Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Muh. Untung Toha

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 26 tahun ( 21-12-1987)

Pekerjaan : Mahasiswa

No. RM : 697062

Tanggal MRS : 5 – januari - 2015

2. ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak yang dirasakan memberat dalam beberapa hari
terakhir.
Anamnesis terpimpin : Dialami sejak 3 minggu terakhir, awalnya pasien
merasa kadang-kadang sesak dan tidak mengganggu aktivitas, tapi berapa hari
terakhir semakin sesak dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pasien masih bisa
tidur dengan menggunakan satu bantal, memberat saat pasien batuk dan
melakukan aktivitas, batuk dialami 1 bulan sebelum masuk rumah sakit,
memberat dalam 3 minggu ini, ada lendir berwarna kuning kehijauan, tidak ada
darah, nyeri dada ada bila batuk sangat keras saja.
Ada demam, sejak dua minggu terakhir, terus menerus dan berkurang bila
minum obat penurun demam (paracetamol), menggigil ada dan berkeringat
banyak terutama pada malam hari. Nyeri kepala tidak ada, pusing tidak ada, nyeri
menelan tidak ada, Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada,
nyeri perut tidak ada. Nafsu makan menurun, ada penurunan berat badan sekitar
15 kg dalam 2 bulan terakhir tanpa penyebab yang jelas.
BAB: biasa

1
BAK: kesan lancar warna kuning
Riwayat penyakit sebelumnya: riwayat kontak dengan penderita batuk lama
tidak jelas, riwayat OAT sebelumnya tidak ada, riwayat malaria tidak ada, riwayat
DM tidak ada, riwayat merokok tidak ada, riwayat kontak dengan perokok ada.
3. STATUS PRESENT
 Sakit sedang
 Gizi kurang
o BB : 45 kg
o TB : 165 cm
o IMT : 16,54 kg/m2 (kurang)
 Composmentis

Tanda Vital

 TD : 110/80 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Pernapasan : 28 x/menit; tipe: thoracoabdominal
 Suhu : 380C
4. PEMERIKSAAN FISIS
 Kepala
Ekspresi : normal
Simetris muka: kanan = kiri
Deformitas : (-)
Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut
 Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak mata : dalam batas normal
Kongjungtiva : anemis (+)

2
 Telinga
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus: (-)
Pendengaran : dalam batas normal
 Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut
Bibir : sianosis (-)
Gigi geligi : normal
Gusi : perdarahan (-)
 Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cmH2O
Pembuluh darah : venaectasis (-)
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Thorax
Inspeksi:
Bentuk : simetris kiri=kanan
Pembuluh darah : venaectasis (-)
Buah dada : simetris
Sela iga : semetris kiri=kanan
Lain-lain : (-)

3
 Paru-paru
Palpasi:
Fremitus raba : menurun pada hemithorax sinistra dan dextra setinggi ICS IX
Nyeri tekan : (-)
Perkusi:
Paru : redup pada ICS III kiri dan kanan dan pekak
pada ICS IX paru kiri dan kanan
Batas paru depan kanan : ICS VI dextra
Batas paru belakang kanan : vertebra thoracalis IX dextra posterior
Batas paru belakang kiri : vertebra thoracalis X sinistra posterior
Auskultasi:
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh +/+ (rhonki basah kasar pada apeks dan medial
paru kanan, rhonki basah pada apeks dan basal paru sinistra) Wh -/-
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-)
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Perkusis : tympani, ascites (-)
Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
 Alat kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan

4
 Anus dan rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
 Punggung:
Palpasi : nyeri tekan (-), massa teraba (-),
Perkusi : nyeri ketok (-)
Auskultasi : Rh +/+ (rhonki basah kasar pada apeks dan medial paru
kanan, rhonki basah pada apeks dan basal paru sinistra) Wh -/-
Gerakan : normal
Lain-lain : (-)
 Ekstremitas : akral hangat, edema pretibial -/-, dorsum pedis -/-,
pembesaran KGB (-),
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
WBC : 15,7 x 103 u/L
RBC : 4.30 x 106 u/L
HGB : 10,2 g/dl
HCT : 31,9%
PLT : 376 x 103 u/L
Limfosit : 17.1%
Neutrofil : 74,9%

6. DIAGNOSIS
 Pneumonia dd/ TB paru
 Efusi pleura bilateral
 Anemia kemungkinan karena penyakit kronik
 Malnutrisi

5
7. PENATALAKSANAAN AWAL
 Diet biasa RL : D5% 1:1 28 tpm
 Paracetamol tab 3 x 500 mg
 Ambroxol 30 mg 3 x 1
 Inj. Ceftriaxone 2 gr / 24 jam / drips

8. RENCANA PEMERIKSAAN
 Foto thorax PA
 Sputum BTA 3x, gram, jamur
 Kultur sputum gram dan sensitivitas antibiotik
 Urinalisa, SGOT/SGPT, ureum/kreatinin, GDS, LED, ADT, elektrolit

9. PROGNOSIS
Dubia at Bonam

10. RESUME

Seorang laki-laki umur 26 tahun Masuk RSWS pada tanggal 5 januari 2015
dengan keluhan utama sesak dialami sejak 3 minggu yang lalu, sesak dirasakan
kadang-kadang, tidak mengganggu aktivitas namun memberat beberapa hari terakhir
dan mengganggu aktivitas pasien, pasien juga mengeluh batuk sudah 1 bulan terakhir,
dan memberat dalam 3 minggu terakhir, ada lendir (+). Riwayat demam (+) 2 minggu
terakhir terus-menerus, menggigil dan berkeringat malam hari, anoreksia, penurunan
BB (+) 15 kg dalam 2 bulan terakhir. Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit sedang,
gizi kurang, composmentis, suhu 380C. anemia (+). Pada pemeriksaan thorax
didapatkan rhonki basah kasar pada paru dextra dan sinistra. Hasil pemeriksaan lab
Hb: 10,2 gr/dl.

6
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang maka pasien ini
didiagnosis sebagai Pneumonia dd/ TB paru, anemia kemungkinan karena penyakit
kronik, efusi pleura bilateral, dan malnutrisi.

11. FOLLOW UP

6 januari 2015 S: demam (+), menggigil (+), R/


batuk (+), lendir (+) warna Diet biasa
kuning, sesak (+), mual (+) IVFD RL : D 5% 1:1 28
O: KU : Sakit sedang/ gizi tpm
kurang/ composmentis Inj. Ceftriaxone 2 gr drips
TD: 120/80 mmHG dalam 100 cc Nacl 0,9% /
N: 96 x/menit hari (hari 1) skin test
P: 24 x/menit dulu
S: 380C Paracetamol tab 3x1
Kepala: anemis (+), ikterus (-) Ambroxol 30 mg 3x1
Thorax:
BP: vesikuler; BT: Rh +/+ Planning:
(rhonki basah kasar pada apeks Sputum BTA 3x, gram,
dan medial paru kanan, rhonki jamur
basah kasar pada apeks dan basal Konsult gizi klinik
paru sinistra) Wh -/- Kontrol thorax PA setelah
BJ I/II murni regular 5 hari pemberian
Abdomen: antibiotik
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas: edema -/-
Hasil lab:
WBC: 15,7 x 103 u/L

7
RBC : 4,30 x 106 u/L
HGB : 10,2 gr/dl
HCT : 31,9%
PLT : 376 x 103 u/L
Limfosit: 17,1%
Neutrofil:74,9%
GDS : 125 gr/dl
SGOT : 59
SGPT : 47
Ureum : 12
Kreatinin : 0,5
Natrium : 146
Kalium : 4,2
Chlorida : 98
Thorax PA:
Bercak berawan pada lapangan
paru kiri dan paru kanan atas
Cavitas pada paru kiri atas
Sinus costophrenicus kiri dan
kanan tumpul
A:
- Pneumonia DD/ TB paru
- Efusi pleura bilateral
- Malnutrisi
- Anemia kemungkinan
karena penyakit kronik

7 januari 2015 S: demam (-), menggigil (-), R/

8
batuk (+), lendir (+) warna Diet biasa
kuning, sesak (+). IVFD RL : D 5% 1:1 28
O: KU : Sakit sedang/ gizi tpm
kurang/ composmentis Inj. Ceftriaxone 2 gr drips
TD: 120/70 mmHG dalam 100 cc Nacl 0,9% /
N: 96 x/menit hari (hari 2)
P: 24 x/menit Paracetamol tab 3x1
S: 360C Ambroxol 30 mg 3x1
Kepala: anemis (+), ikterus (-)
Thorax: Planning:
BP: vesikuler; BT: Rh +/+ Sputum BTA 3x, gram,
(rhonki basah kasar pada apeks jamur
dan medial paru kanan, rhonki Tunggu jawaban Konsul
basah kasar pada apeks dan basal gizi klinik
paru sinistra) Wh -/- Kontrol thorax PA setelah
BJ I/II murni regular 5 hari antibiotik.
Abdomen:
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas: edema -/-
A:
- Pneumonia DD/ TB paru
- Efusi pleura bilateral
- Malnutrisi
- Anemia kemungkinan
karena penyakit kronik

8 januari 2015 S: demam (+), batuk (+), lendir R/


(+) , sesak (+). Diet biasa

9
O: KU : Sakit sedang/ gizi IVFD RL : D 5% 1:1 28
kurang/ composmentis tpm
TD: 100/60 mmHG Inj. Ceftriaxone 2 gr drips
N: 90 x/menit dalam 100 cc Nacl 0,9% /
P: 28 x/menit hari (hari 3)
S: 38,30C Paracetamol tab 3x1
Kepala: anemis (+), ikterus (-) Ambroxol 30 mg 3x1
Thorax:
BP: vesikuler; BT: Rh +/+ Planning:
(rhonki basah kasar pada apeks Sputum BTA 3x, gram,
dan medial paru kanan, rhonki jamur
basah kasar pada apeks dan basal Tunggu jawaban Konsul
paru sinistra) Wh -/- gizi klinik
BJ I/II murni regular Kontrol thorax PA setelah
Abdomen: 5 hari pemberian
Peristaltik (+) kesan normal antibiotic
Hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas: edema -/-
A:
- Pneumonia DD/ TB paru
- Efusi pleura bilateral
- Malnutrisi
- Anemia kemungkinan
karena penyakit kronik

9 januari 2015 S: demam (+), batuk (+), lendir R/


(+) kehijauan , sesak (+). Diet biasa
O: KU : Sakit sedang/ gizi IVFD RL : D 5% 1:1 28

10
kurang/ composmentis tpm
TD: 100/60 mmHG Inj. Ceftriaxone 2 gr drips
N: 90 x/menit dalam 100 cc Nacl 0,9% /
P: 28 x/menit hari (hari 4)
S: 38,30C Paracetamol tab 3x1
Kepala: anemis (+), ikterus (-) Ambroxol 30 mg 3x1
Thorax:
BP: vesikuler; BT: Rh +/+ Planning:
(rhonki basah kasar pada apeks Tunggu hasil Sputum
dan medial paru kanan, rhonki BTA 3x, gram, jamur
basah kasar pada apeks dan basal Tunggu jawaban Konsul
paru sinistra) Wh -/- gizi klinik
BJ I/II murni regular Kontrol thorax PA setelah
Abdomen: 5 hari pemberian
Peristaltik (+) kesan normal antibiotic
Hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas: edema -/-
A:
- Pneumonia DD/ TB paru
- Efusi pleura bilateral
- Malnutrisi
- Anemia kemungkinan
karena penyakit kronik

10 januari 2015 S: demam (+), batuk (+), lendir R/


(+) kehijauan , sesak (+). Diet biasa
O: KU : Sakit sedang/ gizi IVFD RL : D 5% 1:1 28
kurang/ composmentis tpm

11
TD: 100/60 mmHG Inj. Ceftriaxone 2 gr drips
N: 90 x/menit dalam 100 cc Nacl 0,9% /
P: 28 x/menit hari (hari 5)
S: 38,30C Paracetamol tab 3x1
Kepala: anemis (+), ikterus (-) Ambroxol 30 mg 3x1
Thorax:
BP: vesikuler; BT: Rh +/+ Planning:
(rhonki basah kasar pada apeks Tunggu jawaban Konsul
dan medial paru kanan, rhonki gizi klinik
basah kasar pada apeks dan basal Kontrol thorax PA setelah
paru sinistra) Wh -/- 5 hari pemberian
BJ I/II murni regular antibiotik
Abdomen: Tunggu hasil control foto
Peristaltik (+) kesan normal thorax
Hepar/lien tidak teraba Besok control darah rutin,
Ekstremitas: edema -/- ureum/kretinin, elektrolit,
Sputum BTA: SGOT/SGPT, ADT
BTA 1 (3+)
BTA 2 (3+) Mulai OAT:
BTA 3 (3+) -INH 1 x 300mg
A: -RIF 1 x 450 mg
- TB Paru kasus baru, BTA -Ethambutol 1 x 1000mg
(+), Radiologi (+) -Pirazinamide 1 x
- Efusi pleura bilateral 1000mg
- Pneumonia
- Malnutrisi
- Anemia kemungkinan
karena penyakit kronik

12
DISKUSI

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak. Selain itu dari anamnesis
didapatkan riwayat batuk berlendir kurang lebih 1 bulan, sering demam, menggigil
dan berkeringat malam hari, nafsu makan juga menurun disertai dengan penurunan
berat badan. Berdasarkan dari keluhan pasien, gejala-gejala yang ada merupakan
gejala pada infeksi TB paru sehingga dapat didiagnosis pasien ini mengalami infeksi
TB paru.

Pada pasien ini terdapat sesak yang berdasarkan teori merupakan late
symptom dari proses lajut tuberculosis paru akibat adanya restriksi dan obstruksi
saluran napas serta loss of vascular bed/vascular thrombosis batuk berlendir.
Berdasarkan dengan teori batuk berlendir terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.1

Gejala lain yang ada demam. Menurut teori Demam merupakan salah satu
tanda inflamasi. Demam pada penyakit tuberculosis biasanya hilang timbul.
Mekanisme demam sendiri yaitu mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan atau
darah akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah
memfagositosis, sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh disebut
sebagai pirogen endogen. IL-1 menginduksi pembentukan prostaglandin akan
menstimulus hipotalamus sebagai pusat termoregulator untuk meningkatkan
temperatur tubuh dan terjadi demam atau panas. Sedangkan menggigil didapatkan
terjadi saat suhu tubuh dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan
kecepatan yang sama atau dapa terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.1

Pasien juga mengalami keringat pada malam hari, berdasarkan teori Keringat
malam ini kemungkinan disebabkan oleh karena kuman yang menginfeksi penderita,

13
misalnya kuman Mycobacterium Tuberculosis, mengadakan metabolisme seperti
pembelahan didalam tubuh penderita sehingga terjadilah manifestasi keringat.1

Nafsu makan menurun adanya gangguan pada reflex vagal yang menyebabkan
peningkatan hormone leptin sehingga pasien merasa selalu kenyang. Penurunan berat
badan disebabkan oleh peningkatan metabolisme pada infeksi TB, sehingga terjadi
pemecahan pada cadangan makanan yang ada pada tubuh dikarenakan kebutuhan sel
yang meningkat dan nutrisi yang kurang dari tubuh sehingga didiagnosis malnutrisi
untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium Albumin untuk menunjang diagnosis
pada pasien ini.1

Pada pemeriksaan fisik ditemukan vocal fremitus menurun pada hemithorax


sinistra dan dextra setinggi ICS IX yang menunjukan adanya penumpukan cairan
sehingga menghalangi gelombang suara pada saat pemeriksaan sehingga pasien
diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik tersebut sebagai efusi pleura bilateral.
Berdasarkan teori, efusi pleura merupakan penyakit sekunder dari TBC. Hal ini
terjadi karena iritasi dari selaput pleura yang menyebabkan gangguan permeabilitas
membran sehingga menyebabkan cairan masuk ke dalam rongga pleura. Jadi efusi
pleura memang dapat berhubungan dengan penyakit Tuberkulosis.1

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pasien juga didiagnosis


Pneumonia karena memiliki gejala yang serupa dengan TBC. Berdasarkan teori yang
ada TBC memang juga merupakan pneumonia karena pada TBC juga terjadi
peradangan paru. Namun dalam prakteknya sehari-hari, diagnosis TBC paru
dibedakan dengan pneumonia walau keduanya sama sama dapat ditandai dengan
gejala batuk berdahak, demam dan sesak nafas. Pada umumnya gejala yang tampak
pada pneumonia lebih cepat dan singkat yaitu kurang dari dua minggu. Sedangkan
pada TBC gejalanya lebih dari tiga minggu. Selain itu pada TBC dapat terjadi
keringat malam, penurunan berat badan, dan anemia. Oleh karena itu, memang
pengobatanya berbeda jenis dan lamanya. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri

14
dapat diobati dengan antibiotik, sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh virus
biasanya hanya disarankan untuk beristirahat, makan yang cukup dan banyak minum
vitamin.1

Dari hasil darah rutin didapatkan adanya penurunan kadar hemoglobin dan
hematokrit maka pasien didiagnosis sebagai Anemia. Anemia ini kemungkinan
disebabkan penyakit kronik pasien. Anemia dapat juga disebabkan oleh adanya
defesiensi Fe. Untuk memastikan hal tersebut dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu
Fe serum dan TIBC.2

BAB II

PEBAHASAN

15
TUBERKULOSIS PARU

DEFINISI

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi


kuman mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia,
yaitu pneumonia yang disebaban oleh M. tuberculosis. Tuberkulosis paru
mencangkup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20%
selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar. Diperkirakan bahwa sepertiga
penduduk dunia pernah terinfeksi kuman M.tuberculosis.(1,2,3)

EPIDEMIOLOGI

Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat dilacak


sampai ribuan tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba, penyakit ini dikenal
sebagai penyebab kematian yang menakutkan. Sampai pada saat Robert Koch
menemukan penyebabnya, penyakit ini masih termasuk penyakit yang mematikan.
Istilah saat itu untuk penyakit yang mematikan ini adalah consumption. (1,2,3)

Di Indonesia, TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan


sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5. TB menyerang
sebagian besar kelompok usia produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Walau
upaya memberantas TB telah dilakukan, tetapi angka insiden maupun prevalensi TB
paru di Indonesia tidak pernah turun. Dengan bertambahnya penduduk, bertambah
pula jumlah penderita TB paru. Dengan meningkatnya HIV/AIDS di Indonesia,
penderita TB akan meningkat pula.( 1,2,3)

Karena diperkirakan seperempat penduduk dunia telah terinfeksi kuman


tuberkulosis, pada tahun 1993 WHO merencanakan tuberkulosis sebagai kedaruratan
global. (1,2,3)

PATOGENESIS

16
A. Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di


jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut : (3,4)
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum) (3,4)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus) (3,4)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. (3,4)
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan(3,4)
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat
imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup

17
gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : (3,4)
 Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
 Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis
primer.
B. Tuberkulosis Post Primer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah


tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :(5)
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif
kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila
jaringan keju dibatukkan keluar. (5)
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya

18
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi: (5)
 Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di
atas
 Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
 Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura. (5)
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak  (BTA)    
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak  menunjukkan hasil BTA
positif(5)
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan
biakan positif(5)
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif

19
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
(5)
tuberculosis
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu: (5)
a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali  lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
 Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
 TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani
pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai. (5)
d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
f. Kasus Bekas TB:  (5)   

20
 Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung
 Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi
C. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran
kencing dan lain-lain. (5)
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari
tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen
maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.
(5)

DIAGNOSA

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,


pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya. (1-6)

A. Gejala klinik 

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah  paru maka gejala lokal ialah
gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) (1-6)

1. Gejala respiratorik    
 batuk > 2  minggu

21
 batuk darah dapat terjadi akibat banyak hal yaitu: tuberculosis, brokkiektasis,
abses paru, Ca paru, dan bronchitis kronik. Namun diantara banyak penyebab,
yang paling sering adalah tuberculosis. Adanya infeksi pada paru dapat
menyebabkan nekrosis pada parenkim paru yang akan menimbulkan proses
perkejuan. Apabila dibatukkan, bahan cair dari perkejuan tersebut akan keluar
dan meninggalkan lubang yang disebut kavitas. Kavitas ini lama-lama akan
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar dan terjadilah
sklerotik. Jika terjadi peradangan arteri di dinding kavarne akan
mengakibatkan pecahnya vasa darah. Jika vasa darah pecah maka darah akan
dibatukkan keluar dan terjadilah hemoptisis. (1-6)
 sesak napas
 nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
(1-6)

2. Gejala sistemik    
 Demam merupakan salah satu tanda inflamasi. Demam pada penyakit
tuberculosis biasanya hilang timbul, biasanya muncul pada sore hari.
Mekanisme demam sendiri yaitu mikroorganisme yang masuk ke dalam
jaringan atau darah akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag, dan sel
mast. Setelah memfagositosis, sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan
tubuh disebut sebagai pirogen endogen. IL-1 menginduksi pembentukan
prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai pusat termoregulator
untuk meningkatkan temperatur tubuh dan terjadi demam atau panas. (1-6)

22
 gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun(1-6)
o Keringat malam ini kemungkinan disebabkan oleh karena kuman yang
menginfeksi penderita, misalnya kuman Mycobacterium Tuberculosis,
mengadakan metabolisme seperti pembelahan didalam tubuh penderita
sehingga terjadilah manifestasi keringat. Sebenarnya, keringat yang
disebut disini tidak hanya terjadi pada malam hari saja tetapi juga
terjadi setiap saat. Namun, pada pagi dan siang hari umumnya
penderita melakukan aktivitas fisik jadi keringat akibat metabolisme
kuman tersebut menjadi samar.
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu 
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. (1-6)
B. Pemeriksaan Jasmani

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru.  Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau
sulit sekali) menemukan kelainan.  Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah
apeks lobus inferior (S6).  Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum. (1-6)

23
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,


tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”. (1-6)

C. Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.  Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). (6)
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
 Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 
hari berturut-turut. (6)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm
atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila
ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH,
dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan

24
biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum
dikirim ke laboratorium. (6)
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan
telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan
pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari
klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas
saring melalui jasa pos. (6)
3. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
 Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak +  1 ml.
 Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak.
 Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus Bahan dahak dalam kertas saring yang kering
dimasukkan dalam kantong plastik kecil.
 Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.
 Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak
Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium

4. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.    

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan


pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

25
bronkoalveolar /BAL, urin, fases dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara. (6)

a. Mikroskopik(6)
 Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
o 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
o 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif ®  BTA positif
o bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO).
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) :

o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif


o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman:

26
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara :

o Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh


o Agar base media : Middle brook.
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis
pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun
pencampuran dengan cyanogen bromide  serta melihat pigmen yang
timbul.
D. Pemeriksaan  Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). (6)

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:

o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
Bayangan bercak milier.
o Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)    

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:

27
o Fibrotik
o Kalsifikasi
o Schwarte atau penebalan pleura

Luluh Paru  (destroyed Lung ) :

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,


biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri
dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk
menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi
untuk memastikan aktiviti proses penyakit. (6)

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :

o Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti
o Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

E. Pemeriksaan khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya


waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. (6,7)

o Pemeriksaan  BACTEC

28
  Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya  oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk
lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator
Tube (MGIT). (6,7)

o Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi


DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan
teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup
banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
(6,7)

Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis


sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar  internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data
lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak
dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan
deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari
paru maupun ekstraparu sesuai dengan  organ yang terlibat. (6,7)

o Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:


 Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa

29
masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi
menetap dalam waktu yang cukup lama. (6,7)

 ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah
uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji
ICT  merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik
yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen
M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis
melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya
digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan
diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian
serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan
positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari
empat garis antigen pada membran. (6,7)
 Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia.
Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan
pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian
dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut
terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai
dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir
dan dapat dideteksi dengan mudah. (6,7)
 Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang

30
diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang
mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. (6,7)
 Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara
mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik  untuk Mycobacterium
tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan
seperti 38 kDa dan 16 kDa  dan kombinasi lainnya akan menberikan
tingkat  sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di
luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk
mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis  TB
pada anak(6,7).
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan
untuk diagnosis. (6,7)
F. Pemeriksaan Penunjang lain
o Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura
terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. (6,7)
o Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan
jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu : (6,7)
 Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening
(KGB)
 Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope
dan Veen Silverman)

31
 Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru
terbuka).
 Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu
sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke
laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua
difiksasi untuk pemeriksaan histologi. (7,8)
o Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis.  Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua
dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering
meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik. (7,8)
o Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai
alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa.  Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan
dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji
tuberkulin dapat memberikan hasil negatif. (7,8)

32
Gambar 1.  Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa(7,8)

PENGOBATAN TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan.  Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan.(9)

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai: (9)

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: (9)


 INH
 Rifampisin
 Pirazinamid

33
 Streptomisin
 Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) (9)
 Kanamisin
 Amikasin
 Kuinolon
 Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat.
 Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain : (9)
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
B. DOSIS OBAT

Tabel 1. Dosis OAT(9)

JENIS OAT SIFAT DOSIS (MG/KG) DOSIS (MG/KG)


HARIAN 3 X SEMINGGU
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Steptomycin (S) Bakterisid 15 -
(12-18)

34
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting


untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant
tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal
dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis
obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel
3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain: (9)

a. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal

b. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan


pengobatan yang tidak disengaja

c. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar


dan standar

d. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit

e. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan


penggunaan monoterapi

Tabel 2. Dosis obat anti-tuberkulosis kombinasi dosis tetap(9)

FASE INTENSIF FASE LANJUTAN


2 BULAN 4 BULAN
BB HARIAN HARIAN 3X/MINGG HARIAN 3X/MINGGU
U
RHZE RHZ RHZ RH RH

35
150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 150/75
30-37 2 2 2 2 2

38-54 3 3 3 3 3

55-70 4 4 4 4 4

>71 5 5 5 5 5

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk
dalam batas dosis terapi dan non toksik. (9)

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami
efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang
mampu menanganinya. (9)

Tabel 3. Efek samping OAT(9)

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan


Tidak ada nafsu makan Rifampisin Semua OAT diminum
malam sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin
Kesemutan INH Beri vitamin B6
(piridoxin) 100 mg per
hari
Warna kemerahan pada Rifampisin Tidak perlu diberikan apa-
urine apa, tapi berikan
penjelasan pada pasien
Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Ikuti petunjuk
pada kulit penatalaksanaan
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

36
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan
ganti dengan etambutol
Ikterus tanpa penyebab Hampir semua OAT Hentikan semua OAT
lain sampai ikterus
menghilang
Mual dan muntah Hampir semua OAT Hentikan semua OAT,
segera lakukan tes fungsi
hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan rifampisin
(syok)

KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum


pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.

Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :

 Batuk darah
 Pneumotoraks
 Gagal napas
 Gagal jantung
 Efusi pleura

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff H. Mukty HA, Infeksi tuberculosis paru dalam: Dasar-dasar ilmu


penyakit paru, Surabaya: Airlangga University Press, 2006: 73-109.
2. Amin Z. Bahar A, Tuberkulosis paru dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi IV, Jakarta, 2007: 988-93.
3. Price SA. Standridge MP, Tuberkulosis Paru dalam: Patofisiologi Edisi VI,
Jakarta : EGC, 2006: 852-62.
4. Djojodibroto Darmanto, Tuberkulosis paru dalam: Respirologi respiratory
medicine, Jakarta: EGC, 2007: 151-68.
5. WHO Tuberculosis Fact Sheet no. 104., Available at:
http//www.who.Tuberculosis.htm. Accesed on March 3, 2004.
6. Soeroso Luhur, Tuberkulosis primer dengan infeksi sekunder dalam: Mutiara
paru atlas radiologi dan ilustrasi kasus, Jakarta: EGC, 2005: 48-9.
7. Setyanto DB, Tuberkulosis pada anak dalam: Manajemen kasus respirtorik anak
dalam praktek sehari-hari, Jakarta, Yapnas sddhaprana, 2007: 61-81.
8. Mansjoer A. Triyanti K. et all, Pulmonologi tuberculosis paru dalam: Kapita
selekta kedokteran, Jilid I Edisi 3, Jakarta, Media Aesculapius, 2001: 472-6.
9. Treatment of Tuberculosis. Guidelines for National Programmes 3rd ed. WHO –
Geneva, 2003.

38

Anda mungkin juga menyukai