NIM : 1811040010
Soekarjo Purwokerto
PEMBIMBING
i
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Penguji I : Ns. Destiya Dwi Pangestika, S. Kep., M. Kep., ..................
NIK. 2160886
Mengetahui,
Dekan FIKES
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : 1811040010
saya dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan
dengan benar serta bukan hasil penjiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat dan apabila kelak dikemudian hari terbukti ada
berlaku.
iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
Bersama perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Muhammadiyah Purwokerto berhak menyimpan,
mengalih media/ mengalih formatkan, dalam mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat, dan mempublikasikan tugasakhir saya dengan tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Purwokerto
Pada tanggal : September 2019
Yang menyatakan,
iv
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH SYOK
HIPOVOLEMIK PADA PASIEN DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)
DI IGD RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
ABSTRAK
1
Mahasiswa Program Studi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
2
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto
v
NURSING CARE WITH HYPOVOLEMIC SHOCK PROBLEMS IN
DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF) PATIENTS AT EMERGENCY
INSTALLATION OF RSUD (REGIONAL PUBLIC HOSPITAL) DR
MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
ABSTRACT
1
Student of Nursing Science Program Faculty of Health Science Muhammadiyah
University of Purwokerto
2
Lecturer of Health Faculty of Muhammadiyah University of Purwokerto
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, dapat
menyelesaikan Karya Ilmiah ini dengan judul: Asuhan Keperawatan Dengan Masalah
Syok Hipovolemik Pada Pasien Dengue Hemoragic Fever (Dhf) Di Igd Rsud Prof
Dr Margono Soekarjo Purwokerto.
Penulisan Karya Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Kian ini, sangatlah sulit untuk
menyelesaikan Kian ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
3.2 Terapi...............................................................................................................20
3.3 Analisa Data ....................................................................................................20
3.4 Rencana asuhan keperawatan ..........................................................................22
3.5 Evaluasi ...........................................................................................................23
viii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................................. 1
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................................iv
KIAN UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................iv
ABSTRAK ..........................................................................................................................v
ABSTRACT .......................................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 10
A. Dengue Hemorragic Fever .................................................................................. 10
B. Syok Hipovolemik pada pasien DSS.................................................................. 12
C. Pemberian kompres menggunakan Cool Pack ................................................. 13
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN ................................................................. 17
A. Jenis Penelitian .................................................................................................... 17
B. Pengkajian Keperawatan ................................................................................... 17
C. Rencana Asuahan Keperawatan........................................................................ 23
D. Evaluasi ................................................................................................................ 25
BAB IV ANALISA SITUASI ......................................................................................... 27
A. Profil Lahan Praktek .......................................................................................... 27
B. Analisis Masalah Keperawatan ......................................................................... 28
C. Analisis Intervensi Keperawatan ....................................................................... 30
D. Alternatif pemecahan Masalah .......................................................................... 33
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 35
A. Simpulan .............................................................................................................. 35
B. Saran .................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 36
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut data WHO, Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue
di dunia antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai
negara ke-2 dengan kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis. Kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus
68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak
Pada tahun 2017 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 68.407 kasus
dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 493 orang dan 26,12 per 100.000
penduduk dibandingkan tahun 2016 dengan kasus sebanyak 204.171 serta 78,85 per
100.000 penduduk terjadi penurunan kasus pada tahun 2017. Dari grafik di bawah
selama kurun waktu 10 tahun terakhir mulai tahun 2008 cenderung tinggi sampai
tahun 2010 kemudian mengalami penurunan drastik di tahun 2011 sebesar 27,67
sampai tahun 2016 sebesar 78,85 per 100.000 penduduk namun kembali mengalami
penurunan drastik pada tahun 2017 dengan angka kesakitan atau Incidence Rate
26,12 per 100.000 penduduk. Berikut tren angka kesakitan DBD selama kurun
1
perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis, dan
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang
jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati. Demam Dengue berdarah adalah
Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD, (syndrom syok dengue = SSD) yang
biasanya terjadi antara hari sakit ke 2-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
vaskular sehingga terjadi plasma leakage, efusi cairan serosa ke rongga pleura
dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
Gangguan perfusi ginjal ditandai dengan oliguria atau anuria, sedangkan gangguan
perfusi susunan saraf pusat ditandai oleh penurunan kesadaran. Pada fase awal SSD
fungsi organ vital dipertahankan dari hipovolemia oleh sistem homeostasis dalam
dan pemanjangan waktu pengisian kapiler (>5 detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu
tubuh lebih dari 2oC menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh. Pada tahap
SSD kompensasi curah jantung dan tekanan darah normal kembali, (Tobin,1996).
penggantian volume plasma dengan cairan kristaloid, lalu diikuti dengan koloid.
klinik belum terbukti manfaat yang jelas. Namun sebaliknya, koloid dapat
pada pasien dengan DBD. Oleh karena itu, beberapa studi terkini menunjukkan
bahwa koloid dapat diberikan terlebih dahulu sebelum cairan kristaloid untuk
Resusitasi cairan adalah pemberian bolus cairan resusitasi secara cepat melalui
mudah disediakan, tidak mahal, tidak menimbulkan reaksi alergik; namun hanya
volume yang lebih besar 4-5 kali defisit dengan risiko terjadi edema jaringan
terutama paru. Contoh cairan kristaloid isotonik adalah garam fisiologik (NaCl
medis yang menyakitkan dan tak terduga seperti pemasangan infus sehingga
yang tidak menyenangkan Dampak nyeri yang lain berupa kesulitan tidur,
keluhan utama yang paling sering dialami pasien dan kegelisahan akibat nyeri
akan menimbulkan suatu peringatan bagi klinisi. Nyeri adalah suatu fenomena
perseptual dan sensual serta penting bagi tubuh untuk terlindung dari cedera
psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh
yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan
sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya
terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut
bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen. (Anas Tamsuri,
2006)
Nyeri yang dirasakan pasien akibat prosedur invasif salah satunya adalah
saat pemasangan infus. Pemasangan infus merupakan suatu prosedur yang sering
untuk pemberian cairan, nutrisi, dan pemberian obat secara terus menerus (Potter
ke medula spinalis melalui jalur asendens. Ketika impuls nyeri masuk ke kornu
posterior medula spinalis akan terjadi interaksi antar sistem analgesia endogen yang
dihasilkan oleh tubuh. Jika nyeri tidak dihambat pada proses ini maka nyeri yang
dirasakan akan lebih lama dan semakin meluas. Pada kelompok kontrol tidak
dilakukan hal yang dapat menghambat nyeri sehingga tingkat nyeri responden pada
kelompok kontrol akan lebih luas dan lebih lama. Impuls nyeri akan ditransmisikan
dari medula spinalis untuk di teruskan ke otak dan akan terjadi persepsi nyeri.
(Retnaningsih, 2017).
kompres hangat dan kompres dingin (Dochter, 2013). Kompres dingin merupakan
infus. Dingin akan menimbulkan mati rasa sebelum rasa nyeri timbul.
sebelum rasa nyeri timbul. Kompres dingin dapat menimbulkan efek anastesi
lokal pada luka tusuk akibat pemasangan infus (Potter & Perry, 2013). Kompres
pemasangan infus pada penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya
yang menunjukkan kompres dingin lebih efektif dibanding kompres hangat, serta
berdasarkan teori Kozier (2012) yang mengatakan pada kompres dingin, pengalihan
persepsi nyeri menjadi rasa dingin yang lebih dominan adalah salah satu tipe
transendensi yang telah tercapai sehingga pasien merasa lebih nyaman, sedangkan
pada kompres hangat tidak mempunyai efek yang sama dengan kompres dingin.
Kompres hangat juga tidak mempunyai efek anestesi lokal yang dapat mengurangi
nyeri lokal.
yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah
bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri (Price,
2005).
Tingkat Nyeri Anak Usia Sekolah Saat Pemasangan Infus Di Poliklinik Persiapan
Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul” didapatkan hasil penelitian ini
menit sebelum pemasangan infus dilakukan dan analisa data menggunakan uji
Mann Withney. Dari hasil penelitian menunjukkan tingkat nyeri anak pada
kelompok control mayoritas mengalami sakit yang paling sakit 44,4%. Tingkat
Perbedaan rata- rata tingkat nyeri diketahui tingkat nyeri kelompok intervensi
lebih rendah 2,17 dibandingkan kelompok kontrol. Hasil uji Mann Withney
tindakan seperti pemasangan infus dan terapi lain tergantung kebutuhan pasien.
dokter yang di sarankan untuk rawat inap. Pemasangan infus juga menjadi salah
dengan ambang nyeri yang berbeda-beda seperti usia, jenis kelamin serta
penyakit yang dideritanya ketika masuk ke rumh sakit dan memiliki respon yang
klinik, maka dengan ini penulis tertarik melakukan penulisan karya ilmiah akhir
ners yang berjudul analisis penerapan pemberian cool pack terhadap tingkat nyeri
saat pemasangan infus pada pasien dengan Dengue Hemorrhagic Fever di Igd
B. Perumusan Masalah
Nyeri merupakan keluhan utama yang paling sering dialami pasien dan kegelisahan
akibat nyeri akan menimbulkan suatu peringatan bagi klinisi kesehatan. Diperkiraan
penulis melakukan studi kasus pada salah satu pasien DHF dengan intervensi pemberian
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Keilmuan
Hasil karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk
2. Peneliti selanjutnya
Hasil karya akhir ini diharapkan bisa menjadi inspirasi peneliti selanjutnya untuk
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dengue Hemorragic Fever
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue. Dengue adalah virus penyakit yang ditularkan dari nyamuk Aedes Spp,
nyamuk yang paling cepat berkembang di dunia ini telah menyebabkan hampir 390
juta orang terinfeksi setiap tahunnya. Beberapa jenis nyamuk menularkan atau
menyebarkan virus dengue. DBD memiliki gejala serupa dengan Demam Dengue,
namun DBD memiliki gejala lain berupa sakit/nyeri pada ulu hati terus-menerus,
pendarahan pada hidung, mulut, gusi atau memar pada kulit, (Depkes, 2017)
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada
DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena
kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh
terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan
akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum
timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan
makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
10
memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang
akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B
yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu
(WHO, 2005)
hingga pemeriksaan labora- torium yang canggih misalnya yang masih dalam tahap
trombosit, hematokrit dan leukosit merupakan faktor risiko syok pada DBD yang
diagnosis DBD, nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai
nilai terendah pada masa syok. Beberapa studi menunjukkan bahwa keadaan
DBD/SSD, oleh karena itu trombositopenia hanya digunakan sebagai salah satu
peningkatan megakariosit muda dalam sumsum tulang dan masa hidup trombosit
yang pendek diduga timbul akibat peningkatan aktivitas destruksi trombosit. (Dewi
et al, 2006).
berkurang sampai kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Renjatan
hipovolemia ini bila tidak ditangani segera akan berakibat anoksia jaringan, asidosis
Mekanisme ini diikuti oleh penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling
perfusi organ, penurunan suplai oksigen dan nutrien untuk sel yang dapat berlanjut
dengan gagal organ multiple dan kematian. Tata laksana kegawatan DBD berorientasi
pada pendekatan patofisiologik multi system terpadu yang diarahkan pada pemenuhan
oksigen, resusitasi cairan dan obat resusitasi. Resusitasi cairan paling baik diberikan saat
syok kompensasi, dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid secara agresif 10-
30 ml/kgbb dalam 6-10 menit untuk meningkatkan preload, curah jantung, volume
48 jam. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok
yaitu gelisah, letargi/ lemah, ekstremitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi
menerus walaupun telah diberi cairan intravena. Cairan resusitasi inisial pada SSD
adalah larutan kristaloid 20 ml/kgBB secara intravena dalam 30 menit. Pada anak
dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur; bila tidak
ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok
belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan koloid 10-20 ml/kg BB
Kunci tata laksana DBD terletak pada deteksi dini fase kritis, yaitu saat suhu
turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan
plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan tanda-
tanda bahaya secara awal dan pemberian cairan larutan garam isotonik atau
kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma sesuai dengan berat ringan
penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus
sensasi nyeri dengan penusukan buatan menunjukkan hasil bahwa penerapan dari
stimulasi panas sedikit memberikan respon terhadap pengurangan rasa nyeri bila
menghilangkan sensasi nyeri akibat penusukan dan mampu menekan respon otonom,
sedangkan pada kompres panas tidak memberikan efek seperti pada kompres dingin.
manajemen nyeri diingat bahwa kecemasan dapat menyebabkan rasa sakit dan
nyeri juga dapat menyebabkan kecemasan, Kompres dingin adalah metode non-
sekitar daerah perawatan. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa kompes dingin
2013).
Berdasarkan teori gate control, kompres dingin merupakan sesuatu yang tidak
berbahaya yang disampaikan dengan cepat oleh serabut myelin kecil dan nonmyelin
kompres dingin lebih memberikan pengaruh terhadap penurunan skala nyeri baik secara
klinik maupun uji statistik, namun keduanya sama-sama memberikan pengaruh terhadap
kenyamanan anak saat akan dilakukan tindakan pemasangan infus daripada tidak diberi
perlakuan apapun yang dapat menimbulkan nyeri dan kecemasan. Nyeri yang
ditimbulkan dapat menyebabkan pelepasan hormon stres dan ke rusakan pada jaringan
tubuh, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sehingga hasil akhirnya adalah
terjadi ketegangan pada sistem kekebalan tubuh yang dapat memper- sulit efek dari
pengalihan persepsi nyeri menjadi rasa dingin yang lebih dominan adalah salah
satu tipe transendensi yang telah tercapai sehingga pasien merasa lebih nyaman,
sedangkan pada kompres hangat tidak mempunyai efek yang sama dengan
kompres dingin. Kompres hangat juga tidak mempunyai efek anestesi lokal yang
dengan demikian dalam proses inflamasi, mengurangi nyeri otot. Kerangka kerja
ini juga didasarkan pada laboratorium dan studi klinis, dingin mengurangi
menunjukkan penurunan dalam darah aliran perifer yang disebabkan oleh metode
yang berbeda dari kompres dingin yang dikemukakan untuk menjelaskan ini
penurunan aliran darah yang vasokonstriksi yang disebabkan oleh sistem saraf
simpatis refleks dan afinitas yang disebabkan oleh dingin dari postjunctional
alpha-2 reseptor dari dinding pembuluh. Hasil dari dua faktor tersebut di atas
penelitian case study research (studi kasus) dan bersifat deskkriptif. Dalam
penelitian ini mengguakan jenis penelitian case study research. Menurut Arikunto
studi kasus adalah pendekatann yang dilakukan secara intensif, terperinci dan
B. Pengkajian Keperawatan
1. IDENTITAS
Nama : SDR. D
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
2. DIAGNOSIS:
DHF
3. KELUHAN UTAMA
17
4. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan demam 4 hari yang lalu sebelum masuk ke rumah
sakit, demam takkunjung sembuh dan masuk ke IGD, pasien mengatakan tidak
punya alergi obat dan lainnya, pasien makan terakhir jam setengah 8pagi.
7. PEMERIKSAAN FISIK
Nadi : 113×/menit
Suhu : 36,4 ̊ C
RR : 20 ×/menit
Pasien tidak sesak, batuk (-), pola napas teratur, tidak ada penggunaan otot bantu
Irama jantung reguler, bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, CRT < 3 detik, akral hangat,
jam.
Pasien mengeluh mual, nafsu makan menurun, pasien hanya mampu menghabiskan
1/3 porsi makan yang disediakan. Bising usus + 10 ×/menit, BB sebelum sakit 67
kg, saat ini BB 65 kg, turgor kulit sedang, lemak subkutan tebal, konjungtiva an
Pasien BAK 1000 ml/hari sehari di kamar mandi, warna kuning jernih.
Kemampuan pergerakan sendi bebas pasien merasa sedikit lemah, warna kulit an
ikterik, turgor kulit sedang, pasien memakai infus pada tangan kanan.
h. Sistem endokrin:
i. Psikososial spiritual:
Pasien mengatakan menjalankan ibadah shalat 5 waktu, tetapi ketika sakit pasien
Tabel 3.2
Terapi
Tabel 3.3
Analisa data
Tabel 3.4
Rencana asuhan keperawatan
No Hari/ Dx Tujuan Rencana Intervensi
Tanggal Keperawatan
1. Senin,8 April Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri
2019 Agen Injury selama 1x 6 jam jam diharapkan nyeri akut 1. Observasi tanda-tanda vital
Biologis berkurang dengan indikator: 2. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
Indikator A T 3. Observasi reaksi non verbal dari
Melaporkan bahwa nyeri 4 5 ketidaknyamanan
berkurang 4. Evaluasi pengalaman nyeri
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
Mampu mengontrol nyeri 4 5 6. Ajarkan teknik nonfarmakologi
(tahu penyebab nyeri, teknik nafas dalam
mampu menggunakan
teknik nonfamrkaologi
untuk mengurangi nyeri)
Ket: 1 = Berat
2 = Cukup berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak ada
2.
Resiko syok Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor status sirkulasi, warna kulit,
hipovolemik selama 1 x 6 jam diharapkan resiko syok suhu kulit, HR, nadi perifer, CRT
hipovolemik teratasi dengan indikator: 2. Monitor input dan output
3. Monitor hemodinamik
Indikator A T 4. Monitor tanda awal syok
Mata cekung tidak 4 5 5. Berikan cairan Infus Nacl 0.9 %
ditemukan 6. Berikan injeksi Kalnex 1 ampul
7. Berikan kompres dingin (cool pack)
Hematokrit dalam batas 4 5 sebelum dilakukan pemasangan infus
normal
Ket: 1 = Berat
2 = Cukup berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak ada
2.
j
D. Evaluasi
Tabel 3.5
Evaluasi
7.
BAB IV
ANALISA SITUASI
A. Profil Lahan Praktek
termasuk rumah sakit tipe B Pendidikan milik Pemerintah Prrovinsi Jawa Tengah
yang berada di kota Purwokerto. Rumah Sakit ini sekarang telah menjadi rumah
sakit terbesar dan terlengkap, serta rujukan untuk masyarakat di kawasan Jawa
layanan: medis, penunjang medis, asuhan keperawatan serta non medis, yang
pelayanan medis pasien gawat darurat yaitu pasien dengan ancaman kematian dan
perlu pertolongan segera (critically ill patient), pasien yang tidak ada ancaman
kematian tetapi perlu pertolongan segera (emergency patient), dan pelayanan pasien
tidak gawat tidak darurat yang datang ke IGD selama 24 jam terus menerus.
Melayani :1). Mengelola pelayanan khusus siaga bencana dan pelayanan medis saat
Banyumas).
IGD terdiri dari ruangan resusitasi, ruang luka bakar, bedah minor dan ruang
besar untuk pasien-pasien dengan triase kuning dan hijau. Pasien dengan
27
permasalahan syok hipovolemik berada di ruangan triase hijau dan kuning yang
apabila akan dilakukan suatu tindakan. Seperti pada teori spesivitas yang
terdapat organ tubuh yang secara khusus menstransmisi rasa nyeri. Syaraf ini
dorsal dan substansia gelatinosa ke talamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada
daerah yang lebih tinggi sehingga timbul respon nyeri. Teori ini tidak menjelaskan
Wilson, 2005)
diatasi dengan berbagai cara dan dapat dikontrol berdasarkan impuls syaraf. Teori
dan meningkatkan derajat perasaan nyeri melalui modulasi impuls yang masuk pada
asendens dan desendens maka input akan ditimbang. Integrasi semua input dari
neuron sensorik, yaitu pada level medulla spinalis yang sesuai, dan ketentuan apakah
gate akan menutup atau membuka, akan meningkatkan atau mengurangi intensitas
nyeri asendens. Gate Control Theory ini mengakomodir variabel psikologis dalam
persepsi nyeri, termasuk motivasi untuk bebas dari nyeri, dan peranan pikiran,
emosi, dan reaksi stress dalam meningkatkan atau menurunkan sensasi nyeri.
Melalui model ini, dapat dimengerti bahwa nyeri dapat dikontrol oleh manipulasi
seseorang mencium bau harum atau busuk, mengecap manis atau asin, yang
kesemuanya merupakan persepsi panca indera dan dirasakan manusia sejak lahir.
Walau demikian, nyeri berbeda dengan stimulus panca indera, karena stimulus nyeri
merupakan suatu hal yang berasal dari kerusakan jaringan atau yang berpotensi
Banyak institusi sekarang menyebut nyeri sebagai tanda vital kelima (fifth vital
sign), dan mengelompokannya bersama tanda-tanda klasik seperti: suhu, nadi, dan
tekanan darah. Milton mengatakan “Pain is perfect miserie, the worst / of evil. And
excessive, overture / All patience”. Sudah menjadi kewajaran bahwa manusia sejak
awal berupaya sedemikian untuk mengerti tentang nyeri dan mencoba mengatasinya
yang berasal dari kerusakan jaringan yang menghasilkan respon nyeri pada tubuh.
Nyeri yang dirasakan setiap orang berbeda-beda tergantung dari impuls syaraf yang
pemasangan infus
untuk mengurangi nyeri. Pemberian kompres dingin akan menimbulkan mati rasa
yang tepat digunakan sebagai anastesi lokal untuk laserasi permukaan atau luka
pengalihan persepsi nyeri menjadi rasa dingin yang lebih dominan adalah salah satu
tipe transendensi yang telah tercapai sehingga pasien merasa lebih nyaman,
sedangkan pada kompres hangat tidak mempunyai efek yang sama dengan kompres
dingin. Kompres hangat juga tidak mempunyai efek anestesi lokal yang dapat
diberikan akan mempengaruhi impuls yang dibawa oleh serabut taktil A-Beta
untuk lebih mendominasi sehingga akan menutup dan impuls nyeri akan terhalangi.
Nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang untuk sementara waktu.
Kompres dingin diketahui efektif dan efisien digunakan sebagai stimulasi kulit.
suhu akibat aplikasi dingin, efek dingin dapat bertahan lebih lama dibanding
dengan panas karena adanya lemak subkutan yang bertindak sebagai isolator, di
sisi lain lemak subkutan merupakan barrier utama energi dingin untuk menembus
otot.
Teori pertahanan nyeri (gate control) dari Melzack dan Wall (1995)
menyatakan impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan
disepanjang sistem saraf pusat. Pemberian kompres dingin akan menstimulasi alur
saraf desenden melepaskan opiate endogen seperti endorphin dan dinorfin yang
merupakan pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Pemberian kompres
kompres dingin pada area yang akan dipasangan infus akan menghambat
ke medula spinalis melalui jalur asendens. Ketika impuls nyeri masuk ke kornu
posterior medula spinalis akan terjadi interaksi antar sistem analgesia endogen yang
dihasilkan oleh tubuh. Jika nyeri tidak dihambat pada proses ini maka nyeri yang
dirasakan akan lebih lama dan semakin meluas. Pada kelompok kontrol tidak
dilakukan hal yang dapat menghambat nyeri sehingga tingkat nyeri responden pada
kelompok kontrol akan lebih luas dan lebih lama. Impuls nyeri akan ditransmisikan
dari medula spinalis untuk di teruskan ke otak dan akan terjadi persepsi nyeri.
somatosensorik sehingga akan terasa nyeri pada area yang ditusuk infus,
(Retnaningsih, 2017)
skala nyeri ketika akan dilakukan pemasangan infus yang dilakukan pada Sdr D
dan Nn. R yang diagnosa DHF dengan keluhan nyeri. Sdr D dilakukan tindakan
kompres dingin sebelum pemsangan infus dan Nn. R tidak diberikan kompres
fever yang biasanya digunakan untuk menurunkan demam anak-anak. Cool fever
atau cool pack ini digunakan karena ukuran yang pas dan tidak perlu menggunakan
es, cool pack ini berbentuk seperti stiker dan saat di tempel di kulit akan terasa
infus adalah dengan cara menempelkannya pada daerah yang akan diinfus selama
5 menit kemudian dilakukan pemasangan infus sesuai prosedur dan waktu untuk
menjelaskan skala nyeri 1-10 dan pasien menyebutkan skala nyeri yang dirasakan.
lebih ringan hal ini disebabkan karena pemberian kompres dingin akan
dan dinorfin yang merupakan pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.
transmisi stimuli nyeri dan memperlambat konduksi serabut saraf perifer dan
efek anastesi kulit yang relatif cepat (Waterhouse, 2013). Tujuan dari pemberian
kompres dingin menggunakan cool pack ini adalah untuk efek anestesi agar
masalah nyeri saat pemasangan infus adalah menggunaan EMLA (Eutectic Mixture
nyeri berat yaitu 20 (66,7%) responden dan responden yang tidak diberikan EMLA
didominasi nyeri berat sebanyak 28 (93,3%) responden. Hal tersebut dapat dilihat
tingkat nyeri pada anak usia pra sekolah dalam pemasangan infus dapat dilihat
dengan observasi secara langsung. Banyaknya nyeri berat di atas dapat dilihat
dengan tingkah laku anak, ekspresi wajah dan verbal. Ekspresi wajah dan tingkah
laku anak dapat menunjukan apakah anak mengalami nyeri ringan, sedang ataupun
1. Gambaran umum klien dengan demam berdarah dengue (DBD) pada kasus ini
adalah memperlihatkan nyeri (sakit perut, sakit kepala dan pusing) dengan skala 6
dan hipertermia, resiko syok (perdarahan), dan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
2. Evaluasi inovasi menggunakan kompres dingin (cool pack) pada klien didapatkan
evaluasi skala nyeri 3 dan intervensi yang didak menggunakan cool pack dengan
skalamyeri 5.
B. Saran
1. Bagi pasien
Kompres dingin dapat diaplikasikan sebagai salah satu alternatif pada klien yang
mengalami nyeri saat pemasangan infus, agar dapat lebih optimal maka klien harus
2. Bagi Perawat
Kompres dingin ini dapat di aplikasikan pada pasien setelah tindakan pemasangan
infus.
3. Bagi Peneliti
Diharapkan terapi kompres dingin pada pasien dengan nyeri saat pemasangan
infus dapat dipadukan dengan pemberian terapi relaksasi nafas dalam atau
menggunaan EMLA
35
DAFTAR PUSTAKA
Asriani, N. K., Lestiawati, E., & Retnaningsih, L. N. (2017). Pengaruh kompres dingin
terhadap tingkat nyeri anak usiasekolah saat pemasangan infus di poliklinik
persiapan rawat inap rsud panembahan senopati bantul. Jurnal Keperawatan
Respati Yogyakarta, 4(1), 70-75.
Bonica, J.J., Loeser, J.D., 2001. History of Pain Concepts and Therapies, In: Loeser J.D., et
al (eds)
Bonica’s, 2001, Management of Pain. Lippincott William & Wilkins Philadelphia, pp 3-16
Darwis, D. (2016). Kegawatan demam berdarah dengue pada anak. Sari Pediatri, 4(4), 156-
62.
Data Rumah sakit Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto
Dewi R, Tumbelaka AR, Sjarif DR. Clinical features at dengue hemorrhagic fever and
risk factors of shock event. Pediatr Indones 2006;46144-8.
Gorji, M. H., Nesami, M. B., Ayyasi, M., Ghafari, R., & Yazdani, J. (2014). Comparison of
ice packs application and relaxation therapy in pain reduction during chest tube
removal following cardiac surgery. North American journal of medical sciences,
6(1), 19.
Gunawan, S., Sutanto, F. C., Tatura, S. N., & Mantik, M. F. (2016). Platelet distribution
width dan mean platelet volume: hubungan dengan derajat penyakit demam
berdarah dengue. Sari Pediatri, 12(2), 74-7.
Hartini, S. (2015). Penurunan Skala Nyeri Pemasangan Infus dengan EMLA pada Anak
Prasekolah di Ruang Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan
Masyarakat Cendekia Utama, 4(2).
Haupt MT, Kaufman BS, Carlson RW. Fluid resuscitation in patients with increased vascular
permeability. Critical Care Clinics 1992;8-34-53. 25.
Kan EF, Rampengan TH. Factors associated with shock in children with dengue
hemorrhagic fever. Pediatr Indones 2004;44171-5.
Meliala, L. 2004. Nyeri Keluhan yang Terabaikan: Konsep Dahulu, Sekarang, dan Yang Akan
Datang, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas Kedokteran Universitas
GadjahMada.
Modabber A, Rana M, Ghassemi A, Gerressen M, Gellrich N, Hölzle F, et al. Three-
dimensional evaluation of postoperative swelling in treatment of zygomatic bone
fractures using two different cooling therapy methods: A randomized, observer-
blind, prospective study. Trails 2013;14:238.
Moxon C, Wills B. Management of severe dengue in children. Hot topics in infection and
immunity in children IV. 2008;10-1-44.
Painedu.org, 2008. Physiology of Pain, http:// www.painedu.org.
Price, Sylvia Anderson.2006. Patofisiologi.Jakarta: EGC
Sari, A. D., & Dirdjo, M. M. (2019). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien
Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Intervensi Inovasi Kompres Dingin (Cool
Pack) Terhadap Tingkat Nyeri Saat Pemasangan Infus pada Anak di Ruang Instalasi
Gawat Darurat RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 2018.
Silbernagl/Lang, 2000, Pain in Color Atlas of Pathophysiology, Thieme New York. 320-321
36
Sri Rezeki H.H.,HIndraIrawan.2000 Demam Berdarah Dengue,Jakarta:Bali Penerbit
FKUI.Halamn 16-17
Tansumri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC
Waterhouse, M.R., Liu, D.R. & Wang, V.J. (2013). Cryotherapeutic Topical Analgesics For
Pediatric Intravenous Catheter Placement: Ice versus Vapocoolant Spray. Pediart
Emerg Care.December.pp. 2.
World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control. New Edition 2009.
Wong, D.L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Jakarta: EGC.
LAMPIRAN
38