Anda di halaman 1dari 88

KARYA TULIS ILMIAH

KEEFEKTIFAN PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER


TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS DENGAN
ASMA BRONCHIALE DI RSUD MUARA RUPIT
KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA
TAHUN 2018

OLEH :
MURTINI
PO. 71.20.3.17.124 RPL

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LUBUKLINGGAU
TAHUN 2018
KARYA TULIS ILMIAH

KEEFEKTIFAN PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER


TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS DENGAN
ASMA BRONCHIALE DI RSUD MUARA RUPIT
KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA
TAHUN 2018

Disusun untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)


Pada Program Studi D-3 Keperawatan Lubuklinggau
Poltekkes Kemenkes Palembang

OLEH :
MURTINI
PO. 71.20.3.17.124 RPL

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LUBUKLINGGAU
TAHUN 2018
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

Nama Mahasiswa : Murtini

NIM : PO. 71.20.3.17.124 RPL

Jurusan : Keperawatan Lubuklinggau

Judul : Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap


Penurunan Sesak Nafas Dengan Asma Bronchiale Di
RSUD Muara Rupit Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun
2018
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya

Keperawatan (Amd.Kep) pada Program Studi Keperawatan Lubuklinggau

Poltekkes Kemenkes Palembang. Pada Tanggal Juli 2018, dan Dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat Untuk Diterima.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : H. Ns. Jhon Feri, S.Kep. M.Kes ( )

Pembimbing II : Zuraidah, SKM. MKM ( )

Penguji I : Nadi Aprilyadi S.Sos, M.Kes ( )

Penguji II : Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep, M.Kep ( )

Ditetapkan : Lubuklinggau
PadaTanggal : Juli 2018

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa KTI dengan Judul:

“Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Penurunan Sesak


Nafas Dengan Asma Bronchiale Di RSUD Muara Rupit
Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2018 ”
Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Ahli Madya Keperawatan

pada Program Studi D-3 Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes

Palembang, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari

KTI yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar

Ahli Madya Keperawatan di lingkungan Prodi D-3 Keperawatan Lubuklinggau

Poltekkes Kemenkes Palembang atau di Perguruan Tinggi atau Instansi manapun.

Apabila ternyata dikemudian hari penulisan KTI ini merupakan hasil plagiat atau

penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung

jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di

Prodi D-3 Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang.

Lubukilinggau, Juli 2018


Pembuat Pernyataan

MURTINI
NIM. PO.71.20.3.17.124 RPL

iii
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU

KARYA TULIS ILMIAH, JULI 2018

MURTINI

Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Penurunan Sesak Nafas


Dengan Asma Bronchiale Di RSUD Muara Rupit
Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2018

xix + 70 Halaman + 10 Tabel + 7 Lampiran

ABSTRAK

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai


dengan wheezing episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan
saluran napas (Iris Rengganis, 2008). Asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang
lalu, para ahli mendefinisikan bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi
saluran nafas yang memberikan gejala–gejala batuk, mengi, dan sesak nafas
(Somantri, 2009).
Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah menganalisis.pemberian
posisi semi fowler untuk menurunkan sesak nafas pada pasien dengan Asma
Bronchiale.
Pada studi kasus ini, penulis menggunakan metode Deskriftif Kualitatif.
Dimana dalam studi kasus ini, pemberian posisi semi fowler di tuangkan secara
deskriftif, yaitu dengan menggambarkan penerapan posisi semi fowler pada pasien
Asma Bronchiale. Dalam penelitian ini penulis mengambil 2 orang pasien Asma
Bronchiale untuk menjadi responden penelitian.
Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan sebagai
salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Keefektifan dari
tindakan tersebut dapat dilihat dari Respiratory Rates yang menunjukkan angka
normal yaitu 16-24x per menit pada usia dewasa (Ruth, 2005).

Kata Kunci : Posisi Semi Fowler, Sesak Nafas, Asma Bronchiale


Daftar Pustaka : 21 ( 2007-2017 )

iv
MINISTRY OF HEALTH OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
HEALTH POLYTECHNIC OF KEMENKES PALEMBANG
LUBUKLINGGAU NURSING STUDY PROGRAM

SCIENTIFIC WRITING WORKS, JULI 2018

MURTINI

Effectiveness of Semi Fowler Positioning on Decreasing Shortness of Breath


with Bronchial Asthma in Muara Rupit Hospital
North Musi Rawas Regency in 2018

xix + 70 Pages + 10 Tables + 7 Attachments

ABSTRACT

Asthma is a chronic inflammatory disease of the airways which is


characterized by episodic wheezing, coughing and tightness in the chest due to
obstruction of the airways (Iris Rengganis, 2008). Asthma has been known for
thousands of years ago, experts define that asthma is an airway obstruction disease
that provides symptoms of coughing, wheezing and shortness of breath (Somantri,
2009).
The aim of the authors to do this research is to analyze. Giving a semi-fowler
position to reduce shortness of breath in patients with asthma bronchiale.
In this case study, the author uses the Qualitative Descriptive method. Where in
this case study, giving a semi-fowler position is described descriptively, that is by
describing the application of a semi-fowler position in patients with bronchial
asthma. In this study the authors took 2 Asthma Bronchiale patients to become
research respondents.
Giving a semi-fowler position to asthma patients has been done as a way to
help reduce shortness of breath. The effectiveness of these actions can be seen
from the Respiratory Rates which shows a normal rate of 16-24x per minute in
adulthood (Ruth, 2005).

Keywords : Semi Fowler Position, Shortness of Breath, Bronchial Asthma


Bibliography : 21 (2007-2017)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang MahaEsa, karena atas berkat dan rahmat-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat waktu.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini berjudul “Keefektifan Pemberian Posisi Semi

Fowler Terhadap Penurunan Sesak Nafas Dengan Asma Bronchiale Di

RSUD Muara Rupit Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2018”. Dalam

penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih

banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, baik dari penulisan maupuni

simateri.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang

membangun penyempurnaan di masa yang akan dating.

Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan

bantuan, bimbingan, saran, dan data baik secara tertulis maupun secara lisan.

Maka pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih

kepada :

1. Kedua orang tuaku, saudara-saudaraku yang telah banyak memberikan

semangat dan dorongan baik materil maupun spiritual.

2. Ibu drg. Nur Adiba Hanum, M.Kes selaku Direktur Poltekes Kemenkes

Palembang.

3. Bapak H. Budi Santoso, M.Kep, Sp.Kom selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Palembang.

4. Bapak H. Jhon Feri, S.Kep, Ns, M.Kes. selaku Ketua Prodi Keperawatan

Lubuklinggau

vi
5. Bapak H. Ns. Jhon Feri, S.Kep, M.Kes. selaku Pembimbing I dalam

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

6. Ibu Zuraidah, S.KM, M.KM selaku Pembimbing II Penyusunan Karya Tulis

Ilmiah.

7. Seluruh Staf Dosen Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan

Lubuklinggau yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama penulis

mengikuti pendidikan di Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan

Lubuklinggau

8. Teman-teman seperjuangan dan sahabat-sahabat yang telah banyak

memberikan bantuan baik tenaga maupun pikiran.

Akhir kata kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, sekali

lagi saya ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang

lebih baik. Penulis mengharapkan semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi semua, terutama dalam pengembangan ilmu keperawatan.

Lubuklinggau, Juli 2018

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
LEMBAR KEASLIAN TULISAN …………………………………………….... iii
ABSTRAK ……………………………………………………………………….. iv
ABSTRACT ……………………………………………………………………… v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………... ix
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan penelitian .......................................................................... 6
1. Tujuan Umum ........................................................................ 6
2. Tujuan Khusus ....................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Asma Bronchiale .................................................. 8
1. Pengertian ............................................................................... 8
2. Etiologi ................................................................................... 8
3. Penyebab Asma ....................................................................... 10
4. Klasifikasi ............................................................................... 11
5. Manifestasi .............................................................................. 11
6. Komplikasi .............................................................................. 11
7. Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 13
8. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................... 14

vii
9. Penatalaksanaan ....................................................................... 14
B. Konsep Sesak Nafas ...................................................................... 16
1. Pengertian ............................................................................... 16
2. Klasifikasi ............................................................................... 16
C. Konsep Posisi Semi Fowler .......................................................... 17
1. Pengertian ............................................................................... 17
2. Tujuan ..................................................................................... 18
3. Fisiologi Posisi Semi Fowler .................................................. 18
4. Indikasi ................................................................................... 19
5. Kontraindikasi ........................................................................ 19
6. Prosedur .................................................................................. 19
D. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Asma Bronchiale .............. 21
1. Pengkajian .............................................................................. 21
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 27
3. Perencanaan Keperawatan ...................................................... 27
4. Implementasi Keperawatan .................................................... 33
5. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 34
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
A. Jenis / Desain/ Rancangan Studi Kasus ........................................ 36
B. Subyek Studi Kasus ....................................................................... 36
C. Fokus Studi Kasus ......................................................................... 37
D. Definisi Operasional Studi Kasus .................................................. 37
E. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 37
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data .................................. 37
G. Analisa Data ................................................................................. 38
H. Penyajian Data .............................................................................. 38
I. Etika Studi Kasus........................................................................... 38

viii
BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus …………………………………………………… 40

B. Pembahasan ………………………………………………………. 62

C. Keterbatasan Penelitian …………………………………………... 68

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ………………………………………………………….. 79

B. Saran ……………………………………………………………… 80

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Penderita Asma Bronchiale DI RSUD Muara


Rupit Tahun 2016-2017 …………………………………. 5
Tabel 4.1 Hasil Pengkajian Awal Dua Orang Subyek ……………... 45
Tabel 4.2 Analisa Data ……………………………………………... 48
Tabel 4.3 Diagnosa Keperawatan ………………………………….. 49
Tabel 4.4 Intervensi Keperawatan Pada Subjek I ………………….. 50
Tabel 4.5 Intervensi Keperawatan Pada Subjek II …………………. 52
Tabel 4.6 Implementasi Keperawatan Pada Subjek I………………. 54
Tabel 4.7 Implementasi Keperawatan Pada Subjek II ……………... 57
Tabel 4.8 Evaluasi Penerapan Posisi Semi Fowler Untuk
Menurunkan Sesak Nafas Pada Usia Dewasa
Dengan Asma Bronchiale ……………………………….. 60
Tabel 4.9 Evaluasi Penerapan Posisi Semi Fowler Untuk
Menurunkan Sesak Nafas Pada Usia Dewasa
Dengan Asma Bronchiale ……………………………….. 61

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran udara yang terkait

dengan adanya obstruksi aliran udara dan peningkatan resistensi saluran udara

karena adanya respon untuk berbagai rangsangan (Barnes, 2014).

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai

dengan wheezing episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan

saluran napas (Iris Rengganis, 2008). Asma telah dikenal sejak ribuan tahun

yang lalu, para ahli mendefinisikan bahwa asma merupakan suatu penyakit

obstruksi saluran nafas yang memberikan gejala–gejala batuk, mengi, dan

sesak nafas (Somantri, 2009).

Pada penyakit asma, serangan umumnya datang pada malam hari, tetapi

dalam keadaan berat serangan dapat terjadi setiap saat tidak tergantung

waktu. Inspirasi pendek dan dangkal, mengakibatkan penderita menjadi

sianosis, wajahnya pucat dan lemas, serta kulit banyak mengeluarkan

keringat. Bentuk thorax terbatas pada saat inspirasi dan pergerakannya pun

juga terbatas, sehingga pasien menjadi cemas dan berusaha untuk bernafas

sekuat-kuatnya (Kumoro, 2008).

Di Amerika Serikat, dari berbagai penelitian yang dilakukan di laporkan

bahwa prevalensi asma secara umum sebanyak 5 % atau sebanyak 12,5 juta

1
Poltekkes Kemenkes Palembang
2

penderita. Di Inggris asma termasuk penyakit gangguan pernapasan kronis

yang paling umum pada masa anak-anak dengan prevalensi sekitar 10%.

Di Asia khususnya Asia Tenggara 1 dari 4 orang yang menderita asma

mengaami masa yang tidak produktif karena tidak bekerja akibat asma. bisa

dibanyangkan berapa kerugian yang dialami. Menurut Miol, penderita asma

3.3% penduduk Asia Tenggara adalah orang-orang yang menderita asma.

Dimana kasus asma banyak terjadi di Indonesia, Vietnam, Thailand, Filiphina

dan singapura. Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10% pada

anak dan 3-5% pada orang dewasa, dan pada 10 tahun terakhir ini

meningkat sebesar 50%. Beberapa survei menunjukkan bahwa penyakit asma

menyebabkan hilangnya 16% hari sekolah pada anak-anak di Asia (Purnomo,

2008).

Prevalensi asma bronkhial meningkat terutama di negara-negara barat,

dimana >5% populasi mungkin simtomatik dan mendapatkan pengobatan.

Bersamaan dengan prevalensi yang meningkat terjadi peningkatan mortalitas,

meskipun ada perbaikan dan pengobatan. Di inggris jumlah penderita asma

bronkhial dua kali lipat selama lebih dari dua belas tahun terakhir ini. Faktor

penyebabnya adalah gaya hidup kebarat-baratan, kondisi lingkungan yang

disukai tungau, debu rumah, dan polusi atmosfir (Kristanti, 2009).

Di Indonesia penyakit asma termasuk dalam sepuluh besar penyakit

penyebab kesakitan dan kematian. Angka kejadian asma tertinggi dari hasil

survey Riskesdas di tahun 2013 mencapai 4.5%. Meskipun penyebab pasti

penyakit asma masih belum diketahui secara jelas, namun ada beberapa faktor

Poltekkes Kemenkes Palembang


3

risiko umum yang menjadi pencetus terjadinya kekambuhan asma yaitu udara

dingin, debu, asap rokok, stress, infeksi, kelelahan, alergi obat dan alergi

makanan (Riskesdas, 2013).

Di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan

kematian yang hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah

tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia (Purba, 2012).

Asma disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik, secara intrinsik

asma bisa disebabkan oleh infeksi (virus influensa, pneumoni mycoplasmal),

fisik (cuaca dingin, perubahan temperatur), iritan seperti zat kimia, polusi

udara (CO, asap rokok, parfum), faktor emosional (takut, cemas dan tegang)

juga aktivitas yang berlebihan. Secara ekstrinsik/imunologik asma bisa

disebabkan oleh reaksi antigen-antibodi dan inhalasi alergen (debu, serbuk,

bulu binatang) (Santoso, 2011).

Menurut Sudoyo (2006) tujuan utama penatalaksanaan asma adalah

meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat

hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada

serangan akut/mendadak penanganan awal pada pasien asma saat serangan

bertujuan agar tidak terjadi obstruksi jalan napas atau keadaan yang semakin

memburuk yaitu kegagalan napas.

Pasien asma yang sering dikeluhkan adalah sesak napas. Sesak napas

disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas. Penyempitan saluran

napas terjadi karena adanya hyperreaktifitas dari saluran napas terhadap

berbagai macam rangsangan, sehingga menyebabkan spasme otot–otot polos

Poltekkes Kemenkes Palembang


4

bronchus yang dikenal dengan bronkospasme, oedema membrane mukosa dan

hypersekresi mucus (Erlina, 2008).

Pada penderita asma biasanya mampu melakukan inspirasi dengan

baik dan adekuat tetapi sukar sekali melakukan ekspirasi akibat bronkiolus

yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus (Price & Wilson, 2006).

Pada kondisi ini membutuhkan kerja keras otot-otot pernapasan untuk

mengeluarkan udara ekspirasi (Price & Wilson, 2006).

Metode yang paling sederhana dan efektif dalam biaya untuk

mengurangi risiko stasis sekresi pulmonary dan mengurangi risiko penurunan

pengembangan dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat.

Posisi yang paling efektif bagi klien dengan penyakit kardiopulmonari adalah

posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 45°, yaitu dengan menggunakan

gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan

dari abdomen pada diafragma (Burn dalam Potter, 2005).

Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan sebagai

salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Keefektifan dari

tindakan tersebut dapat dilihat dari Respiratory Rates yang menunjukkan

angka normal yaitu 16-24x per menit pada usia dewasa (Ruth, 2005).

Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian posisi semi fowler itu

sendiri dengan menggunakan tempat tidur orthopedik dan fasilitas bantal

yang cukup untuk menyangga daerah punggung, sehingga dapat memberi

kenyamanan saat tidur dan dapat mengurangi kondisi sesak nafas pada pasien

asma saat terjadi serangan.

Poltekkes Kemenkes Palembang


5

Tabel 1.1
Jumlah Penderita Asma Bronchiale DI RSUD Muara Rupit
Tahun 2016-2017
Tahun 2016 Tahun 2017
No Umur Jumlah Jumlah
L P L P
1 15 – 25 Tahun 3 1 4 1 - 1
2 25 – 35 Tahun 5 2 7 7 3 10
3 35 – 45 Tahun 6 2 8 9 3 12
4 45 – 55 Tahun 7 3 10 19 5 24
5 55 – 65 Tahun 10 3 13 18 10 28
Jumlah 31 11 42 54 21 75

Dari data tabel diatas didapatkan bawa jumlah penderita Asma

Bronchiale Di RSUD Muara Rupit pada tahun 2016 berjumlah 42 pasien

dengan 31 laki-laki dan 11 orang perempuan. Sedangkan pada tahun 2017

mengalami peningkatan dengan jumlah pasien 75 orang terdiri dari 54 orang

laki-laki dan 21 orang perempuan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penelis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap

Penurunan Sesak Nafas Dengan Asma Bronchiale Di RSUD Muara Rupit

Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2018”.

B. Rumusan Masalah

Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan sebagai

salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Keefektifan dari

tindakan tersebut dapat dilihat dari Respiratory Rates yang menunjukkan

angka normal yaitu 16-24x per menit pada usia dewasa (Ruth, 2005).

Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian posisi semi fowler itu

Poltekkes Kemenkes Palembang


6

sendiri dengan menggunakan tempat tidur orthopedik dan fasilitas bantal

yang cukup untuk menyangga daerah punggung, sehingga dapat memberi

kenyamanan saat tidur dan dapat mengurangi kondisi sesak nafas pada pasien

asma saat terjadi serangan.

Berdasarkan latar belakang diatas perumusan masalahnya adalah

Bagaimana pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Penurunan

Sesak Nafas Dengan Asma Bronchiale Di RSUD Muara Rupit Kabupaten

Musi Rawas Utara Tahun 2018.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang dilakukan untuk

mengurangi sesak nafas dengan asma bronchiale Di RSUD Muara Rupit

Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengkaji pasien asma bronchiale dengan sesak nafas di RSUD

Muara Rupit Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2018.

b. Untuk mengetahui rumusan diagnose keperawatan pada pasien asma

bronchiale dengan sesak nafas di RSUD Muara Rupit Kabupaten Musi

Rawas Utara Tahun 2018

c. Untuk menyusun rencana keperawatan pada pasien asma bronchiale

dengan sesak nafas di RSUD Muara Rupit Kabupaten Musi Rawas Utara

Tahun 2018

Poltekkes Kemenkes Palembang


7

d. Untuk mengetahui pelaksanaan intervensi keperawatan pada pasien

asma bronchiale dengan sesak nafas di RSUD Muara Rupit Kabupaten

Musi Rawas Utara Tahun 2018

e. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pada pasien asma bronchiale

dengan sesak nafas di RSUD Muara Rupit Kabupaten Musi Rawas Utara

Tahun 2018

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di dapat

selama perkuliahan khususnya di bidang keperawatan pada pasien dengan

asma bronchiale

2. Bagi RSUD Muara Rupit

Hasil karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi

karya ilmiah yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu kesehatan

khususnya dibidang keperawatan. Agar dapat meningkatkan kualitas

asuhan keperawatan, khususnya pada pasien gangguan sesak nafas dengan

asma bronchiale

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi serta dapat

menambah kepustakaan dan wawasan di Politeknik Kesehatan Palembang

Prodi Keperawatan Lubuklinggau.

Poltekkes Kemenkes Palembang


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Asma Bronchiale

1. Definisi

Asma bronchiale merupakan penyakit saluran pernapasan obstruktif

yang ditandai inflamasi saluran dan spasme akut otot polos bronkiolus.

Kondisi ini menyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan menumpuk

menyebabkan penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus.

Asma bronchiale adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, yang

dikaraktersir oleh adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang

bersifat reversible, baik secara spontan maupun dengan pengobatan,

peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap

berbagai rangsangan (hiper-responsivitas obstruksi pada saluran nafas bisa

disebabkan oleh spasme kontraksi otot polos bronkus, oedema mukosa

bronkus, sekresi kelenjar bronkus meningkat (Putri dkk, 2013).

2. Etiologi

Menurut Nursalam (2005), etiologi dari asma bronchial belum diketahui,

tapi ada beberapa faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan

asma bronchial:

1) Faktor predisposisi

Genetik adalah faktor predisposisi dari asma bronchiale yang diturunkan

berupa alerginya, meskipun belum diketahui cara penurunannya karena

8
Poltekkes Kemenkes Palembang
9

dengan adanya alergi ini, penderita akan sangat mudah terkena penyakit

asma bronchiale jika terpapar dengan faktor pencetusnya.

2) Faktor presipitasi

a. Allergen

allergen dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan, contoh: debu,

bulu binatang, serbuk bunga, sporajamur, bakteri, dan polusi.

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut, contoh: makanan dan obat-

obatan.

b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan

musim, seperti : musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal

yang berhubungan dengan arah mata angin adalah debu dan serbuk

bunga

c. Stress

Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,

selain itu juga bisa memperberta serangan asma yang sudah ada. Jika

stress masih belum bisa diatasi maka gejala asma juga belum bisa

diobati.

d. Olahraga/aktifitas fisik yang berlebihan

Asma yang timbul karena aktifitas fisik terjadi bila seseorang

mengalami gejala-gejala asma selama atau setelah berolahraga atau

Poltekkes Kemenkes Palembang


10

melakukan aktifitas. Pada saat penderita dalam keadaan istirahat,

penderitaakan bernafas melalui hidung. Sewaktu udara bergerak

melalui hidung, udara itu dipanaskan dan menjadi lembab. Saat

melakukan aktifitas, pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya

semakin cepat dan volume udara yang dihirup bertambah banyak. Hal

ini dapat menyebabkan otot yang peka di sekitar saluran pernafasan

mengencang sehingga saluran udara menjadi lebih sempit, yang

menyebabkan bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala-

gejala asma. Sebagian besar penderita asma akan menyebabkan

bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala-gejala asma

(Muzayin, 2006).

3. Penyebab Asma

Asma biasanya terjadi akibat trakea dan bronkus yang hiperresponsif iritan.

Alergi terhadap iritan dapat mempengaruhi tingkat keparahan asma.

Berikut merupakan iritan berdasarkan sumbernya :

1) Faktor Ekstrinsik; latihan berlebihan atau alergi terhadap binatang

berbulu, debu, jamur, polusi, asap rokok, infeksi virus, asap, parfum,

jenis makanan tertentu (terutama zat yang ditambahkan kedalam

makanan) dan perubahan cepat suhu ruangan.

2) Faktor Intrinsik : sakit, stres, atau fatigue yang juga mentriger dan

temperatur yang ekstrem (Astuti, 2010).

Poltekkes Kemenkes Palembang


11

4. Klasifikasi Asma

Asma mencakup empat kategori antara lain:

1) Mild intermitent (ringan intermiten), dimana kondisi klien asma ringan

yang sebentar

2) Mild Persiten, dimana kondisi klien dengan asma ringan yang terus

menerus atau menetap

3) Moderat Persitent, dimana kondisi klien dengan asma sedang yang terus

menerus atau menetap

4) Severe Persitent, dimana kondisi klien dengan asma berat yang terus

menerus atau menetap (Astuti, 2010)

5) Manifestasi Klinis

1) Tanda klasik asma yaitu dyspnea, wheezing, dan batuk

2) Peningkatan frekuensi nafas

3) Rasa tidak nyaman atau iritasi dan berkurangnya istirahat

4) Keluhan sakit kepala, rasa lelah atau perasaan sesak dada

5) Batuk nonproduktif yang disebabkan edema bronchial

6) Gejala umum asma batuk (Astuti, 2010).

6. Komplikasi

Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin

timbul adalah :

1) Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura

yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini

Poltekkes Kemenkes Palembang


12

dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat

menyebabkan kegagalan napas.

2) Pneumomediastinum

Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal

sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir

di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec,

kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang

mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke

dalam rongga dada.

3) Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru- paru akibat

penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat

pernafasan yang sangat dangkal.

4) Aspergilosis

Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh

jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat.

Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ

lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk

menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.

5) Gagal napas

Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida

dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsioksigen dan

pembentukan karbondioksida dalam sel- sel tubuh.

Poltekkes Kemenkes Palembang


13

6) Bronkhitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan

bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil

(bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi

peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa

perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang

berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara

menjadi sempit oleh adanya lendir.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan berdasarkan manifestasi klinis, riwayat,

pemeriksaan fisik dan tes laboratorium.

1) Tes fungsi paru. Spirometri dapat dilakukan pada anak usia 5 atau 6

tahun, dan setiap anak usia 1-2 tahun dilakukan pengkajian fungsi jalan

nafas rutin, dalam spirometri akan mendeteksi

a. Penurunan forced expiratory volume (PEV)

b. Penurunan peak expiratory flow rate (PEFR)

c. Kehilangan forced vital capacity (FVC)

d. Kehilangan inspiratory capacity (IC)

2) Laboratorium darah lengkap, menunjukan terjadi perubahan sel darah

putih selama fase asma akut, perubahan sel darah putih lebih dari

12.000/mm³ atau peningkatan presentasi ikatan sel yang mungkin

mengindentifikasi terjadi infeksi.

Poltekkes Kemenkes Palembang


14

3) X-Ray dada frontal dan lateral menunjukan infiltrat dan hiperekspansi

jalan nafas dengan peningkatan usuran diameter anteroposterior pada

pemeriksaan fisik

4) Uji kulit untuk mengidentifikasi allergen spesifik (Astuti, 2010)

8. Pemeriksaan Diagnostik

Penegakan diagnosis asma memerlukan anamnesis riwayat pasien dan

pemeriksaan fisik yang cermat serta penggunaan sarana pemeriksaan

diagnostik tambahan. Gejala khas yang menunjukan penyakit asma berupa

mengi, dada terhimpit, sesak nafas dan batuk. Semua gejala ini dapat

berulang, bertambah parah pada malam hari atau dini hari, atau dapat

dipicu oleh olahraga, zat iritan, alergen, atau infeksi virus. Namun gejala

asma sangat bervariasi antara pasien yang satu dengan yang lainnya, dan

hal yang paling penting yang harus diperhatikan adalah tidak adanya gejala

tidak berarti diagnosis asma dapat disingkirkan (Chang, 2009).

9. Penatalaksanaan

1) Pengobatan Farmakologi

Menurut Muttaqin (2014), pengobatan Asma Bronchiale diarahkan

terhadap gejalagejala yang timbul saat serangan, mengendalikan

penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang

umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien

segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:

a. Memberikan oksigen pernasal.

Poltekkes Kemenkes Palembang


15

b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg

atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberianyang dapat

diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberianantagonis beta 2

adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis

salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%.

c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat

ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.

d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada

respon segera atau dalam serangan sangat berat.

e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk

didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.

2) Pengobatan Non Farmakologi

Menurut Muttaqin (2014), pengobatan Asma Bronchiale adalah

a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk

mengeluarkan sputum dengan baik.

b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik. c) Berikan

posisi tidur yang nyaman (semi fowler).

c. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari. e) Usaha

agar pasien mandi air hangat setiap hari.

d. Hindarkan pasien dari faktor pencetus.

Poltekkes Kemenkes Palembang


16

B. Konsep Sesak Nafas

1. Pengertian Sesak Nafas

Sesak nafas adalah suatu yang dirasakan oleh klien secara patofisiologis

dapat terjadi karena menurunnya oksigenasi jaringan, meningkatknya

kebutuhan oksigen, meningkatnya kerja pernafasan, adanya rangsang pada

system syaraf pusat dan adanya penyakit neuromuscular (Muttaqin, 2008).

2. Klasifikasi

Menurut Muttaqin (2008) ada 5 klasifikasi sesak nafas yaitu :

1) Sesak nafas tingkat I

Tidak ada batasan atau hambatan dalam melakukan kebiasaan sehari-

hari, sesak nafas terjadi bila klien melakukan aktivitas jasmani yang

lebih berat dari biasanya. Pada tahap ini klien dapat melakukan

pekerjaan sehari-hari dengan baik.

2) Sesak nafas tingkat II

Sesak nafas ini terjadi bila klien melakukan aktivitas penting atau

aktivitas yang biasa dilakukan pada kehidupan sehari-hari. Sesak

baru timbul bila melakukan aktivitas yang lebih berat.

3) Sesak nafas tingkat III

Sesak nafas sudah terjadi bila klien melakukan aktivitas sehari-hari

seperti mandi atau berpakaian, tetapi klien masih dapat melakukan

tanpa bantuan orang lain. Sesak nafas tidak timbul saat klien

beristirahat.

Poltekkes Kemenkes Palembang


17

4) Sesak nafas tingkat IV

Klien sudah merasa sesak nafas saat melakukan aktivitas sehari-hari

seperti mandi, berpakaian, dan aktivitas lainnya, sehingga ia bergantung

pada orang lain ketika melakukan kegiatan sehari-hari.

5) Sesak nafas tingkat V

Klien harus membatasi diri dalam segala tindakan atau aktivitas

sehari-hari yang pernah dilaukan secara rutin.

Menurut Angela dalam Refi Safitri dan Annisa Andriyani (2008), saat

terjadi sesak nafas biasanya klien tidak dapat tidur dalam posisi berbaring,

melainkan harus dalam posisi duduk atau setengah duduk untuk

meredakan penyempitan jalan nafas dan memenuhi O2 dalam darah.

Posisi yang paling efektif bagi klien dengan penyakit kardiopulmonari

adalah posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh dinaikan dengan

derajat kemiringan 450, yaitu dengan menggunakan gaya grafitasi untuk

membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen ke

diagfragma (Perry dan Potter, 2008).

C. Konsep Posisi Semi Fowler

1. Pengertian

Posisi semi fowler adalah posisi setengah duduk dimana bagian kepala

tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini untuk memepertahankan

kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan pasien (Aziz, 2008).

Posisi semi fowler adalah posisi yang bertujuan untuk meningkatkan curah

Poltekkes Kemenkes Palembang


18

jantung dan ventilasi serta mempermudah eliminasi fekal dan berkemih,

dalam posisi ini tempat tidur ditinggikan 45-600 dan lutut klien agak

diangkat agar tidak ada hambatan sirkulasi pada ekstermitas (Perry

dan Grifin, 2008).

Penelitian Supadi, Nurachmah dan Mamnuah (2008), menyatakan

bahwa posisi semi fowler membuat oksigen di dalam paru-paru semakin

meningkat sehingga memperingan kesukaran nafas. Posisi ini akan

mengurangi kerusakan membrane alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal

tersebut dipengaruhi oleh gaya grafitasi sehingga O2 delivery menjadi

optimal. Sesak nafas akan berkurang, dan akhirnya proses perbaikan

kondisi klien lebih cepat.

2. Tujuan

Tujuan mengurangi tegangan intra abdomen dan otot abdomen,

memperlancar gerakan pernafasan pada pasien mengatasi masalah

kesulitan pernapasan dan pasien dengan gangguan asma (Suparmi, 2008).

3. Fisiologi Posisi Semi Fowler Dalam Menurunkan Sesak Nafas

Posisi semi fowler dapat meningkatkan oksigen yang ada di dalam paru-

paru sehingga memperingan kesukaran jalan napas. Posisi ini akan

mengurangi kerusakan membrane alveolus yang di akibatkan tertimbunnya

banyak cairan. Hal tersebut di pengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga

oksigen menjadi lebih optimal, sesak nafas akan berkurang dan akhirnya

proses perbaikan kondisi pasien akan lebih cepat.

Poltekkes Kemenkes Palembang


19

4. Indikasi

1. Pasien dengan sesak nafas

2. Pasien pasca operasi strauma, hidung, thorak

3. Pasien dengan gangguan tenggorokan yang memproduksi sputum, aliran

gelembung dan kotoran pada saluran pernafasan

4. Pasien imobilisasi, penyakit jantung, asma bronkhial, post partum.

5. Kontraindikasi

1) pasien dengan post operasi servikalis vertebra

2) Contusion serebri atau gagar otak

3) Memar otak

6. Prosedur

Menurut (Cozier, 2009) prosedur pemberian posisi semi fowler, yaitu:

1) Identifikasi kebutuhan pasien akan posisi semi fowler.

2) Jelaskan pada pasien tentang tujuan / manfaat dari posisi ini.

3) Jaga privasi pasien.

4) Siapkan alat-alat.

5) Cuci tangan.

6) Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja (sesuai

dengan tinggi perawat).

7) Sesuaikan berat badan pasien dan perawat. Bila perlu, carilah bantuan

atau gunakan alat bantu pengangkat.

8) Kaji daerah-daerah yang mungkin tertekan pada posisi tidur pasien,

seperti tumit, prosesus spinosus, sacrum, dan skapula.

Poltekkes Kemenkes Palembang


20

9) Atur tempat tidur pada posisi datar. Ambil semua bantal dan

perlengkapan lain yang digunakan pada posisi sebelumnya. Beri bantal

pada tempat tidur pasien bagian atas. Pindahkan pasien ke bagian atas

tempat tidur.

a. Tekuk lutut pasien dan anjurkan untuk meletakkan tangan di atas

dadanya.

b. Letakkan satu tangan perawat di bawah bahu pasien dan tangan

yang lain di bawah paha pasien.

c. Angkat dan tarik pasien sesuai yang di inginkan, mintalah pasien

untuk mendorong kakinya.

d. Yakinkan bahwa bokong pasien berada tepat pada sudut lekukan

tempat tidur.

10) Naikkan posisi tempat tidur bagian kepala 30-40o atau sesuai

kebutuhan.

11) Letakkan bantal kecil / lunak di bawah kepala.

12) Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di daerah lekuk

pinggang jika terdapat celah kecil di daerah tersebut.

13) Letakkan bantal kecil mulai dari bawah lutut sampai tumit.

14) Letakkan guling atau trochanter roll di sisi luar paha.

15) Letakkan papan penghalang pada telapak kaki pasien.

16) Letakkan bantal untuk mendukung lengan dan tangan jika pasien

tidak dapat menggerakkan lengan.

Poltekkes Kemenkes Palembang


21

17) Evaluasi tindakan yang telah dilakukan dengan menilai rasa nyaman

pasien.

18) Rapikan alat-alat dan cuci tangan.

19) Catat tindakan yang telah dilakukan.

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Asma

Bronchiale

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses dimana data yang berhubungan dengan klien

dikumpulkan secara sistematis. Proses ini merupakan proses yang dinamis

dan terorganisir yang meliputi tiga aktifitas dasar, yaitu mengumpulkan

secara sistematis, menyortir dan mengatur data yang dikumpulkan serta

mendokumentasikan data dalam format yang bisa dibuka kembali.

Pengkajian digunakan untuk mengenali dan mengidentifikasi masalah dan

kebutuhan kesehatan klien serta keperawatan klien baik fisik, mental, sosial

dan lingkungan. Pengkajian ini berisi :

a. Identitas.

- Identitas klien yang menjadi dasar pengkajian meliputi : nama, umur,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis,

tindakan medis, nomor rekam medis, tanggal masuk, dan tanggal

pengkajian.

Poltekkes Kemenkes Palembang


22

- Identitas penganggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien dan

sumber biaya.

b. Lingkup Masalah Keperawatan berisi keluhan utama klien saat dikaji,

klien Asma Bronchiale biasanya mengeluh sesak nafas disertai kepala

pusing dan keterbatasan aktifitas.

c. Riwayat Penyakit.

1) Riwayat Penyakit Sekarang.

Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang

diuraikan dari mulai masuk tempat perawatan sampai dilakukan

pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan menggunakan PQRST

(paliatif and provokatif, quality and quantity, region and radiasi,

severity scale dan timing). Klien yang menderita asma brpnchiale

pada umumnya mengalami sesak nafas disertai dengan kepala pusing

dan umumnya berkurang setelah diberi obat dan diistirahatkan.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu.

Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau

penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit sistem pernafasan,

sehingga menyebabkan penyakit asma bronchiale

3) Riwayat Kesehatan Keluarga.

Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita

sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit

keturunan atau menular dalam keluarga.

Poltekkes Kemenkes Palembang


23

4) Riwayat Psikologis.

Secara umum klien dengan asma bronchiale tidak mengalami

penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap perlu

dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas

diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri

5) Riwayat Sosial.

Klien dengan asma bronchiale tidak mengalami gangguan dalam

hubungan social dengan orang lain, akan tetapi tetap harus

dibandingkan hubungan social klien antara sebelum sakit dan setelah

menjalani menjalani perawatan.

6) Riwayat Spiritual.

Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami

keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam kegiatan ibadah. Perlu

dikaji keyakinan klien terhadap keadaan sakit dan motivasi untuk

kesembuhannya.

7) Kebiasaan Sehari – hari.

Klien yang menjalani perawatan asma bronchiale pada umumnya

mengalami kesulitan dalam beraktfitas karena sesak nafas dan

kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan dalam perawatan diri

(mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku), karena adaanya

toleransi aktivitas yang mengalami gangguan. Klien akan mengalami

pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke

dalam rentang normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual

Poltekkes Kemenkes Palembang


24

muntah. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi pencernaan

kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga dapat mengalami

penurunan haluaran urine karena adanya pembatasan masukan oral.

Haluaran urine akan berangsur normal setelah peningkatan masukan

oral. Pola istirahat klien dapat terganggu ataupu tidak terganggu,

tergantung toleransi klien terhadap demam tinggi yang dirasakan.

8) Pemeriksaan Fisik.

Pemeriksaan fisik ini mencakup :

a. Keadaan umum

Biasanya pada pasien asma bronchiale mengalami badan lemah,

sesak nafas, pucat, mual, ancietas.

b. Kepala dan leher

Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,

konjungtiva anemia, muka tidak edema, pucat/bibir kering, lidah

kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengaran normal

leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

c. Dada dan abdomen

Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah

abdomen tepatnya sebelah kanan atas ditemukan nyeri tekan.

d. Sistem respirasi

Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak

terdapat cuping hidung.

Poltekkes Kemenkes Palembang


25

e. Sistem kardiovaskuler

Biasanya pada pasien dengan asma bronchiale yang ditemukan

tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan

denyut nadi meningkat saat pasien mengalami sesak nafas

f. Sistem integument

Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak,

akral hangat.

g. Sistem eliminasi

Pada pasien asma bronchiale kadang-kadang diare karena mal

absorbsi nuutrien atau konstipasi karena efek dehidrasi dalam

waktu lama, sehingga produk kemih pasien bisa mengalami

penurunan (kurang dari normal).

h. Sistem muskuloskeletal

Apakah ada gangguan pada ekstremitas atas dan bawah atau tidak

ada gangguan

i. Sistem endokrin

Apakah di dalam penderita asma bronchiale ada pembesaran

kelenjar tiroid dan tonsil.

j. Sistem persyarafan

Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma

pada penderita penyakit asma bronchiale.

Poltekkes Kemenkes Palembang


26

9) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan berdasarkan manifestasi klinis,

riwayat, pemeriksaan fisik dan tes laboratorium.

a. Tes fungsi paru. Spirometri dapat dilakukan pada anak usia 5 atau

6 tahun, dan setiap anak usia 1-2 tahun dilakukan pengkajian

fungsi jalan nafas rutin, dalam spirometri akan mendeteksi

a. Penurunan forced expiratory volume (PEV)

b. Penurunan peak expiratory flow rate (PEFR)

c. Kehilangan forced vital capacity (FVC)

d. Kehilangan inspiratory capacity (IC)

b. Laboratorium darah lengkap, menunjukan terjadi perubahan sel

darah putih selama fase asma akut, perubahan sel darah putih lebih

dari 12.000/mm³ atau peningkatan presentasi ikatan sel yang

mungkin mengindentifikasi terjadi infeksi.

c. X-Ray dada frontal dan lateral menunjukan infiltrat dan

hiperekspansi jalan nafas dengan peningkatan usuran diameter

anteroposterior pada pemeriksaan fisik

d. Uji kulit untuk mengidentifikasi allergen spesifik (Astuti, 2010)

10) Terapi dan Pengobatan pada umumnya klien dengan asma bronchiale

mendapat terapi bronkodilator dan kortikosteroid untuk membuka

jalan nafas.

Poltekkes Kemenkes Palembang


27

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien asma

menurut Nurarif (2012) yaitu:

1) Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan mucus yang

berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan

bronkospasme.

2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot

pernapasan dan deformita dinding dada

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon dioksida

4) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakbilitas

dan volume jantung.

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen (hipoksia) keletihan.

6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan laju metabolic, dispnea saat makan, kelemahan otot mengunyah.

3. Perencanaan Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktifitas

keperawatan harus ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, mencegah

keperawatan klien yang disebut perencanaan keperawatan. Menurut Nurarif

(2012) pada klien Asma Bronchiale ditemukan diagnose keperawatan

dengan intervensi dan rasional sebagai berikut:

Poltekkes Kemenkes Palembang


28

1) Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan mucus yang

berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan

bronkospasme.

Tujuan : untuk mengamankan jalan nafas dan efektifitas jalan nafas

Kriteria hasil :

a. Mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara yang bersih, tidak ada

sianosis dan dispnea.

b. Menunjukan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik,

irama napas, frekwensi napas dalam rentang normal, tidak ada

suara napas tambahan

Intervensi :

a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Rasional : pengaturan posisi membuat jalan napas menjadi lebih

efektif

b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Rasional : fisioterapi dapat membantu menjatuhkan sekret yang

ada di jalan napas.

c. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Rasional : batuk efektif dapat mempermudah mengeluarkan sekret.

d. Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan

Rasional : adanya suara tambahan menunjukan terdapat

penumpukan sekret di jalan nafas.

e. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Poltekkes Kemenkes Palembang


29

Rasional : mengoptimalkan keseimbangan cairan dan

mengencerkan sekret sehinggga mudah di keluarkan.

f. Monitor respirasi dan status O2

Rasional : mengetahui adanya perubahan nilai saturasi oksigen

g. Anjurkan klien untuk istirahat dan melakukan napas dalam.

Rasional : nafas dalam dapat melebarkan jalan napas.

2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot

pernapasan dan deformita dinding dada.

Tujuan : untuk membantu membuka jalan nafas agar tidak terlalu sesak

akibat deformitas dinding dada .

Kriteria hasil :

a. Mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara napas yang bersih,

tidak ada sianosis dan dispnea

b. Menunjukan jalan napas yang paten tanda vital dalam rentang

normal.

Intervensi :

a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.

Rasional: posisi memaksimalkan ekspansi paru, ventilasi

memaksimalkan membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan

sekret ke jalan napas besar untuk di keluarkan.

b. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu napas tambahan.

Rasional : meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen.

c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.

Poltekkes Kemenkes Palembang


30

Rasional : fisioterapi dada membantu agar sekret turun dan

mudah di keluarkan.

d. Keluarkan sekret dengan cara batuk efektif atau suction.

Rasional : batuk efektif dapat mempermudah dalam pengeluaran

sekret.

e. Monitor respiratori dan status O2

Rasional : memonitor dan keadekuatan oksigen

f. Monitor tanda vital

Rasional : menjaga tanda vital dalam keadaan normal

g. Monitor kecemasan pasien terhadap oksigenasi.

Rasional : cemas dapat mempengaruhi sesak napas

h. Anjurkan pasien banyak istirahat

Rasional : istirahat yang cukup dapat melancarkan oksigen yang ada

dalam tubuh sehingga mengurangi sesak napas.

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon dioksida.

Tujuan : tidak terjadi penyumbatan jalan nafas untuk pertukaran gas, dan

tekanan darah bagus

Ktiteria hasil :

a. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang


adekuat.
b. Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda distress
pernapasan.
c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih,

tidak ada sianosis dan dispnea.

Poltekkes Kemenkes Palembang


31

d. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi :

a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Rasional: posisi memaksimalkan ekspansi paru, ventilasi

memaksimalkan membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan

sekret ke jalan napas besar untuk di keluarkan.

b. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan.

Rasional: penambahan alat napas buatan dapat menambah

oksigen yang masuk dalam paru.

c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Rasional : fisioterapi dada dapat mempermudah sekret jatuh dan

mudah di keluarkan.

d. Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction

Rasional : batuk efektif dapat mempermudah dalam pengeluaran

sekret.

e. Auskultasi suara napas dan ctat adanya suara napas tambahan

abnormal.

Rasional : mengetahui adanya sumbatan di jalan napas.

f. Monitor respirasi dan status O2

Rasional : mengetahui adanya perubahan nilai status oksigen.

g. Monitor tanda-tanda vital.

Rasional : tanda vital normal menunjukan kondisi stabil atau normal

Poltekkes Kemenkes Palembang


32

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen (hipoksia) keletihan.

Tujuan : klien dapat beraktifitas kembali secara perlahan-lahan tanpa

bantuan orang lain

Kriteria hasil :

a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa di sertai peningkatan

tekanan darah, RR, dan nadi.

b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari

c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

d. Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat.

Intervensi :

a. Bantu klien untuk mengidentifkasi aktivitas yang di sukai.

Rasional : aktivitas yang terlalu berat dan tidak sesuai dengan

pasien dapat memperburuk toleransi aktivitas pasien

b. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu di lakukan

Rasional : mengkaji setiap aspek klien terhadap terapi latihan

yang di rencanakan.

c. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang di

perlukan untuk melakukan aktivitas.

Rasional : fasilitas yang lengkap dapat mempermudah aktifitas

dan latihan klien.

d. Bantu klien atau keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan

dalam beraktifitas.

Poltekkes Kemenkes Palembang


33

Rasional : mengidentifikasi kekurangan klien dapat

mempermudah dalam menentukan aktivitas klien.

5) Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan

Tujuan : kecemasan pasien berkurang

Kriteria hasil :

a. Pasien terlihat tenang

b. Cemas berkurang

c. Ekspresi wajah tenang

Intervensi

a. Kaji tingkat kecemasan

Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien

b. Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita

Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan

mengurangi cemas

c. Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas

yang dialaminya.

d. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien

Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien

4. Implementasi Keperawatan

Setelah rencana keperawatan tersusun, selanjutnya diterapkan tindakan

yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan berupa berkurangnya

atau hilangnya masalah keperawatan. Pada tahap implementasi ini terdiri

Poltekkes Kemenkes Palembang


34

atas beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan, menuliskan

atau mendokumentasikan rencana keperawatan, serta melanjutkan

pengumpulan data.

Dalam implementasi keperawatan, tindakan harus cukup mendetail dan

jelas supaya semua tenaga keperawatan dapat menjalankan dengan baik

dalam waktu yang telah ditentukan. Perawat harus dapat melaksanakan

langsung atau bekerja sama dengan para tenaga pelaksana lainnya.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil,

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk

melihat keberhasilan. Bila hasil dan evaluasi tidak berhasil sebagian perlu

disusun rencana keperawatan yang baru (Gusti, 2013).

Metode evaluasi keperawatan menurut Widyanto (2014) yaitu :

1. Evaluasi Formatif (berjalan)

Evaluasi yang dikerjakan dengan membandingkan dalam bentuk

pengisian catatan perkembangan berorientasi pada masalah yang

dialami klien. Format yang digunakan dalam evaluasi formatif adalah

SOAP

2. Evaluasi Sumatif (akhir)

Evaluasi yang dikerjakan dengan membandingkan antara tindakan yang

telah dikerjakan dengan tujuan yang ingin di capai. Jika terjadi

kesenjangan, maka proses keperawatan dapat ditinjau kembali dengan

Poltekkes Kemenkes Palembang


35

mendapatkan data guna memodifikasi perencanaan. Format yang

digunakan dalam evaluasi ini adalah SOAP

Poltekkes Kemenkes Palembang


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis / Desain/ Rancangan Studi Kasus

Pada studi kasus ini, penulis menggunakan metode Deskriftif Kualitatif.

Dimana dalam studi kasus ini, pemberian posisi semi fowler di tuangkan

secara deskriftif, yaitu dengan menggambarkan penerapan posisi semi fowler

pada pasien Asma Bronchiale di RSUD Muara Rupit Kabupaten Musi Rawas

Utara Tahun 2018 melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.

B. Subyek Studi Kasus

Kasus dalam penelitian ini adalah pemberian posisi semi fowler pada

pasien Asma Bronchiale. Dalam penelitian ini penulis mengambil 2 orang

pasien Asma Bronchiale untuk menjadi responden penelitian di RSUD Muara

Rupit Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun 2018

Kriteria inklusi subjek :

1. Pasien yang menjalani perawatan dengan Asma Bronchiale

2. Pasien yang diberi asuhan keperawatan posisi semi fowler

3. Pasien yang di rawat di RSUD Muara Rupit Kabupaten Musi Rawas Utara

4. Pasien bersedia menjadi responden

5. Pasien kooperatif

Kriteria eksklusi subjek :

1. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

2. Pasien yang dengan TB Paru

36

Poltekkes Kemenkes Palembang


37

C. Fokus Studi Kasus

Fokus dalam penelitian ini adalah pasien yang sudah menjalani perawatan

thypus abdominalis. Serta upaya pemberian teknik Posisi Semi Fowler untuk

mengurangi sesak nafas yang diakibatkan oleh adanya sumbatan jalan nafas

karena ketegangan otot paru

D. Definisi Operasional Studi Kasus

a. Posisi Semi Fowler : Posisi semi fowler adalah posisi setengah


duduk di mana bagian kepala tempat tidur
lebih tinggi atau di naikan, posisi ini untuk
mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan
b. Sesak nafas : Sesak nafas adalah suatu yang dirasakan oleh
klien secara patofisiologis dapat terjadi
karena menurunnya oksigenasi jaringan,
meningkatknya kebutuhan oksigen,
meningkatnya kerja pernafasan.
c. Asma bronchiale : Asma bronchiale merupakan penyakit saluran
pernapasan obstruktif yang ditandai inflamasi
saluran dan spasme akut otot polos
bronkiolus.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di di RSUD Muara Rupit Kabupaten Musi

Rawas Utara yang direncanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2018

F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi

langsung terhadap pasien dan keluarga yang menjalani perawatan asma

bronchiale sebelum dan setelah pemberian posisi semi fowler

Poltekkes Kemenkes Palembang


38

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrument pemngumpulan data yang digunakan penulis pada penelitian

ini adalah berupa lembar checklist untuk mengetahui proses sesak nafas

pada pasien asma bronchiale setelah dilakukan posisi semi fowler yang

dirancang penulis sesuai dengan tujuan yang diinginkan

G. Analisa Data

Pengolahan data menggunakan analisis Deskriptif. Analisis Deskriptif

adalah digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan data

yang terkumpul untuk membuat suatu kesimpulan (Notoatmodjo, 2012).

Analisa dengan menggunakan tabel distribusi dari tiap variable. Teknik

analisa data yang digunakan adalah teknik perhitungan (%), dan disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

H. Penyajian Data

Setelah data dianalisis dan didapatkan hasil penelitian, maka data atau hasil

penelitian akan disajikan dalam bentuk narasi atau tekstular dan tabel

I. Etika Studi Kasus

Menurut Notoadmodjo (2012) secara garis besar dalam melaksanakan sebuah

penelitian ada empat prisip yang harus dipegang teguh yakni :

1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia (Respect for Human

Dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian. Disamping itu, peneliti

Poltekkes Kemenkes Palembang


39

juga memberikan kebebasan kepada subyek untuk berpartisipasi atau tidak

berpartisipasi dalam penelitian.

2. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subyek Penelitian (Respect for

Privacy and Confidentially)

Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan

kerahasiaan identitas subyek.

3. Keadilan dan Inklusivitas / Keterbukaan (Respect for Justice an

Inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan peneliti perlu

dikondisikan sehingga memenuhi prinip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa

semua obyek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama

tanpa membedakan gender, agama, etnis dan sebagainya.

4. Memperhatikan Manfaat dan Kerugian yang Ditimbulkan (Balancing

Harms and Benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin

bagi masyarakat pada umunya, dan subyek penelitian pada khususnya.

Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan

bagi subyek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah

atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stress, maupun kematian

subjek penelitian.

Poltekkes Kemenkes Palembang


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Rupit Kabupaten Musi Rawas

ditetapkan sebagai Rumah Sakit Milik Pemerintah Kabupaten Musi

Rawas melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :

65/Menkes/SK/I/2005 tentang Rumah Sakit Umum Daerah Musi Rawas

Milik Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.

Rumah sakit merupakan sarana kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan Preventif, Kuratif dan

Rehabilitatif. Merupakan rumah sakit rujukan di Kabupaten Musi Rawas

(Kabupaten Induk) Rumah Sakit Umum Daerah Rupit yang baru

berkembang dan berstatus Rumah Sakit kelas D dengan SK Bupati no. 3

tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Tekhnis

Daerah Kabupaten Musi Rawas. Dengan Nomor Registrasi : 16.05.043,

Peraturan Bupati Musi Rawas No.30 tahun 2008 tentang penjabaran tugas

pokok dan fungsi Rumah Sakit.

Pada tahun 2013 Rumah Sakit Umum Daerah Rupit ditetapkan

sebagai Satuan Kerja Perangkat Darah yang menerapkan Pola

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-PBLUD)

40
PoltekkesKemenkes Palembang
41

dengan status BLUD secara penuh berdasarkan Keputusan Bupati Musi

Rawas Nomor 646/KPTS/RS.RUPIT/2013.

Dengan disahkannya Kabupaten Musi Rawas Utara sebagai daerah

otonomi baru berdasarkan Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2013,

maka RSUD Rupit yang berada di wilayah kabupaten Musi Rawas Utara

menjadi Rumah sakit milik pemerintah kabupaten Musi Rawas Utara.

2. VISI dan MISI

VISI

Menjadikan RSUD Rupit Sebagai Pilihan Pertama dan Utama Bagi

Masyarakat Kabupaten Musi Rawas Dalam Hal Pelayanan Rumah Sakit

MISI

- Memberikan pelayanan kesehatan yang profesional dan bermutu serta

terjangkau untuk lapisan masyarakat

- Memberikan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan

lanjutan sesuai dengan kelas Rumah Sakit dan standar yang ditetapkan

- Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana rumah sakit

3. Sarana Dan Prasarana

Sedangkan Sarana dan Prasarana yang dimiliki RSUD Rupit dapat dilihat

dalam Tabel Berikut :

SARANA & PRASARANA JUMLAH


Gedung Farmasi - Unit
Gedung ICU dan Kamar Operasi 1 Unit
Gedung Unit Gawat Darurat 1 Unit
Gedung Poliklinik Meliputi :

PoltekkesKemenkes Palembang
42

Poli Umum 1 Unit


Poli Bedah 1 Unit
Poli Kebidanan & Kandungan 1 Unit
Poli Anak 1 Unit
Poli Gigi 1 Unit
Poli Mata 1 Unit
Poli Paru 1 Unit
Poli Penyakit Dalam 1 Unit
Poli THT 1 Unit
Poli Gizi 1 Unit
Gedung Perawatan Umum 2 Unit
Gedung Perawatan Kebidanan 1 Unit
Gedung Radiologi 1 Unit
Instalasi Gizi (Dapur) 1 Unit
Kamar Jenazah 1 Unit
Rumah Dinas Dokter Spesialis 5 Unit
Gedung IPRS - Unit

Mushallah 1 Unit
Mobil Ambulance 2 Unit
Instalasi CSSD 1 Unit
Ground Tank dan Rumah Pompa 1 Unit
IPAL 1 Unit
Incinerator 1 Unit
TPS Limbah 1 Unit
Sumber : Data Bagian Umum RSUD Rupit

PoltekkesKemenkes Palembang
43

4. Pelayanan Kesehatan Meliputi :

1. Pelayanan Rawat Jalan :

a. Poli Umum dilayani oleh dokter Umum

b. Poli Gigi dilayani oleh oleh dokter Gigi

c. Poli Penyakit Dalam dilayani oleh dokter spseialis P.dalam

d. Poli KB/KIA dilayani oleh dokter spseialis SPOG

e. Poli Anak dilayani oleh dokter spseialis Anak

f. Poli Bedah dilayani oleh dokter spseialis Bedah

g. Poli Mata dilayani oleh dokter spseialis Mata

h. Poli Paru dilayani oleh dokter spseialis Paru

i. Poli THT dilayani oleh dokter spseialis THT

j. Poli Gizi dilayani oleh ahli gizi

2. Unit Instalasi Lain

a. IGD

b. ICU

c. Kamar Operasi

d. Instalasi Radiologi

e. Instalasi Farmasi dan

f. Instalasi Gizi

3. Pelayanan Penunjang

a. Unit Transfusi Darah

b. Laboratorium

c. USG, EKG

PoltekkesKemenkes Palembang
44

d. Ambulance

e. Rekam Medik

f. Administrasi

4. Rawat Inap

Rawat inap terdiri dari 96 Tempat Tidur

B. Gambaran Subyek Penelitian

Dalam studi kasus ini dipilih 2 orang sebagai subyek studi kasus yaitu

Subyek I dan Subyek II. Kedua subyek ini sudah sesuai dengan kriteria

inklusi yang telah ditetapkan.

Subyek I

Subyek I dengan inisial Tn.S berusia 46 tahun, beragama Islam,

pendidikan terakhir SMA. Tn.S masuk rumah sakit pada tanggal 10 Juni 2018

Pukul 16.00 WIB dengan keluhan demam tinggi, kepala pusing, mual dan

muntah.

Subyek II

Subyek II dengan inisial Tn.T berusia 35 tahun, beragama Islam,

pendidikan SMA. Tn.T masuk rumah sakit pada tanggal 11 Juni 2018 Pukul

15.30 WIB dengan keluhan demam tinggi, perut kembung, tidak nafsu

makan, disertai mual dan muntah serta kepala pusing.

PoltekkesKemenkes Palembang
45

C. Data Asuhan Keperawatan

1. Hasil Pengkajian Awal

Berdasarkan tahap proses keperawatan, maka langkah pertama yang

harus dilakukan adalah pengkajian. Dalam studi kasus ini pengkajian

awal yang dilakukan berfokus pada keterangan keluarga pasien dan hasil

pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan hasil studi kasus, dapat diketahui bahwa saat pengkajian

awal terhadap subyek dapat dilihat seperti pada tabel 4.1 dibawah ini :

TABEL 4.1
HASIL PENGKAJIAN AWAL DUA ORANG SUBYEK

Aspek yang dinilai Subjek


I II
1. Identitas Pasien
Inisial Tn.S Tn.T
Umur 46 tahun 35 tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SMA SMA
Alamat Desa Muara Rupit Desa Karang Jaya
Tanggal MRS 10 Juni 2018 11 Juni 2018
Tanggal pengkajian 11 Mei 2018 12 Juni 2018
Diagnosa medis Asma Bronchiale Asma Bronchiale
2. Identitas penanggung
jawab
Nama Ny. P Ny. B
Umur 46 33
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Petani IRT
Alamat Desa Muara Rupit Desa Karang Jaya
Hubungan dengan pasien Istri Istri
3. Keluhan utama Istri klien mengatakan, Istri klien mengatakan,
suaminya mengalami suaminya mengalami
sesak nafas sejak 2 hari sesak nafas sejak 2 hari
yang lalu dan badannya yang lalu dan
lemas mempunyai riwayat
asma
4. Riwayat penyakit saat ini Sesak nafas dan Sesak nafas dan

PoltekkesKemenkes Palembang
46

badannya terasa lemas badannya terasa lemas


5. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan Istri klien mengatakan Istri klien mengatakan
masa lalu suaminya mempunyai suaminya mempunyai
riwayat penyakit asma riwayat penyakit asma
b. Riwayat kesehatan Klien mengatakan Klien mengatakan
sekarang merasa sesak nafas 2 merasa sesak nafas 2
hari yang lalu tetapi hari yang lalu tetapi
belum parah belum parah
c. Riwayat kesehatan
ada penyakit keturunan ada penyakit keturunan
keluarga
d. Riwayat imunisasi Lengkap Lengkap
6. Pola Aktivitas sehari-hari
a. Pola nutrisi 3xsehari 3xsehari
b. Pola eliminasi
BAK 5-7 x sehari 5-8 x sehari
BAB 1-2 x sehari 1-2 x sehari
c. Istirahat/ Tidur
Siang 8-10 jam/hari 8-10 jam/hari
Malam 8-10 jam/hari 8-10 jam/hari
d. Pola Hygiene
Mandi 2 x sehari 2 x sehari
Pemeliharaan Baik Baik
e. Aktivitas Baik Baik
f. Komunikasi Baik Baik
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum Lemah Lemah
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran Composmentis Composmentis
TD 150/90 mmHg 160/90 mmHg
Suhu 36 0C 36.5 0C
Nadi 120 x/m 125 x/m
RR 30 x/m 32 x/m
TB 165 cm 167 cm
BB 45 Kg 51 Kg
c. Kepala Oval Oval
d. Rambut Merata Merata
e. Wajah Oval Lonjong
f. Mata Ananemis Ananemis
g. Hidung Simetris Simetris
h. Telinga Simetris Simetris
i. Mulut Simetris Simetris
j. Leher Normal Normal
k. Integumen
Warna kulit Putih Putih

PoltekkesKemenkes Palembang
47

Kehangatan Hangat Hangat


Turgor Elastis Elastis
l. Thorak/ Dada
- Pernafasan Ronchi Ronchi
- Paru-paru Wheezing Wheezing
- Jantung Normal Normal
m. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan
- Auskultasi Normal Normal
- Palpasi Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi Normal Normal
n. Genetalia Kateter tidak terpasang Kateter tidak terpasang
o. Ekstremitas
Atas Terpasang IVFD Terpasang IVFD
Bawah Aktif Aktif
8. Terapi Methil Prednizole 2 x 30 Methil Prednizole 2 x
mg 30 mg
Cefotaxime 3 x 500 mg Cefotaxime 3 x 500 mg
Dexametazole 3 x 4 mg
Dexametazole 3 x 4 mg
Aminopilin 1x10 mg
Aminopilin 1x10 mg Infus RL 20 tpm
Infus RL 20 tpm Salbutamol 3 x ½ tab
Salbutamol 3 x ½ tab Atirizim 1 x 1 cth
Atirizim 1 x 1 cth Nebulezer (ventolin)
Nebulezer (ventolin) 3x1
3x1

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa secara keseluruhan

masing-masing subyek mengalami keluhan sesak nafas, lemas dan tidak

nafsu makan. Subjek I yaitu Tn.S didapatkan hasil RR 30 x/menit, pols

120 x/menit, suhu 36 0C, dan kesadaran compos mentis. Sedangkan Tn.T

yaitu RR 31 x/menit yang disertai batuk, bibir tampak pucat, pols 125

x/menit, suhu 36,50C, dan kesadaran compos mentis.

Setelah melakukan pengkajian awal terkait masalah yang dihadapi

oleh kedua subjek, maka dilakukan intervensi keperawatan dengan

menerapkan pemberian posisi semi fowler. Penerapan posisi semi fowler

PoltekkesKemenkes Palembang
48

ini dilakukan setiap hari selama 3 hari berturut-turut dan tidak ada

batasan waktu. Setelah selesai melakukan intervensi keperawatan

menggunakan posisi semi fowler, maka dilakukan evaluasi setiap hari

selama 3 hari untuk mengetahui kemajuan pasien dalam menurunkan

sesak nafas supaya yang dialami oleh kedua subjek dapat berkurang.

2. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Subjek I
1. DS : Ketidakefektifan Mucus dalam
- Pasien mengatakan bersihan jalan nafas jumlah berlebihan
masih sesak nafas
DO :
- Pasien tampak sesak dan
terpasang O2 3 lpm
TTV
- TD : 150/90mmHg
- N : 120x/mnt
- S : 360C
- R : 30 x/mnt
2. Ds : Gangguan Mual dan muntah
- Pasien mengatakan mual pemenuhan nutrisi
tidak nafsu makan kurang dari
DO : kebutuhan
- Pasien tampak mual dan
tidak mau makan
3. Ds : Kurangnya Isif espestasi yang
- Pasien mengatakan pengetahuan salah,informasi
belum paham tentang yang didapat
penyakit asma tidak adekuat
Do:
- Pasien tampak bertanya
kepada tim medis
Subjek II
1. DS : Ketidakefektifan Mucus dalam
- Pasien mengatakan bersihan jalan nafas jumlah berlebihan
masih sesak nafas
DO :

PoltekkesKemenkes Palembang
49

- Pasien tampak sesak dan


terpasang O2 3 lpm
TTV
- TD : 160/80mmHg
- N : 120x/mnt
- S : 360C
- R : 30 x/mnt
2. Ds : Gangguan Mual dan muntah
- Pasien mengatakan mual pemenuhan nutrisi
tidak nafsu makan kurang dari
DO : kebutuhan
- Pasien tampak mual dan
tidak mau makan
3. Ds : Kurangnya Isif espestasi yang
- Pasien mengatakan pengetahuan salah,informasi
belum paham tentang yang didapat
penyakit asma tidak adekuat
Do:
- Pasien tampak bertanya
kepada tim medis

3. Diagnosa Keperawatan

No Klien Diagnosa
1. Subjek I 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mocus
dalam jumlah berlebihan
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d mual dan muntah
3. Kurangnya pengetahuan b.d isif ekspetasi yang
salah informasi yang didapat tidak adekuat
2. Subjek II 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mocus
dalam jumlah berlebihan
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d mual dan muntah
3. Kurangnya pengetahuan b.d isif ekspetasi yang
salah informasi yang didapat tidak adekuat

PoltekkesKemenkes Palembang
50

4. Intervensi Keperawatan
TABEL 4.4
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA SUBJEK I

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Ketidakefektifan bersihan Setalah dilakukan 1. Observasi TTV dan KU 1. Untuk mengetahui status
jalan nafas b.d mocus dalam tindakan keperawatan 2. Atur posisi semi fowler kesehatan pasien
jumlah berlebihan 3 x 24 jam gangguan 3. Beri O2sesuai indikasi 2. Meningkatkan kenyamanan
bersihan jalan nafas 4. Ajarkan relaksasi nafas dalam pasien
teratasi dengan : 5. Kolaborasi dengan dokter dalam 3. Menambah kebutuhan suplai
- TTV pemberian Bronkodilator O2 ke tubuh pasien
TD : 130/60 mmHg golongan B2 dan Nebuler (via 4. Mempertahankan mental agar
N : 90x/mnt inhalasi) tetap rileks
S : 360C 5. Pemberian bronkodilator via
R : 28 x/mnt inhalasi akan langsung menuju
- Sesak berkurang area bronkhus yang mengalami
spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi
51

2. Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan 1. Berikan makanan yang 1. Membantu menyeimbangkan


nutrisi kurang dari tindakan kep. 3 x 24 bervariasi nutrisi
kebutuhan b.d mual dan jam gangguan 2. Berikan makan sedikit tapi 2. Menyediakan pilihan nutrisi
muntah pemenuhan nutrisi sering yang dapat diberikan pada
kurang dari kebutuhan 3. Penkes mengenai kebutuhan pasien
dapat teratasi dengan nutrisi 3. Membantu pemenuhan gizi
kriteria hasil 4. Kolaborasi dengan dokter/ahli seimbang
- Mual berkurang gizi 4. Menambah pengetahuan diit
- Nafsu makan kepada pasien
bertambah 5. Memberikan nutrisi tambahan
sesuai kebutuhan nutrisi pasien
3. Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Untuk mengetahui pasien tau
b.d isif ekspetasi yang tindakan kep. 1x 40 2. Memberi waktu kepada pasien tentang penyakitnya/tidak
salah informasi yang menit kurangnya untuk bertanya 2. Mengevaluasi pemahaman
didapat tidak adekuat pengetahuan dapat 3. Anjurkan pasien untuk pasien
teratasi dengan kriteria mengungkapkan apa yang belum 3. Mencegah pasien bingung.
hasil : dimengerti
- Pasien dapat
menjelaskan kembali
tentang penyakitnya
- Pasien tidak bingung
- Pasien dapat
menyebutkan gejala
tanda dan cara
menanganinya
52

TABEL 4.5
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA SUBJEK II

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Ketidakefektifan bersihan Setalah dilakukan 1. Observasi TTV dan KU 1. Untuk mengetahui status
jalan nafas b.d mocus dalam tindakan keperawatan 2. Atur posisi semi fowler kesehatan pasien
jumlah berlebihan 3 x 24 jam gangguan 3. Beri O2sesuai indikasi 2. Meningkatkan kenyamanan
bersihan jalan nafas 4. Ajarkan relaksasi nafas dalam pasien
teratasi dengan : 5. Kolaborasi dengan dokter dalam 3. Menambah kebutuhan suplai
- TTV pemberian Bronkodilator O2 ke tubuh pasien
TD : 130/60 mmHg golongan B2 dan Nebuler (via 4. Mempertahankan mental agar
N : 90x/mnt inhalasi) tetap rileks
S : 360C 5. Pemberian bronkodilator via
R : 28 x/mnt inhalasi akan langsung menuju
- Sesak berkurang area bronkhus yang mengalami
spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi

2. Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan 1. Berikan makanan yang bervariasi 1. Membantu menyeimbangkan
nutrisi kurang dari tindakan kep. 3 x 24 2. Berikan makan sedikit tapi nutrisi
kebutuhan b.d mual dan jam gangguan sering 2. Menyediakan pilihan nutrisi
muntah pemenuhan nutrisi 3. Penkes mengenai kebutuhan yang dapat diberikan pada
kurang dari kebutuhan nutrisi pasien
dapat teratasi dengan 4. Kolaborasi dengan dokter/ahli 3. Membantu pemenuhan gizi
53

kriteria hasil gizi seimbang


- Mual berkurang 4. Menambah pengetahuan diit
- Nafsu makan kepada pasien
bertambah 5. Memberikan nutrisi tambahan
sesuai kebutuhan nutrisi pasien
3. Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Untuk mengetahui pasien tau
b.d isif ekspetasi yang tindakan kep. 1x 40 2. Memberi waktu kepada pasien tentang penyakitnya/tidak
salah informasi yang menit kurangnya untuk bertanya 2. Mengevaluasi pemahaman
didapat tidak adekuat pengetahuan dapat 3. Anjurkan pasien untuk pasien
teratasi dengan kriteria mengungkapkan apa yang belum 3. Mencegah pasien bingung.
hasil : dimengerti
- Pasien dapat
menjelaskan kembali
tentang penyakitnya
- Pasien tidak bingung
- Pasien dapat
menyebutkan gejala
tanda dan cara
menanganinya
54

5. Implementasi Keperawatan
TABEL 4.6
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA SUBJEK I

No Dx Tanggal/ Implementasi Evaluasi Tanda


Jam tangan
1 Ketidakefektifan bersihan 11 Juni 2018 11 Juni 2018, Jam : 10.30 wib
jalan nafas b.d mocus 09.00 1. mengobservasi TTV dan KU S : Pasien mengatakan sesak nafas
dalam jumlah berlebihan mulai berkurang
09.15 2. mengatur posisi semi fowler
O: TD : 140/90 mmHg
09.25 3. memberikan contoh posisi semi - RR : 29 x/menit
fowler aar nyaman dan tenang - Pols : 100 x/m
- Temp : 36.5
09.50 4. Beri O2sesuai indikasi
A : Gangguan ketidak efektifan
10.00 5. Kolaborasi dengan dokter dalam bersihan jalan nafas teratasi
pemberian Bronkodilator sebagian
golongan B2 dan Nebuler (via
inhalasi) P : Intervensi dilanjutkan
- Pemberian terapi nebulizer
ventolin 1 amp
55

2 Ketidakefektifan bersihan 12 Juni 2018 12 Juni 2018 Jam : 16.15 wib


jalan nafas b.d mocus 15.00 1. mengobservasi TTV dan KU S : Pasien mengatakan sesak nafas
dalam jumlah berlebihan Sudah berkurang dan mulai lega
15.15 2. mengatur posisi semi fowler
O: TD : 140/90 mmHg
15.25 3. memberikan contoh posisi semi - RR : 29 x/menit
fowler aar nyaman dan tenang - Pols : 90 x/m
- Temp : 36.5
15.45 4. Beri O2sesuai indikasi
A : Gangguan ketidak efektifan
16.00 5. Kolaborasi dengan dokter dalam bersihan jalan nafas teratasi
pemberian Bronkodilator sebagian
golongan B2 dan Nebuler (via
inhalasi) P : Intervensi dilanjutkan
Methil Prednizole 2 x 30 mg
Cefotaxime 3 x 500 mg
Dexametazole 3 x 4 mg
Aminopilin 1x10 mg
Infus RL 20 tpm
Salbutamol 3 x ½ tab
Atirizim 1 x 1 cth
Nebulezer (ventolin) 3x1
3 Ketidakefektifan 13 Juni 2018 13 Juni 2018 Jam : 10.30 wib
bersihan jalan nafas b.d 09.00 1. mengobservasi TTV dan KU S : Pasien mengatakan sesak nafas
mocus dalam jumlah Sudah berkurang dan mulai lega
berlebihan
09.15 2. mengatur posisi semi fowler
O: TD : 140/90 mmHg
56

09.25 3. memberikan contoh posisi semi - RR : 29 x/menit


fowler aar nyaman dan tenang - Pols : 85 x/m
- Temp : 36.5
09.50 4. Beri O2sesuai indikasi
A : Gangguan ketidak efektifan
bersihan jalan nafas teratasi
10.00 5. Kolaborasi dengan dokter dalam sebagian
pemberian Bronkodilator
golongan B2 dan Nebuler (via P : Intervensi dilanjutkan
inhalasi)
Methil Prednizole 2 x 30 mg
Cefotaxime 3 x 500 mg
Dexametazole 3 x 4 mg
Aminopilin 1x10 mg
Infus RL 20 tpm
Salbutamol 3 x ½ tab
Atirizim 1 x 1 cth
Nebulezer (ventolin) 3x1
57

TABEL 4.7
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA SUBJEK II

No Dx Tanggal/ Implementasi Evaluasi Tanda


Jam tangan
1 Ketidakefektifan bersihan 12 Juni 2018 12 Juni 2018, Jam : 10.30 wib
jalan nafas b.d mocus 09.00 1. mengobservasi TTV dan KU S : Pasien mengatakan sesak nafas
dalam jumlah berlebihan mulai berkurang
09.15 2. mengatur posisi semi fowler
O: TD : 140/80 mmHg
09.25 3. memberikan contoh posisi semi - RR : 29 x/menit
fowler aar nyaman dan tenang - Pols : 100 x/m
- Temp : 36.5
09.50 4. Beri O2sesuai indikasi
A : Gangguan ketidak efektifan
10.00 5. Kolaborasi dengan dokter dalam bersihan jalan nafas teratasi
pemberian Bronkodilator sebagian
golongan B2 dan Nebuler (via
inhalasi) P : Intervensi dilanjutkan
- Pemberian terapi nebulizer
ventolin 1 amp

2 Ketidakefektifan bersihan 13 Juni 2018 13 Juni 2018 Jam : 16.15 wib


jalan nafas b.d mocus 15.00 1. mengobservasi TTV dan KU S : Pasien mengatakan sesak nafas
58

dalam jumlah berlebihan 15.15 2. mengatur posisi semi fowler Sudah berkurang dan mulai lega

15.25 3. memberikan contoh posisi semi O: TD : 140/70 mmHg


fowler aar nyaman dan tenang - RR : 29 x/menit
- Pols : 90 x/m
15.45 4. Beri O2sesuai indikasi - Temp : 36.5

16.00 5. Kolaborasi dengan dokter dalam A : Gangguan ketidak efektifan


pemberian Bronkodilator bersihan jalan nafas teratasi
golongan B2 dan Nebuler (via sebagian
inhalasi)
Methil Prednizole 2 x 30 mg P : Intervensi dilanjutkan
Cefotaxime 3 x 500 mg
Dexametazole 3 x 4 mg
Aminopilin 1x10 mg
Infus RL 20 tpm
Salbutamol 3 x ½ tab
Atirizim 1 x 1 cth
Nebulezer (ventolin) 3x1
3 Ketidakefektifan 14 Juni 2018 14 Juni 2018 Jam : 10.30 wib
bersihan jalan nafas b.d 09.00 1. mengobservasi TTV dan KU S : Pasien mengatakan sesak nafas
mocus dalam jumlah Sudah berkurang dan mulai lega
berlebihan
09.15 2. mengatur posisi semi fowler
O: TD : 140/80 mmHg
09.25 3. memberikan contoh posisi semi - RR : 29 x/menit
fowler aar nyaman dan tenang - Pols : 85 x/m
- Temp : 36.5
59

09.50 4. Beri O2sesuai indikasi


A : Gangguan ketidak efektifan
bersihan jalan nafas teratasi
10.00 5. Kolaborasi dengan dokter dalam sebagian
pemberian Bronkodilator
golongan B2 dan Nebuler (via P : Intervensi dilanjutkan
inhalasi)
Methil Prednizole 2 x 30 mg
Cefotaxime 3 x 500 mg
Dexametazole 3 x 4 mg
Aminopilin 1x10 mg
Infus RL 20 tpm
Salbutamol 3 x ½ tab
Atirizim 1 x 1 cth
Nebulezer (ventolin) 3x1
60

6. Evaluasi

Subyek I

TABEL 4.8
EVALUASI PENERAPAN POSISI SEMI FOWLER UNTUK
UNTUK MENGURANGI SESAK NAFAS
PADA ASMA BRONCHIALE

No Hari/ Sebelum di beri Sesudah di beri Hasil


Tanggal kompres hangat kompres hangat
1 Senin, a. TD : 150/90ºC a. TD : 140/80ºC Saat diberikan
11 Juni 2018 b. RR : 30 x/m b. RR : 30 x/m posisi semi fowler
Jam: 09.00 c. Nadi : 120 x/m c. Nadi : 100 x/m sesak nafas mulai
d. Acral : Dingin d. Acral : Dingin berkurang
e. Skala Sesak : 4 e. Skala Sesak : 3 walaupun masih
(Sesak sangat Berat) (Sesak Berat) belum hilang
2 Selasa, a. TD : 140/80ºC a. TD : 140/80ºC Sesak nafas mulai
12 Juni 2018 b. RR : 30 x/m b. RR : 29 x/m berkurang
Jam: 16.00 c. Nadi : 100 x/m c. Nadi : 100 x/m walaupun belum
d. Acral : Dingin d. Acral : normal normal setelah
e. Skala Sesak : 3 e. Skala Sesak : 2 diberikan posisi
(sesak berat) (sesak ringan) semi fowler
3 Rabu, a. TD : 140/80ºC a. TD : 130/80ºC Sesak nafas mulai
13 Mei 2018 b. RR :28 x/m b. RR : 25 x/m berkurang
Jam: 09.00 c. Nadi : 100 x/m c. Nadi : 100 x/m walaupun belum
d. Acral : Dingin d. Acral : Dingin normal setelah
e. Skala Sesak : 2 e. Skala Sesak : 1 diberikan posisi
(sesak ringan) (sesak sangat ringan) semi fowler

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa pada subjek I setelah dilakukan

intervensi keperawatan dengan posisi semi fowler untuk menurunkan ssesak

nafas selama 3 (tiga) hari di RSUD Muara Rupit Kabupaten Musi Rawas Utara,

diketahui keluarga dan pasien sudah bisa melakukan posisi semi fowle secara

mandiri terasa sesak nafas lagi dan setelah dilakukan posisi semi fowler

mengalami penurunan sedikit demi sedikit.

PoltekkesKemenkes Palembang
61

Subyek II

TABEL 4.9
EVALUASI PENERAPAN POSISI SEMI FOWLER UNTUK
UNTUK MENGURANGI SESAK NAFAS
PADA ASMA BRONCHIALE

No Hari/ Sebelum di beri Sesudah di beri Hasil


Tanggal kompres hangat kompres hangat
1 Senin, a. TD : 150/90ºC a. TD : 140/80ºC Saat diberikan
12 Juni 2018 b. RR : 30 x/m b. RR : 30 x/m posisi semi fowler
Jam: 09.00 c. Nadi : 120 x/m c. Nadi : 100 x/m sesak nafas mulai
d. Acral : Dingin d. Acral : Dingin berkurang
e. Skala Sesak : 4 e. Skala Sesak : 3 walaupun masih
(Sesak sangat Berat) (Sesak Berat) belum hilang
2 Selasa, a. TD : 140/80ºC a. TD : 140/80ºC Sesak nafas mulai
13 Juni 2018 b. RR : 30 x/m b. RR : 29 x/m berkurang
Jam: 16.00 c. Nadi : 100 x/m c. Nadi : 100 x/m walaupun belum
d. Acral : Dingin d. Acral : normal normal setelah
e. Skala Sesak : 3 e. Skala Sesak : 2 diberikan posisi
(Sesak Berat) (sesak ringan) semi fowler
3 Rabu, a. TD : 140/80ºC a. TD : 130/80ºC Sesak nafas mulai
14 Mei 2018 b. RR :28 x/m b. RR : 25 x/m berkurang
Jam: 09.00 c. Nadi : 100 x/m c. Nadi : 100 x/m walaupun belum
d. Acral : Dingin d. Acral : Dingin normal setelah
e. Skala Sesak : 2 e. Skala Sesak : 1 diberikan posisi
(sesak ringan) semi fowler

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa pada subjek II setelah dilakukan

intervensi keperawatan dengan posisi semi fowler untuk menurunkan ssesak

nafas selama 3 (tiga) hari di RSUD Muara Rupit Kabupaten Musi Rawas Utara,

diketahui keluarga dan pasien sudah bisa melakukan posisi semi fowle secara

mandiri terasa sesak nafas lagi dan setelah dilakukan posisi semi fowler

mengalami penurunan sedikit demi sedikit.

PoltekkesKemenkes Palembang
62

D. Pembahasan

Sesuai dengan tahapan proses keperawatan, maka penulis akan

mengemukakan pembahasan mulai dari pengkajian, penentuan diagnosa

keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan

evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan

dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan

diketahui berbagai permasalahan yang ada. Untuk melakukan langkah

pertama ini diperlukan pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki

oleh perawat diantara pengetahuan tentang kebutuhan atau sistem

biopsikososial dan spiritual bagi manusia yang memandang dari aspek

biologis, psikologis, sosial dan tinjauan dari aspek spiritual, juga

pengetahuan akan kebutuhan perkembangan manusia (tumbuh kembang

dari kebutuhan dasarnya), pengetahuan tentang patofisiologi dari penyakit

yang dialami, pengetahuan tentang sistem keluarga dan kultur budaya serta

nilai-nilai keyakinan yang dimiliki klien (Hidayat,2011).

Dalam teori asuhan keperawatan, hal-hal yang dikaji terdiri dari data

umum yang berupa identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit,

riwayat imunisasi, riwayat nutrisi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

diagnostik. Sedangkan pengkajian yang dilakukan kedua subjek dengan

infeksi saluran pernafasan atas berupa identitas pasien, identitas

penanggung jawab, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat kesehatan,

PoltekkesKemenkes Palembang
63

pemeriksaan fisik, riwayat keluarga, pengkajian nutrisi, pemeriksaan

penunjang serta terapi yang diberikan.

Subyek I dengan inisial Tn.S umur46 tahun, beragama Islam, alamat

Desa Muara Rupit Kecamatan Muara Rupit, pendidikan terakhir SMA.

Tn.S masuk RSUD Muara Rupit pada tanggal 10 Juni 2018 Pukul 16.00

WIB dengan keluhansesak nafas dan badan lemas disertai mual muntah.

Diagnosa dokter Asma Bronchiale, dan terlihat jelas oleh penulis bahwa

Tn.S lemas, pucat dan terlihat dipasang O2. Sedangkan pada subyek II

dengan inisial Tn.T, berusia 35 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir

SMA, alamat Desa Karang Jayaa Kecamatan Muara Rupit. Tn.T masuk

RSUD Muara Rupit pada tanggal 11 Juni 2018 Pukul 15.30 WIB dengan

keluhan sesak nafas, kepala pusing dan lemas disertai mual muntah.

Diagnosa dokter Asma Bronchiale, keadaan umum terlihat lemas, pucat dan

terpasang O2

2. Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan pada pasien dengan Thypus

Abdominalis menurut NANDA NIC-NOC, (2015) dan SDKI (2016) adalah

sebagai berikut:

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mocus dalam jumlah

berlebihan

2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual dan

muntah

PoltekkesKemenkes Palembang
64

3. Kurangnya pengetahuan b.d isif ekspetasi yang salah informasi yang

didapat tidak adekuat

Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada kedua subjek,

dan penulis hanya memfokuskan pada 1 diagnosa keperawatan yang ada

pada teori, yaitu diagnosa Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mocus

dalam jumlah berlebihan. Diagnosa Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

b.d mocus dalam jumlah berlebihan ini muncul pada kedua subjek karena

kedua subjek mempunyai keluhan yang sama yaitu sama-sama sesak nafas

disertai mual dan muntah hal ini yang menyebabkan kedua subjek

mengalami asma bronchiale.

Metode yang paling sederhana dan efektif dalam biaya untuk

mengurangi risiko stasis sekresi pulmonary dan mengurangi risiko

penurunan pengembangan dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi

saat istirahat. Posisi yang paling efektif bagi klien dengan penyakit

kardiopulmonari adalah posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 45°,

yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu

pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma

(Burn dalam Potter, 2005).

Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan

sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas.

Keefektifan dari tindakan tersebut dapat dilihat dari Respiratory Rates yang

menunjukkan angka normal yaitu 16-24x per menit pada usia dewasa

(Ruth, 2005).

PoltekkesKemenkes Palembang
65

3. Perencanaan

Setelah menemukan diagnosa keperawatan, maka selanjutnya adalah

menyusun rencana tindakan keperawatan untuk menanggulangi masalah-

masalah keperawatan yang dihadapi oleh kedua subjek yaitu Tn.S dan

Tn.T. Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan teori yang disesuaikan

dengan keadaan atau situasi dan kondisi pasien, agar rencana tindakan

keperawatan yang telah disusun dapat dilaksanakan dengan baik serta dapat

memperoleh hasil maksimal yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

dan kreteria hasil yang ditentukan. Jadi tidak ada kesenjangan antara

intervensi teori dengan intervensi yang diberikan pada kedua subjek yaitu

Tn.S dan Tn.T.

4. Implementasi

Berikut penulis akan mengemukakan pembahasan dari pelaksanaan

asuhan keperawatan pada kedua subjek yaitu Tn.S dan Tn.T sesuai dengan

urutan keperawatan yang penulis susun, yaitu :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mocus dalam jumlah

berlebihan

Pembahasan : pada diagnosa ini ada tiga intervensi yang dapat penulis

implementasikan kepada kedua subjek sesuai dengan kondisi dan

keadaan kedua subjek dan semua intervensi dapat penulis lakukan,

namun pada implementasi ini penulis lebih berfokus pada implementasi

mengajarkan posisi Semi Fowler pada kedua subjek. Pada subjek I

PoltekkesKemenkes Palembang
66

terjadi penurunan sesak nafas sedikit demi sedikit selama tiga hari

berturut-turut. Pada hari pertama subjek I sesak nafas masih berat, skala

4, RR 30 x/menit, nadi 120 x/m, Acral terasa dingin, setelah dilakukan

posisi Semi Fowler selama 3 hari maka sesak nafas bisa turun menjadi

36.5ºC, RR 28 x/m, nadi 88 x/m, skala sesak nafas 1 dan acral terasa

hangat berkeringat.

Pada subyek II, juga terjadi penurunan sesak nafas yang sangat

signifikan setelah dilakukan intervensi keperawatan dengan penerapan

posisi Semi Fowler selama tiga hari berturut-turut. Pada hari pertama

subjek II , skala 4, RR 30 x/menit, nadi 120 x/m, Acral terasa dingin,

setelah dilakukan posisi Semi Fowler selama 3 hari maka sesak nafas

bisa turun menjadi 36.5ºC, RR 28 x/m, nadi 88 x/m, skala sesak nafas 1

dan acral terasa hangat berkeringat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dikemukakan oleh Ruth (2005). Pemberian posisi semi fowler pada

pasien asma telah dilakukan sebagai salah satu cara untuk membantu

mengurangi sesak napas. Keefektifan dari tindakan tersebut dapat dilihat

dari Respiratory Rates yang menunjukkan angka normal yaitu 16-24x

per menit pada usia dewasa (Ruth, 2005).

Hasil penelitian Supadi, dkk (2008), menyatakan bahwa posisi semi

fowler membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat

sehingga memperingan kesukaran nafas. Posisi ini akan mengurangi

kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal tersebut

PoltekkesKemenkes Palembang
67

dipengaruhi oleh gaya grafitasi sehingga O2 delivery menjadi optimal.

Sesak nafas akan berkurang, dan akhirnya proses perbaikan kondisi klien

lebih cepat.

5. Evaluasi

Setelah melakukan implementasi keperawatan, penulis dapat

menyatakan bahwa masalah keperawatan pada kedua subjek yaitu Tn.T dan

Tn.S sudah teratasi sebagian dikarenakan waktu perawatan dan pengkajian

yang singkat. Evaluasi akhir yang didapat adalah sebagai berikut :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mocus dalam jumlah

berlebihan

Subjek I keluarga klien mengatakan sudah tidak sesak lagi, nafas

sudah bisa lega keadaan umum klien bagus. Masalah teratasi sebagian,

Intervensi dilanjutkan. Sedangkan pada subjek II keluarga klien

mengatakan sesak nafas sudah berkurang dan bisa bernafas lega. Masalah

teratasi sebagian, Intervensi dilanjutkan.

Hal ini sesuai dengan teori Supadi, Nurachmah, & Mamnuah (2008),

menyatakan bahwa posisi semi fowler membuat oksigen di dalam paru-paru

semakin meningkat sehingga memperingan sesak napas. Posisi ini akan

mengurangi kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal

tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga O2 delivery menjadi

optimal. Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi pasien

lebih cepat.

PoltekkesKemenkes Palembang
68

Sedangkan menurut Angela dalam Refi Safitri dan Annisa Andriyani

(2008), posisi yang paling efektif bagi pasien dengan penyakit

kardiopulmonari adalah posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh

dinaikkan dengan derajat kemiringan 45o, yaitu dengan menggunakan gaya

gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan

dari abdomen ke diafragma. Sesak nafas akan berkurang, dan akhirnya

proses perbaikan kondisi pasien lebih cepat.

E. Keterbatasan Penulis

Dalam studi kasus ini penulis menemui hambatan sehingga menjadi

keterbatasan dalam penyusunan studi kasus ini. Keterbatasan dalam

penelitian ini adalah Peneliti tidak bisa melakukan observasi secara terus

menerus karena keterbatasan jarak dan waktu sehingga hasil pengukuran

penurunan suhu tubuh tidak digambarkan secara jelas.

PoltekkesKemenkes Palembang
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan hasil studi kasus dan pembahasan tentang

penurunan sesak nafas dengan intervensi keperawatan posisi semi fowler

pada pasien asma bronchiale yang dilakukan selama tiga hari secara

keseluruhan untuk pasien tercapai dan sebagai salah satu tindakan

keperawatan yang efektif sebab dapat menunjang keberhasilan dalam rangka

penyembuhan pasien. posisi semi fowler pada strategi pelaksanaan

didapatkan data bahwa pasien mampu melakukan strategi pelaksanaan

dengan baik. Pasien asma bronchiale dapat mengurangi sesak nafas dengan

menerapkan posisi semi fowler pada strategi pelaksanaan.

B. Saran

Berdasarkan analisa dan kesimpulan penelitian maka penulis akan

menyampaikan beberapa saran diantarnya :

1. Bagi Perawat

Mampu bersabar dalam menghadapi pasien, membina hubungan saling

percaya pada pasien. Karena dengan cara ini dapat menentukan

keberhasilan pengobatan pada pasien.

69
Poltekkes Kemenkes Palembang
70

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi serta dapat

menambah kepustakaan dan wawasan di Politeknik Kesehatan Palembang

Prodi Keperawatan Lubuklinggau. Diharapkan dapat menjadi bahan ajar

keperawatan medical bedah.

3. Bagi RSUD Muara Rupit

Hasil karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi

karya ilmiah yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu kesehatan

khususnya dibidang keperawatan. Agar dapat meningkat kan kualitas

asuhan keperawatan, khususnya pada pasien dengan Hipertermi pada

kasus asma bronchiale

Poltekkes Kemenkes Palembang


DAFTAR PUSTAKA

Astuti, 2010. Paparan Asap Dalam Rumah, Hewan Peliharaan, Lingkungan


Tempat Tinggal Dan Social Ekonomi Dengan Kejadian Asma Bronchiale
Pada Anak. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol 26 No 3

Aziz, 2008. Panduan Pelayanan Medik: Perhimpunan Dokter Spesialis Dalam


Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Barnes, K., & Kapoor, R. 2014. Paediatrics. London New York Oxford
Philadelphia, Sydney: Elsevier.

Chang, E. 2010. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Erb Kozier, Berman, Snider. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan


Konsep, Proses dan Praktik, volume 2, edisi 7. Jakarta. EGC.

Kumoro, D. 2008. Pengaruh Pemberian Senam Asma Terhadap Frekwensi


Kekambuhan Asma Bronkial. Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam
Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi. Skripsi (tidak
diterbitkan).UMS

Mansjoer, A. 2008 Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi 3), Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius

Muttaqin, A 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan, Salemba Medika, Jakarta.

Notoatmodjo, S 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan:


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Edisi 2,
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Perry, Anne Griffin. 2008. Buku Saku Keterampilan & Prosedur Dasar. Jakarta:
EGC

Price, SA, Wilson, LM 2006, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease


Processes, vol.2, edk 6, EGC. Jakarta.

Potter, P.A & Perry,A.G. 2008. Buku Ajar Fundamtal Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Purnomo, 2008. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian asma
bronchiale (Studi Kasus Di RS Kabupaten Kudus) Semarang: FKM
UNHAS UP

Purba, 2012. Aktivitas Pencegahan Kekambuhan Asma Oleh Pasien Asma.


Artikel Kesehatan Universitas Sumatera Utara.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2013. Pedoman Pewawancara Petugas


Pengumpul Data. Jakarta: Badan Litbangkes. Depkes RI. 2013. Diakses: 27
Januari 2018 dari website www.depkes.go.id/resources/download/general/
Hasil%20Riskesdas%202013. Pdf

Ruth, F. 2005. Fundamental Of Nursing Human Health And Function. Jakarta:


EGC.

Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Sudoyo, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II, edk 4, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Supadi, E. Nurachmah, dan Mamnuah. 2008. Hubungan Analisa Posisi Tidur


Semi Fowler Dengan Kualitas Tidur Pada Klien Gagal Jantung Di RSU
Banyumas Jawa Tengah. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Volume IV
No 2 Hal 97-108. Suryono dan Anggraeni,Mekar Dewi.2013. Metodelogi
Kualitatif Dan Kuantitatif Dalam Bidang Kesehatan.Yogyakarta:Nuha
Medika

Suparmi Yulia, dkk. 2008. Panduan Praktik Keperawatan : Kebutuhan Dasar


Manusia. Yogyakarta. PT Intan Sejati
LEMBAR OBSERVASI SKALA SESAK NAFAS
SEBELUM DAN SESUDAH DI LAKUKAN POSISI SEMI FOWLER

Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
No RM :

NO Tanggal Skala Sesak Skala Sesak Analisa Sesak Posisi semi fowler
Pengkajian nafas Pre nafas Post nafas (Berhasil / Tidak
Posisi Semi Posisi Semi (Tetap / berhasil
Fowler Fowler Berkurang)
1
2
3
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

TEKNIK POSISI SEMI FOWLER UNTUK MENGURANGI SESAK


NAFAS PADA PASIEN ASMA BRONCHIALE

Pengertian : Posisi semi fowler adalah posisi setengah duduk dimana bagian
kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini untuk
memepertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan
pasien
Tujuan : Tujuan mengurangi tegangan intra abdomen dan otot abdomen,
memperlancar gerakan pernafasan pada pasien mengatasi masalah
kesulitan pernapasan dan pasien dengan gangguan asma
Indikasi : 1) Pasien dengan sesak nafas
2) Pasien pasca operasi strauma, hidung, thorak
3) Pasien dengan gangguan tenggorokanyang memproduksi
sputum, aliran gelembung dan kotoran pada saluran pernafasan
4) Pasien imobilisasi, penyakit jantung, asma bronkhial, post partum.
Petugas : Peneliti
Peralatan : Alat ukur skala sesak nafas

No Kegiatan yang Dilakukan Ya Tidak


1 PERSIAPAN ALAT
1. Bantal 2-5 buah
2. Sandaran atau punggung ( regestin ) k/p
3. Masker
4. Sarung tangan/handscoon
2 TAHAP PRE INTERAKSI
1. Memastikan kembali identitas pasien
2. Mengkaji keluhan dan tanda sesak nafas
3. Mengkaji program penurunan sesak nafas yang
diberikan dokter
4. Seluruh peralatan diletakan ditroli atau tempat yang
bersih dan diatur rapi
5. Menjaga perivacy pasien dan keluarga
3 TAHAP ORIENTASI
1. Memberikan salam kepada pasien
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
4. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
5. Meminta pasien untuk bekerja sama selama tindakan
berlangsung
4 TAHAP KERJA
1. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera dimulai
2. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja yang
nyaman
3. Cek alat-alat yang akan digunakan
4. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur
5. Posisikan pasien senyaman mungin
6. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
7. Periksa TTV pasien sebelum memulai backrub
(terutama nadi dan tekanan darah)
8. Kebersihan alat diperhatikan
9. Perawat memakai masker dan memakai sarung tangan
10. Mendekatkan peralatan kepasien
11. Membantu pasien untuk duduk ditempat tidur
12. Menyusun bantal dengan sudut ketinggian 3-40°, bila
membutuhkan posisi yang lebih tegak diposisikan
dengan sudut 60°
13. Perawat berdiri disamping kanan menghadap kepasien
14. Menganjurkan pasien untuk menekuk kedua lutut
15. Menganjurkan pasien untuk menopang badan dengan
kedua lengan
16. Perawat menyangga pasien dengan cara tangan kanan
perawat masuk ke ketiak pasien dan tangan kiri perawat
menyangga punggung pasien
17. Menganjurkan pasien untuk mendprong badanya
kebelakang
18. Melepas sarung tangan dan masker
19. Merapikan kembali peralatan dan pasien
20. Perawat mencuci tangan
21. Rapikan pasien ke posisi semula
22. Beri tahu bahwa tindakan sudah selesai
23. Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan lepas sarung
tangan
24. Kaji respon pasien (respon subjektif dan objektif)
25. Berikan reinforcement positif pada pasien
26. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
27. Akhiri kegiatan dengan baik
5 TAHAP TERMINASI
1. Mengevaluasi respon pasien
2. Perawat menyampaikan informasi mengenai perawatan
selanjutnya
3. Menganjurkan pasien mengulangi teknik kompres hangat
bila pasien mengalami demam
4. Berpamitan dengan klien
5. Mendokumentasikan tindakan dan respon pasien dalam
catatan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai