.115 jiwa yang menderita
demam berdarah dengue dengan jumlah penderita yang meninggal dunia
2

sebanyak 325 jiwa, tahun 2017 sebesar 65.725 jiwa (angka kesakitan =
27,67 per 100.000 penduduk), tahun 2018 sebesar 90.245 jiwa dengan
angka mortalitas mencapai 816 jiwa (angka kesakitan = 37,11 per 100.000
penduduk dan angka kematian = 0,90 %), tahun 2019 sebesar 112.511 jiwa
dengan angka kematian sebesar 871 jiwa (angka kesakitan = 45,85 per
100.000 penduduk dan angka kematian = 0,77 %) dengan demikian terjadi
kenaikan angka kejadian demam berdarah dengue setiap tahunnya.
(WHO,2020). Selama bulan Januari 2020 di Propinsi Jawa Timur kejadian
luar biasa demam berdarah dengue terjadi di 37 kabupaten / kota dengan
total jumlah kasus sebanyak 3.136 kasus demam berdarah dengue dan
angka kematian sebanyak 52 kasus. Di RSUD Sidoarjo pada tahun 2020
didapatkan 350 pasien DBD yang dirawat dan pada tahun 2021 sampai
bulan desember sebanyak 570 penderita DBD yang dirawat di RSUD
Sidoarjo. Survei awal yang di lakukan diruangan Anak Teratai Atas RSUD
Sidoarjo pada tanggal 20 februari ditemukan bahwa dari 13 anak yang
dirawat, terdapat 2 kasus anak dengan Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
yang mengalami Hipertermi dan sedang menjalani perawatan diruangan
anak teratai atas RSUD Sidoarjo. Demam pada manifestasi klinis DHF
terdapat ciri khas yaitu demam pelana kuda artinya demam hari ke 2-3,
demam naik tinggi hari ke 4-5 demam turun dan hari ke 6-7 demam naik
kembali.
Menurut peneliti terdahulu hasil wawancara awal pada penderita
yang mengalami demam didapati mereka kurang memperhatikan kebersihan
diri mereka sendiri seperti tidak mencuci tangan setelah buang air
besar,tidak mencuci tangan setelah makan dan sering makan diluar rumah.
(Manampiring,2014). Gigitan nyamuk aedes yang kemudian racun masuk
melalui aliran darah, badan menjadi panas akibat toksin yang dikelola oleh
nyamuk, akibat toksin tersebut hipotalamus tidak bisa mengontrol yang
akhirnya menjadi panas tinggi atau demam. Efek dari demam dengue
tersebut yaitu demam akut disertai nyeri kepala, nyeri belakang mata,
perdarahan, leucopenia. (Rusdianto 2016). Dari hasil penelitian sebelumnya
dapat dilihat bahwa semakin tinggi pengetahuan tentang penyakit demam
maka upaya pencegahan akan semakin meningkat. Dalam hal ini
pengetahuan merupakan salah satu pendorong seseorang tentang penyakit
demam dan bahaya yang ditimbulkan partisipasi masyarakat akan tinggi
3

dalam upaya pengendalian penyakit demam. Akan tetapi tinggi pengetahuan


masyarakat tentang penyakit demam itu tidak cukup bila tidak diiringi
dengan tindalkan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebab bila
individu hanya mengetahui tetapi tidak punya kemauan untuk hidup sehat
dan bersih akan sia-sia. (Dinkes,2020). Menurut Ryanto,2020 mengatakan
factor perilaku dasar antara lain mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan,mencuci tangan dengan sabun setelah BAB,mencuci bahan
makanan mentah sebelum dikonsumsi dan memberi makan anak diluar
dirumah.
Peran perawat pada asuhan keperawatan pada pasien anak DHF
dengan masalah keperawatan hipertermi adalah berikan kompres hangat
pada anak. Kompres hangat adalah melapisi permukaan kulit dengan
handuk yang telah dibasahi air hangat dengan temperatur maksimal 43°C.
Lokasi kulit tempat mengompres biasanya di wajah, leher, dan tangan.
Kompres hangat pada kulit dapat menghambat tubuh menjadi menggigil dan
dampak metabolik yang ditimbulkannya. (Rusdianto, 2016). Selain itu,
kompres hangat juga menginduksi vasodilatasi perifer, sehingga
meningkatkan pengeluaran panas tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa
pemberian terapi demam kombinasi antara antipiretik dan kompres hangat
lebih efektif dibandingkan antipiretik saja, selain itu juga mengurangi rasa
tidak nyaman akibat gejala demam yang dirasakan. Pemakaian antipiretik
dan kompres hangat memiliki proses yang tidak berlawanan dalam
menurunkan temperatur tubuh. Oleh karena itu, pemakaian kombinasi
keduanya dianjurkan pada tatalaksana demam yaitu anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian tipis dan yang dapat menyerap keringat, anjurkan
pasien untuk minum sedikit-sedikit tapi sering sesuai kebutuhan cairan
sehari – hari observasi TTV tiap 4 jam, kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian antipiretik. (Nursalam,2019). Solusi awal yang tepat untuk
dilakukan orang tua saat dirumah terhadap anaknya adalah dengan
memberikan edukasi kebersihan pribadi atau personal hygiene pada orang
tua maupun anak sehingga dapat mengurangi penyebaran penyakit,tindakan
awal yang bisa dilakukan adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan (Nursalam,2017). Hal tersebut seiringan dengan yang diterapkan di
RSUD Sidoarjo dengan memberikan edukasi pada orang tua mengenai
pentingnya menjaga pola hidup sehat dan bersih. (Baroroh,2015).
4

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian dengan judul”Asuhan Keperawatan Pada Anak DHF dengan
Masalah keperawatan Hipertemi” di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan Anak Dengue Haemorhagic Fever
dengan hipertermi di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan keperawatan Anak Dengue Hemorhagic
Fever dengan hipertermi di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada anak yang mengalami
DHF dengan hipertermi di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo.
b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada anak yang mengalami
DHF dengan Hipertermi di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo.
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada anak yang mengalami
DHF dengan Hipertermi di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada anak yang mengalami
DHF dengan Hipertermi di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada anak yang mengalami
DHF dengan Hipertermi di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi klien
Hasil penelitian dapat membantu mengatasi masalah keperawatan
hipertermi yang dihadapi pasien serta keluarga dan meningkatkan
kesehatan bagi pasien serta memberikan pengertian dan wawasan
pada keluarga pasien tentang penyakit Dengue Hemorhagic Fever.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit RSUD Sidoarjo
Hasil penelitian memberikan bahan masukan dan evaluasi pada
dasar ilmiah praktik keperawatan guna menentukan keefektifan
intervensi dan asuhan keperawatan secara komprehensif terutama
5

peran perawat dengan memberikan asuhan keperawatan yang harus


sesuai dengan Standar Operasional Prosedur.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat meningkatkan wawasan pengetahuan dan
melatih kemampuan diri dalam memberikan asuhan keperawatan yang
tepat pada penderita Dengue Hemorhagic Fever dengan masalah
keperawatan hipertermi.
1.4.4 Bagi Stikes Widyagama Husada Malang
Dengan asuhan keperawatan pada anak Dengue Haemorhagic
fever (DHF) ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam
preses pembelajaran, khususnya dibidang keperawatan yang
berhubungan dengan anak DHF dengan Hipertermi di Ruang Teratai
Atas RSUD RSUD Sidoarjo
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.
2.1 Definisi
DHF (Dengue Haemorhagic Fever) adalah penyakit yang terdapat
pada anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam,nyeri otot
dan sendi yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama dan apabila
timbul rejatan (flek) angka kematian akan cukup tinggi (Ridha,2014).
DHF (dengue haemorhagic fever) merupakan suatu penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dan termasuk golongan Abovirus
(arthropod-borne virus) yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegepty dan
Aedes Albopictus yang disebarkan secara cepat (marni, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO), Dengue Hemmorhagic
Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit
yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi salah satu dari
empat tipe virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diathesis hemoragik (WHO, 2013). Terdapat tiga tahapan yang dialami
penderita penyakit DBD, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan
(WHO,2013).

2.2 Anatomi Fisiologis


2.2.1 Anatomi Fisiologi Darah
1.
1.1.
1.1.1.
2.2.1.1 Eritrosit atau sel darah merah
Sel darah merah atau eritrosit berupa cakram kecil
bikonkaf, cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari
samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling
bertolak belakang. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat
5.000.000 sel darah, kalau dilihat satu per satu warnanya
kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar kelihatan merah
dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas

6
7

pembungkus luar atau stroma, berisi masa hemoglobin


(Pearce, 2011). Sel darah merah memerlukan protein karena
strukturnya terbentuk dari asam amino. Sel darah merah juga
memerlukan zat besi, sehingga untuk membentuk
penggantinya diperlukan diet seimbang yang berisi zat besi. Sel
darah merah dibentuk dalam sumsum tulang, terutama dari
tulang pendek, pipih, dan tak beraturan, dari jaringan kanselus
pada ujung tulang pipa, dari sumsum dalam batang iga-iga, dan
dari sternum. Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang
melalui berbagai tahap: mula-mula besar dan berisi nukleus,
tetapi tidak ada hemoglobin, kemudian dimuati hemoglobin dan
akhirnya kehilangan nukleusnya, kemudian baru diedarkan
kedalam sirkulasi darah (Pearce, 2011).

Gambar 2.1 Sel Darah Merah

Sumber: Pearce (2011)

2.2.1.2 Leukosit atau sel darah putih


Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna,
bentuknya lebih besar daripada sel darah merah, tetapi
jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap milimeter kubik darah
terdapat 6.000 sampai 10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih
(Pearce, 2011).
Granulosit atau sel polimorfonuklear merupakan hampir
75% dari seluruh jumlah sel darah putih. Granulosit terbentuk
dalam sumsum merah tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus
yang berbelah banyak dan protoplasmanya berbulir, sehingga
disebut sel berbulir atau granulosit. Limfosit membentuk 25%
dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini dibentuk didalam
kelenjar limfe dan dalam sumsum tulang. Sel ini nongranuler
8

dan tidak memiliki kemampuan bergerak seperti amuba. Sel ini


dibagi lagi dalam limfosit kecil dan besar. Selain itu ada
sejumlah kecil sel yang berukuran lebih besar (kira-kira
sebanyak 5%) yang disebut monosit. Sel ini mampu
mengadakan gerakan amuboid dan mempunyai sifat fagosit
(pemakan).
Gambar 2.2 Sel Darah Putih

Sumber: Pearce (2011)

2.2.1.3 Trombosit Atau Butir Pembeku


Trombosit adalah sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel
darah merah. Terdapat 300.000 trombosit dalam setiap
milimeter kubik darah. Peranannya penting dalam
penggumpalan darah (Pearce, 2011). Plasma darah adalah
cairan berwarna kuning yang dalam reaksi bersifat sedikit alkali.
Fungsi plasma bekerja sebagai medium (perantara) untuk
penyaluran makanan, mineral, lemak, glukosa, dan asam amino
ke jaringan dan merupakan medium untuk mengangkat bahan
buangan: urea, asam urat, dan sebagian dari karbon dioksida.
Protein plasma Albumin dalam keadaan normal terdapat 3
sampai 5g albumin dalam setiap 100ml darah. Apabila
ditumpahkan, darah cepat menjadi lekat dan segera mengendap
sebagai zat kental berwarna merah. Jeli atau gumpalan itu
mengerut dan keluarlah cairan bening berwarna kuning jerami.
Cairan ini disebut serum. Apabila darah yang tumpah diperiksa
dengan mikroskop, akan kelihatan benang-benang fibrin yang
tak dapat larut. Benang-benang ini terbentuk dari fibrinogen
dalam plasma oleh kerja trombin. Benang-benang ini menjerat
sel darah dan bersama-sama dengannya membentuk gumpalan.
Apabila darah yang tumpah dikumpulkan dalam tabung reaksi,
gumpalan itu akan terapung-apung dalam serum (Pearce,
9

2011). Penggumpalan darah adalah proses yang majemuk, dan


berbagai faktor diperlukan untuk melaksanakan itu. Trombin
adalah alat dalam mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin.
Trombin tidak ada dalam darah normal yang masih dalam
pembuluh, yang ada adalah zat pendahulunya, protrombin, yang
kemudian diubah menjadi zat aktif trombin oleh kerja
trombokinase. Trombokinase atau tromboplastin adalah zat
penggerak yang dilepaskan ke darah di tempat yang luka,
terutama tromboplastin terbentuk karena terjadinya kerusakan
pada trombosit, yang selama ada garam kalsium dalam darah,
akan mengubah protrombin menjadi trombin sehingga terjadi
penggumpalan darah. Untuk menghasilkan penggumpalan,
diperlukan empat faktor: garam kalsium yang dalam keadaan
normal ada dalam darah, sel yang terluka yang membebaskan
trombokinase, trombin yang terbentuk dari protrombin apabila
ada trombokinase, dan fibrin yang terbentuk dari fibrinogen
disamping trombin. Secara klinis trombus adalah penggumpalan
yang terbentuk dalam sirkulasi darah. Keadaan adanya trombus
disebut trombosis. Apabila sebagian gumpalan itu lepas dan
masuk sirkulasi darah disebut embolus. (Pearce, 2011).

Gambar 2.3 Trombosit

Sumber: Pearce (2011)

2.3 Etiologi
Virus dengue dibawa oleh nyamuk aedes agypty (betina) sebagai vector
ketubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali
dapat memberi gejala sebagai dengue fever dengan gejala utama demam,
nyeri otot/sendi (Ridha, 2014).
10

Tabel 2.1 Derajat DHF

Kelas Gejala Laboratorium


1 (DENI) Sakit kepala,nyeri retro- Trombositopenia≤
orbital,myalgia,arthralgia ditambah tes 100.000/ul,hematokrit meningkat ≥
tourniquet positif 20%
2 (DENI) Tanda-tanda diatas ditambah Trombositopenia
pendarahan spontan ≤100.000/ul,hematokrit meningkat
≥20%
3 (DENI) Tanda-tanda diatas ditambah Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (nadi ≤100.000/ul,hematokrit meningkat
lemah,hipotensi,gelisah) ≥20%
4 (DENI) Tanda-tanda diatas dengan tekanan Trombositopenia
darah dan nadi tidak terdeteksi ≤100.000/ul,hematokrit meningkat
≥20%
Sumber: Ridha,2014

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran
plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume
plasma menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post mortem
meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. (Rusdianta,
2016).
Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang
biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia
yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik
humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan
anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi
sekunder kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat. Antibodi terhadap
virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang
setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi
IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi
primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar
11

demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat
pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat
ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima,
diagnosis (Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2013).

2.5 Pathway Dengue Haemorhagic Fever (DHF)


Inveksi Virus Dengue
Beredar Dalam
Arbovirus (melalui (Viremia)
nyamuk aedes aegepty Darah

Membentuk &
Meningkatnya PGE 2 Mengaktifkan
Melepaskan Zat C3a,
Di Hipotalamus Sistem
C5a

Peningkatan
Permeabilitas Membran
Hipertermi Reabsorpsi Na dan
Meningkat
H2O

Agresif Kerusakan Endotel Resiko Syok


Trombosit Pembuluh Darah Hipovolemik

Trombositopeni
Merangsang &
Mengaktivasi Faktor Renjatan Hipovolemik
& Hipotensi
Pembekuan

DIC Kebocoran Plasma

Perdarahan
Resiko Perdarahan

Perfusi perifer
Asidosis Metabolik
Tidak Efektif

Resiko Syok
(Hipovolemik)
Hipoksia Jaringan

Kekurangan Volume Cairan


12

Paru-paru Hematomegali Abdomen

Efusi Pleura Penekanan Intra Abdomen Asites & Mual Muntah

Nyeri
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tu
Ketidakefektifan Pola Nafas
13

2.6 Manifestasi Klinis DHF Pada Anak Dengan Masalah Keperawatan


Hipertermi
Menurut Mami (2016), manifestasi klinis DHF pada anak di antaranya
sebagai berikut:
a. Demam tinggi mendadak yang edapat mencapai 400c atau lebih dan
kadang disertai dengan kejang demam,sakit kepala.
b. Nyeri kepala
c. Demam tinggi 2-7 hari ( 1-3 hari demam naik, hari ke 4-5 demam turun
dan hari ke 6-7 demam naik kembali)
d. Wajah tampak kemerahan akibat demam
e. Uji tourniket positif > 20
f. Trombositopenia < 100.000/ul
Menurut Misnadiarly (2009), tanda gejala DHF meliputi:
a. Manifestasi klinis infeksi virus dengue pada manusia sangat bervariasi.
Spektrum variasinya begitu luas mulai dari asimtomatik, demam ringan
yang tidak spesifik, demam dengue, demam berdarah dengue, hingga
yang paling berat yaitu Dengue Syock Syndrome (DSS).
b. Kriteria klinis
c. Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas, berlangsung terus
menerus, selama 1-7 hari.
d. Uji tourniquet positif.
e. Trombositopenia.
f. Mual dan tidak nafsu makan.
g. Ptakie, ekimosis, purpura.
h. Perdarahan mukosa, epitaksis, perdarahan gusi.
i. Hematemesis dan melena.
j. Pembesaran hati (hepatomegali).
k. Manifestasi shock atau renjatan.
Komplikasi
a. Ensefalopati
b. Kerusakan hati
c. Kerusakan otak
d. Kejang
e. Syok
(Soedarto, 2012)
14

2.7 Klasifikasi DHF


2.7.1 Kasifikasi derajat DHF menurut WHO
Tabel 2.2 Derajat DHF

Kelas Gejala Laboratorium

Derajat 1 Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


pendarahan uji tourniquet positif.
Derajat 2 Derajat 1 disertai pendarahan spontan dikulit dan/pendarahan lain.
Derajat 3 Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi,yaitu nadi cepat dan
lembut,tekanan darah menurun (<20 mmHg) atau hipotensi
disertai kulit dingin,lembab,dan pasien biasanya menjadi gelisah.
Derajat 4 Syok berat,nadi tidak teraba,dan tekanan darah tidak dapat diukur
Sumber: Nanda,(2015)

a. Pada kasus DHF yang dijadikan pemeriksaan penunjang yaitu


menggunakan darah atau disebut lebserial yang terdiri dari
hemoglobin,PCV,dan trombosit. Pemeriksaan menunjukkan adanya
tropositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hematoksit sebanyak
20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematoksit pada massa
konvaselen.
b. Air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
c. Sumsum tulang pada awal sakit biasanya hiposeluler,kemudian
menjadi hiperseluler pada hari kelima dengan gangguan maturasi dan
pada hari kesepuluh sudah kembali normal untuk semua system.
(Mami. 2016).

2.8 Cara penularan


Terdapat tiga factor yang memgang peranan pada penularan infeksi virus
dengue,yaitu mausia,virus dan vector perantara. Virus dengue ditularkan
pada manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti, Aedes Albopictus,
Aedespolynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan
virus ini,merupakan vector yang kurang berperan. Aedes tersebut
mengandung virus dengue pada saat manggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kalenjar liur berkembang
biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus
dapat masuk dan berkembang biak didalam tubuh nyamuk tersebut akan
15

dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif) (Sukohar, 2014). Dalam


tubuh manusia,virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia
kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul (Sukohar, 2014).

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Susalaningrum,(2013) pada pemeriksaan darah pasien DHF
akan dijumpai sebagai berikut:
1.1
1.2
a. Hb dan PCV meningkat (>20%).
b. Trombosite (<100.000).
c. IgD degue positif.
d. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan hipoproteinemia,
hipokloremia, hiponateremia.
e. Urin dan pH darah mungkin meningkat.
f. Asidosis metabolic: pCO2< 35-40 mmHg HCO3 rendah.
Untuk memastikan seseorang terkena DBD melalui tes sederhana ini
Tourniquet atau dikenal dengan Rumpel-Leede (Kerapuhan kapiler tes atau
tes kerapuhan kapiler) atau disebut tes Petechiae.
1. Persiapan
Pasien dalam posisi tenang. Pasien anak sebaiknya dalam
keadaan rileks dan tidak rewel atau menangis.
Manset diletakkan pada lengan bagian atas. Ukuran manset harus
sesuai dengan ukuran lengan pasien. Manset dewasa tidak boleh
digunakan untuk melakukan pemeriksaan pada anak. Manset
pemeriksaan harus dapat menutupi 2/3 lengan atas pasien.
2. Peralatan
Peralatan yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan Rumpel Leede
test adalah:
 Tensimeter dengan manset yang tidak bocor, serta dengan
ukuran yang sesuai dengan lengan pasien.
 Ukuran manset harus dapat menutupi 2/3 lengan pasien.
16

 Stetoskop
 Jam
 Penggaris dan spidol untuk memberi tanda daerah
penghitungan petekie yang timbul
3. Posisi pasien
 Tes Rumpel Leede dapat dilakukan pada posisi berbaring atau
duduk
4. Prosedur
Tindakan tes Rumpel Leede dilakukan dengan cara:
 Melakukan pengukuran tekanan darah pasien dan dicatat
 Nilai tekanan sistolik dan diastolik ditambahkan dan dibagi dua.
Misalnya jika tekanan darah 100/70 mmHg, maka
(100+70)÷2=85 mmHg
 darah selama 5 menit. Bila pengukuran dihentikan sebelum 5
menit, misalnya karena dianggap terlalu lama atau dihentikan
karena anak rewel akibat kesakitan, hasil tes tidak dapat
dijadikan acuan karena dianggap tidak akurat Kemudian
diberikan tekanan sesuai jumlah yang didapat dari
penghitungan, menggunakan manset alat pengukur tekanan.
 Manset kemudian dikempeskan kembali dan tunggu hasil
pemeriksaan selama 2 menit. Bila jumlah petekie sudah
dihitung sebelum 2 menit dikhawatirkan hasil pengukuran tidak
akurat.
 Pemeriksaan dilanjutkan dengan menghitung jumlah petekie
dibawah fossa antecubiti.
 Pemeriksaan dinyatakan positif bila ditemukan 10 atau lebih
petekie dalam area dengan diameter 2,5 cm.
 Bila dalam 10 menit terbendung lebih dari 10-20 bintik dapat
dipastikan 80% positif terkena Demam Berdarah Dengue
(DBD). (Susalaningrum,2013).

2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Penatalaksanaan pada DHF tanpa syok adalah:
17

a. Berikan kompres hangat pada anak. Kompres hangat adalah


melapisi permukaan kulit dengan handuk yang telah dibasahi air
hangat dengan temperature maksimal 43°c.
b. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis dan yang
dapat menyerap keringat.
c. Anjurkan klien untuk minum sedikit-sedikit tapi sering sesuai
kebutuhan cairan sehari-hari .
d. Observasi TTV tiap 4 jam (suhu,nadi,respirasi)
e. Lakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan atau rumah sakit
untuk penanganan lebih lanjut jika demam stabil di atas 37,5°c
(Wilkhinson,2011).
2.10.2 Penatalaksaan Keperawatan
a. Perawatan pasien DBD derajat 1
Pasien perlu istirahat mutlak, observasi tanda vital setiap 3
jam (terutama tekanan darah dan nadi), periksa Ht, Hb, dan
trombosit secara periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5 – 2
liter dalam 24 jam. (Wilkhinson,2011).
b. Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang
dirawat sudah dalam keadaan lemah, malas minum (gejala klinis
derajat 1 ditambah adanya perdarahan spontan) dan tidak jarang
setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh
kedalam keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien
segera dipasang infus sebab jika sudah terjadi renjatan vena-
vena sudah menjadi kolaps sehingga susah untuk memasang
infus. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit dan
hemoglobin, serta trombosit seperti derajat I, dan harus
diperhatikan gejala-gejala renjatan seperti nadi menjadi kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, anuria atau anak mengeluh sakit
perut dan lain sebagainya. Apabila pasien derajat II ini setelah
dirawat selama 2 hari keadaan membaik yang ditandai dengan
tekanan darah yang normal, nadi, suhu, dan pernafasan juga
baik, infus yang satu dibuka yang lainnya dipertahankan sampai
24 jam lagi sambil diobservasi. Jika keadaan umumnya tetap
baik, tanda vital, serta Ht dan Hb sudah normal dan stabil infus
18

dibuka. Biasanya pasien sudah mau makan dan diperbolehkan


pulang dengan pesan untuk datang kontrol setelah 1 minggu
kemudian. (Wilkhinson,2011).
c. Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)
Masalah utama adalah akibat kebocoran plasma yang
pada pasien DSS ini mecapai puncaknya dengan ditemuinya
tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena
menjadi kental sehingga memengaruhi curah jantung dan
menyebabkan gangguan saraf pusat. Terjadi gangguan sistem
pernafasan berupa asidosis metabolik dan dyspnea karena
adanya cairan didalam rongga pleura. Pertolongan yang utama
adalah mengganti plasma yang keluar dengan memberikan
cairan dan elektrolit (biasanya diberikan Ringer Laktat) dengan
cara memberikan diguyur adalah dengan kecepatan tetesan
20ml/kg BB/jam. Darah kehilangan plasma maka alirannya
menjadi sangat lambat (darah menjadi sangat kental), untuk
melancarkan aliran darah tersebut klem infus dibuka tetapi
biasanya tetap tidak berjalan lancar dan tetesan masih juga
lambat. Untuk membantu kelancaran tetesan infus tersebut
dimasukan cairan secara paksa dengan menggunakan spuit 20 –
30cc sebanyak 100-200ml melalui selang infus, dengan cara ini
dapat membantu kelancaran darah dan tetesan akan menjadi
cepat, selanjutnya diatur sesuai kebutuhan pada saat itu.
(Wilkhinson,2011).
2.10.3 Penatalaksanaan Medis
a. DBD tanpa rejatan
Pada pasien ini perlu diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2liter
dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila
mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum sedikit demi
sedikit dan orang tua yang menunggu dilibatkan dalam kegiatan
ini. Apabila anak tidak mau minum sesuai yang dianjurkan tidak
dibenarkan pemasangan sonde karena resiko merangsang
terjadinya perdarahan. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan
obat antipiretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang-kejang
diberi luminal atau antikonvulsan lainnya. Luminal diberikan
19

dengan dosis: anak umur < 1 tahun 50mg IM, anak > 1 tahun
75mg. Apabila 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan
lagi dengan dosis 3mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun diberi 50mg,
dan dibawah 1 tahun 30mg, dengan memperhatikan adanya
depresi fungsi vital. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa
renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat
diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi atau
hematokrit yang cenderung meningkat. (Ngastiyah, 2012).
b. DBD disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera
dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat
kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya Ringer
Laktat. Apabila pemberian cairan tersebut tidak ada respons
diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20-30
ml/kg BB. Pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus
diguyur dengan cara membuka klem infus, tetapi karena
biasanya vena-vena telah kolaps sehingga kecepatan tetesan
tidak mencapai yang diharapkan makan untuk mengatasinya
dimasukan cairan secara paksa dengan spuit dimasukkan cairan
sebanyak 100-200 ml, baru kemudian diguyur. Apabila renjatan
telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi cukup
besar, tekanan sistolik 80 mmHg/lebih, kecepatan tetesan
dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Mengingat kebocoran
plasma biasanya berlangsung 24-48 jam, maka pemberian infus
dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupun tanda-tanda vital
telah baik, karena hematokrit merupakan indeks yang terpercaya
dalam menentukan kebocoran plasma, maka pemeriksaan
diberikan sesuai dengan keadaan gejala klinis dan nilai
hematokrit. Pada pasien dengan renjatan berat atau renjatan
berulang perlu dipasang CVP (Central Vena Pressure) atau
pengaturan tekanan vena sentral untuk mengukur tekanan vena
sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya
pasien dirawat di ICU (Ngastiyah, 2012).
20

2.11 Konsep Hipertermia dan Kompres Hangat


2.11.1 Konsep Hipertermi
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun
mengurangi produksi panas. Hipertermia terjadi karena adanya
ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi
produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu
tubuh. Hipertermia tidak berbahaya jika dibawah 39,0 ˚C. Selain
adanya tanda klinis, penentuan hipertermia juga didasarkan pada
pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan
dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut (Potter & Perry,
2014). Menurut Boyd (2015) Hipertermia yaitu suhu tubuh yang
sangat jauh di atas normal (41°C) dan dapat menyebabkan kejang.
Menurut SDKI (2016) penyebab hipertermia yaitu dehidrasi,terpapar
lingkungan panas, proses penyakit (mis.infeksi,kanker),
ketidaksesuaian pakaian dengan lingkungan, peningkatan laju
metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan, dan penggunaan
inkubator. Hipertermia pada klien DHF disebabkan oleh virus dengue
yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes (Mumpuni, 2016). Hipertermia terdiri dari gejala tanda
mayor, dan gejala dan tanda minor. Adapun gejala tanda mayor, dan
gejala dan tanda minor, yaitu : (wong,2015)
2.11.1.1 Gejala dan Tanda Mayor
Suhu tubuh di atas nilai normal: Suhu tubuh di atas nilai
normal yaitu > 37,8°C (100°F) per oral atau 38,8°C (101°F)
per rektal.
2.11.1.2 Gejala dan Tanda Minor
1. Kulit merah : Kulit merah dan terdapat bintik-bintik merah
(ptakie).
2. Kejang : Kejang merupakan suatu kondisi di mana otot-otot
tubuh berkontraksi secara tidak terkendali akibat dari
adanya peningkatan temperatur yang tinggi.
3. Takikardia : Takikardia adalah suatu kondisi yang
menggambarkan di mana denyut jantung yang lebih cepat
dari pada denyut jantung normal.
21

4. Takipnea : Takipnea adalah suatu kondisi yang


mengambarkan di mana pernapasan yang cepat dan
dangkal.
5. Kulit terasa hangat : Kulit dapat terasa hangat terjadi
karena adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga kulit
menjadi hangat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Asuhan keperawatan yang dapat di berikan kepada
penderita DHF yaitu sesuai dengan masalah yang di alami oleh
pasien, masalah yang sering muncul pada penderita DHF yaitu
peningkatan suhu tubuh karena virus dengue masuk dalam tubuh
dan mengacaukan termoregulasi pada hipotalamus. Untuk
mengantisipasi terjadinya syok karena terjadi kebocoran dan
kehilangan plasma yang hebat, maka peningkatan suhu tubuh harus
segera di turunkan.Dengan turunnya suhu tubuh pada pasien, maka
pasien tidak akan mengalami syok karena tidak terdapat
perembesan / kebocoran plasma pada tubuh pasien yang di
sebabkan oleh virus dengue. (Sodikin, 2012). Pengukuran fisiologis
merupakan kunci untuk mengevaluasi status fisik dan funsi vital,
salah satunya pengukuran suhu tubuh. Pengukuran suhu aksila
dianjurkan untuk anak yang sangat menolak untuk dilakukan
pengukuran suhu melalui rektal tetapi juga tidak mungkin dilakukan
pengukuran suhu melalui oral. Memiliki keuntungan yaitu
menghindari prosedur invasif dan menghilangkan resiko perforasi
rektal dan kemungkinan terjadinya peritonitis. Dapat dipengaruhi
oleh perfusi perifer yang buruk (menurunkan nilai pengukuran) atau
penggunaan lampu penghangat.(Wong, 2015). Pengukuran suhu
aksila dapat dilakukan dengan meletakkan termometer di bawah
lengan dengan bagian ujungnya berada di tengah aksila, dan jaga
agar menempel pada kulit, bukan pada pakaian, pegang lengan
anak dengan lembut agar tetap tertutup (Wong, 2008). Prosedur
pemeriksaan suhu aksila dimulai dari menutup daerah sekeliling
klien untuk menjaga privasi klien. Kemudian tempatkan klien dalam
posisi terlentang atau duduk. Bersihkan termometer dari bawah ke
atas dan pegang termometer di ujung atas termometer (untuk
mengurangi kontaminasi). Turunkan batas angka pada thermometer
22

hingga menunjukkan angka 35°C dengan cara menggoyang-


goyangkan termometer.Posisi termometer saat membaca angka
adalah sejajar dengan mata (untuk mencegah kesalahan dalam
pengukuran). Buka baju klien untuk memudahkan meletakkan
termometer. Keringkan ketiak klien dengan tisu,hal ini dapat
dilakukan oleh klien sendiri (keringat dapat mengakibatkan ketidak
akuratan dari pengukuran sebenarnya). Letakkan termometer di
bawah pusat ketiak dan tangan disilangkan (agar termometer
menyentuh pembuluh darah ketiak). Tahan thermometer 5 sampai
dengan 10 menit.Angkat termometer dan bersihkan termometer dari
atas ke bawah. Baca termometer sejajar dengan mata. Bersihkan
termometer dan masukkan kembali ke tempatnya dan terakhir cuci
tangan. (Tambuan & Kasim, 2011).

2.11.2 Konsep Kompres Hangat


Kompres hangat merupakan tindakan non farmokologis untuk
penurunan suhu tubuh atau demam dengan cara membasahi kain
atau handuk kecil dengan air hangat dicelupkan sekitar 10-15 menit
dan ganti handuk kompres tiap 5 menit sekali. Kemudian kompreskan
pada daerah seperti dahi,axila atau yang memiliki pembuluh darah
besar hingga anak dapat merasakan nyaman pada saat demam.
Untuk handuk kecil yang digunakan yang berbahan katun,karena kain
katun dapat cepat meresap air hangat. Suhu air yang digunakan
adalah 40-45°C karena kalau terlalu panas maka akan menimbulkan
luka bakar. Fungsi utamanya adalah: untuk membuka pori-pori dan
melebarkan pembuluh darah yang ke sel dan jaringan tubuh menjadi
lancar dan membantu melepaskan yang namanya panas tubuh yang
lebih efektif. (Wardyah,2016). Menurut Suryaningsih (2012)
mengatakan bahwa kompres yang efektif yaitu kompres di samping
leher, ketiak, lipat paha, dan belakang lutut yang pembuluh darahnya
besar agar suhu tubuh kembali dibawah 37,5 derajat celcius. Cara
kompres seperti ini benar bila dilakukan dengan air hangat, karena air
hangat membantu pembuluh darah tepi dikulit melebar hingga pori-
pori jadi terbuka yang selanjutnya memudahkan pengeluaran panas
dari dalam tubuh. Selain itu kompres juga bertujuan menurunkan
23

suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu diharapkan terjadi lewat


panas tubuh yang digunakan untuk menguapkan air pada kain
kompres (Potter & Perry, 2014). Hasil penelitian sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh oleh Tamsuri (2013) yang menyatakan
daerah ketiak atau axilla terdapat vena besar yang memiliki
kemampuan proses vasodilatasi yang sangat baik dalam
menurunkan suhu tubuh dan sangat dekat dengan otak yang
merupakan tempat terdapatnya sensor pengatur suhu tubuh yaitu
hipotalamus. Menurut Guyton dan Hall (2014) menyatakan kompres
hangat di daerah axilla cukup efektif karena adanya proses
vasodilatasi. Pemberian kompres hangat didaerah axilla lebih baik
karena reseptor yang memberi sinyal ke hipotalamus lebih banyak
dan pada daerah axilla banyak terdapat pembuluh darah besar dan
banyak terdapat kelenjar apokrin (Corwin, 2014)).

2.12 Konsep Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan
masalah yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan
asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2014). Proses keperawatan terdiri
dari lima tahap, yaitu: pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
2.12.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Bararah &
Jauhar, 2013).
Di bawah ini pengkajian yang dilakukan sebagai berikut:
2.12.1.1 Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan proses yang bersisikan
status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola
kesehatan, dan perawatannya juga hasil konsultasi dari medis
atau profesi kesehatan lainnya (Rohmah&Walid, 2012).
24

1. Identitas Klien
a. Identitas anak Meliputi nama, tempat tanggal lahir,
umur, jenis kelamin, anak ke, agama, suku/bangsa,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor
medrec, diagnosa medis dan alamat
b. Identitas keluarga terdiri dari ayah, ibu, wali Identitas
penanggung jawab meliputi: Nama, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, hubungan dengan
klien dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama menjelaskan keluhan yang terjadi
saat dikaji. Pada klien dengan Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) keluhan yang menonjol adalah panas
tinggi, dan anak lemah (Wulandari & Erawati, 2016).
Riwayat kesehatan sekarang Merupakan
pengembangan dari keluhan utama secara terperinci
dengan menggunakan PQRST: Panas bertambah jika
klien beraktifitas dan mendadak yang disertai
menggigil, pada saat demam kesadaran
composmentis, berkurang ketika klien istirahat dan
dikompres hangat. Panas yang dirasakan klien di
seluruh tubuh. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3
dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual,
muntah anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri
otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan
bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi
perdarahan pada kulit, gusi, melena atau
hematemesis. Panas yang dirasakan mengganggu
aktifitas klien. Panas muncul secara mendadak tidak
menentu. (Wulandari & Erawati, 2016).
Riwayat kesehatan dahulu menjelaskan tentang
perawatan dirumah sakit, riwayat alergi, riwayat
operasi, dan riwayat penyakit yang pernah di derita
25

klien yang ada hubungannya maupun yang tidak ada


hubungannya dengan penyakit sekarang. Biasanya
penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) anak bisa
mengalami serangan ulang Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) dengan tipe virus yang lain. (Wulandari &
Erawati, 2016).
Riwayat kesehatan keluarga menjelaskan keadaan
kondisi keluarga apakah ada yang pernah menderita
penyakit serupa dengan klien periode 6 bulan terakhir,
riwayat penyakit menular, maupun penyakit keturunan.
Biasanya pada klien dengan Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF), dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi faktor musim hujan, pola hidup yang
tidak sehat. (Wulandari & Erawati, 2016).
b. Riwayat kehamilan dan persalinan
1. Riwayat kehamilan
Menjelaskan keadaan kehamilan,
kunjungan ke pelayanan kesehatan selama
kehamilan, jenis pelayanan yang digunakan,
keluhan selama kehamilan. (Hidayat,2013).
2. Riwayat persalinan
Menjelaskan usia kehamilan klien waktu
dilahirkan, penolong, dengan atau tanpa tindakan,
berat badan dan panjang badan saat lahir serta
kelainan pada saat persalinan jika ada.
(Hidayat,2013).
2.12.1.2 Riwayat imunisasi
a. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu tindakan yang dengan
sengaja bertujuan memberikan kekebalan (imunitas) aktif
maupun pasif terhadap suatu penyakit dengan jalan
memberikan vaksin (virus/bakteri yang dilemahkan atau
dimatikan/toksoid). Vaksin adalah bahan yang dipakai
untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukan
ke dalam tubuh melalui suntikan. Imunisasi dasar balita
26

adalah imunisasi yang wajib diberikan pada anak usia


dibawah lima tahun. Imunisasi ini meliputi imunisasi
Hepatitis B (HBV), DPT, Polio, Campak dan BCG. BCG
diberikan 1 kali (pada usia 1 bulan), DPT diberikan 3 kali
(pada usia 2,3, dan 4 bulan), Polio diberikan 4 kali (pada
usia 1,2,3, dan 4 bulan), Hepatitis B diberikan 1 kali (pada
usia 0-7 hari), Campak diberika 1 kali (pada usia 9 bulan).
Dibawah ini keterangan pemberian imunisasi dasar pada
anak. (Hidayat,2013)

Tabel 2.3 Keterangan Pemberian Imunisasi Dasar Pada Anak

NO USIA IMUNISASI YANG DINERIKAN


1 0 bulan Hepatitis B0
2 1 bulan BCG, Polio1
3 2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
4 3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
5 4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
6 9 bulan Campak
7 18 bulan DPT-HB-Hib
8 24 bulan Campak
Sumber: Wulandari & Erawati, (2016)
2.12.1.3 Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola nutrisi Pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
frekuensi, jenis,pantangan, nafsu makan berkurang, dan
nafsu makan menurun (Wulandari & Erawati, 2016).
b. Pola eliminasi
Pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) biasanya
kadang-kadang anak mengalami diare/konstipasi.
Sementara DHF pada grade III dan IV bisa terjadi
melena. Eliminasi urin (buang air kecil) perlu dikaji
apakah sering kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) grade IV sering terjadi
hematuria.
c. Pola istirahat dan tidur
Pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) biasanya
anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
27

sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan


kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
d. Pola aktivitas dan bermain
Biasanya pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
aktifitasnya terbatasi karena tangan klien yang terpasang
infus.
e. Pola personal hygiene
Biasanya upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk
membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
2.12.1.4 Riwayat tumbuh kembang
a. Pertumbuhan
Menilai tingkat pertumbuhan klien meliputi: pertumbuhan
yaitu tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar
lengan atas, lingkar dada, dan lingkar abdomen.
a. Perkembangan
Riwayat perkembangan yang dikaji sesuai dengan tingkat
usia klien. Askep pengkajian mencakup: motorik halus,
motoric kasar, pengamatan, bicara/bahasa, dan
sosialisasi. (Joyce, 2013)
2.12.1.5 Pemeriksaan fisik kesadaran
a. Tingkat kesadaran
Pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) grade I:
kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, grade
II: kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah ada
perdarahan spontan ptechie,perdarahan gusi dan telinga,
grade III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum
lemah, grade IV: kesadaran koma.
a. Tanda-tanda vital
Pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) grade II
dan III nadi lemah, kecil, dan tidak teratur sedangkan
pada grade IV nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernafasan tidak teratur (Wulandari & Erawati, 2016).
Pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) berupa suhu,
tekanan darah, respirasi, nadi. Nilai normal tanda-tanda
28

vital pada anak dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :


(Joyce,2013).
Tabel 2.4 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

Nad
Usia Tekanan darah Respirasi Suhu
i
1-6 bulan 130 x/menit 86/54 mmHg 30-40 x/menit 37,5 ºC
6-12 bulan 115 x/menit 90/60 mmHg - -
1-2 tahun 110 x /menit 96/65 mmHg 20-30 x/menit 37,7ºC
2-6 tahun 105 x/menit 99/65 mmHg 20-25 x/menit 36,8ºC
6-10 tahun 95 x/menit 100/60 mmHg 17-22 x/menit 36,7 ºC
10-14 85 x/menit 115/60 mmHg - 36,6 ºC
tahun
Sumber: Darajat, (2018)
2.12.1.6 Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Amati bentuk dan kesimetrisan kepala, fontanel sudah
tertutup atau belum, kebersihan kepala klien, apakah ada
pembesaran kepala, apakah ada lesi pada kepala. Pada
klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) biasanya akan
ditemukan rambut tampak kotor dan lengket akibat
peningkatan suhu, kepala terasa nyeri, wajah tampak
kemerahan karena demam. (Nursalam,2016)
b. Mata
Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil, amati
kelopak mata terhadap penepatan yang tepat, periksa alis
mata terhadap kesimetrisan dan pertumbuhan rambutnya,
amati distribusi dan kondisi bulu matanya, periksa warna
konjungtiva, dan sklera, pupil isokor atau anisokor, lihat
apakah mata tampak cekung atau tidak serta amati
ukuran iris apakah ada peradangan atau tidak. Pada klien
dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) biasanya akan
ditemukan kondisi konjungtiva tampak pucat atau anemis.
(Nursalam,2016).
c. Hidung
Amati ukuran dan bentuk hidung, lakukan uji indra
penciuman dengan menyuruh anak menutup mata dan
29

minta anak untuk mengidentifikasi setiap bau dengan


benar, amati adanya pernafasan cuping hidung atau tidak,
lakukan palpasi setiap sisi hidung untuk menetukan
apakah ada nyeri tekan atau tidak. Pada klien Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) biasanya mengalami
perdarahan (epitaksis) pada grade II, III dan IV.
(Nursalam,2016).
d. Mulut
Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan, kelembaban,
pembengkakan, lesi, periksa gusi lidah dan palatum
terhadap kelembaban dan perdarahan, amati adanya bau,
periksa lidah terhadap gerakan dan bentuk, periksa gigi
terhadap jumlah, jenis keadaan, insfeksi faring
menggunakan spatel lidah. Pada klien Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF), biasanya mukosa mulut
kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan.
(Nursalam,2016).
e. Telinga
Periksa penempatan dan posisi telinga, amati penonjolan
atau pendataran telinga, periksa struktur telinga luar dan
ciri-ciri yang tidak normal, periksa saluran telinga luar
terhadap hygiene. Lakukan penarikan apakah ada nyeri
atau tidak dilakukan palpasi pada tulang yang menonjol
di belakang telinga untuk mengetahui adanya nyeri tekan
atau tidak. Pada klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
bisa terjadi perdarahan pada grade II, III, dan IV.
(Nursalam,2016).
f. Leher
Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM yang
penuh, periksa leher terhadap pembengkakan, lipatan
kulit tambahan dan distensi vena, lakukan palpasi pada
trakea dan kelenjar tiroid. Pada klien Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) biasanya tenggorokan
mengalami hyperemia faring. (Nursalam,2016).
30

g. Dada
Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau
tarikan dinding dada kedalam, amati jenis pernapasan,
amati gerakan pernapasan dan lama inspirasi serta
ekspirasi, lakukan perkusi diatas sela iga, bergerak
secara simetris atau tidak dan lakukan auskultasi
lapangan paru, amati apakah ada nyeri di sekitar dada,
amati suara nafas. Pada klien Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) biasanya kadang-kadang terasa sesak,
pada foto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun
pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales, ronchi
yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
(Nursalam,2016).
h. Abdomen
Periksa kontur abdomen ketika sedang berdiri atau
berbaring terlentang, simetris atau tidak, periksa warna
dan keadaan kulit abdomen, amati turgor kulit. Lakukan
auskultasi terhadap bising usus serta perkusi pada
semua area abdomen. Pada klien Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) biasanya ada pembesaran
hati (hepatomegali), asites, dan mengalami nyeri tekan.
(Nursalam, 2016).
i. Genetalia dan anus
Periksa kulit sekitar daerah anus terhadap
kemerahan dan ruam, kaji kebersihan sekitar anus dan
genetalia, inspeksi ukuran penis, inspeksi adanya
tandatanda pembengkakan, amati ukuran skrotum,
periksa anus terhadap tanda-tanda fisura, hemoroid dan
polip. (Nursalam,2016).
j. Punggung dan bokong
Kaji bentuk kesimetrisan punggung dan bokong,
kaji adanya lesi atau tidak, kaji adanya kelainan tulang
belakang. Pada umumnya tidak terjadi kelainan pada
klien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF).
(Nursalam,2016).
31

k. Ekstremitas
Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas,
kelengkapan jari, apakah terdapat sainosis pada ujung
jari. Adanya atrofi dan hipertrofi otot, masa otot tidak
simetris, tonus otot meningkat, rentang gerak terbatas,
kelemahan otot, gerakan abnormal seperti tremor
distonia, edema, tanda kernig positif ( nyeri bila kaki
diangkat dan dilipat ), tugor kulit tidak cepat kembali
setelah dicubit, kulit kering dan pucat, amati apakah ada
klabing pinger. Pada klien dengan Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) biasanya akral hangat serta terjadi nyeri
otot, sendi dan tulang. (Nursalam,2016).
l. Data psikososial
Hal-hal yang perlu dikaji dalam data psikososial untuk
memudahkan dalam menentukan intervensi diantaranya:
 Respon anak terhadap kecemasan
 Respon anak terhadap kehilangan kendali
 Respon anak terhadap trauma fisik dan nyeri
 Mekanisme koping anak pada hospitalisasi
 Reaksi dan mekanisme koping keluarga terhadap
hospitalisasi anak. (Nursalam,2016).

2.12.2 Analisa data


Analisa adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan
konsep, teori, prinsip, asuhan keperawatan yang relevan dengan
kondisi klien. Analisa data dilakukan melalui pengesahan data,
pengelompokkan data, membandingkan data, menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan klien. (Yulia 2014)

2.12.3 Diagnosa Keperawatan


a. Hipertermi b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas normal, kulit
merah, takikardi, kulit terasa hangat. (SDKI: D.0130)
b. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (penekanan intra abdomen)
d.d perubahan selera makan,perubahan frekuensi pernafasan dan
terlihat meringis. (SDKI: D.0077)
32

c. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin


d.d akral teraba dingin dan warna kulit pucat. (SDKI: D.0015)
d. Resiko pendarahan b.d gangguan koagulasi d.d trombositopeni
meningkat. (SDKI: D.0012)
e. Resiko syok hipovolemi b.d kehilangan cairan secara aktif d.d
pendarahan. (SDKI: D.0039)
f. Cemas b.d krisis situasional d.d perpisahan dengan orang tua,
lingkungan yang asing, prosedur-prosedur lingkungan. (SDKI:
D.0080).
2.12.4 Rencana Asuhan Keperawatan
Setelah perumusan diagnosa keperawatan maka perlu
dibuat perencanaan intervensi keperawatan. Tujuan intervensi
keperawatan adalah untuk menghilangkan, mengurangi dan
mencegah masalah keperawatan klien.
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
o hasil
1 Hipertermi b.d Setelah dilakukan Manajemen hipertermia:
proses tindakan (SIKI:1.15506)
penyakit d.d keperawatan Observasi:
suhu tubuh selama 3x24 jam 1. Identifikasi penyebab hipertermi
diatas normal, diharapkan: (mis, dehidrasi,terpapar
kulit merah, (SIKI: L.14134) lingkungan panas,penggunaan
takikardi, kulit 1. Suhu tubuh incubator)
terasa hangat. dalam rentang 2. Monitor suhu tubuh
(SDKI: D.0130) normal 3. Monitor kadar elektrolit
2. Nadi dan RR 4. Monitor haluaran urine
dalam rentang 5. Monitor komplikasi akibat
normal hipertermia
3. Tidak ada Terapeutik:
perubahan 6. Sediakan lingkungan yang dingin
warna kulit dan 7. Longgarkan atau lepaskan
tidak ada pusing pakaian
4. Keluhan 8. Basahi dan kipasi permukaan
mengigil tubuh
menurun 9. Berikan cairan oral
5. Kejang menurun 10. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami
33

hyperhidrosis (keringat berlebih)


11. Lakukan pendinginan eksternal
(mis,selimut hipotermia,atau
kompres dingin pada
dahi,leher,dada,abdomen dan
axila)
12. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
13. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
14. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
15. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
b.d agen tindakan (SIKI: 1.08238)
cidera biologis keperawatan Observasi:
(penekanan selama 3x24 jam 1. Identifikasi
intra abdomen) diharapkan: lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,
d.d Perubahan (SLKI: L.08066) kualitas dan intensitas nyeri
selera makan, 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
Perubahan menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
frekuensi 2. Kesulitan tidur 4. Identifikasi factor yang
pernapasan, membaik memperberat dan memperingan
terlihat 3. Gelisah menurun nyeri
meringis. 4. Frekuensi nadi 5. Identifikasi pengetahuan dan
(SDKI: D.0077) membaik kenyakinan tentang nyeri
5. Mual muntah 6. Identifikasi pengaruh nyeri pada
menurun kualitas hidup
6. Pola nafas 7. Monitor efek samping penggunaan
membaik analgetik
7. Nafsu makan Terapeutik:
kembali normal 8. Berikan teknik non farmokology
untuk mengurangi rasa nyeri
9. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
10. Fasilisasi istirahat dan tidur
34

Edukasi:
11. Jelaskan penyebab,periode dan
pemicu nyeri
12. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
13. Ajarkan teknik non farmokology
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
14. Kolaborasi pemberian analgetik
jika perlu

3 Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi.


tidak efektif b.d tindakan (SIKI: 1.02079)
penurunan keperawatan Observasi:
konsentrasi selama 3x24 jam 1. Periksa sirkulasi perifer (mis,nadi
hemoglobin d.d diharapkan: perifer,edema,pengisian
akral teraba (SLKI: L.02011) kapiler,warna,suhu, ankle brachial
dingin dan 1. Tekanan systole index)
warna kulit dan diastole 2. Identifikasi factor resiko gangguan
pucat. (SDKI: dalam rentang sirkulasi
D.0015) normal (mis,diabetes,perokok,orang
2. Denyut nadi tua,hipertensi dan kadar kolesterol
perifer membaik tinggi)
3. Nyeri ekstermitas 3. Monitor panas,kemerahan,nyeri
membaik atau bengkak pada ekstermitas.
4. Edema perifer Terapeutuik:
membaik 4. Hindari pemasangan infus atau
5. Kelemahan otor pengambilan darah diarea
membaik keterbatasan perfusi
6. Akral membaik 5. Hindari pengukuran tekanan darah
7. Turgor kulit pada ekstermitas dengan
kembali normal keterbatasan perfusi
6. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada area
yang cidera
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan kuku
35

9. Lakukan hidrasi
Edukasi:
10. Anjurkan berolahraga rutin
11. Anjurkan mengecek kamar mandi
untuk menghindari kulit terbakar
12. Anjurkan menghindari
pengobatan obat penyekat beta
13. Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat
(mis,melembabkan kulit kering
pada kaki)
14. Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
15. Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
(mis,rendah lemak jenuh,minyak
ikan, omega 3)
16. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis, rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat,luka tidak sembuh
serta hilangnya rasa)
4 Resiko Setelah dilakukan Pencegahan pendarahan
pendarahan tindakan (SIKI: 1.02067)
b.d gangguan keperawatan Observasi:
koagulasi d.d selama 3x24 jam 1. Monitor tanda dan gejala
trombositopeni diharapkan : perdarahan
meningkat. (SLKI: L.02017) 2. Monitor nilai
(SDKI: D.0012) 1. Kelembapan kulit hematocrit/hemoglobin sebelum
membaik dan setelah kehilangan darah
2. Distensi abdomen 3. Monitor TTV ortostatik
menurun 4. Monitor koagulasi (mis,
3. Tekanan darah prothrombin time (PT), Partial
dalam batas thromboplastin time (PTT),
normal systole Fibrinogen, degredasi fibrin dan
dan diastole platelet)
4. Haemoglobin dan Terapeutik:
hematokrit dalam 5. Pertahankan bedrest selama
batas normal
36

5. Suhu tubuh dalam perdarahan


batas normal 6. Batasi tindakan invasive, jika perlu
7. Gunakan Kasur pencegah
decubitus
8. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi:
9. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
10. Anjurkan menggunakan kaos kaki
saat ambulasi
11. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari
konstipasi
12. Anjurkan menghindari
aspirin/antikoagulan
13. Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K.
14. Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi:
15. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
perlu
16. Kolaborasi pemberian produk
darah, jika perlu
17. Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu.
5 Risiko syok Setelah dilakukan Pencegahan syok
hypovolemia tindakan (SIKI: 1.02068)
b.d kehilangan keperawatan Observasi:
cairan secara selama 3x24 jam 1. Monitor status kardiopulmonal
aktif d.d diharapkan : (frekuensi dan kekuatan
perdarahan. (SLKI: L.03032) nadi,frekuensi nafas, TD, MAP)
(SDKI: D.0039) 1. Nadi dalam 2. Monitor status oksigenasi
batas normal (oximetrinadi,AGD)
2. Irama jantung 3. Monitor status cairan (masukan
dalam batas dan keluaran,turgor kulit, CRT)
normal 4. Monitor tingkat kesadaran dan
3. Frekuensi
37

nafas dalam respon pupil


batas normal 5. Periksa riwayat elergi
4. Saturasi Terapeutik:
oksigen dalam 6. Berikan oksigen untuk
batas normal mempertahankan saturasi
5. Akral dingin oksigen >94%
membaik 7. Persiapkan intubasi dan ventilasi
6. Pucat membaik mekanis, jika perlu
7. Keluhan haus 8. Pasang jalur IV, jika perlu
membaik 9. Pasang keteter urine untuk
8. TTV dalam menilai produksi urine, jika perlu
batas normal 10. Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi
Edukasi:
11. Jelaskan penyebab/factor resiko
syok
12. Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
13. Anjurkan melapor jika
menemukan atau merasakan
tanda dan gejala awal syok
14. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
15. Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi:
16. Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
17. Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu
18. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu.
6 Cemas b.d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
krisis tindakan (SIKI: 1.09314)
situasional d.d keperawatan Observasi:
perpisahan selama 3x24 jam 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
dengan orang diharapkan: berubah (mis,
tua, lingkungan (SLKI: L.09093) kondisi,waktu,stressor)
yang asing, 1. Perilaku gelisah 2. Identifikasi kemampuan
prosedur- pada anak
38

prosedur membaik mengambil keputusan


lingkungan. 2. Perilaku tegang 3. Monitor tanda-tanda ansietas
(SDKI: membaik (verbal dan non verbal)
D.0080). 3. Keluhan pusing Terapeutik:
menurun 4. Ciptakan suasa tenang untuk
4. Frekuensi menumbuhkan kepercayaan
pernafasan 5. Temani pasien untuk mengurangi
membaik kecemasan,jika memungkinkan
5. Frekuensi nadi 6. Pahami situasi yang membuat
membaik ansietas dan didengarkan
6. Pucat membaik dengan penuh perhatian
7. Pola tidur 7. Gunakan pendekatan yang
membaik tenang dan menyakinkan
8. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
9. Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
10. Diskusikan perencanaan
realistic tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi:
11. Jelaskan prosedur,termasuk
sensai yang mungkin dialami
12. Informasikan secara factual
mengenai
diagnosis,pengobatan,dan
prognosis
13. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama klien, jika perlu
14. Anjurkan untuk melakukan
kegiatan yang tidak konpetitif,
sesuai kebutuhan
15. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
16. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketengangan
17. Latih penggunaan mekanisme
pertahan diri yang tepat
18. Latih teknik relaksasi nafas
39

dalam
Kolaborasi:
19. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu.
Sumber: Nanda 2015

2.12.5 Pelaksanaan Keperawatan


2.12.5.1 Fase perkenalan/orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan
dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah
memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah
dibuatsesuai dengan keadaan klien saat ini,serta mengevaluasi
hasil tindakan yang telah lalu. (Pudjiadi,2013)
Tujuan perawat dalam tahap ini adalah:
a. Membina rasa saling percaya,menunjukkan
penerimaan dan komunikasi terbuka
b. Merumuskan kontrak (waktu,tempat dan
topikpembicaraan) bersama-sama dengan klien dan
menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang
telah disepakati bersama
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi
masalah klien yang umumnya dilakukan dengan
menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka
d. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien
2.12.5.2 Fase kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik. Tahap kerja merupakan tahap yang
terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya
perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk
menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian
menganalisa respons atau pun pesan komunikasi verbal dan
non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula
perawat mendengarkan klien secara aktif dan dengan penuh
perhatian sehingga mampu membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien,
40

mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya. .


(Pudjiadi,2013)
2.12.5.3 Fase terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan
klien. Tahap terminasi dibagi menjadi dua yaitu terminasi
sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara adalah
akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini
dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada
waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah
disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh
perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan. .
(Pudjiadi,2013)
Tugas perawat dalam tahap ini adalah :
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang
telah dilaksanankan (evaluasi objektif).
b. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah
dilakukan. Tindak lanjut yng disepakati harus relevan
dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan
interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak
lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan
berikutnya. (Rusdianto, 2016).

2.12.6 Rencana Tindakan Keperawatan


2.12.6.1 Hipertermi
Terjadi hipertermi pada anak dengan DHF ini disebabkan
oleh adanya viremia. Tujuan dari rencana keperawatannya
adalah menurunkan suhu tubuh serta mempertahankannya
dalam kondisi yang normal. Batasan karakteristik:
a. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal. Dibuktikan
dengan pengukuran alat suhu adalah termometeroral
maupun axila diatas 36-37,5°c
41

b. Serangan atau kovulasi (kejang). Kejang terjadi karena


demam yang tidak diatasi secara cepat dengan
tindakan mandiri keluarga
c. Kulit kemerahan akibat demam yang terlalu tinggi
d. Pertambahan RR dengan melakukan meletakkan
tangan tepat dibawah prosesus sifoiderus anak
sehingga inspirasi yang meningkat dapat dirasakan
dan hitung pernafasan selama 1 menit penuh sehingga
diketahui pernafasan meningkat lebih dari 20-30x/menit
e. Takikardi meningkat akibat suhu tubuh yang tidak
terkontrol dibuktikan dengan memegang pergelengan
tangan dengan denyut nadi dalam waktu 1 menit
penuh dengan hasil diatas 80-90x/menit
f. Factor yang berhubungan
 Penyakit trauma
 Peningkatan metabolism
 Aktvitas yang belebih
 Pengaruh medikasi/anastesi
 Ketidakmampuan/ penurunan kemampuan
untuk berkeringat
 Terpapar dilingkungan panas
 Pakaian yang tidak tepat
2.12.6.2 Tindakan
a. Berikan kompres hangat pasien untuk kompres
Kompres hangat adalah melapisi permukaan kulit
dengan handuk yang telah dibasahi air hangat dengan
temperature maximal 43°c. lokasi kulit tempat mengompres
biasanya di wajah,leher,dan tangan. Kompres hangat pada
kulit dapat menghambat shiveringdan dampak metabolic
yang ditimbulkannya. Selain itu,kompres hangat juga
menginduksi vasodilatasi perifer,sehingga meningkatkan
pengeluaran panas tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa
pemberian terapi demam kombinasi antara antipiretik dan
kompres hangat lebih efektif dibandingkan antipiretik saja,
selain itu juga mengurangi rasa tidak nyaman akibat gejala
42

demam yang dirasakan. Pemakaian antipiretik dan kompres


hangat memiliki proses yang tidak berlawanan dalam
menurunkan temperature tubuh. Oleh karena itu,
pemakaian kombinasi keduanya dia anjurkan pada tata
laksana demam (Susanti,2012)
1. Anjurkan anak untuk menggunakan pakaian tipis dan
yang dapat menyerap keringat
2. Anjurkan ana untuk minum sedikit-sedikit tapi sering
3. Observasi TTV tiap 4 jam
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
antipiretik
b. Kriteria hasil:
 Suhu tubuh dalam rentang normal 36 - 370C
 Nadi dalam rentang normal 80 - 90 x/menit
 RR dalam rentang normal 20 - 30 x /menit
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing
 Keluarga mampu melakukan kompres yang benar
dan mengetahui pentingnya kompres pada
hipertermi (Wilkhinson,2011).
2.12.6.3 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan adalah
selama 2 hari untuk memonitoring suhu tubuh pada anak yaitu:
a. Memberikan kompres hangat pada anak dilakukan secara
melapisi permukaan kulit dengan handuk yang telah dibasahi
air hangat dengan temperature maximal 43°c. lokasi kulit
tempat mengompres biasanya diwajah,leher dan tangan.
b. Menganjurkan anak untuk menggunakan pakaian yang tipis
dan yang dapat menyerap keringat
c. Menganjurkan anak untuk minum sediki-sedikit tapi sering
sesuai berat badan
d. Mengobservasi TTV tiap 4 jam
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
antipiretik.
43

2.12.6.4 Evaluasi Keperawatan


Setelah penulis melakukan tindakan selama 3 hari,
maka penulis melakukan evaluasi. Evaluasi ini penulis
menggunakan metode sesuai teori yaitu: SOAP (Subjectif,
Objectif, Asessement ,Planing). Terdiri dari subjektif yaitu
pernyataan dari klien atau keluarga, objectif yaitu hasil
pemeriksaan dan observasi, Asessement yaitu kesimpulan dari
hasil tindakan. Sedangkan planning yaitu rencana tindakan.
Evaluasi keperawatan adalah fase akhir dalam proses
keperawatan (Rusdianto, 2016). Hasil evaluasi yang didapatkan
adalah hasil yang mengacu pada kriteria hasil yang didapatkan
dari intervensi yang dibuat sesuai masalah keperawatan yaitu:
(Rusdianto, 2016).
a. Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5-37,5°c
b. Nadi dalam rentang normal 80-90x/menit
c. RR dalam rentang normal 20-30x/menit
d. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
e. Tidak terjadi perdarahan spontan
f. Kebutuhan volume cairan dalam tubuh seimbang
g. Kebutuhan nutrisi seimbang (adanya peningkatan nafsu
makan)
h. Keluarga mampu melakukan kompres yang benar dan
mengetahui pentingnya kompres pada hipertermi
(Wilkhinson,2011)
1. S: Data Subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih
dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O: Data Objektif
Data objektif adalah data berdasarkan hasil
pengukuran atau observasi secara langsung kepada
klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A: Analisis
Interprestasi dari data subjektif dan data objektif.
Analisis merupakan suatu masalah atau diagnosis
44

keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat


dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat
perubahan status kesehatan klien yang telah
teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.
4. P: Pleanning
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari
rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya. Tindakan yang telah menunjukkan hasil
yang memuaskan dan tidak memerlukan tindakan
ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu
dilanjutkan adalah tindakan yang masih kompeten
untuk menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan
waktu untuk mencapai keberhasilannya. Tindakan
yang perlu dimodifikasi adalah tindakan yang dirasa
dapat membantu menyelesaikan maslah klien, tetapi
perlu ditingkatkan kualitasnya atau mempunyai
alternatif pilihan yang lain yang diduga dapat
membantu mempercepat proses penyembuhan.
Sedangkan, rencana tindakan yang baru/sebelumnya
tidak ada dapat ditentukan bila timbul masalah baru
atau rencana tindakan yang sudah tidak kompeten lagi
untuk menyelesaikan masalah yang ada.
5. I: Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang
dilakukan sesuai dengan intruksi yang telah
teridentifikasi dalam komponen P (perencanaan).
Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam pelaksanaan.
6. E: Evaluasi
Evaluasi adalah respon klien setelah dialakukan
tindakan keperawatan. Wilkhinson,2011)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan
dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2008). Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus merupakan
rancangan penelitian yang mencangkup pengkajian satu unit penelitian
secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitaas, atau
institusi (Nursalam, 2008). Studi kasus ini adalah asuhan keperawatan pada
pasien dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) di Ruang Teratai Atas
RSUD Sidoarjo.

3.2 Batasan Istilah (Definisi Operasional)


Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variable Definisi
Asuhan keperawatan DHF Pelaksanaan asuhan keperawatan DHF pada
pada anak dengan Hipertermi anak dengan Hipertermi adalah segala bentuk
tindakan atau kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan pada pasien yang
meliputi
pengkajian,diagnosa,perencanaan,pelaksanaan
dan evaluasi yang berkesinambungan dalam
pemecahan masalah kesehatan pada anak
yang mengalami DHF (Dengue Haemorhagic
Fever).

3.3 Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilakukan pada pasien dengan diagnosa medis Dengue
Haemorhagic Fever (DHF) di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo dan
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 minggu. (17-22 Januari 2022).

3.4 Subjek Penelitian/Kasus


Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti
atau subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti (Arikunto,
46

2006). Subjek penelitian pada studi kasus ini adalah pasien dengan
diagnosa medis Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) sebanyak dua
responden yang dirawat di “Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo”.
Adapun kriteria inkusi dan esklusi pada studi kasus ini adalah
sebagai berikut:
1. kriteria inkusi:
a) Klien anak dengan Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
b) Klien anak dengan usia 4 dan 6 tahun
c) Klien anak Dengue Haemorhagic Fever (DHF) dengan Hipertermi
yang berjenis kelamin perempuan
d) Ibu klien bersedia anaknya diteliti
2. kriteria esklusi:
a) Rekam medis tidak lengkap dan
b) Klien yang mengalami hipertermi dengan masalah pada
imunokompromais.
Batasan istilah laporan kasus meliputi:
1. Asuhan Keperawatan Anak
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian
kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan
kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang
berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika
keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab
keperawatan (Afiyanti & Rachmawati, 2014).
2. Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan suatu
penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue yang disebarkan
oleh nyamuk Aedes Aegepty yang disebarkan secara cepat
(Marni,2016).
3. Masalah keperawatan hipertermi
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh dalam
rentang normal yaitu: 36,5°c-37,5°c (Wilkhinson,2011).

3.5 Metode Pengumpulan Data


1. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara
47

Wawancara adalah pengumpulan data dengan menanyakan


secara lansung kepada pasien dan keluarga terkait dengan masalah
yang dihadapi klien,biasanya juga disebut anamnesa. Anamnesa
mulai dari identitas pasien/biodata,keluhan utama,riwayat kesehatan
sekarang,riwayat kesehatan masa lalu,riwayat kesehatan
keluarga,riwayat tumbuh kembang,dan riwayat psikososial.
b. Observasi
Pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati klien
untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan keperawatan
pasien. Observasi dilakukan dengan menggunakan penglihatan dan
alat indera lainnya, melalui rabaan, sentuhan dan pendengaran.
Khususnya observasi terhadap tanda – tanda vital : suhu, nadi, RR.
Pengumpulan data pada laporan kasus anak K dan anak Q dilakukan
dengan anamnesa dan observasi untuk mendapatkan data tentang
masakah keperawatan hipertermi. Masalah keperawatan didapatkan
dengan keluhan utama deman dan observasi tanda-tanda vital pada
anak M adalah suhu tubuh 38,90c, RR 48x/menit, nadi 126x/menit
dan anak N suhu tubuh 38,10c, RR 40x/menit, nadi 120x/menit.
Dalam observasi meliputi:
1) Inspeksi
Inspeksi adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat.
Dengan melihat maka kita mendapatkan hasil pemeriksaan
dalam hal antara lain: Kesan Umum Penderita,bentuk
badan,perbandingan antar bagian tubuh,yang normal dan
abnormal dari dinding dada pada waktu bernafas.
2) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan meraba dengan
menggunakan rasa propieseptif ujung jari dan tangan. Dengan
palpasi dapat terbentuk gambaran dari berbagai aspek seperti:
 Permukaan: misalnya halus/ kasar, menonjol /datar ,keras/
lunak,
 Getaran-getaran/denyutan: denyut nadi,pukulan jantung
pada dinding dada.
 Keadaan alat xibawah permukaan: misalnya batas-batas
hepar (hati)
48

3) Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk permukaan
badan dengan perantaraan jari tangan. Tujuannya adalah untuk
mengetahui keadaan-keadaan organ di dalam tubuh. Tergantung
dari sisi jaringan yang ada dibawahnya, maka akan timbul
berbagai nada yang dibedakan menjadi 5 yaitu: pekak, redup,
sonor, hipersonor dan timpani.
4) Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan suara yang terdapat
didalamtubuh dengan bantuan alat yang disebut stetoskop. Alat
ini berfungsi sebagai saluran pendengaran diluar tubuh untuk
dapat meredam suara disekitarnya. Dari pemeriksaan auskultasi
kita dapat adanya massa abnormal ditempat yang tidak
seharusnya mendengarkan suara-suara secara kualitatif dan
kuantitatif yang ditimbulkan oleh jantung,pembuluh darah,paru
dan usus.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah pengambilan data dimulai dari
pasien masuk sampai pasien pulang,berasal dari dokumen
perkembangan pasien atau data yang berasal lansung dari pasien.
Dokumentasi keadaan klien merupakan alat komunikasi terhadap
masalah yang muncul berkaitan dengan klien dan sebagai alat
komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan pemeriksaan laboratorium:
Trombositopenia <100.000/ul, hematocrit meningkat ≥20%.
Laporan kasus anak M dilakukan dokumentasi perkembangan
selama 3 hari anak M dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan
nilai trombosit normal 174.000/ul dan anak N dilakukan dokumentasi
perkembangan selama 3 hari terdapat hasil laboratorium nilai
trombosit hari pertama mengalami penurunan yaitu 39.000/ul dan
dilakukan pemeriksaan hari kedua dengan hasil tro,bosit mengalami
peningkatan 43.000/ul.
49

3.6 Uji Keabsahan Data


Uji Keabsahan data DHF dimaksud untuk menguji kualitas
data/informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas
tinggi. Uji keabsahan data dilakukan yaitu dengan:
1. Memperpanjang waktu pengamatan/tindakan dan
2. Sumber informasi tambahan menggunakan trigulasi dari 3 sumber data
utama yaitu: klien,perawat dan keluarga klien yang berkaian dengan
masalah yang diteliti. Laporan kasus pada anak M dan anak N didapatkan
data informasi dari orang tua,keluarga dan perawat jaga dan melihat data
penunjang hasil laboratorium guna memvalidasi masalah keperawatan
hipertermi yang diteliti.
a) Credibility
Uji credibility (kredibilitas) atau uji kepercayaan terhadap data hasil
penelitian yang disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang
dilakukan tidak meragukan sebagai sebuah karya ilmiah yang
dilakukan.
b) Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian
kualitatif. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau
dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel
tersebut diambil.
c) Dependability
Penelitian yang dependability atau reliabilitas adalah penelitian
apabila penelitian yang dilakukan oleh orang lain dengan proses
penelitian yang sama akan memperoleh hasil yang sama pula.
Pengujian dependability dilakukan dengan cara melakukan audit
terhadap keseluruhan proses penelitian. Dengan cara auditor yang
independen atau pembimbing yang independen mengaudit
keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan
penelitian.
d) Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai waktu.
Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan waktu.
50

3.7 Analisis Data


Proses pemgumpulan data ini terdiri dari macam-macam
data,sumber data,serta berbagai metode pengumpulan data penelitian
kuantitatif dalam keperawatan. Metode pengumpulan data penelitian
kuantitaif dalam keperawatan yaitu: wawancara,observasi dan studi
dokumentasi (Afyanti & Rachmawati,2014). Pada penelitian ini metode yang
digunakan adalah: metode observasi,wawancara dan studi dokumentasi.
Ketiga metode tersebut saling melengkapi untuk mengali serta meneliti
tentang asuhan keperawatan DHF pada anak M dan anak N dengan
masalah keperawatan Hipertermi di Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo
tahun 2022.
Wawancara pada penelitian kuantitatif merupakan pembicaraan yang
mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informal. Wawancara
penelitian lebih dari sekedar percakapan dan berkisar dari pertanyaan-
pertanyaan informal ke formal. Wawancara ditunjukan untuk mendapatkan
informasi dari individu yang diwawancarai. Peneliti melakukan wawancara
mengeksplorasi perasaan,persepsi,dan pemikiran partisipan (Afyanti &
rachmawati,2014). Wawancara ini dilakukan pada klien yang sudah dapat
berbicara sebagai data primer dan kepada keluarga pasien sebagai data
sekunder. Adapun beberapa pertanyaan diajukan dalam wawancara yaitu
meliputi identitas pasien,penanggung jawab pasien,keluhan utam,keluhan
saat ini,riwayat penyakit dahulu dan lain-lain.
1) Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, obsrevasi,
dokumentasi) hasil studi di tempat pengambilan studi kasus. Hasil ditulis
dalam bentuk catatan, kemudian disalin dalam bentuk transkip (catatan
tersruktur).
2) Mereduksi data
Data hasil wawancara seluruh data yang diperoleh dari lapangan
ditelaah, dicatat kembali dalam bentuk uraian atau laporan yang lebih
rinci dan sistematis dan dijadikan satu dalam bentuk transkip dan
dikelompokkan menjadi data subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan
hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.
51

3) Penyajian data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan
maupun teks naratif.Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan
mengaburkan identitas dari klien.
4) Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan
dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan
perilaku kesehatan.Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode
induksi.Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian,
diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

3.8 Etika Penelitian


1. Informed consent (lembar persetujuan penelitian)
Informed consent adalah lembar persetujuan penelitian yang
diberikan kepada partisipan dengan tujuan agar subyek mengetahui
maksud dan tujuan serta dampak dari penelitian,dengan prinsip peneliti
tidak akan memaksa calon partisipan dan menghormati haknya. Jika
partisipan bersedia diteliti mereka harus menandatangani hak-hak
partisipan (Hidayat,2009). Pada penelitian ini dilakukan persetujuan
sebelum pengkajian. Informed consent anak M telah disetujui oleh
keluarga yaitu ibu dari partisipan dan anak N penelitian telah disetujui
oleh kekek. Dari partisipan sebagai keluarga yang telah membawanya
ke rumah sakit. Jika penelitian disetujui oleh keluarga atau wali maka
akan dilakukan tanda tangan informed consent oleh keluarga atau wali
dan dilanjutkan untuk melakukan pengkajian hingga evaluasi selama 3
hari.
2. Anonimity (tanpa nama)
Anonimity merupakan masalah etika dalam penelitian
keperawatan dengan cara tidak memberikan nama responden pada
lembar alat ukur, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan
data. (Hidayat, 2009) . laporan kasus ini partisipan,keluarga dan wali
tetap ditulis dengan nama inisial sesuai etika penulisan untuk menjaga
kerahasiaan.
52

3. Confidentiality (kerahasiaan)
Confidentiality merupakan masalah etika dengan menjamin
kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya,semua informasi yang telah dkumpulkan dijamin kerahasiaan oleh
peneliti,hanya mengelompokkan data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil riset (Hidayat,2009). Laporan kasus ini semua informasi atau data
tentang partisipan dijaga kerahasiaannya dengan cara menulis nama
partisipan,keluarga dan wali dengan nama inisial. Kerahasiaan laporan ini
dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Penelitian dalam bentuk studi kasus tentang asuhan keperawatan pada
anak dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) telah di laksanakan RS
RSUD Sidoarjo. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 17 – 22 Januari
2022 dengan jumlah sampel sebanyak dua pasien, dengan hasil sebagai
berikut :
4.1.1 Gambaran umum lokasi pengambilan data
Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo adalah rumah sakit tipe B
yang merupakan rumah sakit milik pemerintah kabupaten Sidoarjo
yang berada di jalan jurusan Porong-Surabaya, tepatnya dijalan
Mojopahit nomor 667, Sidoarjo. Berdiri diatas lahan seluas hampir
50.000 M2 dengan luas bangunan lebih kurang 30.000 M2. Di Ruang
teratai atas sendiri terdapat 2 ruangan yaitu 1 ruang perawatan untuk
pasien orang dewasa berjumlah 30 tempat tidur dan ruang untuk
perawatan pasien anak berjumlah 15 tempat tidur.
4.1.2 Pengkajian
a. Identitas klien
Tabel 4.1 Identitas Klien

53
54

Identitas Klien Klien 1 Klien 2

Nama Anak M Anak N


Umur 7 Tahun 4 Tahun

Agama Islam Islam


Pendidikan 1 SD Paud
Pekerjaan Belum Bekerja Belum Bekerja
Alamat Sidoarjo Jalan penanggungan 03/27
Gempol

Suku / bangsa Jawa Jawa


Tanggal MRS 15-01- 2022 16-01-2022
Tanggal pengkajian 16-01 -2022 16-01 -2022
Status Perkawinan Belum Kawin Belum Kawin
Dx Medis DHF DHF

No. Reg 00.13.22.XX 01.22.14.XX


Identitas Orang tua
1. Ayah
a. Nama : Tn. W Tn. M
b. Usia 36 Tahun 32 Tahun
c. Pendidikan SMA SMK
d.Pekerjaan/sumber Swasta Swasta
penghasilan - -
e. Agama Islam Islam
f. Alamat Sidoarjo Jalan penanggungan 03/27
2. Ibu Gempol
a. Nama
b. Usia Ny. T Ny . K
c. Pendidikan 32 Tahun 28 Tahun
d. Pekerjaan SMK SMA
e. Agama - Swasta
f. Alamat Islam Islam
Sidoarjo Jalan penanggungan 03/27
Gempol
55

bR
b Riwayat Penyakit
56

Riwayat Penyakit Klien 1 Klien 2

Keluhan Utama Orang tua pasien Orang tua pasien


mengatakan anak mengatakan anak
demam 4 hari. demam 6 hari.
Riwayat Penyakit Pada tanggal 15 Januari Pada tanggal 16 Januari
Sekarang 2022 pukul 15.00 klien di 2022 pukul 10.00 klien di
bawah ke RSUD bawah ke RSUD
Sidoarjo karena demam Sidoarjo karena demam
sudah 4 hari disertai sudah 6 hari demam naik
badan lemas. Kemudian turun. Kemudian klien
klien dibawah ke IGD. dibawah ke IGD. Setelah
Setelah dilakukan dilakukan pengkajian
pengkajian dan dan pemeriksaan di IGD
pemeriksaan di IGD di di dipatkan suhu tubuh
dipatkan suhu tubuh 38,5° C. kemudian pada
38,2° C. dan saat itu juga pukul 15.40 klien
klien lansung dipindahkan ke ruang
dipindahkan ke rawat rawat inap teratai atas
inap teratai atas kamar kamar M bad no. 4. saat
M Bad no. 2, dan itu juga klien dilakukan
menjalani perawatan di pemeriksaan darah
ruang tersebut. lengkap. Dan klien
melakukan perawatan
diruang tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu Orang tua klien Orang tua klien
mengatakan Pasien mengatakan Pasien
pernah menderita batuk, pernah menderita batuk,
pilek dan demam tetapi pilek dan demam dan
tidak pernah dirawat di Klien pernah di rawat di
RS, dan hanya RS dengan diagnosa
memberikan obat Ispa.
warung.
Riwayat Kesehatan Orang tua Klien Orang tua pasien
Keluarga mengatakan keluarga mengatakan keluarga
tidak ada yang menderita tidak ada yang menderita
penyakit menular penyakit menular
maupun kronis. maupun kronis.
57

c. Riwayat Imunisasi
Tabel 4.2 Riwayat Imunisasi

Jenis Imunisasi Klien 1 Klien 2

Hepatitis 1 kali saat lahir 1 kali saat lahir

BCG dan Polio 1 kali saat usia 2 bulan 1 kali saat usia 2 bulan

Campak - Saat usia 6 Tahun

d. Perubahan Pola Kesehatan


Tabel 4.3 Perubahan Pola Kesehatan
58

No Pola Klien 1 (SMRS) Klien 2 (SMRS)


1 Nutrisi Klien makan 3x sehari Klien makan 3x sehari selama
selama di RS. di RS.
2 Cairan Susu dan teh dihabiskan Susu 2 gelas per hari.
sehari segelas. Jarang minum air putih.
3 Eliminasi BAK: BAK:
 3-4 kali perhari  3-4 kali perhari
 Warna: jernih  Warna: jernih
 Kesulitan: tidak ada  Kesulitan: tidak ada
BAB: BAB:
 Selama di RS klien  Selama di RS belum ada
sudah 2 kali BAB BAB
 Frekuensi: 1-2 kali per
hari
 Konsistensi: lembek
4 Personal Klien mandi 2 kali sehari Klien mandi 2 kali sehari
Hygiene terkadang di seka-seka.
5 Aktivitas Makan, minum, tidur Makan, minum, tidur
6 Istirahat/ Klien tidur pada jam 22.00 Klien tidur pada jam 21.00
Tidur malam dan klien bangun terkadang kebangun tengah
pada jam 07.00 pagi. malam, kemudian tidur lagi
dan bangun pada jam 07.00
pagi.

e. Pemeriksaan Fisik
Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik
Observasi Klien 1 Klien 2

Keadaan Umum  Lemah  Lemah


59
 Posisi klien supine  Posisi klien supine dan
dan klien terpasang klien terpasang alat
alat medis medis

Kesadaran Composmentis (GCS : 4 5 Composmentis (GCS : 4 5 6)


6)
Tanda Tanda Vital
TD 180/80 MmHg 100/60 MmHg
S 38,2°C 38,5°C
N 85x/Menit 75X/Menit
RR 18x/Menit 25x/Menit
SPO2 98% 99%
Pemeriksaan Fisik
Head To Toe
1. Kepala Rambut tebal dan halus, Rambut tebal keriting,tidak
tidak ada benjolan atau ada benjolan atau lesi pada
lesi pada kepala, kulit kepala, kulit kepala bersih,
kepala bersih, tidak ada tidak ada ketombe,wajah
ketombe, wajah simetris,penyebaran rambut
simetris,penyebaran merata berwarna
rambut merata berwarna hitam,rambut tidak mudah
hitam,rambut tidak mudah patah,tidak bercabang dan
patah,tidak bercabang tidak ada kelainan, tidak ada
dan tidak ada kelainan, massa pada leher, tidak ada
tidak ada massa pada benjolan pada kelenjar tiroid
leher, tidak ada benjolan dan tidak ada bendungan
pada kelenjar tiroid dan vena jugularis.
tidak ada bendungan
vena jugularis.
2. Mata Mata lengkap, simetris Mata lengkap, simetris kanan
kanan dan kiri., kornea dan kiri., kornea mata jernih
mata jernih kanan dan kanan dan kiri. Konjuntiva
kiri. Konjuntiva anemis anemis dan sklera tidak
dan sklera tidak ikterik ikterik Kelopak
Kelopak mata/palepebra mata/palepebra tidak ada
tidak ada pembengkakan. pembengkakan. Adanya
Adanya reflek cahaya reflek cahaya pada pupil dan
pada pupil dan bentuk bentuk isokor kanan dan
isokor kanan dan kiri, , kiri, , tidak ada kelainan.
tidak ada kelainan.
3. Hidung Hidung simetris, tidak Hidung simetris, tidak
terpasang alat bantu terpasang alat bantu nafas ,
nafas , tidak ada nyeri, tidak ada nyeri, tidak ada
tidak ada pernapasan pernapasan cuping hidung.
cuping hidung.
4. Mulut dan Keadaan mukosa bibir Keadaan mukosa bibir kering
60

f. Pemeriksaan Diagnostik
Tabel 4.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Klien 1 Klien 2

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Pada Pemeriksaan Pada


Tanggal 17-01-2022: Tanggal 20-01-2022:
1.Leukosit : 12.7/mm 1.Leukosit : 3.000/mm3
2.Hemoglobin : 38 g/dl 2.Hemoglobin : 13,2 g/dl
3.Hematokrit : 43,1% 3.Hematokrit : 41,0 %
4.Trombosit : 37.000/mm Trombosit : 85.000/mm3
Pemeriksaan Pada Pemeriksaan Pada
Tanggal 18-01-2022: Tanggal 21-01-2022:
1.Leukosit : 5.200/mm 1.Leukosit : 4.700/mm3
2.Hemoglobin : 11.9 g/dl 2.Hemoglobin : 13,7 g/dl
3.Hematokrit : 36.6 % 3.Hematokrit : 42,6 %
4.Trombosit : 49.000/mm Trombosit : 80.000/mm3
Pemeriksaan Pada Pemeriksaan Pada
Tanggal 19-01-2022: Tanggal 22-01-2022:
1.Leukosit : 5.500/mm 1.Leukosit : 4.800/mm3
2.Hemoglobin : 11.9 g/dl 2.Hemoglobin : 13,5 g/dl
3.Hematokrit : 35.7 % 3.Hematokrit : 41.8 %
4.Trombosit : 86.000/mm. Trombosit : 82.000/mm3.

g. Terapi
Tabel 4.6 Daftar Terapi

Klien 1 Klien 2
1.PCT (PO) 3 x 250 mg 3.PCT (IV) 3 x 400 mg
2.Sampicilin (IV) 3x500 mg 4.Sampicilin (IV) 3X500 mg
3.RL (IVFD) 20tpm 5.RL (IVFD) 20 tpm
61

4.1.3 Analisa Data


Tabel 4.7 Analisa Data
Analisa Data Etiology Masalah
Klien 1 Proses Penyakit Hipertermi b.d Proses
DS: Infeksi Virus Dengue
62 d.d
 Orang tua klien Tubuh Terasa Panas.
mengatakan anaknya Proses Infeksi (SDKI: D. 0130)
Sumber:
demamNanda 2015
sudah 4 hari.
DO:
 Anak terlihat lemas Inflamasi
 Suhu tubuh anak
38,2°C
Klien 2 Pembentukan Prostaglan
DS: diotak
 Orang tua klien
mengatakan anaknya
demam sudah 6 hari. Peningkatan suhu tubuh
DO:
 Anak terlihat lemas
 Suhu tubuh anak Hipertermi
38,2°C
 Kesedaran:
composmentis (GCS:
E4M6V5)
 TD=100/60 mmhg N=
70X/menit
 RR= 20 X/menit
 T=38,60 C
 Akral teraba hangat
Klien 1 Menurunnya Volume Hipovolemia b.d
DS: intravaskuler peningkatan permeabilitas
 Klien mengatakan kapiler d.d : Mukosa bibir
lemas kering
DO: ( SDKI: D.0023)
 Mukosa Bibir Kering Kehilangan volume cairan
 Klien terlihat lemas secara aktif
 Hematokrit 36,6%
 Turgor kulit elastis
Klien 2 Kekurangan Volume Cairan
DS:
Orang tua klien mengatakan
anak minum kurang, hanya Hipovolemia
menghabiskan kurang lebih
500 ML
DO:
 Mukosa Bibir Kering
 Klien terlihat lemas
 Turgor kulit Elastis
Klien 1 Gigitan nyamuk dengan Resiko Perdarahan b.d
DS: virus dengue gangguan koagulasi
 Orang tua klien (SDKI: D.0012)
63

4.1.4 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi b.d Proses Infeksi Virus Dengue d.d Tubuh Terasa
Panas (SDKI: D. 0130).
2. Hipovolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler d.d :
Mukosa bibir kering ( SDKI: D.0023).
3. Resiko Perdarahan b.d gangguan koagulasi (SDKI: D.0012).
4. Resiko Syok hipovolemia berhubungan dengan kehilangan
cairan secara aktif (SDKI: D.0034).
5. Defisit pengetahuan mengenai penyakit DHF yang diderita b.d
kurang terpapar informasi d.d sering bertanya tentang penyakit
anaknya (SDKI: D. 0111).
4.1.5 Intervensi Keperawatan
Tabel 4.8 Intervensi Keperawatan
No Tanggal DX Tujuan/Hasil Intervensi
Ditemukan Keperawatn
1 17-01-2022 Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen 64
20-01-2022 b.d Proses tindakan hipertermia:
Infeksi Virus keperawatan (SIKI:1.15506)
Dengue d.d selama 3x24 jam Observasi:
Tubuh diharapkan: 1. Identifikasi penyebab
Terasa (SIKI: L.14134) hipertermi (mis,
Panas 1. Suhu tubuh dehidrasi,terpapar
(SDKI:D.013 dalam rentang lingkungan
0). normal panas,penggunaan
2. Nadi dan RR incubator)
dalam rentang 2. Monitor suhu tubuh
normal 3. Monitor kadar elektrolit
3. Tidak ada 4. Monitor haluaran urine
perubahan 5. Monitor komplikasi
warna kulit akibat hipertermia
dan tidak ada Terapeutik:
pusing 6. Sediakan lingkungan
4. Keluhan yang dingin
mengigil 7. Longgarkan atau
menurun lepaskan pakaian
Kejang menurun 8. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
9. Berikan cairan oral
10. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)
11. Lakukan pendinginan
eksternal (mis,selimut
hipotermia,atau
kompres dingin pada
dahi,leher,dada,abdom
en dan axila)
12. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
13. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi:
14.Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

2 18-01-2022 Resiko Setelah dilakukan Pencegahan


65

Sumber: Nanda 2015


4.2 Implementasi
4.2.1 implementasi Keperawatan
Tabel 4.9 Implementasi Keperawatan
No Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Respon/Evaluasi Paraf
1 Klien 1
17-01-2022 66
10.00  Suhu tubuh
Hipertermi pasien 38.2°C
11.00  Monitor suhu sesering  Klien mau
mungkin mendengarkan
12.00  Anjurkan untuk anjuran perawat
meningkatkan intake  Klien dikompres
cairan air hangat
12.30  mengkompres pasien
pada lipatan paha dan  Pasien diberikan
aksila RL 20 tpm
12.50  melakukan pemberian  Pasien diberikan
cairan intravena PCT tablet 280
mg

13.20  Anjurkan untuk  Klien mau


meningkatkan intake mendengarkan
cairan anjuran perawat
13.50  mengkompres pasien  Klien dikompres
pada lipatan paha dan air hangat
aksila
14.20  melakukan pemberian  Pasien diberikan
cairan intravena RL 20 tpm
15.00  memberikan anti piretik  Pasien diberikan
PCT tablet 280
Klien 2 mg
20-01-2022
13.00  Monitor suhu sesering  Suhu tubuh
mungkin pasien 38.2°C
13.20  Anjurkan untuk  Klien mau
meningkatkan intake mendengarkan
cairan anjuran perawat
13.50  mengkompres pasien  Klien dikompres
pada lipatan paha dan air hangat
aksila
14.10  melakukan pemberian  Pasien diberikan
cairan intravena RL 20 tpm
14.50  Anjurkan untuk  Klien mau
meningkatkan intake mendengarkan
cairan anjuran perawat
16.00  mengkompres pasien  Klien dikompres
pada lipatan paha dan air hangat
aksila
16.20  melakukan pemberian  Pasien diberikan
cairan intravena RL 20 tpm
16.50  memberikan anti piretik  Pasien diberikan
PCT tablet 280
67

4.2.2 Evaluasi Keperawatan


Tabel 4.10 Evaluasi Keperawatan Klien 1

Hari/jam DX Keperawatan Evaluasi (SOAP) Paraf


Hari Ke-1 DX 1 Hipertermi S: Orang tua klien mengatakan
17-01- anaknya masih demam
2022 O: suhu tubuh 38,2°C.
Pukul: A: Masalah belum teratasi
10.00 P: Lanjutkan intervensi
 Monitor suhu tubuh
 Berikan anti piretik
 Kompres pada lipatan paha dan
axila
 Kolaborasikan dalam
pemberian cairan

11.50 DX 2 Resiko S: Orang tua klien mengatakan


Perdarahan. anaknya demam sudah 4 hari
O: Trombosit: 45.000/mm
HB: 11,9 g/dl
HT: 36,6%
Terdapat >20 petekie pada
pergelangan tangan klien.
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
 monitor tanda tanda
pendarahan
 catat nilai HB dan HT
 monitor nilai trombosit
Anjurkan unukmeningkatkan
intake cairan
 kolaborasikan pemberian Fresh
Frozen Plas (FFP)

14.20 DX 3 Resiko Syok S: -


Hipovelemia O: Tidak ada tanda tanda asites
HB =11,9HT =36.6%, Trombosit
pasien =45.000/mm3 suhu tubuh
38,5°C
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
 Pantau nilai lab dan HB,HT
 Monitor tanda dan gejala asites
Hari/jam DX Keperawatan Evaluasi (SOAP) 68 Paraf

Hari Ke-2 DX 1 Hipertermi S: Orang tua klien mengatakan


18-01-2022 anaknya masih demam
Pukul: O: Akral teraba hangat
11.00 Suhu 38,4°C
Hari/jam DX Keperawatan Evaluasi (SOAP) Paraf
A: Masalah belum teratasi
Hari ke-3 DX 1 Hipertermi S: Ibu klien mengatakan anaknya
P: Lanjutkan intervensi
19-01- sudah tidak demam lagi
 Monitor suhu tubuh
2022 O: Suhu tubuh 36,5°C
 Berikan anti piretik
Pukul: A: Masalah Teratasi
 komres pada lipatran paha dan
12.00 P: Hentikan intervensi
aksila
13.00 DX 2 Resiko S: orang tua klien mengatakan
 kolaborasikan bintik
dalam pemberian
Perdarahan merahcairan
pada tangan sudah tidak ada
O:
13.00 DX 2 Resiko S:
 Trombosit 110.000/mm
Perdarahan  Orang tua klien mengatakan
 HB =13,3 HT =37%
anaknya masih demam sudah
A : Masalah teratasi
4 hari
P : Hentikan Intervensi
 Orang tua pasien mengatakan
14.00 DX 3 Resiko Syok S: - terdapat bintik merah pada
Hipovolemia O: tangan
O:  HB: 11,9

 Trombosite
HT: 37% 86.000/mm3

 HB
Trombosit: 110.000 mm3
=11.9 g/dl
 HT
suhu tubuh 36.5°C
=37%
A: masalah teratasi> dari 20 petekia
 Terdapat
P :Hentikan intervensi
pada pergelangan tangan
pasien
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
 Monitor tanda tanda pendarahan
 Catat nilai HB dan HT
 Monitor nilai trombosit
 Anjurkan unukmeningkatkan
intake cairan
 Kolaborasikan pemberian Fresh
Frozen Plasma (FFP)
14.30 DX 3 Resiko Syok S:
Hipovelemia O: Tidak ada tanda-tanda asites
 HB =11,9 HT =37%, Trombosit
pasien = 86.000/mm
 Suhu Tubuh 37,9°C
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
 Pantau nilai lab,HB Dan HT
 Monitor tanda dan gejala asites
69

Tabel 4.11 Evaluasi Keperawatan Klien 2


Hari/Jam DX Keperawatan Evaluasi (SOAP) Paraf

Hari Ke-2 DX 1 Hipertermi S: Orang tua klien mengatakan


70
21-01- anaknya masih demam
2022 O:
Pukul:  akral teraba hangat
12.00  suhu tubuh 38,1°C
Hari/Jam DX Keperawatan Evaluasi (SOAP) Paraf
A: Masalah belum teratasi
Hari Ke-1 DX 1 Hipertermi S: Orang tua klien mengatakan
P : Lanjutkan Intervensi
20-01- anaknya masih demam
 monitor suhu tubuh
2022
Tanggal/Jam DX Keperawatan O: Evaluasi (SOAP) Paraf
 berikan anti piretik
Pukul:  Akral teraba hangat
 komres pada lipatran paha dan
10.00  Suhu tubuh 38,5° C
Hari ke-3 DX 1 Hipertermi S: aksila
Orang tua klien mengatakan
A: Masalah belum teratasi
22-01-2022 anaknya sudah tidak
 kolaborasikan dalamdemam lagi
pemberian
P: Lanjutkan Intervensi
Pukul: 10.00 O:cairan
Suhu tubuh 36°C
 Monitor suhu tubuh
13.00 DX 2 Resiko S: A: Masalah teratasi
 Berikan anti piretik
Perdarahan P: Hentikantua
 Orang Intervensi
klien mengatakan
 komres pada lipatran paha dan
11.00 DX 2 Resiko S: anaknya
Orang tua demammengatakan
klien sudah 7 haribintik
aksila
Perdarahan merah
 Orangpada tua tangan dan kaki klien
klien mengatakan
 kolaborasikan dalam
sudah tidak ada
terdapat bintik merah pada
pemberian cairan
O:kedua tangan serta kaki.
12.00 DX 2 Resiko S: Orang tua pasien mengatakan
O:  Trombosit 100.000/mm
Perdarahan terdapat bintik merah pada kaki dan
 HB 14,2%86.000/mm
 Trombosite
tangan anaknya.
 HT
 HB 37%
11,9%
O:
A:
 HTMasalah
37% teratasi sebagian
 Trombosite 85.000/mm3
P: Lanjutkan intervensi
 Terdapat >20 peteki pada
 HB =13,5 HT =40%
kedua tanganHB
 Catat nilai dankaki
serta HT klien
 Terdapat > dari 20 petekia
 Monitor
A: Masalah belumnilaiteratasi
trombosit
pada pergelangan tangan
12.00 DX 3 Resiko P: S: -
Lanjutkan intervensi
pasien
Hipovolemia  O:Monitor tanda-tanda
A: Masalah belum teratasi

perdarahan Tidak ada tanda tanda
P: Lanjutkan Intervensi
 Catat nilai asites
HB dan HT
 monitor tanda tanda
  Monitor
Leukosit:
nilai37.000
Trombosite
pendarahan
  Anjurkan
N: 100x/menit
untuk meningkatkan
 catat nilai HB dan HT
 Trombosit
intake cairan pasien =
 monitor nilai trombosit
 Kolaborasi 152.000/mm3pemberian Fresh
 Anjurkan unukmeningkatkan
 suhu tubuh
Frozen Plasma (FFP) 36,5°C
intake cairan
 RR:25X/menit
 kolaborasikan pemberian Fresh
14.30 DX 3 Resiko Syok S: A: - Masalah Teratasi
Frozen Plasma (FFP)
Hipovolemia O:P: Hentikan Intervensi
14.00 DX 3 Resiko Syok S: -
 Tidak ada tanda tanda asites
Hipovolemia O:
 HB =11,9HT =37%
 Tidak ada tanda tanda asites
 Trombosit pasien =
 HB =13,5HT =40%
86.000/mm3
 Trombosit pasien =
 suhu tubuh 37,90C
85.000/mm3
A: Masalah teratasi sebagian
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
P: Lanjutkan intervensi
 Pantau nilai lab dan HB,HT
 Pantau nilai Lab dan HB
 Monitor tanda dan gejala asites
71

4.3 Pembahasan
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas tentang
adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan hasil asuhan
keperawatan pada pasien 1 dan 2 dengan kasus Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) yang telah dilakukan sejak tanggal 17 – 22 Januari 2022
diruangan Teratai Atas RSUD Sidoarjo. Kegiatan yang dilakukan meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
4.3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting
dilakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun
selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al, 2017).
Pengkajian pada klien 1 dan klien 2 dilakukan di RSUD
Sidoarjo Klien 1 berusia 7 tahun, sedangkan klien 2 berusia 4 tahun
dengan jenis kelamin yang sama yaitu perempuan. Pada klien 1 dan
klien 2 ditemukan keluhan yang sama yaitu mengalami demam yang
tidak stabil, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kemenkes RI (2015)
bahwa yang terjadi pada penderita penyakit DHF biasanya ditandai
adanya demam yang berlangsung sepanjang hari. Berdasarkan hasil
pengkajian pada klien 1 dan klien 2, saat dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital, klien 1 tekanan darah 110/80 Mmhg, nadi 85x/menit,
suhu tubuh 38,2ºC, pernafasan 18 x/menit, sedangkan klien 2 tekanan
darah 110/80 Mmhg, nadi 100x/menit, suhu tubuh 38,5ºC, pernafasan
25 x/menit. Terjadi peningkatan suhu pada kedua klien. Menurut
(Murwani 2018) Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita
akan menimbulkan viremia, hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh
pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan
(pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya:
peningkatan suhu.
Terdapat perbedaan pada klien 1 dan klien 2. Pada klien 1
diindikasikan DHF grade 2, sedangkan pada klien 2 diindikasikan DHF
grade 3. Pemeriksaan fisik pada klien 1 didapatkan adanya bintik
merah di kedua tangan pasien, sedangkan pada klien 2 tidak
didapatkan pemeriksaan fisik di ekstremitas adanya bintik-bintik merah
sekitar tangan,kaki dan mukosa mulut lembab, nadi 100x/menit.
72

Bintik-bintik merah termasuk pertanda terjadi pendarahan di sel


pembuluh darah merah tubuh pasien akibat infeksi virus dengue. Hal
ini sesuai dengan pernyataan dari Nurarif & Kusuma (2015) bahwa
Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan
pada kulit atau perdarahan di tempat lain dan pada derajat III
ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan
lemah,tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi
disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan
anak tampak gelisah. Pada klien 1 didapatkan data bahwa klien makan
3x sehari selama di rumah sakit, tidak terdapatnya data BB klien
sebelum sakit dan sesudah sakit, sedangkan pada klien 2 didapatkan
data bahwa klien makan 3x sehari habis ¼ porsi dan terjadi penurunan
BB yaitu sebelum sakit 12 kg menjadi 10 kg setelah sakit, BB normal
12 kg. Menurut (Nurarif & Kusuma 2015)
Terlihat dari beberapa perubahan pada nilai laboratorium pada
klien 1 dan klien 2 terjadi penurunan trombosit. Hal ini sesuai dengan
teori. Menurut Desastri (2011) bahwa trombositopenia terjadi akibat
dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi
melawan virus. Menurut Rosdiana & Sulistiawati (2017),
trombositopenia dapat terjadi akibat sumsum tulang pada hari ke-4
mengalami hiposelular dengan hambatan pada semua sistem
hemopoesis sehingga menyebabkan penurunan trombosit pada DHF.
Penurunan trombosit diduga karena trombopoesis yang menurun,
destruksi trombosit dalam darah meningkat, serta gangguan fungsi
trombosit. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit
diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan
dimusnahkan oleh retikuloendotelial sistem. Ketika jumlah trombosit
<100.000/mm3 fungsi trombosit dalam hemostasis terganggu sehingga
integritas vaskular berkurang dan menyebabkan kerusakan vaskular.
Kemudian muncul manifestasi perdarahan yang dapat menyebabkan
syok dan memperberat derajat DHF.
4.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial.
73

Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien


individu,keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan.(SDKI DPP PPNI 2017). Menurut aplikasi asuhan
keperawatan berdasarkan web of caution (WOC) (Erdin 2018) dan
(SDKI DPP PPNI 2017) terdapat 10 diagnosa keperawatan yang
muncul pada kasus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) yaitu pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas,hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal, nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, defisit nutrisi
berhubungan dengan factor psikologis (keengganan untuk
makan),hypovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler ditandai dengan kebocoran plasma darah, intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan, defisit pengetahuan berhubungan
dengan kurang terpapar informasi, ansietas berhubungan dengan
krisis situsional,risiko pendarahan ditandai dengan koagulasi
(trombositopenia), dan risiko syok ditandai dengan kekurangan volume
cairan.
Berdasarkan data hasil pengkajian dan analisa data diagnosa
keperawatan menurut Nanda (2015) yang ditegakkan pada klien 1
yaitu hipertemi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue,
hypovolemian berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,
pendarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi ditandai
dengan trombositopeni, dan risiko syok hypovolemia berhubungan
dengan kehilangan cairan secara aktif ditandai dengan pendarahan.
Berikut pembahasan diagnosa yang muncul sesuai teori pada
data kasus klien 1 dan klien 2 yaitu :
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
suhu tubuh diatas nilai normal Pada klien 1 dan klien 2 penegakkan
diagnosa keperawatan menurut Nanda (2015) yaitu Hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit virus dengue dan
berdasarkan SDKI (2017) untuk penegakan diagnosa Hipertemia
yaitu Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai
dengan suhu tubuh diatas normal. Berdasarkan SDKI (2017)
terdapat gejala dan tanda mayor 80-100% untuk validasi diagnosis
74

dan terdapat tanda minor : tanda dan gejala tidak harus ditemukan,
namun jika ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosa
adapun gejala dan tanda mayor subjektif (tidak tersedia) dan data
objektif : suhu tubuh diatas nilai normal. Sedangkan gejala dan
tanda minor subjektif (tidak tersedia) dan data objektif : kulit merah,
kejang, takikardi, takipnea, dan kulit terasa hangat.
Menurut analisa data peneliti muncul diagnosa Hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal pada klien 1 dan klien 2 berdasarkan data
pengkajian dari klien 1 didapatkan kesenjangan data di pengkajian
dan di diagnosa keperawatan bahwa data di pengkajian anak
demam sejak 4 hari sedangkan data di diagnose keperawatan anak
demam sudah 7 hari, keadaan umum sedang, kesadaran
composmentis, TD: 110/80mmHg, N:85 x/menit, RR: 18X/menit,
Suhu: 38,2ºC, akral teraba hangat. Berdasarkan SDKI (2017) pada
klien 1 dengan data mayor dan minor didapatkan data yang sesuai
data mayor (objektif) yaitu suhu tubuh diatas nilai normal dan data
pada klien 2 yaitu Suhu: 38,5ºC (Normal: 36,5-37,5) dan didapatkan
tanda minor (objektif) yaitu kulit terasa hangat dan pada klien 1
didapatkan data akral teraba hangat dan ini menunjukkan untuk
penegakan diagnose keperawatan menurut SDKI (2017) gejala dan
tanda mendukung untuk penegakan diagnosa keperawatan yaitu
hipertemi. Sedangkan pada klien 2 anak demam sejak 6 hari yang
lalu, keadaan umum lemah, TD: 100/60mmHg, N:75x/menit, RR:
25x/menit, Suhu: 38,5ºC, akral hangat dan warna kulit agak
kemerahan. Berdasarkan SDKI (2017) pada pasien 2 dengan data
mayor dan minor didapatkan data mayor (objektif) yaitu suhu tubuh
diatas nilai normal dan data pada klien 2 yaitu Suhu: 38,5 ºC
(Normal: 36,5-37,5) dan didapatkan tanda minor (objektif) yaitu kulit
merah dan kulit terasa hangat dan pada klien 2 didapatkan data
warna kulit kemerahan dan akral hangat dan ini menunjukkan untuk
penegakan diagnose keperawatan menurut SDKI (2017) gejala dan
tanda mendukung untuk penegakan diagnose keperawatan yaitu
hipertemi. Salah satu tanda dan gejala DHF pada klien 1 dan klien 2
mengalami demam tinggi mendadak 2-6 hari (Nurarif & Kusuma,
75

2015). Hipertemia adalah suhu tubuh meningkat diatas rentang


normal tubuh (SDKI, 2017). Hipertermia dapat terjadi karena virus
dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur
suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat
bradikinin,serotinin, trombin, histamin) terjadinya peningkatan suhu
(Desastri,2011).
2. Hypovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler.
Pada klien 1 dan 2 penegakkan diagnosa keperawatan
menurut Nanda (2015) yaitu hypovolemia berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler dan berdasarkan SDKI (2017)
untuk penegakan diagnosa hipovolemia yaitu Hipovolemia
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler untuk
penegakan diagnosa Hipovolemia terdapat gejala dan tanda mayor
80-100% untuk validasi diagnosis dan terdapat tanda minor : gejala
dan tanda tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat
mendukung penegakan diagnosa adapun gejala dan tanda mayor
subjektif (tidak tersedia) dan tanda gejala objektif : frekuensi nadi
meningkat, nadi terasa lemah,tekanan darah menurun,nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume
urin menurun. Sedangkan gejala dan tanda minor subjektif : merasa
lemah dan mengeluh haus dan tanda gejala objektif : pengisian
vena menurun, status mental berubah, suhu tubuh meningkat,
konsentrasi urin meningkat, berat badan turun tiba-tiba.
Menurut analisa data peneliti muncul diagnosa
Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler pada klien 2 berdasarkan data yaitu klien kurang dalam
minum sehari kurang lebih sekitar 600ml, kesadaran composmentis,
hematocrit 41,0,% (Normal: 35.0%-45.0%), mukosa bibir kering,
turgor kulit elastis, N:70x/menit (Normal: 70/120x/menit), RR:
20X/menit (Normal: 12-25x/menit), Suhu: 38,2ºC (Normal: 36,5-
37,5). Berdasarkan SDKI (2017) pada klien 1 dan 2 dengan data
mayor dan minor didapatkan data mayor (objektif) yaitu membrane
mokosa kering dan suhu tubuh meningkat dan pada klien 1
76

didapatkan data suhu 38,5ºC dan klien 2 suhu 38,2ºC (Normal:


36,5-37,5). Pada klien 1 dan 2 menurut analisa peneliti didapatkan
data berdasarkan SDKI (2017) dengan tanda dan gejala mayor dan
minor. Hipovolemia adalah volume cairan intravaskuler, interstisiel,
dan/atau intraseluler (SDKI, 2017). Hypovolemia dapat terjadi akibat
aktivitas C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, 2 peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler atau
vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler
atau terjadinya perembesan plasma terjadi pengurangan volume
plasma yang menyebabkan hypovolemia (Murwani 2018).
3. Risiko perdarahan b.d gangguan koagulasi (trombositopenia).
Pada klien 1 dan 2 penegakkan diagnosa keperawatan
menurut Nanda (2015) yaitu pendarahan berhubungan dengan
gangguan koagulasi ditandai dengan trombositopeni dan
berdasarkan SDKI (2017) untuk penegakan diagnosa risiko
pendarahan yaitu risiko pendarahan ditandai dengan gangguan
koagulasi (trombositopenia). Berdasarkan SDKI (2017) untuk
penegakan diagnosa Risiko pendarahan terdapat factor risiko yaitu
gangguan koagulasi (mis, trombositopenia), kurang terpapar
informasi tentang pencegahan pendarahan, dan proses keganasan.
Menurut analisa data peneliti muncul diagnosa Risiko perdarahan
ditandai dengan gangguan koagulasi (trombositopeni) pada klien 1
diperoleh data yaitu penurunan trombosit menjadi 49.000mm3
(Normal:150.000 mm3 - 450.000 mm3) dan terdapat bintik merah
dikedua tangan pasien. Berdasarkan SDKI (2017) pada klien 1
dengan faktor risiko gangguan koagulasi (trombositopenia)
didapatkan data pada klien 1 mengalami penurunan trombosit
menjadi 49.000mm3 (Normal:150.000 mm3 - 450.000 mm3) dan ini
menunjukkan untuk penegakan diagnosa keperawatan menurut
SDKI (2017) faktor risiko mendukung untuk penegakan diagnosa
keperawatan yaitu resiko pendarahan. Menurut analisa peneliti,
pada klien 2 didapatkan data penurunan trombosit menjadi
85.000mm3 (Normal:150.000 mm3 - 450.000 mm3). Berdasarkan
SDKI (2017) pada klien 2 dengan factor risiko gangguan koagulasi
77

(trombositopenia) didapatkan data pada klien 2 mengalami


penurunan trombosit menjadi 85.000mm3 (Normal:150.000 mm3 -
450.000 mm3) dan ini menunjukkan untuk penegakan diagnosa
keperawatan menurut SDKI (2017) factor resiko mendukung untuk
penegakan diagnosa kepererawatan yaitu resiko pendarahan dan
terkait dengan teori dan hasil data yang ada peneliti beramsumsi
bahwa diagnosa keperawatan Resiko Pendarahan diangkat menjadi
diagnose keperawatan pada klien 2.
Menurut WHO (2016) Penderita DHF divonis mengandung
DHF manakala kadar trombosit dalam tubuh kurang dari angka
100.000, sedangkan hematokritnya meningkat sebesar 20% atau
lebih dan mengalami perubahan pada sifat dinding pembuluh
darahnya yaitu jadi mudah ditembus cairan (plasma) darah.
Perembesan ini terjadi sebagai akibat reaksi imunologis antar virus
dan sistem pertahanan tubuh. Perembesan plasma yang terus-
menerus menyebabkan penurunan jmlah trombosit dalam darah.
Trombosit adalah komponen darah yang berfungsi dalam proses
penggumpalan darah jika pembuluh kapiler pecah. Penurunan
trombosit terjadi di hari keempat sampai kelima setelah gejala DHF
muncul dan berlangsung selama 3-6 hari. Risiko perdarahan adalah
beresiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam
tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh) (SDKI, 2017).
4. Risiko syok b.d kehilangan cairan secara aktif.
Pada klien 1 dan 2 penegakkan diagnosa keperawatan
menurut Nanda (2015) yaitu Resiko syok hypovolemia berhubungan
dengan kehilangan cairan secara aktif ditandai dengan pendarahan
dan berdasarkan SDKI (2017) untuk penegakan diagnosa resiko
syok yaitu resiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan.
Berdasarkan SDKI (2017) untuk penegakan diagnosa Resiko syok
terdapat factor risiko yaitu hipoksemia, hipoksia, hipotensi,
kekurangan volume cairan, dan sindrom respons inflamasi sistemik.
Menurut analisa data peneliti muncul diagnosa Risiko Syok ditandai
dengan kekurangan volume cairan pada klien 2 diperoleh data yaitu
terdapat ptekie pada kedua tangan serta kedua kaki klien, klien
terlihat lemas, dan klien kurang minum sehari minum kurang lebih
78

600ml. Berdasarkan SDKI (2017) pada klien 1 dan 2 dengan faktor


resiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan didapatkan
data klien kurang minum sehari minum kurang lebih 600ml dan
kebutuhan cairan anak yang disarankan oleh Ikatan Dokter
Indonesia bahwa anak yang berusia diatas 5 tahun, minum 2,1 –
2,4 liter atau 8-10 gelas perhari dan ini menunjukkan untuk
penegakan diagnose keperawatan menurut SDKI (2017) factor
risiko mendukung untuk penegakan diagnose keperawatan yaitu
resiko syok. Sedangkan pada klien. Risiko syok merupakan suatu
kondisi dimana beresiko untuk mengalami ketidakcukupan aliran
darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi
seluler yang mengancam jiwa (SDKI, 2017). Risiko syok dapat
terjadi akibat aktivitas C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, 2
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding kapiler atau vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler
keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya perembesaran plasma
akibat pembesaran plasma terjadi pengurangan volume plasma
yang menyebabkan risiko hipovolemia (Ngastiyah, 2014). Resiko
syok adalah beresiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke
jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa (SDKI, 2017).
4.3.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan
(SIKI DPP PPNI 2018). Intervensi asuhan keperawatan yang telah
dilakukan pada kedua klien sudah menggunakan standar intervensi
keperawatan indonesia (SIKI) dan standar luaran keperawatan
indonesia (SLKI). adapun tindakan pada standar intervensi
keperawatan indonesia terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan
kolaborasi (PPNI, 2018). Berdasarkan perencanaan kasus klien 1 dan
klien 2, tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan intervensi yang
telah peneliti susun dengan masalah hipertemi menurut SDKI (2015).
Intervensi yang dilakukan kepada klien 1 dengan tujuan setelah
79

dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh


pasien dalam rentang normal dengan kriteria hasil : suhu tubuh dalam
rentang normal, nadi dan RR dalam rentang normal, tidak ada
perubahan warna kulit dan tidak ada pusing. Rencana tindakan dalam
hipertemi meliputi monitor suhu sesering mungkin, berikan anti piretik,
kompres pada lipatan paha dan aksila, kolaborasikan dalam
pemberian cairan intravena. Sedangkan pada klien 2 dengan tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan suhu badan klien menurun dan stabil dengan kriteria hasil :
suhu badan pasien menurun atau tidak panas, nadi normal
100x/menit, RR normal 20x/menit, akral hangat. Rencana tindakan
dalam hipertemi Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan
(SIKI DPP PPNI 2018).
Peneliti menjelaskan pada keluarga pasien tentang demam,
anjurkan orang tua untuk memberikan pakaian tipis dan mudah
menyerap keringat, anjurkan orang tua untuk meningkatkan asupan
cairan pada pasien, ajarkan cara mengkompres yang benar yaitu lipat
paha dan aksila, observasi suhu tubuh pasien (diaphoresis),
kolaborasi pemberian antipiretik sesuai dengan kondisi pasien.
Intervensi asuhan keperawatan pada klien yang mengacu pada
intervensi yang telah disusun peneliti berdasarkan standar intervensi
keperawatan indonesia dan standar luaran keperawatan indonesia
yang telah di pilah sesuai kebutuhan klien anak dengan DHF dengan
masalah keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal yaitu dengan
tujuan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal dengan
kriteria hasil menggigil menurun, kulit merah menurun, suhu tubuh
membaik, dan tekanan darah membaik. Rencana tindakan
keperawatan dalam diagnosa hipertermi meliputi manajemen
hipertermia yaitu observasi : identifikasi penyebab hipertermia (mis,
dehidrasi, terpapar lingkungan panas), monitor suhu tubuh, monitor
kadar elektrolit, monitor haluaran urine, terapeutik meliputi: sediakan
lingkungan yang dingin, longgarkan atau lepaskan pakaian, basahi
80

dan kipasi permukaan tubuh, berikan cairan oral, lakukan pendinginan


eksternal (mis, kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,
aksila), hindari pemberian antipiretik atau aspirin, edukasi meliputi :
anjurkan tirah baring, kolaborasi meliputi : kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena (PPNI,2018).
Berdasarkan perencanaan kasus klien 1dan 2 tindakan yang
akan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah peneliti susun
dengan masalah hipovolemia menurut SDKI (2015). Intervensi yang
dilakukan kepada klien 2 dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi
dengan kriteria hasil : anak mendapatkan cairan yang cukup,
menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat, tanda-tanda vital dan
turgor kulit yang normal, membrane mukosa lembab. Rencana
tindakan dalam hipovolemia meliputi monitor keadaan umum anak,
observasi dan mencatat intake dan output cairan, berikan minum yang
adekuat sesuai dengan kebuhtuhan tubuh, dan kolaborasi pemberian
terapi cairan intravena. Intervensi asuhan keperawatan pada klien
yang mengacu pada intervensi yang telah disusun peneliti
berdasarkan standar intervensi keperawatan indonesia dan standar
luaran keperawatan indonesia yang telah di pilah sesuai kebutuhan
klien anak dengan DHF dengan masalah keperawatan hipovolemia
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler yaitu dengan
tujuan gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi dengan kriteria
hasil turgor kulit meningkat, output urine meningkat, tekanan darah
dan nadi membaik, kadar hb membaik. Rencana tindakan
keperawatan dalam diagnose hipovolemia meliputi manajemen
hipovolemia yaitu observasi : periksa tanda dan gejala hypovolemia
(mis, frekuensi nadi meningkat, nadi terasa lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urin menurun, hematocrit meningkat, haus
lemah), monitor intake dan dan output cairan, terapeutik meliputi :
berikan asupan cairan oral, edukasi meliputi : anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral, kolaborasi meliputi : kolaborasi pemberian cairan
IV isotonis (mis, NaCL, RL), kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
(mis, glukosa 2,5%, NaCL 0,4%), kolaborasi pemberian cairan koloid
81

(mis, albumin, plasmanate), kolaborasi pemberian produk darah


(PPNI,2018).
Berdasarkan perencanaan kasus klien 2, tindakan yang akan
dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah peneliti susun dengan
masalah defisit nutrisi menurut SDKI (2015). Intervensi yang dilakukan
kepada klien 1 dan 2 dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 x 24 jam diharapkan pasien mengkonsumsi nutrisi
dalam jumlah yang adekuat dengan kriteria hasil : nafsu makan
bertambah, pasien menghabiskan porsi makannya 3 kali sehari porsi
habis. Rencana tindakan dalam defisit nutrisi meliputi jelaskan tentang
pentingnya nutrisi, berikan makanan dalam porsi sedikit dengan
frekuensi sering, berikan makanan dalam keadaan hangat dan
menarik, anjurkan orang tua tetap memaksimalkan ritual makan yang
disukai anak selama di RS, timbang BB setiap hari atau sesuai
indikasi, observasi intake dan output makanan, berikan kebersihan
oral, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien. Intervensi asuhan keperawatan pada
klien yang mengacu pada intervensi yang telah disusun peneliti
berdasarkan standar intervensi keperawatan indonesia dan standar
luaran keperawatan indonesia yang telah di pilah sesuai kebutuhan
klien anak dengan DHF dengan masalah keperawatan defisit nutrisi
berhubungan dengan factor psikologis (keengganan untuk makan)
yaitu dengan tujuan anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi
dengan kriteria hasil porsi makanan yang dihabiskan meningkat,
frekuensi makan membaik, nafsu makan membaik. Rencana tindakan
keperawatan dalam diagnosa defisit nutrisi meliputi manajemen nutrisi
yaitu observasi : identifikasi status nutrisi, identifikasi alergi dan
intoleransi makanan, identifikasi makanan yang disukai, monitor
asupan makan, monitor berat badan, monitor hasil pemeriksaan
laboratorium, terapeutik meliputi : berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi, berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein,
berikan suplemen makanan, edukasi meliputi : anjurkan posisi duduk,
ajarkan diet yang di programkan, kolaborasi meliputi : kolaborasi
pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri, antimietik),
kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
82

nutrient yang dibutuhkan (PPNI,2018). Menurut analisa peneliti pada


klien 1 dan 2 berdasarkan rencana keperawatan menurut data bahwa
pada perencanaan keperawatan klien sudah sesuai dengan aspek
observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi.
Berdasarkan perencanaan kasus klien 1dan 2 tindakan yang
akan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah peneliti susun
dengan masalah resiko perdarahan menurut SDKI (2015). Intervensi
yang dilakukan kepada klien 1 dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan pasien terhindar dari
resiko pendarahan dengan kriteria hasil : tidak ada hematuria dan
hematemesis, kehilangan darah yang terlihat, tekanan darah dalam
batas normal sistol dan diastole, hemoglobin dan hematocrit dalam
batas normal. Rencana tindakan dalam risiko perdarahan meliputi
monitor tanda-tanda perdarahan, catat nilai HB dan HT, monitor nilai
lab trombosit, anjurkan untuk meningkatkan intake cairan,
kolaborasikan pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP). Intervensi
asuhan keperawatan pada klien yang mengacu pada intervensi yang
telah disusun peneliti berdasarkan standar intervensi keperawatan
indonesia dan standar luaran keperawatan indonesia yang telah di
pilah sesuai kebutuhan klien anak dengan DHF dengan masalah
keperawatan risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi
(trombositopenia) yaitu dengan tujuan perdarahan tidak terjadi dengan
kriteria hasil kelembapan kulit meningkat, hemoglobin membaik,
hematocrit membaik. Rencana tindakan keperawatan dalam diagnose
risiko perdarahan meliputi pencegahan perdarahan yaitu observasi :
monitor tanda dan gejala perdarahan, monitor nilai hematocrit atau
hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah, monitor tanda-
tanda vital, terapeutik meliputi : pertahankan bed rest selama
perdarahan, edukasi meliputi : jelaskan tanda dan gejala perdarahan,
anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi,
anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K, anjurkan
segera melapor jika terjadi perdarahan, kolaborasi meliputi : kolaborasi
pemberian obat pengontrol perdarahan, dan kolaborasi pemberian
produk darah (PPNI,2018).
83

Berdasarkan perencanaan kasus klien 1 dan 2 tindakan yang


akan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah peneliti susun
dengan masalah resiko syok menurut SDKI (2015). Intervensi yang
dilakukan kepada klien dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat terhindar dari
risiko syok dengan kriteria hasil : nadi dalam batas normal, irama
jantung dalam batas yang diharapkan, frekuensi nafas dalam batas
yang diharapkan, mata cekung tidak ditemukan, demam tidak
ditemukan. Rencana tindakan dalam risiko syok meliputi monitor fungsi
neurologis, monitor suhu dan pernafasan, pantau nilai lab dan
hemoglobin, hematocrit, monitor tanda dan gejala asites, monitor
status cairan input dan output. Intervensi asuhan keperawatan pada
klien yang mengacu pada intervensi yang telah disusun peneliti
berdasarkan standar intervensi keperawatan indonesia dan standar
luaran keperawatan indonesia yang telah di pilah sesuai kebutuhan
klien anak dengan DHF dengan masalah keperawatan resiko syok
ditandai dengan kekurangan volume cairan yaitu dengan tujuan tidak
terjadi syok hipovolemik dengan kriteria hasil tingkat kesadaran
meningkat, tekanan darah, frekuensi nadi dan napas membaik.
Rencana tindakan keperawatan dalam diagnose risiko syok meliputi
pencegahan syok yaitu observasi : monitor status kardiopulmonal
(frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD), monitor status
cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT), monitor tingkat
kesadaran dan respon pupil, terapeutik meliputi : oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen >94%, edukasi meliputi : jelaskan
penyebab atau factor risiko syok, anjurkan melapor jika menemukan
atau merasakan tanda dan gejala awal syok, anjurkan menghindari
allergen, kolaborasi meliputi : kolaborasi pemberian IV, jika perlu,
kolaborasi pemberian transfusi darah, kolaborasi pemberian
antiinflamasi (PPNI,2018).
4.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Implementasi
merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah
direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
84

klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau


respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan
(Ali 2016). Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 1 dilakukan
pada tanggal 17-19 Januari 2022 di RSUD Sidoarjo dan klien 2
dilakukan pada tanggal 20-22 Januari 2022 di RSUD Sidoarjo.
Implementasi pada klien 1 dan klien 2 dilakukan sesuai dengan
intervensi yang di buat dan di sesuaikan dengan masalah keperawatan
yang di temukan pada klien. Berdasarkan rencana tindakan
keperawatan yang telah dibuat dan disusun untuk mengatasi masalah
pertama yaitu hipertermi terhadap klien 1 dan klien 2, tindakan yang
dilakukan sesuai perencanaan. Implementasi keperawatan yang
dilakukan untuk mengatasi masalah hipertermi pada klien 1 yaitu
dengan monitor suhu sesering mungkin, berikan anti piretik, kompres
pada lipatan paha dan aksila, kolaborasikan dalam pemberian cairan
intravena. Sedangkan pada klien 2 yaitu menganjurkan orang tua
untuk memberikan pakaian tipis dan menyerap keringat, menganjurkan
orang tua untuk meningkatkan asupan cairan pada pasien,
mengajarkan cara mengompres pada bagian lipatan paha dan aksila,
mengobservasi TTV pasien.
Berdasarkan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat
dan disusun untuk mengatasi masalah hipovolemi terhadap klien 1,
tindakan yang dilakukan sesuai perencanaan. Implementasi
keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah hipovolemi
pada klien 1 dan 2 sesuai dengan intervensi yaitu dengan observasi
dan mencatat intake dan output cairan dan kolaborasi pemberian
terapi cairan intravena. Berdasarkan rencana tindakan keperawatan
yang telah dibuat dan disusun untuk mengatasi masalah defisit nutrisi
terhadap klien. Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi masalah defisit nutrisi pada klien sesuai dengan intervensi
yaitu menjelaskan kepada orang tua pentingnya nutrisi bagi tubuh
anak, memberikan makanan dalam porsi sedikit dengan frekuensi
sering, memberikan makanan dalam keadaan hangat, menimbang BB
setiap hari, mengobservasi intake dan output makanan, dan kolaborasi
dengan ahli gizi dalam membuat rencana diet dan memberikan terapi
sesuai indikasi. Berdasarkan rencana tindakan keperawatan yang
85

telah dibuat dan disusun untuk mengatasi masalah resiko pendarahan


terhadap klien 1 dan 2 tindakan yang dilakukan sesuai perencanaan.
Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
risiko pendarahan pada klien sesuai dengan intervensi yaitu
memonitor tanda-tanda pendarahan, mencatat nilai HB dan HT,
memonitor nilai lab trombosit, menganjurkan untuk meningkatkan
intake cairan dan kolaborasi pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP).
Berdasarkan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat
dan disusun untuk mengatasi masalah risiko syok terhadap klien 1 dan
2 tindakan yang dilakukan sesuai perencanaan. Implementasi
keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah resiko syok
pada klien 1 dan 2 sesuai dengan intervensi yaitu memonitor suhu,
memantau nilai lab, HB,HT, memonitor tanda dan gejala asites, dan
memonitor status cairan input dan output.
4.2.1 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai
apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak
untuk mengatasi suatu masalah (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi,
perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaan telah tercapai (Ali, 2014). Evaluasi
yang ditemukan setelah dilakukan perawatan selama 3 hari pada klien
1 dan perawatan selama 3 hari pada klien 2, masalah hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue adalah pada klien 1
teratasi pada hari ketiga pada tanggal 19 Januari 2022, sesuai dengan
kriteria perencanaan tanda-tanda vital dalam batas normal. Sedangkan
pada klien 2 teratasi pada hari tiga pada tanggal 22 Januari 2022,
didapatkan data hasil bahwa klien sudah tidak demam lagi hasil lab
trombosit 152.000mm3 (Normal:150.000 mm3 - 450.000 mm3),
leukosit 37.000 (Normal: 5.000/mm-11.000/mm), S:36ºC
,N:100x/menit, RR:25X/menit.
Evaluasi yang ditemukan setelah dilakukan perawatan selama
3 hari pada klien 1, masalah hipovolemi berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler adalah pada klien 1 teratasi pada
hari ketiga pada tanggal 19 Januari 2022 sesuai dengan kriteria
perencanaan klien mendapatkan cairan yang cukup, menunjukkan
86

tanda-tanda hidrasi yang adekuat, tanda-tanda vital dan turgor kulit


yang normal. Evaluasi yang ditemukan setelah dilakukan perawatan
selama 3 hari pada klien 3, masalah defisit nutrisi berhubungan
dengan factor psikologis (keengganan untuk makan) adalah pada klien
2 teratasi sebagian pada hari ke tiga pada tanggal 22 Januari 2022,
didapatkan hasil bahwa klien nafsu makannya mulai bertambah, klien
makan 3x sehari dengan menghabiskan satu porsi tidak habis sedikt.
Evaluasi yang ditemukan setelah dilakukan perawatan selama
3 hari pada klien 1, masalah Resiko Pendarahan ditandai dengan
gangguan koagulasi (trombositopeni) adalah pada klien 1 teratasi pada
hari ketiga pada tanggal 19 Januari 2022 sesuai dengan kriteria
perencanaan tidak ada hematuria dan hematemesis, tekanan darah
dalam batas normal, HB dan HT dalam batas normal. Didapatkan data
hasil bahwa bintik merah pada tangan serta kedua kaki klien sudah
tidak ada. Evaluasi yang ditemukan setelah dilakukan perawatan
selama 3 hari pada klien 1, masalah risiko syok ditandai dengan
kekurangan volume cairan adalah pada klien 1 teratasi pada hari
ketiga pada tanggal 19 Januari 2022 sesuai dengan kriteria
perencanaan dan didapatkan data hasil bahwa klien tidak ada tanda-
tanda asites, hasil lab HB: 11,9 (Normal 11.8-15.0), HT: 37% (Normal:
35.0%-45.0%), trombosit: 110.000 mm3 (Normal:150.000 mm3 -
450.000 mm3), S:36,5C.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan
pada anak 1 dan anak 2 dengan penyakit Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) Ruang Teratai Atas RSUD Sidoarjo peneliti dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
5.1.1 Pengkajian
Hasil pengkajian yang didapatkan dari kedua anak
menunjukkan adanya beberapa tanda gejala yang khas. Keluhan
yang diarasakan anak 1 juga dirasakan oleh anak ke 2. Keluhan yang
yang dirasakan ialah, anak demam, tedapat petekia. Dari hasil
pemeriksaan penunjang pun menunjukkan hasil yang sama yaitu
terjadinya penurunan trombosite pada kedua anak. Hal ini
menujukkan cirri khas dari penyakit Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) yang biasa muncul pada pasien.
5.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sama- sama muncul pada
kedua anak diantaranya , yaitu Hipertermi, Hipovolemik, Resiko syok
(hipovolemik), perdarahan, serta terdapat satu diagnosa yang
berbeda yang muncul pada anak 2 yaitu defisit pengetahuan.
5.1.3 Perencanaan
Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada kedua
pasien di sesuaikan dengan masalah keperawatan yang ditegakkan
berdasarkan kriteria tanda dan gejala mayor, minor serta kondisi klien
saat ini.
5.1.4 Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan keperawatan kasus ini sesuai
dengan intervensi yang telah dibuat. Dilakukan pada kedua anak
tanggal 17-22 Januari 2022 selama ±8 jam. Dalam mengatasi
masalah keperawatan hipertermi pada kedua anak yaitu dengan
memonitor suhu tubuh, memberikan anti piretik, memberikan anak
kompres hangat, serta kolaborasikan dalam pemberian cairan.
Masalah resiko pendarahan pada anak dilakukan monitor tanda-tanda

87
88

pendarahan, catat nilai Hb dan Ht, meningkatkan intake cairan serta


kolaborasikan dalam pemberian fresh frozen plasma (FFP). Masalah
resiko syok hipovolemia pada kedua anak dilakukan monitor Hb dan
Ht, monitor tanda tanda asites dan monitor status input dan output
cairan .
5.1.5 Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap
asuhan keperawatan yang di berikan, pada evaluasi yang peneliti
lakukan selama 3 hari pada anak 1 dan anak 2 diagnosa keperawatan
hipertermi, resiko pendarahan, resiko syok hipovolemia telah teratasi
sesuai dengan kriteria hasil.
5.2 Saran
Berdasarkan kasus yang diangkat penulis dengan judul Asuhan
Keperawatan Anak dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) di RSUD
Sidoarjo untuk peningkatan mutu dalam pemberian asuhan keperawatan
selanjutnya penulis menyarankan kepada :
5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengeksplorasi asuhan
keperawatan anak Dengue Haemorrhagic Fever (DHF). Dengan
masalah keperawatan lainnya. Dan dapat mengaplikasikan intervensi
keperawatan yang disusun dengan baik dan sesuai.
5.2.2 Bagi Perawat Ruangan
Diharapkan dapat dijadikan masukan dalam memberikan asuhan
keperawatan anak dengan Dengue Haemorhagic Fever (DHF) dan
dapat meningkatkan mutu dalam pemberian asuhan keperawatan
diruangan.
5.2.3 Bagi Klien dan Orang Tua Klien
Diharapkan dapat mengenali bagaimana proses dan tanda
gejala serta faktor penyebab terjadinya Dengue Haemorhagic Fever
(DHF) sehingga untuk kedepannya dapat merubah pola hidup menjadi
lebih baik lagi.
5.2.4 Bagi Peneliti
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga
dalam melakukan asuhan keperawatan anak Dengue Haemorhagic
Fever (DHF).
DAFTAR PUSTAKA

A, Sukohar. 2014. I Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas


Lampung Medula:Lampung.
Adlan, Z.A 2013. Pengaruh Paracetamol Dosis Analgetik Terhadap Kadar Serum
Glutamat Oksaloasetat Transaminase. Semarang: Jurnal media medika
muda.
Afyanti, Y., & Rachmawati, I. N. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam
Riset Keperawatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Aryanti 2016. Perbandingan Efektivitas Pemberian Kompres Hangat dan Terapi
Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak yang Mengalami
Demam.
Departemen Kesehatan RI. 2013. Data Kasus DBD Per Bulan Di Indonesia
Tahun 2009,2010 dan tahun 2008.
Dinas Kesehatan Kota Samarinda. 2016. Demam Berdarah Dengue:
Epidemiologi,Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Profil
Kesehatan Kota Samarinda : Kalimantan Timur.
Elyas. Y, 2013 Asuhan Keperawatan Dengan Masalah DBD Jakarta
Fakultas:Indonesia.
Fitriastri N. H. 2015 Hubungan Trombositopeni Dengan Manifestasi Klinis
Perdarahan Pada Klien Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Prosiding
Pendidikan Dokter.
Giyatmo. 2013 Efektivitas Pemberian Jus Kurma Dalam Peningkatan Trombosit
Pada Pasien Demam Berdarah Dengue. Jurnal Keperawatan Soedirman
(The Journal Of Nursing).
Halomoan,J.K dkk. 2017. Pengendalian Vektor Virus Dengue Dengan Metode
Release Of Insect Carryng Dominant Lethal (RIDL). Universitas
Lampung.
Hidayat, A. A. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Metode Peneliti Kebidanan dan Tehnik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika.
Joyce. 2013 Pengkajian Pediatrik Seri Pedoman Praktis Edisi 4.
Lumajang: Dinas Kesehatan; 2012.Lumajang. Kabupaten Lumajang dalam
Angka 2012. Lumajang: Badan Pusat Statistik, 2013.

89
90

Luthfi M. H. D, dkk 2017 Deteksi Dini Kasus Demam Berdarah Dengue


Berdasarkan Faktor Cuaca di DKI Jakarta Menggunakan Metode Zero
Truncated Negative Biomial Sekolah Tinggi Ilmu Statistik: Jakarta.
Marni. 2016 Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis. Jakarta:
Erlangga.
Nisa, W. D 2013. Karakteristik Demam Berdarah Dengue Pada Anak.
Kedokteran Muhammadyah Volume 1 Nomer 2.
Noc, N. N. (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Jogja:Mediaaction.
Nurarif dan Kusuma. 2015 Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda Nic Noc Dalam Berbagai Kasus Ed, Yogyakarta:
Mediaction.
Nursalam. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawatan dan
Bidan) Jakarta: Salemba Medika. Mediaaction.
Paramita, R., dkk 2017. Hubungan Kelembapan Udara Dan Curah Hujan Dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Gunung Anyar 2010-
2016. Universitas Airlangga: Surabaya.
Pudjiadi, A. H. 2013, Pedoman Pelayanan Medis Indonesia. Ikatan Dokter Anak.
Putri, S. N. 2016 Prevalensi Akut dan Petekie Pada Anak Usia <15 Tahun Yang
Terdiagnosa Demam Berdarah Dengue. E Journal Medika, 5.
Rahayu, Y., dkk 2017 Analisa Partisipasi Kader Junantik Dalam Upaya
Penangulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Cempaka: Lampung Utara.
Ridha, H. N. 2014. Buku ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:Pustaka pelajar.
Rochman, S. R. Badryah, A. A, Susana, N., Setiyorini, A., Martapura, D
Ramadhani, Y., et al. (2016). Satuan Acara Penyuluhan Pemberantasan
Sarang Nyamuk. Journal Universitas Brawijaya , 1-17.
Rusdianto,2016 Asuhan Keperawatan Hipertermi, DBD Nursing Journal Of Stikes
Insan Cindekia Medika Jombang Volume, 11, 1.
Soedarto. (2012). Demam Berdarah Dengue-Dengue Haemorhagic Fever.
Jakarta: Sagung Seto.
Susanti, N., 2012. Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat Pada Penatalaksanaan
Demam. Volume 1, p. 63.http://ejournal.uin-malang.ac.id [Diakses
tanggal diakses tanggal 03 februari pukul 16.00]
91

Susilanigrum, R. (2013) Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan
Bidan Edisi 2. Jakarta : Selema Medika.
Syaribulan (2012,Desember). Waktu Aktivitas Menghisap Nyamuk Aedes
Aegepty dan Aedes Albopictus . Joernal Ekologi Kesehatan, 2.1.
Tamsuri, A (2013) Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Keseimbangan Cairan
Dan Elektrolit, Jakarta: EGC.
Wilkinson. Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
World Health Organization (WHO) 2015. Impact Of Dengue.
Yulia, D. (2014, Maret). Upaya Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegepty Dengan
Pengasapan (fogging) Dalam Rangka Mencegah Peningkatan Kasus
Demam Berdarah. W A R T A,2.
Yuliastri, dkk. 2016. Modul Bahan Ajar: Keperawatan Anak: Jakarta Selatan.
Zumaroh. 2015. Evaluasi Pelaksanaan Survailens Kasus Demam Berdarah
Dengue Di Puskesmas Putat Jaya Berdasarkan Atribut Survailens,
Jurnal Berkala Epidemologi.
92

LAMPIRAN

FORM KESEDIAAN SEBAGAI PEMBIMBING 1 KARYA ILMIAH AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Rosly Zunaedi, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Alamat :
93

No Telp / Email :
Dengan ini menyatakan bersedia / tidak bersedia*) menjadi pembimbing 1/
Pembimbing 2*)
Karya Ilmiah akhir prodi pendidikan Ners STIKES widyagama Husada Malang
bagi Mahasiswa:

Nama : Arling Tamar Daworis


NIM : 210814901324
Alamat : Jln. Borubudur Agung Barat II No. 4
Usulan Judul  : Asuhan Keperawatan Dengue Haemorhagic Fever (Dhf) Pada Anak
Dengan Masalah Keperawatan Hipertermi Di Ruang Teratai Atas Rsud
Sidoarjo.

Malang………………………
Pembimbing 1

(Rosly Zunaedi, S.Kep.,Ners.,M.Kep)


NDP: 2017.389.
94

FORM KESEDIAAN SEBAGAI PEMBIMBING II KARYA ILMIAH AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Frengki Apryanto, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Alamat :
No Telp / Email :
Dengan ini menyatakan bersedia / tidak bersedia*) menjadi pembimbing 1/
Pembimbing 2*)
Karya Ilmiah akhir prodi pendidikan Ners STIKES widyagama Husada Malang
bagi Mahasiswa:

Nama : Arling Tamar Daworis


NIM : 210814901324
Alamat : Jln. Borobudur Agung Barat II No. 4
Usulan Judul : Asuhan Keperawatan Dengue Haemorhagic Fever (Dhf) Pada
Anak Dengan Masalah Keperawatan Hipertermi Di Ruang
Teratai Atas Rsud Sidoarjo.

Malang………………………
Pembimbing II

(Frengki Apryanto, S.Kep.,Ners.,M.Kep)


NIP:
95

CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING 1

Zunaedi, Rosly Kep.,Ners.,M.Kep S.


Hari/ Topik Yang Saran dan Masukan Tanda Tangan
Tanggal Dikonsultasikan Pembimbing 1 Pembimbing 1
Rabu/ Bab I Latar Belakang jadi 1 Paragraf.
23 maret
2022
Bab I Tambahkan data kejadian DHF
di RSUD Sidoarjao dan
gambaran pasien dhf d ruang
teratai atas.
Bab II Ditambah lagi konsep tentang
hipertermi nya.
Kompres hangat pisahkan jadi
sub bab sendiri
Bab III Sesuaikan dengan buku
pedoman penulisan KIA
25 Maret Bab I Tambahkan 2 paragraf pada
2022 latar belakang di gambaran
umum RSUD Sidoarjo
Bab II Konsep Tumbuh Kembang
Anak dan Hospitalisasi tidak
perlu dimasukkan.
Bab II Diagnosa Keperawatan Pakai
SDKI lengkap dengan data
mayor dan minor.
Bab III Tambahkan subjek penelitian

27 Maret Bab II Intervensi Keperawatan Pakai


2022 SLKI dan SIKI.
Bab III Sesuaikan dengan buku
pedoman penulisan KIA.
Bab III Subjek Penelitian :
Lebih spesifik usia responden
yang diambil.
96

Bab III Partisipan :


Apa bedanya dengan kriteria
inklusi dan eksklusi diatas?
Bab III Analisa Data:
Analisis
28 Maret Bab I-III ACC Ujian Proposal
2022

CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING 2

Frengki Apryanto, S.Kep.,Ners.,M.Kep


97

Hari/ Topik Yang Saran dan Masukan Tanda Tangan


Tanggal Dikonsultasikan Pembimbing 2 Pembimbing 2
Kamis/ Cover Depan Ini apakah sdh sesuai dg buku
28 Maret panduan ?
2022
Bab I 1 paragraf 3-5 kalimat.

Daftar Pustaka Urutan Daftar Pustaka

Bab II Pathway dan Diagnosa yang


diambil harus sesuai dengan
Buku SDKI,SLKI Dan SIKI.
Bab III Kerapian Penulisan

Rabu/ Bab I Teliti spasi dalam penyusunan


06 April kalimat
2022

Bab II Posisi gambar ditempatkan


Pembahasan ditengah
Bab III Menurut pendapat dari masing-
Pendekatan masing tokoh agar diperhatikan
penulisan nama yang benar
07 April Bab II Tindakan keperawatan apa yang
2022 di eksplorasikan pada anak
dengan DHF
Bab III Tambahkan Subjek Penelitian
09 April Cover Lengkapi Kata pengantar,Daftar
2022 Isi,Daftar Gambar danTabel.
Bab I Penempatan kata Mengeksplorasi
Tujuan Penelitian yang baik dan benar
Bab II Kerapian Penulisan

Bab III Kerapian Penulisan

Lampiran Lengkapi Lampiran


98

11 April Bab I-III ACC Ujian Proposal


2022
99
100
101

Rekomendasi Pasca Semhas Penguji utama

Topik Yang Saran dan


Hari/Tanggal Tanda Tangan
Dikonsultasikan Masukan Penguji
Jumat,17 Juni 2022 Kata Pengantar Tanggal diperbaiki
Pengkajian (Huruf
Bab IV
Besar nama bulan)

Spasi disetiap jarak


Bab IV
kalimat

Cetak tebal setiap


Bab IV topik pada
pembahasan
Bab IV disesuaikan dengan
tujuan khusus dan
dari hasil
implementasi
dikaitkan dengan
teori yang ada.

Bab IV Lengkapi Paraf

Ari Damayanti W.,S.Kep.,M.Kep

Rekomendasi Pasca Semhas Pembimbing 1

Zunaedi, Rosly Kep.,Ners.,M.Kep S.


102

Hari/Tanggal Topik Yang Saran dan Tanda Tangan


Dikonsultasikan Masukan Penguji
Jumat,17 Juni Kata Pengantar Tanggal diperbaiki
2022
Bab IV Pengkajian (Huruf
Besar nama bulan)
Bab IV Spasi disetiap jarak
kalimat
Bab IV Cetak tebal setiap
topik pada
pembahasan
Bab IV disesuaikan
dengan tujuan
khusus dan dari
hasil implementasi
dikaitkan dengan
teori yang ada.
Bab IV Lengkapi Paraf

Rekomendasi Pasca Semhas Pembimbing 2

Frengki Apryanto, S.Kep.,Ners.,M.Kep


Hari/Tanggal Topik Yang Saran dan Tanda
Dikonsultasikan Masukan Penguji Tangan
Jumat,17 Juni Kata Pengantar Tanggal diperbaiki
2022
103

Bab II Posisi gambar


ditengah (sumber
dan gambar tabel
menyesuaikan)
Bab IV Pengkajian (Huruf
Besar nama
bulan)
Bab IV Spasi disetiap
jarak kalimat
Bab IV Cetak tebal setiap
topik pada
pembahasan
Bab IV disesuaikan
dengan tujuan
khusus dan dari
hasil implementasi
dikaitkan dengan
teori yang ada.
Bab IV Lengkapi Paraf

Anda mungkin juga menyukai