Anda di halaman 1dari 19

Mata Kuliah : Sistem Perkemihan

Dosen : Nurseha Djafar, S.Pd, M.Kes


Semester / Kelas : VI/C

HEMODIALISA

KELOMPOK VII
SAFRIANI DATUELA
DEISI DURAND
VIVI AKONTALO
FRANSEN M. KEINAMA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH MANADO
2017
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah S.W.T kami dapat
menyelelesaikan makalah tentang “Hemodialisa” ini dengan baik walaupun banyak hambatan.

Kami mengucapkan terimakasih banyak kepada para pembimbing dan semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini atas semua bantuan, bimbingan, dan kemudahan
yang telah diberikan kepada kami dalam menyelesaikan makalah.

Meskipun kami telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini yang selanjutnya akan kami terima dengan tangan terbuka.

Manado, Maret 2017

Kelompok 7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Price dan Wilson (1995) Hemodialisa adalah suatu proses dimana solute dan air
mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang
digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari
plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati
membran semipermeabel (alat dialisis) ke dalam dialisat (Tisher & Wilcox, 1997). Alat dialisis
juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini
dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air
plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran semipermeabel.

Hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut
dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin
dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang
digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat
suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF,
2006). Pasien hemodialisa sangatlah tergantung dengan mesin semasa sisa umurnya. Dalam
pelaksanaan hemodialisa sangatlah banyak komplikasi dan kemungkinan yang terjadi, sehingga
diperlukan asuhan keperawatan untuk membantu pasien menjalani hemodialisa dengan
komplikasi yang minimal.

Hemodialisis (hd) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk memisahkan darah
dari zat-zat sisa / racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran
semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang
kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang
berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan. Hemodialisis adalah prosedur
penyelamatan jiwa yang mahal dan akhir-akhir ini dilakukan pada lebih dari 100.000 orang di
amerika. Hemodialisis memungkinkan sebagian penderita hidup mendekati keadaan yang normal
meskipun menderita gagal ginjal yang tanpa terapi hemodialisis dapat menyebabkan kematian.
Sebagian pasien lainnya memiliki prognosis yang tidak begitu optimistik. Sebagai contoh pasien
dengan kegagalan sistem organ yang multipel hanya memperpanjang proses kematiannya jika di
lakukan hemodialisis. Dialisis merupakan prosedur medik yang mahal dalam abad ini di mana
biaya perawatan kesehatan yang semakin teliti terus meningkat.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :

1. Apa itu hemodialisis ?


2. Bagaimana prinsip-prinsip hemodialisis ?
3. Bagaimana penatalaksanaan pasien hemodialsis ?
4. Apa saja komplikasi hemodialisis ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien hemodialisis ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu hemodialysis


2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip hemodialysis
3. Untuk mengetahui penatalaksdanaan pasien hemodialysis
4. Untuk mengetahui komplikasi hemodialysis
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien hemodialysis
D. Manfaat

1. Memberikan informasi kepada masyarakat untuk mengetahui apa itu hemodialysis


2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang hemodialysis
3. Memberikan sedikit gambaran dari penatalaksdanaan pasien hemodialysis
4. Memberikan sedikit gambaran dari beberapa fakta – fakta tentang kompilikasi
hemodialysis
5. Memberikan gambaran asuhan keperawatan pada pasien hemodialysis
6. Sebagai bahan masukan pada pembaca
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air,
natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi
permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses
difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012).

Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau filtrasi.
Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang
dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat
dilakukan pada saat toksin atau zat beracun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan
permanen atau menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari, 2011).

Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang
terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis.
Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis
dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury)
yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler
(Daurgirdas et al., 2007).

Hemodialisa adalah lintasan darah melalui selang diluar tubuh ke ginjal buatan, dimana
dilakukan pembuangan kelebihan zat terlarut dan cairan. Frekuensi hemodialisa bervariasi dari 2
– 3 x/minggu. Darah yang mengandung produk sisa seperti urea dan kreatinin mengalir kedalam
ginjal buatan (dialiser), tempat akan bertemu dengan dialisat yang tidak mengandung urea dan
kreatinin. Aliran berulang darah melalui dialiser pada rentang kecepatan 200 – 400 ml/jam, lebih
dari 2 – 4 jam, diharapkan dapat mengurangi kadar produk sisa ini menjadi keadaan yang lebih
normal.

B. Etiologi

Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat dari :

a) Azotemia
Adalah kelainan biokimia yaitu peningkatan kadar kreatinin dan nitrogen urea darah dan
berkaitan dengan penurunan laju filtrasi glomerular. Azotemia dapat disebabkan oleh
banyak penyakit. Berdasarkan lokasi penyebab, azotemia dapat dibagi menjadi azotemia
prarenal dan azotemia pascarenal.Apabila Azotemia berkaitan dengan gejala dan tanda
klinis maka disebut uremia. Peningkatan tajam kadar urea dan kreatinis plasma biasanya
merupakan tanda timbulnya gagal ginjal terminal dan disertai gejala uremik. Nilai normal
nitrogen urea darah adalah 8-20 mg/dL, dan nilai normal kadar kretinin serum adalah 0.7-
1.4 mg/dL.

b) Simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat, kelebihan


cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal,
dan sindrom hepatorenal.

C. Patofisiologi

Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama untuk
menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi karena sebab primer
ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya
gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring / membersihkan darah. Penyebab
gagal ginjal dapat dibedakan menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis
merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak
semua gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan
gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal
seperti hiperkalemia.
D. Tujuan Hemodialisa

Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :

a) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa


metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
b) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

E. Indikasi Hemodialisa

Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.


Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan, Indikasi hemodialisis segera antara
lain (Daurgirdas et al., 2007):

1. Kegawatan ginjal
a) Klinis : keadaan uremik berat, overhidrasi
b) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )
e) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f) Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g) Ensefalopati uremikum
h) Neuropati/miopati uremikum
i) Perikarditis uremikum
j) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
k) Hipertermia
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
3. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup
penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika
GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di
bawah ini (Daurgirdas et al., 2007) :
a) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b) Gejala uremia meliputi ; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e) Komplikasi metabolik yang refrakter.

F. Kontra Indikasi Hemodialisa


- Gangguan pembekuan darah
- Anemia berat
- Trombosis/emboli pembuluh darah yang berat
- Suhu tubuh yang tinggi

G. Prinsip Hemodialisa

Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi.

a) Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam
darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
b) Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan
osmolalitas dan dialisat.
c) Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan hidrostatik
didalam darah dan dialisat.

Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air
yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat memerlukan
pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya:
emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram, muntah)
perembesan darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula (Mutaqin & Sari,
2011)
H. Komponen Hemodialisa

1. Dialyzer / Ginjal Buatan

Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila fungsi
kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit,
mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal Ginjal. Sedangkan
fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan. Dengan demikian ginjal
buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal. Macam-macam
ginjal buatan :

- Dialisis lempeng paralel, terdiri dari dua lapisan churophane yang dijepit oleh dua
penyokong yang kaku untuk membentuk suatu amplop yang disusun secara paralel.
Dimana darah mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan dialisis dapat
mengalir dalam arah yang sama, atau dengan alat yang berlawanan.

- Hollow Fibre Dialyzer (dialisis serabut berongga), terdiri dari ribuan serabut mempunyai
dinding setebal 30 µm, dan diameter sebesar 200 µm, dan panjangnya 20 cm.. darah
mengalir dari bagian tengah tabung tabung kecil, dan cairan dialisis membasahi bagian
luarnya. Aliran cairan dialisis berlawanan dengan aliran darah.

2. Dialisat

Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan
osmotik yang sama dengan darah. Fungsi Dialisat pada dialisit :

- Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolism


- Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa

Tabel perbandingan darah dan dialisat :

Komponen elektrolit Darah Dialisat


Natrium/sodium 136mEq/L 134mEq/L
Kalium/potassium 4,6mEq/L 2,6mEq/L
Kalsium 4,5mEq/L 2,5mEq/L
Chloride 106mEq/L 106mEq/L
Magnesium 1,6mEq/L 1,5mEq/L
Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat :

 Batch Recirculating
Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan perbandingan 1 : 34 hingga
120 L dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan dengan
kecepatan 500 – 600 cc/menit.

 Batch Recirculating/single pas


Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang.

 Proportioning Single pas


Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampur secara konstan oleh porpropotioning
dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah
dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung dan langsung dibuang,
sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit.

3. Akses Vaskular Hemodialisis

Untuk melakukan hemodialisa intermiten jangka panjang maka perlu ada jalan masuk ke
dalam sistem vascular penderita. Darah harus keluar dan masuk tubuh penderita dengan
kecepatan 200-400 ml/menit. Teknik akses vascular diklasifikasikan sebagai berikut :

 Akses Vaskuler Eksternal (sementara)

a) Pirau arteriovenosa (AV) atau system kanula diciptakan dengan menempatkan ujung
kanula dari Teflon dalam arteri dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung kanula
dihubungkan dengan selang karet silicon dan suatu sambungan teflon yang melengkapi
pirau. Pada waktu dilakukan dialisis, maka selang pirau eksternal dipisahkan dan dibuat
hubungan dengan alat dialisis. Darah kemudian mengalir dari ujung arteri, melalui alat
dialisis dan kembali ke vena. Kesulitan utama pirau eksternal adalah masa pemakaian
yang panjang (9 bulan). Pirau eksternal dapat digunakan bila terapi dialitik diperlukan
dalam jangka waktu pendek seperti pada dialisis karena keracunan, keebihan dosis obat,
gagal ginjal akut, dan fase permulaan pada pengobatan gagal ginjal kronik.

b) Katetervena femoralis sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut bila diperlukan akses
vascular sementara, atau bila teknik akses vaskuler lain tidak dapat berfungsi. Terdapat
dua tipe kateter dialysis femoralis. Kateter shaldon adalah kateter berlumen tunggal yang
memerlukan akses kedua. Tipe kateter femoralis yang lebih baru memiliki lumen ganda,
satu lumen untuk mengeluarkan darah menuju alat dialysis dan satu lagi untuk
mengembalikan darah ketubuh penderita. Komplikasi pada kateter vena femoralis adalah
laserasi arteria femoralis, perdarahan, thrombosis, emboli, hematoma, dan infeksi.
c) Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai sebagai alat akses vascular karena
pemasangan yang mudah dan komplikasinya lebih sedikit dibanding kateter vena
femoralis. Kateter vena subklavia mempunyai lumen ganda untuk aliran masuk dan
keluar. Kateter vena subklavia dapat digunakan sampai empat minggu sedangkan kateter
vena femoralis dibuang setelah satu sampai dua hari setelah pemasangan. Komplikasi
yang disebabkan oleh katerisasi vena subklavia serupa dengan katerisasi vena femoralis
yang termasuk pneumotoraks robeknya arteria subklavia, perdarahan, thrombosis,
embolus, hematoma, dan infeksi.

 Akses Vaskular Internal (permanen)

a) Fistula, yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang (biasanya dilakukan
pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau menyambungkan
(anastomosis) pembuluh aretri dengan vena secara side to-side (dihubungkan antar-
sisi) atau end-to-side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Segmen-
arteri fistula diganakan untuk aliran darah arteri dan segmen vena digunakan untuk
memasukan kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis. Umur fistula AV
adalah empat tahun dan komplikasinya lebihsedikit dengan pirau AV. Masalah yang
paling utama adalah nyeri pada pungsi vena terbentuknya aneurisma, trombosis,
kesulitan hemostatis pascadialisis, dan iskemia pada tangan.

b) Tandur, dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah
tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari
sapi, material Gore-Tex (heterograft) atau tandur vena safena dari pasien sendiri.
Biasanya tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk
dijadikan fistula.Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha
bagian atas. Pasien dengan sistem vaskuler yang terganggu, seperti pasien diabetes,
biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani hemodialisis. Karena
tandur tersebut merupakan pembuluh darah artifisial risiko infeksi akan
meningkat. Komplikasi tandur AV sama dengan fistula AV trombosis, infeksi,
aneurisma dan iskemia tangan yang disebabkan oleh pirau darah melalui prosthesis
dan jauh dari sirkulasi distal.
I. Komplikasi

a) Kram otot, kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada
ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b) Hipotensi, terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan
tambahan berat cairan.
c) Aritmia, hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada
pasien hemodialisa.
d) Sindrom ketidakseimbangan dialisa, sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara
primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang
cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam
otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada
pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
e) Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien
yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f) Perdarahan, uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
g) Ganguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena
hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
h) Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i) Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA PASIEN HEMODIALISA

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
Alamat :
Tanggal masuk :
Diagnosa Medik :
No. Rekam Medik :

2. Keluhan Utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya mengeluh mual, muntah,
anorexia, akibat peningkatan ureum darah dan edema akibat retensi natrium dan cairan.

3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner & Suddarth,
2001: 1398) ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh, oedema, keracunan.

b) Riwayat Kesehatan Lalu


Menanyakan adanya infeksi saluran kemih atau infeksi organ lain, riwayat kencing
batu/obstruksi, riwayat mengkonsumsi oba-obatan atau jamu, riwayat trauma ginjal,
riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat penyakit endokrin, riwayat dehidrasi.

c) Riwayat Kesehatan Keluarga


Apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit diabetes, hipertensi, penyakit ginjal. Dan
mencantumkan genogram 3 generasi.
4. Pengkajian Fungsional Gordon
a) Pola Manajemen Kesehatan dan Persepsi Kesehatan
b) Pola Metabolik-nutrisi
Peningkatan Ureum dalam darah

Mual, muntah, anoreksia

Nafsu makan menurun

Penyimpangan KDM : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

c) Pola Eliminasi
Gagal Ginjal Kronis

Terganggunya proses filtrasi, reabsorbsi, dan sirkulasi

Oliguri, anuria, disuria, dsb

Penyimpangan KDM : Gangguan Pola Eliminasi

d) Pola Aktivitas-latihan
Penimbunan Ureum dalam jaringan

Retensi produk sampah

Kelemahan otot, penurunan tonus otot, penurunan gerak

Keletihan
Penyimpangan KDM : Intoleransi Aktivitas

e) Pola Istirahat-tidur
Peningkatan Ureum dan zat-zat toksik

Mual, muntah, anemia, kram otot

Penyimpangan KDM : Gangguan Pola Tidur

f) Pola Persepsi Kognitif


g) Pola Konsep diri-persepsi diri
h) Pola Hubungan-peran
i) Pola Reproduksi-seksualitas
j) Pola Terhadap Stres-koping
k) Pola Keyakinan-nilai

5. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

o Urine lengkap
o Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre dan post, kreatinin pre
dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT, bilirubin, gama gt, alkali
fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium, klorida, gula darah, SI, TIBC, saturasi
transferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, asam urat,
Hbs Ag, antiHCV, anti HIV, CRP, astrup:pH/P02/pC02/HCO3
o Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemi,
ureumikum, kreatinin meningkat, pH darah rendah, GD klien DM menurun

Radiologi

o Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya gambaran pembesaran jantung,


adanya batu saluran kencing/ginjal, ukuran korteks, gambaran keadaan ginjal, adanya
pembesaran ukuran ginjal, vaskularisasi ginjal.
o Sidik nuklir dapat menentukan GFR
EKG

o Dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan irama, hiperkalemi, hipoksia


miokard.

Biopsi

o Mendeteksi adanya keganasan pada jaringan ginjal

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi dan kelemahan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan fisiologis ; mual, muntah, urgensi urin

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan - Kaji status nutrisi :
kebutuhan berhubungan keperawatan diharapkan - Perubahan BB
dengan : keseimbangan nutrisi - Nilai Lab. (Elektrolit,
- Anoreksia tercapai setelah dilakukan BUN, Kreatinin, kadar
- Mual HD yg adekuat (10-12 albumin, protein)
- Pembatasan diet jam/minggu) selama 3 - Kaji pola diet
- Perubahan bulan, diet protein - Anjurkan cemilan rendah
membrane terpenuhi. Dengan kriteria protein, rendah natrium,
mukosa hasil : tinggi kalori
- Tidak terjadi - Anjurkan timbang BB
penambahan atau setiap hari
penurunan BB yg cepat - Jelaskan rasional
- Turgor kulit normal pembatasan diet,
(tanpa oedema) berhubungan dengan
- Kadar albumin plasma penyakit ginjal,
normal (3,5-5,0gr/dl) peningkatan ureum dan
- Konsumsi diet nilai kreatinin
tinggi protein - Kolaborasi menentukan
tindakan HD 4-5 jam/2-3
minggu
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan - Kaji factor yg
berhubungan dengan : keperawatan & HD klien menimbulkan keletihan :
- Keletihan mampu berpartisipasi - Anemia
- Anemia dalam aktivitas yg dapat - Ketidakseimbangan
- Retensi produk ditoleransi dengan kritetria cairan dan elektrolit
sampah hasil : - Retensiproduk sampah
- Prosedur dialisis
- Berpartisipasi dalam - Bantu klien dalam
aktivitas perawatan melakukan aktivitas
mandiri - Anjurkan aktivitas
- Berpartisipasi dalam alternatif sambil istirahat
peningkatan - Anjurkan istirahat setelah
aktivitas dan latihan dialysis
- Istrahat & bergerak - Menyediakan informasi
seimbang tentang indikasi keletihan
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan - Determinasi efek-efek
berhubungan dengan keperawatan, diharapkan medikasi terhadap pola
fisiologis : pola tidur pasien teratasi tidur
- Mual, muntah dengan kriteria hasil : - Jelaskan pentingnya tidur
- Anemia - Jumlah jam tidur yang adekuat
- Urgensi urine dlm batas normal - Berikan fasilitas untuk
- Pola tidur, kualitas mempertahankan aktivitas
tidur dlm batas sebelum tidur (membaca)
normal - Ciptakan lingkungan yang
- Persaan fresh nyaman
sesudah/setelah - Kolaborasi pemberian obat
istirahat tidur
- Mampu
mengidentifikasi
hal-hal yang
meningkatkan tidur

D. Implementasi dan Evaluasi

Setelah melakukan pengkajian, penyusunan diagnosa keperawatan, dan perencanaan


intervensi, kita melakukan implementasi dengan mengaplikasikan intervensi yang sudah
disusun. Setiap tindakan yang dilakukan didokumentasikan dengan respon dari klien
Hasil respon dari klien menjadi bahan evaluasi untuk dikaji ulang apakah tujuan sudah
tercapai atau masih perlu modifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the Kidney. 9th
edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W. editors.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia. Lipincott
William & Wilkins.

Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012.NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai