Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SPACE OCCUPYING LESION (SOL)


A. Definisi
Space Occupying Lession merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada
ruang Intrakranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan
lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial.
Space occupying lesion(SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam
otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan tempat yang kaku
dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intrakranial.
Tekanan Intrakranial adalah tekanan dalam ruang tengkorak. Dimana ruang tengkorak
terdiri atas (2-10%), cairan serebrospinal (9-11%) dan jaringan otak (s.d 88%).
Peningkatan tekanan Intrakranial adalah suatu peningkatan diatas normal dari tekanan
cairan serebrospinal di dalam ruang subaraknoid. Normalnya tekanan Intrakranial adalah 80-180
mm air atau 0-15 mmHg.

B. Epidemiologi
C. Etiologi
Penyebab peningkatan tekanan Intrakranial yaitu :
1. Space occupying lesion yang meningkatkan volume jaringan :
a. Kontusio serebri
Konstusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar,
dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak
sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan
gerakan; denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering
terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari. Pasien dapat diusahakan untuk bangun
tetapi segera masuk kembali ke dalam keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu
subnormal dan gambaran sama dengan syok.
Umumnya, invidu yang mengalami cedera luas mengalami fungsi motorik abnormal,
gerakan mata abnormal,dan peningkatan TIK mempunyai prognosis buruk.
Sebaliknya, pasien dapat mengalami pemulihan kesadaran komplet dan mungkin
melewati tahap rangsang serebral.
b. Hematoma
Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah cranial adalah akibat
paling serius dari cidera kepala. Hematoma disebut sebagai epidural, subdural atau
intraserebral, bergantung pada lokasinya. Efek utama adalah seringkali lambat
sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak
serta peningkatan TIK.
c. Infark
Sebuah infark serebral adalah iskemik jenis stroke karena gangguan di pembuluh
darah yang menyuplai darah ke otak. Sebuah infark otak terjadi bila pembuluh darah
yang memasok bagian dari otak tersumbat atau kebocoran terjadi di luar dinding
pembuluh. Ini kehilangan hasil suplai darah dalam kematian yang area dari jaringan.
d. Abses
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak. Ini
dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma Intrakranial atau pembedahan.;
melalui penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi
sinus paranasal, otitis media,, sepsis gigi); atau melalui penyebaran infeksi melalui
penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru-paru, endokarditis infektif); dan dapat
menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses
otak merupakan komplikasi yang dikaitkan dengan beberapa bentuk meningitis.
Abses otak adalah komplikasi yang meningkat pada pasien yang system imunnya
disupresi baik karena terapi atau penyakit. Untuk mencegah abses otak maka perlu
dilakukan pengobatan yang tepat pada otitis media, mastoiditis,sinusitis,infeksi gigi
dan infeksi sistemik.
e. Tumor Intrakranial
Tumor Intrakranial meliputi lesi desak ruang jinak maupun ganas yang tumbuh di
otak, meningen, dan tengkorak. Klien tumor Intrakranial datang dengan berbagai
gejala yang membingungkan oleh karena itu penegakkan diagnosis menjadi sukar.
Tumor Intrakranial dapat terjadi pada semua umur, tidak jarang menyerang anank-
anak dibawah usia 10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada orang dewasa pada usia
50-an dan 60-an. Klasifikasi tumor saraf pusat oleh World Health Organization
(WHO), yaitu :
1) Tumor neuroepitelial
1) Tumor glial
a. Astrositoma
- Astrositoma pilositik
- Astrositoma difus
- Astrositoma anaplastik
- Glioblastoma
- Xantoastrositoma pleomorfik
- Astrositoma subependimal sel raksasa
b. Tumor oligodendroglial
- Oligodendroglioma
- Oligodendroglioma anaplastik
c. Glioma campuran (mixed glioma)
- Oligoastrositoma
- Oligoastrositoma anaplastik
d. Tumor ependimal
- Ependimoma myxopapilari
- Subependimoma
- Ependimoma
- Ependimoma anaplastik
e. Tumor neuroepitelial lainnya
- Astroblastoma
- Glioma koroid dari ventrikel III
- Gliomatosis serebri
2) Tumor neuronal dan campuran neuronal-glial
a. Gangliositoma
b. Ganglioglioma
c. Astrositoma desmoplastik infantil
d. Tumor disembrioplastik neuroepitelial
e. Neurositoma sentral
f. Liponeurositoma serebelar
g. Paraganglioma
3) Tumor non-glial
a. Tumor embrional
- Ependimoblastoma
- Meduloblastoma
- Tumor primitif neuroektodermal supratentorial
b. Tumor pleksus khoroideus
- Papiloma pleksus khoroideus
- Karsinoma pleksus khoroideus
c. Tumor parenkim pineal
- Pineoblastoma
- Pineositoma
- Tumor parenkim pineal dengan diferensiasi intermediet
4) Tumor meningeal
a. Meningioma
b. Hemangoperisitoma
c. Lesi melanositik
5) Tumor germ cell
a. Germinoma
b. Karsinoma embrional
c. Tumor sinus endodermal (yolk sac)
d. Khoriokarsinoma
e. Teratoma
f. Tumor germ cell campuran
6) Tumor sella
a. Adenoma hipofisis
b. Karsinoma hipofisis
c. Kraniofaringioma
7) Tumor dengan histogenesis yang tidak jelas
Hemangioblastoma kapiler
8) Limfoma system saraf pusat primer
9) Tumor nervus perifer yang mempengaruhi SSP
10) Tumor metastasis
2. Masalah serebral :
 Peningkatan produksi cairan serebrospinal
 Bendungan system ventricular
 Menurun absorbsi cairan serebrospinal
3. Edema serebral :
 Penggunaan zat kontras yang merubah homestatis otak
 Hidrasi yang berlebihan dengan menggunakan larutan hipertonik
 Pengaruh trauma kepala
D. Patofisiologi
Peningkatan tekanan Intrakranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan oleh
beberapa kondisi neurologi. Ini sering terjadi secara tiba-tiba dan memerlukan intervensi
pembedahan.
Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan serebrospinal. Bila
terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan peningkatan tekanan Intrakranial, sebab
ruang cranial keras, tertutup, tidak bisa berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan pertukaran timbal
balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak dapat berkembang,
tanpa berpengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral.
Space occupying lesion (SOL) menggantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu
peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/minggu) atau secara
cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere dari otak akan
dipengaruhi, tetapi pada akhirnya kedua hemisphere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan Intrakranial dalam ruang cranial pada pertama kali dapat
dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila tekanan makin
lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan perfusi menjadi tidak
adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2 dan pH. Hal ini akan
menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut akan meningkatkan tekanan
Intrakranial yang lebih berat dan akan menyebabkan kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka untuk
meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi ke bawah. Sebagian
akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya
bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral posterior, saraf okulomotorik, traktus
kortikospinal dan serabut-serabut saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan
mengganggu mekanisme kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan
temperatur tubuh.

E. Manifestasi Klinik
1. Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial, meliputi :
a) Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang-kadang bersifat hebat sekali,
biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan
peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkung, dan mengejan.
b) Nausea atau muntah
Muntah yang memancar (projectile vomiting) biasanya menyertai peningkatan tekanan
intrakranial.
c) Papil edema
Titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optik atau diskus optik.
Karena tekanan intrakranial meningkat, tekanan ditransmisi ke mata melalui cairan
cerebrospinal sampai ke diskus optik. Karena meningens memberi refleks kepada seputar
bola mata, memungkinkan transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan
cerebrospinal.Karena diskus mata membengkak retina menjadi tertekan juga. Retina yang
rusak tidak dapat mendeteksi sinar.
2. False lokalizing signs dan tanda lateralisasi
False lokalizing signs ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor yang sebenarnya.
Sering disebabkan karena peningkatan tekanan intrakaranial, peregeseran dari struktur-struktur
intrakranial atau iskemi. Lesi pada salah satu kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran
dan kompresi dibagian otak yang jauh dari lesi primer. Suatu tumor intra cranial dpat
menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda
tersebut adalah:
a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau tertekan.
Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang sering terkena tidak
langsung adalah saraf III dan IV
b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor yang terdapat
di dalam salah satu hemisferium saja.
c. Gangguan mental
d. Gangguan endokrin dapat juga timbul SOL di daerah hipofise.
3. Gejala klinik lokal
Manifestasi lokal terjadi pada tumor yang meneyebabkan destruksi parenkim, infark atau
edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor kedaerah sekitar tumor (contohnya: peroksidase, ion
hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya dapat meyebabkan disfungsi fokal yang
reversibel.
a. Tumor Lobus Frontal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti paralisis
b. Tumor Lobus Temporalis
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal kontralateral,
perubahan kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks
c. Lobus Parietal
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori, kortikal hemianoksi homonym
d. Tumor Lobus Oksipital
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang kongruen.
e. Tumor pada Ventrikel Tiga
Tumor didalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel atau
aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus.
f. Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang, nistagmus,
ataksia dan kelemahan ekstremitas
g. Tumor Serebellar
Muntah Berulang dan sakit kepala dibagian oksiput merupakan gejala yang sering
ditemukan pada tumor serebellar.
h. Tumor Hipotalamus
Gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, gangguan cairan cerebrospinal.
i. Tumor Fosa Posterior
Gangguan berjalan nyeri kepala dan muntah disertai dengan nistagmus.
F. Diagnosis 7
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis kita dapat mengetahui
gejala-gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan
melalui pemeriksaan fisik neurologik ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit
lapangan pandang.
Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:
a. Denyut nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama pada
anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin terjadi untuk mensuplai
darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada mekanisme refleks vagal
yang terdapat dimedulla.
b. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada batang otak
pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya akan diikuti dengan penurunan
level dari kesadaran. Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada
batang otak.
c. Tekanan darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan
tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, sehingga
terjadi penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pola pernapasan. Apabila
kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun.
d. Suhu tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akan tetap stabil.
Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan muncul akibat
dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang menghubungkannya.
e. Reaksi pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang lebih
lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan penekanan pada
nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak.

Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai karakteristik
peninggian TIK. Demikian juga, dua pertiga pasien SOL memiliki semua gambaran tersebut.
Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk peninggian tekanan, kecuali edema
papil, banyak penyebab lain yang menyebabkan masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka
timbul bersama akan memperkuat dugaan adanya peninggian TIK.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Head CT-Scan
CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasien yang
diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang mudah, sederhana,
non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih singkat. Ketika kita
menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi tumor yang ada. CT-Scan
tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat menunjukkkan jenis tumor apa, karena
setiap tumor intrakranial menunjukkan gambar yang berbeda pad CT-Scan.
a. Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa
massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi
jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya
karena sifatnya hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada
waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat kontras. Kekurangan CT-
Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor yang kecil, massa yang
berdekatan dengan struktur tulang kranium, maupun massa di batang otak.
b. Pada subdural akut CT-Scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa
hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner
table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak didaerah parietal.
Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit didaerah bagian atas tentorium serebeli.
Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan gambaran tulang
tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT window width.
Pegeseran garis tengah (middle shift) akan tampak pada perdarahan subdural yang
sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada middle shift harus dicurigai adanya
massa kontralateral dan bila middle shift hebat harus dicurigai adanya edema serebral
yang mendasarinya.
c. Pada fase akut subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit
dinilai pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu pemeriksaan CT-Scan dengan
kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam waktu
48-72 jam setelah trauma. Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal
akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan
otak. Perdarahan subdural akut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga
membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma.
d. Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras menjadi
hipodens dan sangat mudal dilihat. Bila pada CT-Scan kepala telah ditemukan
perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi lain
yang berhubungan seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan perdarahan
subarakhnoid.
e. Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya biopsi.
Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun terapi.
2. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi tumor yang
berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang otak dan di fossa
posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi perdarahan, kistik, atau,
massa padat tumor intrakranial.
3. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk menemukan kelainan
dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi, walaupun terkadang pada abses
otak sedikit peningkatan leukosit
4. Foto Thorak
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain, terutama paru yang
merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer paru. Pada hematoma,
mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan
/edema), dan fragmen tulang.
5. USG Abdomen
Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada orang dewasa.
Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering daripada tumor
primer otak.
6. Biopsi
Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut, sehingga
dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium tumor dan menentukan
pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan pengangkatan seluruh tumor
ataupun dilakukan radioterapi.
7. Lumbal Pungsi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu. Dengan
mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel dari tumor otak
tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini kontraindikasi untuk
dilakukan
8. Analisa Gas Darah
Untuk mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
9. Angiography
Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk
beberapa jenis tumor. pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk mengetahui pembuluh
darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama apabila terlibat embuluh darah
besar. Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama untuk tumor yang tumbuh ke bagian
sangat dalam dari otak.
H. Penalataksanaan
1. Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada
pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses seperti
loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai,
ataupun terjadi impending herniation. Sedangkan pada subdural hematoma, operasi
dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle
shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan
ketebalan lebih dari 1 cm.
2. Radioterapi
Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low grade glioma.
Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari pembedahan parsial.
3. Kemoterapi
Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk oligodendroglioma dan
beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya digunakan sebagai terapi tambahan.
4. Antikolvusan
Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien dengan gejala
klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan intrakranial, yang salah
satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang.
Phenytoin adalah yang paling umum digunakan. Selain itu dapat juga digunakan
carbamazepine, phenobarbital dan asam valproat.
5. Antibiotik
Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik merupakan salah satu
terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena, sesuai kultur ataupun sesuai
data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini disesuaikan
dengan hasil pencitraan, apakah ukuran abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem,
fluorokuinolon, aztreonam memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi
harus memperhatikan dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal)
untuk mencegah toksisitas.
6. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu tekana intrakranial.
Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah kortikosteroid
yang dipilh karena aktivitas mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan
mulai dari dosis minimal, tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk
mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.
7. Head up 30-45˚
Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga akan membantu
mengurangi TIK.
8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia
PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena hiperkapnia dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan
cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global
iskemia pada otak.
9. Diuretika Osmosis
Manitol 20% diberikan cepat dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi
peningakatan TIK dan dapat mencegah edema serebri.
I. Komplikasi
1. Gangguan fungsi neurologis
2. Gangguan kognitif
3. Gangguan tidur dan mood
4. Disfungsi seksual

J. Prognosis
SOL intrakranial tergantung pada penyebabnya. Berdasarkan data di negara-negara maju,
dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan
radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60 % dan angka ketahanan hidup 10
tahun berkisar 30-40 %. Terapi SOL yang disebabkan oleh tumor intrakranial di Indonesia secara
umum prognosisnya masih buruk, berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada beberapa
rumah sakit di Jakarta.
BAB III
KESIMPULAN

1. Space occupying lesion (SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam
otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan tempat yang
kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan
Intrakranial.
2. Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala, Nausea atau muntah, Papil
edema.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ejaz M, Saeed A, Naseer A, Chaudrhy, Qureshi G.R, 2005. Intra-cranial Space


Occupying Lesions A Morphological Analysis. Department of Pathology, Postgraduate
Medical Institute, Lahore – Pakistan. Biomedica Vol. 21
2. Kaptigau, W. Matui ,Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New Guinea – the CT
era. Port Moresby General Hospital, Papua New Guinea and Chongqing Emergency
Medical Centre, Chongqing City, China. PNG Med J 2007 Mar-Jun;50(1-2):33-43
3. Wulandari, A., 2012. Space Occupaying Lesion (SOL). Available from:
http://www.scribd.com/doc/181664046/Sol [Last accessed 22th April 2014]
4. Kleihus P. Burger PC, Scheithauer. Histological typing of tumours of the Central nerbus
system. WHO Histological clasification of tumour. Second edition. Springer-Verlag,
Berlin Heidelber.1993. Hal 1-20.
5. Ningrum, F.Y., 2013. Space Occupaying Lesion ( SOL). Available from:
http://www.scribd.com/doc/123949291/referat-SOL [Last accessed 22th April 2014]
6. Widyalaksono, A., 2012. SOL Space Occupayimg Lesion. Available from:
http://www.scribd.com/doc/129372631/CR-SOL [Last accessed 22th April 2014]
7. Meagher, R.J., & Lutsep, H.L. 2013. Subdural Hematoma. Dipetik Desember 10, 2013,
dari http://emedicine.medscape.com/article/113720. [Last accessed 22th April 2014]
8. Japardi, I. 2004 Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting dalam Pengelolaan
Penderita Cedera Kepala. Jakarta Barat: Bhuana Ilmu Populer.
9. Lombardo MC. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam: Price SA, Wilson LM, eds.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
10. Wilkinson, Iain. 2005. Brain Tumour. Essential Neurology, 4th Edition. Page 50-52.

Anda mungkin juga menyukai