Anda di halaman 1dari 88

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN DEMAM TIFOID PADA ANAK DI


RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL
BUKITTINGGI TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana pada Fakultas Kedokteran
Universitas Baiturrahmah

YOHANA FACHRIZAL
1710070100008

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Tifoid


Pada Anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019

Disusun Oleh
YOHANA FACHRIZAL
1710070100008

Telah disetujui

Padang,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

( dr. Yuni Handayani G, M.Ked ( dr. Haves Ashan, Sp.M )


(Ped), Sp.A )

Penguji 1 Penguji 2

( dr. Nadia Purnama Dewi, ( dr. Gangga Mahatma, Sp.PD )


M.Biomed )

ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Yohana Fachrizal

NIM : 1710070100008

Mahasiswa : Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran

Universitas Baiturrahmah, Padang.

Dengan ini menyatakan bahwa,

1. Karya tulis saya ini berupa skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak di Rumah Sakit
Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019” adalah asli dan belum pernah
dipublikasi atau diajukan untuk mendapatkan gelar akademik di Universitas
Baiturrahmah maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan orang lain, kecuali pembimbing dan pihak lain sepengetahuan
pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang
dan judul buku aslinya serta dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Apabila terdapat penyimpangan didalam pernyataan ini, saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya tulis ini, serta sanksi lain sesuai norma dan hukum yang berlaku.

Padang,
Yang membuat pernyataan,

Yohana Fachrizal

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Tifoid di Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukittinggi Tahun 2019”. Penulisan laporan hasil skripsi ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Kedokteran. Dalam penyusunan dan penulisan hasil skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak, dengan tulus dan segala

kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Ir. H. Musliar Kasim, MS selaku Rektor Universitas

Baiturrahmah yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk

menimba ilmu di Universitas Baiturrahmah.

2. Prof. Dr. dr. Amirmuslim Malik, PhD selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Baiturrahmah yang telah memberikan sarana dan prasarana

dalam penyelesaian skripsi ini.

3. dr. Yuni Handayani G, M.Ked (Ped), Sp.A selaku dosen pembimbing I

yang telah begitu sabar dalam memberikan waktu, pikiran, tenaga, saran,

perhatian serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikann skripsi

ini.

4. dr. Haves Ashan, Sp.M selaku dosen pembimbing II yang telah begitu

sabar dalam memberikan waktu, pikiran, tenaga, saran, perhatian serta

dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. dr. Nadia Purnama Dewi, M.Biomed selaku dosen penguji I yang

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan

saran agar terselesaikannya penulisan skripsi ini.

iv
6. dr. Gangga Mahatma, Sp. PD selaku dosen penguji II yang bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran

agar terselesaikannya penulisan skripsi ini.

7. Teristimewa terima kasih kepada kedua orang tua tercinta dan

tersayang kepada Papa Fachrizal (alm) dan Mama Yeni atas kasih

sayang, dorongan moral dan materil, terutama doa yang selalu

meringankan langkah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi

ini penulis dedikasikan untuk mereka.

8. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-temanku Meli, Annisaa,

Putri, Danul, dan Dolly, juga teman-teman angkatan 2017 NEURO dan

semua pihak yang telah membantu memberikan dukungan yang tidak

mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penulisan laporan hasil skripsi ini, tentunya masih terdapat

kekurangan dalam penulisan karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan

yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis berharap agar dapat diberikan

masukan yang dapat membangun untuk penulisan ini.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkahnya

kepada kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat serta dapat memberikan

sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak.

Padang,

Penulis

v
ABSTRAK

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Tifoid


Pada Anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
Tahun 2019

Yohana Fachrizal

Latar belakang: Demam tifoid menjadi masalah kesehatan terpenting di dunia


terutama negara berkembang. Faktor yang berhubungan dengan demam tifoid
diantaranya sanitasi lingkungan, higiene perorangan, usia, pengetahuan orang tua,
dan sosial ekonomi.
Tujuan: Untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian
demam tifoid pada anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.
Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik-observasional dengan
pendekatan cross-sectional. Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien anak
dengan demam tifoid di bangsal anak RSSN Bukittinggi tahun 2019 yaitu 71
pasien menggunakan teknik total sampling. Analisa data disajikan dalam bentuk
distribusi frekuensi dan persentase, dan pengolahan data menggunakan SPSS
24.0.
Hasil: Distribusi frekuensi responden terbanyak yaitu sanitasi lingkungan rendah
berjumlah 41 anak (57,7%), higiene perorangan rendah berjumlah 43 orang
(60,6%), usia remaja sebanyak 29 orang (40.9%), pengetahuan orang tua buruk
sebanyak 38 orang (53,5%), sosial ekonomi rendah sebanyak 37 orang (52,1%),
dan kejadian demam tifoid sebanyak 57 orang (80,3%). Terdapat hubungan antara
sanitasi lingkungan dengan demam tifoid anak (p = 0,000), higiene perorangan
dengan demam tifoid anak (p = 0,002), tingkat pengetahuan orang tua dengan
demam tifoid anak (p = 0,003), status sosial ekonomi dengan demam tifoid anak
(p = 0,001) dan tidak terdapat hubungan antara usia dengan demam tifoid anak (p
= 0,474).

Kesimpulan: Faktor yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid anak di


Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019 yaitu sanitasi lingkungan,
higiene perorangan, tingkat pengetahuan orang tua, dan status ekonomi.

Kata Kunci: demam tifoid, sanitasi lingkungan, higiene perorangan, usia,


pengetahuan orang tua, status sosial ekonomi

vi
ABSTRACT

The Factors That Related To The Incidens of Typhoid Fever In Children at


National Stroke Hospital Bukittinggi in 2019

Yohana Fachrizal

Background: Typhoid fever still the most important health problem in the world,
especially in developing countries. The factors that related to the incidence of
typhoid fever include environmental sanitation, personal hygiene, age, parental
knowledge, and socio-economic level.
Objective: To knows about the factors of typhoid fever at National Stroke
Hospital Bukittinggi in 2019.
Methods: The type of research is observasional analytic using cross-sectional
design. The affordable population in this study were all pediatric patients
suffering from typhoid fever in the children's ward of the Bukittinggi National
Stroke Hospital in 2019, namely 71 patients using the total sampling technique.
Univariate and bivariate data analysis is presented in the form of frequency
distributions and percentages, and data processing uses SPSS version 24.0.
Results: The most frequent distribution of respondents was low environmental
sanitation, amounting to 41 children (57.7%), low personal hygiene amounting to
43 people (60.6%), teenagers as many as 29 people (40.9%), poor parental
knowledge as many as 38 people. (53.5%), low socioeconomic levels were 37
people (52.1%), and the incidence of typhoid fever was 57 people (80.3%). There
is a relationship between environmental sanitation and typhoid fever in children
(p = 0.000), personal hygiene with typhoid fever in children (p = 0.002),
knowledge level of parents with child typhoid fever (p = 0.003), socioeconomic
status with child typhoid fever (p = 0.001) and there was no relationship between
age and typhoid fever in children (p = 0.474).

Conclusions: Factors related to the incidence of typhoid fever in children at the


Bukittinggi National Stroke Hospital in 2019 are environmental sanitation,
personal hygiene, parental knowledge level, and economic status.

Keywords: Typhoid fever, environmental sanitation, personal hygiene, parental


knowledge level, an economic status

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii


PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .............................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 5


2.1 Demam Tifoid ................................................................................. 5
2.1.1 Definisi .................................................................................. 5
2.1.2 Epidemiologi .......................................................................... 5
2.1.3 Etiologi .................................................................................. 6
2.1.4 Patogenesis ............................................................................ 7
2.1.5 Gejala Klinis .......................................................................... 7
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 8
2.1.7 Tatalaksana ............................................................................ 11
2.1.8 Pencegahan ............................................................................. 13
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Demam Tifoid ...................... 13
2.2.1 Sanitasi Lingkungan .............................................................. 13
2.2.2 Faktor Sanitasi Lingkungan .................................................... 14
2.2.3 Higiene Perorangan ................................................................ 18
2.2.4 Faktor Higiene Perorangan .................................................... 18
2.2.5 Faktor Lain ............................................................................. 19

BAB III. KERANGKATEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS ... 21


3.1 Kerangka Teori ................................................................................. 21
3.2 Kerangka Konsep ............................................................................. 22
3.3 Hipotesis .......................................................................................... 22

BAB IV. METODE PENELITIAN ............................................................. 23


4.1 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 23
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 23
4.2.1 Tempat Penelitian .................................................................. 23
4.2.2 Waktu Penelitian .................................................................... 23
4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................... 23
4.4 Populasi dan Sampel ....................................................................... 23
4.4.1 Populasi Target ...................................................................... 23

viii
4.4.2 Populasi Terjangkau .............................................................. 23
4.4.3 Sampel ................................................................................... 23
4.4.4 Cara Sampling ....................................................................... 24
4.4.5 Besar Sampel ......................................................................... 24
4.5 Variabel Penelitian .......................................................................... 24
4.5.1 Variabel Bebas ....................................................................... 24
4.5.2 Variabel Terikat ..................................................................... 24
4.6 Definisi Operasional ....................................................................... 25
4.7 Cara Pengumpulan Data ................................................................. 26
4.7.1 Alat ........................................................................................ 26
4.7.2 Jenis Data ............................................................................... 26
4.7.3 Cara Kerja .............................................................................. 26
4.8 Alur Penelitian ................................................................................ 27
4.9 Analisis Data ................................................................................... 27
4.10 Etika Penelitian .............................................................................. 28

BAB V. HASIL PENELITIAN .................................................................... 30


5.1 Analisis Univariat ........................................................................... 30
5.2 Analisis Bivariat ............................................................................. 32

BAB VI. PEMBAHASAN ............................................................................. 35


6.1 Sanitasi Lingkungan ....................................................................... 35
6.2 Higiene Perorangan ........................................................................ 35
6.3 Usia ................................................................................................. 36
6.4 Tingkat Pengetahuan Orang Tua .................................................... 36
6.5 Status Sosial Ekonomi .................................................................... 37
6.6 Jenis Kelamin ................................................................................. 37
6.7 Kejadian Demam Tifoid ................................................................. 37
6.8 Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian
Demam Tifoid Anak ....................................................................... 38
6.9 Hubungan Higiene Perorangan Dengan Kejadian
Demam Tifoid Anak ....................................................................... 39
6.10 Hubungan Usia Dengan Kejadian Demam Tifoid Anak ............... 39
6.11 Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Dengan Kejadian
Demam Tifoid Anak ...................................................................... 40
6.12 Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian
Demam Tifoid Anak ...................................................................... 40

BAB VII. PENUTUP ..................................................................................... 42


7.1 Kesimpulan ..................................................................................... 42
7.2 Saran ............................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 44


LAMPIRAN ................................................................................................... 49

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional ...................................................................... 25


Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sanitasi Lingkungan ................ 30
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Higiene Perorangan ................. 30
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia .......................................... 31
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Orang Tua ...................................................................................... 31
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Sosial Ekonomi ............ 31
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin .......................... 32
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Demam Tifoid .......... 32
Tabel 5.8 Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian
Demam Tifoid Anak ...................................................................... 32
Tabel 5.9 Hubungan Higiene Perorangan Dengan Kejadian
Demam Tifoid Anak ...................................................................... 33
Tabel 5.10 Hubungan Usia Dengan Kejadian Demam Tifoid Anak ............... 33
Tabel 5.11 Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Dengan Kejadian Demam
Tifoid Anak ................................................................................... 34
Tabel 5.12 Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Demam Tifoid
Anak .............................................................................................. 34

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Teori .......................................................................... 21


Gambar 3.2 Kerangka Konsep ....................................................................... 22
Gambar 4.1 Alur Penelitian ........................................................................... 27

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Time Schedule .............................................................................. 49


Lampiran 2 Informed Consent ........................................................................ 50
Lampiran 3 Kuesioner ..................................................................................... 51
Lampiran 4 Master Table ................................................................................ 57
Lampiran 5 Hasil Output Analisis Penelitian ................................................. 60
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian ..................................................................... 66
Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian ............................................................... 69

xii
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization


DEPKES RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
IgM : Immunoglobulin M
PCR : Polymerase Chain Reaction
DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi adalah salah satu masalah kesehatan yang utama di negara

maju dan berkembang. Data World Health Organization (WHO) tahun 2015

menyatakan bahwa angka kematian anak usia < 5 tahun di Indonesia disebabkan

oleh penyakit infeksi yaitu sebesar 1-20%.1 Salah satu penyakit infeksi yang

sering menyerang anak yaitu demam tifoid. Demam tifoid merupakan penyakit

demam akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyakit ini

berhubungan erat dengan hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan.2

Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan terpenting di dunia terutama

pada negara berkembang. Berdasarkan data WHO tahun 2019, jumlah kasus

demam tifoid di seluruh dunia diperkirakan sebanyak 21 juta kasus dengan

128.000 sampai 161.000 kematian setiap tahunnya.3 Data dari Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2013, dijumpai kasus demam

tifoid yaitu 350-810 kasus per 100.000 penduduk tiap tahun.4 Profil Kesehatan

Indonesia tahun 2015 menyatakan, demam tifoid menempati urutan ke 3 dari 10

penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit. 5 Di Sumatera Barat pada

tahun 2012 dijumpai angka kejadian demam tifoid sebesar 0,86%. 6

WHO memperkirakan kasus demam tifoid pada anak yang berusia < 5 tahun

berkisar antara 14% hingga 29%, usia 5-9 tahun berkisar 30% hingga 44%, dan

28% sampai 52% berusia 10-14 tahun.7 Demam tifoid khususnya banyak terjadi

pada anak usia sekolah, bahkan dengan tingkat kejadian 4 kali lebih banyak dari

orang dewasa.8 Hal ini dikarenakan pada usia tersebut mereka memiliki aktivitas

1
fisik yang banyak sehingga kurang memperhatikan pola makan dan cenderung

memilih jajan diluar bahkan sebagian besar kurang memperhatikan higienitas. 2

Risiko penularan demam tifoid meningkat pada populasi yang tidak memiliki

akses ke air bersih dan sanitasi yang memadai. Penyakit demam tifoid erat

kaitannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat diantaranya sanitasi lingkungan

yang buruk (kondisi jamban yang tidak layak pakai, kualitas sumber air bersih

yang buruk, kondisi tempat pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat),

dan higiene perorangan yang buruk (tidak mencuci tangan sebelum makan, serta

cara pengolahan dan penyimpanan makanan yang kurang baik).9

Krisis ekonomi yang berkepanjangan juga meningkatkan kasus penyakit

menular, termasuk demam tifoid.4 Tingkat pendidikan orang tua juga merupakan

faktor predisposisi yang mempengaruhi penyakit ini. Semakin tinggi pendidikan

orang tua maka semakin mudah menerima informasi yang dapat digunakan untuk

mencegah anak terjangkit penyakit demam tifoid.10

Survey awal yang peneliti lakukan di Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi pada Maret 2020 didapatkan kasus terbanyak yang dirawat inap di

bangsal anak tahun 2019 adalah demam tifoid dengan 71 kasus. Kasus ini

mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018 yaitu 62 kasus.11

Melihat tingginya angka kejadian demam tifoid pada anak di Rumah Sakit

Stroke Nasional Bukittinggi, dan masih jarangnya penelitian yang dilakukan

terhadap demam tifoid pada anak khususnya di Sumatera Barat, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

tahun 2019 .

2
1.2 Rumusan Masalah

Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid pada

anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian

demam tifoid pada anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan sanitasi

lingkungan di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

2. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan higiene perorangan

di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

3. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di Rumah

Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

4. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat

pengetahuan orang tua di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun

2019.

5. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan status sosial

ekonomi di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

6. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di

Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

7. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian demam

tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

3
8. Mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian demam

tifoid anak di Rumah Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

9. Mengetahui hubungan antara higiene perorangan dengan kejadian demam

tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

10. Mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian demam tifoid anak di

Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

11. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua dengan

kejadian demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

tahun 2019.

12. Mengetahui hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian

demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun

2019.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak,

antara lain sebagai berikut:

1. Dalam bidang ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan tambahan informasi secara teoritis dan empiris mengenai

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid anak di

Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

2. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi informasi bagi Dinas Kesehatan

dalam menanggulangi kasus demam tifoid anak. Bagi Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukittinggi menjadi bahan masukan untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan.

4
3. Manfaat bagi masyarakat yaitu sebagai masukan dalam upaya pencegahan

terjadinya demam tifoid pada anak.

4. Dalam bidang penelitian, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi

referensi dan data dasar bagi penelitian selanjutnya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Tifoid

2.1.1 Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh

bakteri Salmonella typhi dimana bakteri ini memasuki makanan dan minuman

yang sudah terkontaminasi oleh feses atau urin dari orang yang terinfeksi bakteri

tersebut.12

2.1.2 Epidemiologi

Demam tifoid banyak ditemukan di negara berkembang di mana hygiene

perorangan dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Angka kejadian global

demam tifoid diperkirakan mencapai 21 juta kasus pada tahun 2019. 3 Angka ini

jauh meningkat dibandingkan data pada tahun 2018 yang juga dilaporkan WHO

yaitu sebesar 11-20 juta kasus.13

Di Indonesia diperkirakan antara 800-100.000 orang yang terinfeksi demam

tifoid sepanjang tahun. Kasus tifoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia

3-19 tahun dengan angka kematian 20.000 pertahunnya.14

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 menunjukkan bahwa gambaran 10

penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit, prevalensi kasus

demam tifoid sebesar 5,13%. Penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit

dengan Case Fatality Rate tertinggi sebesar 0,67%.5

Prevalensi demam tifoid di Sumatera Barat tahun 2012 mencapai 0,86%

dengan kasus terbanyak dialami oleh anak usia 5-14 tahun.6

6
2.1.3 Etiologi

Penyebab dari demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Salmonella

typhi merupakan bakteri yang berbentuk batang, tidak berspora, memiliki ukuran

antara 0,7 – 1,5 µm dan panjang 2,0 – 5,0 µm, besar koloni rata-rata 24 mm,

dominan bergerak dengan flagel peritrik dan termasuk bakteri gram negatif. 15

Pada umumnya, bakteri Salmonella typhi bersifat patogen yang dapat

menginfeksi manusia. Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa

hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan

farmasi dan tinja. Bakteri ini akan mati pada suhu 54,4 o C dalam 1 jam, atau 60o C

dalam 15 menit. Salmonella typhi mempunyai antigen O (stomatik), yaitu

komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas, dan anti gen H

(flagellum) yang merupakan protein yang labil terhadap panas. Pada Salmonella

typhi juga terdapat antigen Vi yaitu poli sakarida kapsul. 16

Salmonella typhi menyebar melalui saluran pencernaan. Bakteri ini masuk ke

tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Cara

penularannya melalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang kemudian

secara pasif terbawa oleh lalat. Lalat tersebut mengkontaminasi makanan dan

minuman yang dikonsumsi. Saat kuman masuk ke dalam saluran pencernaan

manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke

usus halus.17

Setelah melewati usus halus, kuman tersebut masuk ke kelenjar getah bening,

pembuluh darah, dan organ tubuh terutama hati dan empedu. Hal tersebut yang

menyebabkan feses penderita bisa mengandung Salmonella typhi yang siap

menginfeksi manusia lain melalui makanan atau pun minuman yang dicemari.18

7
2.1.4 Patogenesis

Patogenesis demam tifoid merupakan suatu proses yang kompleks karena

melalui beberapa tahapan. Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh

bersamaan dengan makanan yang terkontaminasi dan dikonsumsi penderita. Saat

melewati lambung dengan suasana asam banyak bakteri yang mati. Bakteri yang

masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian

menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan jejunum. 12

Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan

hidup dan multiplikasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus

halus lalu menimbulkan tukak pada mukosa usus. Hal ini dapat menyebabkan

perdarahan dan perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe

mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES

(Reticulo Endothelial System) di organ hati dan limpa.19

Setelah periode inkubasi, Salmonella typhi keluar dari habitatnya melalui

duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sum-sum

tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Ekskresi bakteri

di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui feses. 20

Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal

dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan

nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gelaja klinis

pada demam tifoid.18

2.1.5 Gejala Klinis

Setelah seseorang terinfeksi Salmonella typhi, periode asimtomatik

berlangsung 7 sampai 14 hari. Pasien umumnya datang ke rumah sakit menjelang

8
akhir minggu pertama setelah terjadi gejala demam, nyeri kepala, anoreksia, nyeri

perut, mual, batuk kering dan mialgia. Lidah kotor, nyeri abdomen, diare,

hepatomegali dan splenomegali sering ditemukan. 21 Kasus yang parah dapat

menyebabkan komplikasi serius atau bahkan kematian. 13

Gejala klinis demam tifoid pada bayi seringkali berupa gastroenteritis dan

sepsis. Bayi biasanya tertular dari ibu yang menderita demam tifoid. Pada

kelompok usia kurang dari 5 tahun, gejala yang muncul lebih ringan dan tidak

spesifik, kadang hanya berupa demam disertai gejala gastrointestinal, namun bila

tidak terdiagnosis dengan cepat dapat mengalami komplikasi yang berat. Pada

kelompok usia diatas 5 tahun (usia sekolah), gejala klasik demam tifoid biasanya

ditemui.22

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Selain gejala dan tanda spesifik dari demam tifoid, beberapa pemeriksaan

penunjang yang sering dipakai untuk mendiagnosis demam tifoid yaitu:

1) Pemeriksaan Kultur

Pemilihan spesimen untuk kultur sebagai penunjang diagnosis

pada demam minggu pertama dan awal minggu kedua adalah darah,

karena masih terjadi bakteremia. Hasil kultur darah positif sekitar 40%-

60%. Sedangkan pada minggu kedua dan ketiga spesimen sebaiknya

diambil dari kultur tinja (sensitivitas <50%) dan urin (sensitivitas 20-

30%). Sampel biakan sumsum tulang lebih sensitif, sensitivitas pada

minggu pertama 90%, namun invasif dan sulit dilakukan dalam praktek.23

9
2) Pemeriksaan Serologis

a) Uji Widal

Pemeriksaan widal masih menjadi uji serologis rutin di

berbagai daerah endemik. Hal ini karena pemakaian yang relatif

mudah, murah, dan membutuhkan peralatan yang lebih sederhana.

Namun uji widal memiliki banyak kelemahan seperti rendahnya

sensitivitas dan spesifisitas serta manfaatnya masih diperdebatkan

dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan nilai

standar aglutinasi. 24

Pemeriksaan serologi ini bertujuan untuk mendeteksi

adanya antibodi di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella

typhi (reagen). Pemeriksaan dengan uji widal dilakukan dengan

mendeteksi adanya antibodi aglutinin dalam serum pasien yang

dicurigai demam tifoid pada antigen yang berada pada flagella (H)

dan badan bakteri (O). Hasil positif dengan pemeriksaan ini lebih

spesifik dengan ditunjukkannya titer aglutinin sebesar ≥ 1/200.

Karena menggunakan reaksi aglutinasi, maka akan lebih

bermakna bila dilakukan pemeriksaan widal sebanyak dua kali

yaitu pada fase akut dan 7-10 hari setelah fase tersebut. Sebab,

aglutinin O dan H secara signifikan meningkat kurang lebih 8 hari

setelah onset demam hari pertama. Jika peningkatan titer terjadi

sebanyak empat kali, maka hasilnya positif secara signifikan. 25

10
b) Pemeriksaan Tubex

Tes Tubex merupakan salah satu uji serologis yang memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji widal. Tes

tubex menggunakan pemisahan partikel untuk mendeteksi antibodi

IgM (Immunoglobulin M) dari seluruh serum pada antigen O9

lipopolisakarida. Antibodi pasien menghambat pengikatan antara

partikel indikator yang dilapisi dengan antibody monokronal anti-

O9 dan lipopolisakarida yang dilapisi partikel magnetik. Spesimen

dapat menggunakan sampel serum atau plasma heparin. 26

Tes Tubex dapat dijadikan pemeriksaan ideal dan digunakan

secara rutin karena cepat dan mudah. Kelebihan lain dari tes tubex

yaitu mendeteksi infeksi akut Salmonella typhi secara dini karena

antibody IgM muncul pada hari ke-3 terjadinya demam,

mempunyai sensitivitas tinggi terhadap kuman Salmonella,

membutuhkan sampel darah yang sedikit, serta hasilnya dapat

diperoleh dengan cepat.23

Namun, tes tubex ini tidak dapat digunakan pada spesimen

yang sangat hemolitik atau ikterik. Selain itu, kadang-kadang sulit

untuk menginterpretasikan hasil positif lemah.27

3) Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan PCR memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang lebih

tinggi dibandingkan uji widal dan tes tubex. Pemeriksaan PCR

menggunakan primer H1-d yang dapat digunakan untuk mengamplifikasi

11
gen spesifik S.typhi dan merupakan pemeriksaan yang cepat dan

menjanjikan.28

Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini

meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu,

adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR

(hemoglobin, heparin dalam spesimen darah, bilirubin dan garam

empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi, dan teknis yang

relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih

belum memberikan hasil yang memuaskan, sehingga hingga saat ini

penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian. 29

4) Pemeriksaan Hematologi

Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukopenia dan

neutropenia. Pada anak umumnya terjadi leukositosis yang dapat

mencapai 20.000-25.000/mm3.23

Pemeriksaan trombosit merupakan pemeriksaan hematologi yang

sangat penting untuk mengetahui derajat keparahan penyakit tifoid.

Derajat keparahan penyakit ini dapat ditinjau dari penurunan jumlah

trombosit yang menandakan terjadinya infeksi akut pada penderita dan

berpotensi fatal jika tidak diberi pengobatan.30

Trombosit yang rendah pada penderita demam tifoid disebabkan

karena pengaruh endotoksin bakteri S. typhi yang merangsang makrofag

untuk melepaskan produknya yaitu sitokin dan mediator untuk

menyerang sum-sum tulang, sehingga depresi sum-sum tulang,

12
berkurangnya produksi trombosit dan penghentian tahap pematangan

trombosit.31

2.1.7 Tatalaksana

Terapi yang dapat diberikan untuk demam tifoid terdiri dari terapi non

farmakologis dan farmakologis. Untuk terapi non farmakologis demam tifoid

diantaranya tirah baring yang dilakukan minimal 7 hari bebas demam atau kurang

lebih sampai 14 hari, diet lunak rendah serat dengan asupan serat maksimal 8

gram/hari, menghindari susu, daging berserat kasar, lemak, makanan atau

minuman terlalu manis, asam, berbumbu tajam, serta diberikan dalam porsi

kecil.32

Penderita demam tifoid harus mendapatkan cairan yang cukup, baik secara

oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat

disertai komplikasi, penurunan kesadaran, serta sulit makan. Dosis cairan

parenteral tergantung pada kebutuhan. Cairan yang diberikan harus mengandung

elektrolit dan kalori yang optimal.33

Penggunaan antibiotik merupakan terapi farmakologi utama pada demam

tifoid, karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella Typhi berhubungan

dengan keadaan bakterimia. Pemberian terapi antibiotik demam tifoid pada anak

akan mengurangi komplikasi dan angka kematian, memperpendek perjalanan

penyakit serta memperbaiki gambaran klinis salah satunya terjadi penurunan

demam.34

Kloramfenikol merupakan pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid

anak karena efektif, murah, mudah didapat, dan dapat diberikan secara oral.

Umumnya perbaikan klinis sudah tampak dalam waktu 72 jam dan suhu akan

13
kembali normal dalam waktu 3-6 hari, dengan lama pengobatan antara 7-14 hari.

Pada anak dapat diberikan antibiotik kloramfenikol untuk obat pilihan lini

pertama serta azitromisin dan sefiksim untuk obat pilihan lini kedua. 35

Kloramfenikol diberikan 10-14 hari tergantung tingkat keparahan

penyakitnya. Anak-anak usia 1-12 tahun diberikan 100mg/kgBB/hari dalam 3

dosis terbagi. Sedangkan untuk anak usia ≥ 13 tahun diberi 3 gram/hari dalam 3

dosis terbagi.36

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein sel mikroba.

Efek samping yang sangat berat yaitu anemia aplastik dan bila diberikan pada

bayi < 2 minggu dengan gangguan hepar dan ginjal, kloramfenikol akan

terakumulasi dengan darah bayi khususnya pada pemberian dosis tinggi akan

menyebabkan gray baby syndrome, serta dapat menghambat pembentukan sel-sel

darah (eritrosit, trombosit, dan granulosit) yang timbul dalam waktu 5 hari

sesudah dimulainya terapi.37

Pilihan terapi lainnya yang dapat diberikan yaitu tiamfenikol. Tiamfenikol

merupakan antibiotik spectrum luas yang mempunyai cara kerja sama seperti

kloramfenikol. Dosis tiamfenikol yang diberikan kepada anak-anak yaitu 20-30

mg/kgBB/hari.38

Seftriakson juga dapat menjadi pilihan terapi demam tifoid karena memiliki

efektivitas tinggi terhadap bakteri Salmonella typhi. Dosis terapi seftriakson untuk

demam tifoid anak adalah 50-80 mg/kgBB dengan dosis tunggal dalam sekali

pemberian.39

14
2.1.8 Pencegahan

Demam tifoid sering terjadi pada tempat dengan sanitasi yang buruk. Akses

air bersih dan sanitasi yang memadai, kebersihan makanan dan vaksinasi tifoid

dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini. Pastikan makanan layak untuk

dikonsumsi, hindari makanan mentah, dan selalu pastikan air minum yang

dikonsumsi aman.

Cuci tangan dengan sabun khususnya setelah kontak dengan hewan

peliharaan ataupun ternak, juga setelah keluar dari toilet. Cuci buah dan sayuran

dengan hati-hati, terutama bila dimakan mentah. Jika memungkinkan, buah dan

sayuran yang akan dikonsumsi dikupas terlebih dahulu. 40

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Demam Tifoid

2.2.1 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang

mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, dan

sebagainya. Sanitasi lingkungan ditujukan untuk memenuhi persyaratan

lingkungan yang sehat dan nyaman.41

Lingkungan mempunyai andil besar terhadap status kesehatan yang disusul

oleh perilaku. Sanitasi lingkungan merupakan kondisi atau keadaan lingkungan

optimum yang berpengaruh positif terhadap perwujudan status kesehatan

optimum. Lingkup sanitasi lingkungan mencakup perumahan, pembuangan

kotoran (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, dan pembuangan

limbah.42

15
Sanitasi lingkungan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan,

terutama sarana air bersih, ketersediaan jamban, pengolahan air limbah,

pembuangan sampah dan pencemaran tanah. Pembuangan tinja dapat secara

langsung mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, air tanah, serangga dan

bagian-bagian tubuh. Perlu pengaturan pembuangan sampah agar tidak

membahayakan kesehatan manusia karena dapat menjadi gudang makanan bagi

vektor penyakit. Sayuran yang dimakan mentah dapat menjadi media transmisi

penyakit dari tanah yang tercemar tinja.43

2.2.2 Faktor Sanitasi Lingkungan yang Mempengaruhi Kejadian Demam

Tifoid

A. Sarana Air Bersih

Air untuk keperluan higiene sanitasi adalah air dengan kualitas tertentu yang

digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya berbeda dengan air

minum.44 Penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat karena penyediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya

penyakit di masyarakat.45

Ketersediaan air yang mudah dijangkau dan berkelanjutan berpengaruh

terhadap kesehatan masyarakat, produktivitas ekonomi dan kualitas hidup

masyarakat secara keseluruhan. Hingga saat ini ketersediaan air bersih masih

menjadi masalah di Indonesia. Masyarakat dikatakan memiliki akses terhadap air

bersih apabila memenuhi syarat yaitu: (1) ketersediaan air dalam jumlah yang

cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, (2) kualitas air yang memenuhi

baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan, dan (3) kontinuitas

artinya air selalu tersedia ketika diperlukan.18

16
Sarana air bersih merupakan salah satu sarana sanitasi yang penting berkaitan

dengan kejadian demam tifoid.46 Jenis sarana air bersih yang biasa digunakan

masyarakat adalah:

a. Sumur gali

Sumur gali yang boleh digunakan harus memenuhi persyaratan

fisik yang sudah ditentukan untuk memperkecil kemungkinan

pencemaran. Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah sumur harus

berjarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran, lantai sumur

harus kedap air, tinggi bibir sumur minimal 0,8 meter dan sumur harus

memiliki tutup yang kuat dan rapat.47

b. Penampungan air hujan

Air hujan yang boleh dikonsumsi akan ditampung dalam bak air

besar dan harus melewati proses penyaringan terlebih dahulu.48

c. Mata air

Air dari sumber mata air berasal dari dalam tanah dan belum

terkontaminasi oleh zat pencemar sehingga aman untuk dikonsumsi

manusia. Namun, jumlah mata air sangat terbatas sehingga hanya

mampu untuk memenuhi kebutuhan sebagian kecil penduduk saja.49

d. Perpipaan

Pipa yang digunakan harus kuat tidak mudah pecah, jaringan pipa

tidak boleh terendam air kotor, bak penampungan harus rapat air dan

tidak dapat dicemari oleh sumber pencemar, pengambilan air harus

melalui kran.50

17
Bakteri Salmonella typhi dapat bertahan hidup lama dalam air,

tanah atau bahan makanan. Hal ini menyebabkan kondisi air bersih

harus lebih diperhatikan.51

B. Rumah Sehat

Rumah yang sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal. Rumah sehat harus memenuhi kebutuhan fisiologis,

psikologis, dapat terhindar dari sakit menular dan terhindar dari kecelakaan. 52

Secara umum rumah yang dapat dikatakan sebagai rumah sehat harus

mencakup kriteria sebagai berikut: (1) Sarana kesehatan lingkungan, (2) Keadaan

rumah, (3) Binatang penular penyakit, (4) Perkarangan, (5) Perilaku penghuni

rumah, (6) Keadaan jamban, (7) Kandang dan, (8) Penyediaan air bersih. 53

Beberapa persyaratan rumah sehat yaitu:

a. Tersedianya pembuangan kotoran manusia

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat:

i. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang

penampungan berjarak 10 - 15 meter dari sumber air

minum.

ii. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga

maupun tikus.

iii. Cukup luas dan landau/ miring kea rah lubang jongkok agar

tidak mencemari tanah di sekitarnya.

iv. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya.

v. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air

dan berwarna terang.

18
vi. Cukup penerangan

vii. Lantai kedap air

viii. Ventilasi cukup baik.

ix. Tersedianya air dan alat pembersih.54

Peranan feses dalam penyebaran penyakit sangat besar.

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan feses disertai dengan

cepatnya pertambahan penduduk akan mempercepat penyebaran

penyakit yang ditularkan melalui tinja. Jamban keluarga yang

memenuhi persyaratan kesehatan akan menurunkan risiko terjadinya

penularan penyakit termasuk demam tifoid.55

b. Tersedianya tempat pembuangan sampah dan limbah rumah tangga

Tempat sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan

lingkungan dapat mengakibatkan sampah digunakan untuk sarang

dan tempat perkembang biakan vektor penyakit demam tifoid, yaitu

lalat.56

Air limbah harus segera ditangani untuk mencegah pengotoran

sumber air tanah, menjaga kebersihan makanan termasuk sayuran

agar tidak terkontaminasi, melindungi ikan dari pencemaran,

mencegah perkembang biakan bibit penyakit, menghilangkan bau

dan pemandangan tidak sedap.

Saluran pembuangan air limbah hendaknya memenuhi syarat:

jarak dengan sumber air bersih minimal 10 meter, tidak

menimbulkan genangan air, tidak menimbulkan bau, tidak bocor

sampai meluap, dan harus diberi tutup yang cukup rapat.57

19
c. Tersedianya tempat penyimpanan dan cara pengelolaan makanan yang

benar

Sekitar 80% penyakit yang tertular melalui makanan

disebabkan oleh bakteri patogen. Beberapa faktor yang

mempengaruhinya antara lain higiene perorangan yang buruk, cara

penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan peng

olahan makanan yang tidak bersih. Salah satu penyebabnya adalah

kurangnya pengetahuan dalam memperhatikan kesehatan diri dan

lingkungannya dalam proses pengolahan makanan yang baik dan

sehat.58

2.2.3 Higiene Perorangan

Higiene perorangan merupakan upaya seseorang untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatannya. Higiene dapat dilakukan dengan mencuci

tangan menggunakan air mengalir dan sabun sebelum makan, setelah bekerja, dan

setelah buang air besar. Higiene perorangan meliputi kebiasaan memotong kuku

secara teratur, mencuci sayuran mentah sampai bersih sebelum dikonsumsi, dan

buang air besar di jamban yang sehat.59

2.2.4 Faktor Higiene Perorangan yang Mempengaruhi Kejadian Demam

Tifoid

A. Kebiasaan mencuci tangan

Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan,

setelah bekerja, dan setelah buang air besar dapat mengurangi jumlah

bakteri atau parasit yang masuk ke dalam tubuh dengan cara melarutkan

lemak dan menurunkan tegangan permukaan partikel-partikel kotoran

20
yang menempel di tangan. Anak-anak yang mencuci tangan dengan air

saja (tanpa sabun) 3 kali lebih beresiko terinfeksi penyakit dibandingkan

dengan mencuci tangan dengan air sabun.60

B. Kebiasaan makan di luar rumah

Makan jajanan di luar rumah berisiko terhadap penularan penyakit

karena penanganannya yang sering tidak higienis, yang memungkinkan

terkontaminasi oleh mikroba beracun maupun bahan tambahan pangan.

Infeksi dari makanan akan timbul apabila mengkonsumsi makanan yang

terkontaminasi mikroorganisme patogen yang hidup. Mikroorganisme

tersebut akan berkembang di dalam tubuh, apabila jumlahnya banyak

akan menimbulkan gejala-gejala penyakit.61

C. Cara penyimpanan dan pengolahan makanan

Bahan mentah yang hendak dimakan tanpa dimasak terlebih

dahulu misalnya sayuran atau buah hendak dicuci bersih dibawah air

mengalir untuk mencegah bahaya pencemaran oleh bakteri, telur,

bahkan pestisida. Alasan tidak mencuci bahan makanan mentah

sebelum dikonsumsi karena tampak bersih bahkan baru dibasahi oleh air

hujan sehingga tidak perlu dicuci padahal kontaminasi langsung

makanan mentah dengan Salmonella typhi dapat terjadi dari tempat

bahan makanan tersebut berasal misalnya dipupuk dengan kompos. 62

2.2.5 Faktor Lain yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid

A. Usia

Demam tifoid paling banyak diderita oleh pasien berumur 12-30

tahun yaitu 70-80% kasus, 10-20% berumur 30-40 tahun, dan sedikit

21
pada pasien berumur diatas 40 tahun. Pada usia 3-19 tahun yaitu

kelompok anak usia sekolah kemungkinan besar kejadian demam tifoid

diakibatkan sering jajan di sekolah atau luar rumah. Sedangkan usia 20-

30 tahun merupakan kelompok pekerja dimana sering melakukan

aktivitas di luar rumah sehingga beresiko terinfeksi Salmonella typhi.63

B. Status Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi digambarkan dengan besarnya penghasilan.

Bagi seseorang dengan penghasilan baik tentu tidak sulit melakukan

pencegahan ataupun pengobatan penyakit. Sedangkan seseorang yang

berpenghasilan rendah sering ditemukan beberapa masalah kesehatan. 64

C. Tingkat Pengetahuan Orang Tua

Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain

adalah pekerjaan, pengalaman, pendidikan, sosial ekonomi, dan

keterdapatan informasi. Pengetahuan orang tua tentang demam tifoid

sangat dibutuhkan untuk mencegah anak agar tidak terjangkit penyakit

ini.65

22
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN
HIPOTESIS

3.1 Kerangka Teori

Sanitasi Lingkungan:
-Sumber air bersih
-Sarana pembuangan tinja
-Kondisi tempat pembuangan
sampah

Lingkungan

-Usia

-Tingkat pengetahuan Demam Tifoid


orangtua Anak

-Status sosial ekonomi

Perilaku

Higiene Perorangan:
-Kebiasaan jajan diluar
rumah
- Kebiasaan mencuci tangan
setelah BAB
-Kebiasaan anak mencuci
tangan sebelum makan
-Cara pengolahan dan
penyimpanan makanan

Gambar 3.1 Kerangka Teori

23
3.2 Kerangka Konsep

Variabel Bebas

Sanitasi lingkungan

Higiene perorangan Variabel Terikat

Usia Demam tifoid anak

Tingkat pengetahuan orang


tua

Sosial ekonomi

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

3.3 Hipotesis
Dalam penelitian ini rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan terhadap kejadian demam

tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

2. Terdapat hubungan antara higiene perorangan terhadap kejadian demam

tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

3. Terdapat hubungan antara usia terhadap kejadian demam tifoid anak di

Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

4. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua terhadap

kejadian demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

tahun 2019.

24
5. Terdapat hubungan antara status sosial ekonomi terhadap kejadian

demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun

2019.

25
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah ruang lingkup disiplin ilmu kesehatan anak.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2020 - Desember 2020.

4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Rancangan

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah retrospektif.

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini yaitu pasien anak yang menderita demam

tifoid di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

4.4.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang

menderita demam tifoid di bangsal anak Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

tahun 2019, yaitu sebanyak 71 pasien.

26
4.4.3 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien anak dengan demam tifoid di

bangsal anak Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019 yang

memenuhi kriteria :

Kriteria Inklusi

a) Pasien dengan diagnosis demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi dengan hasil pemeriksaan uji widal (+).

b) Pasien atau orang tua pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

Kriteria Eksklusi

a) Pasien atau orang tua pasien demam tifoid anak yang tidak dapat dihubungi

via telefon

b) Pasien atau orang tua pasien demam tifoid anak yang tidak bersedia menjadi

responden.

4.4.4 Cara Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

menggunakan total sampling.

4.4.5 Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan adalah seluruh populasi terjangkau yaitu 71

orang dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Variabel Bebas

Variable bebas pada penelitian ini meliputi : Sanitasi lingkungan, higiene

perorangan, usia, tingkat pengetahuan orang tua, dan sosial ekonomi.

27
4.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian demam tifoid anak.

4.6 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Variabel
bebas

Sanitasi Upaya untuk Wawancara Kuesioner 1. Baik: 6-9 Ordinal


lingkungan pengendalian 2. Buruk: ≤ 5
semua faktor
lingkungan
yang dapat
menimbulkan
penyakit
demam tifoid.

Higiene Suatu tindakan Wawancara Kuesioner 1.Baik : 6-14 Ordinal


perorangan memelihara 2.Buruk : ≤ 5
kebersihan dan
kesehatan pada
diri individu
dengan baik.

Usia Usia yang Rekam Observasi 1.Balita : 0-5 Interval


tercantum Medik tahun
dalam rekam
medis ketika 2.Anak-Anak :
didiagnosis 5-12 tahun
demam tifoid.
3.Remaja : 13-
19 tahun
Tingkat Tingkat Wawancara Kuesioner 1. Baik : ≥ 15 Ordinal
pengetahuan pengetahuan 2. Buruk : < 15
orang tua orangtua
berpengaruh
penting dalam
pencegahan
kejadian
demam tifoid
pada anak.

28
Jenis kelamin Jenis kelamin Rekam Observasi 1.Laki-laki Nominal
responden Medik 2.Perempuan
dalam
penelitian
Sosial Sosial Wawancara Kuesioner 1: Pendapatan Ordinal
ekonomi ekonomi tinggi
didasarkan ( ≥ besaran
pada UMR Rp.
pendapatan 2.484.041 )
yaitu segala
bentuk 2: Pendapatan
penghasilan rendah
yang diterima ( ≤ besaran
oleh keluarga UMR =Rp.
dalam bentuk 2.484.041 )
rupiah yang
diterima setiap
bulannya.
Variabel
terikat

Kejadian Pasien yang Rekam Observasi 1. Demam Ordinal


demam tifoid datang ke medik tifoid
Rumah Sakit 2. Demam
Stroke tifoid +
Nasional komorbid
Bukittinggi
dan
terdiagnosa
demam tifoid

4.7 Cara Pengumpulan Data

4.7.1 Alat

Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah kuesioner.

4.7.2 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang

diambil dari hasil wawancara peneliti dengan responden dan data sekunder, yaitu

dari data rekam medis Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.

29
4.7.3 Cara Kerja

Penelitian ini diawali dengan melakukan survey populasi yang dilakukan

langsung ke Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Selanjutnya ditentukan

jumlah sampel minimal untuk penelitian. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi

selanjutnya akan dihubungi melalui sambungan telepon untuk melakukan

wawancara dan pengisian kuesioner dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi tahun 2019.

4.8 Alur Penelitian

Survei awal data ke Identifikasi objek


Rumah Sakit Stroke yang masuk ke
Nasional Bukittinggi dalam penelitian

Sampel Kriteria inklusi

Analisis dan
Hasil penelitian
pengolahan data

Kesimpulan

Gambar 4.1 Alur Penelitian

4.9 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Penelitian ini menggunakan analisis univariat yaitu sanitasi

lingkungan, higiene perorangan, usia, tingkat pengetahuan orang tua, dan

status sosial ekonomi.

30
b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara dua

variabel, yaitu variabel bebas (sanitasi lingkungan, higiene perorangan,

usia, tingkat pengetahuan orang tua, dan status sosial ekonomi) dan

terikat (kejadian demam tifoid anak) menggunakan uji hipotesis Chi

Square.

Data yang diperoleh dari variabel yang diteliti akan diolah dan dianalisa

menggunakan SPSS Statistics 24.0 dengan beberapa pendekatan statistik sebagai

berikut:

1. Editing data

Peneliti melakukan pemeriksaan terhadap data yang telah

dikumpulkan. Termasuk memeriksa kelengkapan dan kesalahan dari data

yang diambil.

2. Coding data

Peneliti memberikan kode pada data yang telah diperoleh untuk

mempermudah pengelompokan dan klasifikasi data.

3. Entry data

Peneliti memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam program

komputer untuk dianalisis.

4. Cleaning data

Data yang sudah dimasukkan akan diperiksa kembali untuk

mencegah kemungkinan adanya kekurangan ataupun kesalahan dalam

pengkodean data.

31
5. Penyajian data

Memasukkan data hasil penelitian pada pengklasifikasian kedalam

tabel sesuai kriteria agar memudahkan dalam pengolahan data selanjutnya.

tabel yang berisikan variabel yang diteliti.

4.10 Etika Penelitian

1. Persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) atau ethical

clearance diperoleh dari Fakultas Kedokteran Baiturrahmah.

2. Persetujuan dari Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.

3. Peneliti menjunjung tinggi privasi responden pada data rekam medis

dengan menjaga kerahasiaan dari informasi yang diperoleh selama

penelitian.

4. Data hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

5. Biaya yang diperlukan selama penelitian merupakan tanggung jawab dari

peneliti.

32
BAB V
HASIL PENELITIAN

Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

dikumpulkan data sebanyak 71 pasien demam tifoid anak, dan dipilih secara total

sampling. Pengambilan sampel berdasarkan data yang berada di ruangan bangsal

anak ditambah dengan data dari rekam medik.

5.1 Analisis Univariat

Hasil penelitian didapatkan distribusi frekuensi pasien demam tifoid anak di

Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019 dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sanitasi


Lingkungan di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019
Sanitasi Lingkungan f %
1. Baik 30 42.3%
2. Buruk 41 57.7%
Jumlah 71 100%

Tabel 5.1 menjelaskan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan

sanitasi lingkungan terbanyak adalah pasien dengan sanitasi yang buruk

berjumlah 41 anak (57.7%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Higiene Perorangan


di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019
Higiene perorangan f %
1. Baik 28 39.4%
2. Buruk 43 60.6%
Jumlah 71 100%

33
Tabel 5.2 menjelaskan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan

higiene perorangan terbanyak adalah pasien dengan higiene yang buruk berjumlah

43 anak (60.6%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Rumah


Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019
Usia f %
1. Balita 16 22.5%
2. Anak-Anak 26 36.6%
3. Remaja 29 40.9%
Jumlah 71 100%

Tabel 5.3 menjelaskan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan

usia terbanyak adalah usia remaja dengan jumlah 29 anak (40.9%).

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat


Pengetahuan Orang Tua di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun
2019
Tingkat Pengetahuan f %
Orang Tua
1. Baik 33 46.5%
2. Buruk 38 53.5%
Jumlah 71 100%

Tabel 5.4 menjelaskan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan

tingkat pengetahuan orang tua terbanyak adalah pengetahuan yang buruk yaitu

berjumlah 38 anak (53.5%).

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Sosial


Ekonomi di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019
Status Sosial Ekonomi f %
1. Tinggi 34 47.9%
2. Rendah 37 52.1%
Jumlah 71 100%

34
Tabel 5.5 menjelaskan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan

status sosial ekonomi terbanyak adalah pasien dengan sosial ekonomi rendah

berjumlah 37 anak (52.1%).

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di


Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019
Jenis Kelamin f %
1. Laki-Laki 33 46.5%
2. Perempuan 38 53.5%
Jumlah 71 100%

Tabel 5.6 menjelaskan bahwa distribusi frekuensi responden berdasarkan

jenis kelamin terbanyak adalah perempuan berjumlah 38 anak (53.5%).

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Demam


Tifoid di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019
Kejadian Demam Tifoid f %
1. Demam Tifoid 57 80.3%
2. Demam Tifoid + Komorbid 14 19.7%
Jumlah 71 100%

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa responden dengan demam tifoid

sebanyak 57 orang (80.3%). Sedangkan responden demam tifoid dengan

komorbid sebanyak 14 orang (19.7%).

35
5.2 Analisis Bivariat

Hasil penelitian didapatkan faktor-faktor yang berhubungan antara kejadian

demam tifoid melalui analisis uji chi square.

Tabel 5.8. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Demam Tifoid


Anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019
Kejadian Demam Tifoid
Sanitasi p
Demam Tifoid + Total
Lingkungan Demam Tifoid value
Komorbid
n % n % N %
1. Baik 17 56.7% 13 43.3% 30 100%
0.000
2. Buruk 40 97.6% 1 2.4% 41 100%
Total 57 80.3% 14 19.7% 71 100%

Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil pengukuran dengan uji chi square

yang menunjukkan nilai p = 0.000 yang artinya < 0.05. Hal ini menunjukkan

bahwa Ho diterima yang artinya terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan

dengan kejadian demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

tahun 2019.

Tabel 5.9. Hubungan Higiene Perorangan Dengan Kejadian Demam Tifoid


Anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019
Kejadian Demam Tifoid
Higiene p
Demam Tifoid + Total
Perorangan Demam Tifoid value
Komorbid
n % n % N %
1. Baik 26 92.8% 2 7.2% 28 100%
0.002
2. Buruk 31 72.0% 12 28.0% 43 100%
Total 57 80.3% 14 19.7% 71 100%

Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan hasil pengukuran dengan uji chi square

yang menunjukkan nilai p = 0.002 yang artinya < 0.05. Hal ini menunjukkan Ho

diterima maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara higiene perorangan

dengan kejadian demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

tahun 2019.

36
Tabel 5.10. Hubungan Usia Dengan Kejadian Demam Tifoid Anak di Rumah
Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019
Kejadian Demam Tifoid
p
Usia Demam Tifoid + Total
Demam Tifoid value
Komorbid
n % n % N %
1. Balita 14 87.5% 2 12.5% 16 100%
2. Anak-Anak 19 73% 7 27% 26 100% 0.474
3. Remaja 24 82.8% 5 17.2% 29 100%
Total 57 80.3% 14 19.7% 71 100%

Berdasarkan tabel 5.10 didapatkan hasil pengukuran dengan uji chi square

yang menunjukkan nilai p = 0.474 yang artinya > 0.05. Hal ini menunjukkan Ho

ditolak maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara usia dengan

kejadian demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun

2019.

Tabel 5.11. Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Dengan Kejadian


Demam Tifoid Anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
Tahun 2019
Tingkat Kejadian Demam Tifoid
p
Pengetahuan Demam Tifoid + Total
Demam Tifoid value
Orang Tua Komorbid
n % n % N %
1. Baik 32 97.0% 1 3% 33 46.5%
0.003
2. Buruk 25 65.8% 13 34.2% 38 53.5%
Total 57 80.3% 14 19.7% 71 100%

Berdasarkan tabel 5.11 didapatkan hasil pengukuran dengan uji chi square

yang menunjukkan nilai p = 0.003 yang artinya < 0.05. Hal ini menunjukkan Ho

diterima maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan orang tua dengan kejadian demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukittinggi tahun 2019.

37
Tabel 5.12. Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Demam
Tifoid Anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun
2019
Kejadian Demam Tifoid
Status Sosial p
Demam Tifoid + Total
Ekonomi Demam Tifoid value
Komorbid
n % n % N %
1. Tinggi 26 76.5% 8 23.5% 34 100%
0.001
2. Rendah 31 83.8% 6 16.2% 37 100%
Total 57 80.3% 14 19.7% 71 100%

Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan hasil pengukuran dengan uji chi square

yang menunjukkan nilai p = 0.001 yang artinya < 0.05. Hal ini menunjukkan Ho

diterima maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara status sosial

ekonomi dengan kejadian demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukittinggi tahun 2019.

38
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Sanitasi Lingkungan

Berdasarkan penelitian diperoleh pasien dengan sanitasi lingkungan baik

berjumlah 30 anak (42.3%) dan sanitasi yang buruk sebanyak 41 anak (57.7%).

Hasil penelitian ini didominasi dengan responden dengan sanitasi buruk yang

melakukan aktivitas sehari-hari di sungai seperti mandi, membuang sampah, dan

mencuci pakaian.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Isnaini, (2019) tentang Hubungan Sanitasi dan Personal Hygiene Dengan

Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Usia 1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas

Bergas Tahun 2018, sebanyak 45 pasien diperoleh kasus terbanyak yaitu dengan

sanitasi lingkungan yang tidak sehat sebanyak 32 pasien (71,1%).66

6.2 Higiene Perorangan

Berdasarkan penelitian diperoleh pasien dengan higiene perorangan baik

berjumlah 28 anak (39.4%) dan higiene yang buruk sebanyak 43 anak (60.6%).

Hasil penelitian ini didominasi dengan responden dengan higiene perorangan

buruk. Berdasarkan wawancara didapatkan bahwa data terbanyak yaitu dengan

responden yang mencuci tangan tidak menggunakan sabun dan kebiasaan jajan di

pinggir jalan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Haslinda (2016),

yang menyatakan bahwa anak dengan personal higiene yang buruk memiliki

frekuensi yang lebih tinggi yaitu 14 orang (56%) dibandingkan anak dengan

personal higiene yang baik yaitu 11 orang (44%).67

39
Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Citra Suraya, (2019) tentang Hubungan Personal Higiene Dan

Sumber Air Bersih Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak, yaitu dari 35

responden, 23 (65,7%) diantaranya memiliki personal hygiene yang baik dan 12

(34,3%) merupakan responden dengan personal hygiene yang tidak baik. 68

6.3 Usia

Berdasarkan penelitian diperoleh pasien dengan usia balita berjumlah 16

anak (22.5%), anak-anak berjumlah 26 anak (36.6%) dan remaja sebanyak 29

anak (40.9%). Hasil penelitian ini didominasi dengan responden dengan usia

remaja.

Penelitian yang dilakukan oleh Karlina, (2018) tentang Hubungan Umur

Dengan Jenis Rawat Dan Lama Hari Rawat Inap Pasien Demam Tifoid Di RSUP

Sanglah Denpasar Tahun 2017, menyebutkan pasien demam tifoid paling banyak

adalah dari kelompok remaja dengan persentase 55.7%. 69

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Tiara, (2016) tentang Hubungan Usia, Status Gizi, Dan Riwayat

Demam Tifoid Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di RSUD Tugurejo

Semarang, yaitu dari 121 sampel penelitian, diperoleh sebagian besar pada

kategori masa anak-anak (56.2%).70

6.4 Tingkat Pengetahuan Orang Tua

Berdasarkan penelitian diperoleh pasien dengan tingkat pengetahuan orang

tua baik berjumlah 33 anak (46.5%) dan tingkat pengetahuan orang tua buruk

sebanyak 38 anak (53.5%). Hasil penelitian ini didominasi dengan responden

dengan tingkat pengetahuan orang tua buruk.

40
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Norjannah, (2018) tentang Tingkat Pengetahuan Orang Tua Dengan Kejadian

Demam Tifoid Pada Anak Di RSUD Ratu Zulecha Martapura, responden

terbanyak yaitu tingkat pengetahuan orang tua kurang yaitu 41.1%. 10

6.5 Status Sosial Ekonomi

Berdasarkan penelitian diperoleh pasien dengan status sosial ekonomi tinggi

yaitu 34 responden (47.9%) dan status sosial ekonomi rendah sebanyak 37

responden (52.1%). Hasil penelitian ini didominasi dengan responden dengan

status sosial ekonomi rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Farissa, (2018) mengenai Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja

Puskesmas Pagiyanten, sebanyak 34 pasien (79.1%) dari 43 responden memiliki

keadaan sosial ekonomi rendah.64

6.6 Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian diperoleh pasien jenis kelamin laki-laki berjumlah 33

anak (46.5%) dan perempuan sebanyak 38 anak (53.5%). Hasil penelitian ini

didominasi dengan responden perempuan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Farissa, (2018) mengenai Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja

Puskesmas Pagiyanten, yaitu responden terbanyak adalah perempuan dengan

persentase 58.1%.64

6.7 Kejadian Demam Tifoid

Berdasarkan penelitian diperoleh kejadian terbanyak yaitu demam tifoid

sebanyak 57 kasus (80.3%) dibandingkan demam tifoid dengan komorbid yaitu

41
sebanyak 14 kasus (19.7%). Kasus demam tifoid pada penelitian ini diantaranya

disertakan dengan DBD, gastritis, diare, dan asma.

6.8. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Anak

di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019

Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil pengukuran dengan uji chi square

yang menunjukkan nilai p = 0.000 yang artinya < 0.05. Maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian demam

tifoid anak yaitu responden yang memiliki lingkungan yang kurang baik berisiko

mengalami demam tifoid.

Penelitian yang dilakukan oleh Isnaini, (2019) tentang Hubungan Sanitasi

dan Personal Higiene dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Usia 1-5 Tahun

di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Tahun 2018, didapatkan nilai p 0,001 (<

0,05) yang berarti terdapat hubungan antara sanitasi dengan kejadian demam

tifoid.66

Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Mujiono, (2017) tentang Identifikasi Kejadian Demam Typhoid

Berdasarkan Faktor Sanitasi Lingkungan Dan Hygiene Perorangan Di RSUD Kota

Kendari, didapatkan angka kejadian berdasarkan faktor sanitasi lingkungan

kategori baik 27 orang (45,76%) dan kategori kurang baik 32 orang (54,24%).71

Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat sanitasi

lingkungan maka berpengaruh terhadap tingkat kejadian demam tifoid. Faktor

lingkungan yang mempengaruhi kejadian demam tifoid dapat dilihat dari rumah

sehat yang belum memenuhi syarat seperti sumber air bersih, tersedianya jamban,

dan tempat pembuangan sampah juga limbah rumah tangga.

42
6.9. Hubungan Higiene Perorangan Dengan Kejadian Demam Tifoid Anak di

Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019

Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan hasil pengukuran dengan uji chi square

yang menunjukkan nilai p = 0.002 yang artinya < 0.05. Dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara higiene perorangan dengan kejadian demam tifoid anak

di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019 yaitu anak dengan

higiene yang kurang baik beresiko mengalami demam tifoid.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulfian, (2013)

yang menyatakan terdapat hubungan antara personal higiene dengan kejadian

demam tifoid pada anak yang dirawat di bangsal anak RSUD dr. H. Abdul

Moelek Provinsi Lampung dengan p = 0,000. Penelitian ini menjelaskan bahwa

kualitas personal higiene yang buruk merupakan indikator kebersihan yang tidak

terjaga yang dapat menyebabkan anak rentan terpapar pada faktor penyebab tifoid

yaitu bakteri Salmonella typhi.72

6.10. Hubungan Usia Dengan Kejadian Demam Tifoid Anak di Rumah Sakit

Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019

Berdasarkan tabel 5.10 didapatkan hasil pengukuran dengan uji chi square

yang menunjukkan nilai p = 0.474 yang artinya > 0.05. Dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian demam tifoid anak di Rumah

Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hilda

(2016) yang menyatakan terdapat hubungan antara usia dengan kejadian demam

tifoid anak di RSUD dr. Abdoer Rahem dengan kelompok terbanyak yaitu usia <

12 tahun. Anak usia sekolah memiliki resiko terjangkit demam tifoid lebih besar

43
karena pada usia tersebut anak mulai senang untuk beraktivitas di luar rumah

sehingga kemungkinan untuk mengkonsumsi makanan di luar rumah menjadi

meningkat.73 Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

salah satunya yaitu lebih banyaknya kelompok usia remaja dibandingkan balita

dan anak-anak.

6.11. Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Dengan Kejadian Demam

Tifoid Anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019

Berdasarkan tabel 5.11 didapatkan hasil pengukuran dengan uji chi square

yang menunjukkan nilai p = 0.003 yang artinya < 0.05. Dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua dengan kejadian demam

tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Norjannah,

(2019) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan

orang tua dengan kejadian demam tifoid di RSUD Ratu Zalecha Martapura

dengan p = 0,001. Tingkat pengetahuan orang tua yang baik akan meningkatkan

kesadaran dengan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga dapat menghindari

kejadian demam tifoid pada anak.65

6.12. Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Demam Tifoid

Anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019

Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan hasil pengukuran dengan uji chi square

yang menunjukkan nilai p = 0.001 yang artinya < 0.05. Dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian demam tifoid

anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tahun 2019 yaitu responden

dengan status sosial ekonomi rendah lebih beresiko mengalami demam tifoid.

44
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Divana, (2017)

yaitu terdapat hubungan antara pendapatan kepala keluarga dengan kejadian

demam tifoid di Rumah Sakit TK.III R.W. Mongisidi Manado dengan nilai p =

0,001. Status sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan seseorang dalam

pemenuhan sarana dan prasarana yang digunakan dalam mempertahankan

kebersihan diri. Pada umumnya masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah

tidak mengutamakan kebersihan dirinya sehingga higiene perorangan mereka

rendah dan dapat menurunkan derajat kesehatan mereka.74

45
BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor – faktor yang berhubungan

dengan kejadian demam tifoid di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun

2019, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Responden dengan sanitasi lingkungan terbanyak adalah sanitasi

lingkungan buruk dengan 41 responden (57.7%).

2. Responden dengan higiene perorangan terbanyak yaitu higiene perorangan

buruk dengan 43 responden (60.6%).

3. Responden dengan usia terbanyak yaitu remaja dengan 29 responden

(40.9%).

4. Responden dengan tingkat pengetahuan orang tua terbanyak yaitu

pengetahuan buruk dengan 38 responden (53.5%).

5. Responden dengan status sosial ekonomi terbanyak yaitu sosial ekonomi

rendah dengan 37 responden (52.1%).

6. Responden dengan jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan dengan 38

responden (53.5%).

7. Responden dengan demam tifoid berjumlah 57 (80.3%) orang, sedangkan

responden dengan demam tifoid + komorbid berjumlah 14 (19.7%) orang.

8. Terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian demam

tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019.

9. Terdapat hubungan antara higiene perorangan dengan kejadian demam

tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019.

46
10. Tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian demam tifoid anak

di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019.

11. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua dengan kejadian

demam tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun

2019.

12. Terdapat hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan kejadian demam

tifoid anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2019.

7.2 Saran

1. Bagi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi diharapkan memberikan

penyuluhan ataupun informasi mengenai demam tifoid kepada masyarakat

untuk mengurangi kejadian demam tifoid.

2. Bagi institusi Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang agar

dapat memanfaatkan hasil penelitian ini dalam mengembangkan

kurikulum dan meningkatkan upaya dalam menyampaikan pengetahuan

tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid

bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran sehingga mampu meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan dalam mengaplikasikannya di masyarakat.

3. Pada peneliti selanjutnya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

demam tifoid khususnya faktor faktor lain yang berhubungan dengan

kejadian demam tifoid.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. World Health Statistics: World Health Statistics 2015 [Internet].


WHO..2015.[cited.26.Februari.2020]..Available.from:.https://apps.who.int
/iris/bitstream/handle/10665/170250/9789240694439_eng.pdf;jsessionid=
1EF3213B6CA424FE716B3C2B0AF10280?SEQUENCE=1
2. Alba S, Bakker MI, Hatta M, Scheelbeek PFD, Dwiyanti R, Usman R, et
al. Risk factors of typhoid infection in the Indonesian Archipelago.PLoS
ONE.2016;11(6):1-14.
3. WHO. Immunization, Vaccines, and Biologicals [Internet]. WHO. 2019
[cited 1 Maret 2020]. Available from:
https://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/
4. Departemen Kesehatan RI. Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit
Demam Tifoid. Jakarta. 2013; Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit &
Penyehatan Lingkungan.
5. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta.
2016; Departemen Kesehatan RI.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Profil Kesehatan Sumatera
Barat Tahun 2011. Padang. 2012; DKK Prov Sumbar.
7. WHO. Background paper to SAGE on Typhoid Policy Recommendations.
2017 [Internet]. WHO. 2017 [cited 2 Maret 2020]. Available from:
https://www.who.int/immunization/sage/meetings/2017/october/1_Ty-
phoid_SAGE_background_paper_Final_v3B.pdf?ua=1
8. Feasey NA, Archer BN, Heyderman RS. Typhoid fever and invasive
nontyphoid salmonellosis, Malawi and South Africa. Emerg Infect Dis.
2010;16:1448–51.
9. Mogasale V, Desai SN, Mogasale VV, Park JK, Ochiai RL, Wierzba TF.
Case fatality rate and length of hospital stay among patients with typhoid
intestinal perforation in developing countries: a systematic literature
review. PLoS ONE. 2014;9:93784.
10. Norjannah, Eka S, Rismia A. Tingkat Pengetahuan Orang Tua Dengan
Kejadian Demam Tifoid Pada Anak di RSUD Ratu Zalecha Martapura.
2018;1(1):108-13.
11. Profil RSSN Bukittinggi. 2019
12. Ardiaria M. Epidemiologi, Manifestasi Klinis, dan Penatalaksanaan
Demam Tifoid. Journal of Nutrition and Health. 2019;7(2):32-38.
13. WHO. Typhoid fever [internet]. WHO. 2020 [cited 10 Maret 2020].
Available from: https://www.who.int/news-room/q-a-detail/typhoid-fever
14. WHO. Risk factor [internet]. WHO. 2012 [cited 10 Maret 2020]. Available
from: https://www.who.int/news-room/q-a-detail/typhoid-fever
15. Batt CA, Tortorello ML. Encyclopedia Food Microbiology II. USA:
Elsevier; 2014.
16. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:
CV Agung Seto; 2012.
17. Hilda N, Fariani S. Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid Berdasarkan
Kebersihan Diri Dan Kebiasaan Jajan Di Rumah. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 2016;1(4):74-86.
18. Widoyono. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga; 2011.
48
19. Nelwan RHH. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Continuing Medical
Education. 2012;39(4):248-49.
20. Widodo D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: Universitas
Indonesia; 2014.
21. Habte L, Tadesse E. Typhoid Fever: Clinical Presentation anf Associated
Factors in febrile patients visiting Shashemene Referral Hospital,
Southern Ethiopia [internet]. BMC Res Notes. 2018 [cited 13 Maret
2020]..Available.from.:.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PC610
3867/
22. Mogasale V, Maskery B, Ochiai RL. Revisiting the Burden of Typhoid
Fever in Low- and Middle-income Countries for Policy Considerations.
Lancet Glob Health. 2014;2:e570-80.
23. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Demam Tifoid. Jakarta. 2016; UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI.
24. Septiawan I, Herawati S, Yasa I. Pemeriksaan Immunoglobulin M Anti
Salmonella dalam Diagnosis Demam Tifoid di Laboratorium Klinik Nikki
Medika Denpasar. E-Jurnal Medika Udayana. 2013;3(1):22-37.
25. Meta S, Wiranto B. Proportion of Positive IgM Anti-Salmonella Typhi
Examination Using Typhidot With Positive Widal Examination in Clinical
Patient of Acute Typhoid Fever in RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung. Jurnal Pena Medika. 2013;79-86.
26. Ida B. Uji Tubex untuk Demam Tifoid. Jurnal Medika Udayana.
2012;12(5):24-31.
27. Pratama IGKY, Wiradewi L. Tubex sebagai metode diagnosis cepat
demam tifoid. ISM. 2015;2(1):70-71.
28. Sucipta A. Baku Emas Pemeriksaan Laboratorium Demam Tifoid pada
Anak. Jurnal Skala Husada. 2015;12(1):22-26.
29. Marleni M, Iriani Y, Tjuandra W, Theodorus. Ketepatan Uji Tubex dalam
Mendiagnosis Demam Tifoid Anak pada Demam Hari ke-4. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan. 2014;1(1):7-11.
30. Hamidatul M, Wieke SW, Sri Wahyuni. Hubungan Antara Jumlah
Leukosit dan Trombosit Pada Penderita Demam Tifoid. Analisis
Kesehatan Sains. 2015;2(4):295-96.
31. Sakinah, Indria A. Tata Laksana Demam Tifoid Tanpa Komplikasi pada
Wanita Hamil Trimester Pertama: Peran Intervensi Dokter Keluarga.
Jurnal Medula Unit. 2016;5(2):55-56.
32. Vani R, Keri L. Manajemen Terapi Demam Tifoid: Kajian Terapi
Farmakologis dan Non Farmakologis. Jurnal Farmaka. 2018;1(16):192-94.
33. Enggel BP. Upaya Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Anak Dengan
Demam Tifoid. Journal of Pharmaceutical Science and Medical Research.
2018;1(2):5-9.
34. Rampengan NH. Antibiotik terapi demam tifoid tanpa komplikasi pada
anak. Sari Pediatri. 2013;14(5):271-76.
35. Grouzard V, Rigal J, Sutton M. Clinical guidelines – Diagnosis and
Treatment Manual. Medecins Sans Frontieres. 2016;184-86.
36. Tandi J. Kajian Kerasionalan Penggunaan Obat pada Kasus Demam Tifoid
di Instalasi Rawat Inap Anutapura Palu. Jurnal Ilmiah Pharmacon.
2017;6(4):2303-11.

49
37. Rismarini. Perbandingan Efektifitas Klinis Antara Kloramfenikol dan
Tiamfenikol dalam Pengobatan Demam Tifoid pada Anak. Sari Pediatri.
2016;3(2):83-87.
38. Syarif A, Setiawati A, Muchtar A, Sinto A, Bahry B, Suharto B, et al.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. Jakarta: FK UI; 2017.
39. Nurhanif M, Insan SA. The Differences of Antibiotics effectiveness in
therapy of typhoid fever without complications in children at Putra
Bahagia Hospital. Yarsi Journal of Pharmacology. 2019;1(1):3-4.
40. WHO. Prevention and Control for Typhid Fever..WHO..2019.[cited 23
Maret.2020]..Available.from.:.https://www.who.int/healthtopics/typhoid#t
ab=tab_1
41. Kasnodiharjo, Elsa E. Deskripsi Sanitasi Lingkungan, Perilaku Ibu, dan
Kesehatan Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2013;7(9).
42. Sucipto AC. Aspek Kesehatan Masyarakat dalam AMDAL. Gosyen
Published. 2011;2(14).
43. Permenkes No. 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene
Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum. Jakarta.
44. Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012.
45. Khadijah A. Pengaruh Akses Air Minum Terhadap Kejadian Penyakit
Tular Air (Diare dan Demam Tifoid). Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan. 2014;17(2):107-114.
46. Zida M. Hubungan Kualitas Air Minum dan Kebiasaan Makan/Minum di
Luar Rumah dengan Terjadinya Demam Tifoid pada Pasien Rawat Inap di
RSUD Kota Kendari. Medula. 2019;6(2).
47. Dhani H. Kajian Kualitas Air Sumur Gali dan Perilaku Masyarakat di
Sekitar Pabrik Semen Kelurahan Karangtalun Kecamatan Cilacap Utara
Kabupaten Cilacap. Junal Sains dan Teknologi Lingkungan. 2015;1(7):16-
17.
48. Nadia PG, Intan BM. Pengaruh Penggunaan Air Hujan Terhadap Karies
Gigi Pada Masyarakat di Kecamatan Batang Gasan Kabupaten Padang
Pariaman Tahun 2017. Jurnal B-Dent. 2017;5(1):45-48.
49. Tanti U, Joni K. Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Air Layak Konsumsi di
Kota Malang. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2015;4(3):95-98.
50. Waluyo L. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press; 2010.
51. Suwita. Analisis Determinan Rumah Sehat dalam Mendukung
Pembangunan Berwawasan Lingkungan di Kelurahan Kebun Handil Kota
Jambi. Jurnal Pembangunan Berkelanjutan. 2019;2(1):2622-2310.
52. Arif FW, Huda K. Upaya Peningkatan Pengetahuan Rumah Sehat Bagi
Keluarga. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan. 2014;1(3):17-20.
53. Ade DP. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kondisi Rumah
Sehat Di Desa Bandur Picak Kecamatan Koto Kampar Hulu Tahun 2017.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.
2017;2(1):28-29.

50
54. Andrias H, Laksmono W. Perilaku Kepala Keluarga dalam Menggunakan
Jamban di Desa Tawiri Kecamatan Teluk Ambon Kota Ambon. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia. 2014;2(9):231-35.
55. Juli S. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press; 2011.
56. Etikawati AM, Arum S. Hubungan Cuci Tangan, Tempat Sampah,
Sanitasi Makanan Dengan Demam Tifoid. Jurnal Pena Medika.
2016;1(6):40-42.
57. Dinas Kesehatan Kota. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang. 2013;
Dinas Kesehatan Kota Semarang.
58. Okky PP. Faktot Risiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Pada Penderita
Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2013;1(2):6-7.
59. Vinta MM, Budiyono, Yusniar. Hubungan Higiene Perorangan Dan
Sanitasi Makanan Rumah Tangga Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada
Anak Umur 5-14 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015;1(3):594-96.
60. Sandy S. Analisis Model Faktor Resiko yang Mempengaruhi Infeksi
Kecacingan yang Ditularkan Melalui Tanah pada Siswa Sekolah Dasar di
Distrik Arso Kabupaten Keerom, Papua. Media Litbangkes. 2015;25(1):1-
14.
61. Stefanus T. Hubungan Kebiasaan Makan Jajanan Diluar Rumah Dengan
Keajdian Demam Tifoid Pada Anak Di Ruangan Irna E Rumah Sakit
Umum Pusat Prof. R. D. Kandou Manado. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis. 2020;1(15):100.
62. Alamsyah D, Ratna M. Pilar Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.
63. Nurvina W. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan, Higiene Perorangan,
dan Krakteristik Individu Dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah
Kerja Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2013:35-36.
64. Farissa U, Oktia WK. Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pagiyanten. Higeia Journal Of Public Health Research And
Development. 2018;2(2):232-34
65. Norjannah, Eka S, Rismia A. Tingkat Pengetahuan Orang Tua Dengan
Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di RSUD Ratu Zalecha Martapura.
Narspedia Journal. 2018;1(1):108-13
66. Arifiyani I. Hubungan Sanitasi Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian
Demam Tifoid Pada Anak Usia 1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bergas Tahun 2018 [skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Ngudi Waluyo; 2019.
67. Haslinda. Hubungan Personal Hygiene Dan Kebiasaan Jajan Terhadap
Kejadian Demam Typhoid Pada Anak [skripsi]. Makassar: Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar; 2016.
68. Citra S. Hubungan Personal Hygiene Dan Sumber Air Bersih Dengan
Kejadian Demam Typhoid Pada Anak. Jurnal Aisyiyah Medika.
2019;4(1):331

51
69. Karlina V. Hubungan Umur Dengan Jenis Rwat Dan Lama Hari Rawat
Inap Pasien Demam Tifoid Di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. E-
Jurnal Medika Udayana. 2018;7(7):3
70. Tiara PD. Hubungan Usia, Status Gizi, Dan Riwayat Demam Tifoid
Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di RSUD Tugurejo
Semarang [skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Semarang; 2016
71. Mujiono. Identifikasi Kejadian Demam Typoid Berdasarkan Faktor
Sanitasi Lingkungan Dan Hygiene Perorangan Di RSUD Kota Kediri
[skripsi]. Kendari: Poltekkes Kemenkes Kendari; 2017.
72. Zulfian. Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Demam Tifoid
Pada Anak Yang Dirawat Di Bangsal Anak RSUD DR H Abdul Moeloek
Provinsi Lambung Tahun 2013 [skripsi]. Lampung: Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati; 2013.
73. Nuruzzaman H. Perbandingan Faktor Resiko Kejadian Demam Tifoid
Berdasarkan Kebersihan Diri Dan Kebiasaan Jajan Pada Anak Usia 7-12
Tahun Di RSUD DR Abdoer Rahem Situbondo [skripsi]. Situbondo:
Universitas Airlangga; 2016
74. Meilinda D. Hubugan Antara Pendapatan Kepala Keluarga Dengan
Kejadian Demam Tifoid Di Rumah Sakit TK.III R.W. Mongisidi
Manado[skripsi]. Manado: Universitas Esa Unggul; 2017

52
Lampiran 1

TIME SCHEDULE PROPOSAL/SKRIPSI


PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

TIME SCHEDULE PROPOSAL/SKRIPSI

No. Kegiatan Bulan Maret 2020 – Maret 2021


3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4
1. Mengajukan
judul
2. Penyusunan
proposal
3. Seminar
proposal
4. Revisi
proposal
5. Melakukan
penelitian
6. Penulisan
hasil akhir
skripsi
7. Seminar hasil
akhir skripsi
8. Revisi hasil
akhir skripsi
9. Mengurus
bebas skripsi

53
Lampiran 2. Informed Consent

SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Setelah membaca semua keterangan tentang risiko, keuntungan, dan hak-hak

sebagai subjek penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukittinggi Tahun 2019”. Saya dengan sadar dan tanpa paksaan

bersedia berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan Yohana Fachrizal sebagai

mahasiswi Kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang, dengan catatan apabila

suatu ketika merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan

persetujuan ini. Maka dengan surat ini saya menyatakan setuju menjadi subjek

penelitian pada penelitian ini.

Nama :

Umur :

Padang,.........................2020

Subjek Penelitian Peneliti

( ) (Yohana Fachrizal)

54
Lampiran 3.

Kuesioner

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Tifoid

Pada Anak di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Isilah identitas responden terlebih dahulu sebelum mengisi kuesioner.

2. Jawablah pernyataan dengan jujur sesuai keadaan yang sebenarnya.

3. Bacalah pernyataan di bawah ini dengan cermat dan teliti dalam kuesioner

sebelum menjawab.

4. Berilah tanda () pada kolom yang Bapak/Ibu/Sdr pilih sesuai keadaan

sebenarnya.

5. Semua pernyataan wajib dijawab dan hanya diperkenankan memberi satu

jawaban.

A. IDENTITAS RESPONDEN

No. Responden :

Anak

Umur :

Jenis kelamin : L / P (Lingkari salah satu)

Orang Tua

Pekerjaaan :

Pendapatan : ( < Rp. 2.484.041 / > Rp. 2.484.041 )

55
B. Kuesioner Higiene Perorangan

Jawaban
No Karakteristik
Ya (1) Tidak (0) Skor

1. Kebiasaan Mencuci Tangan

a. Mencuci tangan

menggunakan sabun

b. Mencuci tangan

menggunakan air mengalir

c. Mencuci tangan sebelum dan

sesudah aktifitas

2. Kebiasaan Mencuci Bahan Makanan

Mentah yang Akan Dimasak

a. Mencuci bahan makanan

mentah sebelum dimasak

b. Mencuci bahan makanan

mentah dengan air mengalir

c. Mencuci bahan makanan

mentah menggunakan sabun

d. Bahan makanan mentah

setelah dicuci diletakkan di

lantai

e. Tempat penyimpanan

makanan matang di dalam

lemari makanan/ tempat

56
tertutup

f. Penyimpanan makanan

matang hanya ditutupi

dengan tudung saji

g. Tempat penyimpanan

makanan masih terbuka

3. Kebiasaan Makan di Luar Rumah

a. Membeli makanan di warung

pinggir jalan

b. Membeli jajanan keliling

menggunakan gerobak

c. Selalu membeli makanan di

warung atau restoran setiap

hari

d. Membeli makanan dan jajan

di tempat yang terlihat

kumuh

C. Kuesioner Sanitasi Lingkungan

1. Syarat Rumah Sehat

1. Tersedianya Air Bersih

a. Sumber air bersih yang digunakan melalui proses

penyaringan filtrasi atau penyaringan sederhana

57
Ya Tidak

b. Pipa pengalian sumber air berlumut

Ya Tidak

c. Sumber air yang digunakan tercemar limbah rumah

tangga seperti air detergen, sampah yang dibuang ke

selokan

Ya Tidak

2. Tersedianya pembuangan kotoran manusia (jamban)

a. Memiliki jamban di rumah

Ya Tidak

b. Jenis jamban masih jamban cemplung

Ya Tidak

c. Masih menggunakan sungai untuk Buang Air Besar

Ya Tidak

3. Tersedianya pembuangan sampah dan limbah rumah tangga

a. Tempat pembuangan sampah dan limbah di

sungai/selokan

58
Ya Tidak

b. Tempat sampah dibedakan sesuai organik dan

anorganik

Ya Tidak

c. Lokasi pembuangan sampah dan limbah rumah tangga

jauh dari pemukiman

Ya Tidak

D. Kuesioner Pengetahuan Orang Tua

No Pertanyaan Iya Tidak


1. Apakah orang tua mengetahui apa Tidak termasuk dalam skoring
yang dimaksud dengan demam
tifoid?
2. Apakah ada anggota keluarga yang Tidak termasuk dalam skoring
pernah menderita demam tifoid?
3. Apakah orang tua pernah mendapat Tidak termasuk dalam skoring
informasi tentang demam tifoid?
4. Demam tifoid lebih sering bersifat 1 0
kronis/menahun
5. Apakah demam tifoid disebabkan 1 0
oleh infeksi bakteri Salmonella
typhi?
6. Apakah virus dapat menyerang 0 1
orang dewasa saja?
7. Demam tioid ditularkan melalui 0 1
makanan dan minuman
8. Demam tifoid ditularkan melalui 1 0
59
makanan dan minuman
9. Demam tifoid ditularkan melalui 0 1
keringat
10. Apakah jajan sembarangan 1 0
merupakan salah satu faktor
penyebab dari penyakit demam
tifoid?
11. Seseorang yang menderita demam 1 0
tifoid bisa mengalami gangguan
kesadaran
12. Gejala demam tifoid pada anak 1 0
biasanya lebih ringan daripada
penderita dewasa
13. Anak yang menderita demam tifoid 1 0
bisa terjadi mimisan (keluar darah
lewat hidung)
14. Demam tifoid biasanya berlangsung 1 0
dalam 3 minggu
15. Kualitas kebersihan makanan dan 1 0
minuman dalah hal terpenting dalam
pencegahan demam tifoid
16. Apakah demam tifoid lebih sering 1 0
terjadi pada anak- anak daripada
orang dewasa?
17. Apakah demam tifoid dapat sembuh 1 0
dengan pemberian antibiotic?
18. Infeksi demam tifoid hanya terjadi 0 1
pada saluran pencernaan saja
19. Kuman penyebab demam tifoid 1 0
akan mati dalam air yang
dipanaskan setinggi 57o C hanya
dalam beberapa menit
20. Untuk mencegah tertular demam 1 0
tifoid, apakah menurut orang tua
perlu mengawasi kebiasaan jajan
anak di sekolah?

60
Lampiran 4. Master Table

No Sanitasi Higiene Usia Tingkat Tingkat Sosial Ekonomi Jenis Kelamin Kejadian Demam Tifoid
Lingkungan Perorangan (Tahun) pengetahuan
orang tua
1. Tinggi Baik 16 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
2. Rendah Kurang 11 Buruk Tinggi Perempuan Tifoid
3. Tinggi Baik 11 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
4. Tinggi Kurang 9 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid
5. Tinggi Baik 8 Baik Tinggi Laki-Laki Tifoid
6. Rendah Kurang 14 Buruk Tinggi Perempuan Tifoid
7. Tinggi Baik 8 Baik Tinggi Laki-Laki Tifoid + Gastritis
8. Tinggi Baik 9 Baik Tinggi Laki-Laki Tifoid
9. Rendah Kurang 14 Buruk Tinggi Perempuan Tifoid + DBD
10. Rendah Kurang 8 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
11. Rendah Baik 6 Buruk Tinggi Laki-Laki Tifoid
12. Tinggi Baik 14 Baik Rendah Laki-Laki Tifoid
13. Rendah Baik 12 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid + DBD
14. Tinggi Kurang 3,5 Baik Rendah Laki-Laki Tifoid
15. Rendah Kurang 12 Buruk Tinggi Laki-Laki Tifoid
16. Tinggi Baik 3 Baik Tinggi Laki-Laki Tifoid
17. Rendah Kurang 5 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
18. Rendah Kurang 13 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
19. Rendah Kurang 10 Baik Tinggi Perempuan Tifoid + DBD
20. Tinggi Baik 4 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
21. Rendah Kurang 8 Buruk Rendah Perempuan Tifoid

61
22. Rendah Baik 5 Buruk Rendah Perempuan Tifoid
23. Rendah Kurang 5 Buruk Tinggi Perempuan Tifoid
24. Tinggi Baik 2 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
25. Rendah Kurang 13 Buruk Tinggi Perempuan Tifoid
26. Rendah Baik 17 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid + Diare
27. Rendah Kurang 7 Buruk Rendah Perempuan Tifoid
28. Tinggi Baik 3 Baik Tinggi Laki-Laki Tifoid
29. Rendah Kurang 13 Buruk Tinggi Laki-Laki Tifoid
30. Rendah Kurang 14 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid
31. Tinggi Baik 5 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
32. Tinggi Baik 16 Buruk Tinggi Perempuan Tifoid
33. Tinggi Baik 2 Buruk Tinggi Laki-Laki Tifoid + DBD
34. Rendah Kurang 12 Buruk Rendah Perempuan Tifoid
35. Rendah Kurang 3 Buruk Rendah Perempuan Tifoid
36. Tinggi Baik 4 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
37. Tinggi Kurang 13 Buruk Tinggi Perempuan Tifoid
38. Tinggi Baik 15 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid
39. Rendah Kurang 9 Buruk Tinggi Laki-Laki Tifoid + Asma
40. Rendah Kurang 4,5 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid
41. Rendah Kurang 14 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid
42. Tinggi Baik 7 Baik Tinggi Laki-Laki Tifoid
43. Tinggi Baik 13 Baik Tinggi Laki-Laki Tifoid+ Gastritis
44. Rendah Kurang 6 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid
45. Tinggi Baik 7 Baik Rendah Laki-Laki Tifoid
46. Tinggi Baik 8 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
47. Tinggi Baik 6 Baik Tinggi Laki-Laki Tifoid + DBD

62
48. Rendah Kurang 12 Buruk Rendah Perempuan Tifoid
49. Rendah Kurang 15 Buruk Rendah Perempuan Tifoid
50. Tinggi Baik 7 Baik Rendah Perempuan Tifoid
51. Tinggi Kurang 14 Baik Rendah Perempuan Tifoid
52. Tinggi Baik 6 Baik Rendah Laki-Laki Tifoid+ DBD
53. Tinggi Baik 13 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
54. Rendah Kurang 15 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid + Diare
55. Rendah Kurang 15 Baik Rendah Perempuan Tifoid
56. Rendah Kurang 17 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid
57. Rendah Kurang 10 Buruk Rendah Perempuan Tifoid
58. Rendah Kurang 5,5 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid + DBD
59. Tinggi Baik 18 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
60. Rendah Kurang 16 Baik Rendah Laki-Laki Tifoid
61. Rendah Kurang 6 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid+ DBD
62. Rendah Kurang 13 Baik Rendah Perempuan Tifoid
63. Rendah Kurang 14 Buruk Rendah Perempuan Tifoid
64. Tinggi Kurang 15 Baik Rendah Laki-Laki Tifoid + DBD
65. Tinggi Kurang 17 Baik Tinggi Perempuan Tifoid
66. Rendah Kurang 3 Baik Rendah Perempuan Tifoid
67. Rendah Kurang 17 Buruk Rendah Perempuan Tifoid
68. Rendah Kurang 13 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid
69. Rendah Kurang 12 Buruk Rendah Laki-Laki Tifoid
70. Rendah Kurang 22 bulan Buruk Rendah Perempuan Tifoid
71. Rendah Kurang 1 Buruk Rendah Perempuan Tifoid

63
Lampiran 5. Hasil Output Analisis Penelitian

1. Sanitasi Lingkungan

sanitasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 41 57.7 57.7 57.7
Tinggi 30 42.3 42.3 100.0
Total 71 100.0 100.0

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
sanitasi * tifoid 71 100.0% 0 0.0% 71 100.0%

sanitasi * tifoid Crosstabulation


Tifoid
Biasa komplikasi Total
Sanitasi tinggi Count 17 13 30
% within sanitasi 56.7% 43.3% 100.0%
rendah Count 40 1 41
% within sanitasi 97.6% 2.4% 100.0%
Total Count 57 14 71
% within sanitasi 80.3% 19.7% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 18.301 1 .000
b
Continuity Correction 15.809 1 .000
Likelihood Ratio 20.043 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 18.044 1 .000
N of Valid Cases 71
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.92.
b. Computed only for a 2x2 table

64
2. Higiene Perorangan

hygiene
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 28 39.4 39.4 39.4
Kurang 43 60.6 60.6 100.0
Total 71 100.0 100.0

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
hygine * tifoid 71 100.0% 0 0.0% 71 100.0%

hygine * tifoid Crosstabulation


Tifoid
biasa komplikasi Total
Hygine baik Count 26 2 28
% within hygine 92.8% 7.2% 100.0%
kurang Count 31 12 43
% within hygine 72.0% 28.0% 100.0%
Total Count 57 14 71
% within hygine 80.3% 19.7% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value Df (2-sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 9.455 1 .002
b
Continuity Correction 7.696 1 .005
Likelihood Ratio 11.217 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear Association 9.322 1 .002
N of Valid Cases 71
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.11.
b. Computed only for a 2x2 table

65
3. Usia

usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid balita 16 22.5 22.5 22.5
anak-anak 26 36.6 36.6 59.2
remaja 29 40.8 40.8 100.0
Total 71 100.0 100.0

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
usia * tifoid 71 100.0% 0 0.0% 71 100.0%

usia * tifoid Crosstabulation


Tifoid
biasa komplikasi Total
usia balita Count 14 2 16
% within usia 87.5% 12.5% 100.0%
anak- Count 19 7 26
anak % within usia 73% 27% 100.0%
Count 24 5 29
remaja
% within usia 82.8% 17.2% 100.0%
Total Count 57 14 71
% within pengetahuan 80.3% 19.7% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 1.492 2 .474
Likelihood Ratio 1.491 2 .475
Linear-by-Linear Association .028 1 .867
N of Valid Cases 71
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3.15.

66
4. Tingkat Pengetahuan Orang Tua

pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 33 46.5 46.5 46.5
Buruk 38 53.5 53.5 100.0
Total 71 100.0 100.0

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pengetahuan * tifoid 71 100.0% 0 0.0% 71 100.0%

pengetahuan * tifoid Crosstabulation


Tifoid
biasa komplikasi Total
pengetahuan Baik Count 32 1 33
% within pengetahuan 97.0% 3% 100.0%
Buruk Count 25 13 38
% within pengetahuan 65.8% 34.2% 100.0%
Total Count 57 14 71
% within pengetahuan 80.3% 19.7% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value Df (2-sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.356 1 .003
b
Continuity Correction 6.362 1 .012
Likelihood Ratio 9.440 1 .003
Fisher's Exact Test .007 .004
Linear-by-Linear Association 8.078 1 .004
N of Valid Cases 71
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.51.
b. Computed only for a 2x2 table

67
5. Tingkat Sosial Ekonomi

sosialekonomi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 37 52.1 52.1 52.1
Tinggi 34 47.9 47.9 100.0
Total 71 100.0 100.0

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
soc * tifoid 71 100.0% 0 0.0% 71 100.0%

soc * tifoid Crosstabulation


Tifoid
biasa komplikasi Total
soc tinggi Count 26 8 34
% within soc 76.5% 23.5% 100.0%
rendah Count 31 6 37
% within soc 83.8% 16.2% 100.0%
Total Count 57 14 71
% within soc 80.3% 19.7% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 10.766 1 .001
b
Continuity Correction 8.897 1 .003
Likelihood Ratio 12.433 1 .000
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 10.653 1 .001
N of Valid Cases 71
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.51.
b. Computed only for a 2x2 table

68
6. Jenis Kelamin

jk
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 33 46.5 46.5 46.5
perempuan 38 53.5 53.5 100.0
Total 71 100.0 100.0

69
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian

1. Surat Rekomendasi Survey Awal

70
2. Surat Etik Penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah

71
3. Surat Balasan Penelitian dari Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

72
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

Pengambilan data Rekam Medis di ruangan MR (Medical Record) Rumah


Sakit Stroke Nasional Bukittinggi

Menelfon pasien untuk pengisian kuesioner

73
Biodata Penulis

Nama : Yohana Fachrizal

NPM : 1710070100008

Tempat/Tanggal Lahir : Bukittinggi, 21 Juli 1999

Jenis Kelamin : Perempuan

Nomor HP : 085274885000

Asal SMA : SMAN 1 Bukittinggi

Agama : Islam

Fakultas/Program Studi : Fakultas Kedokteran/Pendidikan Dokter

Alamat : Nan Panjang Jorong Koto Tuo, IV Angkek, Agam

Email : yohanafachrizal99@gmail.com

Pengalaman Organisasi : OSIS/MPK SMAN 1 Bukittinggi

Visi hidup : You are the author of your life.

Nama Orang Tua

Ayah : dr Moh. Fachrizal Noor, MHA (alm)

Pekerjaan :-

Ibu : dr Yeni Salim

Pekerjaan : Dokter

74

Anda mungkin juga menyukai