Anda di halaman 1dari 95

PROFIL PASIEN YANG MENJALANI PROSEDUR

OPERATIF PADA HIRSCHSPRUNG’S DISEASE DI


BAGIAN BEDAH ANAK RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG PERIODE 2018-2021

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti gelar


Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Baiturrahmah

DIKE NOVELLA
1910070100078

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Profil Pasien yang Menjalai Prosedur Operatif pada Hirschsprung’s


Disease di Bagian Bedah Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2018-
2021

Disusun oleh :
Dike Novella
191007010078

Telah disetujui
Padang, 31 Oktober 2022
Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Khomeini, Sp.B dr. Efriza, M.Biomed

Penguji 1 Penguji

dr. Dhina Lydia Lestari, Sp.A, M.Biomed dr. Melya Susanti, M.Biomed

i
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Dike Novella

NPM : 1910070100078

Mahasiswa : Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran

Universitas Baiturrahmah, Padang.

Dengan ini menyatakan bahwa,

1. Karya tulis saya berupa skripsi dengan judul “Profil Pasien yang Menjalai

Prosedur Operatif pada Hirschsprung’s Disease di Bagian Bedah Anak

RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2018-2021”

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa

bantuan orang lain kecuali pembimbing dan pihak lain sepengetahuan

pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan oleh orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan

sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan judul buku

aslinya serta dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Apabila terdapat penyimpangan di dalam pernyataan ini, saya bersedia

menerima sanksi akademik sesuai norma dan hukum yang berlaku.

Padang, 31 Oktober 2022


Yang telah membuat pernyataan

65

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul

“Profil Pasien yang Menjalai Prosedur Operatif pada Hirschsprung’s Disease

di Bagian Bedah Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2018-2021”.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Baiturrahmah. Saya menyadari sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan

skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan

proposal sampai dengan terselesaikannya skripsi ini. Bersama ini saya

menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah yang telah

memberikan sarana dan prasarana kepada saya sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.

2. dr. Khomeini, Sp.B dan dr. Efriza, M.Biomed selaku dosen pembimbing

yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing saya

dalam penyusunan skripsi ini

3. dr. Dhina Lydia Lestari, Sp.A, M.Biomed dan dr. Melya Susanti, M.Biomed

selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran

untuk membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.

iii
4. Kedua orang tua, ayah Yusrizal dan ibu Elly Vambo tersayang, saudara-

saudara saya dr. Diko Aprilio, drg. Diki Septiano, Dika Elva dan Diva

Junellva yang selalu medoakan saya demi kelancaran skripsi ini, serta

keluarga yang senatiasa memberikan dukungan moral maupun material.

5. Para orang tersayang dan terkasih seluruh sahabat saya Safira Mardatillah,

Khoirunnisa Yoanda Triantma dan Fahri Atha Nasution yang senantiasa

memberikan dorongan, doa serta motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Senior saya, Khairunnisa Putri Dania, serta teman-teman Angkatan 2019

yang telah membantu serta memberikan dukungan semangat dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7. Pihak lain yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu atas bantuannya

secara lansung maupun tidak langsung sehinga skripsi ini dapa terselesaikan

dengan baik.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Padang, 31 Oktober 2022

Dike Novella

iv
ABSTRAK

PROFIL PASIEN YANG MENJALAI PROSEDUR OPERATIF PADA


HIRSCHSPRUNG’S DISEASE DI BAGIAN BEDAH ANAK
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG PERIODE 2018-2021

Dike Novella 𝟏), Khomeini 𝟐), Efriza 𝟐)


1)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang
2)
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang
Email : novelladike@gmail.com

Latar Belakang : Hirschsprung’s Disease merupakan penyakit kongenital/bawaan


lahir yang menyebabkan tidak adanya sel ganglia di dinding usus. Pasien
Hirschsprung’s Disease memiliki gejala khas yakni mekonium yang terlambat
keluar >24 jam. Prosedur pembedahan defenitif menjadi pilihan satu-satunya dalam
penatalaksanaan kasus Hirschsprung’s Disease. Prosedur operatif definitf
dijalankan dalam satu tahap (one stage) atau dua tahap (two stage). Komplikasi
pasca bedah sangat tinggi mungkin terjadi pada pasien Hirschsprung’s Disease.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini berdampak besar pada
angka mortalitas dan morbiditas.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Profil Pasien yang Menjalai
Prosedur Operatif pada Hirschsprung’s Disease di Bagian Bedah Anak RSUP Dr.
M. Djamil Padang Periode 2018-2021.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan desain
cross sectional menggunakan data sekunder dengan jumlah sampel 56 pasien.
Hasil : Berdasarkan hasil analisis data sampel 56 pasien, didapatkan sebanyak 29
pasien (51,8%) dalam kelompok usia 0-1 bulan. Jenis kelamin terbanyak adalah
laki-laki yaitu 43 pasien (76,6%). Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu 43
pasien (76,6%). Sebanyak 51 pasien (91,1%) tidak memiliki riwayat keluarga
dengan Hirschsprung’s Disease. Penyakit penyerta terbanyak adalah anemia yaitu
20 pasien (35,7%). Status gizi terbanyak adalah gizi baik yaitu 46 pasien (82,1%).
Klasifikasi tipe aganglion terbanyak adalah short segment yaitu 52 pasien (92,9%).
Jenis operasi definitif terbanyak adalah prosedur duhamel yaitu 51 pasien (91,1%).
Komplikasi pasca bedah terbanyak adalah perdarahan yaitu 21 pasien (37,5%).
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Prosedur
Duhamel menjadi prosedur defenitif yang banyak digunakan dalam
penatalaksanaan operatif, semakin cepat peneggakan diagnosis dan penanganan
pada pasien Hirschsprung’s Disease, maka akan semakin baik prognosis pasien.
Kata Kunci : Hirschsprung’s Disease, Pull-Trough

v
ABSTRACT

PROFILE OF PATIENTS UNDERGOING SURGICAL PROCEDURES ON


HIRSCHSPRUNG'S DISEASE IN PEDIATRIC SURGERY DEPARTMENT
DR. M. DJAMIL HOSPITAL AT PADANG CITY PERIOD 2018-2021.

Dike Novella 𝟏),Khomeini 𝟐) ,Efriza 𝟐)


1)
Students of the Faculty of Medicine, Baiturrahmah University, Padang
2)
Lecturer of the Faculty of Medicine, Baiturrahmah University, Padang
Email :novelladike@gmail.com

Background:Hirschsprung's Diseaseis a congenital disease that causes the


absence of ganglia cells in the intestinal wall. Patients with Hirschsprung's Disease
have typical symptoms, namely meconium that is delayed >24 hours. Definitive
surgical procedures are the only option in the management of Hirschsprung's
Disease cases. The definitive operative procedure is carried out in one stage (one
stage) or two stages (two stages). Post-operative complications are very high in
Hirschsprung's Disease patients. Lack of public knowledge about this disease has
a major impact on numbersmortality and morbidity.
Objective : This study aims to determine the profile of patients undergoing surgical
procedures on Hirschsprung's Disease in Pediatric Surgery Department, Dr. M.
Djamil Hospital at Padang City Period 2018-2021.
Methods : This research uses the method ofdescriptive research with cross
sectional designusing secondary data with a sample of 56 patients.
Results : Based on the analysis of the sample data of 56 patients, there were 29
patients (51.8%) in the 0-1 month age group. The most gender was male, namely
43 patients (76.6%). The most gender was male, namely 43 patients (76.6%). A
total of 51 patients (91.1%) had no family history of Hirschsprung's Disease. The
most comorbid disease was anemia, which was 20 patients (35.7%). The most
nutritional status was good nutrition, namely 46 patients (82.1%). The most
classification of aganglion type is short segment, namely 52 patients (92.9%). The
most definitive type of surgery was the Duhamel procedure, which was 51 patients
(91.1%). The most postoperative complications were bleeding, namely 21 patients
(37.5%).
Conclusion : Based on the results of the study, it can be concluded that the Duhamel
Procedure is a definitive procedure that is widely used in operative management,
the sooner the diagnosis and treatment of Hirschsprung's Disease patients, the
better the patient's prognosis.
Keywords : Hirschsprung's Disease, Pull-Trough

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................... i


PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .................................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iiii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
ABSTRACT ........................................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR DIAGRAM .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................................................. 5
1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6
2.1 Anatomi Kolon................................................................................................. 6
2.2 Fisiologi Kolon ................................................................................................ 7
2.3 Hirschsprung’s Disease ................................................................................... 8
2.3.1 Defenisi Hirschsprung’s Disease .................................................................. 8
2.3.2 Epidemiologi Hirschsprung’s Disease .......................................................... 8
2.3.3 Etiologi Hirschsprung’s Disease ................................................................... 9
2.3.4 Klasifikasi Hirschsprung’s Disease ............................................................ 10
2.3.5 Patogenesa Hirschsprung’s Disease ............................................................ 11
2.3.6 Manifestasi Klinik Hirschsprung’s Disease ................................................ 12

vi
2.3.7 Diagnosis Hirschsprung’s Disease .............................................................. 13
2.3.8 Tatalaksana Hirschsprung’s Disease ........................................................... 17
2.3.8.1 Kolostomi .................................................................................................. 17
2.3.8.2 Operasi Definitif ........................................................................................ 18
2.3.9 Diagnosis Banding Hirschsprung’s Disease ............................................... 19
2.3.10 Komplikasi Hirschsprung’s Disease ......................................................... 20
2.3.11 Prognosis Hirschsprung’s Disease ............................................................ 21
BAB III KERANGKA TEORI .......................................................................... 22
3.1 Kerangka Teori .............................................................................................. 22
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 23
4.1 Ruang Lingkup Penelitian.............................................................................. 23
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 23
4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................... 23
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 23
4.4.1 Populasi Target ........................................................................................... 23
4.4.2 Populasi Terjangkau .................................................................................... 23
4.4.3 Sampel ......................................................................................................... 24
4.4.4 Cara Sampling ............................................................................................. 24
4.5 Definisi Operasional ...................................................................................... 24
4.6 Cara Pengambilan Data.................................................................................. 26
4.6.1 Alat .......................................................................................................... 26
4.6.2 Jenis Data ..................................................................................................... 26
4.6.3 Cara Kerja .................................................................................................... 26
4.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 27
4.7.1 Pengolahan Data .......................................................................................... 27
4.7.2 Analisis Data................................................................................................ 27
4.7.3 Penyajian Data ............................................................................................. 28
4.8 Alur Penelitian ............................................................................................... 28
4.9 Etika Penelitian .............................................................................................. 29
4.10 Rencana Jadwal Penelitian ............................................................................. 29
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 30
5.1 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Usia ....... 30
5.2 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Jenis
Kelamin .......................................................................................................... 31

vii
5.3 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Riwayat
Keluarga ......................................................................................................... 31
5.4 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Penyakit
Penyerta.......................................................................................................... 32
5.5 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Status
Gizi ................................................................................................................. 33
5.6 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Klasifikasi
Tipe Aganglion .............................................................................................. 33
5.7 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Jenis
Operasi Defenitif ............................................................................................ 34
5.8 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Komplikasi
Pasca Bedah ................................................................................................... 35
BAB VII PEMBAHASAN .................................................................................. 37
6.1 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Usia ...... 37
6.2 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Jenis
Kelamin .......................................................................................................... 38
6.3 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Riwayat
Keluarga ......................................................................................................... 39
6.4 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Penyakit
Penyerta.......................................................................................................... 41
6.5 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Klasifikasi
Status Gizi ...................................................................................................... 42
6.6 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Klasifikasi
Tipe Aganglion .............................................................................................. 44
6.7 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Jenis Operasi
Definitif .......................................................................................................... 45
6.8 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Komplikasi
Pasca Bedah ................................................................................................... 47
6.10 Kelemahan Penelitian ................................................................................... 48
BAB VII PENUTUP ............................................................................................ 49
7.1 Kesimpulan .................................................................................................... 49
7.2 Saran ............................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51
LAMPIRAN ......................................................................................................... 61

viii
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 3.1 Kerangka Teori................................................................................. 23


Diagram 4.1 Alur Penelitian ................................................................................. 29

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional ............................................................................. 25


Tabel 4.2 Rencana Jadwal Penelitian .................................................................... 30
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan
Usia ....................................................................................................... 37
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan
Jenis Kelamin ........................................................................................ 37
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan
Riwayat Keluarga.................................................................................. 37
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan
Penyakit Penyerta.................................................................................. 41
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan
Status Gizi ............................................................................................. 42
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan
Klasifikasi Tipe Aganglion ................................................................... 44
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan
Jenis Operasi Defenitif .......................................................................... 45
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan
Komplikasi Pasca Bedah....................................................................... 47

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Radiografi Abdomen ......................................................................... 16

xi
DAFTAR SINGKATAN

EDNRB : Endothelin Receptor Type B

HD : Hirschsprung’s Disease

NCC : Neural Crest Cell

Phox2B : Paired Like Homeobox 2B

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

S1P1 : Sphingosine 1 phosphate receptor-1

SD : Standar Deviasi

SOX-10 : SRY-Box Transcription Factor 10

TCA : Total Clonic Aganglion

TEPT : Transanal Endorectal Pull Through

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Survey Awal dari Fakultas Kedokteran Universitas


Baiturrahmah ke RSUP Dr. M. Djamil Padang ................................ 61
Lampiran 2. Surat Balasan Permohonan Survey Awal dari RSUP Dr. M. Djamil
Padang .............................................................................................. 62
Lampiran 3. Surat Keterangan Layak Etik dari Fakultas Kedokteran Universitas
Baiturrahmah .................................................................................... 63
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas
Baiturrahmah ke RSUP Dr. M. Djamil Padang ................................ 64
Lampiran 5. Surat Keterangan Layak Etik dari RSUP Dr. M. Djamil
Padang .............................................................................................. 65
Lampiran 6. Surat Balasan Permohonan Izin Melakukan Penelitian dari RSUP Dr.
M. Djamil Padang ............................................................................. 66
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian dari RSUP Dr.
M. Djamil Padang ............................................................................. 67
Lampiran 8. Master Table ..................................................................................... 68
Lampiran 9. Analisis Data..................................................................................... 75
Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang .............. 79
Lampiran 11. Biodata Penulis ............................................................................... 80

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hirschsprung’s Disease merupakan gangguan perkembangan pada sistem

saraf enterik yang disebabkan oleh kegagalan migrasi, proliferasi, diferensiasi serta

kelangsungan hidup Neural Crest Cells (NCC) yang menyebabkan tidak adanya sel

ganglia di dinding usus (aganglionosis coli) yang terjadi pada minggu ke-12

gestasi.1 2
Dikarenakan tidak adanya sel ganglion parasimpatis di kolon distal

menyebabkan kurangnya gerakan peristaltik serta hilangnya relaksasi involunter

sfingter ani interna yang menyebabkan ileus obstruksi fungsional. 3 4

Data memperlihatkan laki-laki memiliki angka prevalensi kejadian yang

lebih tinggi daripada perempuan dengan perbandingan 4:1. Insiden penyakit

Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, diperkirakan angka insiden

penyakit Hirschprung di Indonesia adalah 1:5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah

penduduk Indonesia 220 juta jiwa dan tingkat kelahiran 35 per mil, maka

diprediksikan setiap tahunnya akan lahir 1.540 bayi dengan penyakit

Hirschsprung.4 5
Jumlah kelahiran hidup di provinsi Sumatera Barat pada tahun

2021 adalah 84.554 jiwa, berdasarkan insidensi tersebut diperkirakan setiap

tahunnya di Sumatera Barat akan lahir 16 bayi dengan penyakit Hirschsprung.

Penelitian yang dilakukan oleh Tubagus Odith pada tahun 2017 di RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru dengan mengambil sample periode 2010-2016 ditemukan

kasus Hirschsprung’s Disease adalah 127 kasus.6

1
Terdapat beberapa sindrom genetik yang diketahui berhubungan dengan

keterlambatan perkembangan saraf terkait dengan penyakit Hirschprung, yang

paling umum ditemukan adalah Down Syndrome kelainan genetik 21 (Trisomi 21).7

Sekitar 50% kasus Hirschsprung’s Disease didiagnosis pada masa neonatus,

sebagian besar lainnya kasus ini didiagnosis pada anak-anak usia < 2 tahun. Namun,

Hirschsprung’s Disease sangat jarang didiagnosis pada usia remaja dan dewasa. 8

Keterlambatan diagnosis pada Hirschsprung’s Disease akan menimbulkan

gejala yang lebih parah bahkan menyebabkan komplikasi enterocolitis dan ruptur

colon.7 Penderita Hirschsprung’s Disease sebagian besar mengalami penahanan

proses pengeluaran tinja, penderita dapat mengalami inkontinensia yang terputus

disertai diare selama beberapa tahun. Gejala khas yang dijumpai pada

Hirschsprung’s Disease berupa gangguan defekasi yang mulai timbul dalam 24 jam

pertama bayi lahir. Gejala lain seperti adanya distensi di abdominal progresif dan

bilious vomiting.4 9 Lokasi tersering terjadinya penyakit Hirschsprung ini yaitu 65%

berada pada kolon bagian rectrosigmoid, 14% pada bagian kolon descendens, 8%

pada bagian rectum dan 10% pada bagian colon lain. Baku emas dalam

mendiagnosis Hirschsprung’s Disease adalah biopsi rektal, sampel mukosa rektal

diambil 1 - 3 cm di atas anal verge dan harus mencakup submukosa. Sedangkan

biopsi hisap rektal hanya mengambil lapisan mukosa dengan memiliki nilai

sensitivitas dan spesifisitas biopsi hisap rektal masing-masing adalah 96,84% dan

99,42%.10 8 11

Diagnosis Hirschsprung’s Disease didasarkan pada pemeriksaan klinis,

gambaran radiologi dan interpretasi histologis spesimen biopsi. Operasi

pembedahan pertama yang berhasil dilakukan sekitar 60 tahun yang lalu oleh Orvar

2
Swenson. Saat ini, prosedur operasi definitif yang dapat dilakukan pada pasien

Hirschsprung’s Disease seperti prosedur Swenson (pengangkatan bagian kolon

yang aganglionik), prosedur Duhamel (recto-rectal anastomosis) dan prosedur

Soave (endorectal pull-through). Insisi abdomen dengan laparoskopi digunakan

untuk ketiga teknik ini serta dapat dilakukan secara dua tahap maupun satu tahap.

Sebelum melakukan prosedur operasi diperlukan pemberian irigasi pada rektal

untuk mencegah enterokolitis dan mengurangi distensi kolon, irigasi rektal dapat

dilakukan dengan pemberian larutan natrium klorida hangat 0,9 % 10-20 ml/kg

sehingga dapat memfasilitasi pasase feses dan menjaga rektum tetap dalam kondisi

dekompresi.12 13

Komplikasi pra dan paska bedah pada penyakit Hirschsprung dapat terjadi

cepat atau lambat, diantaranya enterokilitis, stenosis, kebocoran anastomosis dan

gangguan fungsi sfingter anal. Hirschsprung’s Disease yang tidak mendapatkan

penanganan akan menyebabkan mortalitas hingga 80%, sedangkan pada pasien

yang mendapatkan penanganan medis memilki angka mortalitas kurang lebih

30%.10

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian tersebut terdapat pasien

Hirschsprung’s Disease yang menjalani prosedur operatif angka kejadiannya terus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun terus meningkat di hampir seluruh

dunia pada negara bekembang seperti di Indonesia, oleh karna itu peneliti tertarik

untuk mengetahui permasalahan ini kedalam penelitian yang berjudul profil pasien

yang menjalani prosedur operatif pada Hirschsprung’s Disease di bagian bedah

anak RSUP Dr.M.Djamil Padang periode 2018-2021.

3
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah profil pasien yang menjalani prosedur operatif pada

Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP Dr.M.Djamil Padang

periode 2018-2021?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui profil pasien yang menjalani prosedur operatif pada

Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP Dr.M.Djamil Padang periode

2018-2021.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi usia pada pasien yang menjalani prosedur

operatif pada Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP Dr. M.

Djamil Padang periode 2018-2021.

b. Mengetahui distribusi frekuensi jenis kelamin pada pasien yang menjalani

prosedur operatif pada Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP

Dr. M. Djamil Padang periode 2018-2021.

c. Mengidentifikasi riwayat keluarga pada pasien yang menjalani prosedur

operatif pada Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP Dr. M.

Djamil Padang periode 2018-2021.

d. Mengetahui distribusi frekuensi penyakit penyerta penyerta pada pasien

yang menjalani prosedur operatif pada Hirschsprung’s Disease di bagian

bedah anak RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2018-2021.

4
e. Mengidentifikasi status gizi pada pasien yang menjalani prosedur operatif

pada Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP Dr. M. Djamil

Padang periode 2018-2021.

f. Mengetahui distribusi frekuensi klasifikasi tipe aganglion pada pasien yang

menjalani prosedur operatif pada Hirschsprung’s Disease di bagian bedah

anak RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2018-2021.

g. Mengetahui distribusi frekuensi jenis operasi pada pasien yang menjalani

prosedur operatif pada Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP

Dr. M. Djamil Padang periode 2018-2021.

h. Mengetahui distribusi frekuensi komplikasi pasca prosedur operatif pada

Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP Dr. M. Djamil Padang

periode 2018-2021.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Meningkatkan wawasan, ilmu pengetahuan dan mempersiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisis data temuan yang selanjutnya dapat

memberikan acuan bagi penelitian berikutnya yang berkaitan dengan

penatalaksanaan tindakan operatif pada Hirschsprung’s Disease.

1.4.2 Manfaat Praktis

Memberikan penjelasan terkait jenis penatalaksaan tindakan operatif serta

meminimalkan risiko komplikasi yang dapat terjadi disetiap jenis tindakan operatif

yang dilakukan pada penatalaksanaan operatif pasien Hirschsprung’s Disease.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kolon

Kolon memiliki panjang sekitar 0,9-1,5 m dengan diameter lumen 7,5-8,5

cm dan membentuk huruf “U” terbalik sepanjang sisi rongga abdomen. Bagian dari

kolon yang pertama disebut sekum dengan appendix vermiformis diujungnya.

Sekum kemudian dilanjutkan menjadi kolon ascendens yang menuju ke atas di sisi

kanan rongga abdomen, lalu membelok di bawah hepar membentuk kolon

tranversum yang menuju kiri dan terletak di sebelah bawah membentuk kolon

descendens di sisi kiri tubuh, lalu di panggul sebelah kiri melanjutkan diri menjadi

rektum yang terletak di dalam rongga panggul bagian bawah dan berakhir sebagai

anus.14

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu membran serosa, muskularis,

submukosa dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran-

gambaran yang khas berupa, lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna

tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid

distal. Lapisan mukosa usus besar lebih halus dari pada usus halus, dan tidak

memiliki vili, dengan kelenjar tubuler dan kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam

serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus. 15

Persarafan parasimpatik rectum dan anus berasal dari cabang anterior saraf

sakralis ke 2, 3, dan 4. Persarafan preganglion ini membentuk 2 saraf erigentes yang

memberikan cabang langsung ke rektum dan melanjutkan diri sebagai cabang

6
utama ke pleksus pelvis untuk organ-organ intrapelvis. Di dalam rectum, serabut

saraf ini berhubungan dengan pleksus ganglion Auerbach. 14

Persarafan simpatik berasal dari dalam ganglion lumbal ke 2, 3, dan 4 dan

pleksus praaorta. Persarafan ini menyatu pada kedua sisi membentuk pleksus

hipogastrikus di depan vertebra lumbal 5 dan melanjutkan diri kearah posterolateral

sebagai persarafan presakral yang bersatu dengan ganglion pelvis kedua sisi.15

Persarafan simpatik dan parasimpatik ke rektum dan saluran anal berperan

melalui ganglion pleksus Auerbach dan Meissner untuk mengatur peristalsis dan

tonus sfingter anal internal. Serabut saraf simpatik digunakan inhibitor dinding usus

dan motor sfingter anal internal saraf parasimpatik merupakan motor dinding usus

dan inhibitor sfingter. Sistem saraf parasimpatik juga merupakan persarafan

sensorik untuk rasa atau sensasi distensi dari rektum.14

Saraf parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon

transversum dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral yang mensuplai

bagian distal. Saraf simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula

spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps

dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus

mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner). Perangsangan simpatis

menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter

rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. 14

2.2 Fisiologi Kolon

Fungsi kolon ialah menyerap air, vitamin dan elektrolit, ekskresi mucus serta

menyimpan feses dan kemudian mendorongnya keluar. Namun, kolon tidak ikut

berperan dalam proses pencernaan makanan maupun absorpsi makanan. Bila isi

7
usus halus mencapai sekum maka semua zat makanan telah di absorpsi

mengakibatkan selama perjalanan didalam kolon isinya menjadi makin padat

karena terjadi proses reabsorbsi. Kolon hanya akan menerima 150-200 ml dari 700-

1000 ml cairan usus halus yang kemudian dikeluarkan sebagai feses setiap harinya.

Proses ini akan berakhir ketika mencapai rektum dan keluar dalam bentuk feses. 14

2.3 Hirschsprung’s Disease

2.3.1 Defenisi Hirschsprung’s Disease

Hirschsprung’s Disease (HD) adalah keadaan dimana tidak adanya ganglia

parasimpatis intrinsik (aganglionosis) di usus bagian distal yang dapat

mengakibatkan ileus obstruksi fungsional. Obstruksi oleh Hirschsprung’s Disease

lebih mengacu pada kondisi obtruksi akibat kegagalan fungsi dan bukan akibat

obstruksi mekanik. Dikarenakan kondisi obstruksi tersebut mengakibatkan

gangguan pada gerakan peristaltik karena tidak adanya sel ganglion pada segmen

tertentu.16

Hirschsprung’s Disease pertama kali ditemukan oleh Frederick Ruysch

pada tahun 1691 yang menemukan fenomena kolon yang sangat melebar.

Kemudian, penjelasan yang lebih lengkap pertama kali diciptakan oleh Harold

Hirschsprung, seorang dokter anak dari Denmark melalui Society of Pediatrics di

Berlin pada tahun 1886. Harold Hirschsprung dan rekan-rekannya juga pertama kali

memperkenalkan istilah congenital megacolon.8 13

2.3.2 Epidemiologi Hirschsprung’s Disease

Hirschsprung’s Disease terjadi dalam 1 dari 5.000 Sbayi baru lahir. Penyakit

ini lebih sering diidap oleh anak laki-laki daripada anak perempuan dengan rasio

4:1. Hirschsprung’s Disease lebih sering diturunkan oleh ibu aganglionosis

8
daripada ayah. Sebanyak 12,5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis

total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Sedangkan, risiko kekambuhan

saudara kandung dengan Hirschsprung’s Disease ialah 200 kali lebih tinggi

daripada populasi umum (4% berbanding 0,02%).14 17

Pada suatu penelitian mengungkapkan bahwasanya diantara keluarga yang

menderita Hirschsprung’s Disease short segment akan terdapat kemungkinan 4%

saudara laki-laki menderita penyakit yang sama dan hanya 1% kemungkinan terjadi

pada saudara perempuannya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini sangat erat

pengaruhnya secara genetik. Pada penelitian lain dibuktikan bahwasanya perbedaan

ras juga tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap angka kejadian

penyakit ini.10

Angka insiden Hirschsprung’s Disease di Indonesia tidak diketahui secara

pasti, tetapi dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta jiwa dengan

tingkat kelahiran yakni 35 per mil, maka diprediksikan setiap tahunnya akan ada

1540 bayi lahir dengan Hirschsprung’s Disease.5

2.3.3 Etiologi Hirschsprung’s Disease

Adanya ganguan peritalsis pada usus berserta dengan defisiensi ganglion di

usus bagian distal menjadi penyebab megakolon pada Hirschsprung’s Disease

kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik ektrinsik bukan menjadi penyebab

aganglionosis pada Hirschsprung’s Disease, melainkan disebabkan oleh lesi

primer, sehingga terdapat ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi

dengan simpatektomi. Kenyataan ini mendorong Swenson untuk

9
mengengembangkan prosedur bedah definitif Hirschsprung’s Disease dengan

pengangkatan segmen aganglion disertai dengan preservasi sfingter anal.14 18

Penyebab penyakit ini juga disebabkan oleh abnormalitas seluler dan

molekuler dari neural crest cells (NCC) yang bermigrasi dari bagian proksimal ke

distal ketika 13 minggu pertama kehamilan, kemudian NCC akan berdiferensiasi

menjadi sel ganglion yang sudah matang. Pada anak-anak dengan Hirschsprung’s

Disease, sel-sel ganglion ini tidak dapat mencapai usus distal karena mereka telah

matang atau berdiferensiasi menjadi sel-sel ganglion lebih awal dari yang

seharusnya, hal inilah mencegah mereka menyelesaikan migrasi mereka.19 20

2.3.4 Klasifikasi Hirschsprung’s Disease

Hirschsprung’s Disease menurut Grosfeld et al. (2006) dapat

diklasifikasikan berdasarkan perluasan aganglionosis sebagai berikut :10

a. Ultra short segment

Pada varian Hirschsprung’s Disease segmen ultra pendek, segmen

aganglionik terbatas pada sfingter internal menyebabkan pada anak anak datang

dengan keluhan konstipasi fungsional. Sel ganglion ini terdapat di rektum, tetapi

motilitas rektalnya tidak normal.

b. Short segment atau bentuk klasik

Terjadi pada 70-75% kasus dengan aganglionik terbatas pada rektum dan

kolon sigmoid.

c. Long segment atau kolon subtotal

Terjadi pada 10–15% kasus yang melibatkan kolon hingga fleksura limpa.

10
d. Total colonic aganglionosis (TCA) atau kolon total

Terjadi pada 3–6% kasus yang dapat melibatkan sejumlah variabel usus

pendek.

2.3.5 Patogenesa Hirschsprung’s Disease

Tidak ditemukannya sel ganglion pada Meissner plexus pada submucosa dan

Auerbach plexus pada intramuscular di bagian distal usus yang merupakan salah

satu penanda penyakit ini, sehingga mengurangi peristaltik usus dan fungsinya.

Selain itu juga ditemukan peningkatan aktifitas asetilkolin. Pada segmen

rektosigmoid sering ditemukannya kondisi aganglionik berkisar 80% dari segmen

lainnya, kondisi ini berkaitan dengan spasme pada distal colon dan sphincter anus

internal sehingga terjadi obstruksi. Maka demikian, bagian yang abnormal akan

mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang normal

mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Dasar patofisiologi dari

Hirschsprung’s Disease adalah tidak adanya gelombang propulsif dan abnormalitas

atau hilangnya relaksasi dari sphincter ani interna yang disebabkan aganglionosis,

hipoganglionosis atau disganglionosis pada kolon.21 22

Pada pasien dengan Hirschsprung’s Disease, absennya sel ganglion akan

menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses dalam lumen

kolon terlambat, hal inilah yang menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan

dinding kolon di bagian proksimal daerah aganglionik. 23

Pada keadaan kolon yang normal, persarafan otot dilakukan oleh saraf

intrinsik. Namun, sistem intrinsik pada pasien dengan Hirschsprung’s Disease

tidak ditemukan adanya ganglia dan persarafan instrinsik yamng terganggu karena

11
reduksi pada saraf intramuscular sehingga terjadi peningkatan serat kolinergik

intramuscular. Pada persarafan ekstrinsik, karena tidak adanya ganglia sehingga

terjadi kegagalan hubungan dengan sistem intrinsik mengakibatkan hipertrofi

saraf.24

2.3.6 Manifestasi Klinik Hirschsprung’s Disease

Manifestasi klinis yang umum dari Hirschsprung’s Disease seperti distensi

abdomen, bilious emesis dan intoleransi makan serta ditandai dengan pengeluaran

mekonium yang tertunda setelah 24 jam pertama. Muntah yang berwarna hijau atau

bilious emesis disebabkan oleh obstruksi usus yang dapat pula terjadi pada kelainan

lain dengan gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis

netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine. Beratnya gejala ini dan derajat

konstipasi yang terjadi akan bervariasi antara pasien dan sangat bersifat individual

untuk setiap kasus.24 7

Pada beberapa neonatus, perforasi caecum atau apendiks dapat terjadi. Dan

Pada anak-anak, manifestasi klinis yang menonjol selain konstipasi yang bersifat

kronis adalah biliousemesis atau muntah hijau, distensi abdomen, penurunan nafsu

makan dan gagal tumbuh. Temuan khas pada anak-anak dengan Hirschsprung’s

Disease adalah terdapat zona transisi antara ileus yang masih normal dan

aganglionik. Sekitar 10% pada anak dengan Hirschsprung’s Disease mengalami

diare yang disebabkan oleh enterokolitis. Hal ini dapat berkembang menjadi

perforasi kolon yang menyebabkan sepsis.25 26 27

12
2.3.7 Diagnosis Hirschsprung’s Disease

Diagnosis Hirschsprung’s Disease harus ditegakkan sedini mungkin dengan

melakukan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan

radiologi, serta pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rectum dan manometri.14

1. Anamnesis

Pada anamnesis sering didapatkan adanya keterlambatan pengeluaran

mekonium pertama keluar pada >24 jam, adanya muntah bilious (berwarna hijau),

distensi abdomen, gangguan defekasi, konsistensi feses yg encer, gagal tumbuh

(pada anak-anak), berat badan tidak berubah bahkan cenderung menurun, nafsu

makan menurun, ibu mengalami polyhidramnion dan adanya riwayat keluarga

sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-laki

terdahulu meninggal sebelum usia 2 minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi

dan kesulitan untuk buang gas.15

2. Pemeriksaan fisik

Pada inspeksi didapatkan distensi abdomen di seluruh lapang pandang.

Apabila keadaan sudah parah, akan tampak pergerakan usus pada dinding abdomen.

Pada palpasi akan teraba dilatasi kolon pada abdominal. 10 Pemeriksaan perkusi dan

auskultasi pada pasien Hirschsprung’s Disease sering akan terdengar suara berisi

suatu masa ataupun kontraksi usus yang meningkat, penurunan bising usus dan

suara timpani akibat abdominal mengalami distensi. 14

Untuk menentukan diagnosis Hirschsprung’s Disease juga dapat dilakukan

pemeriksaan rectal touche dan akan dirasakan sfingter anal yang kaku dan sempit,

saat jari ditarik keluar terdapat explosive stool.8

3. Pemeriksaan Biopsi

13
Baku emas untuk diagnosis Hirschsprung’s Disease adalah biopsi rektal.

Pemeriksaan biopsi merupakan langkah penting dalam mendiagnosis

Hirschsprung’s Disease dengan memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen

yang telah terinfeksi.17 Diagnosis histopatologi penyakit ini didasarkan atas

absennya sel ganglion pada kedua pleksus tersebut. Disamping itu akan terlihat

dalam jumlah banyak penebalan serabut saraf (parasimpatis). Apabila pada jaringan

ditemukan adanya sel ganglion, maka diagnosis Hirschsprung’s Disease dapat

disingkirkan.28

Pewarnaan Haematoxylineosin merupakan metode pemeriksaan yang paling

sering dilakukan dan pada metode ini menggunakan banyak preparat. Hal ini

dikarenakan metode konvensional dengan menggunakan pewarnaan

Haematoxylineosin masih sering ditemui kendala dalam menemukan keberadaan

sel-sel ganglion. Sel-sel ganglion yang berada pada daerah superfisial, dan

cenderung tersusun secara irregular pada anak-anak yang menjadi penyulit dalam

penegakan diagnosis penyakit ini. Selain itu kemampuan ahli patologi juga menjadi

faktor penentu dalam keakuratan hasil pemeriksaan.3 29

Panjang aganglionosis secara definitif ditentukan pada saat reseksi bedah,

mengkonfirmasikan tidak adanya sel ganglionik di pleksus mienterikus dan

submukosa. Namun, dalam pelaksanaannya pemeriksaan ini cenderung berisiko,

maka dalam menegakkan diagnosis dapat dipilih alternative atau teknik lain yang

kurang invasive, seperti Barium Enema atau anorektal manometri. 22 11

4. Pemeriksaan Radiologi

14
Pada poto polos abdomen posisi tegak dapat menunjukkan dilatasi usus yang

melebar, seringkali tanpa adanya feses dan gas di rektum, air fluid level di usus

besar, pneumatosis intestinalis dan udara bebas di rongga. Pandangan lateral dapat

menunjukkan rektum yang sempit. Jika obstruksi usus halus menonjol, segmen

aganglionik yang lebih panjang harus dipertimbangkan.8

Pemeriksaan kontras Barium Enema biasanya digunakan untuk diagnosis

penyakit Hirschsprung. Temuan penting adalah zona transisional, antara usus

normal dan aganglionik, paling sering terjadi di kolon rektosigmoid. Sensitivitas

dan spesifisitas barium enema masing-masing adalah 73% dan 90%. Hasil false

negarif dapat ditemukan setelah washout rektal atau pemeriksaan colok dubur serta

hasil positive false didapatkan pada pasien dengan sumbat mekonium. 4 30

Barium Enema kurang membantu penegakan diagnosis apabila dilakukan

pada bayi, karena zona transisi sering tidak tampak. Pada neonatus kontras enema

harus dilakukan tanpa balon rektal. Ini biasanya normal dalam tiga bulan pertama

kehidupan dan tanpa batas di TCA. Pemeriksaan enema kontras juga harus

dihindari pada pasien dengan enterokolitis karena risiko terjadinya perforasi.31

Gambaran Hirschsprung’s Disease yang sering tampak, antara lain :32

1. Terdapat penyempitan di bagian rectum proksimal dengan panjang yang

bervariasi.

2. Terdapat zona transisi dari daerah yang menyempit (narrow zone)

hingga ke daerah dilatasi.

3. Terlihat adaya pelebaran lumen di bagian proksimal zona transisi.

15
Gambar 2.1 Radiografi Abdomen menunjukkan loop melebar usus. Kontras

enema menunjukkan karakterisitik “zona transisi” yaitu,

transisi antara recto menyempit.14

5. Pemeriksaan Anorectal Manometry

Manometri anorektal berguna terutama pada anak untuk membedakan

Hirschsprung’s Disease segmen ultra pendek dari penyebab konstipasi lainnya.

Pada Hirschsprung’s Disease terdapat karakteristik tidak adanya relaksasi sfingter

sebagai respons terhadap dilatasi rektum.8

Pada keadaan normal, distensi pada ampula rectum menyebabkan relaksasi

sfingter internal anal. Proses relaksasi ini bisa diduplikasi ke dalam laboratorium

motilitas dengan menggunakan metode yang disebut anorectal manometry. Selama

anorektal manometri, balon fleksibel didekatkan pada sfingter anal. Pada keadaan

normal, pada saat balon dari posisi kembang didekatkan pada sfingter anal, tekanan

dari balon akan menyebabkan sfingter anal relaksasi, mirip seperti distensi pada

ampula rectum manusia. Namun pada pasien dengan Hirschsprung’s Disease

sfingter anal tidak bereaksi terhadap tekanan dari balon.26 10

Pada bayi baru lahir, keakuratan anorektal manometri dapat mencapai 100%.

Kontras enema dan manometri anal serupa dalam sensitivitas dan spesifisitas.

16
Manometri sekarang dianggap tidak perlu karena refleks juga dapat dievaluasi

dengan enema kontras yang dimodifikasi.8

Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi Hirschsprung’s


Disease adalah :15

a. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi.

b. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus

aganglionik.

c. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi rektum akibat

desakan feses. Tidak dijumpai relaksasi spontan.

2.3.8 Tatalaksana Hirschsprung’s Disease

Sampai saat ini, penyembuhan pada Hirschsprung’s Disease hanya dapat

dicapai dengan pembedahan. Penanganan pembedahan pada umumnya terdiri atas

dua tahap yaitu tahap pertama dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua

dengan melakukan operasi definitif. Kolostomi sebagai tahap pertama digunakan

untuk mencegah komplikasi dan kematian dengan prosedur menghilangkan distensi

abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien. Tahapan kedua adalah prosedur

operasi definitif dengan membuang segmen yang aganglionik yang kemudian

melakukan anastomosis antara usus yang ganglionik dengan dengan bagian bawah

rektum.14 33

2.3.8.1 Kolostomi

Kolostomi merupakan tindakan berupa kolokutaneostomi anus

preternaturalis yang di buat untuk sementara atau menetap. Indikasi kolostomi

17
adalah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk bedah reseksi usus

pada inflamasi atau perforasi.14

Pada pasien neonatus, tindakan bedah definitif langsung tanpa prosedur

kolostomi menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian, kematian ini

disebabkan oleh kebocoran anastomosis dan abses dalam rongga pelvis. Pada

pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis, kolon yang telah berdilatasi

akan mengecil kembali setelah 3-6 bulan pasca bedah, sehingga anastomosis lebih

mudah dikerjakan dengan hasil yang lebih baik.34 Sedangkan, pasien dengan

enterokolitis berat dan dengan keadaan umum yang buruk, tindakan ini

dilaksanakan untuk mencegah komplikasi pasca bedah dan akan lebih cepat

mencapai perbaikan keadaan umum. 14

2.3.8.2 Operasi Definitif

Operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada

Hirschsprung’s Disease.

1. Swenson prosedur

Pada tahun 1948, Orvar Swenson dan Bill pertama kali memperkenalkan

operasi pull-throught sebagai tindakan pembedahan definitif pada Hirschsprung’s

Disease.13 Banyak ahli bedah melakukan teknik ini karena prosedurnya yang

sederhana dan resiko untuk terjadinya komplikasi setelah operasi yang kecil.

Swenson prosedur ini dilakukan dalam cara rektosigmoidektomi dengan preservasi

spinkter ani. Teknik bedah yang dilakukan memotong seluruh kolon yang terlibat

ke dalam 1 cm dari batas anal mucocutaneous, kemudian usus dijahit pada anorectal

bagian distal. 35

2. Prosedur Duhamel

18
Prinsip dasar dalam prosedur ini adalah dengan menarik kolon proksimal

yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik

kemudian menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding

anterior kolon proksimal yang ganglionik akibatnya akan terbentuk rongga baru

dengan anastomose end to side.3 36

3. Prosedur Soave

Pada tahun 1959, Rehbein pertama kali memperkenalkan prosedur ini untuk

tindakan pembedahan pada malformasi anorektal letak tinggi. Kemudian Soave

pada tahun 1966 memperkenalkan prosedur ini untuk tindakan bedah definitif

Hirschsprung’s Disease. Prinsip utama dari prosedur ini adalah membuang mukosa

rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang

ganglionik masuk kedalam lumen rectum yang telah dikupas tersebut.14 37

4. Transanal Approach

Prinsip dalam melakukan teknik ini adalah membuang bagian usus yang

aganglionik dan membuat suatu anastomosis kolorektal primer tanpa melakukan

laparotomi.15

2.3.9 Diagnosis Banding Hirschsprung’s Disease

Diagnosis banding dari Hirschsprung’s Disease terbagi atas 2 :10

1. Obstruksi mekanik : mekonium ileus, atresia kolon, stenosis usus

halus, malformasi anorektal letak rendah.

2. Obstruksi fungsional : prematuritas, small left colon syndrome, sepsis

dan gangguan elektrolit, cretinism, mixedema, konstipasi fungsional,

intestinal neuronal dysplasia.

19
2.3.10 Komplikasi Hirschsprung’s Disease

Kebanyakan pasien yang telah mendapatkan terapi memiliki kemungkinan

komplikasi yang jarang. Ada dua tingkat komplikasi pasca operasi pada pasien

dengan Hirscshprung’s Disease yaitu komplikasi cepat dan komplikasi lambat.

Komplikasi cepat yang sering terjadi seperti infeksi, perdarahan, abses panggul dan

kebocoran anastomosis, sedangkan komplikasi lambat yang berdampak signifikan

terhadap kualitas hidup pasien. Komplikasi lanjut yaitu, enterokolitis, konstipasi

dan akalasia sfingter. Pasien dengan komplikasi enterokolitis memiliki angka

mortalitas yang cukup tinggi sehingga memerlukan penatalaksanaan yang segera.15

Enterokolitis menyumbang angka morbiditas dan mortalitas yang signifikan

pada pasien Hirscshprung’s Disease. Hasil enterokolitis dari proses inflamasi pada

mukosa dari usus besar atau usus kecil. Sebagai penyakit berlangsung, lumen usus

menjadi penuh dengan eksudat fibrin dan berada pada peningkatan risiko untuk

perforasi. 38

Beberapa keadaan dapat merupakan faktor predisposisi untuk terjadi

komplikasi pasca bedah di antaranya :14

1. Usia saat pembedahan definitif

Lebih muda usia pasien umumnya lebih sering dijumpai komplikasi

pascabedah.

2. Kondisi pasien pra bedah

Persiapan perbaikan keadaan umum pasien, termasuk persiapan kolon,

merupakan hal yang penting dilakukan. Keadaan umum prabedah yang kurang

optimal cenderung menimbulkan komplikasi pasca bedah.

20
3. Prosedur bedah yang digunakan

Setiap prosedur bedah mempunyai kecenderungan timbul komplikasi yang

spesifik untuk masing-masing prosedur.

4. Keterampilan dan pengalaman spesialis bedah yang melakukan

pembedahan

5. Jenis dan cara pemberian antibiotika yang dipakai

6. Perawatan pasca bedah

Dukungan orangtua, untuk kolostomi sementara sukar untuk diterima.

Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan suatu kolostomi.

2.3.11 Prognosis Hirschsprung’s Disease

Terdapat perbedaan hasil yang dicapai pada pasien setelah menjalani proses

perbaikan radikal Hirscshprung’s Disease. Namun, pada beberapa kasus pasien

Hirscshprung’s Disease masih berlanjut mengalami gejala dan tanda, termasuk

konstipasi serta membutuhkan tindakan kolostomi permanen. Pasien dengan

abnormalitas genetik dan sindrom lain memiliki prognosis yang lebih buruk. 14

Pada pasien Hirscshprung’s Disease yang menjalani operasi definitif lebih

dari 90% pasien mengalami penyembuhan. Salah satu kemungkinan penyebab

pasca operasi yang buruk hasilnya adalah reseksi tidak lengkap dari usus yang

terkena dan pull-through hanya ke zona transisi. Enterokolitis sering terjadi setelah

reseksi bedah, yang memiliki angka kematian berkisar antara 6% sampai 30%. 29

21
BAB III

KERANGKA TEORI

3.1 Kerangka Teori

22
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup bidang kedokteran khususnya ilmu bedah anak.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.M.Djamil Padang dan dilaksanakan

pada Februari 2022 - Agustus 2022.

4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan desain cross

sectional untuk melihat gambaran penatalaksanaan prosedur operatif pada

Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP Dr.M.Djamil Padang periode

2020-2022.

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian

4.4.1 Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani

prosedur operatif pada Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP

Dr.M.Djamil Padang.

4.4.2 Populasi Terjangkau

Populasi target pada penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani

prosedur operatif pada Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP

Dr.M.Djamil Padang periode 2018-2021.

23
4.4.3 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien Hirschsprung’s Disease di bagian

bedah anak RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode 2018-2020 yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi.

1. Kriteria inklusi

a. Data rekam medis semua pasien Hirschsprung’s Disease yang

menjalani prosedur operatif pull-trough di bagian bedah anak

RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2018 – 2021.

2. Kriteria eksklusi

a. Data rekam medis pasien yang hilang atau tidak lengkap.

4.4.4 Cara Sampling

Cara sampling pada penelitian ini yaitu subyek penelitian dengan total

sampling dimana jumlah sampel diambil meliputi keseluruhan unsur populasi yang

memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat Hasil ukur Skala ukur


operasional ukur
Usia Jumlah hari, Observasi Data 1. 0-1 bulan Ordinal
pasien bulan, tahun rekam rekam 2. >1-12 bulan
dari pasien medis medis 3. >12-24
sejak lahir bulan
hingga waktu 4. > 24 bulan
tertentu
Jenis Membedakan Observasi Data 1. Laki-laki Nominal
kelamin antara laki- rekam rekam 2. Perempuan
pasien laki dan medis medis
perempuan
secara
biologis dan
bawaan lahir

24
Riwayat Orang yang Observasi Data 1. Ada Nominal
keluarga memiliki rekam rekam 2. Tidak ada
keluarga medis medis
dengan
riwayat
Hirschsprung’
s Disease
Penyakit Kondisi Observasi Data 1. Penyakit Nominal
penyerta dimana rekam rekam jantung
terdapat medis medis bawaan
penyakit lain 2. Down
Syndrome
selain
3. Necroting
penyakit enterocolitis
utama pasien 4. Anal fistula
5. Gastroenterit
is
6. Atresia ani
7. Ileus
obstruksi
8. Anemia
Status gizi Status Perhitung Data 1. Gizi buruk Ordinal
kesehatan an Z- rekam (< -3 SD)
yang Score medis 2. Gizi kurang
dihasilkan berat (-3 SD
oleh badan/um sampai
keseimbangan ur dengan <-2
antara SD)
kebutuhan dan 3. Gizi baik (-2
masukan SD sampai
nutrien dinilai dengan 2
dari hasil SD)
antroprometri 4. Gizi lebih
(> 2 SD)
Klasifikasi Kategori Observasi Data 1. Short Nominal
tipe seberapa jauh rekam rekam segment
aganglion bagian yang medis medis 2. Long
mengalami segment
tidak adanya 3. Total clonic
ganglia aganglionisi
parasimpatis s
intrinsik
Jenis Jenis operasi Observasi Data 1. Duhamel Nominal
operasi defenitif pull- rekam rekam 2. Sweson
trough yang medis medis 3. Soave
dijalani pasien 4. TEPT
Komplika Hal-hal yang Observasi Data 1. Infeksi Nominal
si pasca dapat terjadi rekam rekam 2. Perdarahan
bedah akibat dari medis medis

25
tidak 3. Kebocoran
terkelolanya anastomosis
suatu penyakit 4. Enterokoliti
dengan baik s
setelah 5. Konstipasi
prosedur 6. Akalsia
operasi sfingter

4.6 Cara Pengambilan Data

4.6.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis dan laptop untuk

pencatatan hasil data rekam medik pasien yang melakukan prosedur operatif pada

Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP Dr. M. Djamil Padang periode

2018-2021.

4.6.2 Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder

dengan menggunakan data rekam medis pasien yang menjalani prosedur operatif

pada Hirschsprung’s Disease di bagian bedah anak RSUP Dr. M. Djamil Padang

periode 2018-2021.

4.6.3 Cara Kerja

1. Penelitian akan dilakukan setelah mendapatkan surat izin penelitian dari

bagian penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah.

2. Peneliti mengajukan surat izin melakukan penelitian dan pengambilan data

pasien yang melakukan prosedur operatif Pada Hirschrpung’s Disease di

RSUP Dr. M. Djamil Padang.

3. RSUP Dr. M. Djamil Padang memberikan izin untuk melakukan penelitian.

26
4. Peneliti melakukan pengambilan data berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi yang telah ditetapkan.

5. Peneliti mengumpulkan data dengan cara melakukan pencatatan dari rekam

medik.

6. Peneliti melakukan analisis dan pengolahan data.

4.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data

4.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan Microsoft Excell dan SPSS 25 yang akan

dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:

a. Editing

Setelah data terkumpul dilakukan penyuntingan data dengan memeriksa

kelengkapan dan kesalahan pengisian untuk persiapan entry ke dalam tabulasi.

b. Coding

Pengkodean atau coding dilakukan dengan cara mengubah data yang

berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

c. Entry data

Memasukan data untuk dianalisis dengan menggunakan program komputer.

d. Tabulating

Penyajian data yang telah diolah dalam bentuk tabel.

4.7.2 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis statistik

deskriptif dengan tujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik

27
masing-masing variabel yang diteliti. Selain itu, menyederhanakan kumpulan data

hasil penelitian agar menjadi suatu informasi yang berguna.

4.7.3 Penyajian Data

Penyajian data dilakukan setelah pengolahan dan analisis data dengan

menggunakan program komputer SPSS. Data yang telah diolah dan dianalisis akan

disajikan dalam bentuk deskripsi berupa tabel distribusi frekuensi dan narasi. Data

yang ditampilkan dalam bentuk tabel berfungsi untuk mempermudah dalam

membaca dan memahami hasil penelitian, sedangkan data dalam bentuk narasi

berfungsi untuk memberikan penjelasan dan membantu mempermudah pembaca

untuk memahami data tabel hasil penelitian.

4.8 Alur Penelitian

Persiapan penelitian

Survey awal

Mengurus kebagian etika penelitian


setelah melakukan seminar proposal

Pengambilan data sekunder


menggunakan data rekam medik

Penentuan dan pengambilan sampel


yang sesuai dengan kriteria sampel

Mengolah dan menganalisis data

Diagram 4.1 Alur Penelitian

28
4.9 Etika Penelitian

Sehubungan dengan dilakukannya penelitian terhadap subjek,diperlukan

prinsip etika penelitian (Ethical Clearance) yang diperoleh dari panitia etik

penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah. Peneliti juga akan

menjaga kerahasiaan identitas masing-masing subjek penelitian. Biaya penelitian

sepenuhnya ditanggung peneliti.

4.10 Rencana Jadwal Penelitian

Tabel 4.2 Rencana Jadwal Penelitian

Bulan 1 2 3 4 5 6
Kegiatan
Persiapan
Penyusunan Proposal
Ujian proposal
Perizinan pengambilan data
Pengambilan data
Pengolahan data
Penyusunan laporan akhir
skripsi
Ujian akhir dan revisi

29
BAB V

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian yang sudah dilakukan bertujuan untuk mengetahui profil

pasien yang menjalani prosedur operatif pada Hirschsprung’s Disease di bagian

bedah anak RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2018-2021. Dari 56 pasien,

penulis dapat menguraikan hasil penelitian sebagai berikut :

5.1 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Usia

Hasil penelitian ini didapatkan distribusi frekuensi usia sebagai berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Usia


Usia f %
0-1 bulan 29 51,8%
>1-12 bulan 21 37,5%
>12-24 bulan 4 7,1%
>24 bulan 2 3,6%
Total 56 100%

Berdasarkan Tabel 5.1, tabel tersebut menunjukkan karakterisitik pasien

Hirschsprung’s Disease berdasarkan usia. Kelompok usia 0-1 bulan merupakan

usia terbanyak pada pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr. Mdjamil Padang

dengan persentase 51,8 % atau sebanyak 29 pasien. Kelompok kedua terbanyak

terdiagnosis Hirschsprung’s Disease yaitu usia >1-12 bulan dengan persentase

37,5% atau sebanyak 21 pasien. Pada kelompok usia >12-24 bulan dijumpai

sebanyak 4 pasien yang terdiagnosis Hirschsprung’s Disease dengan persentase

7,1%. Selain itu, pada kelompok usia >24 bulan dijumpai 2 pasien yang menderita

Hirschsprung’s Disease dengan persentase 3,6%.

30
5.2 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Jenis

Kelamin

Hasil penelitian ini didapatkan distribusi frekuensi jenis kelamin sebagai

berikut :

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Jenis


Kelamin
Jenis Kelamin f %
Laki-laki 43 76,8%
Perempuan 13 23,2%
Total 56 100%

Berdasarkan Tabel 5.2, tabel tersebut menunjukkan karakterisitik pasien

Hirschsprung’s Disease berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan 56 pasien,

sebanyak 43 orang (76,7%) berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 13 orang

(23,2%) berjenis kelamin perempuan dengan perbandingan jumlah laki-laki:

perempuan adalah 3,3:1.

5.3 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan

Riwayat Keluarga

Hasil penelitian ini didapatkan distribusi frekuensi riwayat keluarga sebagai

berikut :

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan


Riwayat Keluarga
Riwayat Keluarga f %
Ada 5 8,9%
Tidak Ada 51 91,1%
Total 56 100%

Berdasarkan Tabel 5.3, tabel tersebut menunjukkan karakterisitik pasien

Hirschsprung’s Disease berdasarkan riwayat keluarga. Berdasarkan 56 pasien,

sebanyak 51 orang (91,1%) tidak memiliki riwayat keluarga dengan

31
Hirschsprung’s Disease dan sebanyak 5 orang (8,9%) memiliki riwayat keluarga

yang menderita Hirschsprung’s Disease.

5.4 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan

Penyakit Penyerta

Hasil penelitian ini didapatkan distribusi frekuensi penyakit penyerta

sebagai berikut :

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan


Penyakit Penyerta
Penyakit Penyerta f %
Penyakit Jantung Bawaan 5 8,9%
Down Syndrome 4 7,1%
Necroting Enterecolitis 5 8,9%
Anal Fistula 1 1,7%
Gastroentritis 2 3,5%
Atresia Ani 1 1,7%
Ileus Obstruksi 2 3,5%
Anemia 20 35,7%
Tidak Ada 16 26,7%

Berdasarkan Tabel 5.4, tabel tersebut menunjukkan karakteristik pasien

Hirschsprung’s Disease berdasarkan penyakit penyerta. Berdasarkan 56 pasien,

penyakit penyerta terbanyak yang ditemukan pada pasien Hirschsprung’s Disease

adalah anemia dengan persentase 35,7% atau sebanyak 20 pasien. Diikuti oleh tidak

ada penyakit penyerta dengan persentase 26,7% atau sebanyak 16 pasien. Sebanyak

5 pasien atau dengan persentase sebesar 8,9% ditemukan penyakit penyerta berupa

penyakit jantung bawaan. Sebanyak 5 pasien atau dengan persentase 8,9 % dengan

Necroting Enterocolitis sebagai penyakit penyerta pada Hirschsprung’s Disease.

Selain itu, diikuti Down Syndrome pada 4 pasien atau dengan persentase 7,1% atau

sebanyak 4 pasien, ileus obstruksi dengan persentase 3,5% atau sebanyak 2 pasien,

gastroentritis dengan persentase 3,5% atau sebanyak 2 pasien, anal fistula dengan

32
persentase 1,7% atau sebanyak 1 pasien, serta atresia ani dengan persentase dengan

persentase 1,7% atau sebanyak 1 pasien.

5.5 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Status

Gizi

Hasil penelitian ini didapatkan distribusi frekuensi status gizi sebagai

berikut:

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Status


Gizi
Status Gizi f %
Gizi Buruk 4 7,1%
Gizi Kurang 6 10,7%
Gizi Baik 46 82,1%
Gizi Lebih - -
Total 56 100%

Berdasarkan Tabel 5.5, tabel tersebut menunjukkan status gizi pada pasien

Hirschsprung’s Disease. Berdasarkan 56 pasien, status gizi terbanyak yang

ditemukan pada pasien Hirschsprung’s Disease adalah gizi baik dengan persentase

82,1% atau sebanyak 46 pasien. Diikuti oleh status gizi kurang dengan persentase

10,7% atau sebanyak 6 pasien. Diikuti oleh status gizi buruk pada 4 pasien atau

dengan persentase 7,1%. Selain itu, tidak ditemukan status gizi lebih pada pasien

Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr. Mdjamil Padang.

5.6 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan

Klasifikasi Tipe Aganglion

Hasil penelitian ini didapatkan distribusi frekuensi klasifikasi tipe aganglion

sebagai berikut :

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan


Klasifikasi Tipe Aganglion
Klasifikasi Tipe Aganglion f %
Short segment 52 92,9%

33
Long segment 4 7,1%
TCA - -
Total 56 100%

Berdasarkan Tabel 5.6, tabel tersebut menunjukkan karakterisitik pasien

Hirschsprung’s Disease berdasarkan tipe aganglionik. Berdasarkan 56 pasien, tipe

aganglionik short segment menjadi yang paling banyak ditemukan pada pasien

Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr. Mdjamil Padang dengan persentase 92,9%

atau sebanyak 52 pasien. Diikuti oleh tipe aganglionik long segment dengan

persentase 7,1% atau sebanyak 4 pasien. Selain itu, pada penelitian ini tidak

dijumpai pasien Hirschsprung’s Disease yang memiliki tipe aganglionik TCA

(Total Clonic Aganglionis).

5.7 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Jenis

Operasi Defenitif

Hasil penelitian ini mendapatkan hasil distribusi frekuensi jenis operasi

defenitif sebagai berikut :

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Jenis


Operasi Defenitif
Jenis Operasi Defenitif f %
Duhamel 51 91,1%
Swenson - -
Soave 5 8,9%
TEPT - -
Total 56 100%

Berdasarkan Tabel 5.7, tabel tersebut menunjukkan karakterisitik pasien

Hirschsprung’s Disease berdasarkan jenis operasi defenitif. Berdasarkan 56 pasien,

jenis operasi defenitif terbanyak yang ditemukan pada pasien Hirschsprung’s

Disease di RSUP Dr. Mdjamil Padang adalah prosedur Duhamel dengan persentase

91,1% atau sebanyak 51 pasien. Diikuti oleh prosedur Soave dengan persentase

34
8,9% atau sebanyak pasien. Selain itu, pada penelitian ini tidak dijumpai pasien

Hirschsprung’s Disease yang menjalani prosedur operatif defenitif Swenson dan

TEPT.

5.8 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan

Komplikasi Pasca Bedah

Hasil penelitian ini mendapatkan hasil distribusi frekuensi komplikasi pasca

bedah sebagai berikut :

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan


Komplikasi Pasca Bedah
Komplikasi Pasca Bedah f %
Infeksi 15 26,7%
Perdarahan 21 37,5%
Kebocoran Anastomosis 11 19,6%
Enterokolitis 6 10,7%
Konstipasi 3 5,3%
Akalsia Sfingter - -
Tidak Ada 20 35,6%

Berdasarkan Tabel 5.8, tabel tersebut menunjukkan karakteristik pasien

berdasarkan komplikasi pasca bedah pada pasien Hirschsprung’s Disease.

Berdasarkan 56 pasien, komplikasi pasca bedah terbanyak yang ditemukan pada

pasien Hirschsprung’s Disease adalah perdarahan dengan persentase 37,5% atau

sebanyak 21 pasien. Sebanyak 20 pasien atau dengan persentase sebesar 35,6%

tidak ditemukan komplikasi pasca bedah. Sebanyak 15 pasien atau dengan

persentase sebesar 26,7% ditemukan komplikasi pasca bedah berupa infeksi.

Sebanyak 11 pasien atau dengan persentase 19,6% dengan kebocoran anastomosis

sebagai komplikasi pasca bedah defenitif Hirschsprung’s Disease. Sebanyak 6

pasien atau dengan persentase 10,7 % mengalami enterocolitis sebagai komplikasi

pasca bedah defenitif Hirschsprung’s Disease. Selain itu, diikuti konstipasi

35
dengan persentase 5,3% atau sebanyak 3 pasien. Tidak ditemukan komplikasi

pasca bedah akalsia sfingter dalam penelitian ini.

36
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Usia

Berdasarkan penelitian dari 56 pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr.

Mdjamil Padang, distribusi usia pasien Hirschsprung’s Disease tertinggi terdapat

pada kelompok usia 0-1 bulan Padang dengan persentase 51,8 % atau sebanyak 29

pasien. Kelompok usia >1-12 bulan menempati posisi usia kedua terbanyak dengan

persentase 37,5% atau sebanyak 21 pasien. Kelompok usia >12-24 bulan dijumpai

sebanyak 4 pasien yang terdiagnosis Hirschsprung’s Disease dengan persentase

7,1%. Selain itu, pada kelompok usia >24 bulan dijumpai 2 pasien yang menderita

Hirschsprung’s Disease dengan persentase 3,6%.

Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari

pada tahun 2010 di RSUP H.Adam Malik Medan yang menyebutkan bahwa 80%

pasien didiagnosa dalam rentang umur 0-2 tahun. Didukung oleh penelitian Siva

pada tahun 2019 yang mengemukakan sebanyak 44 pasien (53,7 %) pasien

Hirschprung’s Disease berusia < 1 tahun di RSUP dr Mohammad Hoesin

Palembang. 25 39

Hal ini sejalan dengan penelitian Nazrianis tahun 2012 yang mendapatkan

Hirschprung’s Disease banyak terdiagnosis pada usia 0-1 bulan (34,63%).

Didukung oleh Ali et al pada tahun 2021 yang mendapatkan hasil di antara 18

pasien, 11 pasien didiagnosis selama periode neonatal < 1 bulan (61,11%) dengan

gejala utama keterlambatan pengeluaran mekonium, distensi abdomen, billious

37
vomiting dan konstipasi, sedangkan tujuh pasien lainnya (38,9%) didiagnosis relatif

terlambat pada usia rata-rata 1-2 tahun.7 40

Hirschsprung’s Disease paling banyak didiagnosa dalam satu bulan pertama

kehidupan, hal ini dikarenakan gejala klinis yang dapat langsung muncul pada masa

neonatus akibat tidak adanya pembentukan ganglion (aganglionosis) pada minggu

ke 5 hingga 12 masa gestasi.3 Sedangkan. Hirschsprung’s Disease yang muncul

pada usia lebih besar dikarenakan pembentukan ganglion kurang sempurna

(disganglionosis) dan tidak berfungsi optimal dalam mekanisme pencernaan,

sehingga saat anak diberikan makanan dengan komposisi lebih padat, anak akan

mulai menunjukkan gejala Hirschsprung’s Disease. 41 42

Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan Hirschsprung’s Disease tidak dapat

mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan bayi akan

mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama (24-48 jam).Walaupun

kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa kasus dimana
26
gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak. Gejala yang

biasanya timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan

malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding abdomen

disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain obstruksi

usus yang komplit, perforasi sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang

dapat mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi. 43

6.2 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian dari 56 pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr.

Mdjamil Padang, distribusi jenis kelamin pasien Hirschsprung’s Disease tertinggi

38
terdapat pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 43 orang (76,7%) dan sebanyak 13

orang (23,2%) berjenis kelamin perempuan dengan perbandingan jumlah laki-laki:

perempuan adalah 3,3:1.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Sari (2009) dimana laki-

laki (72%) lebih banyak daripada perempuan (28%) dengan angka perbandingan

2.6:1. Selain itu, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suita et

al., (2005) di Jepang pada 1.103 pasien, dominan berjenis kelamin laki-laki dengan

rasio perbandingan 4:1. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Verawati, Sori dan Hiswani pada tahun 2013 dengan perbandingan laki-laki dan

perempuan 4:1. 44 39 40

Hirschsprung’s Disease adalah kelainan kongenital, terutama muncul pada

periode neonatus. Perbedaan rasio perbandingan ini disebabkan karena jumlah

sampel pada masing-masing penelitian berbeda sehingga mempengaruhi tingkat

perbedaan jumlah laki-laki dan perempuan. Meski demikian, penelitian ini sesuai

dengan berbagai penelitian lainnya bahwa Hirschsprung’s Disease lebih banyak

terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan serta belum diketahui mengapa

penyakit hirschsprung lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan

dan hal ini sedang dalam proses penelitian yang memerlukan kajian mendalam oleh

berbagai peneliti.42 44

6.3 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan

Riwayat Keluarga

Berdasarkan penelitian dari 56 pasien di RSUP Dr. M. Djamil Padang,

distribusi riwayat keluarga tertinggi terdapat pada tidak adanya riwayat keluarga

yang memiliki Hirschsprung’s Disease yaitu sebanyak 51 pasien (91,1%) dan

39
sebanyak 5 orang (8,9%) memiliki riwayat keluarga yang menderita

Hirschsprung’s Disease.

Kondisi ini sesuai dengan penelitian Mustaqqin dan Sari pada tahun 2011

yang membuktikan ada kenaikan insidensi pada kasus-kasus dengan faktor risiko

familial yang terjadi pada 6% kasus.39 Demikian pula pada penelitian Gunadi dkk

pada tahun 2018 di RSUP Dr. Sardjito Yogjakarta yang melaporkan dari 39 pasien

Hirschsprung’s Disease, sebanyak 5,1 % (2 orang) memiliki riwayat keluarga

dengan Hirschsprung’s Disease. Selain itu, hasil penelitian ini tidak jauh berbeda

dengan penelitian Klein et al tahun 2020 yang melaporkan 20% kasus

Hirschsprung’s Disease disebabkan oleh riwayat keluarga positif, sedangkan

sisanya merupakan kejadian sporadis. 45 1

Hirschsprung’s Disease merupakan gangguan perkembangan dengan

beberapa penyebab genetik dan mekanisme etiologi. Ada semakin banyak bukti

bahwa mutasi pada berbagai gen mungkin bertanggung jawab pada Hirschsprung’s

Disease. Mutasi gen yang paling sering diidentifikasi pada Hirschsprung’s Disease

adalah proto-onkogen RET yang biasanya ditemukan pada kasus tipe long segment

dan familial. Gen lain yang terkait dengan Hirschsprung’s Disease adalah

endotelin-3, endotelin-B, EDNRB, SOX-10, S1P1 dan Phox2B. Sebanyak 70%

kasus Hirschsprung’s Disease dari fenotipe yang terisolasi dan pada 5-32%

dikaitkan dengan anomali atau sindrom.46 28


Risiko tertinggi terjadinya

Hirschsprung’s Disease terdapat pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga

dengan Hirschsprung’s Disease dengan riwayat keluarga tipe aganglionik long

segment.42 Kejadian pada bayi laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan

perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidensi pada kasus-kasus dengan faktor risiko

40
familial yang rata-rata mencapai 6%. Anak kembar dan adanya riwayat keturunan

meningkatkan resiko terjadinya Hirschsprung’s Disease. Hirschsprung’s Disease

lebih sering diturunkan oleh ibu dengan riwayat aganglionosis dibanding oleh ayah.
24 47

6.4 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan

Penyakit Penyerta

Berdasarkan 56 pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr. M. Djamil

Padang, distribusi penyakit penyerta tertinggi terdapat pada pada pasien

Hirschsprung’s Disease adalah anemia dengan persentase 35,7% atau sebanyak 20

pasien. Diikuti oleh tidak ada penyakit penyerta dengan persentase 26,7% atau

sebanyak 16 pasien. Sebanyak 5 pasien atau dengan persentase sebesar 8,9%

ditemukan penyakit penyerta berupa penyakit jantung bawaan. Sebanyak 5 pasien

atau dengan persentase 8,9 % dengan Necroting Enterocolitis sebagai penyakit

penyerta pada Hirschsprung’s Disease. Selain itu, diikuti Down Syndrome pada 4

pasien atau dengan persentase 7,1% atau sebanyak 4 pasien, ileus obstruksi dengan

persentase 3,5% atau sebanyak 2 pasien, gastroentritis dengan persentase 3,5% atau

sebanyak 2 pasien, anal fistula dengan persentase 1,7% atau sebanyak 1 pasien,

serta atresia ani dengan persentase dengan persentase 1,7% atau sebanyak 1 pasien.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nasrizarni tahun 2012 RS Dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh melaporkan pada pasien Hirschsprung’s Disease

terdapat penyakit penyerta yang muncul diantaranya, enterokolitis pada 7 orang

penderita, 2 orang diantaranya juga mengalami Sindrom Down (3.85%), 2 orang

lainnya mengalami ikterus neonatorum (3.85%), kelainan kardiovaskular terjadi

41
pada 3 orang penderita, sedangkan kelainan respirasi muncul pada 2 orang

penderita. 49

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Gourbanpour et al pada tahun

2019 yang menjelaskan bahwa pada 55 pasien Hirschsprung’s Disease memiliki

penyakit penyerta dominan lainnya diantaranya, 57,1% pasien menderita penyakit

jantung bawaan, 21,4% pasien dengan Down Syndrome, 14,2% diantaranya

menderita anemia, dan sisanya dengan penyakit penyerta lainnya. Selain itu,

didapatkan juga hasil yang berbeda dengan penelitian Siva pada tahun 2019 di

RSUP Dr. Muhammad Hosein Palembang yang melaporkan sebanyak 18,3%

pasien mengalami Down Syndrome. 25 48

Hirschsprung’s Disease ini erat kaitannya dengan penyakit penyerta atau

cormbid disease seperti, enterokolitis yang dapat menyerang pada usia kapan saja,

namun paling sering terjadi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai

pada usia 1 minggu. Adapun faktor risiko usia ibu, obesitas ibu dan paritas terkait

dengan risiko Hirschsprung’s Disease yang lebih tinggi serta pada bayi dengan

kelahiran premature rentan mengalami kegagalan pembentukan dan fungsi organ

tubuhnya. Namun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan ukuran

sampel yang lebih besar untuk melihat hubungan antara komorbiditas tersebut

dengan Hirschsprung’s Disease.7

6.5 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan

Klasifikasi Status Gizi

Berdasarkan penelitian dari 56 pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr.

M. Djamil Padang, distribusi status gizi tertinggi yang ditemukan adalah status gizi

baik dengan persentase 82,1% atau sebanyak 46 pasien. Posisi kedua yaitu pada

42
status gizi kurang dengan persentase 10,7% atau sebanyak 6 pasien. Diikuti oleh

status gizi buruk pada 4 pasien atau dengan persentase 7,1%. Tidak dijumpai pasien

Hirschsprung’s Disease pada status gizi lebih.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tubagus Odih

tahun 2018 yang menyimpulkan bahwa sebanyak 21 pasien (72,4%) pasien

Hirschsprung’s Disease dengan gizi baik dan 8 (27,6%) dengan gizi kurang.

Didukung oleh penelitian Amira dkk (2018) yang mengemukakan dari 53 pasien

HD sebanyak 77% atau 41 pasien dalam keadaan gizi baik serta 13% atau 12 pasien
5 50
lainnya mengalami gizi buruk.

Hasil penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian yang

dilakukan Gunadi dkk (2018) yang dilakukukan di RSUP Dr. Sardjito Yogjakarta

juga menyimpulkan bahwa 57% pasien Hirschsprung’s Disease dengan gizi baik

yang telah ditatalaksana dengan prosedur pulltrough dengan 43% pasien

mengalami gizi buruk. Hasil yang tidak jauh berbeda juga didapatkan pada

penelitian yang dilakukan oleh Gabriela et al (2020) yang membandingkan status

gizi masing-masing jenis prosedur defenitif yang dilaksanakan dengan perhitungan

Z-Score antara usia dan berat badan, hasil penelitian meyimpulkan bahwasanya

pada prosedur TEPT terdapat 30% pasien dengan gizi buruk dan 70% lainnya dalam

keadaan gizi baik, pada prosedur Duhamel didapatkan 50% pasien dilaksanakan

prosedur operasi dalam keadaan gizi buruk, sedangkan pada prosedur Soave

sebanyak 43% pasien ditatalaksana dengan gizi buruk. Dalam penelitian ini juga

disebutkan bahwa tidak ada diantara tiga prosedur tersebut yang memiliki hasil

perbaikan status gizi yang baik, meskipun 30% dan 40% pasien dengan

43
Hirschsprung’s Disease menunjukkan peningkatan status gizi setelah prosedur

Soave dan TEPT dilakukan.50 51

6.6 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan

Klasifikasi Tipe Aganglion

Berdasarkan penelitian dari 56 pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr.

M. Djamil Padang, distribusi klasifikasi tipe aganglion yang terbanyak ditemukan

adalah tipe aganglionik short segment dengan persentase 92,9% atau sebanyak 52

pasien. Diikuti oleh tipe aganglionik long segment dengan persentase 7,1% atau

sebanyak 4 pasien. Selain itu, pada penelitian ini tidak dijumpai pasien

Hirschsprung’s Disease yang memiliki tipe aganglionik TCA (Total Clonic

Aganglionis).

Kondisi ini sejalan dengan penelitian Allin et al pada tahun 2022 yang

melaporkan bahwa diantara 279 pasien Hirschsprung’s Disease, 270 pasien (97%)

memiliki aganglionik short segment dengan 71% memiliki aganglionik pada

rektosigmoid dan 26% memiliki zona aganglionik proksimal ke kolon sigmoid.

Penelitian ini juga sejalan dengan Kim et al (2010) yang mendapatkan 67,3% atau

74 pasien memiliki bagian aganglionik short segment (segmen pendek) yang

terlokalisasi pada daerah rectosigmoid, 16,4% atau 18 pasien memiliki long

segment (segmen panjang), 0,9% memiliki Total Clonic Aganglionic (TCA).30 52

Hirschsprung’s Disease disebabkan oleh kegagalan sel ganglion untuk

bermigrasi ke sefalokaudal melalui krista neuralis selama minggu keempat hingga

12 gestasi yang menyebabkan tidak adanya sel ganglion di seluruh atau sebagian

kolon. Segmen aganglionik dimulai pada anus dan akan meluas ke bagian

44
proksimal. Segmen pendek (short segment) merupakan segmen yang paling umum

terjadi dan terbatas pada daerah rectosigmoid, sedangkan Hirschsprung’s Disease

tipe long segemnt akan meluas melewati bagian tersebut dan dapat menyebabkan

aganglionik pada seluruh colon.48 24

Pada Hirschsprung’s Disease tipe short segment lebih sering terjadi pada

laki-laki rasio laki-laki-perempuan 5:1, sedangkan perbandingan rasio tidak begitu

signifikan pada Hirschsprung’s Disease tipe long segment yaitu 1,5:1. Pada pasien

enterokolitis yang disebabkan oleh Hirschsprung’s Disease lebih sering terjadi

pada anak-anak Hirschsprung’s Disease tipe long segment sebanyak 66,7%

diabandingkan dengan tipe short segment sebanyak 21,4%. 24

6.7 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan Jenis

Operasi Definitif

Berdasarkan penelitian dari 56 pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr.

M. Djamil Padang, distribusi jenis operasi defenitif yang terbanyak digunakan

adalah prosedur Duhamel dengan persentase 91,1% atau sebanyak 51 pasien.

Diikuti oleh prosedur Soave dengan persentase 8,9% atau sebanyak 5 pasien.

Selain itu, pada penelitian ini tidak dijumpai pasien Hirschsprung’s Disease yang

menjalani prosedur operatif defenitif Swenson dan TEPT.

Ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Widyasari dkk (2018) yang

melaporkan sebanyak 30 orang atau sebanyak 56,6% pasien Hirschsprung’s

Disease mendapatkan penatalaksanaan operasi dengan prosedur Duhamel dan 23

orang atau 43,4% pasien lainnya dengan prosedur Soave. Hasil penelitian ini juga

tidak jauh berbeda dengan penelitian Langer et al. (2020) pada 114 bayi (57%)

dengan zona transisi recto-sigmoid dirawat menggunakan teknik Soave, 21 bayi

45
(11%) dirawat menggunakan teknik Swenson dan 63 bayi (32%) dirawat

menggunakan teknik Duhamel.50 28

Pembedahan menjadi satu-satunya pilihan penatalaksanaan Hirschspurng’s


11
Disease yang sangat dianjurkan yang menuntut adanya intervensi bedah.

Perencanaan pemilihan jenis prosedur bedah defenitif dipengaruhi oleh adanya

komorbiditas, Hirschspurng’s Disease segmen pendek tanpa komorbiditas dapat

dilakukan prosedur pullthrough satu tahap (one stage). Sedangkan, prosedur

pembedahan dua tahap (two stage) disarankan pada kasus Hirschspurng’s Disease

dengan enterokolitis dan megacolon dilakukan operasi kolostomi terlebih dahulu.53

Pada penatalaksanaan dua tahap, waktu yang direkomendasikan untuk

prosedur pull-through selanjutnya bervariasi mulai dari empat hingga enam bulan

setelah prosedur kolostomi atau saat berat anak mencapai sekitar 9 Kilogram.

Berbagai jenis operasi pull-through (operasi defenitif) telah diidentifikasi, prosedur

swenson yang menarik usus besar yang normal kemudian melakukan anatomosis

ke anus.54 Prosedur bedah baru lainnya seperti, prosedur Duhamel dan prosedur

Soave memiliki keuntungan dalam mempertahankan persarafan rumit ke rektum

dan vesica urinaria. Semua prosedur ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi

dan morbiditasnya minimal. Pendekatan alternatif adalah melakukan prosedur

Soave transanal satu tahap yang dilakukan pada awal periode neonatus, prosedur

ini meniadakan kebutuhan untuk insisi abdomen dan kolostomi. Namun, tingkat

komplikasinya sangat mirip dengan prosedur yang lebih invasif. 55

Prosedur Duhamel merupakan prosedur operasi yang mempertahankan

kolon kearah bawah, kemudian rectum dan sacrum dindingnya digabungkan

46
menggunakan alat linear stapler, kemudian dilakukan irisan pada bagian setengah

posterior rectum tepat pada linea dentata dengan ukuran 1,5-2,5 cm di

musculocutaneus junction, kolon tesebut ditarik melalui insisi bagian dalam anus

(endoanal incision) dan ganglion sel tampak pada kolon lalu diiris melintang dan

digabungkan ke potongan ujung dari rectum menciptakan penyambungan

kolorektal atau yang disebut end-to-side colorectal anastomosis. Selama masa

tindak lanjut, hasil Swenson dan Duhamel umumnya baik pada masing-masing

87,8% dan 42,9% pasien serta hasil prosedur Soave umumnya buruk.56 35 57

6.8 Distribusi Frekuensi pasien Hirschsprung’s Disease Berdasarkan

Komplikasi Pasca Bedah

Berdasarkan penelitian dari 56 pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr.

M. Djamil Padang, distribusi jenis operasi defenitif yang terbanyak digunakan

adalah perdarahan dengan persentase 37,5% atau sebanyak 21 pasien. Sebanyak

20 pasien atau dengan persentase sebesar 35,6% tidak ditemukan komplikasi pasca

bedah. Sebanyak 15 pasien atau dengan persentase sebesar 26,7% ditemukan

komplikasi pasca bedah berupa infeksi. Sebanyak 11 pasien atau dengan persentase

19,6% dengan kebocoran anastomosis sebagai komplikasi pasca bedah defenitif

Hirschsprung’s Disease. Sebanyak 6 pasien atau dengan persentase 10,7 %

mengalami enterocolitis sebagai komplikasi pasca bedah defenitif Hirschsprung’s

Disease. Selain itu, diikuti konstipasi dengan persentase 5,3% atau sebanyak 3

pasien. Tidak ditemukan komplikasi pasca bedah akalsia sfingter dalam penelitian

ini.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh seperti

Holshsneider et al (2008) yang menyebutkan 23,6% pasien memiliki komplikasi

47
jangka pendek dan 54,5% pasien dengan komplikasi jangka panjang dengan
58
komplikasi terbanyak berupa perdarahan (32,7%). Hasil penelitian ini juga

selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Murphy et al (2009) yang

melaporkan bahwasanya enterocolitis, konstipasi dan obstruksi usus merupakan

komplikasi yang banyak terjadi setelah operasi. 59

Enterokolitis pra operasi secara signifikan meningkatkan kejadian

enterokolitis pasca operasi, karena faktor imunologi predisposisi. Tidak ada

perbedaan yang signifikan antara komplikasi pada kelompok usia yang berbeda.

Namun, insiden obstruksi usus dan konstipasi lebih tinggi pada pasien yang berusia

kurang dari 5 bulan.7

6.10 Kelemahan Penelitian

Kelemahan penelitian ini adalah tidak semua rekam medis yang tersedia

memiliki data yang lengkap, sehingga dari jumlah sampel sebanyak 63 kasus dalam

periode 2018-2021, hanya ada 56 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan dapat

menjadi sampel penelitian.

48
BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Profil Pasien yang Menjalai Prosedur

Operatif pada Hirschsprung’s Disease di Bagian Bedah Anak RSUP Dr. M. Djamil

Padang Periode 2018-2021, maka dapat disimpulkan:

1. Distribusi frekuensi berdasarkan usia didapatkan bahwa kelompok usia

terbanyak adalah 0-1 bulan yaitu sebanyak 29 pasien (51,8%).

2. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa jenis

kelamin terbanyak pada laki-laki yaitu sebanyak 43 pasien (76,6%).

3. Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat keluarga didapatkan bahwa

tidak ada riwayat keluarga dengan Hirschsprung’s Disease menjadi

frekuensi terbanyak yaitu sebanyak 51 pasien (91,1%).

4. Distribusi frekuensi berdasarkan penyakit penyerta didapatkan bahwa

penyakit penyerta terbanyak adalah anemia yaitu sebanyak 20 pasien

(35,7%).

5. Distribusi frekuensi berdasarkan status gizi didapatkan bahwa status gizi

terbanyak adalah gizi baik yaitu sebanyak 46 pasien (82,1%).

6. Distribusi frekuensi berdasarkan klasifikasi tipe aganglion didapatkan

bahwa tipe aganglion terbanyak adalah short segment yaitu sebanyak

52 pasien (92,9%).

49
7. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis operasi defenitif didapatkan

bahwa jenis operasi defenitif terbanyak adalah Prosedur Duhamel yaitu

sebanyak 51 pasien (91,1%).

8. Distribusi frekuensi berdasarkan komplikasi pasca bedah didapatkan

bahwa komplikasi pasca bedah terbanyak adalah perdarahan yaitu

sebanyak 21 pasien (37,5%).

7.2 Saran

a. Bagi pelayanan kesehatan

1. Perlunya sosialisasi edukasi bagi masyarakat agar dapat lebih waspada

terhadap gejala dini Hirschsprung’s Disease sehingga dapat

menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

2. Perlunya peningkatan pengisian rekam medik dengan lebih lengkap dan

teliti serta penyimpanan secara lebih teratur sehingga memudahkan

pencarian dan pengambilan data rekam medik.

b. Bagi penelitian selanjutnya

1. Perlunya dilakukan analisa multivariat/analisa korelasi antara faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap outcome Hirschsprung’s Disease

agar ditemukan signifikansi yang jelas

2. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang

lebih besar dan waktu penelitian yang lebih panjang sehingga dapat

memberikan hasil yang lebih representatif. Khususnya dalam hal

evaluasi early dan late complications pasca terapi bedah definitif.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Klein M, Varga I. Hirschsprung’s disease—recent understanding of

embryonic aspects, etiopathogenesis and future treatment avenues. Med.

2020 Nov 1;56(11):1–13.

2. Ke J, Zhu Y, Miao X. The advances of genetics research on Hirschsprung’s

disease. Pediatr Investig [Internet]. 2018 Sep 1 [cited 2022 Feb

17];2(3):189–95. Available from:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32851260/

3. Glendy. Perbandingan Kadar Sitokin Interleukin 10 Pada Penderita

Hirschsprung Disease Yang Mengalami Hirschpsprung - Associated

Enterocolitis ( Haec ) Berdasarkan Grade Histropatologi Kolon. 2021 [cited

2022 Feb 19];1–44. Available from:

http://repository.akperykyjogja.ac.id/id/eprint/90

4. Bradnock TJ, Knight M, Kenny S, Nair M, Walker GM. Hirschsprung’s

disease in the UK and Ireland: Incidence and anomalies. Arch Dis Child.

2017;102(8):722–7.

5. Wahid TOR. Hasil Luaran Operasi Pulltrough pada Hirsprung dengan

Skoring Klotz di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru (2010-2016). J Kesehat

Melayu [Internet]. 2018 [cited 2022 Feb 19];1(1). Available from:

http://jkm.fk.unri.ac.id/index.php/jkm/article/view/131

6. Luaran H, Pulltrough Pada Hirsprung O, Klotz S, Arifin R, Pekanbaru A,

Odih T, et al. Hasil Luaran Operasi Pulltrough pada Hirsprung dengan

51
Skoring Klotz di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru (2010-2016).

jkm.fk.unri.ac.id [Internet]. 2018 [cited 2022 Feb 20];1(2):2597–7407.

Available from: http://jkm.fk.unri.ac.id/index.php/jkm/article/view/131

7. Ali A, Haider F, Alhindi S. The Prevalence and Clinical Profile of

Hirschsprung’s Disease at a Tertiary Hospital in Bahrain. Cureus [Internet].

2021 Jan 4 [cited 2022 Feb 17];13(1):e12480. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/33552793

8. Benzamin M. Hirschsprung’s disease: Diagnosis and management. J Enam

Med Coll. 2020 Oct 15;10(8):104–13.

9. Kessmann J. Hirschsprung’s Disease: Diagnosis and Management. 2006

[cited 2022 Feb 27]; Available from: www.aafp.org/afp.

10. Patandianan D, Tanete Y. Hubungan Diameter Saraf Menggunakan

Imunohistokimia S-100 Dengan Derajat Hirschsprung Associated

Enterocolitis. 2020 [cited 2022 Feb 19]; Available from:

http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/2716/

11. Wibowo H. Duhamel Procedure untuk Hirschsprung’s Disease Anak di RS

Syaiful Anwar Malang. Keluwih J Kesehat dan Kedokt [Internet]. 2021 Jun

30 [cited 2022 Feb 17];2(2):91–4. Available from:

https://journal.ubaya.ac.id/index.php/kesdok/article/view/2532

12. Tanzil L, Diposarosa R, Indonesia AY-J llmu B, 2014 undefined.

Perbandingan Gambaran Histopatologi Mukosa Kolon Tikus Putih (Rattus

Norvegicus) Galur Wistar setelah Dilakukan Washout antara yang

Menggunakan Nacl 0, 9. jibiikabi.org [Internet]. [cited 2022 Feb 19];

52
Available from: http://jibiikabi.org/index.php/Jibi-ikabi/article/view/68

13. Mabula JB, Kayange NM, Manyama M, Chandika AB, Rambau PF, Chalya

PL. Hirschsprung’s disease in children: A five year experience at a

University teaching hospital in northwestern Tanzania. BMC Res Notes.

2014 Jun 28;7(1).

14. Shilvia D, Mangunsong H. Gambaran pasien penyakit hirschsprung pada

bayi usia 0-12 bulan di rsup haji adam malik medan tahun 2012-2016 skripsi.

2017;

15. Meliala Nhs. Gambaran Penderita Hirschsprung Pada Anak Usia 0-14 Tahun

Di Rsup H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015. Universitas Sumatera

Utara; 2016.

16. Studi P, I. Perbandingan Kadar Sitokin Interleukin 10 Pada Penderita

Hirschsprung Disease Yang Mengalami Hirschpsprung-Associated. 2021

[cited 2022 Feb 19]; Available from:

http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/6258/

17. Setiadi JA, Dwihantoro A, Iskandar K, Heriyanto DS, Gunadi. The utility of

the hematoxylin and eosin staining in patients with suspected Hirschsprung

disease. BMC Surg [Internet]. 2017 Jun 19 [cited 2022 Mar 27];17(1).

Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28629350/

18. Tian Y, Shi T, Wang F, Wu Y. Difference of efficacy between Laparoscopic

Modified Soave operation and Open Radical Resection in the treatment of

Hirschsprung’s disease. Pakistan J Med Sci [Internet]. 2017 Nov 15 [cited

2022 Feb 27];33(6):1385–9. Available from:

53
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29492064

19. Davidson JR, Kyrklund K, Eaton S, Pakarinen MP, Thompson D, Blackburn

SC, et al. Outcomes in Hirschsprung’s disease with coexisting learning

disability. Eur J Pediatr. 2021 Dec 1;180(12):3499–507.

20. Zhang JR, Zhang ZB. Syndromic Hirschsprung’s disease and its mode of

inheritance. Chinese J Contemp Pediatr. 2018 May 25;20(5):428–32.

21. Tjaden NEB, Trainor PA. The Developmental Etiology and Pathogenesis of

Hirschsprung disease. 2013;

22. Gamez C, de Boer TO, Saca N, Umbu L, Shoukry S, Mashburn P, et al. Adult

Hirschsprung’s disease: A case report and literature review. Int J Surg Case

Rep [Internet]. 2021 May 1 [cited 2022 Feb 27];82:105881. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/33865195

23. Handaya AY, Fauzi AR, Andrew J, Hanif AS. Modified Duhamel with

lateral anal sphincterotomy and coloanal stump for adult Hirschsprung’s

disease: A case series. Int J Surg Case Rep [Internet]. 2020 Jan 1 [cited 2022

Feb 27];77:174–7. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/33166814

24. Thakkar H, Curry J. Hirschsprung’s disease. Paediatr Child Heal (United

Kingdom). 2020 Oct 1;30(10):341–4.

25. SIVA I, Triwani T, Hayati L. Angka Kejadian Hirschprung Di Rsup Dr.

Mohammad Hoesin Palembang Pada Tahun 2015-2018. 2019 [cited 2022

Feb 19]; Available from: https://repository.unsri.ac.id/7953/

54
26. Surya P, Jurnal ID-BM, 2012 undefined. Gejala dan Diagnosis Penyakit

Hirschsprung. ojs.unud.ac.id [Internet]. [cited 2022 Feb 25]; Available from:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/8099/6103

27. Soussan H, Jabi R, Ouryemchi M, Haddadi Z, Bouziane M. Hirschsprung’s

Disease in Adults Revealed by an Occlusive Syndrome. Cureus [Internet].

2021 Oct 5 [cited 2022 Feb 27];13(10):e18484. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/34754646

28. Langer JC, Levitt MA. Hirschsprung Disease. Curr Treat Options Pediatr.

2020 Sep 1;6(3):128–39.

29. Maidah SA. Gambaran Karakteristik Penyakit Hirschsprung di RSUD Al-

Ihsan Bandung Periode 1 Januari 2016 – 30 September 2019. Pros Kedokt.

2020;1-.

30. Allin BSR, Irvine A, Patni N, Knight M. Variability of outcome reporting in

Hirschsprung’s Disease and gastroschisis: A systematic review. Sci Rep.

2016 Dec 12;6.

31. Alehossein M, Roohi A, Pourgholami M, Mollaeian M, Salamati P.

Diagnostic accuracy of radiologic scoring system for evaluation of

suspicious hirschsprung disease in children. Iran J Radiol [Internet]. 2015

Apr 22 [cited 2022 Apr 6];12(2). Available from:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25901256/

32. Corputty ED, Lampus HF, Monoarfa A,. Gambaran Pasien Hirschsprung Di

Rsup Prof. Dr. Rd Kandou Manado Periode Januari 2010–September 2014.

ejournal.unsrat.ac.id [Internet]. 2015 [cited 2022 Feb 19];3(1). Available

55
from: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/6822

33. Dewi P, Darmajaya IM. Teknik Operasi Dua Tahap Pada Kasus Penyakit

Hirschsprung Diagnosis Terlambat Di Rsup Sanglah : Studi Deskriptif

Tahun 2010-2012 Two Steps Operation Technique on Late Diagnosed

Hirschprung Disease At Sanglah Hospital : a Descriptive Study on 2010-

2012. 2012;

34. Bing X, Sun C, Wang Z, Su Y, Sun H, Wang L, et al. Transanal pullthrough

Soave and Swenson techniques for pediatric patients with Hirschsprung

disease. Med (United States). 2017 Mar 1;96(10).

35. Arts E, Botden SMBI, Lacher M, Sloots P, Stanton MP, Sugarman I, et al.

Duhamel versus transanal endorectal pull through (TERPT) for the surgical

treatment of Hirschsprung’s disease. Tech Coloproctol. 2016 Oct

1;20(10):677–82.

36. Yan BL, Bi LW, Yang QY, Wu XS, Cui HL, Amornyotin S. Transanal

endorectal pull-through procedure versus transabdominal surgery for

Hirschsprung disease: A systematic review and meta-analysis. Med (United

States). 2019 Aug 1;98(32).

37. Ksia A, Yengui H, Saad M Ben, Sahnoun L, Maazoun K, Rachida L, et al.

Soave transanal one-stage endorectal pull-through in the treatment of

Hirschsprung’s disease of the child above two-year-old: A report of 20 cases.

African J Paediatr Surg. 2013 Oct;10(4):362–6.

38. Hagens J, Reinshagen K, Tomuschat C. Prevalence of Hirschsprung-

associated enterocolitis in patients with Hirschsprung disease. Pediatr Surg

56
Int. 2022 Jan 1;38(1):3–24.

39. Sari KA. Gambaran Penderita Hirschsprung pada Anak Usia 0-14 Tahun di

RSUP H. Adam Malik Medan pada TAHUN 2005-2009. Univ Sumatera

Utara [Internet]. 2010 [cited 2022 Sep 22]; Available from:

https://123dok.com/document/wyevgd4z-gambaran-penderita-hirschsprung

-anak-tahun-malik-medan-tahun.html

40. Kartono, Darmawan. Penyakit hirschsprung / Darmawan Kartono | OPAC

Perpustakaan Nasional RI. [Internet]. 2009. 2009 [cited 2022 Sep 22]. p. 82–

9. Available from: https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=497838

41. Onishi S, Kaji T, Nakame K, Yamada K, Murakami M, Sugita K, et al.

Optimal timing of definitive surgery for Hirschsprung’s disease to achieve

better long-term bowel function. Surg Today [Internet]. 2022 Jan 1 [cited

2022 Sep 22];52(1):92–7. Available from:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34383138/

42. Szylberg L, Marszalek A. Diagnosis of Hirschsprung’s disease with

particular emphasis on histopathology. A systematic review of current

literature. Prz Gastroenterol [Internet]. 2014 [cited 2022 Mar 27];9(5):264–

9. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25395999/

43. Davidson JR, Mutanen A, Salli M, Kyrklund K, De Coppi P, Curry J, et al.

Comparative cohort study of Duhamel and endorectal pull-through for

Hirschsprung’s disease. BJS open [Internet]. 2022 Jan 6 [cited 2022 Feb

27];6(1). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/35143630

44. Verawati S, Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet M, drh. Hiswani MK.

57
Karakteristik Bayi Yang Menderita Penyakit Hircshsprung Di Rsup H.

Adam Malik Kota Medan Tahun 2010-2012. Kesehatan Reproduksi dan

Epidemiol [Internet]. 2014 Apr 11 [cited 2022 Sep 22];2(6). Available from:

https://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/5079/2772

45. Gunadi, Karina SM, Dwihantoro A. Outcomes in patients with Hirschsprung

disease following definitive surgery. BMC Res Notes [Internet]. 2018 [cited

2022 Feb 22];11(1):644. Available from: /pmc/articles/PMC6123951/

46. Malik S, Singhal M, Jadhav SS, Korday CS, Nayak CS. Hirschsprung’s

disease associated with alopecia universalis congenita: A case report. J Med

Case Rep. 2016 Sep 15;10(1).

47. Bandré E, Kaboré RAF, Ouedraogo I, Soré O, Tapsoba T, Bambara C, et al.

Hirschsprung’s disease: Management problem in a developing country.

African J Paediatr Surg. 2010 Sep;7(3):166–8.

48. Ghorbanpour M, Seyfrabie MA, Yousefi B. Early and long-term

complications following transanal pull through Soave technique in infants

with Hirschsprung’s disease. Med Pharm reports [Internet]. 2019 Oct [cited

2022 Feb 27];92(4):382–6. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/31750439

49. Nasrizarni. Profil Penderita Penyakit Hirschsprung Di Rumah Sakit Dr.

Zainoel Abidin Dan Rumah Sakit Ibu Dan Anak Banda Aceh. [Internet].

Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. 2012 [cited 2022 Oct 24].

Availablefrom:https://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=baca&bacaID=6775&

page=46

58
50. Widyasari A, Pravitasari WA, Dwihantoro A, Gunadi. Functional outcomes

in Hirschsprung disease patients after transabdominal Soave and Duhamel

procedures. BMC Gastroenterol. 2018;18(1).

51. Gabriela GC, Geometri ET, Santoso GE, Athollah K, Fauzi AR, Hastuti J, et

al. Long-term growth outcomes in children with Hirschsprung disease after

definitive surgery: A cross-sectional study. Ann Med Surg [Internet]. 2020

Nov 1 [cited 2022 Aug 16];59:176–9. Available from:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33082946/

52. Kim AC, Langer JC, Pastor AC, Zhang L, Sloots CEJ, Hamilton NA, et al.

Endorectal pull-through for Hirschsprung’s disease-a multicenter, long-term

comparison of results: transanal vs transabdominal approach. J Pediatr Surg

[Internet]. 2010 [cited 2022 Oct 25];45(6):1213–20. Available from:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20620323/

53. Huddart SN. Hirschsprung’s disease: Present UK practice. Ann R Coll Surg

Engl. 1998;80(1):46–8.

54. Fosby M V., Stensrud KJ, Bjørnland K. Bowel function after transanal

endorectal pull-through for Hirschsprung disease – does outcome improve

over time? J Pediatr Surg. 2020 Nov 1;55(11):2375–8.

55. Law, Lo OSH. A rare case of rectal prolapse after Deloyers procedure in a

patient with Hirschsprung’s disease: A case report. Int J Surg Case Rep

[Internet]. 2019 Jan 1 [cited 2022 Feb 27];56:63–5. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30831509

56. Gunadi, Monica Carissa T, Stevie, Daulay EF, Yulianda D, Iskandar K, et

59
al. Long-term functional outcomes of patients with Hirschsprung disease

following pull-through. BMC Pediatr [Internet]. 2022 Dec 1 [cited 2022 Aug

16];22(1). Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35505310/

57. Nasir A, Ameh EA. A survey of current practices in management of

Hirschsprung,s disease in Nigeria. African J Paediatr Surg. 2014;11(2):114–

8.

58. Holshsneider A. Hirschsprung’s Disease and Allied Disorders [Internet].

Puri P, editor. 2019. New York; 2019 [cited 2022 Sep 22]. Available from:

https://books.google.co.id/books?id=zP-ZDwAAQBAJ&pg=PA231&lpg

=PA231&dq=Carneiro+et+al+(2008)+hirschprung&source=bl&ots=hdIrPP

5Yyx&sig=ACfU3U2kL4yMNgfgthKjTL2XJqqujiilrA&hl=id&sa=X&ved

=2ahUKEwjZibj0-qf6AhX_aGwGHbn3DbIQ6AF6BAgXEAM#v=

onepage&q=Carneiro et al

59. Murphy F, Menezes M, Puri P. Enterocolitis complicating hirschsprung’s

disease. Hirschsprung’s Dis Allied Disord [Internet]. 2008 [cited 2022 Oct

25];133–43. Available from: https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-

3-540-33935-9_10

60
LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Survey Awal dari Fakultas Kedokteran

Universitas Baiturrahmah ke RSUP Dr. M. Djamil Padang

61
Lampiran 2. Surat Balasan Permohonan Survey Awal dari RSUP Dr. M.

Djamil Padang

62
Lampiran 3. Surat Keterangan Layak Etik dari Fakultas Kedokteran

Universitas Baiturrahmah

63
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas Kedokteran

Universitas Baiturrahmah ke RSUP Dr. M. Djamil Padang

64
Lampiran 5. Surat Keterangan Layak Etik dari RSUP Dr. M. Djamil Padang

65
Lampiran 6. Surat Balasan Permohonan Izin Melakukan Penelitian dari

RSUP Dr. M. Djamil Padang

66
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian dari

RSUP Dr. M. Djamil Padang

67
Lampiran 8. Master Table

Penyakit Penyerta
Jenis
Inisial Usia Down Necroting Anal Gastro- Atresia Ileus
Kelamin PJB Anemia
Syndrome Enterocilitis Fistula Entritis Ani Obstruksi
DAP 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1

HD 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1

RA 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1

HR 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1

MA 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1

RA 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1

MA 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1

SAP 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1

MS 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1

AA 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1

SP 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1

AAN 3 1 2 2 2 2 2 2 2 1

SM 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1

SA 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1

S 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1

DI 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2

R 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2

AY 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2

IA 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2

ARZ 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2

FAA 4 1 2 2 2 2 2 2 2 1

ADP 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2

NAN 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1

VAV 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2

NSJ 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1

MRH 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2

68
MIAF 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2

S 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2

MF 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2

AK 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2

RAZ 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2

AK 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

AQ 3 1 2 2 2 2 2 2 2 1

RO 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2

MH 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2

AP 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2

KK 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2

DA 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2

RZ 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2

H 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1

DS 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

SO 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2

AS 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2

DT 1 1 2 2 2 2 1 2 2 2

DS 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2

A 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2

A 3 1 2 2 1 2 2 2 2 2

AM 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2

RI 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2

AA 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2

HM 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2

AQ 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2

KA 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2

AR 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2

69
S 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2

F 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2

Keterangan Koding:
a. Usia (Bulan)
1. 0-1 bulan
2. >1-12 bulan
3. >12-24 bulan
4. >24 bulan
b. Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
c. Penyakit Penyerta
a) Penyakit Jantung Bawaan
1. Ada
2. Tidak Ada
b) Down Syndrome
1. Ada
2. Tidak Ada
c) Necroting Enteroclitis
1. Ada
2. Tidak Ada
d) Anal Fistula
1. Ada
2. Tidak Ada
e) Gastroentritis
1. Ada
2. Tidak Ada
f) Atresia ani
1. Ada
2. Tidak Ada
g) Ileus Obstruksi
1. Ada
2. Tidak Ada
h) Anemia
1. Ada
2. Tidak
d. Riwayat Keluarga
1. Ada
2. Tidak Ada
e. Status Gizi
1. Gizi Buruk (< -3 SD)
2. Gizi Kurang (-3 SD sampai dengan <-2 SD)

70
3. Gizi Baik (-2 SD sampai dengan 2 SD)
4. Gizi Lebih (> 2 SD)
f. Klasifikasi Tipe Aganglion
1. Short Segment
2. Long Segment
3. Total Clonic Aganglionis
g. Jenis Operasi Definitif
1. Prosedur Duhamel
2. Prosedur Swenson
3. Prosedur Soave
4. TEPT
h. Komplikasi Pasca Bedah
1. Infeksi
2. Perdarahan
3. Kebocoran Anastomosis
4. Enterokolitis
5. Konstipasi
6. Akalsia Sfingter

71
Klasifikasi Jenis Komplikasi Pasca Bedah
Riwayat Status
Tipe Operasi Kebocoran Entero- Kons- Akalsia
Keluarga Gizi Infeksi Perdarahan
Aganglion Defenitif Anastomosis colitis tipasi Sfingter
2 3 1 3 1 2 2 2 2 2

2 1 1 1 1 1 2 2 2 2

2 3 2 3 1 1 2 1 2 2

2 3 1 1 2 1 2 1 2 2

2 3 1 1 1 2 1 2 1 2

2 3 1 1 2 1 2 2 2 2

2 3 1 1 2 2 2 1 2 2

2 3 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 2 1 2 2 2

2 3 1 1 2 1 2 2 2 2

2 3 1 1 2 2 1 2 2 2

2 2 1 1 2 1 2 2 1 2

2 1 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 1 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 1 2 2 2 2

2 3 1 1 1 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 1 2 2 2 2

2 2 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 2 2 2 1 2

2 3 1 1 2 2 2 2 2 2

2 2 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 1 1 2 2 2 2

2 2 1 1 1 2 1 2 2 2

2 3 1 1 1 1 2 2 2 2

2 3 2 3 1 2 1 2 2 2

72
2 3 1 1 2 1 2 2 2 2

2 2 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 1 2 2 2 2

2 3 2 1 1 2 1 2 2 2

2 3 1 1 2 1 2 2 2 2

2 3 1 1 2 1 2 2 2 2

2 3 1 1 1 1 2 2 2 2

2 3 1 1 2 1 2 2 2 2

2 3 1 1 2 1 1 2 2 2

2 3 1 1 2 2 2 2 2 2

2 1 1 1 2 2 2 2 2 2

1 3 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 1 1 2 2 2

1 3 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 1 2 2 1 2 2

2 3 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 2 2 1 2 2

2 3 2 3 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 1 2 1 2 2 2

2 3 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 1 1 2 2 2

2 3 1 1 1 2 2 2 2 2

1 3 1 1 2 2 2 2 2 2

1 2 1 1 2 2 2 2 2 2

2 1 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 3 2 1 2 1 2 2

1 3 1 1 2 2 2 2 2 2

2 3 1 1 2 2 2 2 2 2

73
2 3 1 1 2 1 1 2 2 2

74
Lampiran 9. Analisis Data

1. Analisis Usia Pasien Hircshsprung’s Disease di RSUP Dr. M. Djamil


Padang
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0-1 Bulan 29 51.8 51.8 51.8
>1-12 Bulan 21 37.5 37.5 89.3
>12-24 Bulan 4 7.1 7.1 96.4
>24 Bulan 2 3.6 3.6 100.0
Total 56 100.0 100.0

2. Analisis Jenis Kelamin Pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr. M.


Djamil Padang
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pria 43 76.8 76.8 76.8
Wanita 13 23.2 23.2 100.0
Total 56 100.0 100.0

3. Analisis Riwayat Keluarga Pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr. M.


Djamil Padang
Riwayat Keluarga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 5 8.9 8.9 8.9
Tidak Ada 51 91.1 91.1 100.0
Total 56 100.0 100.0

4. Analisis Penyakit Penyerta Pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr. M.


Djamil Padang
Penyakit Jantung Bawaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

75
Valid Ada 5 8.9 8.9 8.9
Tidak Ada 51 91.1 91.1 100.0
Total 56 100.0 100.0

Down Syndrome
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 4 7.1 7.1 7.1
Tidak Ada 52 92.9 92.9 100.0
Total 56 100.0 100.0

Necroting Enterocolitis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 5 8.9 8.9 8.9
Tidak Ada 51 91.1 91.1 100.0
Total 56 100.0 100.0

Anal Fistula
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 1 1.8 1.8 1.8
Tidak Ada 55 98.2 98.2 100.0
Total 56 100.0 100.0

Gastroentritis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 2 3.6 3.6 3.6
Tidak Ada 54 96.4 96.4 100.0
Total 56 100.0 100.0

Atresia Ani
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 1 1.8 1.8 1.8
Tidak Ada 55 98.2 98.2 100.0
Total 56 100.0 100.0

76
Ileus Obstruksi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 2 3.6 3.6 3.6
Tidak Ada 54 96.4 96.4 100.0
Total 56 100.0 100.0

Anemia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 20 35.7 35.7 35.7
Tidak Ada 36 64.3 64.3 100.0
Total 56 100.0 100.0

5. Analisis Status Gizi Pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP Dr. M. Djamil


Padang
Status Gizi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gizi Buruk 4 7.1 7.1 7.1
Gizi Kurang 6 10.7 10.7 17.9
Gizi Baik 46 82.1 82.1 100.0
Total 56 100.0 100.0

6. Analisis Klasifikasi Tipe Aganglion Pasien Hirschsprung’s Disease di


RSUP Dr. M. Djamil Padang
Klasifikasi Tipe Aganglion
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Short Segment 52 92.9 92.9 92.9
Long Segment 4 7.1 7.1 100.0
Total 56 100.0 100.0

77
7. Analisis Jenis Operasi Defenitif Pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP
Dr. M. Djamil Padang
Jenis Operasi Defenitif
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Prosedur Duhamel 51 91.1 91.1 91.1
Prosedur Soave 5 8.9 8.9 100.0
Total 56 100.0 100.0

8. Analisis Komplikasi Pasca Bedah Pasien Hirschsprung’s Disease di RSUP


Dr. M. Djamil Padang
Infeksi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 15 26.8 26.8 26.8
Tidak Ada 41 73.2 73.2 100.0
Total 56 100.0 100.0

Perdarahan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 21 37.5 37.5 37.5
Tidak Ada 35 62.5 62.5 100.0
Total 56 100.0 100.0

Kebocoran Anastomosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 11 19.6 19.6 19.6
Tidak Ada 45 80.4 80.4 100.0
Total 56 100.0 100.0

Enterocolitis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

78
Valid Ada 6 10.7 10.7 10.7
Tidak Ada 50 89.3 89.3 100.0
Total 56 100.0 100.0

Konstipasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 3 5.4 5.4 5.4
Tidak Ada 53 94.6 94.6 100.0
Total 56 100.0 100.0

Akalsia Sfingter
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Ada 56 100.0 100.0 100.0

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang

79
Lampiran 11. Biodata Penulis

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Dike Novella


Tempat, Tanggal lahir : Padang, 01 Desember 2000

Jenis Kelamin : Perempuan


No Telp/HP : 0823-8254-1718
Agama : Islam

Fakultas/Program Studi : Fakultas Kedokteran/Pendidikan Dokter


Asal SMA : SMA Negeri 1 Padang Panjang
Alamat : Jl. Adingero No.02 Kayu Kalek, Kota Padang

Email : novelladike@gmail.com
Orang Tua
Nama Ayah : Yusrizal

Pekerjaan : PNS
Nama Ibu : Elly Vambo
Pekerjaan : PNS

Anak ke : Ketiga (3)


Pengalaman Organisasi
1. Kepala Departemen Kesekretariatan LDF Fikri Asy-Syura FK Unbrah
2021
2. Kepala Departemen Human Resource Baiturrahmah Medical Science
Club FK Unbrah 2022

3. Angggota Departemen Syiar LDF Fikri Asy-Syura FK Unbrah 2020


4. Panitia Webinar LKMM SOK Wilayah 1 2020
Visi Hidup : Long Life Learning until Die

80

Anda mungkin juga menyukai