Anda di halaman 1dari 108

PENGARUH TEKNIK PURSED LIPS BREATHING DENGAN

MODIFIKASI TIUP BALON TERHADAP GEJALA ASMA


PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PALARAN SAMARINDA

SKRIPSI

Fitri Rahmawati
NIM. P07220214018

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN
SAMARINDA
2018
PENGARUH TEKNIK PURSED LIPS BREATHING DENGAN
MODIFIKASI TIUP BALON TERHADAP GEJALA ASMA
PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PALARAN SAMARINDA

SKRIPSI
Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Terapan Keperawatan

Disusun dan diajukan oleh:

Fitri Rahmawati
P07220214018

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN
SAMARINDA
2018

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini,

Nama : Fitri Rahmawati

NIM : P07220214018

Program Studi : D-IV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis benar

merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam

naskah proposal ini tidak terdapat karya ilmiah yang perrnah diajukan oleh orang

lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain,

kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam

sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ternyata di dalam

naskah proposal ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiat, saya bersedia

menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Samarinda, Juli 2018

Yang membuat pernyataan,

Fitri Rahmawati
P07220214018

iii
PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH TEKNIK PURSED LIPS BREATHING DENGAN
MODIFIKASI TIUP BALON TERHADAP GEJALA ASMA
PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PALARAN SAMARINDA

SKIRPSI
Disusun dan diajukan oleh:

FITRI RAHMAWATI
NIM P07220214018

Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan

Samarinda, Juli 2018

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Badar, SST., M.Kes Mustaming, S.Kep., M.Kes


NIDN. 4031126904 NIDN. 4002038001

Mengetahui,

Ketua Program Studi D-IV Keperawatan


Poltekkes Kemenkes Kaltim

Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., M.H


NIP. 197512152002121004

iv
ABSTRAK

PENGARUH TEKNIK PURSED LIPS BREATHING DENGAN


MODIFIKASI TIUP BALON TERHADAP GEJALA ASMA
PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PALARAN SAMARINDA

Fitri Rahmawati1), Badar2), Mustaming2)


1
Mahasiswa Prodi Sarjana Terapan Keperawatan, Poltekkes Kaltim
2
Dosen Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kaltim

Pendahuluan: Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang


melibatkan banyak sel dan elemennya. Penyakit asma di IGD Puskesmas Palaran
pada tahun 2016 menepati peringkat kedua dengan jumlah kasus 341 jiwa.
Penelitian ini berujuan untuk mengetahui pengaruh teknik pursed lips breathing
dengan modifikasi tiup balon.
Metode: Penelitan ini merupakan quasi experiment dengan rancangan penelitian
pre and post test nonequivalent control group. Besar sampel masing-masing
kelompok 12 orang. Perlakuan yang diberikan kepada responden berupa pursed
lips breathing dengan modifikasi tiup balon selama 1 bulan dengan frekuensi 3
kali seminggu dan lama intervensi setiap latihan selama 15 menit.
Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan nilai median (minimum-maksimum)
perubahan gejala asma pada kelompok intervensi pursed lips breathing dengan
modifikasi tiup balon sebesar 3,00 (2-4) dan pada kelompok kontrol sebesar 0,00 (
0-2), (p = <0,001 < 0,05).
Kesimpulan: Teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon
berpengaruh terhadap gejala asma.
Saran: Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat membandingkan teknik pursed
lips breathing dengan beberapa penatalaksanaan asma lainnya seperti senam
asma, renang dan lainnya.

Kata Kunci: Asma, Pursed Lips Breathing , Tiup Balon, Gejala Asma

v
ABSTRACT

THE EFFECT OF PURSED LIPS BREATHING TECHNIQUE WITH


BLOWING BALLOONS MODIFICATION TOWARDS ASTHMA
SYMPTOMS ON ASTHMA PATIENTS IN WORKING AREA
OF PALARAN PUBLIC HEALTH CENTRE IN SAMARINDA

Fitri Rahmawati1), Badar2), Mustaming2)


1
Student Undergraduate Program of Applied Nursing, Poltekkes Kaltim
2
Lecturer of Department of Nursing, Poltekkes Kaltim

Introduction: Asthma is a chronic airway inflammatory disorder involving many


cells and elements. Asthma disease at IGD in Palaran Public Health Centre in
2016 was the second rank with 341 cases. This study aims to determine the effect
of pursed lips breathing technique with blowing balloons modification.
Methods: This study was quasi experimental with pre and post test designs
nonequivalent control group. The number of sample in each group were 12
people. The treatment given to the respondents was pursed lips breathing with
blowing balloons modification for 1 month with frequency 3 times a week and
intervention duration every exercise for 15 minutes.
Results: The median (maximum-maximum) changes in asthma symptoms in the
pursed lips breathing intervention group with blowing balloons modification were
3.00 (2-4) and in the control group of 0.00 (0-2), ( p = <0.001 <0.05).
Conclusion: The technique of pursed lips breathing with blowing balloons
modification gave effect on the symptoms.
Suggestion: For the next researcher, it is expected to compare pursed lips
breathing technique with some other asthma management such as asthma
gymnastic, swimming, and others.

Keywords: Asthma, Pursed Lips Breathing, Blowing Balloons, Asthma Symptoms

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas

segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul

“Pengaruh Teknik Pursed Lips Breathing Dengan Modifikasi Tiup Balon

Terhadap Gejala Asma Pada Pasien Asma Di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran

Samarinda”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat:

1. Drs. H. Lamri, M. Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kaltim

2. Ismansyah, S. Kp., M. Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan

3. Ns. Andi Parellangi, M. Kep., MH. Kes selaku Ketua Program Studi D-IV

Keperawatan

4. Edi Sukamto, S. Kp., M.Kep selaku Dosen Penguji Utama

5. Badar, SST., M.Kes selaku Dosen Pembimbing 1

6. Mustaming, S.Kep., M.Kes selaku Dosen Pembimbing 2

7. Ayahanda Ajer Supriyono dan Ibunda Harlina yang senantiasa mendukung

segala prosesnya

8. Teman-teman Prodi D-IV Keperawatan yang selalu memberikan semangat

vii
Akhir kata, saya berharap Allah SWT., berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga proposal penelitian ini

membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Samarinda, Juli 2018

Penulis

viii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. iii


ABSTRAK ............................................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
E. Keaslian Penelitian .................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 10
A. Tinjauan Umum tentang Asma .............................................................. 10
B. Konsep Kebutuhan Dasar menurut Maslow dan Teori Self Care Orem..... 24
C. Teknik Pursed Lips Breathing ............................................................... 25
D. Pursed Lips Breathing dengan Meniup Balon ....................................... 32
E. Kerangka Teori ....................................................................................... 34
F. Kerangka Konsep .................................................................................... 35
G. Hipotesis ................................................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 37
A. Desain Penelitian ..................................................................................... 37
B. Populasi dan Sempel ............................................................................... 38
C. Tempat dan Waktu ................................................................................. 41
D. Variabel Penelitian .................................................................................. 42
E. Definisi Operasional ................................................................................ 42

ix
F. Instrumen Penelitian ............................................................................... 43
G. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................. 43
H. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 44
I. Analisis Data ............................................................................................ 44
J. Etika Penelitian ....................................................................................... 45
K. Alur Penelitian ......................................................................................... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 48
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 48
B. Hasil Penelitian ....................................................................................... 49
C. Pembahasan ............................................................................................. 55
D. Keterbatasan penelitian .......................................................................... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 66
A. Kesimpulan .............................................................................................. 66
B. Saran ......................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 : Keaslian Penelitian 7


Tabel 2.1 : Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan 14
Gambaran Klinis (Sebelum Pengobatan)
Tabel 2.2 : Klasifikasi Derajat Berat Asma pada Penderita 15
dalam Pengobatan
Tabel 2.3 : Derajat Kontrol Asma 16

Tabel 2.4 : Kuisioner Asthma Control Test (ACT) 18

Tabel 2.5 : Lembar Observasi Gejala Asma 20

Tabel 3.1 : Definisi Operasional 39

Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik 46


Kelompok 1 (Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol)
Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala 48
Asma pada Kelompok 1 (Intervensi)
Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala 48
Asma pada Kelompok 2 (Kontrol)
Tabel 4.4 : Uji Normalitas Gejala Asma pada Kelompok 1 49
(Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol)
Tabel 4.5 : Uji Beda Rerata Gejala Asma Pre Test dan Post 50
Test pada Kelompok 1 (Intervensi) dan Kelompok 2
(Kontrol)
Tabel 4.6 : Uji Beda Rerata Gejala Asma Pre Test dan Post 51
Test Intervensi pada Kelompok 1 (Intervensi) dan
Kelompok 2 (Kontrol)

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 : Menghirup Napas 24

Gambar 2.2 : Menghembus Napas 25

Gambar 2.3 : Kerangka Teori 32

Gambar 2.4 : Kerangka Konsep 33

Gambar 3.1 : Rencana Penelitian 35

Gambar 3.2 : Alur Penelitian 44

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1 : Lembar Informasi dan Kesediaan

Lampiran 2 : Lembar Observasi Penelitian

Lampiran 3 : SOP Pursed Lips Breathing dengan

Modifikasi Tiup Balon

Lampiran 4 : Surat Permohonan Izin Penelitian ke Dinas

Kesehatan Kota Samarinda

Lampiran 5 : Lembar Disposisi Permohonan Penelitian

Lampiran 6 : Lembar Pengesahan Uji Etik

Lampiran 7 : Kartu Bimbingan

Lampiran 8 : Jadwal Penelitian

Lampiran 9 : Master Tabel dan Hasil Output SPSS

Lampiran 10 : Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Lampiran 11 : Daftar Riwayat Hidup

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang

melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini

menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperresponsif yang menhasilkan

pembatasan aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinik yang

bersifat episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat,

batuk-batuk terutama pada malam hari atau pagi hari (PDPI, 2006).

Saat ini penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di

hampir semua negara di dunia. Berdasarkan survey Global Initiative for

Asthma (GINA) di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang

menderita asma dan pada tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma

mencapai 400 juta. WHO pun mendukung peryataan tersebut dengan hasil

penelitiannya yang memperkirakan bahwa 235 juta orang saat ini menderita

asma. Sebagian besar asma terkait dengan kematian, hal ini terjadi di negara

berpenghasilan rendah dan menengah-kebawah (Nurdiansyah, 2013).

Prevalensi asma akan terus meningkat mengingat asma merupakan penyakit

yang underdiagnosed dan under-treated. Kualitas udara yang buruk dan

banyaknya perubahan pola hidup masyarakat menjadi salah satu penyebab

meningkatnya penderita asma di Indonesia (Infodatin Kemenkes RI, 2013).

1
2

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, penyakit asma di Indonesia

pada tahun 2009 merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian.

Hal ini sesuai dengan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai

provinsi Indonesia menunjukkan asma menempati urutan ke 5 dari 10

penyebab kesakitan (morbiditas) (Nurdiansyah, 2013).

Menurut laporan dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013

menyebutkan bahwa prevalensi asma di Indonesia adalah 4,5%, meningkat

sebesar 1% dari laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007. Prevalensi asma

tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), Nusa Tenggara Timur (7,3%),

di Yogyakarta (6.9%) dan Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan prevalensi

asma di Kalimantan Timur sebesar 4,1% (Infodatin Kemenkes RI, 2013).

Menurut Dinas Kesehatan kota Samarinda penderita asma pada tahun 2016

sebanyak 2.031 jiwa dengan kasus terbanyak penderita pada usia 20-45 tahun

(Dinas Kesehatan Kota Samarinda).

Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor

lingkungan, faktor genetik terdiri atas alergi, hipereaktivitas bronkus, jenis

kelamin, ras/etnik, obesitas. Sedangkan faktor lingkungan yang menjadi

pencetus serangan asma adalah alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap

rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi

(PDPI, 2006). Asma mempunyai dampak yang sangat mengganggu aktivitas

sehari-hari. Gejala asma dapat mengalami komplikasi sehingga menurunkan

produktifitas kerja dan kualitas hidup (PDPI, 2006).


3

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi gejala asma yaitu dengan

terapi farmakologi dan non farmakologi. Salah satu terapi non farmakologis yang

umumnya digunakan untuk pengontrolan asma adalah dengan melakukan terapi

pernapasan dan menghindari pencetus alergi. Terapi pernapasan bertujuan untuk

melatih cara bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan,

melatih ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi, mempercepat dan

mempertahankan pengontrolan asma yang ditandai dengan penurunan gejala dan

meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya. Tujuan dari terapi pernapasan

untuk memperbaiki fungsi alat pernapasan dan melatih penderita untuk dapat

mengatur pernapasan pada saat terjadi serangan asma (Nugroho, 2015).

Salah satu latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan

otot-otot pernafasan adalah Pulsed Lips Breathing (PLB) dengan meniup

balon. Pursed Lips Breathing (PLB) adalah latihan pernapasan dengan

menghirup udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan

dengan waktu ekshalasi lebih di perpanjang. Tujuan pursed lips breathing

adalah membantu penderita asma memperbaiki transport oksigen,

menginduksi pola napas lambat dan dalam, membantu pasien untuk

mengontrol pernapasan, mencegah kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi

untuk memperpanjang ekshalasi dan membantu meningkatkan tekanan jalan

napas salama ekspirasi untuk mengurangi jumlah udara yang terjebak

(Brunner & Suddarth, 2013).

Menurut Hockenbbery 2010, terapi meniup balon merupakan

permainan atau aktivitas yang memerlukan inspirasi dalam dan ekspirasi yang
4

memanjang. Tujuan terapi ini adalah melatih pernapasan yaitu ekspirasi

menjadi lebih panjang dari pada inspirasi untuk menfasilitaskan pengeluaran

karbondiosida dari tubuh yang tertahan karena obstrusi jalan nafas (Jayanto,

2017).

Berdasarkan penelitian oleh Natalia 2007, menunjukkan perbandingan

yang signifikan antara pasien yang diberikan latihan pursed lips breathing

dengan pasien yang diberikan terapi tiup balon terhadap puncak arus ekspirasi

yang menunjukkan fungsi paru pada pasien dengan asma bronkhial. Penelitian

ini dilakukan selama empat hari dengan hasil peningkatan rata-rata pursed lips

breathing 26,20 1/menit dan dengan intervensi tiup balon peningkatan sebesar

13,148 1/menit. Ini menunjukkan bahwa pursed lips breathing lebih efektif

dalam meningkatkan arus puncak ekspirasi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di

Puskesmas Palaran pada bulan Oktober 2017 didapatkan data 10 kasus

penyakit terbanyak di IGD Puskesmas Palaran pada tahun 2016 dan asma

menepati peringkat kedua dengan jumlah kasus 341 jiwa. Kasus terbanyak

diderita pada usia 25-64. Dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu

petugas kesehatan setempat, kebanyakan pasien yang datang karena sedang

mengalami kekambuhan dan obat yang dikonsumsi telah habis.


5

Berdasarkan uraian pada latar belakang, peneliti ingin membuktikan

“Pengaruh Teknik Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon

terhadap Gejala Asma pada Pasien Asma di Wilayah Kerja Puskesmas

Palaran Samarinda.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan dalam

penelitian ini yaitu apakah ada pengaruh teknik pursed lips breathing dengan

modifikasi tiup balon terhadap gejala asma pada pasien asma di Wilayah

Kerja Puskesmas Palaran Samarinda ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan umum dari

penelitian ini, yaitu untuk mengetahui pengaruh teknik pursed lips

breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma pada pasien

asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda.

2. Tujuan Khusus

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan khusus dari

penelitian ini, yaitu:

a. Mengidentifikasi karakteristik responden teknik pursed lips breathing

dengan modifikasi tiup balon meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat

pendidikan.
6

b. Mengidentifikasi gejala asma pre test dan post test melakukan teknik

pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon.

c. Menganalisis perbedaan rerata gejala asma pre test dan post test

diberikan intervensi teknik pursed lips breathing dengan modifikasi

tiup balon.

d. Menganalisis perbedaan rerata gejala asma pada kelompok yang

diberikan intervensi teknik pursed lips breathing modifikasi tiup

balon dengan kelompok kontrol.

D. Manfaat Penelitian

a. Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat menambah wawasan,

pengetahuan dan pengalaman meneliti serta ilmu terbaru dibidang

keperawatan untuk menambah refrensi dan perbandingan bagi peneliti

lainnya untuk melanjutkan penelitian bagiamana pengaruh teknik pursed

lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gelaja asma pada

pasien asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda.

b. Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menambah

pengetahuan petugas kesehatan dalam pemberian tindakan teknik pursed

lip breathing dengan tiup balon pada pasien asma.


7

E. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini merupakan matrik yang memuat tentang nama

penelitian berseta tahun, judul penelitian, metode penelitian, sampel dan hasil

penelitian (Tabel 1.1)

Nama
Metode
No Peneliti Judul Penelitian Sampel Hasil Penelitian
Penelitian
(tahun)
1 Dewi Natalia Efektifitas Pursed Metode Penentuan Latihan nafas
(2007) Lips Breathing dan Quasi sampel dengan pursed
Tiup Balon dalam Eksperimen dilakukan lips breathing
Peningkatan Arus dengan dengan cara lebih efektif
Puncak Ekspirasi rancangan simple daripada tiup
(APE) Pasien Asma penelitian randomization, balon dalam
Bronchiale di RSUD Two-Group dengan jumlah peningkatan APE
Banyumas Pretest- sampel pada pasien
Posttest sebanyak 52 asma bronchiale
Design responden

2 Kadek Dwi Perbedaan Fungsi Metode Pre Penentuan Hasil penelitian


Jayanto Paru Sebelum dan Eksperimen sampel didapatkan ada
(2017) Sesudah Dilakukan dengan dilakukan perbedaan
Terapi Pursed Lips rancangan dengan cara signifikan antara
Breathing : Meniup penelitian consecutive antara fungsi paru
Balon pada Anak One-Group sampling, sebelum dan
Usia Prasekolah Pretest- dengan jumlah sesudah di
dengan Asma di Posttest sampel lakukan terapi
RSUD Salatiga Design sebanyak 12 Pursed Lips
responden Breathing (PLB) :
meniup balon
pada anak
prasekolah
dengan asma di
RSUD Salatiga
p value = 0,0001
(α < 0,05)
8

Nama
Metode
No Peneliti Judul Penelitian Sampel Hasil Penelitian
Penelitian
(tahun)
3 Najmi Ilma Pengaruh Latihan Metode Sampel dalam Penelitian ini
Adri Pursed Lips Quasi penelitian ini menunjukkan
(2014) Breathing (PLB) Eksperimen adalah 16 orang nilai mean±SD
terhadap Penurunan dengan pasiean asma gejala asma pada
Gejala Asma pada rancangan persisten ringan pretest dan
Pasien Asma penelitian dan sedang posttest adalah
Presistem Ringan dan One-Group yang berusia 12 5,31±2,024 dan
Sedang di Wilayah Pretest- sampai 60 2,94±1,526 serta
Kerja Puskesmas Posttest tahun. nilai mean±SD
Pauh Padang Design Pengumpulan penurunan gejala
data dilakukan asma
dengan 2,375±1,147.
menggunakan Berdasarkan
kuesioner statistik
gejala asma didapatkan nilai
untuk p=0,00 (p<0,05)
mengetahui yang artinya PLB
gejala asma berpengaruh
pasien sebelum dalam
dan sesudah menurunkan
latihan PLB. gejala asma pada
pasien asma
persisten ringan
dan sedang di
wilayah kerja
Puskesmas
4 Rofi’atul Efektifitas Buteyko Metode Penentuan Penelitian ini
Munawwiroh Breathing Technique Quasi sampel menunjukkan
(2017) dan Pursed Lips Eksperimen dilakukan Buteyko
Breathing Technique dengan dengan cara Breathing
terhadap Peningkatan rancangan random Technique lebih
Nilai Arus Puncah penelitian sampling, signifikan dalam
Ekspirasi pada Asma rendomized dengan jumlah meningkatkan
Pretest- sampel arus puncak
Posttest sebanyak 14 ekspirasi
9

Nama
Metode
No Peneliti Judul Penelitian Sampel Hasil Penelitian
Penelitian
(tahun)
Design responden dibandingkan
Pursed Lips
Breathing
Technique
Sedangkan peneliti sendiri tertarik untuk mengambil judul Pengaruh

Teknik Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon terhadap Gejala

Asma pada Pasien Asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda.

Yang membedakan dengan peneliti sebelumnya terletak pada tempat dan

waktu serta variable terikat yaitu penurunan gelaja asma.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Asma


1. Pengertian

Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan

inflamasi jalan napas kronis, hal ini ditandai dengan gejala pernapasan

seperti mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk yang bervariasi dari

waktu ke waktu dan intensitas, bersamaan dengan keterbatasan aliran

udara ekspirasi yang bervariasi (Global Initiative for Asthma (GINA),

2016). Berikut akan diuraikan pengertian asma dari beberapa ahli :

Menurut (National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI), 2007)

asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dimana banyak sel

berperan terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil dan

sel epitel. Pada individu rentan proses inflamasi tersebut menyebabkan

wheezing berulang, sesak napas, dada rasa penuh(chest tightness) dan

batuk terutama pada malam atau menjelang pagi. Gejala tersebut terkaitan

dengan hambatan aliran udara yang luas tetapi variabel yang sering

reversibel spontan atau dengan pengobatan. Inflamasi juga menyebabkan

peningkatan hiperresponsif saluran napas terhadap berbagai stimuli

(Ramadhian, 2012).

Pengertian lain menurut (Nurdiansyah, 2013) asma adalah suatu

keadaan klinik yang ditandai terjadinya penyempitan bronkus yang

10
11

berulang namun reversibel dan di antara episode penyempitan bronkus

tersebut terdapat keaadaan ventilasi yang lebih normal.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa asma

adalah penyempitan jalan napas yang menyebabkan hambatan aliran udara

intermiten dan reversibel sehingga terjadi hiperaktivitas bronkus terhadap

berbagai rasangan yang ditandai dengan gejala yaitu wheezing berulang,

sesak napas, dada rasa penuh(chest tightness) dan batuk terutama pada

malam atau menjelang pagi.

2. Etiologi

Asma biasaya terjadi akibat trakea dan bronkus yang hiperresponsif

terhadap iritan. Alergi terhadap iritan dapat mempengaruhi tingkat

keparahan asma. Berikut merupakan iritan berdasarkan sumbernya :

a. Faktor ekstrinsik : latihan berlebihan atau alergi terhadap binatang

berbulu, debu, jamur, populasi, asap rokok, infeksi virus, asap, parfum,

jenis makanan tertentu (terutama zat yang ditambah kedalam makanan)

dan perubahan cepat suhu rungan.

b. Faktor intrinsik : sakit, stres atau fatigue yang juga mentriger dan

temperatur yang ekstrim (Riyadi, 2016).

Jenis kelamin dan obesitas merupakan faktor resiko asma. Pada

kelamin, pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sedankan usia 14

tahun, prevelensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibandingkan

anak perumpuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih

kurang sama dan pada menopause perempuan lebih banyak. Sedangkan


12

pada obesitas atau peningkatan indeks masa tubuh (IMT) menjadi faktor

resiko asma dikarenakan mediator tertentu seperti leptin dapat

memengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan

terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat

badan pasien obesitas dengan asma, dapat memperbaikin gejala fungsi

paru, morbiditas dan status kesehatan (Rengganis, 2008).

3. Manifestasi Klinik

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan dini hari. Gejala

yang di timbulkan berupa batuk-batuk pagi hari, siang dan malam hari,

sesak napas bunyi saat bernapas (wheezing), rasa tertekan di dada dan

gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara

reversibel dan episodeik berulang (Nurdiansyah, 2013).

Umumnya terdapat tiga geja asma, yaitu batuk, dispnea dan mengi.

pada beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala.

Serangan asma sering terjadi pada malam hari, penyebabnya tidak

dimengerti dengan jelas tetapi mungkin berhubungan dengan variasi

sirkadian yang mempengaruhi ambang reseptor jalan napas. Serangan

asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam

dada disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborius dan ekspirasi

selalu lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi sehingga

mendoronng pasien asma untuk duduk tegak dan menggunakan otot-otot

aksesoris pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabka dispnea.

Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat.
13

Sputum terdiri atas sedikitnya mukus mengandung masa gelatinosa bulat,

kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjurnya termasuk

sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbon

dioksida termasuk keringat, takikardi dan pelebaran tekanan nadi (Brunner

& Suddarth, 2013).

4. Klasifikasi

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit

dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat

penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan

jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.

Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis

sebelum pengobatan dimulai (PDPI, 2006).

Umunya pasien yang sudah dalam pengobatan dan pengobatan yang

telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami pengobatan akan

mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian

berat asma pada penderita dalam pengobatan juga harus

mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Pada tabel berikut

menunjukkan bagaimana melakukan penilaian berat asma pada penderita

yang sudah dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani

sesuai dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat berat asma naik

satu tingkat (PDPI, 2006).


14

Tabel 2.1 Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis


(Sebelum Pengobatan)

Gejala
Derajat Asma Gejala Faal Paru
Malam
I. Intermiten Bulanan APE ≥ 80 %
 Gejala < 1 kali/minggu ≤ 2 kali  VEP1 ≥ 80%
 Tanpa gejala di luar sebulan nilai
serangan prediksi
 Serangan singkat
II. Persisten Mingguan APE > 80%
ringan
 Gejala > 1 > 2 kali  VEP1 > 80%
kali/minggu, tetapi < 1 sebulan nilai
kali/hari prediksi
 Serangan dapat APE > 80%
mengganggu aktivitas nilai terbaik
dan tidur  Variabiliti
APE 20-
30%
III. Persisten Harian APE 60-80%
sedang
 Gejala setiap hari > 1 kali  VEP1 60-
 Serangan mengganggu seminggu 80% nilai
aktivitas dan tidur prediksi
 Membutuhkan APE 60-
bronkodilator setiap 80% nilai
hari terbaik
 Variabiliti
APE > 30%
IV. Persisten berat Kontinyu APE ≤ 60%
 Gejala terus-menerus Sering  VEP1 ≤ 60%
 Sering kambuh nilai
 Aktivitas fisik terbatas prediksi
APE ≤ 60%
nilai terbaik
 Variabiliti
APE > 30%
Sumber: (PDPI, 2006)
15

Tabel 2.2 Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam


pengobatan
Tahapan Pengobatan yang digunakan saat penilaian
Gejala dan Faal paru Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
dalamPengobatan Intermiten Persisten Persisten
Ringan Sedang
Tahap I : Intermiten Intermiten Persisten Persisten
Gejala < 1 kali/minggu Ringan Sedang
Serangan singkat
Gejala malam < 2 kali/bulan
Faal paru normal di luar
serangan
Tahap II : Persiten Ringan Persisten Persisten Persisten Berat
Gejala > 1 kali/minggu, tetapi Ringan Sedang
< 1 kali/hari
Gejala malam > 2 kali/bulan,
tetapi < 1 kali//minggu
Faal paru normal di luar
serangan
Tahap II : Persisten Sedang Persisten Persisten Berat Persisten Berat
Gejala setiap hari Sedang
Serangan mempengaruhi
aktivitas dan tidur
Gejala malam > 1 kali/minggu
60%<VEP1<80% nilai
prediksi
60%<APE<80% nilai terbaik
Tahap IV : Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat
Gejala terus menerus
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP1≤ 60% nilai prediksi,
atau
APE ≤ 60% nilai terbaik
Sumber : (PDPI, 2006)
16

5. Tingkat Kontrol Asma

Menurut Global Strategy For Asthma Management and Prevention

(GINA), seseorang penyandang asma dikatakan terkontrol apabila memiliki 6

kriteria yaitu tidak atau jarang mengalami gejala asma, tidak pernah terbangun

dimalam hari karena asma, tidak pernah atau jarang menggunakan obat pelega,

dapat melakukan aktivitas dan latihan secara normal atau mendekati normal, dan

tidak pernah atau jarang mengalami asma (Global Initiative for Asthma (GINA),

2016).

Tabel 2.3 Derajat Kontrol Asma

Kriteria Penilaian Terkontro (Semua Terkontrol Sebagian Tidak Terkontrol


Penilaian) (Minimal Salah
Satu)
Gejala harian/siang Kurang dari 2 kali Lebih dari dua kali Didapatkan tiga atau
per minggu perminggu lebih kriteria
Gangguan aktivitas Tidak ada Kadang terkontrol sebagian
Gejala malam/terbangun Tidak ada Kadang dalam seminggu
Penggunaan obat pelega Kurang dari 2 kali Lebih dari dua kali
per minggu perminggu
Fungsi paru (PFR Normal <80% prediksi atau
atauVEP1) nilai terbaik (jika
diketahui)
Sumber : (Global Initiative for Asthma (GINA), 2016)

Ada berbagai faktor berperan dalam mempengaruhi tingkat kontrol

asma seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, merokok, asma

derajat berat, penggunaan obat kortikosteroid yang salah, genetik, penyakit

komorbid (rhinitis alergi), kepatuhan berobat yang buruk, pengetahuan

mengenai asma dan berat badan berlebihan (Atmokol, 2011).

Mengevaluasi kontrol asma membutuhkan suatu metode yang sederhana


17

dan praktis bukan saja untuk membantu petugas kesehatan tetapi juga

berguna untuk penelitian. Kriteria ideal alat ukur asma adalah sederhana,

praktis, bermanfaat, dapat diaplikasikan oleh pasien, petugas kesehatan

dan penelitian, serta mampu merefleksikan kontrol asma jangka panjang,

bersifat diskriminatif dan menunjukan respon terhadap perubahan

(Kusumawati, 2010).

Penilain yang telah divalidasi untuk menilai kontrol klinis asma

menghasilkan tujuan sebagai variabel kontinu serta menyediakan nilai

numerik untuk membedakan tingkat kontrol yang berbeda-beda. Contoh

instrumen yang telah divalidasi adalah Asthma Control Test (ACT),

Asthma Control Questionnare (ACQ) dan Asthma Control Scoring System

(ACSS), Childhood Asthma Control Test (C-ACT), Asthma Theraphy

Assesment Questionnare (ATAQ). Instrumen-instrumen berupa kuesioner

dengan atau tanpa pemeriksaan fungsi paru ini memiliki potensi

meningkatkan pemeriksaan kontrol asma, menyediakan pemeriksaan uang

objektif dan dapat dilakukan berulangkali yang dapat ditulis dalam lembar

kemajuan dalam waktu tertentu. Selain itu untuk dapat mengukur dengan

cepat dan tepat diperlukan suatu alat ukur yang dapat digunakan secara

akurat (National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI), 2007).

Berdasarkan beberapa alat ukur yang digunakan untuk menilai

tingkat kontrol asma, kuesioner yang paling sering digunakan yaitu

kuesioner Asthma Control Test (ACT) (Pradnyawati, 2014). Kontrol asma

dengan ACT dapat dilakukan dengan cara yang mudah, efektif dan efisien.
18

Asth Control Test (ACT) adalah suatu uji skrening berupa kuisioner

tentang penilain klinis seseorang pasien asma untuk mengetahui asmanya

terkontrol atau belum. Kuisioner ini didesain untuk pasien berumur ≥ 14

tahun. Metode ini dilakukan dengan cara meminta pasien untuk menjawab

lima pertanyaan mengenai penyakit mereka. Setiap pertanyaan mempunyai

lima jawaban dan pnilaian dari asma terkontrol sebagai berikut. Skor

jawaban dari kelima pertanyaan itu 25 artinya asmanya sudah terkontrol

secara total, skor 20 sampai 24 berati asmanya terkontrol baik, skor

jawaban kurang dari atau sama dengan 19 berati asmanya tidak terkontrol

(Nurdiansyah, 2013).

Tabel 2.4 Kuisioner Asthma Control Test (ACT)

Skoring
No Pertanyaan
1 2 3 4 5
1 Dalam 4 minggu Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
terakhir, seberapa sering kadang pernah
penyakit asma
mengganggu Anda
dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari di
kantor, di sekolah, atau
di rumah ?
2 Dalam 4 minggu Lebih dari 1 kali 3-6 kali 1-2 kali Tidak
terakhir, seberapa sering 1 kali sehari seminggu seminggu pernah
Anda mengalami sesak sehari
napas ?
3 Dalam 4 minggu 4 kali atau 1-2 kali 1 kali 1-2 kali Tidak
terakhir, seberapa sering lebih seminggu seminggu sebulan pernah
gejala asma (bengek, seminggu
batuk-batuk, sesak napas,
nyeri dada atau rasa
19

Skoring
No Pertanyaan
1 2 3 4 5
tertekan di dada)
menyebabkan Anda
terbangun di malam hari
atau lebih awal dari
biasanya ?
4 Dalam 4 minggu > 3 kali 1-2 kali 2-3 < 1 kali Tidak
terakhir, seberapa sering sehari sehari seminggu seminggu pernah
Anda menggunakan obat
semprot darurat atau obat
oral untuk melegakan
pernapasan ?
5 Bagaimana penilaian Tidak Kurang Cukup Terkontol Terkontol
Anda terhadap tingkat terkontrol terkontrol terkontrol dengan penuh
kontrol asma Anda sama baik
sekali
SKOR TOTAL :
Penilaian: < 19 Tidak Terkontrol, 20-24: Terkontrol Baik, 25 Terkontrol Total
Donell MD., Aron, 2009. Measuring Asthma Contol with Patient-Completed
Questiinnaires

Lembar observasi penurunan gejala asma, digunakan untuk

mengidentifikasi tingkat keparahan pasien asma yang mengukur gejala

asma selama seminggu. Keparahan pasien asma akan terlihat bedasarkan

nilai total skor yang diperoleh, semakin besar total skor yang diperoleh

maka gejala asma yang dialami dalam rentang waktu yang diukur

semankin parah, sebaliknya semakin kecil nilai total skor gejala asma yang

diperoleh maka semakin kecil tingkat keparahan gejala asma yang dialami

dalam rentang waktu yang diukur (Nurdiansyah, 2013).


20

Tabel 2.5 Lembar Observasi Gejala Asma


Gejala Tingkatan
Batuk Tidak pernah batuk (0)
Kadang-kadang batuk tapi tidak mengganggu aktivitas (1)
Sering batuk dan mengganggu aktivitas (2)
Sesak napas/ susah bernapas Tidak pernah sesak napas/susah bernapas (0)
Sedikit mengalami sesak napas/susah bernapas tapi tidak
mengganggu aktivitas (1)
Sangat sesak napas/susah bernapas dan mengganggu
aktivitas (2)
Bernapas dengan suara wheeze Tidak pernah bernapas dengan suara wheeze (0)
(ngik....ngik....) Kadang-kadang bernapas dengan suara wheeze tapi tidak
mengganggu aktivitas (1)
Sering bernapas dengan suara wheeze dan mengganggu
aktivitas (2)
Rasa tertekan di dada Tidak ada rasa tertekan di dada (0)
Sedikit ada rasa tertekan di dada (1)
Dada sangat tertekan (2)
Gangguan tidur karena batuk, Tidak pernah menalami gangguan tidur (0)
sesak napas/susah bernapas Pernah 1 kali terbangun dari tidur dengan batuk atau sesak
napas/susah bernapas (1)
2-3 atau lebih terbangun dari tidur dengan batuk atau sesak
napas/susah bernapas (2)
Sumber : (Mardhiah, 2009)

6. Faktor Risiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor

pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk

predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma,

yaitu genetik asma, alergi (atropi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin,

usia dan ras. Untuk pembagian usia menurut Depkes (2009) yaitu : 17-25
21

(remaja akhir), 26-35 dewasa awal), 36-45 (dewasa akhir), dan 46-55

(lansia awal).

Menurut (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013)

ada kecenderungan prevalensi penyakit asma meningkat dengan

bertambahnya umur disertai salah satu atau lebih gejala: mengi dan sesak

napas berkurang atau menghilang dengan pengobatan, sesak napas

berkurang atau menghilang tanpa pengobatan dan sesak napas lebih berat

dirasakan pada malam hari atau menjelang pagi dan jika pertama kali

merasakan sesak napas saat berumur <40 tahun. Usia serangan asma

terbanyak berada pada rentang umur 25-34 tahun sejumlah 5,7 per mil.

Disamping itu terjadi penurunan fungsi paru-paru dan peradangan jalan

nafas seiring dengan peningkatan usia (Aini, 2008).

Jenis kelamin juga salah satu faktor risiko terjadinya asma.

secara klinis, kejadian asma banyak terjadi pada perempuan daripada

laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian Ungaran (2016) yang

menyatakan bahwa prevalensi asma bronkial yang tinggi pada

perempuan disebabkan oleh kadar hormon estrogen yang beredar

dalam tubuh dapat menimbulkan degranulasi eosinofil sehingga

memudahkan terjadinya serangan asma. Kadar estrogen yang tinggi

dapat berperan sebagai substansi proinflamasi (membantu/memicu

inflamasi) terutama mempengaruhi sel mast, dimana sel mast

merupakan sel yang berperan dalam memicu reaksi hipersensitivitas


22

dengan melepaskan histamin dan mediator inflamasi lainnya, sehingga

memperberat morbiditas asma bronkial pada pasien perempuan.

Penelitian ini juga didukung oleh Duyen F (2013) di beberapa

rumah sakit dan BBKPM juga didapatkan penderita asma perempuan

(66,67%) lebih banyak dibandingkan laki-laki (33,3%). Angka

kejadian asma lebih sering terjadi pada perempuan setelah purbertas

disebabkan kaliber jalan napas lebih kecil dan berhubungan dengan

hormon estrogen.

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan

kecendrungan/predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma,

menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-

gejala asma menetap yaitu alergen, sensitivitas lingkungan kerja, asap,

rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status

sosioekonnomi dan besarnya keluarga (PDPI, 2009)

7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal

tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Firdaus, 2011).

Pada penderita asma dapat dikontrol dengan pemberian obat-obat yang

benar. Obat-obat yang dapat mengontrol asma antar lain : inhalasi,

kortikosteroid sistemik, sodium kromolin, sodium medkromil, dan teofilin

(Ramadhian, 2012).
23

Penatalaksanaan asma bronkial dengan pemberian terapi

farmakologi dapat membantu mengurangi atau meredakan serangan asma,

seperti terapi bronkodilator dan kortikosteroid. Kombinasi kedua obat

tersebut (Long acting ß2 agonist+inhaled kortikosteroid) terbukti efektif

untuk menangani penyakit asma bronkial karena kedua obat ini dapat

mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki fungsi paru. Selain itu

kombinasi ICS/long acting ß2 agonis lebih banyak disukai orang dewasa

(Fm, M, Greenstone, dan Tj, 2010).

Hasil penelitian Higashi, Zhu, Stafford, dan Alexander (2011),

terjadi peningkatan penggunaan steroid inhalasi dan kombinasi

steroid/long acting β2-agonis digunakan bertepatan dengan penurunan

morbiditas dan mortalitas asma. Selain itu menurut Bedouch, Marra,

FitzGerald, Lynd, & Sadatsafavi, (2012) bahwa pemberian farmakologi

seperti kombinasi terapi inhalasi kortikosteroid/long acting beta-agonist

telah menjadi komponen penting dari biaya asma.

Internasional Consensus Report on Diagnosis and Management of

Asthma menrekomendasikan enam cara untuk mengoptimalkan

penatalaksanaan asma, yang sangat terkait satu sama lain, yaitu :

a. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya untuk membina kerjasama

dan penatalaksanaanya

b. Penilaiaan dan pemantauan beratnya asma bedasarkan gejala dan

pemeriksaan fungsi paru

c. Mencegah atau mengendalikan faktor pencentus


24

d. Merencanakan pengobatan jangka panjang

e. Menetapkan rencana individu dalam mengatasi eksasebasi

f. Menyelenggarakan pemantauan secara berkala (Ramadhian, 2012).

B. Konsep Kebutuhan Dasar menurut Maslow dan Teori Self Care Orem

Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori

yang dapat digunakan perawat untuk memenuhi hubungan antara kebutuhan

dasar manusia pada saat memberikan perawatan. Menurut konsep ini,

beberapa kebutuhan manusia tertentu lebih besar daripada kebutuhan lainya,

oleh karena itu kebutuhan dasar harus dipenuhi sebelum kebutuhan lainnya.

Kebutuhan dasar manusia adalah hal-hal seperti oksigen, cairan, nutrisi,

temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan seks yang merupakan hal

penting untuk bertahan hidup dan kesehatan. Oksigen merupakan kebutihan

fisiologis yang paling penting. Tubuh tergantung pada oksigen dari waktu ke

waktu untuk bertahan hidup. Untuk memenuhi oksigen dalam tubuh, manusia

harus dapat bernapas secara normal (Potter & Perry, 2005).

Dorothea Orem (1971) mengembangkan konsep tentang self care yang

didefiinisikan sebagai keperawatan yang menekankan pada kebutuhan klien

tentang perawatan diri sendiri. Teori self care Orem merupakan teori

keperawatan yang secara umum dibentuk nerdasarkan tiga hal berikut :

1. Teori self care menggambarkan kenapa dan bagaimana seseorang merawat

dirinya sendiri
25

2. Teori self care menggambarkan dan menjelaskan kenapa dapat dibantu

melalui keperawatan

3. Teori self care merupakan teori sistem keperawatan yang menggambarkan

dan menjelaskan hubungan yang harus dibawa dan dipelihara untuk

keperawatan yang akan menghasilkan sesuatu (Nurdiansyah, 2013).

Teori self care yang dikembangkan oleh Dorothea E. Orem memiliki sesuatu

teori sistem yang dinamakan sistem dukungan edukatif, hal ini berkaitan peran

seorang perawat sebagai edukator yang bertindak mengatur penelitian dan

pengembangan self-care klien, pada akhirnya klien dapat menyempurnakan

self-care-nya tersebut (Nurdiansyah, 2013).

C. Teknik Pursed Lips Breathing


1. Pengertian

Pursed lips breathing adalah latihan pernafasan dengan menghirup

udara melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir yang

lebih dirapatkan dengan waktu ekspirasi yang dipanjangkan. Pernafasan

dengan bibir dirapatkan, yang dapat memperbaiki transpor oksigen,

membantu untuk mengontrol pola nafas lambat dan dalam, dan membantu

pasien untuk mengontrol pernafasan, bahkan dalam keadaan stress fisik.

Tipe pernafasan ini membantu mencegah kolaps jalan sekunder terhadap

kehilangan elastisitas paru (Smeltzer & Bare, 2007). Pursed lips breathing

adalah suatu latihan bernafas yang terdiri dari dua mekanisme yaitu

inspirasi secara kuat dan dalam serta ekspirasi aktif dan panjang

(Widiyani, 2015).
26

2. Manfaat

Manfaat dari pursed lips breathing adalah membantu pasien dalam

memperbaiki transpor oksigen, mengatur pola nafas lambat dan dalam,

membantu pasien untuk mengontrol pernafasan, mencegah kolaps dan

melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjangkan ekshalasi, dan

meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi dan mengurangi

jumlah udara yang terjebak (Smeltzer & Bare, 2007). Pursed Lips

Breathing dapat meningkatkan aliran udara ekshalasi dan

mempertahankan kepatenan jalan napas yang kolaps selama ekshalasi.

Proses ini membantu menurunkan pengeluaran udara yang terjebak

sehingga dapat mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi pengosongan

alveoli secara maksimal (Widiyani, 2015).

Latihan pernapasan pada klien asma sebaiknya dilakukan dengan

teratur karena dapat meningkatkan ventilasi paru pada klien asma sehingga

gejala asma dapat dikurangi (Nurdiansyah 2013). Menurut penelitian

dilakukan oleh Ciptarini (2015), bahwa semakin sering melakukan olah

pernapasan maka frekuensi serangan asma akan semakin jarang terjadi.

3. Langkah-langkah Teknik Pursed Lips Breathing

Teknik latihan pernapasan yang menggunakan teknik pursed lips

breathing memberikan manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi

sesak, rasa cemas dan tegang karena sesak, pernapasan puesed lips

breathing dapat dilakukan dalam keadaann tidur atau duduk dengan


27

menhirup udara dari hidung dan mengeluarkan udara dari mulut dengan

mengatupkan bibir (Smeltzer & Bare, 2007).

Berikut adalah langkah-langkah melakukan pursed lips breathing

(Smeltzer & Bare, 2007) :

a. Anjurkan pasien untuk rileks dan berikan posisi yang nyaman untuk

dirinya

b. Berikan instruksi pada pasien untuk menghirup napas melalui hidung

sambil melibatkan otot-otot abdomen mengitung sampai 3 seperti saat

menghirup wangi dari bunga mawar.

Gambar 2.1 Menghirup napas

c. Berikan instruksi pada pasien untuk menghembuskan dengan lambat

dan rata melalui bibir yang dirapatkan sambil mengencangkan otot-

otot abdomen (merapatkan bibir meningkatkan tekanan intratrakeal;

menghembuskan melalui mulut memberikan tahanan lebih sedikit pada

udara yang dihembuskan)


28

Gambar 2.2 Menghembuskan napas

d. Hitung hingga 7 sambil memperpanjang ekspirasi melalui bibir yang

dirapatkan seperti sedang meniup lilin.

Melakukan pursed lips breathing sambil duduk :

a. Anjurkan pasien untuk duduk dengan rileks

b. Anjurkan pada pasien untuk melipat tangan di atas abdomen

c. Berikan instruksi pada pasien untuk menghirup nafas melalui hidung


sampai hitungan 3 dan hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan

sambil menghitung hingga hitungan 7 (Smeltzer & Bare, 2007).

Program pelaksanakan pursed lips breathing yang dapat dilakukan

yakni dengan latihan secara rutin selama 4 minggu, dimana dalam 1

minggu dapat dilakukan latihan selama 3 kali latihan pursed lips

breathing. Durasi yang dapat dilakukan di setiap melakukan pursed lips

breathing menurut (Widiyani, 2015) adalah:

a. Minggu pertama dilakukan pursed lips breathing selama 10 menit

selama 3 kali latihan


29

b. Minggu kedua dilakukan pursed lips breathing selama 15 menit

selama 3 kali latihan

c. Minggu ketiga dilakukan pursed lips breathing selama 20 menit

selama 3 kali latihan

d. Minggu keempat dilakukan pursed lips breathing selama 25 menit

selama 3 kali latihan.

Menurut (Imania, 2014), hal–hal yang harus diperhatikan selama

pelaksanaan teknik pursed lips breathing adalah sebagai berikut :

a. Selama proses pelaksanaan, mintalah subjek untuk merasakan,

membayangkan dan fokus pada udara yang keluar dan masuk paru-

parunya.

b. Penempatan tangan terapis atau pasien di atas abdomennya adalah

untuk memastikan agar pasien tidak melakukan nafas dalam/deep

inspiration dan tidak menggunakan otot perutnya ketika ekspirasi,

yang bisa menyebabkan ekspirasi paksa.

c. Hentikan pelaksanaan teknik ini jika menimbulkan pusing (dizzy),

berkunang - kunang (light-headed) dan sangat gelisah (overly anxious)

mintalah subjek untuk segera kembali bernafas seperti biasa.

d. Tidak setiap subjek dapat melakukannya dengan durasi inspirasi 2

detikdan ekspirasi 4 detik (rasio 1:2) sesuaikan dengan kemampuan

dan kondisi pasien.

e. Prolonged ekspirasi ini adalah bertujuan untuk memperlambat irama

pernafasan dan mengeluarkan jebakan udara dalam paru.


30

f. Jika dianggap perlu dapat menggunakan bantuan manuver, sebelum

ekspirasi cepitkan hidung dengan jemari atau pencepit hidung untuk

memastikan ekspirasi hanya melalui mulut.

g. Pastikan pasien cukup santai/hindari ketegangan dan minta pasien

jangan memaksakan atau mendorong udara keluar dari mulutnya dan

harus dilakukan tanpa mengerahkan tenaga. Udara yang keluar justru

diperlambat oleh posisi mulut yang mengkerut/posisi bersiul dan

bukan didorong keluar.

h. Jangan terlalu kecil mengerutkan mulut karena akan membuat udara

yang keluar menjadi sulit sehingga pasien terpaksa mengerahkan

tenaga

i. Untuk memastikan kadar tekanan udara yang keluar dari mulut tidak

terlalu kuat, dapat menggunakan cara sebagai berikut; nyalakan lilin 4

sampai 6 inci di depan mulut, lalu minta pasien melakukan teknik

Pursed Lip Breathing, jika nyala api lilin hanya bergoyang atau

berkedip dan tidak mati, berarti kadar tekanan udara yang keluar dari

mulut benar / tidak terlalu kuat.

j. Kesalahan yang sering terjadi sebelum memulai teknik Pursed Lip

Breathing adalah ketika pasien hendak memulai ekspirasi, justru yang

terjadi adalah kekakuan pada bibir sehingga pasien harus mengerahkan

tenaga untuk mengeluarkan udara dari mulutnya sehingga tekanan

obstruktif ini diteruskan ke belakang sepanjang jalan nafas secara

berlebihan dan pasien merasa justru sesaknya bertambah buruk.


31

4. Fisiologi Teknik Pursed Lips Breathing

Saat melakukan pursed lips breathing maka akan terjadi

peningkatan tahanan udara dan kepatenan jalan nafas. Proses ini

membantu menurunkan pengeluaran air trapping, sehingga dapat

mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi pengosongan alveoli secara

maksimal (Aini, 2008). Adanya fasilitas pengosongan alveoli secara

maksimal akan meningkatkan peluang masuknya oksigen kedalam ruang

alveolus, sehingga proses difusi dan perfusi berjalan dengan baik.

Meningkatnya transfer oksigen ke jaringan dan otot-otot pernafasan akan

menimbulkan suatu metabolisme aerob yang akan menghasilkan suatu

energi (ATP). Energi ini dapat meningkatkan kekuatan otot-otot

pernafasan sehingga proses pernafasan dapat berjalan dengan baik, dengan

proses pernafasan yang baik akan mempengaruhi terhadap arus puncak

ekpirasi yang meningkat pula (Guyton & Hall, 2007).

Koordinasi yang dilakukan saat inspirasi dan ekspirasi akan

membuat subjek menyadari keluar masuknya udara dari mulut, sehingga

dapat mengatur irama pernafasan menjadi lebih teratur. Teknik Pursed Lip

Breathing secara sederhana akan memberikan sedikit tekanan/pembebanan

obstruksi saat udara keluar dari mulut, dimana tekanan ini akan diteruskan

ke belakang sepanjang saluran pernafasan untuk membantu saluran nafas

tetap terbuka dan mencegah kolap saat ekspirasi. Irama pernafasan yang

disadari dan teratur ini akan menurunkan frekuensi pernafasan / RR, dan

meningkatkan jumlah udara yang masuk ke paru dan alveolus, karenapola


32

pernafasan yang cepat sangat merugikan karena banyak energi yang

terbuang akibat turbulensi udara, sementara pola nafas yang dangkal juga

sangat merugikan karena banyak pula energi yang terbuang akibat adanya

faktor ventilasi ruang rugi (ventilating deat space). Ventilasi ruang rugi ini

terjadi karena pertukaran gas dalam sistem pernafasan hanya terjadi di

bagian terminal jalan nafas, maka gas yang menempati bagian lain sistem

pernafasan tidak tersedia untuk pertukaran gas/difusi dengan darah kapiler

paru. Ekspirasi yang lebih lama dari inspirasi ini (prolonged expiration)

akan meningkatkan waktu difusi dan keseimbangan oksigen dikapiler

darah paru dan alveolus(pada kondisi normal istirahat tidak hamil,

berlangsung 0.25 detik dari total waktu kontak selama 0.75 detik,

sedangkan pada wanita hamil, waktu difusi menjadi lebih singkat akibat

adanya hiperventilasi dan nafas cepat). Prolonged ekspiarasi ini juga akan

menurunkan frekuensi pernafasan dan membantu mengeluarkan jebakan

udara dalam paru sehingga memungkinkan udara segar dapat memasuki

paru (Imania, 2014).

D. Pursed Lips Breathing dengan Meniup Balon

Aktivitas meniup dapat dianalogikan dengan latihan napas dalam

(pursed lips breathing), merupakan suatu aktivitas yang memerlukan

inhalasi lambat dan dalam untuk mendapatkan efek terbaik. Teknik

relaksasi dengan meniup balon dapat membantu otot intercosta

mengelevasikan otot diafragma dan costa. Hal ini memungkinkan untuk

menyerap oksigen, mengubah bahan yang masih ada dalam paru dan
33

mengeluarkan karbondioksida dalam paru. meniup balon sangat efektif

untuk membantu ekpansi paru sehingga mampu mensuplay oksigen dan

mengeluarkan karbondioksida yang terjebak dalam paru (Tunik, 2017).

Alat yang digunakan berupa balon. Cara meniupnya menggunakan

teknik pursed lips breathing, yaitu bernapas dalam dan ekhalasi melalui

mulut, dengan mulut dimonyongkan atau mencucu dan dikerutkan

sehingga yang tadi balonnya mengempes setelah ditiup menjadi

mengembang karena terisi udara. Meniup dilakukan terus menerus

sebanyak 30 kali dalam rentang 10-15 menit dan setiap diselingi dengan

istirahat (napas biasa). Posisi saat meniup balon adalah duduk atau

bersandar dengan posisi setengan duduk diatas tempat tidur atau kursi

(Sutini, 2011).
34

E. Kerangka Teori

Gejala Asma: Batuk, sesak napas,


Pasien Asma mengi, rasa berat di dada, dan
veriabiliti berkaitan dengan cuaca

Pursed Lips Breathing dengan


modifikasi tiup balon

Gejala Asma: Batuk, sesak


napas, mengi, dan rasa berat
di dada ↓

Kebutuhan oksigen
terpenuhi

Kebutuhan dasar manusia:


oksigen, cairan, nutrisi,
temperatur, eliminasi,
tempat tinggal, istirahat
dan seks
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Teori

GINA (2016), PDPI (2006), dan Maslow dalam Potter & Perry (2005)
35

F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep meggambarkan variabel independen yaitu pursed lips

breathing dengan modifikasi tiup balon, variabel dependen yaitu penurunan

gejal asma, dan variabel perancu yang dikontrol yaitu usia dan konsumsi obat.

Melalu kerangka konsep ini diharapkan pembaca dengan mudah memahami

apa yang menjadi fokus utama penelitian, variabel – variabel yang diteliti dan

luaran dari penelitian.

Variabel Independent Variabel Dependent

Pursed Lips Breathing dengan


Gejala Asma
modifikasi Tiup Balon

Variabel Confondence

− Usia
− Konsumsi Obat

Gambar 2.4 Bagan Kerangka Konsep

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak Diteliti
36

G. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar

variable yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil peneliti

(Kelan, 2015). Dari penelitian ini, peneliti merumuskan hipotesis sebagai

berikut :

1. Ada perbedaan rerata gejala asma sebelum dan sesudah diberikan

intervensi teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitan ini merupakan quasi experiment dengan rancangan penelitian

pre and post test nonequivalent control group. Pada penelitian ini, peneliti

tidak melakukan randominasi, sehingga karakteristik sampel antara kelompok

perlakukan dan kontrol ditentukan dengan kriteria inklusi sesuai dengan

karateristik antar kelompok (Dharma, 2015)

R1 : 01 X1 O2
R
:
R2 01 X0 O2

Gambar 3.1 Bagan Rencana Penelitian

Keterangan :

R : Responden penelitian.

R1 : Responden kelompok perlakuan.

R2 : Responden kelompok kontrol.

O1 : Pre Test pada kedua kelompok sebelum diterapkannya teknik

pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap

gejala asma pada pasien asma.

37
38

O2 : Post Test pada kedua kelompok setelah diterapkannya teknik

pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap

gejala asma pada pasien asma

X1 : Intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protocol.

X0 : Kelompok control tanpa intervensi.

B. Populasi dan Sempel

1. Populasi

Populasi adalah unit dimana suatu penelitian akan di terapkan

(digeneralisir), idealnya penelitian di lakukan pada populasi, karena dapat

melihat gambaran seluruh populasi sebagai unit dimana hasil penelitian

akan di terapkan (Kelana, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh penderita asma di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Samarinda.

2. Sampel

Sampel adalah sekelompok individu yang merupakan bagian dari

populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau

melakukan pengamatan/pengukuran pada unit ini (Kelana, 2015). Sampel

dalam penelitian ini adalah responden yang memenuhi kriteria inklusi

yaitu sebanyak 12 responden dan telah menandatangani informed consent.

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi adalah sebagai berikut :

Kriteria Inklusi :

a. Responden menderita asma ≥ 1 tahun

b. Penderita asma mengkonsumsi obat asma


39

c. Responden berusia 17-65 tahun

d. Responden yang tidak penyakit jantung

e. Responden menderita asma intermiten dan persistem ringan

Kriteria Eksklusi :

a. Responden mengalami serangan berat saat penelitian dilaksanakan

b. Responden yang memiliki keluhan lainnya

c. Responden mengundurkan diri saat penelitian dilaksanakan

d. Responden yang tidak kooperatif saat penelitian dilaksanakan

3. Teknik Sampling

Tehnik sampling adalah suatu cara yang ditetapkan peneliti untuk

menentukan atau memilih sejumlah sampel dan populasinya (Dharma,

2015). Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

consecutive sampling yaitu suatu teknik pemilihan sampel yang digunakan

dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria

pemilihan sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi.

4. Besar Sampel

Penelitian ini termasuk penelitian analitik numerik berpasangan

sehingga rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel sebagai

berikut:

2𝜎 2 (𝑍1− 𝛼 / 2 + 𝑍1 − 𝛽 ) 2
N=
(𝜇1 − 𝜇2 ) 2

Keterangan :

N : Jumlah sampel kelompok yang mendapat intervensi


40

Σ : Estimasi standar deviasi dari beda mean kedua kelompok

berdasarkan literatur.

σ2 : Estimasi varian kedua kelompok berdasarkan literatur yang

dihitung, dengan hasil 1/2 (1,202 + 1,482) = 1,815.

Z1-α/2 : Standar normal deviasi untuk α (level of significant α = 0,05

yaitu 1,96).

Z1-β : Standar normal deviasi untuk β (power of test β = 95% yaitu

1,282).

µ1 : Nilai mean kelompok kontrol yang didapat dari literatur atau

berdasarkan pengalaman peneliti 8,764 (Astuti, 2014).

µ2 : Nilai mean kelompok ujicoba yang didapat dari pendapat

peneliti 6,764 (Astuti, 2014).

µ1- µ2 : Beda mean yang dianggap bermakna secara klinik antara

kedua kelompok.

Parameter yang berasal dari penelitian sebelumnya adalah S

(simpangan baku), sedangkan yang ditetapkan peneliti adalah Z1-α/2 dan

Z1-β dan µ1- µ2.

Adapun besar sampelnya yaitu :

2𝜎 2 (𝑍1− 𝛼 / 2 + 𝑍1 − 𝛽 ) 2
n=
(𝜇1 − 𝜇2 ) 2

2(1,815)(1,96 + 1,282)2
n=
(8,764 − 6,764)2

2(1,815)(10,51)
n=
(4)
41

n = 9,53775

n = 10 responden

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan koreksi atau

penambahan jumlah sampel berdasarkan prediksi sampel drop out dari

penelitian. Adapun perhitungan yang digunakan adalah :

𝑛
n′ =
1−𝑓

keterangan :

n’ : Besar sampel setelah dikoreksi.

N : Jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya : 10

responden.

F : Prediksi persentase sampel drop out : 15% = 0,15

𝑛
n′ =
1−𝑓

10
n′ =
1 − 0,15

10
n′ =
0,85

n′ = 11, 7647 = 12 responden.

Jadi jumlah sampel keseluruhan setelah dikoreksi yaitu 12 responden.

C. Tempat dan Waktu

1. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April s.d Mei 2018
42

2. Tempat

Penelitian ini akan di laksankan di Puskesmas Palaran Samarinda

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini yaitu variabel intervening.

2. Variabel Intervening

Variabel Intervening (antara) dalam penelitian ini yaitu pursed lips

breathing dengan modifikasi tiup balon.

3. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu gejala asma.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Pursed Lips Pursed Lips Breathing SOP - -
Breathing dengan dengan Modifikasi Tiup
Modifikasi Tiup Balon yang dimaksud
Balon penelitian ini adalah
bernapas dalam dengan
ekshalasi melalui mulut
yang dimonyongkan atau
mencucu dan dikerutkan,
sehingga balon yang
tadinya mengempes
menjadi mengembang
karena terisi udara
2 Gejala Asma Gejala asma dalam Lembar Skor gejala Rasio
penelitian ini yaitu gejala observasi asma dengan
43

asma yang diderita gejala asma nilai 0-10


responden seperti batuk,
sesak napas, wheezing,
rasa tetekan di dada, tidur
yang terganggu yang di
observasi pada pasien
asma

F. Instrumen Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Lembar observasi

2. Timer

3. Balon

4. Pulpen

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Uji validitas dalam penelitian ini tidak dilakukan karena intrumen

yang digunakan adalah instrumen baku.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dalam penelitian ini tidak dilakukan karena

instrumen baku yaitu hasil uji reliabilitas dari penelitian sebelumnya

sebesar 0,673 (Mardhiah, 2009).


44

H. Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode

observasi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengobservasi gejala

asma pada responden sebelum dan setelah diberikan intervensi pursed lips

breathing dengan modifikasi tiup balon. Sampel yang telah memenuhi kriteria

inklusi terlebih dahulu diberikan pre test kemudian diberikan intervensi

pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon selama 1 bulan dengan

frekuensi 3 kali seminggu dan lama intervensi setiap latihan selama 15 menit.

Setelah intervensi diberikan, pada minggu ke 4 diberikan post test.

I. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi

perangkat lunak komputer.

1. Analisa Data Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel penelitian. Data

numerik disajikan dengan menggunakan mean, median, dan standar

deviasi sedangkan data kategorik menggunakan distribusi frekuensi.

2. Analisis Data Bivariat

Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan terhadap dua variabel

independen dan dependen, dengan menggunakan uji paired t test jika

memenuhi syarat yaitu data terdistribusi normal. Uji normalitas data yang

digunakan yaitu shapiro wilk. Jika data tidak terdistribusi normal, maka

digunakan uji alternatif yaitu uji wilcoxon, sedangkan beda mean dari 2
45

hasil pengukuran pada kedua kelompok menggunakan uji Independent T

Test dengan uji alternatif Mann Whitney.

J. Etika Penelitian

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat dan

martabat manusia. Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk

memilih ikut atau menolak penelitian (autonomy).Tidak ada paksaan dan

penekanan tertentu agar subyek bersedia ikut dalam penelitian. Subjek

dalam penelitian juga berhak mendapatkan informasi yang lengkap tentang

pelaksanaan penelitian meliputi tujuan penelitian, manfaat penelitian,

prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang didapat dan

kerahasian informasi.

2. Menghormati privasi dan kerahasian subyek (respect for privacy and

confidentiality)

Manusia sebagai subyek penelitian memiliki privasi dan hak asasi manusia

untuk mendapatkan kerahasian informasi. Sehingga peneliti perlu

merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi subyek yang

tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh

orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara meniadakan identitas

seperti nama, alamat subyek kemudian diganti dengan kode tertentu.

Dengan demikian segala informasi yang menyangkut identitas subyek

terekpos secara luas.


46

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan

secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa

penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan subyek.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefits)

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subyek penelitian

dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (beneficience).

Kemudian meminimalisir risiko yang merugikan bagi subyek penelitian

(nonmaleficience). Prinsip ini yang harus diperhatikan oleh peneliti ketika

mengajukan usulan penelitian untuk mendapatkan persetujuan etik dari

komite etik penelitian.


47

K. Alur Penelitian

Populasi
Kriteria inklusi dan
eksklusi
Sampel

Informed consent

Setuju Tidak Setuju

Stop

Pre Test

Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi

Mendapatkan terapi Mendapatkan terapi obat dari


obat dari Puskesmas Puskesmas dan diberikan
Perlakuan Pursed Lips Breathing
dengan Modifikasi Tiup Balon

Post Test

Analisa Data

Pelaporan

Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Kecamatan Palaran adalah salah satu bagian dari wilayah Kota

Samarinda, berdasarkan PP No. 21 Tahun 1987, terdiri dari 5 Kelurahan,

yaitu: Kelurahan Rawa makmur, Bukuan, Simpang Pasir, Handil Bakti, dan

Bantuas.

Batas Wilayah:

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Mahakam

2) Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Mahakam

3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sanga-sanga

Kabupaten Kutai

4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Samarinda Seberang

Namun wilayah kerja Puskesmas Palaran hanya membawahi 3

Kelurahan yaitu Rawa Makmur, Handil Bakti dan Simpang Pasir. Adapun

luas wilayah kerja Puskesmas Palaran 128 Km2 yang dihuni oleh sekitar

32.853 jiwa terdiri dari laki-laki 17.310 jiwa dan perempuan sebanyak 15.543

jiwa yang tersebar di tiga kelurahan. Kepadatan penduduk 18.000 Jiwa/km2.

Adapun jumlah kepala keluarga sebanyak 9.393 KK dengan adanya

peningkatan jumlah RT menjadi 109 RT.

48
49

Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada saat ini di Kecamatan Palaran

terdiri dari 1 Puskesmas Induk, 1 Unit Rawat Inap dan 3 Unit Puskesmas

Pembantu (Pusban Handil Bakti, Pusban Gotong Royong, dan Pusban

Simpang Pasir) dilengkapi dengan 2 Poskesdes yang berada di kelurahan

Simpang Pasir dan Handil Bakti dilengkapi dengan bidan desa perkelurahan.

Disamping fasilitas pelayanan kesehatan tersebut, terdapat juga

beberapa klinik atau Balai Pengobatan swasta yang umumnya dikelola dan

untuk melayani masyarakat pekerja Badan-Badan Usaha Swasta (Perusahaan-

Perusahaan Swasta) dan juga adanya persiapan desa siaga.

B. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat

a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan

Tingkat Pendidikan

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden
Kelompok 1 (Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol)
Kelompok 1 Kelompok 2
No. Karakteristik
N % n %
1. Jenis Kelamin
Laki-laki 3 25,0 6 50,0
Perempuan 9 75,0 6 50,0
2. Umur (Tahun)
17-25 1 8,3 2 16,7
26-35 4 33,3 1 8,3
36-45 1 8,3 2 16,7
46-55 6 50,0 6 50,0
56-65 0 0 1 8,3
3. Pendidikan
Terakhir
SD 1 8,3 3 25,0
SMP 1 8,3 1 8,3
SMA 8 66,7 6 50,0
50

Perguruan Tinggi 2 16,7 2 16,7


Total 12 100,0 12 100,0
Sumber: Analisis Data Primer, 2018

Tabel 4.1 menunjukkan data deskripsi karakteristik

responden yang mencakup jenis kelamin, umur, dan pendidikan

terakhir pada kelompok 1 dan kelompok 2. Dari tabel tersebut

menunjukan bahwa pada kelompok 1 sebagian besar responden

berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 9 orang ( 75,0 %) dan

sebagian kecil responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 3

orang (25,0%), sedangkan pada kelompok 2 setengahnya responden

berjenis kelamin laki-laki 6 orang (50,0 %) dan perempuan sebanyak

6 orang (50,0%).

Pada karakteristik responden berdasarkan usia pada

kelompok 1 setengahnya berusia 46-55 tahun sebanyak 6 orang

(50,0%) dan sebagian kecil berusia 17-25 tahun sebanyak 1 orang

(8,3%) dan berusia 36-45 tahun sebanyak 1 orang (8,3%), sedangkan

pada kelompok 2 setengahnya berusia 46-55 tahun sebanyak 6 orang

(50,0%) dan sebagian kecil berusia 26-35 tahun sebanyak 1 orang

(8,3%) dan berusia56-65 tahun sebanyak 1 orang (8,3%),

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir

pada kelompok 1 sebagian besar SMA sebanyak 8 orang (66,7%)

dan sebagian kecil SD sebanyak 1 orang (8,3%) dan SMP sebanyak

1 orang (8,3%), sedangkan responden berdasarkan pendidikan


51

terakhir pada kelompok 2 setengahnya SMA yaitu sebanyak 6 orang

(50,0%) dan dan sebagian kecil SMP sebanyak 1 orang (8,3%).

b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Asma Kelompok

1 (Intervensi) dan kelompok 2 (Kontrol)

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Asma pada
Kelompok 1 (Intervensi)
Gejala Asma Mean SD n
Pre Test 7,08 0,996 12
Post Test 4,08 0,996
Selisih 3,00 0,739
Sumber: Analisis Data Primer, 2018

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pada kelompok 1 menunjukkan

nilai selisih mean dan standar deviasi antara pre test dan post test

diberikan intervensi, pada gejala asma nilai selisih mean adalah 3,00

dan standar deviasi adalah 0,739. Bedasarkan nilai tersebut dapat

disimpulkan bahwa terdapat selisih rerata gejala asma antara pre test

dan post test diberikan intervensi pursed lips breathing dengan

modifikasi tiup balon pada kelompok 1.

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Asma pada
Kelompok 2 (Kontrol)
Gejala Asma Mean SD N
Pre Test 7,33 1,073 12
Post Test 6,83 1,193
Selisih 0,50 0,674
Sumber: Analisis Data Primer, 2018

Tabel 4.3 distribusi frekuensi pada kelompok 2 menunjukkan

nilai selisih mean dan standar deviasi antara pre test dan post test

diberikan kontrol, pada gejala asma nilai selisih mean adalag 0,50 dan
52

standar deviasi adalah 0,674. Bedasarkan nilai tersebut dapat

disimpulkan bahwa terdapat selisih rerata gejala asma antara pre test

dan post test pada kelompok 2.

2. Analisis Bivariat

a. Uji Persyaratan Analisis

Tabel 4.4
Uji Normalitas Gejala Asma pada Kelompok 1(Intervensi) dan
Kelompok 2 (Kontrol)

Saphiro Wilk Test


Gejala Asma Kelompok 1 Kelompok 2
P P
Pre Test 0,080 0,146
Post Test 0,080 0,023
Selisih 0,020 0,002
Sumber: Analisis Data Primer, 2018

Tabel 4.4 Hasil uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk

didapatkan nilai signifikan pada kelompok 1 pre test perlakuan

sebesar 0,080 dan post test perlakuan sebesar 0,080, kedua data

bernilai p>0,05 artinya data tersebut terdistribusi normal. Hasil uji

normalitas didapatkan nilai signifikan pada kelompok 2 pre test

perlakuan sebesar 0,146 (p>0,05) atau data terdistribusi normal dan

post test perlakuan sebesar 0,023(p<0,05) atau data tidak terdistribusi

normal. Sedangkan hasil uji normalitas didapatkan nilai signifikan

pada selisih kelompok 1 sebesar 0,020 dan pada kelompok 2 sebesar

0,002, kedua data tersebut bernilai p<0,05 artinya data tidak

terdistribusi normal.
53

b. Uji T Berpasaangan

Tabel 4.5

Uji Beda Rerata Gejala Asma Pre Test dan Post Test pada Kelompok 1
(Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol)
Gejala Asma n Nilai Pre Test Post Test Selisih P
Kelompok 1 12 Mean±SD 7,08±0,996 4,08±0,996 3,00±0,739 <0,001
Kelompok 2 12 Median (Min 7,50 (5-9) 7,00 (5-8) 0,00 (0-2) 0,034
– Maks)
Sumber Nilai: Analisis Primer, 2018

Tabel 4.5 hasil menunjukkan nilai selisih Mean±SD gejala

asma kelompok 1 sebesar 3,00±0,739, sedangkan pada kelompok 2

sebesar 0,00 (0-2). Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa ada

perbedaan rerata gejala asma pre test dan post test intervensi pada

kelompok 1 dan kelompok 2.

Tabel 4.5 hasil uji paired sample t-test menjukkan nilai p value

pre test dan post test intervensi pada kelompok 1 sebesar <0,001 dan

pada kelompok 2 menggunakan uji wilcoxon sebesar 0,034, (p value

<0,05). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada

perubahan gejala asma pre test dan post test intervensi pada kelompok

1 dan kelompok 2.
54

c. Uji T Tidak Berpasangan

Tabel 4.6

Uji Beda Rerata Gejala Asma Pre Test dan Post Test Intervensi pada
Kelompok 1 (Intervensi) dan Kelompok 2 (Kontrol)
Gejala Asma n Nilai Rerata P
Pre Test
Kelompok 1 12 Mean±SD 7,08±0,996
0,560
Kelompok 2 12 Mean±SD 7,33±1,073
Post Test
Kelompok 1 12 Median (Min-Maks) 4,00 (3-6)
<0,001
Kelompok 2 12 Median (Min-Maks) 7,00 (5-8)
Selisih
Kelompok 1 12 Median (Min-Maks) 3,00 (2-4)
<0,001
Kelompok 2 12 Median (Min-Maks) 0,00 (0-2)
Sumber Nilai: Analisis Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan pre test gejala asma pada

kelompok 1 nilai Mean±SD sebesar 7,08±0,996 dan pada kelompok 2

sebesar 7,33±1,073, didapatkan hasil uji Independet T-test dengan p

value sebesat 0,560 (p value >0,05). Sehingga dapat disimpulkan tidak

terdapat perbedaan bermakna antara pre test kelompok 1 dan post test

kelompok 2.

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan post test gejala asma pada

kelompok 1 nilai Median (Min-Maks) sebesar 4,00 (3-6) dan pada

kelompok 2 sebesar 7,00 (5-8), didapatkan hasil uji Mann-Whitney

dengan p value sebesar <0,001 (p value <0,05). Sehingga dapat

disimpulkan terdapat perbedaan bermakna antara post test kelompok 1

dan post test kelompok 2.

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan selisih gejala asma pada

kelompok 1 nilai Median (Min-Maks) sebesar 3,00 (2-4) dan pada


55

kelompok 2 sebesar 0,00 (0-2), didapatkan hasil uji Mann-Whitney

dengan p value sebesat <0,001 (p value <0,05). Sehingga dapat

disimpulkan terdapat perbedaan bermakna antara selisih kelompok 1

dan selisih kelompok 2.

C. Pembahasan
1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin pada

kelompok 1 (intervensi) dan kelompok 2 (kontrol) sebagian besar

berjenis kelamin perempuan dengan persentase 62,5% dan kurang dari

setengah berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 37,5%. Secara

teori, jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-

laki secara biologis sejak seseorang lahir. Perbedaan biologis dan

fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan

diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan

perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi (Hungu, 2007).

Secara klinis, kejadian asma pada penelitian ini banyak terjadi

pada perempuan daripada laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian

Ungaran (2016) yang menyatakan bahwa prevalensi asma bronkial

yang tinggi pada perempuan disebabkan oleh kadar hormon estrogen

yang beredar dalam tubuh dapat menimbulkan degranulasi eosinofil

sehingga memudahkan terjadinya serangan asma. Kadar estrogen yang

tinggi dapat berperan sebagai substansi proinflamasi


56

(membantu/memicu inflamasi) terutama mempengaruhi sel mast,

dimana sel mast merupakan sel yang berperan dalam memicu reaksi

hipersensitivitas dengan melepaskan histamin dan mediator inflamasi

lainnya, sehingga memperberat morbiditas asma bronkial pada pasien

perempuan.

Penelitian ini juga didukung oleh Duyen F (2013) di beberapa

rumah sakit dan BBKPM juga didapatkan penderita asma perempuan

(66,67%) lebih banyak dibandingkan laki-laki (33,3%). Angka

kejadian asma lebih sering terjadi pada perempuan setelah purbertas

disebabkan kaliber jalan napas lebih kecil dan berhubungan dengan

hormon estrogen.

Hasil yang diperoleh berkaitan dengan jenis kelamin dan

kejadian asma menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan hasil

penelitian sebelumnya, yaitu perempuan lebih sering terkena serangan

asma daripada laki-laki.

Menurut asumsi peneliti pada penelitian ini adalah perempuan

lebih sering terkena serangan asma bukan hanya pengaruh hormon

estrogen yang berada dalam tubuh, tetapi faktor stress yang merupakan

masalah psikologis dimana stress bisa berasal dari masalah soial-

ekonomi, kehidupan rumah tangga, atau perkerjaan.

b. Usia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia pada kelompok 1

(intervensi) dan kelompok 2 (kontrol) setengahnya adalah berusia


57

antara 46-55 sebesar 50,0%. Secara teori usia adalah umur individu

yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai saat berulang tahun

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

2013) ada kecenderungan prevalensi penyakit asma meningkat dengan

bertambahnya umur disertai salah satu atau lebih gejala: mengi dan

sesak napas berkurang atau menghilang dengan pengobatan, sesak

napas berkurang atau menghilang tanpa pengobatan dan sesak napas

lebih berat dirasakan pada malam hari atau menjelang pagi dan jika

pertama kali merasakan sesak napas saat berumur <40 tahun. Usia

serangan asma terbanyak berada pada rentang umur 25-34 tahun

sejumlah 5,7 per mil. Disamping itu terjadi penurunan fungsi paru-

paru dan peradangan jalan nafas seiring dengan peningkatan usia

(Aini, 2008).

Hasil yang diperoleh berkaitan dengan usia dan kejadian asma

menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan hasil penelitian

sebelumnya, yaitu semakin meningkatnya usia semakin sering terkena

serangan asma.

Menurut asumsi peneliti pada penelitian ini adalah semakin

meningkatnya usia maka akan terjadi penurunan fungsi tubuh salah

satunya paru-paru dimana hal ini merupakan faktor yang

mempengaruhi kejadian asma.


58

c. Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia pada kedua

kelompok (1 dan 2) sebagian besar adalah SMA yaitu sebesar 58,34%

dan sebagian kcil adalah SMP yaitu sebesar 8,3 %. Secara teori tingkat

pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan

kemauan yang dikembangkan. Tingkat pendidikan berpengaruh

terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat

pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan sesorang atau

masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya

dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal

kesehatan. Pendidikan formal membentuk nilai bagi seseorang

terutama dalam menerima hal baru (Suhardjo, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Aini (2008) yang menunjukkan

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan

semakin mampu mereka untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan

yang ada dilingkungan sekitarnya. Seseorang dengan pendidikan

formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih

tinggi dibanding dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah,

mereka akan lebih mampu serta mudah memahami pentingnya

kesehatan dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.

Hasil yang diperoleh berkaitan dengan tingkat pendidikan dan

kejadian asma menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dan hasil


59

penelitian sebelumnya, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan maka

semakin rendah kejadian gejala asma.

Menurut asumsi peneliti pada penelitian ini adalah semakin

tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan sadar akan kesehatan

mereka dan memanfatkan fasilitas kesehatan yang ada.

2. Gejala Asma Responden Kelompok 1 (Intervensi)

Pada analisa univariat didapatkan bahwa pada kelompok 1

(intervensi) terdapat perubahan pada nilai gejala asma pre test dan post

test intervensi pada selisih mean dan standar deviasi yaitu 3,00±0,739. Hal

ini menunjukkan bahwa terdapat selisih rerata gejala asma antara pre test

dan post test diberikan intervensi pursed lips breathing dengan modifikasi

tiup balon.

Uji Beda Rerata pre test dan post test pengaruh intervensi pursed

lips breathing dengan modifikasi tiup balon pada kelompok 1 dengan

menggunakan Paired T-Test didapatkan p value tingkat kontrol asma

<0,001, hal ini menunjukkan p value <0,005 yang berarti ada perubahan

gejala asma.

Secara teori pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon

merupakan suatu aktivitas yang memerlukan inhalasi lambat dan dalam

untuk mendapatkan efek terbaik. Teknik relaksasi dengan meniup balon

dapat membantu otot intercosta mengelevasikan otot diafragma dan costa.

Hal ini memungkinkan untuk menyerap oksigen, mengubah bahan yang

masih ada dalam paru dan mengeluarkan karbondioksida dalam paru.


60

meniup balon sangat efektif untuk membantu ekpansi paru sehingga

mampu mensuplay oksigen dan mengeluarkan karbondioksida yang

terjebak dalam paru (Tunik, 2017).

Hasil penelitian dilakukan oleh Natalia (2015) di Bayumas,

menyatakan terdapat pengaruh pada pursed lips breathing terhadap aliran

puncak ekspirasi klien dengan asma bronkial dan sebagai salah satu bentuk

penatalaksanaan non farmakologi dalam mengatasi masalah keperawatan

yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas dengan melatih klien asma

mengontrol pola napasnya.

Saat melakukan pursed lips breathing maka akan terjadi

peningkatan tahanan udara dan kepatenan jalan nafas. Proses ini

membantu menurunkan pengeluaran air trapping, sehingga dapat

mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi pengosongan alveoli secara

maksimal (Aini, 2008). Adanya fasilitas pengosongan alveoli secara

maksimal akan meningkatkan peluang masuknya oksigen kedalam ruang

alveolus, sehingga proses difusi dan perfusi berjalan dengan baik.

Meningkatnya transfer oksigen ke jaringan dan otot-otot pernafasan akan

menimbulkan suatu metabolisme aerob yang akan menghasilkan suatu

energi (ATP). Energi ini dapat meningkatkan kekuatan otot-otot

pernafasan sehingga proses pernafasan dapat berjalan dengan baik, dengan

proses pernafasan yang baik akan mempengaruhi terhadap arus puncak

ekpirasi yang meningkat pula (Guyton & Hall, 2007).


61

Latihan pernapasan pada klien asma sebaiknya dilakukan dengan

teratur karena dapat meningkatkan ventilasi paru pada klien asma sehingga

gejala asma dapat dikurangi (Nurdiansyah 2013). Menurut penelitian

dilakukan oleh Ciptarini (2015), bahwa semakin sering melakukan olah

pernapasan maka frekuensi serangan asma akan semakin jarang terjadi.

Menurut asumsi peneliti banyak faktor yang mempengaruhi

penurunan gejala asma dalam penelitian ini salah satunya adalah para

penderita asma mampu melakukan kontrol penyakitnya di palayanan

kesehatan terdekat (misalnya Puskesmas) dan rajin meminum obat-obatan

serta menghindari pencetus serangan asma, dimana ini merupakan salah

satu bentuk pengontrolan diri terhadap frekuensi serangan asma dan

merupakan bentuk penatalaksanaan non farmakologi yang mudah

dilakukan sehingga dapat meminimalisir serangan asmanya sendiri.

3. Gejala Asma Responden Kelompok 2 (Kontrol)

Pada analisa univariat didapatkan bahwa pada kelompok 2

(kontrol) terdapat perubahan pada nilai gejala asma pre test dan post test

pada selisih mean dan standar deviasi yaitu 0,50±0,674. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat selisih rerata gejala asma antara pre test dan

post test pada kelompok 2.

Uji Beda Rerata pre test dan post pada kelompok 2 (kontrol)

dengan menggunakan Paired T-Test didapatkan p value tingkat kontrol

asma 0,034, hal ini menunjukkan p value <0,005 yang berarti ada

perubahan gejala asma.


62

Kelompok 2 (kontrol) tidak dilakukan intervensi pursed lips

breathing dengan modifikasi tiup balon, kelompok kontrol hanya

mendapatkan terapi standar pengobatan dari pelayanan kesehatan berupa

pemberian bronkodilator. Hal ini merupakan pengobatan utama dalam

mengatasi serangan asma. Selain itu penggunaan dosis atau frekuensi

konsumsi bronkodilator ataupun kortikosteroid termasuk salam domain

Asthma Control Test (ACT). Hal ini di dukung oleh Fm, M, Greenstone,

dan Tj, (2010) yang menyebutkan bahwa penatalaksanaan asma bronkial

dengan pemberian terapi farmakologi dapat membantu mengurangi atau

meredakan serangan asma, seperti terapi bronkodilator dan kortikosteroid.

Kombinasi kedua obat tersebut (Long acting ß2 agonist+inhaled

kortikosteroid) terbukti efektif untuk menangani penyakit asma bronkial

karena kedua obat ini dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki

fungsi paru. Selain itu kombinasi ICS/long acting ß2 agonis lebih banyak

disukai orang dewasa.

Hasil penelitian Higashi, Zhu, Stafford, dan Alexander (2011),

terjadi peningkatan penggunaan steroid inhalasi dan kombinasi

steroid/long acting β2-agonis digunakan bertepatan dengan penurunan

morbiditas dan mortalitas asma. Selain itu menurut Bedouch, Marra,

FitzGerald, Lynd, & Sadatsafavi, (2012) bahwa pemberian farmakologi

seperti kombinasi terapi inhalasi kortikosteroid/long acting beta-agonist

telah menjadi komponen penting dari biaya asma.


63

Menurut asumsi peneliti walaupun dengan konsumsi obat, gajala

asma dapat tetap meningkat karena beberapa faktor diantaranya adalah

faktor lingkungan serta faktor aktivitas yang berlebih hal ini dapat

menyebabkan peningkatan gejela asma meski sudah mengkonsumsi obat.

4. Perbedaan Gejala Asma antara Kelompok 1 (intervensi) dan Kelompok 2

(kontrol)

Berdasarkan pada tabel 4.6 yaitu uji beda rerata selisih gejala asma

pada kelompok 1 dan kelompok 2 diuji dengan menggunakan Independent

T-test. Pada selisih gejala asma pada kelompok 1 nilai Median (Min-

Maks) sebesar 3,00 (2-4) lebih kecil daripada kelompok 2 sebesar 0,00 (0-

2) dengan p value <0,001 (p value <0,05).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitan Kim et al. (2012) yang

menunjukan bahwa pola bernafas pursed lips breating signifikan

meningkatkan tidal volum (TV) dan menurunkan pernafasan dibandingkan

bernafas biasa. Penelitian Natalia (2007) efektifitas pursed lips breathing

dan tiup balon pada pasien asma dilakukan 4x sehari (dengan jarak 4-5

jam), masing masing 10 menit, selama 4 hari, hasil riset pursed lips

breathing dan tiup balon efektif untuk meningkatkan peak expiratory flow

rate pada pasien asma bronchiale .

Penelitian Dewi (2015) dengan intrvensi pursed lips breathing

yang dilakukan pengulangan 6 kali dengan jeda 2 detik setiap

pengulangan, latihan ini dilakukan selama 3 hari di dapatkan hasil terdapat


64

pengaruh pursed lips breathing (PLB) terhadap nilai forced expiratory

volume in one second (FEV1) pada penderita penyakit paru obstruksi

kronis (PPOK). Penelitian Alfanji & Harry, (2011) bahwa pursed lips

breating yang dilakukan sebanyak 4 kali dalam sehari sebelum makan dan

sebelum tidur selama 30 menit dan dilakukan secara teratur maka setelah 3

minggu didapatkan hasil SaO2 secara signifikan meningkat, PaCO2

menurun dan frekuensi bernafas secara signifikan menurun.

Menurut asumsi peneliti bahwa dengan dilakukan pursed lips

breathing dengan modifikasi tiup balon untuk mengurangi mengi, sesak

napas, sesak dada, dan batuk. Reponden yang melakukan PLB akan

menyebabkan ekspirasi secara paksa tentunya akan meningkatkan

kekuatan kontraksi otot intra abdomen sehingga tekanan intra abdomen

akan meningkat melebihi pada saat ekspirasi pasif. Tekanan intra abdomen

yang meningkat lebih kuat lagi tentunya akan meningkatkan pergerakan

diafragma ke atas membuat rongga torak semakin mengecil. Rongga

toraks yang semakin mengecil ini menyebabkan tekanan intra alveolus

semakin meningkat sehinga melebihi tekanan udara atmosfir. Kondisi

tersebut akan menyebabkan udara mengalir keluar dari paru-paru ke

atmosfir. Ekspirasi yang dipaksa pada bernafas pursed lips breating juga

akan menyebabkan obstruksi jalan nafas dihilangkan sehingga resistensi

pernafasan menurun. Penurunan resistensi pernafasan akan memperlancar

udara yang dihembuskan dan yang dihirup. Ekspirasi yang lebih lama dari

inspirasi ini (prolonged expiration) akan meningkatkan waktu difusi dan


65

keseimbangan oksigen dikapiler darah paru dan alveolus (pada kondisi

normal istirahat, berlangsung 0.25 detik dari total waktu kontak selama

0.75 detik,). Prolonged ekspirasi ini juga akan menurunkan frekuensi

pernafasan dan membantu mengeluarkan jebakan udara dalam paru

sehingga memungkinkan udara bersih dapat masuk kedalam paru-paru.

Hasil penelitian yang didapatkan ada perbedaan bermakna gejala

asma sebelum dan sesudah diberikan intervensi teknik pursed lips

breathing dengan modifikasi tiup balon.

D. Keterbatasan penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :

1. Jumlah Responden. Pada penelitian ini, jumlah responden untuk setiap

kelompok hanya 12 orang sehingga dikhawatir kurang menggambarkan

karakteristik pada populasi.

2. Pada saat pelaksanaan penelitian, peneliti tidak didamping oleh

perawat/tenaga kesehatan yang bersertifikat/kompeten, sehingga

dikhawatirkan intervensi yang diberikan tidak optimal karena hanya

diobservasi oleh peneliti.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Karakteristik responden sebagian besar perempuan sebesar 62,5% pada

kedua kelompok dengan usia terbanyak 45-55 tahun pada kedua kelompok

sebesar 50,0% dan pendidikan sebagian besar SMA sebesar 58,34% pada

kedua kelompok.

2. Rerata gejala asma pre test pada kelompok 1 dengan nilai Mean±SD

7,08±0,996 dan pada kelompok 2 dengan nilai Mean±SD 7,33±1,073.

Sedangkan gejala asma post test pada kelompok 1 dengan nilai Mean±SD

4,08±0,996 dan pada kelompok 2 dengan nilai Mean±SD 6,83±1,193.

3. Pada penelitian ini didapatkan nilai p value = 0,001 dengan uji paired t-

test sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh teknik pursed

lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma.

4. Berdasarkan uji statistik peneliti menemukan perbedaan yang bermakna

antara selisih gejala asma pada kedua kelompok, artinya kelompok 1

dengan intervensi teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup

balon lebih besar pengaruhnya terhadap penurunan gejala asma (p value =

<0,001) dibandingkan dengan kelompok 2 atau kelompok kontrol.

B. Saran
1. Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu

66
67

keperawatan komunitas dalam melakukan asuhan keperawatan pada

penderita Asma.

2. Institusi
Teknik Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon

merupakan penatalaksanaan non farmakologi untuk penderita Asma.

Intervensi Teknik Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup Balon

terbukti efektif dalam menurunkan gejala asma, diharapkan pemerintah

dinas kesehatan kota Samarinda dapat menjadikan latihan pernapasan ini

menjadi program di seluruh Puskesmas di kota Samarinda. Dan khususnya

diwilayah kerja Puskesmas Palaran diharapkan intervensi ini dapat

menjadi salah satu alternatif terapi yang dapat digunakan dalam

melakukan intervensi kepada penderita Asma.

3. Masyarakat

Kepada masyarakat, khususnya penderita Asma disarankan untuk

menggunakan Teknik Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi Tiup

Balon sebagai alternatif pencegahan dan pengobatan non farmakologis

untuk menurunkan gejala asma.

4. Penelitian Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat membandingkan teknik

Pursed Lips Breathing dengan beberapa penatalaksanaan asma lainnya

seperti senam asma, renang dan lainya.


LAMPIRAN

Lampiran 1

LEMBAR INFORMASI DAN KESEDIAAN

(Information and Consent Form)

Saya, Fitri Rahmawati, mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Kalimantan Timur. Saya ingin mengajak Anda untuk berpartisipasi

dalam penelitian saya yang berjudul “pengaruh teknik pursed lips breathing

dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma pada pasien asma di Wilayah

Kerja Puskesmas Palaran Samarinda”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik pursed

lips breathing dengan modifikasi tiup balon terhadap gejala asma pada pasien

asma.

Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sukarela tanpa paksaan. Anda

berhak untuk menolak keikutsertaan dan berhak pula untuk mengundurkan diri

dari penelitian ini, meskipun Anda sudah menyatakan kesediaan untuk

berpartisipasi. Tidak akan ada kerugian atau sanksi apapun (termasuk kehilangan

perawatan kesehatan maupun terapi yang seharusnya Anda terima) yang akan

Anda alami akibat penolakan atau pengunduran diri Anda. Jika Anda memutuskan

untuk tidak berpartisipasi atau mengundurkan diri dari penelitian ini, Anda dapat

melakukannya kapanpun.
Prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian

intevensi teknik pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon.

Partisipasi Anda dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk

menambah pengetahuan, wawasan, dan sebagai bahan perkembangan ilmu

pengetahuan di bidang kesehatan khususnya di bidang ilmu keperawatan dalam

melakukan asuhan keperawatan.

Kami menjamin kerahasiaan seluruh data dan tidak akan mengeluarkan

atau mempublikasikan informasi tentang data diri Anda tanpa izin langsung dari

Anda sebagai partisipan.

Jika Anda memiliki pertanyaan apapun terkait prosedur penelitian, atau

membutuhkan klarifikasi serta tambahan informasi tentang penelitian ini, Anda

dapat menghubungi saya; Fitri Rahmawati. No. Hp: 082199326446.

Jika Anda bersedia untuk berpartisipasi, maka Anda akan mendapatkan

satu salinan dari lembar informasi dan kesediaan ini. Tandatangan Anda pada

lembar ini menunjukkan kesediaan Anda untuk menjadi partisipan dalam

penelitian.

Samarinda, April 2018

Tandatangan Partisipan,

(........................................)
Lampiran 2

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN

A. Data Karakteristik Responden

Nama :

Tgl lahir/Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Tingkat Pendidikan :

Penyakit penyerta : Tidak ada / Ada

Sebutkan....................................................

B. Lembar Observasi Gejala Asma

Hari/tanggal pemeriksaan :

Gejala Tingkatan Tanda centang


(√)
Batuk Tidak pernah batuk (0)
Kadang-kadang batuk tapi tidak
mengganggu aktivitas (1)
Sering batuk dan mengganggu
aktivitas (2)
Sesak napas/ Tidak pernah sesak napas/susah
susah bernapas bernapas (0)
Sedikit mengalami sesak napas/susah
bernapas tapi tidak mengganggu
aktivitas (1)
Sangat sesak napas/susah bernapas
dan mengganggu aktivitas (2)
Bernapas dengan Tidak pernah bernapas dengan suara
suara wheeze wheeze (0)
(ngik....ngik....) Kadang-kadang bernapas dengan
suara wheeze tapi tidak mengganggu
aktivitas (1)
Sering bernapas dengan suara
wheeze dan mengganggu aktivitas
(2)
Rasa tertekan di Tidak ada rasa tertekan di dada (0)
dada Sedikit ada rasa tertekan di dada (1)
Dada sangat tertekan (2)
Gangguan tidur Tidak pernah menalami gangguan
karena batuk, tidur (0)
sesak Pernah 1 kali terbangun dari tidur
napas/susah dengan batuk atau sesak napas/susah
bernapas bernapas (1)
2-3 atau lebih terbangun dari tidur
dengan batuk atau sesak napas/susah
bernapas (2)
Lampiran 3

Standar Operasional Prosedur Pursed Lips Breathing dengan Modifikasi


Tiup Balon

Definisi Pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon


merupakan bernapas dalam dengan ekshalasi melalui
mulut yang dimonyongkan atau mencucu dan dikerutkan
sehingga balon yang tadinya mengempes menjadi
mengembang karena terisi udara
Tujuan 1. Memberitahu informasi kepada pasien yang mengalami
asma untuk melakukan pernapasan pursed lips
breathing
2. Membantu pasien asma mencegah terjadinya
perburukan penyakit
Manfaat 1. Meningkatkan volume ekspirasi maksimal
2. Menguatkan otot pernapasan
3. Memperbaiki transport oksigen
4. Menginduksi pola napas lambat dan dalam
Memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan
jalan napas selama ekspirasi
5. Mengurangi jumlah udara yang terjebak dalam paruu-
paru
6. Mencegah terjadinya kolaps paru
Persiapan Alat 1. 3 buah balon
2. Jam
3. Lembar observasi
Persiapan Pasien Memberitahu pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan
Pelaksanaan 1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
2. Rilekskan tubuh, tangan dan kaki (motivasi dan
anjurkan pasien rileks)
3. Siapkan balon/pegang balon dengan kedua tangan, atau
satu tangan memegang balon tangan yang lain rileks
disamping kepala
4. Tarik napas secara maksimal melalui hidung (3-4
detik)
5. Tiupkan ke dalam balon dengan mulut dimonyongkan
atau mencucur dan dikerutkan selama 5-7 detik (balon
mengembang)
6. Tutup balon dengan jari-jari
7. Tarik napas sekali lagi secara maksimal dan tiupkan
lagi kedalam balon (ulangi prosedur nomor 6)
8. Lakukan terus menerus sebanyak 30 kali dalam rentang
10-15 menit dan diselingi dengan istirahat (napas
biasa)
9. Hentikan latihan jika terjadi pusing atau nyeri dada
Evaluasi 1. Pasien mampu mengembangkan balon
2. Pasien merasakan otot-otot pernapasan rileks
3. Pasien rilek, tenang dan dapat mengatur pernapasan
4. Pertukaran gas dalam paru baik dengan penurunan
gejala asma
Sumber: (Brunner & Suddarth, 2013)
Lampiran 4

Surat Pemohonan Izin Penelitian Ke Dinas Kesehatan Kota Samarinda


Lampiran 5

Lembar disposisi pemohonan penelitian


Lampiran 7

Kartu Bimbingan
Lampiran 8

Jadwal Penelitian

No Nama Kegiatan Januari Februari Maret April Mei


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan proposal penelitian
2. Pengambilan data
3. Pengolahan data
4. Penyusunan hasil dan pembahasan
5. Seminar/ujian skripsi
Lampiran 9

Master Table

Jenis Tingkat
Kode Usia Pre Test Post Test Selisih
Kelamin Pendidikan
A.1 P 48 SMA 8 5 3
A.2 L 51 SMA 8 4 4
A.3 P 23 SMA 7 6 1
A.4 L 47 SMA 7 7 0
A.5 P 43 SMA 6 3 3
A.6 L 46 SMP 9 5 4
A.7 L 56 SMA 9 8 1
A.8 L 53 SMP 8 8 0
A.9 P 34 SMA 7 4 3
A.10 P 49 D3 8 6 2
A.11 P 54 SMA 7 5 2
A.12 L 45 SD 8 8 0
A.13 P 49 S1 7 5 2
A.14 P 33 SMA 6 3 3
A.15 P 40 S1 8 7 1
A.16 L 49 SD 5 5 0
A.17 P 28 S1 6 3 3
A.18 P 21 SMA 7 4 3
A.19 P 53 SD 8 8 0
A.20 P 54 SMA 6 6 0
A.21 P 53 SMA 6 4 2
A.22 L 35 SMA 7 3 4
A.23 P 25 S1 8 8 0
A.24 L 35 SMA 7 6 1
Output SPSS

1. ANALISIS UNIVARIAT
a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Tingkat
Pendidikan Kelompok 1 (Intervensi)

Statistics

JK Usia Tingkat_pendidi
kan

Valid 12 12 12
N
Missing 0 0 0

JK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Laki-laki 3 25,0 25,0 25,0

Valid Perempuan 9 75,0 75,0 100,0

Total 12 100,0 100,0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

17-25 th 1 8,3 8,3 8,3

26-35 th 4 33,3 33,3 41,7


Valid 36-45 th 1 8,3 8,3 50,0

46-55 th 6 50,0 50,0 100,0

Total 12 100,0 100,0

Tingkat_pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

SD 1 8,3 8,3 8,3

SMP 1 8,3 8,3 16,7

SMA 8 66,7 66,7 83,3


Valid
D3 1 8,3 8,3 91,7

S1 1 8,3 8,3 100,0

Total 12 100,0 100,0


b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Tingkat
Pendidikan Kelompok 2 (kontrol)

Statistics

JK Usia Tingkat_pendidi
kan

Valid 12 12 12
N
Missing 0 0 0

JK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Laki-laki 6 50,0 50,0 50,0

Valid Perempuan 6 50,0 50,0 100,0

Total 12 100,0 100,0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

17-25 th 2 16,7 16,7 16,7

26-35 th 1 8,3 8,3 25,0

36-45 th 2 16,7 16,7 41,7


Valid
46-55 th 6 50,0 50,0 91,7

56-65 th 1 8,3 8,3 100,0

Total 12 100,0 100,0

Tingkat_pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

SD 3 25,0 25,0 25,0

SMP 1 8,3 8,3 33,3

Valid SMA 6 50,0 50,0 83,3

S1 2 16,7 16,7 100,0

Total 12 100,0 100,0


Distribusi frekuensi Gejala Asma Kelompok 1 (intervensi) dan Kelompok
(kontrol)

Statistics

PreTest PostTest Kelompok

Valid 24 24 24
N
Missing 0 0 0
Mean 7,21 5,46 1,50
Median 7,00 5,00 1,50
Mode 7a 5a 1a
Std. Deviation 1,021 1,769 ,511
Minimum 5 3 1
Maximum 9 8 2

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

PreTest

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

5 1 4,2 4,2 4,2

6 5 20,8 20,8 25,0

7 8 33,3 33,3 58,3


Valid
8 8 33,3 33,3 91,7

9 2 8,3 8,3 100,0

Total 24 100,0 100,0

PostTest

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

3 4 16,7 16,7 16,7

4 4 16,7 16,7 33,3

5 5 20,8 20,8 54,2

Valid 6 4 16,7 16,7 70,8

7 2 8,3 8,3 79,2

8 5 20,8 20,8 100,0

Total 24 100,0 100,0


Kelompok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Intervensi 12 50,0 50,0 50,0

Valid Kontrol 12 50,0 50,0 100,0

Total 24 100,0 100,0

2. ANALISIS BIVARIAT
a. Uji normalitas kelompok 1 (intervensi) dan kelompok 2 (kontrol)

Case Processing Summary

Cases
Kelompok Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent

Intervensi 12 100,0% 0 0,0% 12 100,0%


PreTest
Kontrol 12 100,0% 0 0,0% 12 100,0%
Intervensi 12 100,0% 0 0,0% 12 100,0%
PostTest
Kontrol 12 100,0% 0 0,0% 12 100,0%
Intervensi 12 100,0% 0 0,0% 12 100,0%
selisih
Kontrol 12 100,0% 0 0,0% 12 100,0%

Descriptives

Kelompok Statistic Std. Error


Mean 7,08 ,288

95% Confidence Interval for Lower Bound 6,45


Mean Upper Bound 7,72

5% Trimmed Mean 7,04

Median 7,00

Variance ,992

PreTest Intervensi Std. Deviation ,996

Minimum 6

Maximum 9

Range 3

Interquartile Range 2

Skewness ,470 ,637

Kurtosis -,654 1,232


Mean 7,33 ,310

95% Confidence Interval for Lower Bound 6,65


Mean Upper Bound 8,02

5% Trimmed Mean 7,37

Median 7,50

Variance 1,152

Kontrol Std. Deviation 1,073

Minimum 5

Maximum 9

Range 4

Interquartile Range 1

Skewness -,804 ,637

Kurtosis ,905 1,232


Mean 4,08 ,288
95% Confidence Interval for Lower Bound 3,45
Mean Upper Bound 4,72
5% Trimmed Mean 4,04
Median 4,00
Variance ,992
Intervensi Std. Deviation ,996
Minimum 3
Maximum 6
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness ,470 ,637
PostTest Kurtosis -,654 1,232
Mean 6,83 ,345
95% Confidence Interval for Lower Bound 6,08
Mean Upper Bound 7,59
5% Trimmed Mean 6,87
Median 7,00
Variance 1,424
Kontrol
Std. Deviation 1,193
Minimum 5
Maximum 8
Range 3
Interquartile Range 2
Skewness -,392 ,637
Kurtosis -1,446 1,232
Mean 3,00 ,213

95% Confidence Interval for Lower Bound 2,53


Mean Upper Bound 3,47

5% Trimmed Mean 3,00

Median 3,00

Variance ,545

Intervensi Std. Deviation ,739

Minimum 2

Maximum 4

Range 2

Interquartile Range 2
Skewness ,000 ,637

Kurtosis -,856 1,232


Selisih
Mean ,50 ,195

95% Confidence Interval for Lower Bound ,07


Mean Upper Bound ,93

5% Trimmed Mean ,44

Median ,00

Variance ,455

Kontrol Std. Deviation ,674

Minimum 0

Maximum 2

Range 2

Interquartile Range 1

Skewness 1,068 ,637


Kurtosis ,352 1,232
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok
Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Intervensi ,200 12 ,200* ,877 12 ,080


PreTest
Kontrol ,233 12 ,072 ,897 12 ,146
Intervensi ,200 12 ,200* ,877 12 ,080
PostTest
Kontrol ,253 12 ,033 ,833 12 ,023
Intervensi ,250 12 ,037 ,828 12 ,020
Selisih
Kontrol ,354 12 ,000 ,732 12 ,002

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
b. Uji Paired Sampel T-Test pada kelompok 1 (intervensi)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

PreTest 7,08 12 ,996 ,288


Pair 1
PostTest 4,08 12 ,996 ,288

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 PreTest & PostTest 12 ,725 ,008

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the
Difference

Lower Upper

Pair 1 PreTest - PostTest 3,000 ,739 ,213 2,531 3,469 14,071 11 ,000
c. Uji Wilcoxon pada kelompok 2 (kontrol)

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Negative Ranks 5a 3,00 15,00

Positive Ranks 0b ,00 ,00


PostTest - PreTest
Ties 7c

Total 12

a. PostTest < PreTest


b. PostTest > PreTest
c. PostTest = PreTest

Test Statisticsa

PostTest -
PreTest

Z -2,121b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
d. Uji Independent T-Test

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Intervensi 12 7,08 ,996 ,288


PreTest
Kontrol 12 7,33 1,073 ,310

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of t-test for Equality of Means


Variances

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval
of the Difference

Lower Upper

Equal variances assumed ,051 ,823 -,591 22 ,560 -,250 ,423 -1,127 ,627
PreTest
Equal variances not assumed -,591 21,880 ,560 -,250 ,423 -1,127 ,627
e. Uji Mann-Whitney

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Intervensi 12 7,04 84,50

PostTest Kontrol 12 17,96 215,50

Total 24
Intervensi 12 18,38 220,50

selisih Kontrol 12 6,63 79,50

Total 24

Test Statisticsa

PostTest selisih

Mann-Whitney U 6,500 1,500


Wilcoxon W 84,500 79,500
Z -3,841 -4,176
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 ,000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,000b ,000b

a. Grouping Variable: Kelompok


b. Not corrected for ties.
Lampiran 10

Dokumentasi Kegiatan Penelitian


Lampiran 11
DAFTAR PUSTAKA

Aini, F. (2008). Pengaruh Breathing Retraining terhadap Peningkatan Fungsi


Ventilasi Paru Pada Asuhan Keperawatan Pasien PPOK.
Alfanji, F.S.I. Harry, M.A. (2011). Effects of Pursed Lip Breathing on Ventilation
and Activities of Daily Living in Patients with COPD.
Astuti, L. W. (2014). Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Pola Pernapasan
Pada Pasien Dengan Emfisema. Laily Widya Astuti, 1–10.
Atmoko, W., Hana, K. P., Evans, T. B., Masbimoro, W. A., & Faisal, Y. (2011).
Prevalens Asma Tidak Terkontrol dan Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Tingkat Kontrol Asma di Poliklinik Asma Rumah Sakit
Persahabatan. J Respir Indo, 31(2), 53–60.
Bedouch, P., Marra, C. A., FitzGerald, J. M., Lynd, L. D., & Sadatsafavi, M.
(2012). Trends in Asthma-Related Direct Medical Costs from 2002 to 2007
in British Columbia, Canada: A Population Based-Cohort Study. PLoS ONE,
7(12). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0050949
Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 20. Jakarta:
EGC.
Ciptarini, S. T. (2015). Pengaruh Senam Asma Indonesia Terhadap Frekuensi
Kekambuhan Asma Pada Penderita Asma di Balai Kesehatan Masyarakat
(BKPM) Semarang
Dewi, S, K. (2015). Pengaruh Pursed Lips Breathing (Plb) terhadap Nilai Forced
Exiratory Volume In One Second (FEV1) pada Penderita PPOK Di Rs Paru
Dr Ario Wirawan Salatiga.
Dharma, K. K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Trans Info Media.
Duyen, F. (2013). Peran Stres Pada Serangan Asma di RSUD. Dr. Moewardi
Surakarta
Firdaus, M. I. (2011). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pasien
Asma Dalam Melakukan Senam Asma Indonesia di Rs Persahabatan.
Fm, D., M, N. C., Greenstone, I., & Tj, L. (2010). Addition of long-acting beta2-
agonists to inhaled steroids versus higher dose inhaled steroids in adults and
children with persistent asthma ( Review ) Addition of long-acting beta2-
agonists to inhaled steroids versus higher dose inhaled steroids in adult. The
Cochrane. http://doi.org/10.1002/14651858.CD005533.pub2.
Guyton, A. C And J. E. Hal. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC
Global Initiative for Asthma (GINA). (2016). Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. Gina.
https://doi.org/10.1183/09031936.00138707
Higashi, A., Zhu, S., Stafford, R. S., & Alexander, G. C. (2011). National Trends
in Ambulatory Asthma Treatment , 1997 – 2009, 1465–1471.
https://doi.org/10.1007/s11606- 011-1796-4
Hungu, G. (2007). Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta : Grasindo
Imania, D. R. (2014). Breathing Exercise Sama Baiknya Dalam Meningkatkan
Kapasitas Vital (Kv) Dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (Vep1)
Pada Tenaga Sortasi Yangmengalami Gangguan Paru Di Pabrik Teh Pt.
Candi Loka Jamus Ngawi.
Infodatin Kemenkes RI. (2013). Pusat Data Dan Informasi Kementerian
Kesehatan Ri.
Jayanto, K. D. (2017). Perbedaan Fungsi Paru Sebelum Dan Setelah Dilakukan
Terapi Pursed Lips Breathing : Meniup Balon Pada Anak Usia Prasekolah
Dengan Asma Di Rsud Salatiga.
Kusumawati, E. (2010). Kefektifan Self Hypnosis Terhadap Perbaikan Tingkat
Kontrol Asma Di Rsud Dr Moewardi Surakarta. Tesis.
Mardhiah. (2009). Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala
Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara
Cabang Medan.
Natalia, D. (2007). Efektifitas pursed lips breathing dan tiup balon dalam
peningkatan arus puncak ekspirasi (ape) pasien asma bronchiale di rsud
banyumas, 3(1), 52–58.
National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI). (2007). Expert Panel Report 3
(EPR-3): Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma-
Summary Report 2007. J Allergy Clin Immunol, 120(5 Suppl), S94-138.
https://doi.org/10.1016/j.jaci.2007.09.043
Notoatmodjo, S. (2010). Metologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nugroho, S. (2015). Terapi Pernapasan Pada Penderita Asma. Jurnal
Keperawatan, 1–12.
Nurdiansyah. (2013). Pengaruh teknik pernapasan buteyko terhadap penurunan
gejala pasien asma kota tangerang selatan.
PDPI. (2006). Asma. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Asma Di
Indonesia, 105.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatran (4th ed.). Jakarta:
EGC.
Pradnyawati, K. Y. (2014). Skripsi pengaruh teknik pernapasan buteyko terhadap
skor kontrol asma di poliklinik paru rsud wangaya.
Ramadhian, E. A. (2012). Hubungan Stres Dengan Frekuensi Serangan Pada
Pasien Asma Di Rsud Dr. Moewardi.
Rengganis, I. (2008). Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah
Kedokteran Indonesia Vol. 58 No. 11.
Riyadi, T. (2016). Hubungan peran keluarga dengan tingkat kekambuhan pada
pasien asma di rsud kota surakarta.
Smeltzer & Bare. (2007). Buku Ajar Keperawatan Medikal Medah. Volume 1.
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sutini, T. (2011). Pengaruh Aktivitas Bermain Meniup Tiupan Lidah Terhadap
Status Oksigenasi Pada Anak Usia Prasekolah Dengan Pneumonia Di Rumah
Sakit Islam Jakarta.
Tunik. (2017). Pengaruh Breathing Relaxation Dengan Teknik Balloon Blowing
Terhadap Saturasi Oksigen Dan Perubahan Fisiologis Kecemasan Pasien
Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Di Rsud Dr. Soedomo
Trenggalek.
Widiyani, C. T. C. (2015). Pengaruh Pursed Lips Breathing Exercise Terhadap
Arus Puncak Ekspirasi (Ape) Pada Pasien Bronkitis Kronis Di Poli Spesialis
Paru B Rumah Sakit Paru Kabupaten Jember.

Anda mungkin juga menyukai