Anda di halaman 1dari 24

Makalah Tentang

“Glomerulonefritis”

Disusun Oleh :

1. Risa Dwi Aprillia (P1337420418012)

2. Yulianingsih (P1337420418014)

3. Zumrotun Nur Saida (P1337420418016)

4. Devi Febriani (P1337420418012)

PRODI DIII KEPERAWATAN BLORA

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2020/2021
Daftar isi

1. MAKALAH TENTANG “GLOMERULONEFRITIS”……………………………

2. Daftar isi ………………………………………………………………………………

3. Tinjauan Pustaka ……………………………………………………………………..

A. Konsep dasar Glomerulonefritis…………………………………………………..


1. Pengertian
2. Anatomi fisiologi
3. Etiologic
4. Patofisiologi
5. Tanda & Gejala
6. Penatalaksanaan
7. pathway
B. Konsep Dasar Nyeri …………………………………………………………………………..
1. Definisi nyeri akut
2. Definisi nyeri kronis
3. Karakteristik Nyeri Kepala
4. Pathofisiologi Nyeri Akut Pada Kepala Dalam Kasus GNA
5. Penanganan Nyeri akut pada anak
6. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Nyeri Akut
TINJAUAN PUSTAKA

B. Konsep dasar Glomerulonefritis

Glomerulonefritis akut merupakan glomerulonefritis yang sering ditemukan pada


anak ditandai dengan hematuria, hipertensi, edem, dan penurunan fungsi ginjal.
Glomerulonefritis akut pada anak paling sering ditemukan pada umur 2- 10 tahun dan
umumnya terjadi pasca infeksi streptokokus (Pardede, Trihono, & Tambunan, T., 2005).
Walaupun penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna, pada
sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukan pemantauan.
1. Pengertian

Glomerulo Nefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peradangan
pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa
pembuangan (Suriadi, dkk, 2001). Menurut Ngastiyah (2005) GNA adalah suatu
reaksi imunologis ginjal terhadap bakteri / virus tertentu.GNA adalah istilah yang
secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana
inflamasi terjadi di glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001).
2. Anatomi Fisiologi

Menurut Evelyn (2005) Ginjal adalah suatu organ yang terletak dibagian belakang
cavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III,
melekat langsung pada dinding belakang abdomen.Bentuk ginjal seperti biji kacang,
jumlahnya ada dua buah yaitu kanan dan kiri. Ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal
kanan dan umumnya ginjal laki–laki lebih panjang ketimbang ginjal perempuan.
Fungsi ginjal :
1. Memegang peranan paling penting dalam pengeluaran zat – zat toksik
atau racun.
2. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh.
4. Mempertahankan keseimbangan garam–garam dan zat lain dalam tubuh.
5. Mengeluarkan sisa–sisa metabolisme hasil akhir dari proteinureum, kreatinin, dan
amoniak.
Uji fungsi ginjal terdiri dari :
a. Uji protein (albumin) Bila ada kerusakan pada glomerulus atau tubulus maka
protein dapat masuk dalam urine.
b. Uji konsentrasi ureum darah, bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum maka
ureum darah naik diatas kadar normal 20 – 40 mg %.
c. Uji konsentrasi, pada uji ini dilarang makan minum selama 12, melihat berat jenis
urine.

Gambar 1.1 Anatomi Ginjal


Sumber :( 2013).

3. Etiologi

Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis lainnya, tetapi pada
anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus β haemolyticus;
sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud adalah
GNA pasca streptokokus (Noer, 2002). Glomerulonefritis akut paska streptokokus
menyerang anak umur 5 – 15 tahun, anak laki – laki berpeluang menderita 2 kali lebih
sering dibanding anak perempuan, timbul setelah 9 – 11 hari awitan infeksi
streptokokus (Nelson, 2002). Timbulnya GNA didahului oleh infeksi bakteri
streptokokus ekstra renal, terutama infeksi di traktus respiratorius bagian atas dan
kulit oleh bakteri streptokokus golongan A tipe 4, 12, 25. Hubungan antara GNA
dengan infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh Lohleintahun 1907
dengan alasan;
a. Timbul GNA setelah infeksi skarlatina
b. Diisolasinya bakteri streptokokus βhemolitikus
c. Meningkatnya titer streptolisin pada serum darah

Faktor iklim, keadan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya
GNA, setelah terjadi infeksi kuman streptokokus.

4. Patofisiologi

Suatu reaksi radang pada glomerulus dengan sebukan lekosit dan proliferasi sel, serta

eksudasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruang Bowman.Gangguan pada

glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu respon imunologi yang terjadi

dengan adanya perlawanan antibodi dengan mikroorganisme yaitu streptokokus

A.Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang

menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding kapiler dan

menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil yang mana akan menurunkan

filtrasi glomerulus, insuffisiensi renal dan perubahan permeabilitas kapiler sehingga

molekul yang besar seperti protein dieskresikan dalam urine / proteinuria (Silbernagel

& Lang, 2006).

5. Tanda dan gejala

Menurut Jordan dan Lemire, (1982) lebih dari 50 % kasus GNA adalah

asimtomatik.Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas
dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab (Travis,

1994).Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok ataukulit

(Nelson, 2000).

1. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)

2. Proteinuria (protein dalam urine)

3. Oliguria (keluaran urine berkurang)

4. Nyeri panggul

5. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian menyebar ke

abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang mungkin tidak terlihat oleh

seorang yang tidak mengenal anak dengan baik).

6. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada

hari pertama.

7. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan

kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika terdapat kerusakan

jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan

menjadi permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik (Sekarwana, 2001).

8. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, dan diare.

9. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan

kesadaran menurun.

10. Fatigue (keletihan atau kelelahan)

6. Penatalaksanaan

a. Pemberian penisilin pada fase akut (baik secara oral atau intramuskuler).

Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis,

melainkan mengurangi menyebarnya infeksi streptokokus yang mungkin masih

ada. Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis


yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan

karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis anak dapat terinfeksi lagi

dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil (Nelson,

2000).

b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa

untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi

dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin

sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intamuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian,

selanjutnya pemberian resepin peroral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgBB/hari.

Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

c. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam

darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan

sebagainya (Lumbanbatu, 2003)

d. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini

pemberian furosamid (lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/hari) dalam 5-10 menit

tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Noer,

2002).
7. Pathways

Streptococus A

Luka jaringan muskuluskeletal

Peredaran darah kapiler

Sampai pada ginjal

Bakteri Streptococus hidup

Reaksi Antigen-antibodi ginjal

Poliferasi sel dan kerusakan glomerulus

GFR menurun Kerusakan membran

kapiler

Retensi Na + Air Proteinuria dan Hematuria

Vasospasme pembuluh darah Edema


Ketidak seimbangan
Bed rest nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Ensefalopati hipertensi

Dekubitus
Nyeri akut sakit Kelebihan
kepala / pusing volume cairan
Kerusakan
Integritas Kulit
Gambar : 1.2. Pathways glomerolusnefrotik Akut (GNA).
Sumber :(Silbernagel &Lang, 2006)
8. Fokus Intervensi

Fokus intervensi pada kasus GNA ini yaitu pada penanganan Hipertensi, retensi
cairan, infeksi bakteri streptococcus dan kelebihan cairan tubuh (Noer, 2002:
Nelson, 2000).

C. Konsep Dasar Nyeri

Pada dasarnya nyeri bukanlah suatu penyakit,akan tetapi merupakan suatu

fenomena subyektif yang komplek yang memunculkan mekanisme

perlindungan,yang menyebabkan seseorang menarik diri atau menghindari sumber

nyeri dan mencari bantuan atau terapi.Sebenarnya nyeri pada anak tidak berbahaya

bila dalam skala yang kecil dan disebabkan oleh agen injuri fisik yang ringan,namun

nyeri dapat membahayakan anak ketika berada dalam skala yang besar dan

disebabkan oleh agen injuri biologi yang bisa disebabkan oleh virus maupun

bakteri.Oleh karena itu pada bab ini akan dipaparkan tentang definisi dari

nyeri,patofisiologi,terutama terkait dengan kasus,dan beberapa penanganan nyeri

pada anak.

1. Definisi Nyeri Akut

Nyeri merupakan akibat dari serangkaian langkah kompleks yang berasal dari lokasi

cidera menuju otak sehingga stimulus ditafsirkan sebagai ras nyeri (Kowalak,

Welsh,&Mayer,2011). Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak

menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial,atau

digambarkan dalam istilah seperti (Internasional Association for the Study of Pain);

awitan tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir

yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya ≤ 6 bulan (Wilkinson &

Ahern, 2011).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

eksistensinya dan diketahui bila seseorang telah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Dari beberapa pengertian diatas,maka dapat diambil kesimpulan bahwa nyeri

akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

kerusakan jaringan tubuh yang ditransmisikan ke otak kemudian ditafsirkan

sebagai stimulus rasa nyeri dan mucul reaksi tubuh menghindar, menangis,

maupun imobilisasi.

2. Definisi Nyeri Kronis

Nyeri kronis dijabarkan sebagai pengalaman sensori dan emosi yang tidak

menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau

digambarkan dalam istilah seperti (Internasional Association for the Study of

Pain); awitan tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan

akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya ≥ 6 bulan

(Wilkinson & Ahern, 2011).

3. Karakteristik Nyeri Kepala

Nyeri kepala adalah sensasi nyeri yang dirasakan pada kepala.nyeri kepala

dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Nyeri kepala dengan patofisiologis yang jelas (nyeri kepala sekunder).

2. Nyeri kepala dengan patofisiologis yang belum jelas (sindrom nyeri kepala

primer)

Nyeri kepala pada kasus glomerulonefritis ini yaitu masuk dalam katagori

nyeri kepala dengan patofisiologi yang jelas karena adanya peningkatan tekanan

intra kranial yang disebabkan oleh ensefalopati hipertensi yang terjadi akibat

retensi Na dan air dalam ginjal (Ginsberg, 2008).

Perjalanan nyeri menurut Kowalak, Welsh, dan Mayer(2011) memiliki 4

proses yaitu : transduksi,transmisi, modulasi dan presepsi.

1. Transduksi merupakan perubahan proses rangsang nyeri menjadi suatu aktifitas


listrik yang akan diterima oleh ujung-ujung syaraf.rangsang ini dapat berupa

stimulasi fisik,kimia,ataupun panas dan dapat terjadi pada semua jalur nyeri.

2. Transmisi adalah proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh proses

transduksi disepanjang jalur nyeri,dimana molekul-molekul di celah sinaptik

mentransmisi informasi dari satu neuron ke neuron berikutnya.

3. Modulasi adalah proses modifikasi terhadap rangsang,modifikasi ini dapat

terjadi pada sepanjang titik sejak transmisi pertama sampai ke korteks

serebri.Modifikasi ini dapat berupa peningkatan maupun penghambatan.

4. Presepsi adalah proses terakhir saat stimulasi tersebut sampai korteks sehingga

tepat pada tingkat kesadaran,selanjutnya diterjemahkan dengan berupa tindak

lanjut menanggapi nyeri.

Pengkajian nyeri pada anak,menurut Potter dan Perry (1993) nyeri tidak dapat

diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah.Namun tipe nyeri

dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya.Menurut Wong dan Whaley’s

(1996) banyak metode yang dapat kita gunakan untuk menilai nyeri pada

anak,salah satu yang umum yaitu : QUESTT

1. Question the children (bertanya pada anak)

2. Use pain rating scale (menggunakan sekala nyeri)

3. Evaluate behavior (evaluasi tingkah laku)

4. Secure parent’s involvement (mengikutsertakan orang tua)

5. Take cause of pain into account (mencari penyebab nyeri)

6. Take action (mengambil tindakan)

Pengukuran skala nyeri pada anak dapat dilakukan dengan melihat intensitas

nyeri melalui gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

individu,pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda pada dua

orang yang berbeda (Tamsuri, 2007).


1. Face Pain Rating Scale

Menurut Wong dan Baker (1998) pengukuran skala nyeri untuk anak usia

pra sekolah dan sekolah,pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain

Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah tesenyum untuk

“ tidak ada nyeri “ hingga wajah yang menangis untuk “ nyeri hebat ”.

Gambar 1.3 Visual Face Rating Scale (Wong &Baker, 1998)

2. Word Grapic Rating Scale

Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan

intensitas nyeri,biasanya dipakai untuk anak 4-

17 tahun.

0 1 2 3 4 5

Tidak nyeri ringan sedang cukup sangat nyeri nyeri

hebat

Gambar 1.4Skala Nyeri Word Grapic Rating Scale (Wong & Whaleys, 1996).
3. Skala intensitas nyeri numerik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri sedang Nyeri

Nyeri Hebat

Gambar 1.5 Skala intensitas nyeri numerik (Wong & Whaleys, 1996).

4. Skala nyeri menurut bourbanis

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tidak Nyeri
Nyeri berat
10 tidak
terkontrol
Nyeri Nyeri Nyeri berat
Ringan sedang Terkontrol

Gambar 1.6 Skala nyeri menurut bourbanis (Wong & Whaleys, 1996).

Perawat dapat menanyakan kepada individu tentang nilai nyerinya dengan

menggunakan skala 0 sampai 10 atau skala yang serupa lainya yang membantu

menerangkan bagaimana intensitas nyerinya.Nyeri yang ditanyakan pada skala

tersebut adalah sebelum dan sesudah dilakukan intervensi nyeri untuk

mengevaluasi keefektifannya (McKinney, et al, 2000).

4. Pathofisiologi Nyeri Akut Pada Kepala Dalam Kasus GNA

Nyeri adalah serangkaian langkah kompleks dari lokasi cidera menuju otak

sehingga stimulus diartikan sebagai rasa nyeri.Sel glomerulus yang nekrotik akan

melepaskan K+ dan protein intra sel.Peningkatan konsentrasi K+ ekstrasel akan


mendepolarisasi nosiseptor,sedangkan organisme yang menginfiltrasi glomerulus

secara terus-menerus menyebabkan inflamasi sehungga terjadi kerusakan pada

glomerulus yang dipicu dengan telarutnya antigen-antibodi didalamnya.Melalui

aktivasi komplemen maka terjadi inflamasi lokal pada glomerulus yang

menyebabkan sumbatan di kapiler glomerulus dan merusak fungsi filtrasi ginjal

(Silbernagel & Lang, 2006).

Pada kasus ini terjadi poliferasi sel dan kerusakan glomerulus yang

menyebabkan GFR menurun dan retensi Na dan air pada ginjal menyebabkan

edema pada wajah dan ekstremitas,memicu timbulnya ensefalopati hipertensi

dimana tekanan darah naik secara cepat pada anak-anak.Sehingga dapat

digambarkan mekanisme terjadinya nyeri akut pada kepala dalam kasus

glomerulonefritis yaitu karena terjadi ensefalopati hipertensi menimbulkan

vasospasme pembuluh darah ke otak dan peingkatan tekanan intra kranial tidak

terhindarkan,kemudian rangsang nyeri diterima oleh nosiseptor di otak,yang

kemudian stimulus tersebut diterjemahkan sebagai nyeri akut pada kepala

(Ginsberg, 2008). Nyeri akut pada kepala dalam kasus GNA ini desebabkan oleh

proses auto imun kuman streptococcus yang bersifat nefritogen dalam tubuh

menimbulkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang merusak

glomerulus,dimana proses inflamasi ini ikut terbawa aliran darah ke otak serta

menyebabkan vasospasme pembuluh darah otak dan terjadi peningkatan tekan

intra kranial sehingga menyebkan pusing atau sakit kepala yang berat

(Abdoerrachman, et al, 2007).

5. Penanganan Nyeri akut pada anak

Penanganan nyeri akut pada anak dapat dilakukan dengan dua metode yaitu :

1) Metode farmakologi.

Metode penggunaaan analgesia yang ideal yaitu dengan melihat respon klien
terhadap nyeri dan apabila nyeri sudah hilang maka analgesia tersebut harus

segera dieliminasi dengan cepat apabila sudah tidak dibutuhkan lagi.

Keefektifan analgesia tergantung pada adanya kadar obat dalam serum yang

adekuat dan konsisten (Jacobi, Fraser, & Coursin, 2002).

2) Metode non farmakologi

a. Metode Modifikasi lingkungan

Intervensi non farmakologi yang paling dasar dan masuk akal dalam

penanganan nyeri akut pada anak adalah dengan melakukan modifikasi

lingkungan. Kebisingan, kekurangan atau kelebihan cahaya dapat

meningkatkan kecemasan anak, oleh karena itu menciptakan suasana yang

tenang dengan pencahayaan yang cukup adalah hal yang sangat penting

dalam modifikasi lingkungan( Hudak& Gallo, 2011).

b. Teknik Distraksi

Yaitu dengan membantu klien mengalihkan perhatian mereka dari sumber

nyeri atau ketidaknyamanan ke hal – hal yang lebih menyenangkan, ketika

teknik ini diterapkan pada anak bisa dilakukan dengan terapi bermain,

membacacerita , melihat video, mendengarkan musik (Smletzer & Bare,

2002).

c. Teknik Relaksasi

Latihan relaksasi melibatkan focus berulang – ulang pada kata, karena

teknik ini dilakukan dengan melatih klien menjadi rileks yang dapat

dilakukan contohnya melatih dengan teknik nafas dalam. Relaksasi dapat

memberikan rasa kendali pada pasien terhadap bagian tubuh tertentu yang

dirasa tidak nyaman (Smletzer & Bare, 2002).

6. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Nyeri Akut


1. Pengkajian

a. Keluhan

utama : Data

Subyektif :

1. Klien mengatakan perasaan tidak nyaman berupa nyeri kepala.

2. Klien menunjukan skala nyeri ada pada antara angka 6.

Data Obyektif :

1. Klien tampak menahan rasa nyeri kepala.


2. Nyeri disebabkan oleh peningkatan tekanan intra kranial,

kualitas nyeri seperti ditimpa benda berat, sehingga

menyebabkan rasa sakit di kepala bagian belakang, nyeri

berada pada skala 6 dan bisa terjadi sewaktu – waktu.

b. Hasil pemeriksaan vital sign klien :

TD : 130/90 mmHg N : 82 X/menit

RR : 18 X/menit Suhu : 36,6 º C

c. Kesadaran klien

GCS : E = 4 M = 6 V =5 Total = 15 / Composmentis

d. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala : Mesochepal, terdapat oedem area mata dan wajah.

2) Kulit : Turgor kulit kurang baik, warna kulit sawo matang.

3) Ekstremitas :Terdapat oedem pada ekstremitas atas dan bawah.

4) Abdomen : Perut tidak kembung, tidak ada nyeri tekan

epigastrik, bising peristaltik usus.

5) Genetalia : Terpasang kateter ukuran 20, tidak terdapat

kelainan pada genetalia.

e. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah tepi tedapat parameter yang diluar batas normal

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal


WBC 12,83 10^3/uL M : 4,8 – 10,8 F : 4.8 – 10,8
NEUT % 88,5 % 50 – 70
LYMPH % 7,6 % 25 - 40

2. Pemeriksaan Urine terdapat parameter yang diluar ambang batas yaitu :

Creatinin dengan hasil 1.43 mg/dl sedangkan batas normalnya 0.50 –

1.20 mg/dl. Terdapat protein, hemoglobin, leukosit dan eritrosit dalam

urine.

3. Diagnosa keperawatan dan intervensi (Wilkinson, 2009).

a. Nyeri akut berhubungan dengan vasospasme pembuluh darah otak.

Indikator menurut NANDA internasional (2012) :

1) Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan ( nyeri ) dengan

isyarat.

2) Respon autonomik (diaphoresis, perubahan tekanan darah,

pernafasan, dilatasi pupil,maupun nadi).

3) Perubahan selera makan.

4) Prilaku ekspresif ( gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan

berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela nafas panjang).

5) Wajah topeng (nyeri).

6) Prilaku menjaga atau sikap melindungi.

Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri akut

dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1) Memperlihatkan pengendalian nyeri.

2) Menunjukan tingkat nyeri.

3) Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang

efektif untuk mencapai kenyamanan.


4) Melaporkan nyerfi kepada penyedia layanan kesehatan.

5) Mempertahankan selera makan yang baik.

6) Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernafasan,

frekuensi jantung, atau tekanan darah.

Intervensi :

1) Monitor tekanan darah anak.

2) Monitor nadi,respirasi,dan suhu anak.

3) Monitor adanya reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

4) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

5) Lakukan komunikasi dengan teknik komunikasi terapeutik untuk

mengetahui pengalaman nyeri pasien.

6) Lakaukan kontrol pada lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

7) Lakukan pengurangan faktor presipitasi nyeri.

8) Ajarkan tentang teknik non farmakologi (relaksasi).

9) Ajarkan peningkatan istirahat/tidur.

10) Kolaborasi dengan medis dalam pemberian analgetik untuk

mengurangi nyeri.

11) Evaluasi keefektifan control nyeri.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi filtrasi

ginjal dan penurunan produksi urine.

Indikator menurut NANDA Internasional (2012):

1) Dispnea.

2) Perubahan elektrolit dalam urine.


3) Oedem anasarka.

4) Perubahan tekanan darah.

5) Oliguria.

6) Perubahan berat jenis urine.

7) Gelisah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1) Kelebihan volume cairan dapat dikurangi, yang dibuktikan oleh

: Keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit asam dan basa, dan

indicator fungsi ginjal yang adekuat.

2) Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam.

3) Berat jenis urine dalam batas normal.

4) Tidak ada oedem pada tubuh klien.

Intervensi :

1) Monitor vital sign klien.

2) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake

kalori harian.

3) Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,

edema, distensi vena leher, asites).

4) Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan

(BUN , Hmt , osmolalitas urin ).

5) Monitor tanda dan gejala dari odema.

6) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.

7) Lakukan penetuan riwayat jumlah dan tipe intake cairan

dan eliminasi.
8) Lakukan penentuan kemungkinan faktor resiko dari

ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,

kelainan renal).

9) Catat secara akutar intake dan output.

10) Ajarkan klien hanya minum air mineral 900-1200 ml/hari.

11) Kolaborasikan pemberian diuretik sesuai indikasi.

12) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih

muncul memburuk .

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake kurang akibat mual dan penurunan selera makan. Indikator

menurut NANDA Internasional (2012) :

1) Kram dan nyeri abdomen.

2) Menghindari makanan.

3) Berat badan 20% dibawah berat badan ideal.

4) Mukosa pucat, ketfidak mampuan memakan makanan.

5) Penurunan berat badan.

6) Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa.


7) Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan.

8) Suara usus hiperaktif.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kaeperawatan diharapkan

nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :

1) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

2) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.

3) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.

4) Anak dapat memenuhi nutrisi secara adekuat.

Intervensi :

1) Kaji adanya alergi makanan.


2) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkan.

3) Monitor adanya penurunan berat badan.

4) Monitor mual dan muntah.

5) Monitor jumlah kalori dan intake nuntrisi yang masuk.

6) Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan

dengan ahli gizi).

7) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

8) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat

untuk mencegah konstipasi.

9) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Anda mungkin juga menyukai