1. IDENTITAS PASIEN
Umur : 59 tahun
Pekerjaan : petani
No. RM : 099558
2. ANAMNESIS
Keluhan utama : batuk berdahak kurang lebih selama 1 bulan.
Anamnesis terpimpin : batuk dialami sejak kurang lebih 1 bulan terakhir, batuk tidak
kunjung sembuh setelah minum obat, pasien merasa kadang-kadang sesak dan tidak
mengganggu aktivitas, tapi berapa hari terakhir semakin sesak dan mengganggu aktivitas
sehari-hari, pasien masih bisa tidur dengan menggunakan satu bantal, memberat saat
pasien batuk dan melakukan aktivitas, batuk ada lendir berwarna kuning kehijauan, tidak
ada darah.
Ada demam, sejak dua minggu terakhir, terus menerus dan berkurang bila minum
obat penurun demam (paracetamol), menggigil ada dan berkeringat banyak terutama pada
malam hari. Nafsu makan menurun, ada penurunan berat badan sekitar 9 kg dalam 2 bulan
terakhir tanpa penyebab yang jelas.
BAB: biasa
BAK: kesan lancar warna kuning
Riwayat penyakit sebelumnya: riwayat kontak dengan penderita batuk lama tidak jelas,
riwayat OAT sebelumnya tidak jelas, riwayat DM tidak ada, riwayat merokok (+) 30
tahun, riwayat kontak dengan perokok ada.
3. STATUS PRESENT
Sakit sedang
Gizi kurang
o BB : 45 kg
o TB : 165 cm
o IMT : 16,54 kg/m2 (kurang)
Compos mentis
Tanda Vital
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit; tipe: thoracoabdominal
Suhu : 380C
4. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Ekspresi : normal
Simetris muka : kanan = kiri
Deformitas : (-)
Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut
Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak mata : dalam batas normal
Kongjungtiva : anemis (+)
Telinga
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus: (-)
Pendengaran : dalam batas normal
Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : sianosis (-)
Gigi geligi : normal
Gusi : perdarahan (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cmH2O
Pembuluh darah : venaectasis (-)
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Thorak
Paru-paru
Inspeksi :
Bentuk : simetris kiri=kanan
Pembuluh darah : venaectasis (-)
Sela iga : semetris kiri=kanan
Lain-lain : (-)
Palpasi:
Nyeri tekan : (-)
Perkusi:
Paru : sonor pada paru kiri dan kanan
Auskultasi:
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/- Wh -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-)
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Perkusis : tympani, ascites (-)
Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
Alat kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung:
Palpasi : nyeri tekan (-), massa teraba (-),
Perkusi : nyeri ketok (-)
Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
Gerakan : normal
Lain-lain : (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial -/-, dorsum pedis -/-, pembesaran KGB
(-),
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hemoglobin : 11,5
Hematokrit : 32,2
Eritrosit : 3,89
Leukosit : 5,70
Mcv : 83
Mch : 30
Mchc : 36
Trombosit : 166
Led : 40
Gds : 72
Ureum : 57,30
Kreatinin : 0,51
Sgot : 36
Sgpt : 74
Hbsag : non reaktif
TCM : MTB detected medium rif res detected.
6. DIAGNOSIS
TB paru resisten rimpaficin
DD : pneumonia
7. PENATALAKSANAAN AWAL
Diet biasa RL 20 gtt makro per menit
Ranitidine 2 x 1 amp
Ondansetron 3 x 1 amp
Curcuma 3 x 1
Ambroxol 3 x 1
PCT 3 X 1
8. RENCANA PEMERIKSAAN
Foto thorax PA
TCM
SGOT/SGPT, ureum/kreatinin, GDS, LED,
Drug sensitifitas test
9. PROGNOSIS
Dubia at Bonam
10. RESUME
Seorang laki-laki umur 59 tahun Masuk RSDSR pada tanggal 24 januari 2018 dengan
keluhan utama batuk berdahak dirasakan kurang lebih 1 bulan terakhir batuk tidak kunjung
sembuh setelah minum obat, pasien juga sering demam yang naik turun, pasien juga
merasakan sesak terutama sesak memberak jika batuk. Pasien mengeluhkan berkurangnya
nafsu makan dan akhir-akhir ini berat badan pasien menurun drastic. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan sakit sedang, gizi kurang, compos mentis, suhu 37,60C.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang maka pasien ini didiagnosis
sebagai susp TB paru, dan pneumonia.
11. FOLLOW UP
- A: TB paru RR
DD :Pneumonia
BAB I
PENDAHULUAN
Laporan menghebohkan pertama tentang resisitensi ganda ini datang dari Amerika,
khususnya pada penderita TB dengan AIDS, ternyata menimbulkan angka kematian yang
amat tinggi (70-90%) dalam waktu yang amat singkat (hanya 4-16 minggu lamanya antara
diagnosis sampai terjadinya kematian). Laporan kemudian berdatangan dari berbagai rumah
sakit dan penjara, mula-mula dari daerah New York dan kemudian di berbagai negara dari
Hongkong yang menyebutkan bahwa setidaknya sekitar 20% infeksi TB terjadi dari kuman
yang telah resisten. Laporan dari Turki menyebutkan bahwa dari 785 kasus tuberkulosis paru
yang telah diteliti detemukan 35% adalah resisten terhadap setidaknya satu jenis obat, yang
resisten terhadap sedikitnya dua macam obat adalah 11,6%, tiga macam obat 3,9% dan empat
macam obat 2,8%. Di Pakistan resistensi terhadap RM, INH, dan EMB dilaporkan masing-
masing adalah 17,7%, 14,7%, dan 8,7%. Di India resisitensi terhadap INH dan SM adalah
13,9% dan 7,4%, sementara resistensi terhadap dua obat atau lebih adalah 41%. Penelitian
dari Saudi Arabia menyebutkan bahwa resistensi terhadap RMP, SM dan INH adalah 7,2%,
3,3% dan 1,2%. 5
Banyak negara sudah menerapkan strategi DOTS dalam penatalaksanaan TB hal ini
tenyata sangat bermanfaat untuk meningkatkan angka kesembuhan sehingga mengurangi
angka
resitensi termasuk resitensi ganda.
BAB II
TB – RO (Resisten obat)
2.1. DEFINISI
TB RO adalah tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh basil M.tuberculosis yang telah
resistan terhadap Obat Anti TB (OAT). Beberapa faktor risiko terjadinya TB RO adalah:
1.a. Pemberi jasa/petugas kesehatan, yaitu karena :
_ Diagnosis tidak tepat,
_ Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat,
_ Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat,
_ Penyuluhan kepada pasien yang tidak adekuat.
2.b. Pasien, yaitu karena :
_ Tidak mematuhi anjuran dokter/ petugas kesehatan .
_ Tidak teratur menelan paduan OAT,
_ Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya.
_ Gangguan penyerapan obat.
3.c. Program Pengendalian TB, yaitu karena :
_ Pengelolaan logistik OAT yang kurang baik
_ Kualitas OAT yang rendah .
Pemerintah sejak tahun 2009 telah memulai Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan
Obat (MTPTRO) yang dituangkan dalam Buku Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Pasien TB
RO. Salah satu komponen yang akan mempengaruhi keberhasilan penatalaksanaan pasien
TB RO adalah penemuan pasien sedini mungkin, secara tepat dan akurat sesuai dengan
standar baku yang ditetapkan.
2.2. EPIDEMIOLOGI
”WHO Report On Tuberculosis Epidemic 2008” menyatakan bahwa resisitensi ganda
kini menyebar dengan amat cepat di berbagai belahan dunia. Lebih dari 50 juta orang
mungkin telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti
tuberkulosis khususunya Rifampisin dan INH, serta kemungkinan pula ditambah obat lainnya.
7
Laporan menghebohkan pertama tentang resisitensi ganda ini datang dari Amerika,
khususnya pada penderita TB dengan AIDS, ternyata menimbulkan angka kematian yang
amat tinggi (70-90%) dalam waktu yang amat singkat (hanya 4-16 minggu lamanya antara
diagnosis sampai terjadinya kematian). Laporan kemudian berdatangan dari berbagai rumah
sakit dan penjara, mula-mula dari daerah New York dan kemudian di berbagai negara dari
Hongkong yang menyebutkan bahwa setidaknya sekitar 20% infeksi TB terjadi dari kuman
yang telah resisten. Laporan dari Turki menyebutkan bahwa dari 785 kasus tuberkulosis paru
yang telah diteliti detemukan 35% adalah resisten terhadap setidaknya satu jenis obat, yang
resisten terhadap sedikitnya dua macam obat adalah 11,6%, tiga macam obat 3,9% dan empat
macam obat 2,8%. Di Pakistan resistensi terhadap RM, INH, dan EMB dilaporkan masing-
masing adalah 17,7%, 14,7%, dan 8,7%. Di India resisitensi terhadap INH dan SM adalah
13,9% dan 7,4%, sementara resistensi terhadap dua obat atau lebih adalah 41%. Penelitian
dari Saudi Arabia menyebutkan bahwa resistensi terhadap RMP, SM dan INH adalah 7,2%,
3,3% dan 1,2%.
2.3. ETIOLOGI
1. FAKTOR MIKROBIOLOGIK
Resisten yang natural
Resisten yang didapat
Ampli fier effect
Virulensi kuman
Tertular galur kuman –MDR
2. FAKTOR KLINIK
A. Penyelenggara kesehatan
Keterlambatan diagnosis
Pengobatan tidak mengikuti guideline
Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnya yang kurang
atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resitensi yang tinggi terhadap OAT
yang digunakan misal rifampisin atau INH
Tidak ada guideline/pedoman
Tidak ada / kurangnya pelatihan TB
Tidak ada pemantauan pengobatan
Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan pada satu paduan
yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman tuberkulosis telah resisten
pada paduan yang pertama maka ”penambahan” 1 jenis obat tersebut akan menambah
panjang daftar obat yang resisten.
Organisasi program nasional TB yang kurang baik
B. Obat
Pengobatan TB jangka waktunya lama lebih dari 6 bulan sehingga membosankan
pasien
Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan kompllit atau sampai
selesai gagal
Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelah makan, atau
ada diare
Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetap yang mana
bioavibiliti rifampisinnya berkurang
Regimen / dosis obat yang tidak tepat
Harga obat yang tidak terjangkau
Pengadaan obat terputus
C. Pasien
Kurangnya informasi atau penyuluhan
Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang dll
Efek samping obat
Sarana dan prasarana transportasi sulit / tidak ada
Masalah sosial
Gangguan penyerapan obat
3. FAKTOR PROGRAM
Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan
Ampli fier effect
Tidak ada program DOTS-PLUS
Program DOTS belum berjalan dengan baik
Memerlukan biaya yang besar
4. FAKTOR AIDS–HIV
Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar
Gangguan penyerapan
Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar
5. FAKTOR KUMAN
Kuman M. tuberculosis super strains
Sangat virulen
Daya tahan hidup lebih tinggi
Berhubungan dengan TB-MDR
2.6. PATOFISIOLOGI
Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis (M. Tb) resisten in vitro terhadap isoniazid (H) dan rifampisin
(R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus resistensi obat yaitu kasus
baru dan kasus telah diobati sebelumnya. Kasus baru resisten obat Tb yaitu terdapatnya galur
M. Tb resisten pada pasien baru didiagnosis Tb dan sebelumnya tidak pernah diobati obat
antituberkulosis (OAT) atau durasi terapi kurang 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. Tb
yang telah resisten obat disebut dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah
diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien selama mendapatkan
terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M Tb yang masih sensitif obat
tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi sekunder
(acquired).
Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat
obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri sendiri
menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. Tb wild type tidak
terpajan. Diantara populasi M. Tb wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT.
Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan
obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif
terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya individu telah
terinfeksi dalam jumlah besar populasi M. Tb berisi organisms resisten obat. Populasi galur
M. Tb resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi Tb yang tidak
adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi
jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang
digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada populasi
juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Meningkatnya koinfeksi Tb HIV
menyebabkan progresi awal infeksi MDR Tb menjadi penyakit dan peningkatan penularan
MDR Tb.
1.Pemeriksaan Laboratorium TB RO
Penegakan diagnosis pasien TB RO ditetapkan oleh dokter fasyankes atau Tim Ahli Klinis
TAK TAK berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan mikroskopis:
SL-LPA merupakan tes cepat lebih kurang 48 jam yang berbasis molekuler untuk
mendeteksi resistensi terhadap OATlini kedua yaitu golongan fluoroquinolone dan
obat injeksi lini kedua.
19
Kapasitas pemeriksaan cukup besar, memungkinkan untuk menguji 45 spesimen
pada saat yang bersamaan
SL-LPA yang tersedia saat ini tidak menghilangkan kebutuhan terhadap uji kepekaan
fenotipik untuk OAT lini kedua.
Biakan dan identifikasi kuman M. tuberculosis dapat dilakukan pada media padat LJ)
maupun media cair MGIT) :
Biakan menggunakan media padat relatif lebih murah dibanding media cair tetapi
memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 3-8 minggu.
Biakan menggunakan media cair hasil biakan sudah dapat diketahui dalam waktu 1-
2 minggu tetapi memerlukan biaya yang lebih mahal.
- Hasil biakan dicatat sebagai: “pos” bila positif dan “neg” bila negatif.
- Bila menggunakan media padat, terdapat tambahan informasi berupa gradasi koloni
yang dicatat sesuai tabel berikut :
20
e. Uji kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT
Saat ini uji kepekaan terhadap M. tuberculosis dapat dilakukan dengan cara konvensional
dan TCM TB. Ketepatan uji kepekaan M. tuberculosis yang dilakukan dalam kondisi
optimum bergantung kepada jenis obat yang diuji. Uji kepekaan untuk OAT lini pertama
dengan metode konvensional, dilakukan untuk rifampisin R, isoniazid H , streptomisin S dan,
etambutol E. Untuk OAT lini kedua, uji kepekaan dilakukan untuk Amikasin Am, Kanamisin
Km dan Ofloksasin Ofl.
Seiring dengan perkembangan teknologi diagnosis TB terutama tes cepat molekuler dan
untuk mengakomodir kebutuhan program MTPTRO maka laboratorium uji kepekaan
konvensional baik menggunakan media padat maupun cair juga akan menyesuaikan.
Misalnya dengan tersedianya TCM Xpert MTB/RIF maka uji kepekaan konvensional untuk
obat Rifampisin dapat dihilangkan untuk efisiensi, demikian juga untuk obat Streptomisin
dan Ethambutol. Oleh karena itu Laboratorium Rujukan Nasional LRN biakan dan uji
kepekaan sedang mengembangkan paket pemeriksaan uji kepekaan Standardized DST
Package/SDP yang di dalamnya sudah tergabung sekaligus uji kepekaan untuk OAT lini
pertama dan kedua. 5 jenis OAT yang diuji dalam paket uji kepekaan
untuk pasien yang terkonfirmasi resisten rifampisin menggunakan TCM adalah sebagai
berikut :
1. Isoniazid
2. Kanamisin
3. Capreomisin
4. Ofloksasin
5.Moksifloksasin
Untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji kepekaan obat harus dilakukan di
laboratorium yang telah disertifikasi atau lulus Pemantapan Mutu Eksternal PME berupa tes
panel oleh Laboratorium Rujukan Nasional.
21
PENATALAKSANAAN TB-MDR
Paduan pengobatan TB RO di Indonesia.
Pada dasarnya pengobatan pasien TB RO mengacu kepada strategi DOTS, terutama pada
komponen penggunaan OAT yang berkualitas, pengawasan pengobatan secara langsung dan
pencatatan dan pelaporan yang baku.
Dasar- dasar pengobatan TB RO di Indonesia:
A.Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB RO, yaitu pasien TB RR,TB MDR,
TB pre XDR maupun TB XDR berdasarkan pemeriksaan uji kepekaan M.Tb baik dengan
TCM TB maupun metode biakan konvensional dapat mengakses pengobatan TB RO yang
baku dan bermutu.
B.Paduan OAT untuk pasien TB RO terdiri dari paduan OAT standar dan paduan
OAT individual. Kedua paduan tersebut merupakan kombinasi dari OAT lini kedua dan lini
pertama.
C.Sesuai rekomendasi WHO 2016, prinsip paduan pengobatan RO harus terdiri dari
kombinasi sekurangnya 5 lima jenis OAT pada tahap awal, yaitu:
1. 4 empat OAT inti yaitu OAT lini kedua yang terbukti masih efektif atau belum pernah
digunakan, yaitu:
salah satu OAT dari grup A golongan flurokuinolon
2 OAT dari grup C golongan OAT oral lini kedua
2. 1 satu OAT lini pertama yaitu Pirazinamid grup D1, masuk sebagai bagian dari 5 obat
yang harus diberikan tetapi tidak dihitung sebagai obat inti.
3. Tidak dihitung sebagai bagian dari 5 lima OAT TB RO yang dipersyaratkan di atas
adalah OAT dari grup D1 yang bisa ditambahkan untuk memperkuat efikasi paduan.
Pasien TB RR dan TB MDR akan mendapatkan Isoniazid dosis tinggi dan atau
Etambutol.
4. OAT dari grup D2 dan D3 digunakan untuk paduan OAT individual sebagai pengganti
OAT inti dari grup A,B,C agar syarat 4 empat OAT inti dapat dipenuhi.
22
E.Paduan OAT individual diperuntukkan bagi pasien TB pre XDR dan TB XDR.
Paduan individual merupakan kombinasi OAT lini pertama,lini kedua dan OAT jenis baru.
Tatalaksana TB RO memakai paduan individual dilaksanakan di Fasyankes Rujukan TB RO.
Durasi pengobatan menggunakan OAT individual untuk pasien TB pre-XDR dan TB XDR
minimal 24 bulan.
F.Paduan OAT standar dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji kepekaan
M.Tb menjadi paduan individual yang ditetapkan oleh dokter terlatih di Fasyankes Rujukan
TB RO.
G.Paduan individual juga diberikan untuk pasien yang memerlukan OAT jenis baru
karena efek samping berat terhadap OAT lini kedua golongan fluorokuinolon grup A atau
OAT suntik lini kedua grup B sehingga dikhawatirkan mengurangi efikasi paduan OAT yang
diberikan.
23
24
Keterangan :
a. Sikloserin, Etionamid dan asam PAS dapat diberikan dalam dosis terbagi untuk
mengurangi terjadinya efek samping. Selain itu pemberian dalam dosis terbagi
direkomendasikan apabila diberikan bersamaan dengan ART.
b. Sodium PAS diberikan dengan dosis sama dengan Asam PAS yaitu 8gr kandungan aktif
obat dan bisa diberikan dalam dosis terbagi. Mengingat sediaan sodium PAS bervariasi
dalam hal persentase kandungan aktif per berat w/w maka perhitungan khusus harus
dilakukan. Misal Sodium PAS dengan w/w 60% dengan berat per sachet 4 gr akan
memiliki kandungan aktif sebesar 2,4 gr.
c. Bedaquilin diberikan 400 mg/ hari dosis tunggal selama 2 minggu, dilanjutkan dengan
dosis 200 mg intermiten 3 kali per minggu diberikan selama 22 minggu minggu 3 -24.
Pada minggu ke 25 pemberian Bedaquilin dihentikan.
d. Klofazimin diberikan dengan dosis 200-300 mg per hari dosis tunggal selama 2 bulan,
dilanjutkan dengan dosis 100 mg per hari.
e. Pada pengobatan dengan Paduan OAT standar jangka pendek, Kanamisin diberikan selama
4 bulan dengan kemungkinan perpanjangan menjadi 6 bulan bila hasil pemeriksaan
mikroskopis dahak hasinya masih BTA positif. Untuk mengurangi toksisitas injeksi
Kanamisin dapat diberikan 3 kali seminggu pada bulan-5 dan 6.
Penetapan paduan dan dosis OAT TB RO di Indonesia
Pilihan paduan OAT RO yang disediakan oleh Program saat ini adalah:
a. Paduan OAT standar
Paduan OAT standar diberikan kepada pasien TB RR dan TB MDR dengan jangka
waktu sebagai berikut :
pengobatan OAT standar konvensional 20 -26 bulan
pengobatan OAT standar jangka pendek 9 -11 bulan .
b.Paduan OAT Individual
Paduan OAT Individual diberikan kepada pasien yang memerlukan perubahan paduan
pengobatan yang fundamental dari pengobatan OAT standar yang sudah digunakan
sebelumnya, misal:
Pasien terkonfirmasi sebagai pasien TB pre-XDR atau TB XDR sejak awal, atau
terjadi resistensi tambahan terhadap OAT lini kedua golongan fluorokuinolon dan obat suntik
lini kedua selama pengobatan OAT standar diberikan. Lama pengobatan minimal 24 bulan.
25
Pasien TB RO yang mengalami efek samping berat terhadap OAT lini kedua
golongan fluorokuinolon dan obat suntik lini kedua. Lama pengobatan sama dengan
pengobatan OAT standar konvensional 20 -26 bulan sesuai dengan respon terhadap
pengobatan yang diberikan.
Penetapan paduan dan dosis OAT RO dilakukan oleh TAK atau dokter terlatih di Fasyankes
Rujukan TB RO atau Fasyankes TB RO.
26
2.10 STRATEGI PENGOBATAN
Strategi program pengobatan sebaiknya berdasarkan data uji kepekaan dan frekuensi
penggunaan OAT dinegara tersebut. Dibawah ini beberapa strategi pengobatan TB-MDR
Pengobatan standar. Data drugs resistancy survey (DRS) dari populasi pasien yang
representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena tidak tersedianya
hasil uji kepekaan indivisual. Seluruh pasien akan mendapatkan regimen pengobatan
yang sama. Pasien yang dicurigai TB-MDR sebaiknya dikonfirmasi dengan uji
kepekaan.
Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayat
pengobatan TB pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi representatif.
Biasanya regimen empiris akan disesuaikan setelah ada hasil uji kepekaan individual.
Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan TB
sebelumnya dan hasil uji kepekaan.
Pilihan berdasarkan :
Ketersediaan OAT lini kedua (second-line)
Pola resistensi setempat dan riwayat penggunaan OAT lini kedua
Uji kepekaan obat lini pertama dan kedua
Klasifikasi obat anti tuberkulosis dibagi atas 5 kelompok berdasarkan potensi dan
efikasinya, yaitu :
Kelompok 1: Sebaiknya digunakan karena kelompok ini paling efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik (Pirazinamid, Etambutol)
Kelompok 2: Bersifat bakterisidal (Kanamisin atau kapreomisin jika alergi terhadap
kanamisin)
Kelompok 3: Fluorokuinolon yang bersifat bakterisidal tinggi (Levofloksasin)
Kelompok 4: Bersifat bakteriostatik tinggi (PAS, Ethionamid, Sikloserin)
Kelompok 5: Obat yang belum jelas efikasinya. Tidak disediakan dalam program ini.
Paduan obat TB RO
Paduan obat TB RO yang akan diberikan kepada semua pasien TB RO
(standardized treatment) adalah :
Paduan ini hanya diberikan pada pasien yang sudah terbukti TB RO
Paduan obat standard diatas harus disesuaikan kembali berdasarkan keadaan di
27
bawah ini:
a. Hasil uji kepekaan OAT lini kedua menunjukkan resisten terhadap salah satu
obat diatas. Etambutol dan pirazinamid tetap digunakan
b. Ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas sebelumnya sehingga
dicurigai ada resistensi, misalnya : pasien sudah pernah mendapat kuinolon
untuk pengobatan TB sebelumnya, maka dipakai levofloksasin dosis tinggi.
Apabila sudah terbukti resisten terhadap levofloksasin regimen pengobatan
ditambah PAS, atas pertimbangan dan persetujuan dari tim ahli klinis atau tim
terapeutik
c. Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat
diidentifikasi sebagi penyebabnya
d. Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi biakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk, produksi dahak,
demam, penurunan berat badan
28
5. Definisi konversi dahak: pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan dengan jarak
pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. `
6. Suntikan diberikan 5x/minggu selama rawat inap dan rawat jalan. Obat per oral
diminum setiap hari. Pada fase intesif obat oral diminum didepas petugas kesehatan
kecuali pada hari libur diminum didepan PMO. Sedangkan pada fase lanjutan obat
oral diberikan maksimum 1 minggu dan diminum didepan PMO. Setiap pemberian
suntikan maupun obat oral dibawah pengawasan selama masa pengobatan.
7. Pada pasien yang mendapat sikloserin harus ditambahkan Piridoxin (vit.B6), dengan
dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin
8. Semua obat sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal
29
BB menurun – umumnya membaik dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Penilaian
respons pengobatan adalah konversi dahak dan biakan. Hasil uji kepekaan TB RO dapat
diperoleh setelah 2 bulan. Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan pada fase
intensif dan setiap 2 bulan pada fase lanjutan. Evaluasi pada pasien TB RO adalah:
Penilaian klinis termasuk berat badan
Penilaian segera bila ada efek samping
Pemeriksaan dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase
lanjutan
Pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan
Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan akan kegagalan
pengobatan
Periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan (Kanamisin
dan Kapreomisin)
Pemeriksaan TSH dilakukan setiap 6 bulan dan jika ada tanda-tanda hipotiroid
Konversi dahak
definisi konversi dahak : pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan dengan jarak
pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. `Tanggal set pertama dari sediaan apus
dahak dan kultur yang negatif digunakan sebagai tanggal konversi (dan tanggal ini digunakan
untuk menentukan lamanya pengobatan fase intensif dan lama pengobatan).
Lama pengobatan
Lama pengobatan yang dianjurkan ditentukan oleh konversi dahak dan kultur
Anjuran minimal adalah pengobatan harus berlangsung sekurangkurangnya 18 bulan
setelah konversi kultur sampai ada bukti-bukti lain untuk memperpendek lama
pengobatan
Hasil pengobatan TB RO (atau kategori IV)
Sembuh. Pasien kategori IV yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai protokol program
dan telah mengalami sekurang-kurangnya 5 kultur negatif berturut-turut dari sampel dahak
yang diambil berselang 30 hari dalam 12 bulan terakhir pengobatan. Jika hanya satu kultur
positif dilaporkan selama waktu tersebut, dan bersamaan waktu tidak ada bukti klinis
30
memburuknya keadaan pasien, pasien masih dianggap sembuh, asalkan kultur yang positif
tersebut diikuti dengan paling kurang 3 hasil kultur negatif berturut-turut yang diambil
sampelnya berselang sekurangnya 30 hari
Pengobatan lengkap. Pasien kategori IV yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai
protokol program tetapi tidak memenuhi definisi sembuh karena tidak ada hasil pemeriksaan
bakteriologis
Meninggal. Pasien kategori IV meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB
RO.
Gagal. Pengobatan dianggap gagal jika 2 atau lebih dari 5 kultur yang dicatat dalam 12 bulan
terakhir masa pengobatan adalah positif, atau jika salah satu dari 3 kultur terakhir hasilnya
positif. Pengobatan juga dapat dikatakan gagal apabila tim ahli klinis memutuskan untuk
menghentikan pengobatan secara dini karena perburukan respons klinis, radiologis atau efek
samping.
Lalai/Defaulted. Pasien kategori IV yang pengobatannya terputus selama berturut-turut dua
bulan atau lebih dengan alasan apapun tanpa persetujuan medik
Pindah. Pasien kategori IV yang pindah ke unit pencatatan dan pelaporan lain dan hasil
pengobatan tidak diketahui
31
Pasien dengan efek samping berat atau serius dan pasien yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah penanganan efek samping ringan atau sedang harus segera dirujuk
ke Tim Klinis RS rujukan MDR dengan transportasi dari Puskesmas
Efek samping berat atau serius:
Pasien harus menghentikan semua obat, segera dirujuk dengan didampingi ke RS rujukan TB
RO Contoh
kulit dan mata pasien nampak kuning
Pendengaran berkurang (tuli) atau telinga berdengung
mendengar suara-suara, halusinasi, delusi/waham, bingung
Reaksi alergi berat yaitu Syok anafilaktik dan angionerotik edema, harus segera
ditangani oleh dokter puskesmas sesuai standard penanganan syok sebelum segera
dirujuk ke RS rujukan TB-MDR
Reaksi alergi berat yang lain yang berupa kemerahan pada mukosa (selaput lendir)
seperti mulut, mata dan dapat mengenai seluruh tubuh berupa pengelupasan kulit
(Steven Johnsons Syndrome)
32
Tidak ada kontraindikasi untuk menggunakan kontrasepsi oral dengan rejimen yang
tidak mengandung riyfamycin
Seorang wanita yang mendapat kontrasepsi oral sementara mendapat pengobatan
dengan rifampycin bisa memilih salah satu metode berikut: gunakan kontrasepsi oral
yang mengandung dosis oestrogen yang lebih besar (50 μg) atau menggunakan
kontrasepsi bentuk lain
Pengobatan pasien TB RO dengan diabetes mellitus
Diabetes mellitus bisa memperkuat efek samping OAT, terutama gangguan ginjal dan
neuropati perifer
Obat-obatan hypoglycaemi oral tidak merupakan kontraindikasi selama pengobatan
TB RO, tetapi mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi sehingga perlu
penanganan khusus
Penggunaan ethionamida lebih sulit penanganannya
Kadar Kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan pertama dan
selanjutnya sekurang-kurangnya sekali sebulan
Pengobatan pasien TB RO dengan gangguan ginjal
Pemberian OAT lini kedua pada pasien dengan gangguan ginjal harus dilakukan
dengan hati – hati
Kadar Kalium dan kreatinin harus dipantau, setiap minggu selama bulan pertama dan
selanjutnya sekurang-kurangnya sekali sebulan
Pemberian obat, dosis dan atau interval antar dosis harus disesuaikan dengan tabel
diatas (jika terjadi gangguan ginjal).
Pengobatan pasien TB RO dengan gangguan hati
OAT lini kedua kurang toksis terhadap hati dibanding OAT lini pertama
Pasien dengan riwayat penyakit hati bisa mendapat pengobatan TB RO jika tidak ada
bukti klinis penyakit hati kronis, karier virus hepatitis, riwayat akut hepatitis dahulu
atau pemakaian alkohol berlebihan.
Reaksi hepatotoksis lebih sering terjadi pada pasien diatas sehingga harus lebih
diawasi
Pasien dengan penyakit hati kronik tidak boleh diberikan Pirazinamid
Pemantauan kadar enzim secara ketat dianjurkan dan jika kadar enzim meningkat,
OAT harus dihentikan dan dilaporkan kepada tim therapeutic advisory
Jika diperlukan, untuk mengobati pasien TB RO selama hepatitis akut, kombinasi
empat OAT yang tidak hepatotoksis merupakan pilihan yang paling aman
33
Pengobatan pasien TB RO dengan gangguan kejang-kejang (epilepsi)
Tentukan apakah gangguan kejang terkendali atau telah menelan obat anti kejang
Jika kejangnya tidak terkendali, pengobatan atau penyesuaian pengobatan anti kejang
diperlukan sebelum mulai pengobatan
Bila tidak terkendali tidak masuk dalam proyek ini
Jika ada sebab lain yang menyebabkan kejang, kejangnya harus diatasi
Cycloserine harus dihindarkan pada pasien dengan gangguan kejang yang aktif dan
tidak cukup terkontrol dengan pengobatan
dengan gangguan psikiatris
Prosedur pengobatan yang paling sering dilakukan pada pasien TB-MDR. Dari hasil beberapa
penelitian pembedahan efektif dan relatif aman. Pembedahan tidak diindikasikan pada
penderita dengan gangguan paru luas bilateral. Pembedahan dilakukan pada kasus awal-awal
seperti kelainan suatu lobus atau paru dan setelah pemberian pengobatan selama 2 bulan
untuk menurunkan infeksi bakteri dalam paru. Setelah pembedahan, pengobatan tetap
diberikan selama 12-24 bulan.
BAB III
KESIMPULAN
34
Harus diakui bahwa pengobatan terhadap tuberkulosis dengan resistensi ganda ini
amat sulit dan memerlukan waktu yang amat lama dan pada beberapa keadaan bahkan sampai
24 bulan lamanya. Ada yang menganjurkan agar pasien dirawat di rumah sakit untuk
mencegah penularan dan mengontrol pengobatannya dengan lebih baik. Obat yang dapat
digunakan antara lain adalah golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan siprofloksasin),
aminoglikosida (amikasin, kanamisin, dan kapreomisin), etionamid, sikloserin, klofazimin,
amoksilin + as klavulanat dan lain-lain. Pemberian pengobatannya pada dasarnya ”tailor
made”, bergantung dari hasil uji kepekaan. Untuk mereka yang resisten terhadap SM
misalnya Iseman menganjurkan pemberian PZA, EMB, kuinolon dan amikasin selama 18
sampai 24 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
35
4. Rasad sjahrir, Sukonto Kartoleksono, dan Iwan Ekayuda. Radiologi Diagnostik. Balai
Penerbit FKUI; 2000.
5. Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya, ed III. Lab Mikrobiologi RSUP
Persahabatan / WHO Collaborating Center for Tuberculosis ; 2000
6. Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia ; 2006.
7. World Health Organization. Guideline for the programmatic management of
drugresistant tuberculosis . Emergency Update 2008
10. Rabia J, Elizabeth MS, Gail EL, Warren RM, Paul DH, Thomas CV . Drug
Resistance in Mycobacterium tuberculosis. Curr. Issues Mol.Biol.8:97-112
36
37