Anda di halaman 1dari 116

i

HUBUNGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS


DENGAN STATUS NUTRISI PASIEN
YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER
DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
TAHUN 2021

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan

LINA NURJANAH
1219006

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2021
ii

PENGESAHAN

Tugas Akhir ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Tugas Akhir
Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Institut Kesehatan
Rajawali dan diterima sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan pada bulan Mei tahun 2021

Judul Tugas Akhir : Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis dengan Status


Nutrisi Pasien yang Menjalani Hemodialisis Reguler di
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2021
Nama Mahasiswa : Lina Nurjanah
NPM : 1219006

Dewan Penguji :

Penguji : Dr. Eny Kusmiran, S.Kp., M.Kes. ( )

Pembimbing Utama : Arie J. Pitono, dr., M.Kes. ( )

Pembimbing PendampingBudi
: Rustandi, S.Kep., Ners, M.Kep. ( )

Mengetahui :

Dekan Fakultas Keperawatan


Institut Kesehatan Rajawali,

Istianah, S.Kep., Ners, M.Kep.


iii

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Lina Nurjanah

NPM : 1219006

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan tugas
akhir saya yang berjudul Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis dengan Status
Nutrisi Pasien yang Menjalani Hemodialisis Reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung Tahun 2021.

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam tugas akhir saya tersebut,
maka Saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Bandung, Mei 2021

Lina Nurjanah

iii
iv

Program Studi Sarjana Keperawatan


2021

HUBUNGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN STATUS


NUTRISI PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER
DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Nurjanah L; Pitono AJ; Rustandi B

ABSTRAK

Pendahuluan: Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan ketidakmampuan ginjal


untuk mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit
sehingga menyebabkan uremia. Pasien PGK memerlukan penatalaksanaan
berdasarkan tingkat penurunan fungsi ginjal yang terjadi. Hemodialisis (HD)
merupakan salah satu terapi ginjal pengganti untuk pasien PGK tingkat 5. Malnutrisi
adalah masalah yang sering terjadi pada pasien dengan HD.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui hubungan lama menjalani
HD dengan status nutrisi pasien yang menjalani HD reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung.
Metode: Rancangan penelitian ini adalah korelasional dengan pendekatan cross
sectional, dilakukan pada bulan maret 2021 di Instalasi Hemodialisis RSUP dr. Hasan
Sadikin Bandung. Responden penelitian sebanyak 133 pasien dengan menggunakan
tehnik consecutive sampling. Status nutrisi diukur dengan menggunakan Malnutrition
Inflamation Score (MIS). Analisis data menggunakan uji chi-square.
Hasil Penelitian: Diketahui lama responden menjalani HD yang sangat lama sebanyak
83 orang (62,4%) dan responden yang baru menjalani HD sebanyak 16 orang (12%),
sedangkan yang cukup lama menjalani HD sebanyak 34 orang (25,6%). Sebagian
besar status nutrisi responden adalah tanpa malnutrisi sebanyak 86 orang (64,7%) dan
responden dengan malnutrisi 47 orang (35,3%).
Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara lama menjalani HD dengan status nutrisi
pasien yang menjalani HD reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dengan p value
0,745.

Kata Kunci : PGK, HD, Status nutrisi, Malnutrisi


Kepustakaan : 53 (2001-2020)

iv
v

KATA PENGANTAR

Bismillah. Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah dari Nya lah penulis dapat tetap
bersemangat dalam menyelesaikan tugas akhir yang mengetengahkan judul
“Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis dengan Status Nutrisi Pasien yang
Menjalani Hemodialisis Reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung”. Adapun
usulan penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan di Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
Skripsi ini dapat terselesaikan atas bimbingan, arahan dan bantuan dari
berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Dan pada kesempatan
yang berbahagia, ini penulis berkenan untuk mengucapkan terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada :
1. Tonika Tohri, S.Kp., M.Kes., selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
Bandung.
2. R. Nina Susana Dewi, dr., Sp.PK(K)., M.Kes., MMRS., selaku Direktur
Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung yang telah memberikan
ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
3. Istianah, S.Kep., Ners, M.Kep., selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
4. Lisbet Octovia Manalu, S.Kep., Ners, M.Kep., selaku Penanggung Jawab
Program Studi Sarjana Keperawatan Institut Kesehatan Rajwali Bandung.
5. Fatrisia Madina, S.Kp., MM, sebagai Kepala Bidang Keperawatan Rumah
Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung.
6. Diah Asri Wulandari, dr., Sp.S(K), selaku Kepala Diklat Rumah Sakit Umum
Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung.
7. Arie J. Pitono, dr., M.Kes., selaku pembimbing utama atas segala
masukan dan arahan serta motivasinya hingga penelitian ini dapat
terselesaikan.

v
vi

8. Budi Rustandi, S.Kep., Ners, M.Kep., selaku pembimbing pendamping


atas segala bimbingan dan arahan serta motivasinya hingga penelitian ini
dapat terselesaikan.
9. Dr. Eny Kusmiran, S.Kp., M.Kes., selaku penguji yang telah menguji dan
memberikan masukan untuk penelitian ini.
10. Seluruh dosen Institut Kesehatan Rajawali Bandung yang telah
memberikan ilmu sebagai bekal dalam penyusunan penelitian.
11. Ibu, suami tercinta serta anak-anakku yang telah memberikan doa, kasih
sayang dan motivasi yang tiada hentinya kepada penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini.
12. Teman-teman seperjuangan “Genk Ibel RSHS” yang selalu memberikan
semangat dan dukungan pada penulis.
13. Semua pihak yang telah terlibat dalam proses penelitian ini, atas
dukungan dan bantuannya.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkah dan karunia


kepada semuanya, dan mencatat setiap bantuan sebagai amal dan kebaikan.
Akhirnya besar harapan penulis agar nantinya penelitian ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Bandung, Mei 2021


Penulis

vi
vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………...i


PENGESAHAN …………………………………………………………………..ii
PERNYATAAN…...……………………………………………………………..iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................................4
1.3 Rumusan Masalah ...........................................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................7
1.5 Hipotesis Penelitian ........................................................................................8
1.6 Manfaat Penelitian ..........................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
2.1 Penyakit Ginjal Kronis .................................................................................9
2.2 Hemodialisis .................................................................................................18
2.3 Nutrisi ...........................................................................................................27
2.4 Lama Menjalani Hemodialisis ......................................................................37
2.5 Asuhan Keperawatan Pada Pasien PGK dengan Gangguan Nutrisi ………40
2.6 Kerangka Teori………………………………………………………..……47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...............................................................48
3.1 Rancangan Penelitian..................................................................................488
3.2 Kerangka Penelitian ....................................................................................488
3.3 Variabel Penelitian......................................................................................499
3.4 Definisi Operasional Penelitian ...................................................................50
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................................50

vii
viii

3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian ....................................53


3.7 Pengolahan dan Analisis Data .....................................................................55
3.8 Etika Penelitian .............................................................................................58
3.9 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................61
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................61
4.2 Pembahasan .................................................................................................63
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................75
5.1 Simpulan .......................................................................................................75
5.2 Saran .............................................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................77

viii
ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Derajat Penyakit Ginjal Kronik......................................................... 14


Tabel 2.2 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan
Derajatnya ........................................................................................ 17
Tabel 2.3 Komposisi Cairan Dialisat Untuk Hemodialisis ............................... 21
Tabel 2.4 Rekomendasi Asupan Protein dan Energi pada Pasien Dewasa HD
Kronik............................................................................................... 34
Tabel 3.1 Definisi Operasional ......................................................................... 50
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pekerjaan,
Penyakit yang Mendasari, Lama Menjalani Hemodialisis dan Status
Nutrisi .................................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.2 Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis dengan Status Nutrisi Pasien
yang Menjalani Hemodialisis Reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung tahun 2021............................ Error! Bookmark not defined.

ix
x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Ginjal dan Fungsinya ......................................................... 10


Gambar 2.2 Proses Hemodialisis ......................................................................... 19
Gambar 2.3 Kerangka Teori ................................................................................. 47
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................ 49

x
xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Kegiatan Tugas Akhir


Lampiran 2 Surat Permohonan Penelitian
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 4 Instrumen Penelitian
Lampiran 5 Data Hasil Penelitian
Lampiran 6 Pengolahan Data Hasil Penelitian
Lampiran 7 Riwayat Hidup Penulis

xi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan ketidakmampuan ginjal untuk
mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit
sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
PGK dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes militus, hipertensi
yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus urinarius (Sukandar, 2006).
Prevalensi jumlah kasus PGK semakin meningkat mencapai 10-13%
populasi diberbagai negara di Asia dan Amerika (Chung dkk, 2012). Berdasarkan
Global Burden of Disease (2017) sebesar 2% penyebab kematian terbesar di dunia
disebabkan oleh PGK. Sepuluh persen penduduk di dunia mengalami Penyakit
Ginjal Kronis dan jutaan meninggal setiap tahun karena tidak mempunyai akses
untuk pengobatan (Moeloek, 2018). Berdasarkan data dari riset kesehatan dasar
tahun 2018 di Indonesia prevalensi pasien dengan PGK mencapai 0,38% dari
jumlah keseluruhan penduduk Indonesia.
Pasien PGK memerlukan penatalaksanaan berdasarkan tingkat penurunan
fungsi ginjal yang terjadi. Pasien PGK tingkat 5 mengalami penurunan fungsi
ginjal, dimana ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan metabolisme
tubuh sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal (TGP) (Cibulka, 2011).
Penatalaksanaan TGP menurut Sukandar (2006) salah satunya adalah hemodialisis.
Adapun tujuan hemodialisis yaitu untuk mengeliminasi sisa produk metabolisme
(protein), koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui dialiser
yang berperan sebagai ginjal buatan (Sukandar, 2006). Sedangkan hemodialisis
pada pasien gagal ginjal terminal berfungsi untuk mempertahankan kehidupan
dengan menggantikan fungsi eksresi ginjal  70-80%.
Berdasarkan data United States Renal Data Sistem (USRDS) tahun 2017
sebanyak 87,3% masyarakat Amerika Serikat memilih hemodialisis sebagai terapi

1
2

pengganti ginjal. Di Indonesia, data riset kesehatan dasar tahun 2018 menyebutkan
sebanyak 19,4% pasien PGK memilih untuk menjalani hemodialisis. Indonesia
Renal Registry (IRR) menyatakan bahwa tindakan hemodialisis terus meningkat
setiap tahunnya, pada tahun 2018 terdapat 132.142 pasien aktif yang menjalani
hemodialisis di seluruh Indonesia dan di Jawa Barat terdapat 33.828 pasien aktif
yang menjalani hemodialisis.
RSUP dr Hasan Sadikin merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai
daerah di Jawa Barat termasuk pasien dengan PGK, dimana pasien PGK ini
memerlukan tindakan medis yang salah satunya adalah hemodialisis. Setiap
tahunnya jumlah pasien yang menjalani hemodialisis reguler di Instalasi
Hemodialisa RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung selalu bertambah. Dari data yang
didapat dari rekam medis Instalasi Hemodialisis RSUP dr. Hasan Sadikin pada
tahun 2018 jumlah tindakan hemodialisis dalam setahun mencapai 17.979 tindakan
dengan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis reguler sebanyak 207 pasien,
sedangkan pada tahun 2019 jumlah tindakan bertambah menjadi 18.751 tindakan
dalam satu tahun dengan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis reguler
sebanyak 225 pasien. Data yang didapat peneliti pada bulan Oktober tahun 2020,
jumlah pasien rutin yang menjalani hemodialisis reguler di Instalasi Hemodialisis
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung adalah sebanyak 175 orang.

Pasien PGK dengan hemodialisis biasanya menghadapi berbagai masalah


(Sukandar, 2006). Permasalahan tersebut diantaranya permasalahan fisik atau
medis, masalah sosial ekonomi serta psikologis. Permasalahan medis yang
berhubungan dengan terapi hemodialisis diantaranya gangguan endokrin,
malnutrisi, defisiensi imun, anemia, gangguan kardiovaskuler dan gangguan
metabolism (Sukandar, 2006). Adapun masalah sosial ekonomi diantaranya adanya
ketergantungan pada pemberi layanan kesehatan, terjadinya perpecahan dalam
keluarga dan lingkungan sosial serta berkurang atau hilangnya pendapatan
(Nurcahyati, 2010). Dan masalah psikologis yang rentan dialami oleh pasien PGK
adalah depresi dan ansietas, hal ini telah dibuktikan oleh Wardani (2015) dalam
penelitiannya bahwa 29,0% pasien mengalami depresi berat dan 32,5% pasien
mengalami ansietas berat.
3

Widiana (2017) mengemukakan bahwa pasien yang menjalani


hemodialisis perlu mendapatkan asupan dan nutrisi yang memadai untuk mencegah
malnutrisi. Nutrisi yang baik akan memperbaiki kualitas hidup. Selain itu, diet yang
sesuai akan mengendalikan asupan cairan, keseimbangan protein natrium, kalium
dan fosfor. Pembatasan cairan harus didasari dengan jumlah urin yang keluar dan
tambahan berat badan selama periode antar dialisis.

Perubahan metabolik pada pasien PGK dengan hemodialisis menyebabkan


gangguan keseimbangan cairan dan asam basa serta gangguan metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak (Sinaga, 2015). Hal ini akan menimbulkan terjadinya
akumulasi toksin uremia yang ditandai dengan menurunnya nafsu makan dan
asupan nutrisi. Sehingga pasien PGK dengan hemodialisis lebih rentan mengalami
malnutrisi (Widiyana, 2017). Malnutrisi yang dialami pasien PGK dengan
hemodialisis merupakan masalah serius karena hal ini berhubungan erat dengan
tingkat morbiditas dan mortalitas (Pernefri, 2011; Zaki, 2019).

Pada pasien PGK diperlukan monitoring dan evaluasi asupan makanan


agar tidak terjadi penurunan status gizi. Salah satu penilaian status nutrisi yang
sangat baik untuk pasien HD adalah dengan menggunakan Malnutrition
Inflamation Score (MIS). MIS adalah variasi Subjective Global Assesment (SGA)
yang memiliki korelasi lebih erat dibandingkan SGA konvensional dalam hal
prediksi perawatan di rumah sakit 12 bulan kedepan, angka kematian total,
inflamasi serta anemia pada pasien dialisis (Pernefri, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Yulianto dkk (2017) menyatakan bahwa
pasien dengan malnutrisi, hypoalbuminemia, dan anemia memiliki ketahanan hidup
lebih rendah. Ketahanan hidup merupakan suatu variabel yang mengukur waktu
(start point) tertentu sampai titik akhir yang ditetapkan (Afriyanti, 2018). Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan hidup pasien hemodialisa berkisar
1 – 15 tahun (Beladi & Mousavi, 2012; Muhani & Sari, 2019). Menurut Misra dkk
(2003), penurunan berat badan pada penderita PGK mulai terlihat setelah 3 bulan
menjalani hemodialisis dan penurunan berat badan secara signifikan setelah 1 tahun
menjalani hemodialisis.
4

1.2 Identifikasi Masalah

Nutrisi merupakan salah satu faktor yang paling penting pada pasien PGK
terutama pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Penyakit ginjal yang lanjut dan
terapi pengganti ginjal (TGP) menyebabkan gangguan metabolik dan nutrisi, yang
disebut dengan istilah Protein Energi Wasting (PEW). PEW terkait dengan luaran
klinis utama yang merugikan dan dianggap sebagai kondisi komorbid signifikan
yang mengarah terhadap pengingkatan rawat inap dan kematian pada pasien yang
menjalani hemodialisis (Pernefri, 2017).
Pada pasien PGK dengan hemodialisis reguler, maka fungsi ginjal telah
digantikan dengan ginjal buatan atau dialiser. Disamping itu terjadi kehilangan
asam amino ke dalam cairan dialisat melalui membran dialiser. Nutrisi pada pasien
hemodialisis seyogyanya mengandung protein tinggi dan rendah natrium, kalium,
fosfat. Asupan cairan harus dibatasi, terutama bila pasien telah mengalami anuria.
Tujuan terapi nutrisi dan cairan ini bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan
elektrolit, mineral dan cairan. Terapi nutrisi ini juga penting, karena terapi
hemodialisis saja tidak mampu secara sempurna mengeluarkan bahan buangan
akibat ginjal gagal berfungsi, sehingga toksin uremia tersisa pada periode sampai
dialisis selanjutnya. Bila hal ini terjadi secara terus menerus maka akan terjadi
akumulasi secara kronik yang menyebabkan sindrom sub-uremik yang ditandai
dengan menurunnya nafsu makan dan asupan nutrisi. Tanpa kencing yang cukup
dan asupan cairan yang berlebihan akan menyebabkan menumpuknya air dalam
badan, khususnya di jantung, paru dan kaki (Widiana, 2017).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Rochayani (2016), faktor medis yang
mempengaruhi status nutrisi berdasarkan metode DMS diantaranya adalah lama
hemodialisis, penyakit penyerta, penurunan nafsu makan dan gangguan gastro
intestinal. Sedangkan Green (2010), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pasien dengan PGK adalah menurunnya asupan nutrisi (disebabkan
oleh anoreksia, gastroparesis, uremia), pembatasan diet, kehilangan nutrisi selama
proses dialisis, penyakit penyerta selama masa perawatan, meningkatnya tanda-
tanda inflamasi, kehilangan darah kronik, asidosis dan kelainan endokrin. Status
5

nutrisi pada pasien dengan dialisis dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terbagi
menjadi dua, yaitu faktor dialisis dan faktor lainnya. Faktor dialisis yang
mempengaruhi diantaranya adalah bioincompatibility, tidak adekuatnya dosis
dialisis, kehilangan nutrien saat dialisis, peningkatan pengeluaran energi,
sedangkan faktor lainnya yang mempengaruhi status nutrisi pada pasien dengan
dialisis adalah komorbid, inflamasi, resistensi insulin, gangguan metabolisme dan
hormonal, lama menjalani dialisis (Ikizler, 2013).

Pasien dengan PGK akan terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,


hal ini menyebabkan terjadinya abnormalitas pada hasil yang akan dieksresikan ke
dalam urin sehingga menjadi uremia. Gejala klinis dari uremia yaitu lemah,
anoreksia, mual dan muntah. Lama menjalani hemodialisis juga akan terjadi
penurunan kadar asam amino. Kedua hal yang disebutkan diatas menyebabkan
pasien akan mengalami penurunan nafsu makan, sehingga asupan makanan pasien
akan berkurang serta tubuh akan kehilangan massa otot dan lemak yang berada di
subkutan. Jika hal ini dibiarkan terlalu lama, maka akan sangat berpengaruh pada
status nutrisi pasien PGK dengan hemodialisis (Widyastuti, 2014).
Lama menjalani hemodialisis berpengaruh pada status nutrisi pasien PGK
yang menjalani hemodialisis reguler. Pada fase awal, pasien yang menjalani
hemodialisis regular masih berada pada fase honeymoon dimana pasien masih
beradaptasi dengan rutinitas hemodialisis nya baik secara fisik maupun psikis.
Insani (2019) mengemukakan bahwa pasien yang baru menjalani hemodialisis
masih mencoba beradaptasi dengan kondisi yang ada, semakin lama pasien
menjalani hemodialisis maka pasien semakin patuh untuk melakukan hemodialisis
karena pasien sudah dapat menerima keadaannya dan juga sudah mendapat
penjelasan tentang penyakitnya dan pentinganya hemodilaisis dari dokter dan
perawat. Salaswati (2013) dalam penelitian nya menyebutkan bahwa semakin lama
seseorang menjalani hemodialisis maka semakin beresiko mengalami malnutrisi.
Hemodialisis yang berkepanjangan mengakibatkan infeksi pada lambung yang
mengakibatkan peningkatan asam amino pada lambung sehingga pasien dengan
Gagal Ginjal Kronik mengalami penurunan nafsu makan bahkan kehilangan bobot
tubuh yang cukup signifikan (Suharyanto & Madjid, 2013 dalam Santoso 2016).
6

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di ruang Hemodialisa RSUP Dr.


Hasan Sadikin Bandung pada triwulan III tahun 2020, status nutrisi pasien yang
menjalani hemodialisis rutin mengalami penurunan yaitu 74,68% dibanding
triwulan II sebelumnya yaitu 79,4%. Dimana didapat jumlah pasien yang
mengalami malnutrisi sebanyak 46 orang dari jumlah pasien rutin yang menjalani
hemodialisis sebanyak 175 orang. Kejadian malnutrisi sebagian terjadi pada pasien
yang sama yang sudah menjalani hemodialisis reguler dan sebagian lagi adalah
pasien yang baru menjalani hemodialisis reguler dengan gejala gastrointestinal
yang belum stabil.
Studi pendahuluan yang telah di lakukan di Instalasi Hemodialisa RSUP
dr. Hasan Sadikin Bandung melalui wawancara pada 10 pasien yang menjalani HD
reguler ditemukan 5 orang pasien menyatakan kesulitan dalam memenuhi
kecukupan dan pengaturan diet, 2 orang pasien menyatakan jarang mengkonsumsi
makanan yang cukup protein karena masalah perekonomian keluarga yang
kekurangan, 2 orang mengatakan merasa stress dengan kondisinya saat ini, dan 1
orang mengatakan tidak peduli kandungan gizi dalam makanannya asalkan bisa
mengatasi rasa laparnya. Dari data yang didapat dari rekam medik Instalasi
Hemodialisis RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, data pasien yang menjalani
hemodialisis reguler lebih dari 10 tahun sampai dengan bulan oktober tahun 2020
sebanyak 6 orang dari jumlah pasien rutin 175 orang dan yang terlama adalah 13
tahun.
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
kajian dan penelitian mengenai hubungan antara lama menjalani hemodialisis
dengan status nutrisi pasien yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan
Sadikin Bandung.

1.3 Rumusan Masalah


Masalah adalah suatu kesenjangan (gap) antara teori dan kenyataan atau
perbedaan antara teori dan kenyataan. Untuk mengatasi kesenjangan yang
dirasakan oleh seseorang yang berkecimpung baik di dunia akademisi maupun
praktisi, maka perlu dirumuskan dan ditentukan terlebih dahulu masalah apa yang
7

layak diangkat untuk dicari jawabannya melalui sebuah penelitian (Masturoh,


2018).
Berdasarkan dari data-data yang diungkapkan pada identifikasi masalah
diatas, maka peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara lama menjalani
hemodialisis dengan status nutrisi pasien yang menjalani hemodialisis reguler di
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian merupakan arah atau acuan suatu penelitian yang
memberikan arahan bagi peneliti secara jelas apa yang akan dicapai. Tujuan
penelitian harus dirumuskan dalam bentuk pernyataan secara jelas dan terukur
(Masturoh, 2018). Adapun tujuan dari penelitian yang akan diusulkan oleh penulis
meliputi :

1.4.1 Tujuan Umum


Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lama
menjalani hemodialisis dengan status nutrisi pasien yang menjalani hemodialisis
reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.

1.4.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a. Mengidentifikasi lama menjalani hemodialisis pasien yang menjalani
hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2021.
b. Mengidentifikasi status nutrisi pasien yang menjalani hemodialisis reguler di
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2021.
c. Menganalisis hubungan lama menjalani hemodialisis dengan status nutrisi
pasien yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung pada tahun 2021.
8

1.5 Hipotesis Penelitian


Menurut La Biondo-Wood dan Haber (2002) dalam Nursalam (2017)
hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih
variable yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian. Setiap
hipotesis terdiri atas suatu unit atau bagian dari permasalahan.
Dalam penelitian yang diajukan oleh penulis, hipotesis nya adalah
“Terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan status nutrisi
pasien yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung”.

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian dapat memberikan data ilmiah tentang hubungan antara


lama menjalani hemodialisis dengan status nutrisi pasien yang menjalani
hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dan juga untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan pada semua pasien
hemodialisis.

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah rekomendasi dalam


menentukan kebijakan dalam memberikan asuhan keperawatan dan menjadi bahan
evaluasi bagi institusi terutama di instalasi hemodialisis dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ginjal Kronis


2.1.1 Definisi
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan suatu kelainan patologis yang
terjadi terhadap ginjal dimana ginjal megalami penurunan fungsi yang progresif dan
irreversible, pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Surrena dkk,
2010).

Sindrom PGK merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka


kejadian yang masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering tanpa keluhan
maupun gejala klinik kecuali sudah masuk ke stadium terminal atau End Stage
Renal Disease (ESRD). Adapun definisi konseptual PGK menurut sukandar
(2006) adalah ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan
integritas tubuh yang muncul secara bertahap sebelum terjun ke fase penurunan
faal ginjal tahap akhir. Sedangkan The National Kidney Foundation Disease
Outcomes Quality Initiative [K/DOQI] (2006) menyebutkan bahwa definisi
konseptual PGK adalah kerusakan ginjal atau penurunan faal ginjal lebih atau
sama dengan tiga bulan sebelum diagnosis ditegakan yaitu dengan penurunan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG) < 60 ml/menit/1.73m². Sedangkan kerusakan ginjal
adalah setiap kelainan patologis, atau petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan
dalam darah, urine, atau pencitraan (The National Kidney Foundation Disease
Outcomes Quality Initiative [K/DOQI], 2006).
Pernefri (2013) menyebutkan bahwa yang menjadi penanda kerusakan
ginjal bisa dilihat dari beberapa kriteria, yaitu : albuminurea, kelainan sedimen
urin, gangguan elektrolit dan kelainan lainnya akibat kerusakan tubulus, kelainan
gambaran histologist, kerusakan struktur pemeriksaan radiologis dan riwayat

9
10

transplantasi ginjal. Apabila salah satu dari kelainan tersebut telah muncul dalam
waktu > 3 bulan maka bisa dikategorikan sebagai PGK.

2.1.2 Anatomi Fisiologi Ginjal


Ginjal merupakan organ berbentuk kacang dengan panjang sekitar 11 cm,
lebar 6 cm, tebal 3 cm, serta berat 150 gr. Terletak di dinding abdomen posterior
yang masing-masing satu buah di sisi kiri dan kanan kolum vertebra, dibelakang
peritoneum dan dibawah diafragma. Ginjal merupakan organ vital yang berperan
sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh,
produk akhir dari proses yang terjadi dari kerja ginjal adalah urine yang
mengandung berbagai sisa metabolisme tubuh, cairan dan elektrolit.

Gambar 2. 1 Struktur Ginjal dan Fungsinya

Unit fungsional ginjal disebut nefron yang tersusun dan membagi ginjal
menjadi dua bagian yaitu korteks dan medula, nefron terdiri dari tubulus dan
glomerulus. Glomelurus terdiri dari pembuluh darah yang dibungkus oleh kapsula

bowman. Secara umum ginjal memiliki beberapa fungsi utama secara fisologis,
yaitu :
11

a. Mengatur volume air (cairan dalam tubuh)


Bila terdapat kelebihan air dalam tubuh, ginjal dapat mengeluarkan urine
encer sebanyak 20 liter/hari. Ginjal melakukan tugas yang hebat ini dengan
mereabsorpsi zat terlarut terus menerus, dan pada saat yang sama tidak
mereabsorpsi sejumlah besar air di nefron bagian distal, yang meliputi
tubulus distal akhir dan duktus koligentes, dan bila kekurangan air
(kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat
dipertahankan relatif normal.
b. Mengatur keseimbangan osmolitik dan mempertahankan keseimbangan ion
yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit)
Ada 2 sistem umpan balik yang kuat untuk mengatur osmolaritas plasma dan
konsentrasi natrium, yang bekerja dengan cara mengubah air oleh ginjal, dan
tidak bergantung pada kesepakatan eksresi zat terlarut. Pelaku utama dalam
sistem umpan balik ini adalah hormon antidiuretik (ADH) yang disebut juga
vasopressin.
Bila osmolaritas cairan tubuh meningkat diatas normal (zat terlarut dalam
cairan tubuh menjadi terlalu pekat), kelenjar hipofise posterior akan
mensekresi lebih banyak ADH, yang meningkatkan permeabilitas tubulus
distal dan duktus koligentes terhadap air. Keadaan ini memungkinkan
terjadinya reabsorpsi air dalam jumlah besar dan penurunan volome urine,
tetapi tidak mengubah kecepatan eksresi zat terlarut oleh ginjal secara nyata.
Bila terdapat kelebihan air di dalam tubuh dan osmolaritas cairan ekstrasel
menurun, sekresi ADH oleh hipofisis posterior akan menurun, yang
menghasilkan sejumlah besar urin encer. Jadi kecepatan ADH sangat
menentukan encer atau pekatnya urin yang akan dikeluarkan oleh ginjal
c. Mengatur keseimbangan asam – basa
Ginjal mengatur keseimbangan asam-basa dengan mengeksresikan urin
yang asam atau basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam
dalam cairan ekstrasel, sedangkan pengeluaran urin basa berarti
menghilangkan basa dari cairan ekstrasel.
12

d. Ekskresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik,
obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing
(pestisida).
e. Mensekresi hormon renin
Ginjal mensekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting
mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldesteron) Renin
Angiotensin Aldosteron Sistem (RAAS) yang merupakan suatu sistem atau
mekanisme hormon yang mengatur keseimbangan tekanan darah dan cairan
dalam tubuh.

2.1.3 Etiologi
Pada umumnya PGK disebabkan oleh penyakit ginjal instrinsik difus dan
menahun. Tetapi hampir semua nephrophaty bilateral dan progresif akan berakhir
dengan PGK. Penatalaksanaan yang dilakukan terhadap penderita sindrom PGK
terdapat beberapa aspek yang harus diidentifikasi sebagai berikut :
a. Etiologi PGK yang dapat dikoreksi.

b. Misalnya: tuberkulosis saluran kemih dan ginjal, nefropati yang


berhubungan dengan urolitiasis, diabetes melitus, lupus eritematosus
sistemik dan gangguan elektrolit.
c. Etiologi yang tidak mungkin dikoreksi tetapi dapat dihambat
perjalanan penyakitnya, misalnya: nefropati (glomerulopati) idiopati.
d. Beberapa faktor risiko yang mungkin dapat memperburuk penurunan
faal ginjal misalnya: infeksi saluran kemih dan ginjal, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Menentukan status derajat penurunan faal ginjal.
13

2.1.4 Patofisiologi
Secara umum terdapat tiga penyebab gagal ginjal baik akut maupun
kronis yang berujung pada gagal ginjal terminal yaitu pra renal, intra renal dan
post renal. Pada fase pra renal umumnya ginjal mengalami penurunan suplai darah
terhadap ginjal, pada intrarenal biasanya terjadi gangguan primer apakah karena
infeksi ataupun auto imun atau sebuah trauma, sedangkan pada penyebab post
renal ginjal mengalami tekanan balik (reflux) akibat adanya obstruksi apakah
karena prostat, batu ginjal atau faktor lain. Apapun dan dimanapun etiologinya
yang pasti akan berdampak pada penurunan GFR sehingga sebagian atau seluruh
fungsi ginjal tidak dapat di laksanakan dengan baik. Menurut Sukandar (2006)
Glomerulonefritis merupakan penyebab terbanyak penyakit gagal ginjal kronis
pada kelompok usia 20-40 tahun yaitu sebanyak 60%.
Dampak dari ketidakmampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya bisa
berupa penimbunan sisa metabolisme terutama ureum dan kreatinin. Hal tersebut

bisa terjadi dikarenakan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan buffer


asam basa terutama dalam menghasilkan bikarbonat sehingga mengakibatkan
asidosis metabolik yang menunjukan peningkatan ion H+ sehingga berdampak
buruk terhadap seluruh sel di dalam tubuh karena sifat toksiknya, berbagai gejala
dari keadaan ini sering disebut sindroma azotemia seperti mual, muntah, pusing,
napas cepat dangkal dan lainnya.

Gangguan ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit


dapat mengakibatkan berbagai gangguan emergensi seperti hiperkalemi dan
overhidrasi berat, menifestasi awal dari gangguan fungsi ini terlihat dari adanya
oedema yang bisa disebabkan karena retensi air dan natrium karena perubahan
tekanan hidrostatik atau karena kehilangan albumin melalui urin atau karena
malnutrisi sehingga menurunkan tekanan osmotik koloid dan terjadilah oedema,
jika terjadi di area paru maka akan menyebabkan oedema paru dengan suara ronchi
basah yang sangat jelas kecuali jika disertai dengan efusi pleura.

Gangguan metabolisme vitamin D akan berakibat pada gangguan


pemeliharaan tulang sehingga pasien sering mengalami osteoporosis atau
14

osteodistrofi. Gangguan fungsi hormonal dari ginjal memiliki dampak yang tidak
sedikit, defisist erytopoetin mengakibatkan proses erytopoesis terganggu sehingga
jumlah eritrosist berkurang atau dengan umur yang lebih pendek, maka tidak heran
pasien dengan penyakit ginjal kronik atau terminal sering memiliki hemoglobin
yang rendah dan tidak jarang memerlukan tranfusi darah. Masih dari fungsi
hormonal gangguan fungsi renin angiotensin, respon ADH-Aldosteron merupakan
beberapa hormon yang mencetuskan kejadian hipertensi setelah pasien gagal
ginjal, sebenarnya hipertensi dapat menjadi penyebab ataupun komplikasi
terjadinya gagal ginjal (Price, 1997; Lang & Smeltzer, 2006).

2.1.5 Stadium Penyakit Gagal Ginjal


Derajat penyakit gagal ginjal menurut Sukandar (2006) adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. 1 Derajat Penyakit Ginjal Kronik

Dalam National Kidney Foundation (NKF, 2011), dijelaskan penurunan


fungsi ginjal tidak berlangsung secara sekaligus, melainkan berlangsung seiring
berjalannya tahun. Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronik yang
ditentukan melalui penghitungan nilai Glomerular Filtration Rate (GFR). Untuk
menghitung GFR dapat dengan melihat kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin
adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari
dalam darah oleh ginjal yang sehat.
15

a. Stadium I, GFR normal (> 90 ml/menit/1,73 m2)


Seseorang yang berada pada stadium I GGK biasanya belum merasakan gejala
yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan
ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak dalam kondisi 100 persen.
Tanda stadium I :

a) Kadar ureum atau kreatinin berada diatas normal.


b) Didapati darah atau protein dalam urin.
c) Adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan MRI, CT
Scan, Ultrasound atau contrast x-ray.
d) Salah satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik.
b. Stadium II, GFR ringan (60 s/d 89 ml/menit/1,73 m2)
Sama seperti stadium awal, tanda-tanda seseorang berada pada stadium II,
dapat tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik.
Jikapun hal tersebut diketahui biasanya saat klien memeriksakan diri untuk
penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.

c. Stadium III, GFR moderat (30 s/d 59 ml/menit/1,73m2)


Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderate yaitu diantara 30 s/d 59 ml/mnt. Dengan penurunan pada tingkat ini
terjadi akumulasi sisa-sisa metabolisme yang menumpuk dalam darah disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala-gejala juga terkadang
mulai dirasakan seperti :
a) Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b) Kelebihan cairan : Terjadi pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Klien juga dapat mengalami sesak nafas akibat
terlalu banyak cairan yang berada dalam tubuh.

c) Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selin itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orange tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan
16

terkadang klien sering untuk buang air kecil ditengah malam.


d) Rasa sakit pada ginjal : rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian klien yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
e) Sulit tidur : sebagian klien akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram.
d. Stadium IV, GFR parah (15 s/d 29 ml/menit/1,73 m2)
Pada stadium ini fungsi ginjal sekitar 15-30 persen, apabila seseorang berada
pada stadium ini dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi dialisis atau
transplantasi. Kondisi terjadinya penumpukan racun dalam darah atau uremia
biasanya muncul pada stadium ini, selain itu besar kemungkinan muncul
komplikasi seperti tekanan darah tinggi, anemia, penyakit tulang, masalah pada
jantung dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Gejala yang mungkin dirasakan
pada stadium 4 sama dengan pada stadium 3, dengan beberapa gejala tambahan
yaitu :
a) Nause : muntah atau rasa ingin muntah.
b) Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi makanan yang dikonsumsi
tidak terasa seperti biasanya.
c) Bau mulut uremik : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
d) Sulit berkonsentrasi.

e. Stadium V, Gagal Ginjal Terminal (<15 ml/menit/1,73 m2)


Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal, dialisis
atau transplantasi agar klien dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul
pada satadium 5 antara lain :
a) Kehilangan nafsu makan.
b) Nausea, sakit kepala.
c) Merasa lelah.
d) Tidak mampu berkonsentrasi.
17

e) Gatal-gatal.
f) Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
g) Bengkak, terutama diseputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
h) Kram otot.
i) Perubahan warna kulit

2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (commorbid condition)
c. Memperlambat perburukan (Progression) fungsi ginjal
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
f. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Tabel 2. 2 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya

(Sukandar, 2006)

LFG
Derajat Rencana tatalaksana
2
(ml/mnt/1,73m )
G1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar kondisi
komorbid, evaluasi pemburukan
(progression) fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskuler

G2 60 – 89 Menghambat pemburukan
fungsi ginjal

G3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi

G4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

G5 < 15 Terapi Ginjal Pengganti


18

2.2 Hemodialisis
2.2.1 Definisi
Terapi Ginjal Pengganti (TGP) adalah modalitas terapi yang digunakan
untuk pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal, bisa bersifat sementara
maupun berkesinambungan (Pernefri, 2013). TGP terdiri dari terapi dialisis dan
trasplantasi ginjal. Terdapat dua jenis terapi dialisis diantaranya hemodialisis (HD)
yaitu cuci darah dengan menggunakan mesin dan dialisis peritoneal yaitu cuci
darah menggunakan rongga perut (peritoneum) yang biasa dikenal dengan istilah
Continous Ambulatory Peritonial Dialysis (CAPD), Automatic Peritonial
Dialysis (APD). Saat ini terapi HD lebih banyak dipilih karena proses yang lebih
singkat dan efisien.

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang


menggunakan alat khusus dengan tujuan untuk mengeluarkan toksin uremik dan
mengatur cairan akibat penurunan LFG dengan mengambil alih fungsi ginjal yang
menurun menggunakan membran dialiser dengan teknik dialisis atau filtrasi, dapat
dilakukan pada kondisi akut ataupun kronik (renal support & renal replacement)
(Pernefri, 2013).

Challinor (2014) menjelaskan bahwa pengertian hemodialisis adalah


istilah yang digunakan untuk menggambarkan perpindahan solute dan air dari
darah melalui membran semipermeabel (dialyzer). Tehnik hemodialisis ini
menjadi semakin canggih, menghasilkan berbagai metode yang sangat efisien
untuk membersihkan sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan yang biasanya
dikeluarkan oleh ginjal yang sehat.

Hemodialisis berasal dari kata “hemo” yang berarti darah dan “dialysis”
yang berarti pemisahan atau filtrasi melalui mebran semipermeabel. Jadi
hemodialisis adalah porses pemisahan atau filtrasi zat-zat tertentu dalam darah
melalui sebuah membran semipermeabel. Proses pemindahan ini terjadi di dalam
tabung Hollowfiber atau yang dikenal dengan dialiser (Cahyaningsih, 2015).
19

Gambar 2. 2 Proses Hemodialisis

2.2.2 Perlengkapan Hemodialisis


2.2.2.1 Ginjal Buatan (Dialiser)
Dialiser adalah unit fungsional dari sirkuit ekstrakorporeal seperti halnya
nefron yang merupakan bagian fungsional dari ginjal, dan sebagian besar
pasien dan para perawat menyebut dialiser sebagai ginjal (Challinor,
2014).
Beberapa perusahaan telah membuat kemajuan yang signifikan dalam
pengembangan membran yang dapat memberikan kliren yang tinggi
terhadap sisa metabolisme dan biocompatible terhadap pasien. Terdapat
dua tipe dialiser, yaitu :
a. Flat plat dialyzer
Dialiser lempeng datar yang terdiri dari sejumlah variabel
kompartemen paralel yang dipisahkan dengan struktur kaku dan kedua
ujung membran tertutup. Darah mengalir di antara lempengan
membran, sementara dialisat mengalir berlawanan arah. Resistensi
aliran darah dan dialisat sangat rendah sehingga ultrafiltrasi mudah
dikendalikan dan sedikit atau tanpa backfiltration.
20

b. Hollow-fiber dialyzer
Tipe dialiser ini terdiri dari 10 - 15.000 serat yang terikat dalam satu
buntelan, dan kedua ujung membran tertutup. Setiap serat mempunyai
diameter interna 200 – 300 µm dan tebal dindingnya 10 – 40 µm. Kedua
ujung buntelan serat ini tertutup jaket plastik, baik untuk aliran darah
maupun untuk dialisat. Darah mengalir dalam lempengan serat
sedangkan aliran dialisat berlawanan arah (counter-current) dan berada
di luar lempengan serat.
Dan pada saat ini yang banyak diproduksi dan digunakan adalah dialiser
hollow fiber.
2.2.2.2 Karakteristik Membran Dialisis
Pemilihan tipe membran dialiser menjadi sangatlah penting sebagaimana
bagian dari setiap peresepan dialisis dari tiap individu. Sebagai tambahan
untuk memilih membran selain kemampuan kliren dan pemindahan cairan,
perawat harus memperhatikan biokompatibel sebagaimana dibutuhkan
pasien.
Saat ini tersedia berbagai jenis membran dengan kemampuan yang
berbeda-beda, namun secara luas dibagi menjadi 3 kategori :
a. Membran selulosa : aliran rendah
b. Modifikasi membran selulosa : aliran sedang atau tinggi
c. Membran sintetik : aliran sedang atau tinggi
2.2.2.3 Sistem Kontribusi Dialisat
Sistem kontribusi dialisat kepada dialiser harus sesuai dengan beberapa
kondisi tepat; meliputi konsentrasi, suhu dan temperature, tekanan dan
aliran. Cairan dialisat disiapkan secara terus menerus. Sirkulasi cairan
dialisat dan darah ektrakorporeal harus selalu dipantau dalam mesin
hemodialisis.
Dialisat disiapkan dari salt pharmaceutical yang telah dilarutkan dalam
air. Dialisat yang mengandung asetat disiapkan dari cairan konsentrat
tunggal. Dialisat bikarbonat disiapkan dari dua liquid concentrate, satu
mengandung sodium bicarbonate dengan atau tanpa sodium chloride dan
21

yang lainnya mengandung semua konstituen dialsiat dan sedikit acetic


acid.
Cairan dialisat harus mempunyai pH konstan untuk mencegah
pengendapan kalsium dan magnesium karbonat. Sodium bicarbonate
liquid-concentrate ditempatkan dalam tabung catridge yang mengandung
sodium bicarbonate bentuk bubuk.
2.2.2.4 Komposisi Dialisat
Dialisat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan cairan yang
dipompa melalui dialiser di sisi yang berlawanan dengan darah pasien
dalam membran semipermeabel. Fungsi dari cairan dialisat adalah untuk
memperbaiki komposisi uremikum dalam darah menjadi normal, untuk
membuang sisa-sisa metabolisme dan elektrolit berlebih dalam darah.
Komposisi cairan dialisat harus sama dengan komposisi cairan
ekstraseluler normal, terutama mengandung elektrolit.

Tabel 2. 3 Komposisi Cairan Dialisat Untuk Hemodialisis

(Challinor, 2014)
Solute Concentration
Sodium (mmol/l) 135 – 143
Potassium (mmol/l) 0–4
Chloride (mmol/l) 100 – 111
Calcium (mmol/l) 1,25 – 1,75
Magnesium (mmol/l) 0,75 – 1,5
Bicarbonate (mmol/l) 30 – 35
Glucose (g/100 ml) 0 – 0,25

2.2.2.5 Water Treatment


Air ledeng (tap water) tidak dapat digunakan untuk mempersiapkan cairan
dialisat karena masih banyak mengandung sejumlah solut organik dan
mineral sehingga dapat membahayakan pasien. Untuk menjamin
keselamatan pasien harus mengikuti standar nasional yang ditetapkan oleh
22

AAMI, dimana air ledeng harus diolah terlebih dahulu dengan melalui
proses yang dikenal dengan water treatment.
Reverse Osmosis (RO), adalah salah satu yang disarankan. Pada RO air
yang masuk dialirkan berlawanan arah melalui membran semipermeabel
dengan tekanan yang sangat tinggi. Membran reverse osmosis membuang
zat-zat anorganik seperti ion logam, garam, zat kimia, dan juga zat organik
termasuk bakteri, endotoksin dan virus.

2.2.3 Adekuasi Dialisis


Adekuasi dialisis merupakan kecukupan dosis hemodialisis yang
direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis (NKF-K/DOQI, 2006).
Keberhasilan hemodialisis berhubungan dengan adekuatnya suatu
tindakan hemodialisis disebut adekuasi hemodialisis. Banyak parameter yang
berpengaruh dalam hal ini. Menurut The Renal Physicians Associations (RPA)
tahun 1993 membuat acuan parameter sebagai berikut :
a. Umur lebih dari 18 tahun
b. Hemodialisis dilakukan 3 kali per minggu selama 3 hingga 4 jam
c. Residual fungsi tidak diperhitungkan
d. Kt/v diukur tiap bulan minimal 1,2; Urea Reduction Ratio (URR) lebih dari
65%
e. Perlu persamaan pengambilan sampel darah
f. Pemberian dosis saat hemodialisis
g. Dializer re-use
h. Kenyamanan / kepatuhan pasien

Secara klinis HD reguler dikatakan adekuat jika keadaan umum dan


nutrisi penderita dalam keadaan baik, tidak ada menifestasi uremi serta
diupayakan rehabilitasi penderita kembali pada aktivitas seperti sebelum
menjalani hemodialisis. Adapun kriteria klinis adekuasi hemodialisis adalah
sebagai berikut :
23

a. Keadaan umum dan nutrisi yang baik


b. Tekanan darah normal
c. Tidak ada gejala akibat anemia
d. Tercapai keseimbangan air, elektrolit dan asam basa
e. Metabolisme Ca, dan P terkendali serta tidak terjadi osteodistrofi renal
f. Tidak didapatkan komplikasi akibat uremia
g. Tercapai rehabilitasi pribadi, keluarga dan profesi
h. Kualitas hidup yang memadai
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi adekuasi hemodialisis
adalah : aliran larutan dengan molekul besar dengan High Flux, membran
biocompatibility, inisiasi HD, dosis HD / Nutrisi, pemeriksaan Kt/v; URR rutin
(minimal setiap bulan), dan Kualitas hidup.
Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung Urea Reduction Ratio
(URR) dan (Kt/V). Kt/V urea digunakan untuk merencanakan peresepan
hemodialisis serta menilai adekuasi hemodialisis, sedangkan Urea reduction ratio
(URR) atau Rasio Reduksi Urea (RRU) merupakan pedoman yang sederhana dan
praktis untuk menilai adekuasi hemodialisis.

Ada beberapa cara untuk menghitung Adekuasi Hemodialisis, yaitu :


a. Rumus Logaritma Natural Kt/V
Kt pada Kt/V urea adalah jumlah bersihan urea dari plasma per satuan waktu
dan V merupakan volume distribusi dari urea dalam satuan liter. K adalah
klearensi dalam satuan L/menit, diperhitungkan dari KoA dializer serta
kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan
hemodialisis dalam satuan menit. Kt/V akan bernilai lebih dari 1,2 saat
evaluasi menandakan bahwa sudah mencukup syarat normal.
Rumus yang dianjurkan oleh NKF-DOQI adalah generasi kedua yang
dikemukakan oleh Daugirdas, yaitu :

Kt/V
24

Dimana :
Ln = logaritma natural.
R = BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis
t = lama waktu dialisis dalam jam.
UF = volume ultrafiltrasi dalam liter.
W = berat pasien setelah dialisis dalam kg.

Penghitungan dilakukan sesuai dengan Rumus Linier Daugirdas yang


lebih sederhana berupa:

Kt/V

Dimana :

R = BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis.

UF = volume ultrafiltrasi dalam liter.

W = berat pasien setelah dialisis dalam kilogram.

Evaluasi ulang dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8
dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V1,0-1,2
dihubungkan dengan mortalitas yang rendah. Batasan minimal Kt/V ialah
lebih dari 1,2 untuk penderita yang menjalani hemodialisis 3 kali seminggu.
Sedangkan untuk kelompok penderita diabetes, Collins menganjurkan
menaikkan Kt/V menjadi 1,4. Hemodialisis 2 kali seminggu hanya
dilakukan untuk sementara dan hanya untuk penderita yang masih
mempunyai klirensia > 5 ml/menit.
b. Rasio Reduksi Urea (RRU).
RRU dihitung dengan mencari rasio hasil pengurangan kadar urea
predialisis dibagi kadar urea pasca dialisis. RRU adalah prosentase dari urea
yang dapat dibersihkan dalam sekali tindakan hemodialisis. RRU
merupakan cara paling sederhana dan praktis untuk menilai adekuasi
hemodialisis, tetapi tidak dapat dipakai untuk merencanakan dosis
25

hemodialisis.
Cara lain untuk mengukur adekuasi hemodialisis adalah dengan mengukur
RRU. Rumus yang dianjurkan oleh Lowrie adalah sebagai berikut :

Keterangan :
Ct = BUN setelah hemodialisis, Co = BUN sebelum hemodialisis.

Cara ini paling sederhana dan paling praktis digunakan untuk pengukuran
adekuasi HD. Kelemahan cara ini karena tidak memperhitungkan faktor
ultrafiltrasi, protein catabolic rate (PCR) dan sisa klirens yang masih ada.
Cara ini juga tidak dapat dipakai untuk merencanakan dosis HD. NKF-
DOQI memakai batasan bahwa HD harus dilakukan dengan RRU > 65%.
Dalam sebuah penelitian dengan menggunakan RRU untuk mengukur dosis
dialisis, telah ditunjukkan bahwa penderita yang menerima RRU ³60%
memiliki mortalitas yang lebih rendah dari yang menerima RRU 50%.
Hemodialisis dianggap adekuat, jika :
a) Morbiditas / mortalitas menurun jangka pendek / panjang
b) Pelaksanaan secara rutin
c) Kualitas hidup baik
d) Parameter : Kt/V : 0,7 – 1,2 ; URR : 55 – 75% (rata-rata 65%)

Dosis adekuasi hemodialisis adalah sebagai berikut :


a) Setiap pasien diberi catatan program perkembangan dari awal
hemodialisis
b) Penentukan Kt/v, dosis HD (Delivery Dose)
c) Target Kt/v 1,2; URR 65% dengan HD 3 kali per minggu selama 4 jam
atau HD 2 kali per minggu selama 4 hingga 5 jam
d) Kt/v URR setiap bulan
26

2.2.4 Pengaruh Penyakit Gagal Ginjal dan Hemodialisis


2.2.4.1 Terhadap Fisik
Komplikasi atau dampak HD terhadap fisik menjadikan klien lemah dan
lelah dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sehingga mengakibatkan
penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
menyebabkan keterbatasan dalam bekerja, keterbatasan melakukan
kegiatan seperti sebelum melakukan HD, sehingga tidak akan mampu
bekerja dalam waktu lama terutama setelah HD (Sullivan, 2009).
Secara umum, kelemahan fisik berhubungan dengan kondisi kronik,
depresi, buruknya kualitas tidur, stress dan pengeluaran energi dalam
waktu lama. Sebagai tambahan, kelemahan dapat dipengaruhi oleh faktor
genetik (Davey, 2020).
2.2.4.2 Terhadap psikologis
Masalah psikologis yang di alami pada pasien HD dapat berupa perasaan
sedih, putus asa, kecewa, depresi, merasa menjadi beban keluarga,
adanya gangguan body image. Masalah psikologis yang dialami oleh
pasien HD tersebut diakibatkan oleh kelemahan fisik, komplikasi
penyakit gagal ginjal kronik atau komplikasi yang terjadi akibat tindakan
HD. Dengan kondisinya yang berubah maka pada pasien HD sangat
diperlukan adanya dukungan emosional.
Pasien mampu menerima keadaannya dengan sabar karena dukungan dan
kasih sayang dari keluarga, orang terdekat seperti suami, istri, anak dan
orang di sekitarnya. Kemampuan responden untuk menerima keadaanya
sangat tergatung dukungan keluarga. Bentuk perawatan dari keluarga
terhadap psikologi anggota keluarga yang menjalani terapi hemodialisa
adalah dengan memberikan dukungan keluarga. Bentuk dukungan
keluarga yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan support
seperti mengantar ke rumah sakit untuk menjalani terapi hemodialisis,
memberikan dukungan financial, dan kunjungan dari anggota keluarga
yang lain (Isroin, 2017).
27

2.2.4.3 Terhadap sosial ekonomi


Berbagai beban ekonomi terkait biaya HD atau biaya selama menjalani
HD, jika masalah pembayaran HD sudah diatasi dengan asuransi
kesehatan maka masalah ekonomi lain terkait dengan biaya saat datang
ke RS dan biaya hidup sehari-hari sering menjadi permasalahan yang
tidak sedikit dialami pasien, hal ini juga terkait dengan kehilangan
kemampuan kerja atau kehilangan pekerjaan secara total setelah pasien
dinyatakan gagal ginjal terminal dan menjalani HD.

2.3 Nutrisi
2.3.1 Definisi
Nutrisi adalah ikatan kimia yang yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi
merupakan kebutuhan utama pasien kritis dan nutrisi enteral lebih baik dari
parenteral karena lebih mudah, murah, aman, fisiologis dan penggunaan nutrien
oleh tubuh lebih efisien. Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia
menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan,
pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan
tubuh (Rock, 2004). Menurut Supariasa (2002), nutrisi adalah suatu proses
organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
degesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-
zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan.
Mardalena (2019) mengemukakan bahwa status gizi adalah keadaan
tubuh manusia sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Baik buruknya status gizi manusia dipengaruhi oleh 2 hal pokok yaitu konsumsi
makanan dan keadaan kesehatan tubuh atau infeksi.
Supariasa juga mengungkapkan bahwa status gizi (nutrition status)
merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu,
atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Sedangkan
28

malnutrisi merupakan keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara


relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi.

2.3.2 Nutrien dalam Makanan


Dalam Hartono (2006) dijelaskan bahwa nutrien adalah unsur yang
terdapat dalam makanan yang diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan
seperti menghasilkan energi, mengganti jaringan rusak, memproduksi substansi
tertentu misalnya enzim, hormon dan antibodi. Nutrien dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu makronutrien (karbohidrat, protein, lemak) dan mikronutrien
(vitamin dan mineral). Selain itu unsur lain yang diperlukan oleh tubuh yang
penting untuk kesehatan yaitu unsur-unsur pangan (serat, air, fitokimia pangan,
prebiotik, probiotik).
a. Karbohidrat

Karbohidrat (KH) merupakan unsur gizi yang diperlukan tubuh dalam


jumlah besar untuk menghasilkan energi atau tenaga. Kebutuhan yang besar
ini karena nutrien ini terpakai habis dan tidak dapat didaur ulang. Asupan
KH yang melebihi pengeluaran energi akan disimpan untuk cadangan
berupa glikogen.

Selain sebagai sumber energi utama dan panas untuk mempertahankan suhu
tubuh, KH dapat juga dijadikan simpanan energi dalam bentuk glikogen di
hati dan otot, dijadikan trigliserida dan simpanan energi dalam bentuk lemak
tubuh, diubah menjadi asam-asam amino nonesensial. Fungsi lain dari KH
adalah menjaga agar protein tidak dijadikan sumber energi (protein sparer),
bagian dari banyak senyawa di dalam tubuh seperti DNA serta RNA yang
merupakan materi genetik, meningkatkan pertumbuhan bakteri usus dalam
bentuk senyawa prebiotik misalnya fruktooligosakarida (FOS),
mempertahankan motilitas gastrointestinal dalam bentuk resistant
polysaccharide (pati resisten) serta serat pangan seperti selulosa dan
hemiselulosa (Hartono, 2006).
29

b. Protein
Protein merupakan unsur yang terdapat dalam jumlah besar di dalam tubuh.
Protein terbentuk dari asam-asam amino yang dirangkaikan oleh ikatan
peptida. Asam amino tersusun dari unsur atom karbon, oksigen, hidrogen
dan nitrogen, maka protein merupakan sumber nitrogen bagi tubuh (16%
protein adalah nitrogen). Dengan demikian, setiap gram nitrogen
mempresentasikan 6,25 gram protein (Hartono, 2006).
Fungsi dari protein adalah membangun jaringan tubuh yang baru,
memperbaiki jaringan tubuh, menghasilkan senyawa esensial, mengatur
tekanan osmotik, mengatur keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa,
menghasilkan pertahanan tubuh, menghasilkan mekanisme transportasi, dan
menghasilkan energi.
Keseimbangan protein dalam tubuh dapat dilihat dari nitrogen balance.
Nitrogen yang seimbang berarti asupan nitrogen dari makanan sama dengan
nitrogen yang diekskresikan (melalui urine dan feses). Asupan nitrogen yang
melebihi ekskresinya menunjukan balans nitrogen yang positif atau
anabolisme, sedangkan ekskresi nitrogen yang melebihi asupannya berarti
balans nitrogen negatif atau katabolisme.
c. Lemak
Lemak merupakan sumber energi kedua setelah KH untuk kebutuhan sel-sel
tubuh. Lemak memiliki fungsi lain yang tidak dimiliki oleh KH seperti
pembentukan komponen membran sel, hormon dan vitamin larut lemak.
Lemak merupakan substansi atau zat yang hanya larut dalam pelarut organik
dan tidak larut dalam air (Hartono, 2006). Lemak merupakan nutrien kedua
yang digunakan tubuh sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi.
Sehingga fungsi lemak dalam tubuh adalah sebagai bahan bakar metabolik,
komponen struktural membran sel, komponen pembentukan insulator untuk
mengurangi kehilangan panas tubuh dan meredam dampak benturan pada
organ lain, dan sebagai komponen pembentuk hormon dan vitamin yang
larut dalam lemak.
30

d. Vitamin
Vitamin adalah bahan organik yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan
berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh. Vitamin hanya
dapat diperoleh dari makanan dan tidak dapat menghasilkan energi
(Mardalena, 2019).
e. Mineral
Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian enzim, dan
sangat penting dalam pengendalian sistem cairan tubuh. Mineral merupakan
konstituen esensial pada jaringan lunak, cairan dan rangka. Rangka
mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat mensintesis
sehingga harus disediakan lewat makanan. Sumber mineral paling baik
adalah makanan hewani, kecuali magnesium yang lebih banyak terdapat
dalam makanan nabati (Mardalena, 2019).
f. Air
Air merupakan komponen terbesar dalam struktur tubuh manusia. Kurang
lebih 60-70% berat badan orang dewasa berupa air sehingga air sangat
diperlukan oleh tubuh, terutama bagi mereka yang melakukan olahraga atau
kegiatan berat.

2.3.3 Penilaian Status Nutrisi


Menurut Gibson (2005), penilaian status gizi adalah interpretasi dari
informasi yang diperoleh dari studi diet, biokimia, antropometri dan klinis klinis
(The Interpretation of Information Obtained from Dietary, Biochemical,
Anthropometric and Clinical Studies). Informasi tersebut dapat digunakan untuk
menentukan status gizi seseorang atau populasi yang dipengaruhi asupan dan
penggunaan zat gizi. Sistem penialaian status gizi dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga cara, yaitu:

a. Survei gizi (Nutrition survey)


Survei gizi dari kelompok populasi tertentu dapat dinilai dengan cara cross-
sectional survey. Survei ini dapat menyediakan data dasar gizi dan juga
menetapkan status gizi masyarakat.
31

b. Surveilans gizi (Nutritional Surveylance)

Surveilans gizi dilakukan dengan cara memonitoring secara terus menerus


dari status gizi suatu kelompok populasi. Pada surveilans gizi data
dikumpulkan, dianalisis, dan digunakan untuk suatu periode waktu yang
luas.
c. Penafsiran gizi (Nutrition Screening)
Skrining gizi dilakukan untuk mengidentifikasi kekurangan gizi secara
individual atau populasi spesifik yang memiliki risiko.

Pengukuran status gizi terdiri dari pengukuran status gizi secara langsung
dan pengukuran status gizi secara tidak langsung. Pengukuran status gizi secara
langsung dapat dilakukan dengan cara:
a. Antropometri gizi (Nutritional Anthropometry)
Sering dilakukan dengan mengukur tubuh manusia, seperti: Indeks Massa
Tubuh (IMT), indeks berat badan menurut umur, indeks berat badan
menurut tinggi badan, indeks lingkar lengan atas menurut umur, indek
lingkar lengan atas menurut tinggi badan.
b. Tes Biokimia
Pemeriksaan secara biokimia dilakuakan dengan cara pemeriksaan terhadap
jaringan dan cairan tubuh seperti darah, urin, tinja, dan sebagainya.
Perkembangan kekurangan gizi dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan
biokimia atau disebut dengan pemeriksaan laboratorium.
c. Pemeriksaan Klinis (Clinical Sign)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala
pada tubuh akibat gangguan metabolisme gizi.
d. Pemeriksaan biofisik (Biophysical methods)
Pemeriksaan gangguan fisik dari jaringan tubuh karena gangguan
metabolisme zat gizi.

Terdapat beberapa instrumen untuk menilai status nutrisi yang umum dan
dapat digunakan pada populasi dengan jumlah besar, diantaranya adalah Mini
Nutritional Assessment-Short Form (MNA-SF), Nutritional Risk Score (NRS),
32

Malnutrition Universal Screening Tool (MUST), Malnutrition Screening Tool


(MST), Geriatric Nutritional Risk Index (GNRI), Subjective Global Assessment
(SGA) dan Malnutrition Inflammation Score (MIS).

2.3.4 Malnutrition Inflammation Score


Malnutrition Inflammation Score (MIS) adalah sebuah instrumen
pengukuran status nutrisi dan inflamasi pada pasien hemodialisis yang
dikembangkan oleh Zadeh dkk (2001). MIS pertama kali diperkenalkan sebagai
upaya untuk membuat alat yang komprehensif, kuantitatif, dan mudah digunakan
untuk mengevaluasi status nutrisi (under malnutrition) dan infeksi pada pasien
dialisis. Saat ini MIS sudah digunakan untuk menilai status nutrisi pada lebih dari
100.000 pasien dialisis setidaknya setiap tahun (Rambod dkk, 2009) dan
instrumen ini telah digunakan di beberapa negara. Instrumen MIS telah tervalidasi
sebagai indikator gizi yang lebih baik dari SGA (Yamada dkk, 2008).

Instrumen MIS ini mencakup poin diet, antopometri, biokimia, dan klinis.
Instrumen MIS memiliki komponen yang lebih unggul dari alat ukur lainnya. MIS
memiliki korelasi lebih erat dalam hal prediksi perawatan di rumah sakit 12 bulan
kedepan, angka kematian, infeksi dan anemia pada pasien dialisis (Zadeh, 2001).

MIS terdiri dari 4 bagian (riwayat nutrisi, pemeriksaan fisik, IMT, dan
nilai laboratorium) dan 10 komponen. MIS didasarkan pada 7 komponen metode
dari SGA dan dikombinasikan dengan 3 komponen tambahan dari BMI, albumin
serum, dan serum TIBC. Hasil observasi tiap poin didasarkan pada 4 penilaian
berskala ordinal yaitu 0= normal sampai 3= sangat tidak normal, dengan
memberikan tanda √ (ceklis) pada kolom yang tersedia. Penjumlahan skor MIS
diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu < 6 (tanpa malnutrisi dan inflamasi), > 6
(malnutrisi dan inflamasi), jika nilai MIS =6 maka dilihat dari klinis pasien apakah
mendukung ke arah malnutrisi atau tanpa malnutrisi, untuk menegaskan dengan
melihat kadar albumin pasien (Yamada dkk, 2008).

Instrumen ini dapat juga digunakan sebagai penanda inflamasi. Penelitian


yang dilakukan oleh Rambod dkk (2009) didapatkan bahwa prediksi kematian
33

berdasarkan MIS memiliki hasil yang setara pada serum IL-6. Selain itu pada
penelitian yang dilakukan oleh Yamada dkk (2008) dikatakan bahwa hasil C-
reaktif protein yang tinggi juga muncul pada sekelompok pasien dengan skor MIS
yang tinggi. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa MIS dapat digunakan
sebagai penenda inflamasi yang setara dengan IL-6 dan CRP.

Pemeriksaan TIBC merupakan salah satu poin dalam MIS yang juga
dapat digunakan sebagai penanda inflamasi. TIBC merupakan kapasitas transferin
serum untuk mengikat besi. Kadar transferrin meningkat pada anemia defisiensi
besi, dan menurun pada tahap inflamasi kronik, atransferinemia herediter,
beberapa penyakit hati dan ginjal. Pemeriksaan ini tidak mengukur kadar
transferin (protein) serum secara langsung, tetapi mengukur jumlah Fe yang terikat
ke protein ini. Rentang normal untuk TIBC pada orang dewasa adalah 240- 360
ug/dL, dan cenderung menurun seiring dengan usia sampai sekitar 250 ug/dL pada
orang berusia diatas 70 tahun. Kapasitas mengikat besi total meningkat pada
defisiensi besi dan kehamilan, tetapi mungkin normal atau rendah pada penyakit
kronis, malnutrisi, dan inflamasi kronik (Sacher, 2004).

Ortiz dkk (2014) mengemukakan bahwa MIS adalah alat yang valid dan
realibel untuk menentukan diagnosis Protein-Energi Wasting Syndrome (PEW)
pada pasien dengan PGK yang menjalani hemodialisis. Kekurangan dari MIS ini
yaitu merupakan suatu penilaian yang subjektif menurut pemeriksa, maka perlu
dilakukan penilaian yang signifikan untuk memastikan hasil yang konsisten antara
penilai yang berbeda di waktu yang berbeda (Yamada dkk, 2008).

2.3.5 Nutrisi pada Pasien Gagal Ginjal

Pasien penyakit ginjal pada umumnya diberikan terapi konservatif yang


meliputi terapi diet dan medikamentosa dengan tujuan mempertahankan sisa
fungsi ginjal yang secara perlahan akan masuk ke stadium akhir atau fase gagal
ginjal. Pada pasien dengan PGK penatalaksanaan nutrisi bertujuan untuk
memperbaiki kualitas hidup, menurunkan morbiditas dan mortalitas,
memperlambat progresif penyakit ginjal, meminimalkan toksisitas uremik serta
34

mencegah terjadinya malnutrisi.


Berikut merupakan rekomendasi dari Pernefri tentang asupan nutrisi pada
pasien PGK dengan Hemodialisis adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan Energi
Rekomendasi asupan energi pada pasien PGK dengan hemodialisis adalah
30–35 kkal/kgBB ideal/hari. Pemberian kalori yang adekuat sangant penting
untuk membuat keseimbangan nitrogen menjadi positif. Menurut Locatelli
dkk (2000) dalam Pernefri (2011), kalori tidak perlu diberikan terlalu tinggi
karena tidak berguna dan akan menyebabkan stress metabolik. Asupan
energi harian yang direkomendasikan bervariasi tergantung pada usia, jenis
kelamin dan aktifitas fisik (Bandiara, 2017).

Tabel 2. 4 Rekomendasi Asupan Protein dan Energi pada Pasien Dewasa HD


Kronik

(Bandiara, 2017)
ESPEN NKF EBPG

Protein intake (gr/kg/day) 1,2-1,4 1,2 ≥ 1,1


(>50% HBV) (>50% HBV)

Energi intake (kcal/kg/day) 35 <60 tahun 35 30-40, adjust to


>60 tahun 30 age, gender and
activity

ESPEN, European Society of Parenteral and Enteral Nutrition; NKF, National Kidney
Foundation; EBPG, European Best Practice Guideline.

b. Kebutuhan Protein
Pada proses hemodialisis perlu diperhitungkan adanya kehilangan asam
amino sebesar 1-2 gr/jam dialisis. Oleh karena itu rekomendasi asupan
protein pada pasien PGK dengan hemodialisis adalah 1,2 gr/kgBB ideal/hari
(Bandiara, 2017).
35

c. Kebutuhan Lemak
Rekomendasi asupan lemak pada pasien PGK dengan hemodialisis adalah
sebesar 25-30% dari total kalori, sedangkan pembatasan lemak jenuh adalah
< 10%. Bila didapat dyslipidemia, dianjurkan kadar kolesterol dalam
makanan <300 mg/hari (Pernefri, 2011).
d. Kebutuhan Mineral dan Makronutrien
Pasien PGK beresiko mengalami defisiensi atau kelebihan satu atau lebih
mikronutrien (vitamin dan trace elements) yang dikarenakan oleh asupan
yang tidak adekuat, gangguan absorbsi mikronutrien akibat obat atau toksik
uremik, gangguan metabolisme atau akibat kehilangan atau penambahan
yang didapat selama proses hemodialisis. Karena adanya kehilangan akibat
dialisis, maka yang vitamin larut air harus diberikan sebagai pengganti,
diantaranya adalah : asam folat (1 mg/hari), pyridoxine (10-20 mg/hari), dan
vitamin C (30-60 mg/hari). Vitamin D sebaiknya diberikan berdasarkan
pemeriksaan kadar kalsium serum, fosfor dan hormon paratiroid (Bandiara,
2017).
e. Kebutuhan Natrium dan Air
Dengan dialisis atau fungsi ginjal yang tersisa, air atau cairan dalam tubuh
dapat diregulasi. Metabolisme air berhubungan erat dengan natrium, yang
mana pada penderita PGK dengan Hemodialisis dapat diproyeksikan dengan
kenaikan berat badan interdialitik. Bila intake air dan natrium melebihi daya
regulasi, akan terjadi akumulasi dalam tubuh yang dapat menimbulkan
komplikasi edema paru akut, krisis hipertensi, atau payah jantung kiri
(Bandiara, 2017).

2.3.6 Gambaran Status Nutrisi Pada Pasien Dengan Penyakit Ginjal Kronis
Pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki beberapa gangguan dalam
tubuhnya, salah satunya adalah masalah nutrisi. Menurut Zadeh (2004), pasien
dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis memiliki prevalensi
yang tinggi terhadap malnutrisi. Malnutrisi pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis meningkat pada derajat 4-5, yaitu dimana laju filtrasi glomerulus
36

mengalami penurunan menjadi 15-29 (ml/mnt/1,73 m2) atau < 15 (ml/mnt/1,73


m2). Pasien dengan penyakit ginjal kronis biasanya mengalami kehilangan berat
badan, hilangnya cadangan energi (jaringan lemak), hilangnya protein somatik
(massa otot rendah) dan rendahnya tingkat albumin serum, transferin, pre-albumin
dan protein viseral lainnya.
Pada Penelitian yang dilakukan oleh Chung dkk (2014), diungkapkan
bahwa hampir seluruh pasien PGK termasuk pasien PGK dengan obesitas, secara
bertahap terpengaruh oleh rendahnya protein dan asupan energi dikarenakan oleh
preskripsi diet yang ketat, rendahnya selera makan, dan anoreksia karena uremia.
PEW ini dalam istilah klasik dikenal dengan status nutrisi yang kurang yang
disebabkan oleh intake nutrisi yang kurang, yang mana merupakan masalah utama
karena nutrient sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel dan jaringan juga
homeostatis.
Pasien PGK yang menjalani hemodialisis berhubungan dengan beberapa
macam perubahan metabolik yang disebabkan oleh PGK itu sendiri dan juga terapi
dialisis. Fenomena seperti akumulasi atau kekurangan berbagai zat dan disregulasi
jalur metabolism berpartisipasi dan tergabung dalam pathogenesis perubahan ini.
Pada proses akumulasi, penurunan keluarnya urin sangat berperan penting dan
menyebabkan retensi metabolit dalam organisme (yaitu kreatinin, urea, elektrolit,
air, midel molekul seperti beta-2 mikroglobulin dan lain-lain). Formasi
meningkatnya metabolit melalui proses katabolik dan jalur metabolik alternative
juga turut berpengaruh. Terapi dialisis reguler sebagian menurunkan akumulasi ini
tapi tidak dapat menghindari defisit secara keseluruhan. Defisit beberapa zat
penting pada PGK dapat disebabkan oleh menurunnya asupan nutrisi karena diet,
gangguan absorbsi usus, atau kehilangan pada sesi dialisis. Terganggunya
beberapa regululator metabolik penting (yaitu eritropoetin dan vitamin D) pada
ginjal juga turut memegang peranan penting (Cibulka & Racek, 2011).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status nutrisi pasien dengan
penyakit ginjal kronis, diantaranya adalah faktor medis yang indikatornya adalah
lama hemodialisis, penyakit penyerta, penurunan nafsu makan, dan gangguan
gastro intestinal (Rochayani, 2016). Terapi hemodialisis juga dapat menyebabkan
37

komplikasi akibat proses dialisisnya yang berpengaruh terhadap status nutrisi


(Sukandar dkk, 2006).
Pada pasien dengan dialisis tidak adekuat dapat menyebabkan anoreksia
diikuti asupan protein yang menurun dan urea serum yang rendah (sebelum HD)
sehingga dosis dialisis juga rendah dan memperberat malnutrisi. Dialisis adekuat
mempunyai peranan kunci untuk memperbaiki nafsu makan dan asupan protein
yang adekuat. Oleh karena itu, pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki
resiko tinggi mengalami malnutrisi. Adapun faktor-faktor yang dapat
menyebabkan Malnutrisi pada pasien dengan PGK diantaranya adalah
menurunnya asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia; gastroparesis dan
uremia, pembatasan diet, hilangnya nutrient dalam dialisat, penyakit penyerta
selama perawatan, meningkatnya tanda-tanda inflamasi, kehilangan darah dalam
waktu lama, acidosis, dan kelainan endokrin yang disebabkan oleh insulin resisten
dan hiperglukogonemia (Green, 2009).

2.4 Lama Menjalani Hemodialisis


2.4.1 Definisi
Ketahanan hidup merupakan suatu variabel yang mengukur waktu (start
point) tertentu sampai titik akhir yang ditetapkan (Afriyanti, 2018). Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa ketahanan hidup pasien hemodialisa berkisar 1 – 15
tahun (Beladi & Mousavie, 2012). Salah satu indikator dari ketahanan hidup pada
pasien PGK yang menjalani hemodialisis adalah lama menjalani hemodialisis.
Santoso dkk (2016) mengemukakan bahwa lama menjalani hemodialisis
adalah waktu yang telah dilalui oleh pasien dari mulai menjalani Hemodialisis
Reguler sampai saat ini.
38

2.4.2 Pengkategorian Lama Menjalani Hemodialisis


Santoso dkk (2016) mengkatergorikan lama menjalani hemodialisis
menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Baru : < 1 tahun
b. Cukup Lama : 1-3 tahun
c. Sangat lama : > 3 tahun

2.4.3 Pengaruh Lama Menjalani Hemodialisis Pada Pasien Hemodialisis


Reguler terhadap status nutrisi
Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang sudah lama menjalani hemodialisis
atau sudah masuk fase longterm (fase lanjut) biasanya mempunyai adaptasi yang
baik tetapi setiap orang memerlukan waktu yang berbeda beda dalam beradaptasi.
Penelitian tentang hubungan lamanya menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup
pasien penyakit ginjal kronik menyebutkan bahwa ada pengaruh lamanya menjalani
hemodialisis terhadap kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik. Disebutkan
bahwa lebih banyak responden yang mempunyai kualitas hidup buruk dari pada
kualitas hidup yang baik pada penderita yang mejalani hemodialisis dalam waktu
6-12 bulan (Purwati, 2016).
Menurut Misra dkk (2003), penurunan berat badan pada penderita PGK
mulai terlihat setelah 3 bulan menjalani hemodialisis dan penurunan berat badan
secara signifikan setelah 1 tahun menjalani hemodialisis. Insani (2019) juga
mengemukakan bahwa pasien yang baru menjalani hemodialisis masih mencoba
beradaptasi dengan kondisi yang ada, semakin lama pasien menjalani hemodialisis
maka pasien semakin patuh untuk melakukan hemodialisis karena pasien sudah
dapat menerima keadaannya dan juga sudah mendapat penjelasan tentang
penyakitnya dan pentinganya hemodilaisis dari dokter dan perawat.
Kemampuan ginjal pada penderita GGK dalam mengeluarkan hasil
metabolisme tubuh terganggu sehingga sisa metabolisme tersebut menumpuk dan
menimbulkan gejala klinik yang disebut sindrom uremik. Sindrom uremik akan
menimbulkan gejala berupa penurunan kadar hemoglobin, gangguan
kardiovaskuler, gangguan kulit, gangguan sistem syaraf dan gangguan
39

gastrointestinal berupa mual, muntah dan kehilangan nafsu makan (Suwitra, 2007
dalam Santoso, 2016). Karena asupan makan yang kurang maka dengan sendirinya
kalori untuk membuat energipun juga terbatas, akibatnya produksi sel darah merah
menurun. keadaan itu dapat juga menyebabkan tubuh jadi lemas dan tidak
bertenaga. Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus
dan perdarahan saluran pencernaan. Hemodialisis yang berkepanjangan
mengakibatkan infeksi pada lambung yang mengakibatkan peningkatan asam
amino pada lambung sehingga pasien dengan Gagal Ginjal Kronik mengalami
penurunan nafsu makan bahkan kehilangan bobot tubuh yang cukup signifikan.
(Suharyanto & Madjid, 2013 dalam Santoso, 2016).
Proses difusi pada prosedur dialisis dilakukan dengan mengalirkan darah
ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen
terpisah. Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang
berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat
dibanding molekul dengan berat molekul lebih rendah. Proses ini dapat
mengakibatkan hilangnya nutrisi pasien sehingga semakin lama waktu hemodialisis
maka nutrisi pasien akan semakin berkurang. Pada akhirnya menyebabkan berbagai
gangguan metabolik, penurunan fungsi jaringan dan hilangnya massa tubuh
(Stenvinkle dkk, 2000 dalam Santoso, 2016). Dimana hal tersebut dapat
memperberat status nutrisi pasien yang menjalani hemodilaisis reguler.
Salaswati (2013) dalam penelitian nya menyebutkan bahwa semakin lama
seseorang menjalani hemodialisis maka semakin beresiko mengalami malnutrisi.
Hal tersebut dibuktikan dengan capaian angka pasien yang menjalani indikator >1
tahun mengalami malnutrisi sebanyak 81,8% sedangkan yang menjalani
hemodialisis ≥3 bulan – 1 tahun 41,2% mengalami malnutrisi.
Pasien dengan penyakit ginjal kronik akan terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, hal ini menyebabkan terjadinya abnormalitas pada hasil yang
akan dieksresikan ke dalam urin sehingga menjadi uremia. Gejala klinis dari uremia
yaitu lemah, anoreksia, mual dan muntah. Lama menjalani hemodialisis juga akan
terjadi penurunan kadar asam amino. Kedua hal yang disebutkan diatas
menyebabkan pasien akan mengalami penurunan nafsu makan, sehingga asupan
40

makanan pasien akan berkurang serta tubuh akan kehilangan massa otot dan lemak
yang berada di subkutan. Jika hal ini dibiarkan terlalu lama, maka akan sangat
berpengaruh pada status nutrisi pasien PGK dengan hemodialisis (Widyastuti,
2014).

2.5 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hemodialisis Dengan Gangguan


Nutrisi
2.5.1 Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi subjektif dan objektif
misalnya seperti tanda-tanda vital, wawancara pasien/ keluarga, pemeriksaan fisik
dan peninjauan informasi riwayat pasien yang diberikan oleh pasien/keluarga, atau
ditemukan dalam rekam medik. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang
kekuatan pasien/keluarga untuk mengidentifikasi peluang promosi kesehatan dan
resiko untuk mencegah atau menunda potensi masalah (Herdman & Kamitsuru,
2018).
Pengkajian keperawatan pada pasien PGK meliputi anamnesis riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,
nama orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tahikardi/tahipne pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,
bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang
dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
d. Aktifitas/istirahat
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau
somnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
41

e. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina),
hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang
jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,
kecenderungan perdarahan.
f. Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
g. Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh
kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
h. Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan amonia), penggunaan diuretik, distensi abdomen/asites,
pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi
gusi, perdarahan gusi/lidah.
i. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”,
rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya
ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
j. Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati-
hati/distraksi, gelisah.
42

k. Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,
tahipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum
encer (edema paru).
l. Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang
mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada
kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi.
m. Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
n. Interaksi sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran biasanya dalam keluarga.
o. Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpajan
pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotik nefrotoksik
saat ini/berulang.

2.5.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan PGK yang menjalani Hemodialisis dengan
gangguan nutrisi berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (PPNI,
2018) adalah sebagai berikut:

a. Defisit Nutrisi
b. Nausea
c. Intoleransi aktivitas
d. Kurangnya pengetahuan
43

2.5.3 Intervensi
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga,
dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna
mengatasi masalah yang dialami pasien. Intervensi keperawatan didefinisikan
sebagai “berbagai perawatan, berdasarkan penilaian kritis dan pengetahuan, yang
dilakukan oleh seorang perawat untuk meningkatkan hasil klien/pasien” (Herdman
& Kamitsuru, 2018).

Perencanaan Asuhan Keperawatan pada pasien PGK dengan Hemodialisis


yang mengalami gangguan nutrisi menurut Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (PPNI, 2018) diantaranya adalah :

a. Diagnosa Keperawatan : Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual,


muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut.
Intervensi :
Manajemen Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
44

b. Diagnosa Keperawatan : Nausea


Intervensi :
Manajemen Mual
Observasi
1. Identifikasi pengalaman mual
2. Monitor mual (seperti frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
Terapeutik
1. Kendalikan faktor lingkungan penyebab (seperti bau tak sedap, suara,
dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
2. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (seperti kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
1. Anjurkan istirahat dan tidur cukup
2. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual (seperti relaksasi,
terapi musik, akupresur)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
c. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan,
anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
Intervensi :
Observasi
1. Monitor kelelahan fisik
2. Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik
1. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
2. Libatkan keluarga dalam melakukan aktifitas, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
2. Anjurkan keluarga untuk memberikan penguatan positif
45

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
d. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis,
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi :
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab PGK, konsekuensinya dan
penanganannya :
1) Penyebab PGK pada pasien
2) Pengertian PGK
3) Pemahaman mengenai fungsi renal
4) Hubungan antara cairan, pembatasan diet dan PGK
5) Rasional penanganan TGP (hemodialisa, peritoneal dialisis,
transplantasi)
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi PGK sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal
2) Pembatasan cairan dan diet
3) Medikasi
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala
5) Jadwal tindak lanjut
6) Sumber di komunitas
7) Pilihan terapi
46

2.5.4 Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang
di prioritaskan.

2.5.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek


dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap
respon pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses
atau promotif dilakukan setiap selesai tindakan.
Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau
muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1) Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2) Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
3) Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan
4) Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau
munculnya masalah baru.
47

2.6 Kerangka Teori


Gambar 2. 3 Kerangka Teori

DEPRESI

PENYAKIT YANG
MENDASARI

STATUS EKONOMI

ADEKUASI DIALISIS
STATUS
LAMA MENJALANI NUTRISI PASIEN
HEMODIALISIS PGK DENGAN
HEMODIALISIS
KELAINAN
ENDOKRIN

USIA

PEMBATASAN DIIT

INFLAMASI
48

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam


penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang
memperngaruhi akurasi suatu hasil. Istilah rancangan penelitian digunakan dalam
dua hal; pertama, rancangan penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam
mengidenfikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data; dan
kedua, rancangan penelitian digunakan untuk mendefinisikan struktur penelitian
yang akan dilaksanakan (Nursalam, 2017).

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah korelasional dengan


pendekatan cross sectional. Dimana pada kesempatan ini peneliti mencoba untuk
mengkaji hubungan antara variabel-variabel, yaitu lama menjalani hemodialisis
dengan status nutrisi pada pasien yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP dr.
Hasan Sadikin Bandung.

3.2 Kerangka Penelitian


Kerangka konsep penelitian yaitu kerangka hubungan antara konsep–
konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan dilakukan.
Diagram dalam kerangka konsep harus menunjukkan hubungan antara variabel
variabel yang akan diteliti (Masturoh, 2018).

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui


hubungan antara lama menjalani hemodilaisis dengan status nutrisi pada pasien
yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.

48
49

Variabel Independen Variabel Dependen

Lama Menjalani Hemodialisis Status Nutrisi

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Variabel Penelitian


Dalam penelitian, variabel dikarakteristikan sebagai derajat, jumlah dan
perbedaan. Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang
didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi
suatu penelitian (Nursalam, 2017).

Dalam penelitian dikenal beberapa jenis variabel berdasarkan hubungan


sebab akibat antara variabel-variabel tersebut, antara lain dari variabel bebas
(Independent), dan variabel terikat (Dependent).

3.3.1 Variabel Independen

Variabel Independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau


nilainya menentukan variabel lain. Disebut juga variabel sebab yaitu karakteristik
dari subjek yang dengan keberadaannya menyebabkan perubahan pada variabel
lain. Variabel bebas pada penelitian ini adalah lama menjalani hemodialisis.

3.3.2 Variabel Dependen

Variabel Dependen adalah variabel akibat atau variabel yang akan berubah
akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada variabel independen. Variabel
ini tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan, juga disebut sebagai
variabel efek, hasil, outcome atau event. Variabel dependen dalam peneltian ini
adalah status nutrisi.
50

3.4 Definisi Operasional Penelitian


Definisi opoerasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang yang dapat
diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati
artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh
pihak lain (Nursalam, 2017).

Tabel 3. 1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1 Lama Waktu yang telah Lembar 1. Baru: < 1 tahun Ordinal
Menjalani dilalui oleh pasien pertanyaan 2. Cukup Lama: 1-3
Hemodialisis selama menjalani tahun
hemodialisis
3. Sangat lama: > 3 tahun
reguler
(Santoso dkk, 2016)

2 Status Keadaan status Malnutrition 1. >6: Malnutrisi Ordinal


Nutrisi nutrisi berdasarkan Inflamation 2. <6: Tanpa Malnutrisi
pengkategorian Score
(Yamada dkk, 2008)
MIS

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


3.5.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang


memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2017). Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien yang melakukan HD reguler atau terjadwal yang
dihitung berdasarkan kunjungan pasien yang melakukan HD terjadwal pada
periode bulan Maret 2021, yaitu sebanyak 170 orang.
51

3.5.2 Sampel Penelitian


3.5.2.1 Besar Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik kesimpulan (Masturoh,
2018). Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling.
Berdasarkan jumlah populasi dan kriteria yang sudah ditetapkan, maka
jumlah sampel pada penelitian ini adalah :

= __170__ = 119,29
1,425
Keterangan:
N : Besar populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat signifikansi (0,05)

Berdasarkan perhitungan rumus Slovin tersebut di atas, maka didapatkan


jumlah sampel dalam penelitian ini adalah minimal 120 orang.

Dari sejumlah 170 orang pasien yang menjalani hemodialisis reguler di


RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, peneliti menggunakan sampel
sebanyak 133 orang.

3.5.2.2 Kriteria Sampel


Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi
bias hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel-variabel control
ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti. Kriteria
sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : inklusi dan eksklusi
(Nursalam, 2017).
52

3.5.2.2.1 Kriteria Inklusi


Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2017).
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1. Penderita penyakit ginjal kronik yang telah melakukan hemodialisis
reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.
2. Pasien Hemodialisis dengan usia > 18 tahun.
3. Pasien yang bersedia menjadi responden penelitian.
3.5.2.2.2 Kriteria Eksklusi
Sedangkan kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan
subjek yang memenuhi kriteria inklusi (Nursalam, 2017).
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
1. Pasien overtime atau tidak terjadual.
2. Pasien yang terkonfirmasi Covid-19.
3.5.2.3 Tehnik Pengambilan Sampel
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Tehnik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Sastroasmoro & Ismail,
1995; Nursalam, 2008 dalam Nursalam, 2017).
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan consecutive
sampling, dimana sampel dipilih secara berurutan dengan menetapkan
subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukan dalam penelitian
sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel yang diperlukan
terpenuhi (Satroasmoro & Ismail, 1995 dalam Nursalam, 2017).
53

3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian


3.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan


proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.
Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan penelitian
dan tehnik instrumen yang digunakan (Burns dan Grove, 1999 dalam Nursalam,
2017).
Pengumpulan data lama menjalani hemodialisis dilakukan dengan cara
mengisi lembar pertanyaan yang diberikan peneliti kepada responden.
Untuk nilai status nutrisi dilakukan pengambilan data oleh peneliti
dengan mengkaji status nutrisi pasien menggunakan form Malnutrition
Inflamation Score. Data pasien yang telah melewati kriteria inklusi dan eksklusi
akan diambil dengan seizin bagian yang berwenang, dan data penunjang lainnya
akan diambil dari status harian pasien.

3.6.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena (Dharma, 2011).
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar pertanyaan
tentang indentitas pasien dan lama menjalani hemodialisis yang diisi oleh
responden dan bisa juga didapat dari status harian pasien.
Instrumen lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Malnutrition Inflamation Score (MIS). Instrumen ini sudah baku dan
direkomendasikan oleh Pernefri (2011) sebagai alat ukur untuk menilai status
nutrisi pasien dengan hemodialisis.

3.6.3 Prosedur Penelitian

3.6.3.1 Persiapan Penelitian

a. Mencari fenomena yang terjadi berdasarkan masalah


54

b. Menentukan judul penelitian


c. Menentukan lahan penelitian
d. Studi kepustakaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
penelitian
e. Menyusun proposal penelitian
f. Pelaksanaan seminar proposal
g. Perbaikan proposal
h. Menyusun instrumen dan perbaikan instrumen
i. Mengurus perijinan untuk pelaksanaan penelitian
j. Merekrut asisten penelitian
k. Menyamakan persepsi dengan asisten penelitian tentang cara
pengisian instrumen penelitian terutama form MIS

3.6.3.2 Tahap Pelaksanaan

a. Mendapatkan ijin melakukan penelitian dari :


a) Institut Kesehatan Rajawali Bandung
b) RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
b. Menentukan responden yang memenuhi kriteria inklusi sesuai dengan
teknik pengambilan sampel
c. Mendapat ijin untuk melakukan observasi kepada pasien dan
pengambilan data pada pasien
d. Peneliti melakukan observasi dengan menggunakan instrumen
penelitian
e. Mengambil kesimpulan dari data yang telah diperoleh berdasarkan
pengolahan dan analisa yang telah dilakukan sebelumnya
3.6.3.3 Tahap Akhir
a. Menyusun laporan hasil penelitian
b. Presentasi hasil penelitian
c. Perbaikan dokumentasi
d. Pendokumentasian hasil penelitian
55

3.7 Pengolahan dan Analisis Data


3.7.1 Pengolahan Data
Pada pengolahan data peneliti akan mengumpulkan terlebih dahulu data
yang akan di analisis lebih lanjut, adapun tata cara pengumpulan data menggunakan
data sekunder dari rekam medis dan data dari instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini. Menurut Masturoh 2018, Tahap pengolahan data dengan
menggunakan aplikasi pengolahan data adalah :
3.7.1.1 Editing

Pengeditan adalah pemeriksaan data yang telah dikumpulkan. Pengeditan


dilakukan karena kemungkinan data yang masuk (raw data) tidak
memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan kebutuhan. Pengeditan data
dilakukan untuk melengkapi kekurangan atau menghilangkan kesalahan
yang terdapat pada data mentah. Kekurangan dapat dilengkapi dengan
mengulangi pengumpulan data. Kesalahan data dapat dihilangkan dengan
membuang data yang tidak memenuhi syarat untuk dianalisis. Kriteria
yang harus ditekankan dalam tahap penyuntingan adalah:

a. Lengkap: semua jawaban responden pada kuesioner sudah terjawab.


b. Keterbacaan tulisan: apakah tulisannya cukup terbaca jelas.
c. Relevan: apakah ada kesesuaian antara pertanyaan dan jawaban.
d. Konsistensi jawaban: apakah tidak ada hal-hal yang saling
bertentangan antara pertanyaan yang saling berhubungan.
Dalam tahap ini peneliti memeriksa daftar pertanyaan yang telah
diserahkan oleh para pengumpul data. Penelitian memeriksa data sekunder
berupa catatan harian HD dan data yang dimasukan kedalam instrumen
berbentuk observasi HD.
3.7.1.2 Coding

Coding adalah kegiatan merubah data dalam bentuk huruf menjadi data
dalam bentuk angka atau bilangan. Kode adalah simbol tertentu dalam
bentuk huruf atau angka untuk memberikan identitas data. Kode yang
diberikan dapat memiliki arti sebagai data kuantitatif (berbentuk skor).
56

Pada tahap ini peneliti memberi tanda atau kode berbentuk angka pada
masing-masing jawaban dari kuesioner, yaitu memberi kode pada hasil
lama menjalani hemodialisis dan MIS. Dalam penelitian ini, peneliti
memberikan coding dalam melakukan analisis data sebagai berikut :

b. Untuk variabel lama menjalani hemodialisis :


a) 0 = Baru
b) 1 = Cukup Lama
c) 2 = Sangat Lama
c. Untuk variable MIS :
a) 0 = Malnutrisi
b) 1 = Tanpa Malnutrisi
3.7.1.3 Data Entry
Data entry adalah mengisi kolom dengan kode sesuai dengan jawaban
masing-masing pertanyaan.

Pada tahap ini peneliti memasukan data yang telah di beri kode kategori
kemudian memasukan ke dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi
yang dapat dilakukan secara manual maupun komputerisasi. Dalam
penelitian ini memasukan semua hasil perhitungan lama menjalani
hemodialisis dan MIS kedalam tabel yang telah dibuat dalam komputer.
Data pendukung lainnya yang di masukan dalam tabel dan selanjutnya
akan diolah adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan dan penyakit yang
mendasari pasien PGK.
3.7.1.4 Processing
Processing adalah proses setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar
serta telah dikode jawaban responden pada kuesioner ke dalam aplikasi
pengolahan data di komputer. Terdapat bermacam-macam aplikasi yang
dapat digunakan untuk pemrosesan data, antara lain: SPSS, STATA, EPI-
INPO, dan lain-lain. Salah satu program yang banyak dikenal dan relatif
mudah dalam penggunaannya adalah program SPSS (Statistical Package
for Social Sciences).
57

Pada penelitian ini, data yang sudah didapat diproses dengan


menggunakan IBM SPSS Statistic 21.
3.7.1.5 Cleaning Data
Cleaning data adalah pengecekan kembali data yang sudah dimasukan
apakah sudah betul atau ada kesalahan pada saat memasukan data.

3.7.2 Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk memberi makna atau memberi arti pada data
yang dikumpulkan. Kesimpulan sebagai hasil dari analisis akan memberikan
informasi dari data yang diteliti (Masturoh, 2018). Analisis data merupakan bagian
yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab
pertanyaan-pertanyaaan penelitian yang mengungkap fenomena.
Dalam pengujian inferensial (uji signifikansi), uji yang dilakukan harus
sesuai dengan rancangan penelitian. Pengujian statistik yang tidak sesuai dapat
menimbulkan penafsiran yang salah dan hasil tidak dapat digeneralisasikan.
(Windu Purnomo, 2002 dalam Nursalam, 2017).

3.7.2.1 Analisis Univariat


Analisis univariat adalah analisa data untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakterikstik setiap variabel penelitian (Masturoh,
2018). Tujuan analisis ini untuk mendeskripsikan karakteristik masing-
masing variabel yang diteliti.
Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk menunjukan
gambaran lama menjalani hemodialisis dan gambaran status nutrisi pasien
dengan hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung tahun
2021 adalah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.7.2.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat digunakan untuk menyatakan analisis terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Masturoh, 2018).
58

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan


antara lama menjalani hemodialisis dengan status nutrisi pasien yang
menjalani hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung tahun
2021 dengan menggunakan uji chi-square karena jenis data yang
dikumpulkan berupa ordinal, tidak berpasangan dan hanya dilakukan pada
satu kelompok
Uji signifikansi dilakukan dengan menggunakan tingkat kemaknaan 95%
atau nilai α = 0,05 (5%) dengan ketentuan :

a. Bila nilai p≤ α (0,05) maka Ho ditolak, yaitu secara statistik diartikan


sebagai adanya hubungan.

b. Bila nila p> α (0,05) maka Ho gagal ditolak, yaitu secara statistik
diartikan sebagai tidak ada hubungan.

3.8 Etika Penelitian


Penelitian ini pada dasarnya tidak menimbulkan risiko bagi subyek
penelitian, namun peneliti tetap memperhatikan isu-isu etik dalam menjalankan
penelitian ini. Etika dalam penelitian merujuk pada prinsip-prinsip etis yang
diterapkan dalam kegiatan penelitian seperti proposal penelitian sampai publikasi
hasil penelitian. Etika yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

3.8.1 Informed Consent


Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek
mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek
bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati hak mereka. Pada hal ini peneliti
59

melakukan informed consent kepada pasien yang menjalani hemodialisis reguler di


RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.
Dalam hal ini peneliti menjelaskan kepada pasien rutin hemodialisis
mengenai maksud dari penelitian, kemungkinan yang akan terjadi dan
ketidaknyamanan yang akan terjadi pula, jaminan dalam kerahasiaan terhadap
identitas dan informasi yang diberikan, Setelah itu peneliti memberikan lembar
persetujuan kepada pasien yang menjalani hemodialisis reguler yang bersedia
menjadi responden.

3.8.2 Confidentiality (Kerahasiaan)


Setiap manusia mempunyai hak-hak dasar sebagai individu termasuk privasi
pada dirinya dalam memberikan informasi. Oleh sebab itu dalam penelitian ini
untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama dan
identitas lainnya ke dalam penelitian tetapi hanya menggunakan kode dan hanya
diketahui oleh peneliti. Peneliti menjamin semua kerahasiaan yang telah diberikan
responden.

3.8.3 Respect of Human Dignity (Menghormati Harkat dan Martabat


Manusia)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian melalui penelitian tersebut.
Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk
memberikan informasi atau tidak memberikan informasi. Peneliti juga memberikan
kebebasan pada responden untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan itu
peneliti menyediakan lembar persetujuan dan formulir persetujuan yang diisi oleh
responden.

3.8.4 Justice (Keadilan)


Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu lingkungan penelitian perlu dikondisikan,
sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur
60

penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian


memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender,
agama, etnis dan sebagainya.

3.8.5 Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden
pada setiap lembar data dan lembar observasi melainkan memberikan kode tertentu
pada setiap data responden.

3.9 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Instalasi Hemodialisa RSUP dr.
Hasan Sadikin Bandung. Pengambilan data mulai dilakukan setelah mendapatkan
Ethical Approval dan surat ijin penelitian dari RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.
Penelitian ini mulai dilakukan pada tanggal 1 Maret – 16 Maret 2021.
61

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 1 Maret sampai dengan 16


Maret 2021 di Instalasi Hemodialisa RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Sampel
dalam penelitian ini sebanyak 133 responden yang sudah memenuhi kriteria inklusi.
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yaitu karakterisitik responden,
gambaran lama menjalani hemodialisis, gambaran status nutrisi, dan hubungan
lama menjalani hemodialisis dengan status nutrisi. Selanjutnya hasil penelitian ini
akan dianalisa sesuai dengan variabel yang akan diteliti dan akan disajikan
pembahasan untuk menjawab penelitian ini. Pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan bantuan program komputer dan disajikan berdasarkan analisis
univariat dan analisis bivariat.

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Analisis Univariat

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,


Pekerjaan, Penyakit yang Mendasari, Lama Menjalani
Hemodialisis dan Status Nutrisi (N=133)
Karakteristik Responden Frekuensi Persentasi
(%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 63 47,4
Perempuan 70 52,6
Usia
17-25 (Remaja Akhir) 5 3,8
26-35 (Dewasa Awal) 22 16,5
36-45 (Dewasa Akhir) 34 25,6
46-55 (Lansia Awal) 38 28,6
56-65 (Lansia Akhir) 18 13,5
>65 (Manula) 16 12,0

61
62

Karakteristik Responden Frekuensi Persentasi


(%)
Pekerjaan
Tidak Bekerja 10 7,5
Ibu Rumah Tangga 54 40,6
Buruh 9 6,8
Pensiunan 6 4,5
Pegawai Negeri Sipil 13 9,8
Pegawai Swasta 39 29,3
Mahasiswa 2 1,5
Penyakit Yang Mendasari
Hypertension Renal Disease 107 80,5
Diabetic Kidney Disease 11 8,3
Glomerulopathy 12 9,0
Lupus Nephritis 2 1,5
Urat Nephropathy 1 0,8
Lama Menjalani Hemodialisis
Baru (< 1 tahun) 16 12,0
Cukup Lama (1 -3 tahun) 34 25,6
Sangat Lama (> 3 tahun) 83 62,4
Status Nutrisi
Malnutrisi 47 35,3
Tanpa Malnutrisi 86 64,7
TOTAL 133 100,0

Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa karakteristik responden terbanyak pada


penelitian ini adalah perempuan dengan jumlah 70 orang (52,6%), karakteristik
responden pada penelitian ini sebagian besar berada pada rentang usia lansia
awal (46-55 tahun) yaitu sebanyak 38 orang (28,6%), karakteristik responden
berdasarkan pekerjaan pada penelitian ini sebagian besar adalah ibu rumah
tangga sebanyak 54 orang (40,6%), sebagian besar penyakit yang mendasari
pasien yang menjalani hemodialisis reguler dari 133 responden adalah
Hypertension Renal Disease sebanyak 107 orang (80,5 %), lama menjalani
hemodialisis responden sebagian besar adalah sangat lama yaitu sebanyak 83
orang (62,4%), dan sebagian besar status nutrisi responden pada penelitian ini
adalah tanpa malnutrisi sebanyak 86 orang (64,7%).
63

4.1.2 Analisis Bivariat

Tabel 4.2 Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis dengan Status Nutrisi


Pasien yang Menjalani Hemodialisis Reguler di RSUP dr. Hasan
Sadikin Bandung Tahun 2021

Lama Status Nutrisi Total


menjalani HD Malnutrisi Tanpa p
Malnutrisi
n % n % n %
Baru 7 43,7 9 56,3 16 100,0 0,745
Cukup lama 12 35,3 22 64,7 34 100,0
Sangat Lama 28 33,7 55 66,3 83 100,0
Total 47 35,3 86 64,7 133 100,0

Tabel 4.2 diketahui bahwa pada penelitian ini responden baru yang mengalami
malnutrisi sebanyak 7 orang (43,7%), responden cukup lama yang mengalami
malnutrisi sebanyak 12 orang (35,3%) dan responden yang sangat lama dan
mengalami malnutrisi sebanyak 28 orang (33,7%). Hasil analisis menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan status
nutrisi pasien yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung dengan p value 0,745.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Univariat

4.2.1.1 Gambaran Karakteristik Responden yang Menjalani Hemodialisis Reguler


di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil penelitian ini menunjukkan responden perempuan lebih banyak 70


orang (53%) dari responden laki-laki sebanyak 63 orang (47%). Menurut
peneliti salah satu faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan
terkena PGK adalah kondisi anatomi dan fisiologis tubuh wanita itu
sendiri. Saluran kemih perempuan lebih pendek dan lurus dibanding laki-
64

laki sehingga bakteri lebih mudah masuk dan menginfeksi saluran kemih
dan jika infeksi ini dibiarkan maka akan berujung pada terjadinya penyakit
ginjal kronis.

Pada dasarnya dari beberapa literature dijelaskan bahwa jenis kelamin


tidak mempengaruhi terjadinya PGK, karena laki-laki dan perempuan
memiliki risiko yang sama untuk menderita PGK (Hermawati 2017 dalam
Ratnasari 2020). Namun Lydia (2018) mengungkapkan bahwa terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan terkena PGK.
Faktor-faktor tersebut antara lain kehamilan yang disertai komplikasi
preeklamsi, infeksi saluran kemih, lupus nefritis dan kanker serviks.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Widyastuti (2014) yang


menyatakan bahwa kelompok jenis kelamin pasien PGK yang menjalani
hemodialisis terbanyak yaitu pada jenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 30 responden (52%) dan pada kelompok jenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 28 responden (48%). Namun hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian Isnani (2019) yang menyatakan bahwa jenis
kelamin pasien PGK yang menjalani hemodialisis terbanyak adalah laki-
laki sebanyak 51 orang (55,4%) dan pasien perempuan sebanyak 41 orang
(44,6%).

4.2.1.2 Gambaran Karakteristik Responden yang Menjalani Hemodialisis Reguler


di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung Berdasarkan Usia

Berdasarkan data yang didapat peneliti diketahui karakteristik responden


pada penelitian ini sebagian besar berada pada rentang usia lansia awal
(46-55 tahun) yaitu sebanyak 38 orang (28,6%), setelah itu urutan kedua
adalah pada rentang usia dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 34 orang
(25,6%) dan selanjutnya rentang usia dewasa awal (26-35 tahun) sebanyak
22 orang (16,5%) yang mana pada rentang usia tersebut seseorang sedang
berada pada masa usia produktif.
65

Menurut peneliti usia merupakan salah satu faktor yang dapat


mempengaruhi status kesehatan individu, hal ini terjadi karena pada usia
produktif banyak orang yang sibuk dengan aktifitas dan pekerjaannya
sehingga mereka cenderung tidak peduli dengan kesehatan ginjalnya.
Selain itu pada usia 30 tahun atau pada rentang usia dewasa awal seseorang
mulai mengalami penurunan fungsi organ tubuhnya, demikian juga dengan
fungsi ginjalnya. Dari data yang peneliti dapatkan diketahui bahwa ada
sebanyak 5 orang (3,8%) responden yang mengalami PGK pada rentang
usia remaja akhir (17-25 tahun) dan harus menjalani hemodialisis, hal ini
menunjukkan sudah saatnya memberi perhatian pada kelompok usia muda
untuk mulai memperhatikan kesehatan ginjal.

Santoso (2010) dalam Lajuck (2016) mengemukakan bahwa proses


degeneratif yang terjadi setelah usia 40 tahun akan mengakibatkan
terjadinya perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia sehingga
menyebabkan penurunan kerja ginjal dan kualitas hidup sebesar 1% setiap
tahunnya. Pada usia ini, laju filtrasi glomerulus akan menurun secara
progresif hingga 50% dari normal, terjadi kemampuan tubulus ginjal
untuk mereabsorbsi dan pemekatan urin, penurunan kemampuan
pengosongan kandung kemih dengan sempurna sehingga meningkatkan
resiko infeksi dan obstruksi, dan penurunan intake cairan yang merupakan
faktor resiko terjadinya kerusakan ginjal. Wilson (2005) dalam Widyastuti
(2014) mengatakan pada usia ≥40 tahun akan terjadi penurunan ±10%
jumlah nefron fungsional setiap 10 tahunnya akibat nefrosklerosis dan
glomerulosklerosis. Akibat dari nefrosklerosis dan glomerulosklerosis
akan menyebabkan pasien usia tua mengalami gagal ginjal kronik dan
harus menjalani hemodialisis.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ratnasari (2020), dimana kategori


terbanyak responden yang menjalani hemodialisis adalah lansia awal usia
46-55 tahun yakni sebanyak 19 responden (37,3%). Namun penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian Isnani (2019) yang menyatakan bahwa
66

rata-rata usia pasien yang menjalani hemodialisis adalah 49,70 berada pada
rentang usia 26-55 tahun.

4.2.1.3 Gambaran Karakteristik Responden yang Menjalani Hemodialisis Reguler


di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung Berdasarkan Pekerjaan

Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan responden yaitu


sebagian besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga 54 orang
(40,6%). Responden yang bekerja sebagai pegawai swasta 39 orang
(29,3%), pegawai negeri sipil 13 orang (9,8%), tidak bekerja 10 orang
(7,5%), buruh 9 orang (6,8%), pensiunan sebanyak 6 orang (4,5%), dan
mahasiswa sebanyak 2 orang (1,5%). Menurut peneliti status pekerjaan
dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Pekerjaan dapat mempengaruhi
seseorang dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
perilaku malas minum, konsumsi minuman beralkohol, kafein, dan soda,
kebiasaan menahan buang air kecil, merokok, dan lingkungan yang
berpolusi. Selain itu pekerjaan juga berpengaruh pada status nutrisi pasien
hemodialisis, karena dengan pekerjaan yang layak maka penghasilan
seseorang pun akan cukup sehingga pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat
terpenuhi.

Ullu (2019) mengungkapkan bahwa penderita PGK akan lebih cepat


merasa lelah, lesu, nyeri sendi, nafas pendek, dan berbagai gejala lainnya
yang membuat pasien tidak maksimal dalam bekerja. Pasien hemodialisa
juga menghabiskan banyak waktu kerja karena harus bolak-balik ke rumah
sakit untuk menjalani terapi hemodialisis. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Ratnasari (2020) yang menyatakan bahwa pekerjaan yang
terbanyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 26 responden (51,0%).
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Ullu (2019) yang
menyatakan bahwa responden terbanyak adalah responden yang tidak
bekerja atau pensiunan sebanyak 15 orang (34,09%).
67

4.2.1.4 Gambaran Karakteristik Responden yang Menjalani Hemodialisis Reguler


di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung Berdasarkan Penyakit yang
Mendasari PGK

Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan


bahwa sebagian besar penyakit yang mendasari pasien yang menjalani
hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dari 133
responden adalah Hypertension Renal Disease sebanyak 107 orang
(80,5%), dan sebagian kecilnya adalah penyakit Urat Nephropathy
sebanyak 1 orang (0,8%). Responden dengan Penyakit Diabetic Kidney
Disease sebanyak 11 orang (8,3%), Glomerulopathy sebanyak 12 orang
(9%) dan penyakit Lupus Nephritis sebanyak 2 orang (1,5%). Menurut
peneliti hipertensi merupakan salah satu faktor resiko yang dapat
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Tekanan darah yang tinggi dan
tidak terkontrol menyebabkan arteri di sekitar ginjal menyempit,
melemah dan mengeras. Arteri yang rusak ini tidak mampu memberikan
cukup darah ke jaringan ginjal sehingga nefron yang menyaring darah
tidak menerima oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan, dan jika ini
dibiarkan terlalu lama maka akan mengakibatkan terjadinya penyakit
ginjal kronik.

Rahardjo (2015) mengemukakan bahwa hipertensi pada dasarnya


merusak pembuluh darah, jika pembuluh darahnya ada pada ginjal tentu
ginjal akan mengalami kerusakan. Selain itu salah satu kerja ginjal adalah
memproduksi enzim renin-angiotensin yang selanjutnya diubah menjadi
angiotensin II dan menyebabkan pembuluh darah vasokonstriksi.
Gangguan fungsi renin-angiotensin, respon hormon ADH-aldosteron
merupakan beberapa hormon yang mencetuskan kejadian hipertensi
setelah pasien gagal ginjal, sebenarnya hipertensi dapat menjadi
penyebab ataupun komplikasi terjadinya gagal ginjal (Price, 1997; Lang
& Smeltzer, 2006).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ratnasari (2020) yang


68

menyatakan bahwa sebagian besar riwayat penyakit yang diderita


responden adalah Hipertensi yakni sebanyak 29 responden (56,9%). Hasil
penelitian ini juga sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh Indonesian
Renal Registry (IRR), dimana pada tahun 2018 proporsi etiologi atau
penyakit dasar dari pasien PGK yang menempati urutan pertama adalah
Hipertensi sebanyak 36%.

4.2.1.5 Gambaran Lama Menjalani Hemodialisis Pasien yang Menjalani


Hemodialisis Reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang sudah


sangat lama menjalani hemodialisis di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
sebanyak 83 orang (62,4%) dan responden yang baru menjalani
hemodialisis sebanyak 16 orang (12%), sedangkan yang cukup lama
menjalani hemodialisis sebanyak 34 orang (25,6%). Menurut peneliti lama
menjalani hemodialisis pada pasien yang menjalani hemodialisis reguler
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya
adalah kepatuhan pasien dalam membatasi asupan cairan, konsumsi obat-
obatan secara teratur dan pemenuhan nutirsi yang sesuai dengan kebutuhan
pasien dengan hemodialisis. Selain itu penyakit penyerta juga penyulit
selama menjalani hemodialisis juga turut berperan dalam ketahanan pasien
dalam menjalani hemodialisis.

Pranoto (2010) dalam Ratnasari (2020) menyatakan bahwa semakin lama


orang menjalani hemodialisa, memberikan peluang bagi pasien untuk lebih
adaptif dengan program terapi. Di sisi lain, semakin lama menjalani
hemodialisis juga semakin tinggi potensi munculnya komplikasi yang
justru dapat menghambat kepatuhan terhadap program terapi. Penderita
PGK yang sudah lama menjalani hemodialisis atau sudah masuk fase
longterm (fase lanjut) biasanya mempunyai adaptasi yang baik tetapi
setiap orang memerlukan waktu yang berbeda beda dalam beradaptasi
(Purwati, 2016). Teori tersebut mendukung hasil penelitian ini dimana
69

didapatkan bahwa responden terbanyak adalah responden yang sudah


sangat lama menjalani hemodialisis yaitu sebanyak 83 orang (62,4%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hadi (2015) dalam Santoso (2016)
yang menyatakan bahwa dari 54 orang pasien yang menjalani
hemodialisis, sebanyak 38 orang (70,4%) termasuk dalam kategori lama
sedangkan 4 orang (7,4%) dalam kategori sedang, dan 12 orang (22,2%)
dalam kategori baru. Namun penelitian tidak sejalan dengan penelitian
Santoso dkk (2016) yang menyatakan bahwa sebagian besar pasien yang
menjalani hemodialisis dalam kategori cukup lama (1-3 tahun) sebanyak
96 orang (55,2%), kategori baru 39 orang (22,4%) dan kategori lama
sebanyak 39 orang (22,4%).

4.2.1.6 Gambaran Status Nutrisi Pasien yang Menjalani Hemodialisis Reguler di


RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar status nutrisi pasien
yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
yaitu sebanyak 86 orang (64,7%) tanpa malnutrisi dan 47 orang (35,3%)
mengalami malnutrisi. Menurut peneliti status nutrisi dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan,
sosial ekonomi, dukungan keluarga dan kesadaran dari pasien itu sendiri
dalam menerima kondisi penyakitnya dan juga kepatuhan dalam
melaksanakan regimen terapeutik.

Pasien PGK yang menjalani hemodialisis berhubungan dengan beberapa


macam perubahan metabolik yang disebabkan oleh PGK itu sendiri dan
juga terapi dialisis. Fenomena seperti akumulasi atau kekurangan berbagai
zat dan disregulasi jalur metabolisme berperan dalam perubahan ini
(Cibulka & Racek, 2011). Terapi hemodialisis juga dapat menyebabkan
komplikasi akibat proses dialisisnya yang berpengaruh terhadap status
nutrisi (Sukandar, 2006). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
malnutrisi pada pasien dengan PGK diantaranya adalah menurunnya
70

asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia, gastroparesis dan


uremia, pembatasan diet, hilangnya zat mineral dalam dialisat, penyakit
penyerta selama perawatan, meningkatnya tanda-tanda inflamasi,
kehilangan darah dalam waktu lama, status asidosis, dan kelainan endokrin
yang disebabkan oleh resistensi insulin dan hiperglikemia (Green, 2009).
Teori tersebut mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan masih ada
responden yang mengalami malnutrisi sebanyak 47 orang (35,3%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Isnani (2019) yang


menyatakan bahwa Subyek penelitian lebih banyak pada status gizi normal
yaitu 48 orang (52,2%), sedangkan subyek penelitian pada status gizi
kurang hanya 10 orang (10,9%) dan gizi lebih 34 orang (37,0%). Untuk
melihat hasil gambaran status nutrisi penderita PGK maka hasilnya
tergantung pada jenis penialian status nutrisi yang digunakan. Penelitian
ini tidak sejalan dengan Zaki dkk (2019) yang menyatakan bahwa angka
kejadian pasien dengan hemodialisis yang mengalami malnutrisi (n=100)
adalah sebanyak 67% dimana 50% adalah malnutrisi ringan ke sedang dan
17% malnutrisi berat.

4.2.2 Analisis Bivariat

Hasil penelitian yang didapat oleh peneliti menunjukkan bahwa terdapat


responden baru yang mengalami malnutrisi sebanyak 7 orang (43,7%), responden
cukup lama yang mengalami malnutrisi sebanyak 12 orang (35,3%) dan responden
yang sangat lama dan mengalami malnutrisi sebanyak 28 orang (33,7%). Hasil
analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama menjalani
hemodialisis dengan status nutrisi pasien yang menjalani hemodialisis reguler di
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dengan p value 0,745.

Menurut peneliti banyak faktor yang mempengaruhi hasil analisis suatu


penelitian. Dalam penelitian ini rata-rata usia pasien yang menjalani hemodialisis
reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung berada pada usia produktif, pada usia
71

ini biasanya seseorang cenderung lebih siap dalam menerima perubahan pada
dirinya termasuk bila harus menjalani hemodialisis secara reguler. Selain itu, di
Instalasi Hemodialisis RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung telah dilakukan program
skrining status nutrisi secara berkala kepada seluruh pasien yang menjalani
hemodialisis reguler.

Terdapat juga program pendidikan kesehatan yang dilakukan secara


berkala, terutama pada pasien-pasien yang baru menjalani hemodialisis. Hal ini
berdampak pada meningkatnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang asupan
gizi. Kerjasama dengan nutritionist juga dilakukan apabila terdapat pasien yang
memerlukan konseling tentang gizi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Astrini (2013) bahwa terapi edukasi dan konseling nutrisi merupakan
komponen penting pada pasien yang menjalani hemodialisis, pasien hemodialisis
yang mendapat konseling nutrisi akan lebih mengetahui bagaimana cara untuk
menjaga status nutrisi agar tetap baik dan bagaimana malnutrisi dapat
mempengaruhi status kesehatan mereka.

Pasien yang menjalani hemodialisis kronik mempunyai resiko mengalami


malnutrisi. Faktor-faktor resiko terhadap kejadian malnutrisi pada pasien ini
termasuk intake protein dan energi sama seperti inflamasi. Sebab nutrisi dan intake
protein yang rendah berhubungan dengan peningkatan resiko morbiditas dan
mortalitas, sehingga monitoring intake protein dan status nutrisi pada pasien
hemodialisis kronik menjadi penting (Bergstrom, 1995 dalam Sharif dkk, 2012).
Penanda status nutrisi yang ideal dan sesuai harus dapat memprediksi hasil penting
secara klinis atau mengidentifikasi pasien yang harus menerima manajemen nutrisi.
Penanda klinis yang sering digunakan dan direkomendasikan oleh nefrologi adalah
serum albumin. Sejumlah besar penelitian telah menunjukan bahwa serum albumin
adalah salah satu indikator yang valid dalam menentukan status nutrisi pasien
dengan hemodialisis (Chung dkk, 2012).

Menurut peneliti pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki beberapa


gangguan dalam tubuhnya, salah satunya adalah masalah nutrisi. Pada pasien yang
baru menjalani hemodialisis kemungkinan penyebab malnutrisi adalah karena
72

pasien masih belum bisa beradaptasi dengan penyakitnya, terapi dialisisnya dan
diet yang harus dijalaninya. Sedangkan pada pasien yang sudah lama menjalani
hemodialisis, malnutrisi dapat disebabkan karena proses dialisis itu sendiri yang
menyebabkan penumpukan kadar ureum dan kreatinin sehingga mengakibatkan
gangguan pada saluran gastrointestinal pasien. Zadeh (2004) mengungkapkan
bahwa pasien dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis memiliki
prevalensi yang tinggi terhadap malnutrisi. Malnutrisi pada pasien dengan
penyakit ginjal kronis meningkat pada derajat 4-5, yaitu dimana laju filtrasi
glomerulus mengalami penurunan menjadi 15-29 (ml/mnt/1,73 m²) atau < 15
(ml/mnt/1,73 m²). Pasien dengan penyakit ginjal kronis biasanya mengalami
kehilangan berat badan, hilangnya cadangan energi (jaringan lemak), hilangnya
protein somatik (massa otot rendah) dan rendahnya tingkat albumin serum,
transferin, pre-albumin dan protein viseral lainnya.
Terdapat beberapa instrument untuk menilai status nutrisi yang umum
dan dapat digunakan pada populasi dengan jumlah besar. Malnutrition Inflamation
Score (MIS) merupakan salah satu instrument yang komprehensif, kuantitatif, dan
mudah digunakan untuk mengevaluasi status nutrisi dan juga sekaligus menilai
inflamasi pada pasien dengan dialisis (Rambod dkk, 2009). Namun kekurangan
dari MIS ini yaitu merupakan suatu penilaian yang subjektif menurut pemeriksa,
maka perlu dilakukan penilaian yang signifikan untuk memastikan hasil yang
konsisten antara penilai yang berbeda di waktu yang berbeda (Yamada dkk, 2008).
Menurut peneliti akan lebih baik lagi jika pengkajian status nutrisi dengan
menggunakan MIS dilakukan oleh perawat yang sama kepada pasien yang sama,
sehingga hasilnya menjadi lebih akurat dan selanjutnya sebagai perawat kita bisa
menentukan intervensi yang tepat dalam rangka mengatasi masalah status nutrisi
pada pasien yang menjalani hemodialisis reguler.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status nutrisi pasien dengan
penyakit ginjal kronis, diantaranya adalah faktor medis yang indikatornya adalah
lama hemodialisis, penyakit penyerta, penurunan nafsu makan, dan gangguan
gastro intestinal (Rochayani, 2016). Terapi hemodialisis juga dapat menyebabkan
komplikasi akibat proses dialisisnya yang berpengaruh terhadap status nutrisi
73

(Sukandar, 2006). Pasien hemodialisis rentan terhadap kekurangan gizi yang


disebabkan oleh terapi hemodialisis itu sendiri. Pasien yang sudah lama menjalani
hemodialisis memiliki kadar ureum dan kreatinin yang tinggi. Peningkatan kadar
ureum dan kreatinin dapat merangsang produksi asam lambung, sehingga dapat
menyebabkan keluhan pada gastrointestinalnya yang diantaranya adalah mual,
muntah, nyeri ulu hati, kembung dan tidak nafsu makan (Smeltzer & Bare, 2021
dalam Santoso 2016).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Ratnasari (2020) yang menyatakan


bahwa tidak ada hubungan antara lama HD dengan status nutrisi diruang
hemodialisa RS Islam Purwokerto. Nilai pearson chi square sebesar 0,221 (p>0,05)
yang menunjukkan tidak ada hubungan antara lama HD dengan status nutrisi.
Menurut hasil penelitian tersebut bahwa masih ada banyak metode penilaian status
nutrisi yang perlu diteliti dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi status
nutrisi pada pasien hemodialisa diantaranya tingkat kesadaran pasien terhadap
asupan nutrisi, kepatuhan diet, kepatuhan pembatasan cairan, kepatuhan pasien
menjalani HD, riwayat penyakit, efek samping obat, adanya dukungan keluarga,
adanya gejala gastrointestinal yang berbeda masing-masing individu. Selain itu,
penelitian Insani (2019) juga menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
lama menjalani hemodialisis dengan status nutrisi pasien PGK. Berdasarkan hasil
penelitian ini didapatkan hasil bahwa pada kelompok lama hemodialisis kurang dari
dua tahun yang mengalami status gizi kurang ada sembilan orang dan lama
hemodialisis lebih dari dua tahun yang mengalami gizi kurang ada satu orang.
Sisanya masuk dalam kelompok gizi normal atau lebih.

Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian Widyastuti


(2014) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara lama menjalani
hemodialisis dengan indeks massa tubuh pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau, penghitungan penelitian ini dengan menggunakan uji
korelasi Lambda mendapatkan p value < 0,05, r (kekuatan korelasi) 0,40 dan arah
korelasi positif, yaitu semakin besar lama menjalani hemodialisis maka semakin
74

besar pula indeks massa tubuh pasien gagal ginjal krinik yang menjalani
hemodialisis.

Dari hasil wawancara dengan responden, beberapa orang mengatakan


bahwa di awal pasien mulai divonis harus menjalani hemodialisis secara rutin,
pasien masih belum dapat menerima kondisi tersebut, sehingga pasien masih
beradaptasi baik secara psikologis maupun secara fisiologis. Seperti yang
diungkapkan oleh Insani (2019) bahwa pasien yang baru menjalani hemodialisis
masih mencoba beradaptasi dengan kondisi yang ada, semakin lama pasien
menjalani hemodialisis maka pasien semakin patuh untuk melakukan hemodialisis
karena pasien sudah dapat menerima keadaannya dan juga sudah mendapat
penjelasan tentang penyakitnya dan pentinganya hemodialisis dari dokter dan
perawat.
Pengelolaan nutrisi pada pasien dialisis memerlukan keterlibatan
beberapa disiplin ilmu, diantaranya medis, nutritionist dan tentunya perawat
sebagai ujung tombak dari pelayanan dialisis. Pengelolaan secara terintegrasi
diharapkan mampu meningkatkan status nutrisi pasien yang akhirnya dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis secara
keseluruhan.
75

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien hemodialisis
reguler di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan diantaranya adalah :

a. Sebagian besar (62,4%) pasien yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP


dr. Hasan Sadikin Bandung adalah pasien yang sudah sangat lama menjalani
hemodialisis yaitu sebanyak 83 orang.
b. Sebagian besar (64,7%) pasien yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP
dr. Hasan Sadikin Bandung adalah memiliki status nutrisi tanpa malnutrisi
yaitu sebanyak 86 orang.
c. Berdasarkan dari hasil uji analisis antara lama menjalani hemodialisis dengan
status nutrisi pada pasien yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP dr.
Hasan Sadikin Bandung tahun 2021 didapat p value 0,745 yang mana artinya
angka ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama menjalani
hemodialisis dengan status nutrisi pasien yang menjalani hemodialisis reguler.

5.2 Saran
Terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien yang
menjalani hemodialisis reguler di Instalasi Hemodialisis RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung, beberapa saran yang dapat peneliti berikan diantaranya adalah :

a. Bagi Perawat
Sebagai perawat seyogyanya terus meningkatkan pengetahuan tentang nutrisi
dalam rangka upaya memberikan pendidikan kesehatan pada pasien gagal
ginjal kronik secara berkala.

75
76

b. Bagi Pasien
Bagi pasien dan keluarga yang menjalani hemodialisis reguler baik yang baru
maupun yang sudah lama, sebaiknya bisa bekerjasama dengan perawat dan tim
medis lainnya dalam upaya meningkatkan status nutrisi pasien. Pasien dan
keluarga juga sebaiknya lebih terbuka dan jujur dalam menyampaikan
keluhan, sehingga perawat dan tim medis bisa menentukan intervensi yang
tepat untuk mengatasi masalah pasien khususnya mengenai masalah nutrisi
sehingga kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis menjadi baik.

c. Bagi Manajemen
Kepada manajemen ruangan disarankan untuk memfasilitasi progam
konseling bagi pasien dan keluarga pasien terutama pada saat awal pasien
mulai menjalani hemodialisis reguler dimana pasien dan keluarga masih
dalam proses adaptasi baik secara fisik maupun psikis. Sebaiknya juga
disediakan ruangan dan waktu khusus untuk konseling, sehingga pasien dan
keluarga lebih leluasa saat melakukan konseling dan terjaga pivasinya.
d. Bagi Peneliti Lain
Untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti pengaruh penyakit yang mendasari
PGK terhadap status nutrisi pada pasien hemodialisis.
77

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, Widiana IGR. Annual report of Indonesian renal registry. 11th ed. Bandung:
Pernefri; 2019.
Astrini WGA. Hubungan kadar hemoglobin (Hb), idenks massa tubuh (IMT) dan
tekanan darah dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialysis di RSUD dokter Soedarso Pontianak bulan April 2013. [Online]. 2013
Apr [cited 2021 Mar 10]; Available from: URL:www.neliti.com
Bandiara R. Assessment nutrisi pasien dialisis. Padang: Ikatan Perawat Dialisis
Indonesia; 2019.
Cahyaningsih DN, Jaelani RT, Rudianto, Tanjung RR. Standar asuhan keperawatan
(SAK): pasien dengan hemodialisis (HD) dan continuous ambulatory peritonial
Ddalisis (CAPD). Bandung: Ikatan Perawat Dialisis Indonesia; 2015.
Chung S, Koh ES, Shin SJ, Park CW. Malnutrition in patients with chronic kidney
disease. [serial online] 2012 June [cited 2020 Sep 20]; Available from:
URL:http://dx.doi.org/10.4236/ojim.2021.22018
Cibulka R, Racek J. Metabolik complication of chronic kidney failure and
hemodialisis: spesial problem in hemodialisis patient. [serial online]. 2011. [cited
2020 Sep 15]; Avalaible from: URL:http://www.intechopen.com
Davey CH, Webel AR, Sehgal AR, Voss JG, Huml AM. Fatique in individuals with
end stage renal disease. [serial online]. 2019 [cited 2020 Sep 12]; Available from:
URL:pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31566345
Dharma KK. Metodologi penelitian keperawatan: panduan melaksanakan dan
menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans Info Media; 2015.
Diwarta N. Pengertian nutrisi menurut beberapa ahli dan jenis-jenis nutrisi
[Online]. 2012 Jul 21 [cited 2020 Aug 20]; Available from:
URL:http://www.diwarta.com
Gibson RS. Principles of nutritional assessment. 2nd ed. New Zealand: University
of Otago; 2005.
Green D. Malnutrition and chronic kidney disease. Salford: Complete Nutrition;
2009.
Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2006.
Ikizler TA. Optimal nutrition in hemodialisis patients. [Online]. 2013 March 01
[cited 2020 Aug 20]; Available from: URL:www.ackdjournal.org

77
78

Isnani AA, Ayu PRR, Anggraini DI. Hubungan lama menjalani hemodialisis
dengan status nutrisi pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK) di instalasi
hemodialisa RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Majority 2019 Mar;
8(1): 55-59.
Isroin L. Adaptasi psikologis pasien yang menjalani hemodialisis. EDUNursing
2017 Apr; 1(1): 12-21.
Lajuck KS, Moeis ES, Wongkar MCP. Status gizi pada pasien penyakit ginjal
kronik stadium 5 yang menjalani hemodialysis adekuat dan tidak adekuat. eCl 2016
Dec;4(2):1-6.
Mardalena I. Dasar-dasar ilmu gizi dalam keperawatan: konsep dan penerapan pada
asuhan keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press; 2019.
Masturoh I, Anggita N. Metodologi penelitian kesehatan: buku ajar rekam medis
dan informasi kesehatan (RMIK). Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia; 2018.
Misra M, Nolph KD, Khanna R, Prowant BF, Moore HL. Retrospective evaluation
of renal kt/V (urea) at the initation of long term peritoneal hemodialisis at the
university of Missouri. NIH [serial online] 2003 Jan-Feb [cited 2020 Sep 10];
49(1):91-102. Available from: URL:pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12558314
Moeloek NF. Air bagi kesehatan: upaya peningkatan promotif preventif bagi
kesehatan ginjal di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI; 2018.
Nissenson RA, Fine NR. Handbook of dialisis therapy. 4th ed. Los Angeles:
Saunder Elsevier; 2008.
NKF. KDOQI clinical practice guidelines and recommendations: updates
hemodialisis adequacy, peritonial dialyisis adequacy, vaskular access. New York:
National Kidney Foundation; 2006.
NKF. Update clinical practice guideline for nutritional in chronic kidney disease.
New York: National Kidney Foundation; 2019.
Nurchayati S. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di rumah sakit islam
fatimah Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Depok: FIK
Universitas Indonesia; 2010.
Nursalam. Metodologi penelitian ilmu keperawatan: pendekatan praktis. 4th ed.
Jakarta Selatan: Salemba Medika; 2015.

78
79

O’Sullivan D, McCarthy G. Exploring the symptom of fatigue in patients with end


stage renal disease. ResearchGate [serial online] 2009 Jan [cited 2020 Sep 10];
36(1):37-9. Available from: URL:www.researchgate.net/publication/24187003

Ortiz AJG, Santander CVA, Vega OV, Rotter RM, Cuevas MAE. Assesment of the
reability and consistency of the “Malnutrition Inflammation Score” (MIS) in
Mexican adult with chronic kidney disease for diagnosis of Protein-Energi Wasting
Syndrome (PEW). Nutr Hosp 2015; 31(3):1352-1358.
Pernefri. Konsensus nutrisi pada penyakit ginjal kronik. Jakarta: Educational Grant
PT. Kalbe Farma; 2013
Pernefri. Konsensus pedoman pelayanan hemodialisis. Jakarta: Educational Grant
PT. Kalbe Farma; 2013.
PPNI. Standar diagnosis keperawatan Indonesia: definisi dan indikator diagnostik.
Edisi 1. Jakarta: DPD PPNI; 2017.
PPNI. Standar intervensi keperawatan Indonesia: definisi dan tindakan
keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPD PPNI; 2018.
Rambod M, et all. Association of Malnutrition-Inflamation Score with quality of
life an mortality in indikator patient: a 5-year prospective cohort study. NIH [serial
online] 2009 Feb [cited 2020 Sep 11]; 53(2):298-309. Available from:
URL:pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19070949
Ratnasari D, Isnaini N. Hubungan lama hemodialisis dengan status nutrisi pada
pasien penyakit ginjal kronik di Ruang hemodialisa. JKM [serial online] 2020 Sep
[cited 2021 Mar 10]; 2541:214-219. Available from: URL:journal.um-
surabaya.ac.id/idex/JKM
Rochayani F, Susetyowati, Djarwoto B. Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian
malnutrisi berdasarkan indikator dialisis malnutrition score (DMS) pada pasien
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis rutin di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Gizi Kesehatan; 2016.
Sacher, Ronald A., Richard AMP. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium.
Edisi 11. Jakarta: EGC; 2004.
Salawati L. Analisis lama menjalani hemodialisis dengan status gizi penderita
penyakit ginjal kronik. [Online]. 2016 [cited 2020 Aug 28]; Available from:
URL:jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article

79
80

Santoso BR, Manatean YAE, Asbullah. Hubungan lama menjalani hemodialisis


dengan penurunan nafsu makan pada pasien gagal ginjal kronik di unit hemodialisa
RSUD Ulin Banjarmasin. Dinamika Kesehatan 2016 Jul;7(1):139-151.
Sharif SS. Asupan protein, status gizi pada pasien gagal ginjal tahap akhir yang
menjalani hemodialysis reguler. [Online]. 2012 [cited 2020 Sep 22]; Available
from: URL:pasca.unhas.ac.id
Sinaga W, Alfara LD. Pemberian nutrisi terkait perubahan metabolisme pada pasien
penyakit ginjal kronik derajat 5 dengan hemodialisis rutin. CDK 2016;43(1):61-65.
Suara.com. Fakta Penyakit Ginjkal Kronik [Online]. 2020 March 12 [cited 2020
Aug 20]; Availabel from: URL:http:/ /www.suara.com
Sukandar E. Gagal ginjal dan panduan terapi dialisis. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah Bagian Ilmu Pemyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD; 2006.
Surrena H. Brunner & Suddarth’s: textbook of medical-surgical nursing. 12th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010.
Thomas N. Renal nursing. 4th ed. London: Wiley Blackwell; 2014.
Ullu AMA, Nurina RL, Wahyuningrum SA. Hubungan status nutrisi dengan
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialysis di RSUP
prof. Dr. W. Z. Johannes. CMJ 2019 Aug;6(3):425-437.
USRDS. Annual data report. [Online]. 2019 [cited 2020 Sep 15]; Available from:
URL:http://www.usrds.org
Wardani IY, Sopha RF. Depresi dan ansietas pada pasien penyakit ginjal kronik
yang mendapatkan terapi hemodialisis. [Online] 2015 [cited 2020 Aug 22];
Available from: URL:scholar.ui.ac.id/en/publications
Widiana IGR. Dasar dasar pemberian nutrisi pada penyakit ginjal kronik (PGK)
pradialisis dan dialisis. [Online] 2017 [cited 2020 Sep 20]; Available from:
URL:ikcc.or.id/news/nutrisi-bagi-pasien-penyakit-ginjal
Widyastuti R, Butar-Butar RW., Bebasari E. Korelasi lama menjalani hemodialisis
dengan indeks massa tubuh pasien gagal ginjal kronik Di RSUD Arifin Ahmad
Provinsi Riau pada bulan Mei tahun 2014. Jom FK [serial online] 2014 Oct [cited
2020 Aug 21]; 1(2): 1-12. Available from:
URL:www.neliti.com/publications/185295
Yamada K et al. Simplified nutritional screening tools for patients on maintenance
indikator. AmJClinNutr [serial online] 2008 Jan [cited 2020 Sep 10]; 87(1): 106-
113. Available from: URL:https://doi.org/10.1093/ajcn/87.1.106

80
81

Yulianto D, Notobroto HB, Widodo. Analisis ketahanan hidup pasien penyakit


ginjal kronis dengan hemodialisis Di RSUP Dr. Soetomo Surabaya. JMK [serial
online] 2017 Apr [cited 2020 Aug 24]; 3(1): 99-112. Available from:
URL:www.researchgate.net/publication/324254581
Zadeh KK, Fouque D, Kopple JD. Outcome research, nutrition, and reverse
epidemiology in maintenance dialisis patients. J Ren Nut [serial online] 2004 Apr
[cited 2020 Sep 24]; 14(2): 64-71. Available from: URL:www.sciencedirect.com
Zadeh KK, Kopple JD, Block G, Humphreys MH. A Malnutrition-Inflamation
Score is correlated eith morbidity and mortality in maintenance indikator patients.
Am J Kidney Dis [serial online] 2001 Dec [cited 2020 Sep 9]; 38(6):1251-63.
Available from: URL:pubmed.ncbi.nlm.nih.gov
Zaki DSD, Mohamed RR, Mohammed NAG, Zaher RBA. Assesment of
malnutrition status in hemodialysis patients. CMD [serial online] 2019 [cited 2020
Oct 4]; 9 (1):8-13. Available from: URL:article.sapub.org

81
82

Lampiran 1 Lembar Kegiatan Bimbingan Tugas Akhir

KEGIATAN BIMBINGAN TUGAS AKHIR

Nama Mahasiswa : Lina Nurjanah

NPM : 1219006

Nama Pembimbing : Arie J. Pitono, dr., M.Kes.

Tahun Akademik : 2020 / 2021

No. Tanggal Topik Bimbingan Rekomendasi Pembimbing Paraf


Pembimbing
1. 19-09-2020 • Pengarahan awal tentang • Membuat BAB I
tehnik penyusunan skripsi sampai BAB III
• Identifikasi masalah • Dari judul sampai daftar
penelitian pustaka
• Membuat kerangka
teori
• Membuat kerangka
penelitian
• Menentukan variable
penelitian
• Membuat latar belakang
• Menentukan
instrume
nt penelitian
• Membuat definisi
operasional

2. 3-10-2020 BAB I – BAB III


• Kerangka teori • Masalah kualitas hidup
lebih difo- kuskan pada
status nutrisi
• Hasil ukur =6 pada
instrument MIS dijelaskan
• Definisi operasional
kriterianya
• Dibagi 3 sub bab : besar
sampel, tehnik pengambilan
• Menentukan sample sam- pel, kriteria sampel
• Tehnik sampling tidak
menggunakan purposive
• Daftar Pustaka
sampling.
• Waktu penelitian setelah
83

selesai sidang proposal,


yaitu bulan November
• Jika sumber diambil dari
internet dan sudah dalam
bentuk pdf tidak usah
mencantumkan URL

3. 28-10-2020 ▪ Refresh bimbingan -


Skripsi via WA grup

4. 06-11-2020 BAB I – BAB III ▪ Status nutrisi tidak bisa


▪ Variabel penelitian menjadi variabel indepen-
dent dari kualitas hidup,
karena merupakan indikator
dari kualitas hidup itu
sendiri.
▪ Ganti variabel status nutrisi

5. 25-11-2020 BAB I – BAB III


▪ Pengajuan Judul Baru ▪ Pelajari lagi Patofisiologi.
▪ Tentukan Kembali Variabel
yang akan diteliti

6. 30-11-2020 BAB I – BAB III ▪ Nama Peneliti tidak usah


• Pengajuan Judul Baru menggunakan gelar.
▪ Program studi tidak usah
menggunakan alih jenjang.
▪ Penggunaan kata
HIPOTESA atau
HIPOTESIS harus
konsisten dan sesuai
dengan KBBI.
▪ Kriteria Sampel: jika sudah
tercantum dalam kriteria
inklusi tidak usah disebut
dalam kriteria eksklusi.
▪ Waktu pengambilan sampel
disesuaikan dengan waktu
penelitian yang akan ijalani.
▪ Jumlah populasi di tambah
dengan kata
“diperkirakan” karena
jumlahnya belum tentu
sama pada saat
pengambilan sampel.
▪ Besar sampel ditambahkan
dengan kata “minimal”
84

sebagai acuan jumlah


sampel minimal yg akan
diambil.
▪ Point pertanyaan di lembar
kuesioner disesuaikan
dengan teori yang ada di
tinjauan teoritis.

7. 05-01-2021 Revisi Proposal post UP ▪ ACC Lanjut Uji ETik di


RSHS

8. 22-03-2021 Konsul Hasil Penelitian ▪ Susunan dibuat seperti


dalam Panduan SKRIPSI
BAB I – BAB V
▪ Kosongkan dulu tanda
tangan di lembar
pengesahan
▪ Buat Abstrak
▪ Buat Master Tabel (Data
Hasil Penelitian)
▪ Populasi sesuaikan dengan
jumlah pasien bulan Maret
▪ Perbaiki table silang lama
menjalani hemodialisis
dengan status nutrisi
▪ Perbaiki Simpulan
9. 17-04-2021 Konsul Hasil Penelitian ▪ Tehnik penulisan ikuti
BAB I – BAB V pedoman yang ada.
▪ Buat heading pada tabel
hasil
▪ Penjelasan tiap tabel dibuat
langsung ke inti
▪ Perbaiki penulisan
simpulan dan saran
▪ ACC MAJU SIDANG
HASIL

10. 11-06-2021 Konsul Draft Skripsi Revisi ▪ Perbaikan penulisan


Ujian Hasil ▪ Perbaikan penulisan
rujukan dalam makalah
▪ Perbaiki daftar pustaka
85

KEGIATAN BIMBINGAN TUGAS AKHIR

Nama Mahasiswa : Lina Nurjanah


NPM : 1219006
Nama Pembimbing : Budi Rustandi, S.Kep., Ners, M.Kep.
Tahun Akademik : 2020 / 2021

No. Tanggal Topik Bimbingan Rekomendasi Paraf


Pembimbing Pembimbing
1. 19-09-2020 Menentukan masalah ▪ Justifikasi dulu per-
penelitian yang akan masalahan, baru
diambil menentukan judul.

2. 22-10-2020 Penyerahan draft -


proposal penelitian
BAB I – BAB III

3. 26-10-2020 BAB I - III


▪ Tinjauan teoritis ▪ Cari lagi faktor-faktor
yang mempengaruhi
kualias hidup pasien
dengan HD
▪ Gunakan consecutive
▪ Tehnik pengambilan
sampling
sampel ▪ Untuk kualitas hidup
▪ Instrument penelitian gunakan kuesioner
KDQol yang lebih
spesifik untuk pasien
HD
▪ Tambahkan hasil uji
validitas dan reabilitas
yang mendukung bahwa
instrument penelitian
bisa dipakai.
▪ Tambahkan univariant
dan bivariant dalam
analisis data
▪ Cari di sumber
▪ Analisa Data Sopiyudin Dahlan
4. 02-11-2020 BAB I – BAB III
▪ Tujuan penelitian ▪ Tambahkan tujuan umum
menjadi 3.
▪ Tehnik penulisan ▪ Perhatikan tehnik spasi.
▪ Buat halaman awal bab
86

ditengah, selanjutnya
kanan atas
▪ ACC LANJUT
PERSIAPAN UP

5. 12-11-2020 BAB I – BAB III


▪ Pengajuan draf proposal ▪ Boleh lanjut
baru ▪ Perhatikan spasi
penulisan
▪ Definisi operasional ▪ Untuk hasil ukur status
nutrisi (=6) harus
diperjelas secara spesifik
cara mengambil
kesimpulannya.

6. 01-12-2020 BAB I – BAB III


▪ Pengajuan draf baru ▪ Pelajari dan perdalam
instrument yang akan
digunakan
▪ ACC UNTUK UP

7. 04-01-2021 Revisi Proposal • Acc untuk uji etik di


post UP RSHS

8. 25-03-2021 BAB IV DAN V • Table Karakteristik dibuat


sesuai dengan faktor yang
mempengaruhi status
nutrisi
• Pembahasan dibuat
dengan runtutan analisis
peneliti, analisis teori dan
analisis jurnal
• Simpulan menjawab
tujuan penelitian
9. 16-04-2021 Konsul Hasil • Perbaiki simpulan dalam
Penelitian abstrak
BAB I – BAB V • Rapihkan kembali
penulisan, perhatikan tulis
miring jika Bahasa asing.
• Gambaran usia responden
dibagi lagi berdasakan
rentang usia
• Pada pembahasan point
nya disesuaikan dengan
hasil penelitian
87

10. 23-04-2021 Konsul Draft • Menyerahkan Draft


Skripsi
BAB I – BAB V

11. 30-04-2021 Konsul Draft • ACC MAJU SIDANG


Skripsi HASIL
BAB I – BAB V

12. 08-06-2021 Konsul Draft • ACC untuk Cetak


Skripsi Revisi Ujian
Hasil
88

Lampiran 2 Surat Permohonan Penelitian


89
90

Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian


91
92
93

Lampiran 4 Instrumen Penelitian

Kode sampel

FORMULIR IDENTITAS SAMPEL PENELITIAN

“HUBUNGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN STATUS


NUTRISI PADA PASIEN DENGAN HEMODIALISIS REGULER DI RSUP
DR. HASAN SADIKIN BANDUNG”

Identitas Responden

1. Nama : …..................................................................................

2. Jenis Kelamin : …..................................................................................

3. Tempat/Tanggal Lahir : …..................................................................................

4. Agama : ......................................................................................

5. Pendidikan Terakhir : ......................................................................................

6. Pekerjaan : ......................................................................................

7. Mulai Menjalani HD : …………………………………….(Tgl/Bln/Tahun)

8. Alamat : ......................................................................................
94

Kode Sampel

No RM :
MALNUTRITION INFLAMMATION
SCORE (MIS) INSTALASI Nama :
HEMODIALISA
Tgl Lahir : L / P*)
Di isi oleh perawat
Tanggal : ……………………….. Jam ................................................................................... WIB
Diagnosa medis : ………………………………………. e.c …………………………………………

SCORE
NO KOMPONEN MIS
0 1 2 3
A. Riwayat Medis
1. Perubahan berat badan kering di ≥ 1 kg
akhir dialisis (perubahan secara < 0,5 kg 0,5 – 1 kg tapi < 5% ≥ 5%
keseluruhan pada 3 bulan terakhir
2. Asupan diit Nafsu makan Berkurangnya Starvasi
baik, asupan Asupan diit asupan makan karena diit
tidak padat sub padat dan cair cair pun
menurun optimal tidak
masuk
3. Gejala Gastrointestinal Sering
Tidak ada Gejala ringan Kadang diare atau
gejala nafsu nafsu makan muntah atau muntah
makan baik buruk atau gejala GI atau
kadang mual sedang anoreksia
berat
4. Kapasitas fungsional Bed/ chair-
(hubungan nutrisi dengan Kapasitas Kadang sulit Sulit ridden atau
gangguan fungsional) fungsional melakukan melakukan aktifitas
normal, aktifitas dasar aktifitas fisik
merasa sehat atau sering mandiri minimal
merasa lelah sampai
tidak ada
5 Komorbitas, termasuk lama Tanpa Dialisis 1-4 Dialisis > 4 Setiap
(tahun) dialisis komorbiditas tahun atau tahun atau perburukan
dalam dialisis Komorbiditas Komorbiditas , multiple
selama 1 ringan, sedang, komorbid
tahun (excluding (including one (2 or more
terakhir MCC*) MCC*) MCC*)

B. Pemeriksaan fisik
6. Berkurangnya cadangan lemak atau Tidak ada
Ringan Sedang Berat
kehilangan lemak subkutan (dibawah perubahan
mata, trisep, bisep, dada)
7. Tanda kehilangan masa otot (kening, Tidak ada
Ringan Sedang Berat
clavikula, scapula, costae, kuadrisep, perubahan
lutut, interoseous)
95

C. Ukuran tubuh
8. ≥ 20 18-19,9 16-17,99 < 16
Index masa tubuh (kg/m2)
D. Parameter Laboratorium
9. Albumin serum (g/dl) ≥4 3,5-3,9 3,0-3,4 < 3,0
10. TIBC (Total Iron-Binding ≥ 250 200-249 150-199 < 150
Capacit Serum)mg/dl**
Jumlah
Total =

* MCC (Major Comorbid Condition) include CHF class III or IV, full blown AIDS, severe CAD,
moderate to severe COPD major neurogical sequel. And metastatic malignancies or s/p recent
chemotherapy.
Pilih salah satu
⃰ ⃰ ⃰ Suggested equivalent increment for serum transferrin are : > 200 (0), 170-199(1), 140-169(2),
and < 140 mg/dl (3) Kesimpulan : tanpa malnutrisi total nilai < 6 apabila malnutrisi nilai > 6,
jika nilai = 6 lihat klinis pasien dan kesimpulan diambil seobjektif mungkin

Perawat yang mengkaji

(……………………….)
96

SURAT PERSETUJUAN
UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

PEMBERIAN INFORMASI

Penanggung Jawab Penelitian


Jl. Pasteur No. 38 Bandung
: Lina Nurjanah
Nama
Telp.pemberi informasi
(022) 2034953-55 : Lina Nurjanah
Peserta Penelitian :
Saksi :
NO JENIS INFORMASI ISI INFORMASI
1 Penjelasan tentang penelitian, durasi dari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
subjek penelitian dan prosedur yang harus hubungan lama menjalani hemodialisis dengan
status nutrisi pasien yang menjalani hemodialisis
diikuti oleh subjek
reguler di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Peneliti melakukan wawancara dengan
menggunakan instrument penelitian dan responden
mengisi kuesioner selama 10-15 menit.

2 Manfaat yang diharapkan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan


manfaat dalam perkembangan ilmu
keperawatan dan berkontribusi dalam rangka
upaya peningkatan asuhan keperawatan yang
diberikan khususnya pada pasien yang
menjalani hemodialisis reguler. Dan tentunya
hal ini dapat berdampak pada meningkatnya
kualitas hidup dari pasien yang menjalani
hemodialisis reguler
3 Potensi terjadinya ketidaknyamanan dan Tidak ada
risiko yang akan timbul
4 Pengobatan alternative dan prosedur- Tidak ada
prosedur yang juga memberi manfaat
5 Pertahankan kerahasiaan data penelitian Peneliti menjamin kerahasiaan dari
subjek/responden
6 Terjadinya kompensasi atau perawatan Tidak ada kompensasi dalam penelitian ini,
medis bila terjadi komplikasi karena penelitian ini tidak menimbulkan
komplikasi
7 Harus ada pertanyaan bahwa Keikutsertaan dalam penelitian ini bersifat
partisipasi bersifat sukarela sukarela, Peneliti tidak memaksakan
responden yang tidak

8 Harus ada jaminan bahwa penolakan bersedia ikutberhak


Responden serta dalam penelitian diri jika
mengundurkan
untuk berpartisipasi atau penolakan tidak keberatan ikut serta dalam penelitian ini
akan menuntut, kompromi dalam tanpa ada tuntutan dari pihak manapun.
perawatan atau akses ke pelayanan rumah
sakit
97

9 Harus ada contact person bila ada yang Jika ada pertanyaan lenih lanjut mengenai
ditanyakan penelitian ini dapat menghubungi Lina
Nurjanah dengan nomor HP: 081322603020
10 Lain-lain Tidak ada
Dengan ini menyatakan bahwa saya (Penanggung Jawab Penanggung Jawab Penelitian
Penelitian) telah menerangkan hal-hal di atas secara benar, jelas
dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi
( Lina Nurjanah )
Tanda tangan dan Nama Jelas
Dengan ini menyatakan bahwa saya (Pasien/Keluarga Pasien/Keluarga Pasien*)
pasien*) telah menerima informasi dari Penanggung Jawab
Penelitian sebagaimana di atas dan telah memahaminya
( ) Tanda
tangan dan Nama Jelas

Saksi

( )
Tanda tangan dan Nama Jelas
1. *) Coret yang tidak perlu
2. Bila pasien tidak kompeten, maka penerima informasi dan pemberi persetujuan
adalah keluarga terdekat atau wali.

RM.IC.06/15
98

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG


Dr. HASAN SADIKIN GENERAL HOSPITAL BANDUNG
KOMITE ETIK PENELITIAN KESEHATAN
HEALTH RESEARCH ETHICS COMMITTEE
Jl. Pasteur No. 38 Bandung 40161
Formulir 3b)
________________________________________________________________________________
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN
UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini
:

nomor rekam medis : .............................................................................................................................


nama : .............................................................................................................................

tanggal lahir : ........................................................... L / P*)


alamat : ............................................................................................................................
.............................................................................................................................
pekerjaan : .............................................................................................................................
nomor KTP/lainnya : ............................................................................................................................

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa:


Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya menyadari, mengerti, dan memahami tentang tujuan, manfaat dan risiko yang
mungkin timbul dalam penelitian, serta sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dan membatalkan dari keikutsertaannya dalam
penelitian yang berjudul:
HUBUNGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN STATUS NUTRISI PASIEN YANG MENJALANI
HEMODIALISIS REGULER DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG TAHUN 2020
Maka dengan ini saya menyatakan :
a. Setuju / tidak setuju*) berperan serta dalam penelitian ini

b. Setuju / tidak setuju*) penelitian ini menyimpan sisa sampel untuk penelitian lanjutan dan atau
pemeriksaan genetika

Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan,

Bandung, .......... ........................ 2021 Jam ......................................

Yang menyatakan. Penanggung Jawab Penelitian Saksi

(…………………………) (…………………………)
(…………………………) Tanda tangan dan Nama
Tanda tangan dan Nama Jelas Tanda tangan dan Nama Jelas
Jelas

RM.IC.06/15
99

Lampiran 5 Data Hasil Penelitian

LAMA MENJALANI
NO HD STATUS NUTRISI
TAHUN KATEGORI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 JUMLAH KATEGORI
1 10 Sangat Lama 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 5 Tanpa Malnutrisi
2 6 Sangat Lama 0 0 1 1 2 0 0 1 2 2 9 Malnutrisi
3 12 Sangat Lama 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 3 Tanpa Malnutrisi
4 9 Sangat Lama 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 6 Tanpa Malnutrisi
5 5 Sangat Lama 0 0 1 1 1 0 0 1 2 2 8 Malnutrisi
6 5 Sangat Lama 1 1 1 0 2 0 0 0 1 2 8 Malnutrisi
7 12 Sangat Lama 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 4 Tanpa Malnutrisi
8 7 Sangat Lama 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 Tanpa Malnutrisi
9 5 Sangat Lama 0 0 0 0 2 0 0 1 1 2 6 Tanpa Malnutrisi
10 1 Baru 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 7 Malnutrisi
11 8 Sangat Lama 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 3 Tanpa Malnutrisi
12 4 Sangat Lama 1 0 1 1 2 0 0 0 2 2 9 Malnutrisi
13 5 Sangat Lama 0 0 0 1 1 1 1 0 1 2 7 Malnutrisi
14 5 Sangat Lama 0 0 0 0 0 1 0 0 3 0 4 Tanpa Malnutrisi
15 9 Sangat Lama 0 0 0 1 2 0 0 1 2 1 7 Malnutrisi
16 2 Cukup Lama 0 0 0 0 1 0 0 1 2 1 5 Tanpa Malnutrisi
17 2 Cukup Lama 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 7 Malnutrisi
18 1 Baru 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 2 Tanpa Malnutrisi
19 2 Cukup Lama 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 5 Tanpa Malnutrisi
20 6 Sangat Lama 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 6 Tanpa Malnutrisi
21 5 Sangat Lama 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 Tanpa Malnutrisi
22 1 Baru 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 4 Tanpa Malnutrisi
23 5 Sangat Lama 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 6 Tanpa Malnutrisi
24 8 Sangat Lama 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 3 Tanpa Malnutrisi
25 5 Sangat Lama 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 7 Malnutrisi
26 11 Sangat Lama 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 8 Malnutrisi
27 10 Sangat Lama 0 0 1 0 2 1 0 0 3 3 10 Malnutrisi
28 4 Sangat Lama 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 7 Malnutrisi
29 6 Sangat Lama 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 12 Malnutrisi
30 1 Baru 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 3 Tanpa Malnutrisi
31 5 Sangat Lama 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 5 Tanpa Malnutrisi
32 2 Cukup Lama 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 11 Malnutrisi
33 6 Sangat Lama 0 0 0 0 2 0 0 0 1 1 4 Tanpa Malnutrisi
34 1 Cukup Lama 0 0 0 0 1 1 1 0 2 2 7 Malnutrisi
35 6 Sangat Lama 0 0 0 0 0 1 1 0 1 2 5 Tanpa Malnutrisi
36 1 Baru 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 4 Tanpa Malnutrisi
100

NO TAHUN KATEGORI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 JUMLAH KATEGORI


37 5 Sangat Lama 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 4 Tanpa Malnutrisi
38 4 Sangat Lama 0 0 0 0 0 1 1 1 1 2 6 Tanpa Malnutrisi
39 2 Cukup Lama 1 0 0 0 1 1 1 3 3 2 12 Malnutrisi
40 9 Sangat Lama 0 2 1 1 2 0 0 0 0 1 7 Malnutrisi
41 6 Sangat Lama 1 1 1 1 2 1 1 1 1 0 10 Malnutrisi
42 5 Sangat Lama 0 1 1 1 2 0 0 0 1 0 6 Tanpa Malnutrisi
43 7 Sangat Lama 0 0 0 0 2 0 0 1 1 1 5 Tanpa Malnutrisi
44 2 Cukup Lama 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 7 Malnutrisi
45 1 Cukup Lama 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 Tanpa Malnutrisi
46 4 Sangat Lama 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 5 Tanpa Malnutrisi
47 4 Sangat Lama 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 6 Tanpa Malnutrisi
48 4 Sangat Lama 1 1 1 0 1 0 0 0 1 2 7 Malnutrisi
49 6 Sangat Lama 0 1 0 0 2 0 0 1 1 2 7 Malnutrisi
50 6 Sangat Lama 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0 4 Tanpa Malnutrisi
51 5 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 2 1 4 Tanpa Malnutrisi
52 8 Sangat Lama 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 3 Tanpa Malnutrisi
53 8 Sangat Lama 1 0 0 0 2 0 0 0 1 1 5 Tanpa Malnutrisi
54 1 Baru 3 1 1 1 1 2 2 0 2 3 16 Malnutrisi
55 4 Sangat Lama 2 0 0 1 1 0 1 0 2 0 7 Malnutrisi
56 8 Sangat Lama 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 3 Tanpa Malnutrisi
57 5 Sangat Lama 2 2 2 2 1 1 2 2 2 3 19 Malnutrisi
58 1 Baru 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 Tanpa Malnutrisi
59 2 Cukup Lama 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 Tanpa Malnutrisi
60 2 Cukup Lama 0 0 0 1 1 0 0 0 3 3 8 Malnutrisi
61 3 Cukup Lama 0 0 1 0 0 1 1 0 1 2 6 Tanpa Malnutrisi
62 1 Baru 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 5 Tanpa Malnutrisi
63 2 Cukup Lama 0 0 0 0 0 1 1 0 1 2 5 Tanpa Malnutrisi
64 2 Cukup Lama 0 0 0 0 0 0 1 0 2 1 4 Tanpa Malnutrisi
65 3 Cukup Lama 0 0 0 0 1 0 0 1 2 0 4 Tanpa Malnutrisi
66 3 Sangat Lama 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 6 Tanpa Malnutrisi
67 4 Sangat Lama 1 0 0 0 1 0 0 2 2 2 8 Malnutrisi
68 12 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 4 Tanpa Malnutrisi
69 9 Sangat Lama 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 6 Tanpa Malnutrisi
70 2 Cukup Lama 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 Malnutrisi
71 8 Sangat Lama 1 0 0 0 1 0 0 0 3 0 5 Tanpa Malnutrisi
72 6 Sangat Lama 0 0 0 0 0 2 1 0 1 0 5 Tanpa Malnutrisi
73 4 Sangat Lama 1 0 0 1 1 1 0 1 1 2 8 Malnutrisi
74 8 Sangat Lama 1 0 0 0 1 1 1 0 1 2 7 Malnutrisi
75 3 Cukup Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 2 0 3 Tanpa Malnutrisi
76 9 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 3 Tanpa Malnutrisi
101

NO TAHUN KATEGORI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 JUMLAH KATEGORI


77 3 Cukup Lama 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 7 Malnutrisi
78 9 Sangat Lama 0 0 0 1 2 1 1 0 1 0 6 Tanpa Malnutrisi
79 1 Baru 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 Tanpa Malnutrisi
80 2 Cukup Lama 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 5 Tanpa Malnutrisi
81 0 Baru 2 1 1 1 0 1 1 0 0 1 8 Malnutrisi
82 3 Cukup Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 Tanpa Malnutrisi
83 2 Cukup Lama 0 0 0 0 1 1 1 0 1 2 6 Tanpa Malnutrisi
84 1 Baru 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 Tanpa Malnutrisi
85 3 Cukup Lama 0 0 0 0 1 0 0 1 1 2 4 Tanpa Malnutrisi
86 4 Sangat Lama 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 3 Tanpa Malnutrisi
87 5 Sangat Lama 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 3 Tanpa Malnutrisi
88 5 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 2 2 5 Tanpa Malnutrisi
89 2 Cukup Lama 1 0 0 0 1 1 1 1 1 3 9 Malnutrisi
90 9 Sangat Lama 0 0 0 0 2 0 0 0 2 2 6 Tanpa Malnutrisi
91 9 Sangat Lama 0 2 1 0 0 1 0 0 1 0 5 Tanpa Malnutrisi
92 3 Cukup Lama 1 0 0 0 1 0 0 0 1 2 5 Tanpa Malnutrisi
93 4 Sangat Lama 1 0 0 0 2 1 1 0 1 1 7 Malnutrisi
94 2 Cukup Lama 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 5 Tanpa Malnutrisi
95 6 Sangat Lama 0 0 1 0 2 0 0 0 1 1 5 Tanpa Malnutrisi
96 14 Sangat Lama 0 0 0 1 1 1 0 0 1 2 6 Tanpa Malnutrisi
97 5 Sangat Lama 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 5 Tanpa Malnutrisi
98 4 Sangat Lama 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 6 Tanpa Malnutrisi
99 2 Cukup Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 2 1 4 Tanpa Malnutrisi
100 5 Sangat Lama 1 0 0 0 1 1 1 0 2 3 9 Malnutrisi
101 5 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 1 3 5 Tanpa Malnutrisi
102 1 Cukup Lama 0 2 1 1 0 1 1 2 2 2 12 Malnutrisi
103 2 Cukup Lama 0 0 1 0 1 0 0 0 3 2 7 Malnutrisi
104 1 Baru 3 0 0 1 0 0 0 1 3 3 11 Malnutrisi
105 4 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 2 2 5 Tanpa Malnutrisi
106 9 Sangat Lama 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 16 Malnutrisi
107 8 Sangat Lama 0 0 0 1 0 1 1 2 1 1 7 Malnutrisi
108 8 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 1 2 1 5 Tanpa Malnutrisi
109 2 Cukup Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 3 Tanpa Malnutrisi
110 1 Baru 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 3 Tanpa Malnutrisi
111 4 Sangat Lama 0 0 0 1 0 1 1 3 1 2 9 Malnutrisi
112 7 Sangat Lama 2 0 0 1 1 0 0 2 2 2 10 Malnutrisi
113 9 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 3 Tanpa Malnutrisi
114 7 Sangat Lama 0 0 0 1 1 0 0 2 2 1 7 Malnutrisi
115 10 Sangat Lama 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 4 Tanpa Malnutrisi
116 8 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 Tanpa Malnutrisi
102

NO TAHUN KATEGORI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 JUMLAH KATEGORI


117 7 Sangat Lama 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 11 Malnutrisi
118 2 Cukup Lama 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 21 Malnutrisi
119 7 Sangat Lama 1 0 0 0 1 0 0 0 2 0 4 Tanpa Malnutrisi
120 12 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 Tanpa Malnutrisi
121 4 Sangat Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 Tanpa Malnutrisi
122 1 Baru 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 6 Malnutrisi
123 1 Baru 0 0 0 0 0 0 0 2 3 2 7 Malnutrisi
124 6 Sangat Lama 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 3 Tanpa Malnutrisi
125 1 Cukup Lama 0 0 0 0 0 1 1 0 1 2 5 Tanpa Malnutrisi
126 10 Sangat Lama 0 0 1 0 2 0 0 0 0 0 3 Tanpa Malnutrisi
127 1 Cukup Lama 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 4 Tanpa Malnutrisi
128 7 Sangat Lama 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0 4 Tanpa Malnutrisi
129 2 Cukup Lama 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 Tanpa Malnutrisi
130 1 Cukup Lama 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 5 Tanpa Malnutrisi
131 0 Baru 0 0 0 0 2 0 0 1 2 2 7 Malnutrisi
132 10 Sangat Lama 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 6 Tanpa Malnutrisi
133 3 Cukup Lama 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 3 Tanpa Malnutrisi
103

Lampiran 6 Pengolahan Data Hasil Penelitian

FREQUENCIES VARIABLES=LAMA_HD
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
LAMA_HD

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

BARU 16 12.0 12.0 12.0

CUKUP LAMA 34 25.6 25.6 37.6


Valid
LAMA 83 62.4 62.4 100.0

Total 133 100.0 100.0

FREQUENCIES VARIABLES=NUTRISI
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
NUTRISI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

MALNUTRISI 47 35.3 35.3 35.3

Valid TANPA MALNUTRISI 86 64.7 64.7 100.0

Total 133 100.0 100.0

CROSSTABS
/TABLES=LAMA_HD BY NUTRISI
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

LAMA_HD * NUTRISI 133 100.0% 0 0.0% 133 100.0%


104

LAMA_HD * NUTRISI Crosstabulation

NUTRISI Total

MALNUTRISI TANPA
MALNUTRISI

Count 7 9 16
BARU
% within LAMA_HD 43.8% 56.3% 100.0%

Count 12 22 34
LAMA_HD CUKUP LAMA
% within LAMA_HD 35.3% 64.7% 100.0%

Count 28 55 83
LAMA
% within LAMA_HD 33.7% 66.3% 100.0%
Count 47 86 133
Total
% within LAMA_HD 35.3% 64.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-


sided)

Pearson Chi-Square .589a 2 .745


Likelihood Ratio .575 2 .750
Linear-by-Linear Association .477 1 .490
N of Valid Cases 133

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 5,65.
105

Lampiran 7 Riwayat Hidup Penulis

Nama : Lina Nurjanah


Tempat / Tanggal Lahir : Indramayu / 20 Februari 1980
Alamat : Komplek Graha Bukit Raya 3 Blok B.2 No. 15-A
Rt. 09 Rw. 25 Kelurahan Cilame
Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat

Riwayat Pendidikan :
1. SDN CIPANCUH II HAURGEULIS Tahun 1986 s.d 1992
2. SMP NEGERI 5 CIREBON Tahun 1992 s.d 1995
3. SMA NEGERI 1 CIREBON Tahun 1995 s.d 1998
4. AKPER DR. OTTEN BANDUNG Tahun 1998 s.d 2001

Riwaya Pekerjaan :

1. RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2002 s.d sekarang

Anda mungkin juga menyukai