Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH SYOK

HIPOVOLEMIK PADA PASIEN DENGUE HEMORAGIC


FEVER (DHF) DI IGD RSUD PROF DR MARGONO
SOEKARJO PURWOKERTO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


(diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners)

DEANA ANNISA AZIZ, S. Kep


1811040010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018/2019
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Ilmiah Ners yang diajukan oleh:


Nama : Deana Annisa Aziz, S. Kep

NIM : 1811040010

Program studi : Profesi Ners

Fakultas : Ilmu Kesehatan

Perguruan tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Judul : Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Syok Hipovolemik Pada

Pasien Dengue Hemoragic Fever (Dhf) Di Igd Rsud Prof Dr Margono

Soekarjo Purwokerto

Telah diterima dan disetujui

Purwokerto, 16 September 2019

PEMBIMBING

Ns. Sri Suparti, S. Kep, M. Kep ,.


NIK. 2160531

i
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Ners yang diajukan oleh :


Nama : Deana Annisa Aziz, S. Kep
NIM : 1811040010
Program studi : Profesi Ners
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Perguruan tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Judul : Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Syok
Hipovolemik Pada Pasien Dengue Hemoragic Fever
(Dhf) Di Igd Rsud Prof Dr Margono Soekarjo
Purwokerto
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada
Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.

DEWAN PENGUJI
Penguji I : Ns. Destiya Dwi Pangestika, S. Kep., M. Kep., ..................
NIK. 2160886

Penguji II : Ns. Sri Suparti, S. Kep., M. Kep ,. ..................


NIK. 2160531

Mengetahui,
Dekan FIKES

Drs. H. Ikhsan Mujahid, M. Si


NIP: 196503091994031002

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Deana Annisa Aziz, S. Kep

NIM : 1811040010

Program studi : Profesi Ners

Fakultas : Ilmu Kesehatan

Perguruan tinggi: Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya

saya dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan

dengan benar serta bukan hasil penjiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat dan apabila kelak dikemudian hari terbukti ada

unsur penjiplakan, saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Purwokerto, September 2019


Yang membuat pernyataan

Deana Annisa Aziz, S. Kep

iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KIAN UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai akademika Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan demi


pengembangan ilmu pengetahuan, saya bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Deana Annisa Aziz, S. Kep
NIM : 1811040010
Program studi : Profesi Ners
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Perguruan tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Jenis karya : Karya Ilmiah
Menyetujui untuk memberikan Hak bebas Royalti Noneksklusif (Non-
exclusive Royalty-free Righ) kepada Universitas Muhammadiyah Purwokerto atas
karya ilmiah saya yang berjudul:
Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Syok Hipovolemik Pada Pasien Dengue
Hemoragic Fever (Dhf) Di Igd Rsud Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto

Bersama perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Muhammadiyah Purwokerto berhak menyimpan,
mengalih media/ mengalih formatkan, dalam mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat, dan mempublikasikan tugasakhir saya dengan tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Purwokerto
Pada tanggal : September 2019
Yang menyatakan,

Deana Annisa Aziz, S. Kep

iv
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH SYOK
HIPOVOLEMIK PADA PASIEN DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)
DI IGD RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Deana Annisa Aziz1 , Sri Suparti2

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai
dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas. Syok
merupakan keadaan kegawatan. Pasien cepat mengalami syok dan sembuh kembali
bila diobati segera dalam 48 jam. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila
dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/ lemah, ekstremitas dingin, bibir
sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit (≤ 20 mmHg) atau
hipotensi, dan peningkatan mendadak kadar hematokrit atau peningkatan kadar
hematokrit secara terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.
Pertolongan pertama pada pada pasien syok hipovolemik adalah dilakukannya
pemasangan infus melalui intravena agar akses cairan elektrolit cepat berfungsi.
Saat pemasangan infus pasien seringkali merasa cemas ketika melihat jarum infus.
Terapi yang bisa digunakan untuk menagani nyeri saat pemasangan infus adalah
dengan kompres dingin menggunakan cool pack untu meminimalisir nyeri yang
terjadi Tujuan dari intervensi ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian cool
pack sebelum dilakukan pemasangan infus untuk mengurangi nyeri. Hasil
penerapan intervensi ini menunjukkan bahwa kompres menggunakan cool pack
dapat meminimalisir nyeri ketika akan dilakukan pemasangan infus. Kesimpulan
dari intervensi ini yaitu cool pack mempunyai pengaruh terhadap nyeri sebelum
dilakukan pemasangan infus.

kata kunci: Dengue Hemoragic Fever, Syok hipovolemik, cool pack

1
Mahasiswa Program Studi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
2
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto

v
NURSING CARE WITH HYPOVOLEMIC SHOCK PROBLEMS IN
DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF) PATIENTS AT EMERGENCY
INSTALLATION OF RSUD (REGIONAL PUBLIC HOSPITAL) DR
MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Deana Annisa Aziz1, Sri Suparti2

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by the


dengue virus and transmitted by the Aedes aegypti mosquito, which is characterized
by sudden fever two to seven days with no apparent cause. Shock is a state of
emergency. Patients quickly experience shock and recover if treated immediately
within 48 hours. Patients should be treated and treated immediately if shock
symptoms are found, anxiety, weakness, cold extremities, lip cyanosis, oliguria, and
weak pulse, narrowed pulse pressure (≤20 mmHg) or hypotension, and sudden
increase in hematocrit or elevated levels hematocrit continuously even after being
given intravenous fluids. First aid in hypovolemic shock patients is intravenous
infusion so that access to the electrolyte fluid is fast functioning. During infusion,
patients often feel anxious when they see the IV needle. Therapy that can be used
to treat pain during infusion is cold compresses using cool packs to minimize the
pain that occurs. The purpose of this intervention is to determine the effect of
administering cool packs before infusion is performed to reduce pain. The results
of the application of this intervention show that compresses using a cool pack can
minimize pain when an IV will be placed. The conclusion of this intervention is that
the cool pack has an effect on pain prior to infusion.

Keywords: Hemorrhagic Hemorrhagic Fever, Hypovolemic Shock, cool pack

1
Student of Nursing Science Program Faculty of Health Science Muhammadiyah
University of Purwokerto
2
Lecturer of Health Faculty of Muhammadiyah University of Purwokerto

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, dapat
menyelesaikan Karya Ilmiah ini dengan judul: Asuhan Keperawatan Dengan Masalah
Syok Hipovolemik Pada Pasien Dengue Hemoragic Fever (Dhf) Di Igd Rsud Prof
Dr Margono Soekarjo Purwokerto.

Penulisan Karya Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Kian ini, sangatlah sulit untuk
menyelesaikan Kian ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Anjar Nugroho, M.Hi., M.Si., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah


Purwokerto
2. Drs. H. Ikhsan Mujahid, M.Si. selaku Dekan FIkes yang telah memberi
berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana penyusunan skripsi;
3. Ns. Siti Nurjanah, M.Kep, Sp.Kep.J selaku Ketua Program Studi Profesi ners
yang telah memberi berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana
penyusunan skripsi;
4. Ns. Sri Suparti,. S. Kep,. M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam
penyusunan karya Ilmiah ini;
5. Ns. Destiya Dwi Pangestika, S. Kep., M. Kep yang telah memberikan berbagai
pertanyaan untuk menguji kelayakan sebagai Ners;
6. Dosen-dosen Fikes UMP yang telah membimbing selama proses Ners dan
memberikan banyak ilmu.
7. Bapak dan ibu serta saudara tercinta yang telah memberikan bantuan dan
dukungan baik material maupun moral; serta
Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu. Aamiin.

Purwokerto, September 2019


Penulis
vii
DAFTAR TABEL

3.1 Hasil Laboratorium...........................................................................................19

3.2 Terapi...............................................................................................................20
3.3 Analisa Data ....................................................................................................20
3.4 Rencana asuhan keperawatan ..........................................................................22
3.5 Evaluasi ...........................................................................................................23

viii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................. 1
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................................iv
KIAN UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................iv
ABSTRAK ..........................................................................................................................v
ABSTRACT .......................................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 10
A. Dengue Hemorragic Fever .................................................................................. 10
B. Syok Hipovolemik pada pasien DSS.................................................................. 12
C. Pemberian kompres menggunakan Cool Pack ................................................. 13
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN ................................................................. 17
A. Jenis Penelitian .................................................................................................... 17
B. Pengkajian Keperawatan ................................................................................... 17
C. Rencana Asuahan Keperawatan........................................................................ 23
D. Evaluasi ................................................................................................................ 25
BAB IV ANALISA SITUASI ......................................................................................... 27
A. Profil Lahan Praktek .......................................................................................... 27
B. Analisis Masalah Keperawatan ......................................................................... 28
C. Analisis Intervensi Keperawatan ....................................................................... 30
D. Alternatif pemecahan Masalah .......................................................................... 33
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 35
A. Simpulan .............................................................................................................. 35
B. Saran .................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 36

ix
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Menurut data WHO, Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue

di dunia antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai

negara ke-2 dengan kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis. Kasus

Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus

68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak

204.171 kasus, (Depkes, 2018)

Pada tahun 2017 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 68.407 kasus

dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 493 orang dan 26,12 per 100.000

penduduk dibandingkan tahun 2016 dengan kasus sebanyak 204.171 serta 78,85 per

100.000 penduduk terjadi penurunan kasus pada tahun 2017. Dari grafik di bawah

selama kurun waktu 10 tahun terakhir mulai tahun 2008 cenderung tinggi sampai

tahun 2010 kemudian mengalami penurunan drastik di tahun 2011 sebesar 27,67

per 100.000 penduduk yang dilanjutkan dengan tren kecenderungan meningkat

sampai tahun 2016 sebesar 78,85 per 100.000 penduduk namun kembali mengalami

penurunan drastik pada tahun 2017 dengan angka kesakitan atau Incidence Rate

26,12 per 100.000 penduduk. Berikut tren angka kesakitan DBD selama kurun

waktu 2008-2017 (Depkes, 2017).

Fenomena perdarahan pada DBD berkaitan dengan perubahan

vaskular, penurunan jumlah trombosit (<100.000/ml) dan koagulopati. Tendensi

1
perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis, dan

perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, (WHO, 1997)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang

ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang

jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati. Demam Dengue berdarah adalah

penyakit yang bermanifestasi perdarahan dikulit berupa petechie, purpura,

echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali,

trombositopeni. Dengue Syok Sindrom adalah penyakit DHF yang mengalami

kesadaran menurun atau renjatan.

Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD, (syndrom syok dengue = SSD) yang

biasanya terjadi antara hari sakit ke 2-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas

vaskular sehingga terjadi plasma leakage, efusi cairan serosa ke rongga pleura

dan peritoneum, hipo- proteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia, yang

mengakibatkan berkurangnya venous return, preload miokard, volume sekuncup

dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ.

Gangguan perfusi ginjal ditandai dengan oliguria atau anuria, sedangkan gangguan

perfusi susunan saraf pusat ditandai oleh penurunan kesadaran. Pada fase awal SSD

fungsi organ vital dipertahankan dari hipovolemia oleh sistem homeostasis dalam

bentuk takikardia, vasokonstriksi, penguatan kontraktilitas miokard, takipnea,

hiperpnea dan hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer mengurangi perfusi non

esensial di kulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh

dan pemanjangan waktu pengisian kapiler (>5 detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu
tubuh lebih dari 2oC menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh. Pada tahap

SSD kompensasi curah jantung dan tekanan darah normal kembali, (Tobin,1996).

Pedoman tata laksana SSD menurut WHO merekomendasikan bahwa

penggantian volume plasma dengan cairan kristaloid, lalu diikuti dengan koloid.

Meskipun rekomendasi awalnya berharga dalam memfokuskan perhatian pada

kebutuhan untuk penggantian volume, namun pedoman tersebut belum

diperbaharui sejak tahun 1975. Secara teoritis, koloid memberikan keuntungan

pada pasien dengan permeabilitas vaskuler meningkat, meskipun dalam praktik

klinik belum terbukti manfaat yang jelas. Namun sebaliknya, koloid dapat

menimbulkan efek buruk pada hemostasis yang merupakan pertimbangan penting

pada pasien dengan DBD. Oleh karena itu, beberapa studi terkini menunjukkan

bahwa koloid dapat diberikan terlebih dahulu sebelum cairan kristaloid untuk

mengatasi syok, (Choi P, 1999).

Resusitasi cairan adalah pemberian bolus cairan resusitasi secara cepat melalui

akses intravaskular atau intraoseal pada kejadin hipovolemia.Tujuan resusitasi

cairan adalah menyelamatkan otak dari gangguan hipoksik- iskemik, melalui

peningkatan preload dan curah jantung, mengembalikan volume sirkulasi efektif,

mengembalikan oxygen-carrying capacity dan mengoreksi gangguan metabolik

dan elektrolit. Cairan kristaloid isotonik efektif mengisi ruang intersisial,

mudah disediakan, tidak mahal, tidak menimbulkan reaksi alergik; namun hanya

seperempat bagian bolus tetap berada di ruang intravaskular, sehingga diperlukan

volume yang lebih besar 4-5 kali defisit dengan risiko terjadi edema jaringan
terutama paru. Contoh cairan kristaloid isotonik adalah garam fisiologik (NaCl

0.9%), ringer laktat dan ringer asetat, (AHA, 1997).

Rumah sakit merupakan tempat dimana pasien sering mengalami prosedur

medis yang menyakitkan dan tak terduga seperti pemasangan infus sehingga

menimbulkan stress situsional dan kecemasan yang mengarah pada pengalaman

yang tidak menyenangkan Dampak nyeri yang lain berupa kesulitan tidur,

penurunan minat anak untuk melakukan kegiatan, dan meningkatnya kecemasan.

Ketidakmampuan untuk mengurangi nyeri dapat menimbulkan ketidakberdayaan

dan keputusasaan (Wong, 2012)

Nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP)

merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

adanya kerusakan atau ancaman kerusakan pada jaringan. Nyeri merupakan

keluhan utama yang paling sering dialami pasien dan kegelisahan akibat nyeri

akan menimbulkan suatu peringatan bagi klinisi. Nyeri adalah suatu fenomena

perseptual dan sensual serta penting bagi tubuh untuk terlindung dari cedera

sehingga manusia dapat bertahan hidup. Nyeri sangat mengganggu dan

menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.

Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi

merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek

psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh

yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan

sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya
terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang

bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen. (Anas Tamsuri,

2006)

Nyeri yang dirasakan pasien akibat prosedur invasif salah satunya adalah

saat pemasangan infus. Pemasangan infus merupakan suatu prosedur yang sering

dilakukan selama pasien mengalami hospitalisasi. Pemasangan infus digunakan

untuk pemberian cairan, nutrisi, dan pemberian obat secara terus menerus (Potter

& Perry, 2013).

Saat jarum infus menusuk kulit akan menimbulkan rangsangan yang

mengganggu sehingga akan mengaktifkan nosiseptor nyeri. Nosiseptor nyeri akan

merangsang ujung saraf aferen untuk mengeluarkan substansi P. Substansi P yang

dilepaskan akan mempengaruhi nosiseptor diluar daerah trauma yang akan

menimbulkan lingkaran nyeri semakin meluas. Impuls nyeri akan di ditransmisikan

ke medula spinalis melalui jalur asendens. Ketika impuls nyeri masuk ke kornu

posterior medula spinalis akan terjadi interaksi antar sistem analgesia endogen yang

dihasilkan oleh tubuh. Jika nyeri tidak dihambat pada proses ini maka nyeri yang

dirasakan akan lebih lama dan semakin meluas. Pada kelompok kontrol tidak

dilakukan hal yang dapat menghambat nyeri sehingga tingkat nyeri responden pada

kelompok kontrol akan lebih luas dan lebih lama. Impuls nyeri akan ditransmisikan

dari medula spinalis untuk di teruskan ke otak dan akan terjadi persepsi nyeri.

Persepsi nyeri yang terjadi di thalamus akan ditransmisikan ke korteks


somatosensorik sehingga akan terasa nyeri pada area yang ditusuk infus,

(Retnaningsih, 2017).

Upaya pengurangan nyeri dapat dilakukan melalui terapi farmakologi yaitu

dengan menggunakan obat-obatan dan terapi non farmakologi tanpa menggunakan

obat-obatan meliputi relaksasi, hipnotis, guided imagery, massage, terapi musik,

kompres hangat dan kompres dingin (Dochter, 2013). Kompres dingin merupakan

terapi nonfarmakologi yang cocok diberikan sebelum dilakukan pemasangan

infus. Dingin akan menimbulkan mati rasa sebelum rasa nyeri timbul.

Kompres dingin merupakan terapi nonfarmakologi yang cocok diberikan

sebelum dilakukan pemasangan infus. Dingin akan menimbulkan mati rasa

sebelum rasa nyeri timbul. Kompres dingin dapat menimbulkan efek anastesi

lokal pada luka tusuk akibat pemasangan infus (Potter & Perry, 2013). Kompres

dingin menggunakan es memperlambat konduksi serabut saraf perifer dan

menurunkan pelepasan mediator inflamasi dan nosiseptor sehingga menimbulkan

efek anastesi kulit yang relatif cepat (Waterhouse, 2013).

Kompres dingin dipilih sebagai intervensi untuk mengurangi nyeri akibat

pemasangan infus pada penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya

yang menunjukkan kompres dingin lebih efektif dibanding kompres hangat, serta

berdasarkan teori Kozier (2012) yang mengatakan pada kompres dingin, pengalihan

persepsi nyeri menjadi rasa dingin yang lebih dominan adalah salah satu tipe

transendensi yang telah tercapai sehingga pasien merasa lebih nyaman, sedangkan

pada kompres hangat tidak mempunyai efek yang sama dengan kompres dingin.
Kompres hangat juga tidak mempunyai efek anestesi lokal yang dapat mengurangi

nyeri lokal.

Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah

setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Aplikasi kompres

dingin adalah mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi

perdarahan serta edema. Diperkiraan bahwa terapi dingin menimbulkan efek

analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga implus nyeri

yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah

bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri (Price,

2005).

Dalam sebuah penelitian yang diteliti oleh Asriani, Lestiawati dan

Retnaningsih (2016) yang berjudul “Pengaruh Kompres Dingin Terhadap

Tingkat Nyeri Anak Usia Sekolah Saat Pemasangan Infus Di Poliklinik Persiapan

Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul” didapatkan hasil penelitian ini

menggunakan desain quasi experiment post-test only nonequivalent

control group. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling

dengan sampel sebanyak 36 responden terbagai menjadi dua kelompok

(kelompok kontrol dan elompok intervensi). Kompres dingin dilakukan selama 3

menit sebelum pemasangan infus dilakukan dan analisa data menggunakan uji

Mann Withney. Dari hasil penelitian menunjukkan tingkat nyeri anak pada

kelompok control mayoritas mengalami sakit yang paling sakit 44,4%. Tingkat

nyeri pada kelompok intervensi mayoritas mengalami sedikit nyeri 38,9%.

Perbedaan rata- rata tingkat nyeri diketahui tingkat nyeri kelompok intervensi
lebih rendah 2,17 dibandingkan kelompok kontrol. Hasil uji Mann Withney

didapatkan p value 0,000.

IGD merupakan ruangan dimana pasien pertama kali mendapatkan

tindakan seperti pemasangan infus dan terapi lain tergantung kebutuhan pasien.

Pemasangan infus dilakukan ke pasien yang sudah dilakukan pemeriksaan oleh

dokter yang di sarankan untuk rawat inap. Pemasangan infus juga menjadi salah

satu intervensi kolaborasi yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung

perbaikan cairan. Pemasangan infus menjadi pengalaman tersendiri bagi pasien

dengan ambang nyeri yang berbeda-beda seperti usia, jenis kelamin serta

penyakit yang dideritanya ketika masuk ke rumh sakit dan memiliki respon yang

berbeda ketika pasien yang memiliki GCS <15.

Berdasarkan masalah diatas sebagai bentuk laporan kegiatan praktik

klinik, maka dengan ini penulis tertarik melakukan penulisan karya ilmiah akhir

ners yang berjudul analisis penerapan pemberian cool pack terhadap tingkat nyeri

saat pemasangan infus pada pasien dengan Dengue Hemorrhagic Fever di Igd

Prof dr Margono Soekarjo Purwokerto.

B. Perumusan Masalah

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan pada jaringan.

Nyeri merupakan keluhan utama yang paling sering dialami pasien dan kegelisahan

akibat nyeri akan menimbulkan suatu peringatan bagi klinisi kesehatan. Diperkiraan

bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan


hantaran saraf sehingga implus nyeri yang mencapai otak lebih sedikit oleh karena itu

penulis melakukan studi kasus pada salah satu pasien DHF dengan intervensi pemberian

cool pack saat pemasangan infus.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian cool pack sebelum dilakukan pemasangan

infus untuk mengurangi nyeri.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat nyeri sebelum di intervensi kompres dingin (cool pack)

sebelum dilakukan pemasangan infus

b. Mengetahui tingkat nyeri setelah intervensi kompres dingin (cool pack)

D. Manfaat Penelitian

1. Keilmuan

Hasil karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk

lebih meningkatkan informasi serta dapat memberikan manfaat khususnya untuk

menambah referensi perpustakaan sebagai bahan kajian yang selanjutnya.

2. Peneliti selanjutnya

Hasil karya akhir ini diharapkan bisa menjadi inspirasi peneliti selanjutnya untuk

membuat inovasi cool pack.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Dengue Hemorragic Fever

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue. Dengue adalah virus penyakit yang ditularkan dari nyamuk Aedes Spp,

nyamuk yang paling cepat berkembang di dunia ini telah menyebabkan hampir 390

juta orang terinfeksi setiap tahunnya. Beberapa jenis nyamuk menularkan atau

menyebarkan virus dengue. DBD memiliki gejala serupa dengan Demam Dengue,

namun DBD memiliki gejala lain berupa sakit/nyeri pada ulu hati terus-menerus,

pendarahan pada hidung, mulut, gusi atau memar pada kulit, (Depkes, 2017)

Patofisiologi demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh virus yang

sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan

perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada

DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena

kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh

terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan

akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum

timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan

segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag

menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di

makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

10
memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang

akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B

yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu

antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen,

(WHO, 2005)

Berbagai aspek mengenai infeksi virus dengue telah diteliti untuk

mengetahui faktor-faktor yang berperan menimbulkan berat-ringannya infeksi ini,

dari parameter yang sederhana (klinis dan pemeriksaan laboraorium dasar/rutin)

hingga pemeriksaan labora- torium yang canggih misalnya yang masih dalam tahap

penelitian yaitu kadar TNF, platelet activating factor, interleukin-1, interleukin-6,

dan interleukin-8. Mayetti melaporkan bahwa gambaran klinis berupa perdarahan

spontan, hepatomegali, suhu tubuh dan parameter laboratorium yaitu jumlah

trombosit, hematokrit dan leukosit merupakan faktor risiko syok pada DBD yang

paling berhubungan (Mayetti, 2010).

Trombositopenia di bawah 100.000/mm3 merupa- kan salah satu kriteria

diagnosis DBD, nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai

nilai terendah pada masa syok. Beberapa studi menunjukkan bahwa keadaan

trombositopenia tidak dapat digunakan dalam menilai derajat suatu penyakit

DBD/SSD, oleh karena itu trombositopenia hanya digunakan sebagai salah satu

kriteria laboratoris dalam menegakkan diagnosis DBD/SSD.Trombositopenia disertai

peningkatan megakariosit muda dalam sumsum tulang dan masa hidup trombosit
yang pendek diduga timbul akibat peningkatan aktivitas destruksi trombosit. (Dewi

et al, 2006).

Pada penderita dengan renjatan/shock berat maka volume plasma dapat

berkurang sampai kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Renjatan

hipovolemia ini bila tidak ditangani segera akan berakibat anoksia jaringan, asidosis

metabolic sehingga terjadi pergeseran ion kalsium dari intraseluler ke extraseluler.

Mekanisme ini diikuti oleh penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling

sehingga lebih memperberat kondisi renjatan/shock, (Rezeki, 2000).

B. Syok Hipovolemik pada pasien DSS

Kegawatan demam berdarah dengue (DBD) yang mengancam nyawa adalah

disfungsi sirkulasi atau syok hipovolemik yang disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas kapilar dan perdarahan, sehingga terjadi plasma leakage, penurunan

perfusi organ, penurunan suplai oksigen dan nutrien untuk sel yang dapat berlanjut

dengan gagal organ multiple dan kematian. Tata laksana kegawatan DBD berorientasi

pada pendekatan patofisiologik multi system terpadu yang diarahkan pada pemenuhan

kebutuhan oksigen dan nutrien, termasuk didalamnya tunjangan ventilasi, pemberian

oksigen, resusitasi cairan dan obat resusitasi. Resusitasi cairan paling baik diberikan saat

syok kompensasi, dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid secara agresif 10-

30 ml/kgbb dalam 6-10 menit untuk meningkatkan preload, curah jantung, volume

sirkulasi efektif, memperbaiki perfusi organ, sehingga mekanisme homeostatis atau

mekanisme kompensasi tidak digunakan lagi dan kesembuhan segera pasien

sindrom syok dengue dapat diharapkan, (Darwis 2016).


Pasien cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam

48 jam. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok

yaitu gelisah, letargi/ lemah, ekstremitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi

lemah, tekanan nadi menyempit (≤ 20 mmHg) atau hipotensi, dan peningkatan

mendadak kadar hematokrit atau peningkatan kadar hematokrit secara terus

menerus walaupun telah diberi cairan intravena. Cairan resusitasi inisial pada SSD

adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB secara intravena dalam 30 menit. Pada anak

dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur; bila tidak

ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok

belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan koloid 10-20 ml/kg BB

secepatnya dalam 30 menit. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi

30ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian koloid 1500ml/hari dan sebaiknya tidak

diberikan pada saat perdarahan, (Haupt,1992).

C. Pemberian kompres menggunakan Cool Pack

Kunci tata laksana DBD terletak pada deteksi dini fase kritis, yaitu saat suhu

turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan

sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan kebocoran

plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan tanda-

tanda bahaya secara awal dan pemberian cairan larutan garam isotonik atau

kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma sesuai dengan berat ringan

penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus

menerus dan penurunan jumlah trombosit yang cepat, (WHO, 2009)


Penelitian dari Saeki (2002) tentang penerapan panas dan dingin terhadap

sensasi nyeri dengan penusukan buatan menunjukkan hasil bahwa penerapan dari

stimulasi panas sedikit memberikan respon terhadap pengurangan rasa nyeri bila

dibandingkan dengan stimulasi dingin. Dengan kompres dingin lebih dapat

menghilangkan sensasi nyeri akibat penusukan dan mampu menekan respon otonom,

sedangkan pada kompres panas tidak memberikan efek seperti pada kompres dingin.

Relaksasi adalah satu lagi teknik non-farmakologis dalam menjaga

manajemen nyeri diingat bahwa kecemasan dapat menyebabkan rasa sakit dan

nyeri juga dapat menyebabkan kecemasan, Kompres dingin adalah metode non-

farmakologis penghilang rasa sakit dan telah digunakan selama bertahun-tahun.

Dimulai dari aktivitas enzim inflamasi meningkat dengan meningkatnya suhu, es

diyakini membantu mengontrol rasa sakit dengan menginduksi anestesi lokal di

sekitar daerah perawatan. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa kompes dingin

mengurangi edema, metabolisme sel, dan melokalisir aliran darah, (Modabber,

2013).

Berdasarkan teori gate control, kompres dingin merupakan sesuatu yang tidak

berbahaya yang disampaikan dengan cepat oleh serabut myelin kecil dan nonmyelin

serabut C dihambat sehingga mengurangi kenaikan jumlah rangsangan nociceptive.

Berdasarkan dari hasil penelitian dan penelitian sebelumnya, didapatkan pemberian

kompres dingin lebih memberikan pengaruh terhadap penurunan skala nyeri baik secara

klinik maupun uji statistik, namun keduanya sama-sama memberikan pengaruh terhadap

kenyamanan anak saat akan dilakukan tindakan pemasangan infus daripada tidak diberi
perlakuan apapun yang dapat menimbulkan nyeri dan kecemasan. Nyeri yang

ditimbulkan dapat menyebabkan pelepasan hormon stres dan ke rusakan pada jaringan

tubuh, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sehingga hasil akhirnya adalah

terjadi ketegangan pada sistem kekebalan tubuh yang dapat memper- sulit efek dari

cedera dan memperlambat pemulihan (Zengerle-Levy, 2005).

Berdasarkan teori Kozier (2012) yang mengatakan pada kompres dingin,

pengalihan persepsi nyeri menjadi rasa dingin yang lebih dominan adalah salah

satu tipe transendensi yang telah tercapai sehingga pasien merasa lebih nyaman,

sedangkan pada kompres hangat tidak mempunyai efek yang sama dengan

kompres dingin. Kompres hangat juga tidak mempunyai efek anestesi lokal yang

dapat mengurangi nyeri lokal.

Efek utama yang menguntungkan kompres dingin selama pemulihan

adalah vasokonstriksi terkait dingin yang mungkin membatasi permeabilitas dan

dengan demikian dalam proses inflamasi, mengurangi nyeri otot. Kerangka kerja

ini juga didasarkan pada laboratorium dan studi klinis, dingin mengurangi

kecepatan konduksi saraf dan meningkatkan ambang nyeri. Studi telah

menunjukkan penurunan dalam darah aliran perifer yang disebabkan oleh metode

yang berbeda dari kompres dingin yang dikemukakan untuk menjelaskan ini

penurunan aliran darah yang vasokonstriksi yang disebabkan oleh sistem saraf

simpatis refleks dan afinitas yang disebabkan oleh dingin dari postjunctional

alpha-2 reseptor dari dinding pembuluh. Hasil dari dua faktor tersebut di atas

adalah pengurangan aktivitas metabolit enzimatik noradrenalin, peningkatan


kekentalan darah, aktivasi agregat trombosit yang melepaskan 5HT dan

tromboksan A2, (Kol E, 2013)


BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN


A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis

penelitian case study research (studi kasus) dan bersifat deskkriptif. Dalam

penelitian ini mengguakan jenis penelitian case study research. Menurut Arikunto

studi kasus adalah pendekatann yang dilakukan secara intensif, terperinci dan

mendalam terhadap gejala-gejala tertentu.

B. Pengkajian Keperawatan

1. IDENTITAS

Nama : SDR. D

Umur : 23 tahun

Status : Belum Menikah

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Mekarsari, Kalimantan Selatan

MRS : Senin, 8 April 2019

2. DIAGNOSIS:

DHF

3. KELUHAN UTAMA

Pasien mengatakan pusing dan lemas

17
4. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan demam 4 hari yang lalu sebelum masuk ke rumah

sakit, demam takkunjung sembuh dan masuk ke IGD, pasien mengatakan tidak

punya alergi obat dan lainnya, pasien makan terakhir jam setengah 8pagi.

5. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien mengatakan tidak pernah menderita demam berdarah sebelumnya.

6. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit kronis

7. PEMERIKSAAN FISIK

a. Tanda- tanda vital :

Tekanan Darah : 127/83 mmHg

Nadi : 113×/menit

Suhu : 36,4 ̊ C

RR : 20 ×/menit

Peristaltik usus : 10 x/menit

b. Sistem Pernapasan (B1–Breath)

Pasien tidak sesak, batuk (-), pola napas teratur, tidak ada penggunaan otot bantu

napas, tidak ada suara nafas tambahan, RR: 20 ×/menit.

c. Sistem kardiovaskular (B2–Bleed)

Irama jantung reguler, bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, CRT < 3 detik, akral hangat,

tidak terdapat sianosis.


d. Sistem persarafan (B3–Brain)

Kesadaran composmentis, pasien merasa pusing, pasien dapat istirahat tidur ± 5

jam.

e. Sistem pencernaan (B4–Bladder)

Pasien mengeluh mual, nafsu makan menurun, pasien hanya mampu menghabiskan

1/3 porsi makan yang disediakan. Bising usus + 10 ×/menit, BB sebelum sakit 67

kg, saat ini BB 65 kg, turgor kulit sedang, lemak subkutan tebal, konjungtiva an

anemis. Pasien minum ± 1.000 ml/hari air putih.

f. Sistem perkemihan (B5–Bowel)

Pasien BAK 1000 ml/hari sehari di kamar mandi, warna kuning jernih.

g. Sistem muskuloskeletal dan integumen (B6–Bone)

Kemampuan pergerakan sendi bebas pasien merasa sedikit lemah, warna kulit an

ikterik, turgor kulit sedang, pasien memakai infus pada tangan kanan.

h. Sistem endokrin:

Tiroid tidak membesar.

i. Psikososial spiritual:

Pasien mengatakan menjalankan ibadah shalat 5 waktu, tetapi ketika sakit pasien

jarang melakukan ibadah shalat 5 waktu.


8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 3.1
Hasil Laboratorium

Tanggal Laboratorium Hasil Satuan Nilai normal


Senin Hemoglobin 17,2 g/dL 10,7-14,7
8-4 -19 Leukosit 3800 u/L 5500-15500
Eritrosit 46 10^6/uL 3,6-5,2
Trombosit 44.000 uL 229.000-553.000
Hematokrit 51 % 35-43
MCV 80,1 fL 72-88
MCH 28,5 Pg/cell 23-31
MCHC 33,4 % 32-36
RDW 13,4 % 11,5-14,5
MPV 8,8 fL 9,4-12,3
Basofil 1,66 % 0-1
Kreatinin 4,60 Mg/dL 0,60-1,30
Eosinofil 1,2 % 1-5
Klorida 112 mEq/L 94-111
Batang 0,4 % 3-6
Segmen 68,2 % 25-60
Limfosit 21,9 % 25-50
Monosit 4,6 % 1-6
9. TERAPI

Tabel 3.2
Terapi

No Jenis Sediaan Dosis Jalur Fungsi


Obat masuk
1 Infus Nacl Parenteral 20 tpm IV Cairan isotonis
0,9 %
2 Kalnex Ampul 3x130 mg IV Anti perdarahan

10. Analisa Data

Tabel 3.3

Analisa data

No Data Fokus Etiologi Problem


1. DS : Virus dengue Nyeri akut
1. Pasien mengatakan pusing,
kualitasnya seperti tertindih, di suplai O2 menurun
area kepala, skala nyeri 5,
pusing ketika bangun dari penumpukan asam
tempat tidur laktat di otak dan
DO : sendi
1. Pasien tampak pucat
2. Terpasang infus Nacl 0,9% 20 Nyeri akut
tpm
3. Akral teraba hangat
4. Suhu : 36,4 0C

2. DS: pasien mengatakan Perdarahan Resiko syok


gusinya berdarah, lemas hipovolemik
DO: Resiko jaringan
Penurunan trombosit tidak efektif
44.000/uL, HB: 17,2 g/dL,
Leukosit 3800 u/L, Hipoksia jaringan
Hematokrit 51%, TD: 127/83
mmHg, N: 113×/menit Asidosis metabolik
1. Pasien terlihat pucat, akral
pasien teraba dingin Resiko syok
hipovolemik
3. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b.d Agen Injury Bologis


b. Resiko Syok Hipovolemik b.d Penurunan Trombosit
C. Rencana Asuahan Keperawatan

Tabel 3.4
Rencana asuhan keperawatan
No Hari/ Dx Tujuan Rencana Intervensi
Tanggal Keperawatan
1. Senin,8 April Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri
2019 Agen Injury selama 1x 6 jam jam diharapkan nyeri akut 1. Observasi tanda-tanda vital
Biologis berkurang dengan indikator: 2. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
Indikator A T 3. Observasi reaksi non verbal dari
Melaporkan bahwa nyeri 4 5 ketidaknyamanan
berkurang 4. Evaluasi pengalaman nyeri
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
Mampu mengontrol nyeri 4 5 6. Ajarkan teknik nonfarmakologi
(tahu penyebab nyeri, teknik nafas dalam
mampu menggunakan
teknik nonfamrkaologi
untuk mengurangi nyeri)
Ket: 1 = Berat
2 = Cukup berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak ada
2.
Resiko syok Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor status sirkulasi, warna kulit,
hipovolemik selama 1 x 6 jam diharapkan resiko syok suhu kulit, HR, nadi perifer, CRT
hipovolemik teratasi dengan indikator: 2. Monitor input dan output
3. Monitor hemodinamik
Indikator A T 4. Monitor tanda awal syok
Mata cekung tidak 4 5 5. Berikan cairan Infus Nacl 0.9 %
ditemukan 6. Berikan injeksi Kalnex 1 ampul
7. Berikan kompres dingin (cool pack)
Hematokrit dalam batas 4 5 sebelum dilakukan pemasangan infus
normal

Ket: 1 = Berat
2 = Cukup berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak ada
2.

j
D. Evaluasi

Tabel 3.5
Evaluasi

No Diagnosa Waktu Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf


keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agen Senin, 8 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
1. S : pasien mengatakan masih pusing, Deana
Injury Biologis April 2019 2. 2. Melakukan pengkajian nyeri secara jika bangun dari tempat tidur merasa
komprehensif berkunang-kunang
3. 3. Mengobservasi reaksi non verbal O:
dari ketidaknyamanan Pasien terlihat pucat dan lesu,
4. 4. Mengevaluasi pengalaman nyeri A : Masalah belum teratasi
masa lampau
5. 5. Mengurangi faktor presipitasi nyeri P : Lanjutkan intervensi
6. 6. Mengajarkan teknik nonfarmakologi1. Observasi keadaan umum pasien
2. Kaji demam pasien
1. Memonitor status sirkulasi, warna
Resiko syok kulit, suhu kulit, HR, nadi perifer, S: pasien mengatakan masih lemas,
hipovolemik CRT saat dilakukan pemasangan infus
2. Memonitor input dan output pasien mengatakan nyeri skala 3
3. Memonitor hemodinamik setelah menggunakan cool pack
4. Memonitor tanda awal syok O: hematokrit masih tinggi, pasien
5. Memberikan cairan Infus Nacl 0.9 terlihat pucat
% A: masalah syok hipovolemik belum
6. Memberikan injeksi Kalnex 1 teratasi
ampul
7. Memberikan kompres dingin (cool P: monitor hasil lab dan tanda-tanda
pack) sebelum dilakukan syok
pemasangan infus

7.
BAB IV

ANALISA SITUASI
A. Profil Lahan Praktek

Rumah Sakit Umum daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

termasuk rumah sakit tipe B Pendidikan milik Pemerintah Prrovinsi Jawa Tengah

yang berada di kota Purwokerto. Rumah Sakit ini sekarang telah menjadi rumah

sakit terbesar dan terlengkap, serta rujukan untuk masyarakat di kawasan Jawa

Tengah barat-selatan yang sudah terakreditasi dengan tigkat kelulusan

PARIPURNA, dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 752 TT dengan fasilitas

layanan: medis, penunjang medis, asuhan keperawatan serta non medis, yang

lengkap dan modern.

IGD Rumah sakit Prof DR Margono Soekarjo Menyelenggarakan

pelayanan medis pasien gawat darurat yaitu pasien dengan ancaman kematian dan

perlu pertolongan segera (critically ill patient), pasien yang tidak ada ancaman

kematian tetapi perlu pertolongan segera (emergency patient), dan pelayanan pasien

tidak gawat tidak darurat yang datang ke IGD selama 24 jam terus menerus.

Melayani :1). Mengelola pelayanan khusus siaga bencana dan pelayanan medis saat

bencana.2). Bersama dengan Bagian Pendidikan & Penelitian mengelola pelatihan

penanganan pasien gawat darurat.3). Pelayanan Maternal Perinatal yang

didukung Sijari Emas (Sistem Jejaring Rujukan Maternal Perinatal Kabupaten

Banyumas).

IGD terdiri dari ruangan resusitasi, ruang luka bakar, bedah minor dan ruang

besar untuk pasien-pasien dengan triase kuning dan hijau. Pasien dengan

27
permasalahan syok hipovolemik berada di ruangan triase hijau dan kuning yang

tidak terlalu gawat.

B. Analisis Masalah Keperawatan

Nyeri seringkali menjadi ancaman ketika pasien berada di rumah sakit

apabila akan dilakukan suatu tindakan. Seperti pada teori spesivitas yang

dikemukakan oleh Descartes teori ini didasarkan pada kepercayaan bahwa

terdapat organ tubuh yang secara khusus menstransmisi rasa nyeri. Syaraf ini

diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan mentransmisikannya melalui ujung

dorsal dan substansia gelatinosa ke talamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada

daerah yang lebih tinggi sehingga timbul respon nyeri. Teori ini tidak menjelaskan

bagaimana faktor-faktor multi dimensional dapat mempengaruhi nyeri. (Hartwig &

Wilson, 2005)

Meskipun persepsi nyeri setiap orang berbeda-beda namun nyeri bisa

diatasi dengan berbagai cara dan dapat dikontrol berdasarkan impuls syaraf. Teori

Gate Control menyatakan eksistensi dari kemampuan endogen untuk mengurangi

dan meningkatkan derajat perasaan nyeri melalui modulasi impuls yang masuk pada

kornu dorsalis melalui “gate” (gerbang). Berdasarkan sinyal dari sistem

asendens dan desendens maka input akan ditimbang. Integrasi semua input dari

neuron sensorik, yaitu pada level medulla spinalis yang sesuai, dan ketentuan apakah

gate akan menutup atau membuka, akan meningkatkan atau mengurangi intensitas

nyeri asendens. Gate Control Theory ini mengakomodir variabel psikologis dalam

persepsi nyeri, termasuk motivasi untuk bebas dari nyeri, dan peranan pikiran,
emosi, dan reaksi stress dalam meningkatkan atau menurunkan sensasi nyeri.

Melalui model ini, dapat dimengerti bahwa nyeri dapat dikontrol oleh manipulasi

farmakologis maupun intervensi psikologis (painedu.org, 2008).

Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif, sama halnya saat

seseorang mencium bau harum atau busuk, mengecap manis atau asin, yang

kesemuanya merupakan persepsi panca indera dan dirasakan manusia sejak lahir.

Walau demikian, nyeri berbeda dengan stimulus panca indera, karena stimulus nyeri

merupakan suatu hal yang berasal dari kerusakan jaringan atau yang berpotensi

menyebabkan kerusakan jaringan (Meliala,2004).

Nyeri adalah suatu masalah yang membingungkan. Selain itu nyeri

merupakan alasan tersering yang dikeluhkan pasien ketika berobat kedokter.

Banyak institusi sekarang menyebut nyeri sebagai tanda vital kelima (fifth vital

sign), dan mengelompokannya bersama tanda-tanda klasik seperti: suhu, nadi, dan

tekanan darah. Milton mengatakan “Pain is perfect miserie, the worst / of evil. And

excessive, overture / All patience”. Sudah menjadi kewajaran bahwa manusia sejak

awal berupaya sedemikian untuk mengerti tentang nyeri dan mencoba mengatasinya

(Bonica & Loeser, 2001).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien yang akan

dilakukan tindakan seperti pemasangan infus memiliki kecemasan karena stimulus

yang berasal dari kerusakan jaringan yang menghasilkan respon nyeri pada tubuh.

Nyeri yang dirasakan setiap orang berbeda-beda tergantung dari impuls syaraf yang

bekerja membuka dan menutup.


C. Analisis Intervensi Keperawatan penggunaan Cool Pack sebelum dilakukan

pemasangan infus

Kompres dingin adalah pemberian stimulasi kulit menggunakan kantong es

untuk mengurangi nyeri. Pemberian kompres dingin akan menimbulkan mati rasa

yang tepat digunakan sebagai anastesi lokal untuk laserasi permukaan atau luka

tusuk yang eektif untuk menghilangkan nyeri (Wong, 2009).

Menurut teori Kozier (2012) yang mengatakan pada kompres dingin,

pengalihan persepsi nyeri menjadi rasa dingin yang lebih dominan adalah salah satu

tipe transendensi yang telah tercapai sehingga pasien merasa lebih nyaman,

sedangkan pada kompres hangat tidak mempunyai efek yang sama dengan kompres

dingin. Kompres hangat juga tidak mempunyai efek anestesi lokal yang dapat

mengurangi nyeri lokal.

Prasetyo (2013) juga mengatakan kompres dingin bekerja dengan

menstimulasi permukaan kulit untuk mengontrol nyeri. Kompres dingin yang

diberikan akan mempengaruhi impuls yang dibawa oleh serabut taktil A-Beta

untuk lebih mendominasi sehingga akan menutup dan impuls nyeri akan terhalangi.

Nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang untuk sementara waktu.

Kompres dingin diketahui efektif dan efisien digunakan sebagai stimulasi kulit.

Menurut Nurchairiah (2015), pada umumnya dingin lebih mudah menembus

jaringan dibandingkan dengan panas. Ketika otot sudah mengalami penurunan

suhu akibat aplikasi dingin, efek dingin dapat bertahan lebih lama dibanding

dengan panas karena adanya lemak subkutan yang bertindak sebagai isolator, di
sisi lain lemak subkutan merupakan barrier utama energi dingin untuk menembus

otot.

Teori pertahanan nyeri (gate control) dari Melzack dan Wall (1995)

menyatakan impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan

disepanjang sistem saraf pusat. Pemberian kompres dingin akan menstimulasi alur

saraf desenden melepaskan opiate endogen seperti endorphin dan dinorfin yang

merupakan pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Pemberian kompres

dingin juga dapat menstimulasi neuromodulator menutup mekanisme pertahanan

dengan menghambat pelepasan substansi P (Potter & Perry, 2013). Anak

dipasangan infus akan mengalami kerusakan jaringan yang akan merangsang

nosiseptor nyeri yang akan di transmisikan ke otak. Namun dengan adanya

kompres dingin pada area yang akan dipasangan infus akan menghambat

pelepasaan subatansi P yang dapat menghambat nyeri sampai ke otak.

Saat jarum infus menusuk kulit akan menimbulkan rangsangan yang

mengganggu sehingga akan mengaktifkan nosiseptor nyeri. Nosiseptor nyeri akan

merangsang ujung saraf aferen untuk mengeluarkan substansi P. Substansi P yang

dilepaskan akan mempengaruhi nosiseptor diluar daerah trauma yang akan

menimbulkan lingkaran nyeri semakin meluas. Impuls nyeri akan di ditransmisikan

ke medula spinalis melalui jalur asendens. Ketika impuls nyeri masuk ke kornu

posterior medula spinalis akan terjadi interaksi antar sistem analgesia endogen yang

dihasilkan oleh tubuh. Jika nyeri tidak dihambat pada proses ini maka nyeri yang

dirasakan akan lebih lama dan semakin meluas. Pada kelompok kontrol tidak
dilakukan hal yang dapat menghambat nyeri sehingga tingkat nyeri responden pada

kelompok kontrol akan lebih luas dan lebih lama. Impuls nyeri akan ditransmisikan

dari medula spinalis untuk di teruskan ke otak dan akan terjadi persepsi nyeri.

Persepsi nyeri yang terjadi di thalamus akan ditransmisikan ke korteks

somatosensorik sehingga akan terasa nyeri pada area yang ditusuk infus,

(Retnaningsih, 2017)

Pada tanggal 8 April 2019 telah dilakukan intervensi untuk mengurangi

skala nyeri ketika akan dilakukan pemasangan infus yang dilakukan pada Sdr D

dan Nn. R yang diagnosa DHF dengan keluhan nyeri. Sdr D dilakukan tindakan

kompres dingin sebelum pemsangan infus dan Nn. R tidak diberikan kompres

dingin sebelum dilakukan pemasangan infus. Intervensi ini menggunakan cool

fever yang biasanya digunakan untuk menurunkan demam anak-anak. Cool fever

atau cool pack ini digunakan karena ukuran yang pas dan tidak perlu menggunakan

es, cool pack ini berbentuk seperti stiker dan saat di tempel di kulit akan terasa

dingin. Intervensi yang dilakukan pada sdr D sebelum dilakukan pemasangan

infus adalah dengan cara menempelkannya pada daerah yang akan diinfus selama

5 menit kemudian dilakukan pemasangan infus sesuai prosedur dan waktu untuk

megukur pengompresan menggunakan stopwatch.

Setelah prosedur pemasangan infus selesai, untuk menilai skala nyerinya

menggunakan skala NRS (Numeric Rating Scale) penilaian dimulai dengan

menjelaskan skala nyeri 1-10 dan pasien menyebutkan skala nyeri yang dirasakan.

Pasien menyebutkan skala nyeri 3 yaitu nyeri ringan.


Perbandingan yang dilakukan pada Pasien Nn. R yang tidak diberikan cool

pack sebelum dilakukan pemasangan infus mempunyai skala nyeri 5.

Kesimpulannya responden yang diberikan kompres dingin mengalami nyeri yang

lebih ringan hal ini disebabkan karena pemberian kompres dingin akan

menstimulasi alur saraf desenden melepaskan opiate endogen seperti endorphin

dan dinorfin yang merupakan pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.

Pemberian kompres dingin juga dapat menstimulasi neuromodulator menutup

mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P.

Kompres dingin dilakukan sebelum pemasangan infus dilakukan karena

kompres dingin menyebabkan pelepasan endorphin sehingga akan memblok

transmisi stimuli nyeri dan memperlambat konduksi serabut saraf perifer dan

menurunkan pelepasan mediator inflamasi dan nosiseptor sehingga menimbulkan

efek anastesi kulit yang relatif cepat (Waterhouse, 2013). Tujuan dari pemberian

kompres dingin menggunakan cool pack ini adalah untuk efek anestesi agar

mengurangi nyeri saat akan dilakukan pemasangan infus.

D. Alternatif pemecahan Masalah

Intervensi lain yang dapat dilakukan untuk menangani pasien dengan

masalah nyeri saat pemasangan infus adalah menggunaan EMLA (Eutectic Mixture

of local Anesthetics). Hasil penelitian yang diberikan EMLA masih didominasi

nyeri berat yaitu 20 (66,7%) responden dan responden yang tidak diberikan EMLA

didominasi nyeri berat sebanyak 28 (93,3%) responden. Hal tersebut dapat dilihat

bahwa pemasangan infus dengan menggunakan EMLA lebih efektif dibandingkan


tidak menggunakan EMLA. Keefektifan pemberian EMLA untuk menurunkan

tingkat nyeri pada anak usia pra sekolah dalam pemasangan infus dapat dilihat

dengan observasi secara langsung. Banyaknya nyeri berat di atas dapat dilihat

dengan tingkah laku anak, ekspresi wajah dan verbal. Ekspresi wajah dan tingkah

laku anak dapat menunjukan apakah anak mengalami nyeri ringan, sedang ataupun

nyeri berat (Hartini, 2015)


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan

1. Gambaran umum klien dengan demam berdarah dengue (DBD) pada kasus ini

adalah memperlihatkan nyeri (sakit perut, sakit kepala dan pusing) dengan skala 6

dan hipertermia, resiko syok (perdarahan), dan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

2. Evaluasi inovasi menggunakan kompres dingin (cool pack) pada klien didapatkan

evaluasi skala nyeri 3 dan intervensi yang didak menggunakan cool pack dengan

skalamyeri 5.

B. Saran

1. Bagi pasien

Kompres dingin dapat diaplikasikan sebagai salah satu alternatif pada klien yang

mengalami nyeri saat pemasangan infus, agar dapat lebih optimal maka klien harus

dalam kondisi yang rileks dan suasan yang tenang.

2. Bagi Perawat

Kompres dingin ini dapat di aplikasikan pada pasien setelah tindakan pemasangan

infus.

3. Bagi Peneliti

Diharapkan terapi kompres dingin pada pasien dengan nyeri saat pemasangan

infus dapat dipadukan dengan pemberian terapi relaksasi nafas dalam atau

menggunaan EMLA

35
DAFTAR PUSTAKA

Asriani, N. K., Lestiawati, E., & Retnaningsih, L. N. (2017). Pengaruh kompres dingin
terhadap tingkat nyeri anak usiasekolah saat pemasangan infus di poliklinik
persiapan rawat inap rsud panembahan senopati bantul. Jurnal Keperawatan
Respati Yogyakarta, 4(1), 70-75.
Bonica, J.J., Loeser, J.D., 2001. History of Pain Concepts and Therapies, In: Loeser J.D., et
al (eds)
Bonica’s, 2001, Management of Pain. Lippincott William & Wilkins Philadelphia, pp 3-16
Darwis, D. (2016). Kegawatan demam berdarah dengue pada anak. Sari Pediatri, 4(4), 156-
62.
Data Rumah sakit Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto
Dewi R, Tumbelaka AR, Sjarif DR. Clinical features at dengue hemorrhagic fever and
risk factors of shock event. Pediatr Indones 2006;46144-8.
Gorji, M. H., Nesami, M. B., Ayyasi, M., Ghafari, R., & Yazdani, J. (2014). Comparison of
ice packs application and relaxation therapy in pain reduction during chest tube
removal following cardiac surgery. North American journal of medical sciences,
6(1), 19.
Gunawan, S., Sutanto, F. C., Tatura, S. N., & Mantik, M. F. (2016). Platelet distribution
width dan mean platelet volume: hubungan dengan derajat penyakit demam
berdarah dengue. Sari Pediatri, 12(2), 74-7.
Hartini, S. (2015). Penurunan Skala Nyeri Pemasangan Infus dengan EMLA pada Anak
Prasekolah di Ruang Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan
Masyarakat Cendekia Utama, 4(2).
Haupt MT, Kaufman BS, Carlson RW. Fluid resuscitation in patients with increased vascular
permeability. Critical Care Clinics 1992;8-34-53. 25.
Kan EF, Rampengan TH. Factors associated with shock in children with dengue
hemorrhagic fever. Pediatr Indones 2004;44171-5.
Meliala, L. 2004. Nyeri Keluhan yang Terabaikan: Konsep Dahulu, Sekarang, dan Yang Akan
Datang, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas Kedokteran Universitas
GadjahMada.
Modabber A, Rana M, Ghassemi A, Gerressen M, Gellrich N, Hölzle F, et al. Three-
dimensional evaluation of postoperative swelling in treatment of zygomatic bone
fractures using two different cooling therapy methods: A randomized, observer-
blind, prospective study. Trails 2013;14:238.
Moxon C, Wills B. Management of severe dengue in children. Hot topics in infection and
immunity in children IV. 2008;10-1-44.
Painedu.org, 2008. Physiology of Pain, http:// www.painedu.org.
Price, Sylvia Anderson.2006. Patofisiologi.Jakarta: EGC
Sari, A. D., & Dirdjo, M. M. (2019). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien
Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Intervensi Inovasi Kompres Dingin (Cool
Pack) Terhadap Tingkat Nyeri Saat Pemasangan Infus pada Anak di Ruang Instalasi
Gawat Darurat RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 2018.
Silbernagl/Lang, 2000, Pain in Color Atlas of Pathophysiology, Thieme New York. 320-321

36
Sri Rezeki H.H.,HIndraIrawan.2000 Demam Berdarah Dengue,Jakarta:Bali Penerbit
FKUI.Halamn 16-17
Tansumri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC
Waterhouse, M.R., Liu, D.R. & Wang, V.J. (2013). Cryotherapeutic Topical Analgesics For
Pediatric Intravenous Catheter Placement: Ice versus Vapocoolant Spray. Pediart
Emerg Care.December.pp. 2.
World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control. New Edition 2009.
Wong, D.L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Jakarta: EGC.
LAMPIRAN

38

Anda mungkin juga menyukai