Anda di halaman 1dari 11

AASPEK SPIRITUAL DAN KULTURAL PADA PASIEN HIV/AIDS DAN LONG TERM

CARE

A. Aspek Spiritual Pada Pasien HIV/AIDS


1. Pengertian Spiritual
Spiritualitas sangat sulit untuk didefinisikan. Kata-kata yang digunakan untuk
menjabarkan spritualitas termasuk makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan
dan eksistensi. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang
mendasar, penting, dan mampu menggerakan serta memimpin cara berfikir dan
bertingkah laku seseorang. Definisi Individual tentang spiritualitas dipengaruhi oleh
kultur, perkembangan, pengalaman hidup, dan ide-ide mereka sendiri tentang hidup.
Fungsional spiritualitas yang merupakan komitmen tertinggi individu yang merupakan
prinsip yang komprehensif dari perintah atau nilai final yaitu argumen yang paling kuat
yang diberikan untuk pilihan yang dibuat dalam hidup kita.
Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, spiritualitas merupakan bagian dari
kecerdasan manusia selain kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Kedua
tokoh penggagas SQ (Spiritual Quotion) ini, menyebutkan SQ tidak ada hubungannya
dengan agama. Meskipun orang dapat mengekspresikan SQ melalui agama, tetapi
keberagamaan seseorang tidak menjamin tingginya SQ. SQ sendiri dimaknai sebagai
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu
kecerdasan menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan
kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dibanding dengan yang lain.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
dimensi spiritualitas adalah keharmonisan yang ada dalam diri seseorang berkaitan
dengan pemahaman tetang dirinya sendiri, hubungan dirinya dengan Tuhan dan
hubungan dirinya dengan sesama serta lingkungan.
2. Indikator Spiritualitas
Spiritualitas yang dimaknai secara beragam memberikan konsekuensi lahirnya
indikator atau aspek spiritualitas yang beragam pula, aspek spiritualitas meliputi :
a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan.
b. Menemukan arti dan tujuan hidup.
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri. d) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang
Maha Tinggi.

Secara lebih rinci Patricia Potter dkk, menjelaskan bahwa spiritualitas meliputi
tujuh aspek yaitu:
a. Keyakinan dan makna hidup
Keyakinan dan makna berhubungan dengan filosofi hidup seseorang, perspektif
spiritualitasnya dan apakah padangan spiritualitasnya merupakan sebagian bagian
dari kehidupannya secara keseluruhan. Suatu pemahaman tentang keyakinan dan
makna mencerminkan sumber spritual seseorang memudahkan dalam mengatasi
kejadian traumatis atau menyulitkan.
b. Autoritas dan pembimbing
Autoritas dan pembimbing adalah suara dari dalam atau autoritas dari luar yang
mengarahkan seseorang untuk memilih dan menjalani keyakinannya. Autoritas
dapat berupa Tuhan Yang Maha Kuasa, Pemuka agama, keluarga, teman, diri
sendiri, atau kombinasi dari sumber-sumber tersebut.
c. Pengalaman dan emosi
Pengalaman dan emosi mencangkup tinjauan tentang pengalaman keagamaan
seseorang. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah mengetahui dampak penyakit
terhadap pengalaman dan emosi religius, dan berkaitan dengan ada tidaknya sesuatu
yang mengancam spiritualitas akibat penyakit yang diderita.
d. Persahabatan dan komunitas
Persahabatan adalah hubungan yang dimiliki seorang individu dengan orang lain
termasuk keluarga, sahabat, rekan kerja, tetangga, komunitas masyarakat,
komunitas gereja dan tetangga. Kepedulian dan perhatian dari sahabat dan
komunitas ini merupakan sumber harapan bagi klien.
e. Ritual dan ibadat
Kebiasaan ritual dan ibadat keagamaan memberikan klien struktur dan dukungan
selama masa sulit. Kebiasaan ritual dan ibadat agama tetap dijalankan secara teratur
atau ada perubahan akibat penyakit yang diderita.
f. Dorongan dan pertumbuhan
Dorongan dan pertumbuhan berkaitan dengan sumber yang memberikan nuansa
dorongan (harapan) pada masa lalu klien. Pengkajian mencangkup tinjauan apakah
klien membiarkan keyakinan lama terpendam dengan harapan bahwa keyakinan
baru akan muncul. Hal ini sangat penting karena kehilangan harapan dapat
menyebabkan keputusasaan.
g. Panggilan dan konsekuensi
Panggilan dan konsekuensi menunjukkan bagaimana individu mengekspresikan
spiritualitas mereka dalam rutinitas sehari-hari. Hal ini berbeda dengan
mempraktikkan ritual. Pengekspresikan spritualitas antara lain dengan
memperlihatkan penghargaan terhadap kehidupan dalam berbagai hal yang mereka
lakukan, hidup pada saat ini dan tidak merisaukan masa mendatang, menghargai
alam dan mengekspresikan cinta yang ditunjukkan kepada orang.

Dengan bahasa yang lebih sederhana, karakteristik spiritualitas antara lain:


a. Hubungan dengan diri sendiri
1) Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya).
2) Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan,
harmoni atau keselarasan diri).
b. Hubungan dengan alam.
1) Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa dan iklim.
2) Berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki), mengabadikan dan
melindungi alam.
c. Hubungan dengan orang lain
1) Harmonis : Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik;
mengasuh anak, orang tua dan orang sakit; dan menyakini kehidupan dan
kematian.
2) Tidak harmonis : Konflik dengan orang lain dan Resolusi yang menimbulkan
ketidakharmonisan dan friksi.
d. Hubungan dengan Ketuhanan
Agamis atau tidak agamis seperti: sembahyang/berdo’a/meditasi, perlengkapan
keagamaaan, bersatu dengan alam.

3. Dimensi Spiritual dalam Praktek Konseling


Spiritualitas dalam ranah konseling menjadi kajian yang penting seiring adanya
kesadaran bahwa terapi selama ini kurang memberikan perhatian yang sempurna pada
manusia sebagai mahluk yang multidimensional. Kesadaran akan perlunya pendekatan
holistik dalam konseling menuntut manusia dipandang sebagai mahluk yang utuh yaitu
mahluk biologis, mahluk psikologis, mahluk sosiologis, mahluk berbudaya dan mahluk
spiritual atau religius. Hal ini berimplikasi pada landasan yang menjadi dasar pelayanan
konseling yang meliputi landasan historis, filosofis, social budaya, psikologis, dan
religius.
Seseorang yang membutuhkan konseling atau klien pada dasarnya adalah individu
yang mengalami kekurangan “psichological strenght” atau “daya psikologis” yaitu suatu
kekuatan yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan dalam keseluruhan
hidupnya termasuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya. Daya psikologis
mempunyai tiga dimensi yaitu need fulfilment (pemenuhan kebutuhan), intrapersonal
competencies (kompetensi interpersonal), dan interpersonal competencies (kompetensi
intrapersonal).
Tugas konselor adalah tiga dimensi daya psikis ini, sehingga diharapkan klien
dapat meningkatkan psichological strenght. Namun seiring dengan kesadaran bahwa
manusia adalah mahluk spiritual atau religius, tentunya pelayanan konseling tidak hanya
memenuhi kebutuhan psichological strength klien semata, namun mampu memenuhi
kebutuhan spiritual/religius. Perhatian terhadap dimensi spiritual ini semakin
dikembangkan dengan adanya konsep “wellness” dalam konseling. Kondisi “wellness”
klien merupakan tujuan dari keseluruhan proses konseling.
Aspek spiritual yang perlu diberikan kepada pasien adalah:
a. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan. Harapan
merupakan unsur yang penting dalam kehidupan seseorang. Seseorang yang tidak
memiliki harapan akan menjadi putus asa bahkan muncul keinginan untuk bunuh
diri. Harapan harus ditumbuhkan pada pasien agar ia memiliki ketenangan dan
keyakinan untuk terus berobat.
b. Pandai mengambil hikmah. Peran konselor dalam hal ini adalah mengingatkan dan
mengajarkan kepada pasien untuk selalu berpikir positif terhadap cobaan yang
dialaminya. Di balik semua cobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud dari
Sang Pencipta. Pasien harus difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri kepda Tuhan
dengan jalan melakukan ibadah secara terus menerus, agar pasien memperoleh
ketenangan selama sakit.
c. Ketabahan hati. Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan
hati dalam menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai kepribadian yang kuat
akan tabah dalam menghadapi setiap cobaan. Individu tersebut biasanya
mempunyai keteguhan hati dalam menentukan kehidupannya. Ketabahan hati
sangat dianjurkan kepada pasien HIV. Konselor dapat menguatkan diri pasien
dengan memberikan contoh nyata atau mengutip kitab suci bahwa Tuhan tidak
memberikan cobaan kepada umatNya, melebihi kemampuannya (Al Baqarah, 2 :
286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua cobaan yang diberikan pasti
mengandung hikmah yang sangat penting dalam kehidupannya. Dimensi spiritual
atau religiusitas dalam aktivitas konseling menjadi cukup signifikan, karena
konseling merupakan aktivitas yang fokus pada upaya membantu (building
relationship) individu atau klien dengan segala potensi dan keunikannya untuk
mencapai perkembangan yang optimal. Sementara dimensi spiritual/religius
berfungsi sebagai radar yang mengarahkan pada suatu titik tentang realitas, bahwa
terdapat aspek-aspek kompleks pada diriindividu yang tak terjangkau untuk
ditelusuri dan dijamah, serta menyadarkan bahwa apek hidayah hanya datang dari
Sang Penggenggam kehidupan itu sendiri.
B. Aspek Kultural Pada Pasien HIV/AIDS
Perubahan sosial dialami setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan
dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial dapat
meliputi semua segi kehidupan masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berpikir dan
interaksi sesama warga menjadi semakin rasional; perubahan dalam sikap dan orientasi
kehidupan ekonomi menjadi makin komersial; perubahan tata cara kerja sehari-hari yang
makin ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang makin tajam;
Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang makin demokratis;
perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan yang makin modern dan efisien, dan lain-
lainnya.
Perubahan sosial dalam suatu masyarakat diawali oleh tahapan perubahan nilai, norma,
dan tradisi kehidupan sehari-hari masyarakat yang bersangkutan, yang juga dapat disebut
dengan perubahan nilai sosial. Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan
oleh tindakan diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS, serta
pengabaian nilai-nilai dari kebudayaan itu sendiri. Perilaku seksual yang salah satunya dapat
menjadi faktor utama tingginya penyebaran HIV/AIDS dari bidang budaya. Ditemukan
beberapa budaya tradisional yang ternyata meluruskan jalan bagi perilaku seksual yang salah
ini. Meskipun kini tidak lagi nampak, budaya tersebut pernah berpengaruh kuat dalam
kehidupan masyarakat.
Seperti budaya di salah satu daerah di provinsi Jawa Barat, kebanyakan orangtua
menganggap bila memiliki anak perempuan, dia adalah aset keluarga. Menurut mereka, jika
anak perempuan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) di luar negeri akan meningkatkan
penghasilan keluarga. Dan bagi keluarga yang anak wanitanya menjadi PSK, sebagian
warga wilayah Pantura tersebut bisa menjadi orang kaya di kampungnya. Hal tersebut
merupakan permasalahan HIV/AIDS dalam aspek budaya, dan budaya adat seperti ini
seharusnya dihapuskan.
Indonesia memiliki semua faktor yang akan membuat HIV mudah menyebar,
diantaranya:
1. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan penduduk yang besar dengan status
pendidikan relatif rendah.
2. Perekonomiannya tumbuh dan selalu diikuti oleh urbanisasi kaum mudanya ke
perkotaan sehingga terpisah dari orang tua dan masyarakat asalnya.
3. Masyarakat banyak yang tergiring oleh arus konsumerisme sebagai akibat iklan di
media yang sangat gencar.
Dalam konteks ilmu-ilmu sosial/ budaya sebenarnya satu-satunya cara untuk
mengurangi atau menganggulangi prevalensi HIV/AIDS adalah dengan mengubah perilaku
individu atau kelompok sasaran. Sebab kebanyakan program-program preventif itu
memfokuskan pada pengetahuan, sikap dan perilaku beresiko. Disamping itu cara lain
adalah dengan mengubah persepsi-persepsi masyarakat yang kurang tepat terhadap cara
penularan, kekebalan, perilau penderita dan lain-lain.
Persepsi-persepsi masyarakat yang tidak benar mengenai penyakit AIDS sering kali
menimbulkan tindakan penyembuhan yang tidak benar. Hal ini sering kali tercermin dari
adanya orang-orang awam yang menganjurkan olahraga, berdoa, dan lain-lain sebagai
metode dalam penyembuhan AIDS.
Pada konteks sosial, strategi utama dalam upaya pencegahan dan mengurangi
kemungkinan transmisi seksual dari HIV di kalangan remaja adalah dengan memberikan
kesamaan wewenang (power equality) dan akses informasi yang lebih baik (better acces to
information). Secara garis besar upaya tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut
1. Tidak melakukan kegiatan seks sebelum menikah terutama bagi remaja.
2. Setia pada pasangan yang dinikahinya, yakni bagi suami/istri untuk tidak berganti ganti
pasangan.
3. Menggunakan kondom apabila melakukan hubungan seksual
4. Mencegah penularan melalui kontak darah dan produk darah
5. Menyertakan semua sumber daya, baik nasional maupun internasional untuk kegiatan-
kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular seksual termasuk
HIV/AIDS
Adapun cara penanggulangan HIV/AIDS dalam konteks sosial-budaya adalah dengan :
1. Mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat, bersih dan teratur sesuai dengan
norma-norma dan budaya yang ada.
2. Mengubah persepsi dan kepercayaa yang salah tentang penyakit AIDS
3. Memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang bahaya AIDS dengan program
penyuluhan yang intensif dan berkesinambungan dengan menyertakan peran aktif
masyarakat
4. Memberikan dukungan sosial yang efektif dan efisien terhadap penderita, sehingga
penderita bisa hidup wajar dan tidak terisolasi serta tidak berbuat yang merugikan
orang lain, keluarganya, masyarakatnya dan dirinya sendiri.

C. Long Term Care Pada Pasien HIV/AIDS


Perawatan terbagi menjadi tempat perawatan berbasis keluarga, masyarakat, puskesmas,
dan rumah sakit
1. Keluarga: Anggota keluarga perlu peduli dan bekerja sama dengan relawan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan gizi, tata cara perawatan di rumah, dan
pemulasaran jenazah
2. Masyarakat: Dukungan social dari tetangga dan komunitas social
3. Puskesmas: Mendapatkan pelayanan kesehatan dasar dan pengobatan sederhana
4. Rumah sakit: Mendapatkan pelayanan rawat inap untuk perawatan infeksi
oportunistik (infeksi penyerta), pelayanan preventingnmother to child transmission
(PMTCT), dan pengobatan
Program ini dimulai sejak seseorang didiagnosis HIV dan setuju untuk didampingi oleh
relawan atau petugas lapangan (manager kasus) yang baisanya berasal dari lembaga
swadaya masyarakat (LSM). Kegiatan ini meliputi:
1. Dukungan psikologis, spiritual, hokum dan HAM, serta dukungan sosio-ekonomi
a. Psikologis: Upaya manager kasus untuk mendampingi dan memberi dukungan
moral untuk meningkatkan rasa percaya diri klien serta pendampingan untuk
mendapatkan akses perawatan dan pengobatan di rumah sakit
b. Spiritual: Manager kasus bekerja sama dengan tokoh agama untuk memberi
nasihat dan dukungan melalui forum regular
c. Hokum dan HAM: Upaya untuk mengurangi diskriminasi dan stigma negative
dari keluarga dan masyarakat sekitar, menjaga kerahasiaan status klien dari
keluarga dan masyarakat selama klien belum sanggup untuk membuka diri, serta
mendampingi klien untuk pembelaan terhadap kasus hokum dan pelanggaran
HAM
d. Sosio-ekonomi: Upaya untuk mendapatkan dukungan dari swasta dan pemerintah
mengenai bantuan usaha ekonomi untuk peningkatan pendapatan klien, kegiatan
yang berhubungan dengan peningkatan pemberdayaan klien, dukungan finansial
dari sumber yang memungkinkan terutama untuk biaya pengobatan dan usaha
ekonomi, usaha pencarian solusi untuk anak ODHA yang yatim piatu

Dukungan pada penderita AIDS:

1. Mula-mula penderita membutuhkan kepercayaan, kasih saying dan dukungan


2. Mereka sangat membutuhkan informasi tentang masalah yang akan mereka hadapi
dan cara untuk mengatasinya
3. Memegang penderita AIDS adalah penentraman hati yang penting dan tidak
membahayakan
4. Komunikasi yang teratur, terutama secara personal (menjenguk atau menelpon),
adalah penting. Buatlah janji dahulu sebelum menjenguk karena AIDS menyebabkan
kelelahan dan penjenguk tidak selalu diharapkan
5. Komunikasi yang terbuka dan jujur adalah penting. Berbicara terbuka dan jujur akan
membantu penderita AIDS terbuka dengan anda. Bicarakan tentang penyakitnya bila
hal ini yang diinginkan. Banyak orang menyesali penyakitnya dan merasa lebih baik
bila ada seseorang yang dapat berbagi rasa
6. Pergilah ke luar bersama dan mengunjungi orang lain
7. Tawarkan bantuan pada suatu hal yang mungkin menyulitkan penderita
8. Bila anda berada di tempat lain, pertahankan hubungan dengan menulis surat atau
menelpon

Merawat penderita AIDS:

1. Perawatan di rumah sakit: Penderita AIDS yang sakit berat paling baik dirawat oleh
perawat yang telah berpengalaman. Pengobatan di rumah sakit ditunjukkan pada
penyakit yang timbul akibat AIDS. Belum pernah ditemukan penderita AIDS dapat
sembuh. Merawat penderita AIDS adalah aman. Kadang-kadang penjenguk terlalu
melelahkan penderita, tetapi dilain waktu, penjenguk memberi dukungan dan
penenteraman hati.tanyakan pada perawat kapan waktu terbaik untuk menjenguk
2. Perawatan di rumah: orang yang merawat penderita AIDS perlu hati-hati dan suportif.
Orang yang merawat penderita AIDS membutuhkan tindakan sederhana untuk
memotong resiko infeksi. Merawat penderita AIDS bukan aktivitas beresiko tinggi,
hidup normal serumah tidak beresiko

Pencegahan di rumah:
1. Gunakan selalu sarung tangan untuk tugas-tugas di rumah bila diperlukan. Cuci
tangan setelah setiap tugas, walaupun sudah menggunakan sarung tangan
2. Cucilah sarung tangan dalam air dan detergen yang cukup panas
3. Gunakan kain pembersih lantai untuk dapur dan kamar mandi yang berbeda
4. Gunakan selalu plester atau pembalut kedap air pada luka atau luka sayat
5. Sikat gigi dan alat cukur jangan digunakan bergantian
6. Harus digunakan sarung tangan bila membersihkan tumpahan darah, muntahan dan
sebagainya, dan buang dalam kloset
7. Lantai atau permukaan yang tertumpah cairan seperti darah, muntahan dan
sebagainya sebaiknya diseka dengan larutan pengelantang; 1 bagian pengelantang dan
9 bagian air
8. Pakaian yang kotor dan berdarah harus dicuci dengan air panas

Untuk mencegah penularan jasad renik pada penderita AIDS:

1. Bila masak, pastikan makanan telah dimasak dengan baik


2. Cuci tangan setelah memegang binatang kesayangan dan tempat sampah
3. Batasi kontak dengan penderita AIDS bila anda menderita flu berat, gangguan
lambung atau penyakit lain

Hubungan seks dan penderita AIDS

1. Penderita AIDS harus menghindari hubungan seks yang tidak aman


2. Jangan melakukan hubungan seks tanpa pelindung, gunakan selalu kondom
3. Beritahukan pasangan anda bahwa anda menginginkan hubungan seks yang aman
4. Anda dapat melakukan onani, pelukan dan pijatan
5. Gunakan kondom ekstra kuat bila melakukan hubungan seks lewat dubur
6. Gunakan selalu kondom seks melalui vagina
7. Jangan memakai alat kelamin buatan secara bergantian
8. Gunakan selalu pelindung yang aman, misalnya kondom untuk hubungan seks lewat
mulut

Anda mungkin juga menyukai