Anda di halaman 1dari 7

1.

HIPERTROFI ADENOID
Penatalaksanaan hipertrofi adenoid dapat terbagi menjadi dua, yaitu tata laksana
farmakologi dan tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan dapat dipertimbangkan
pada pasien yang mengalami gangguan tidur akibat obstruksi jalan napas.

A. Farmakologi
Tata laksana farmakologi pada hipertrofi adenoid dapat menggunakan antibiotik,
steroid, dan antileukotrien.

Antibiotik
Antibiotik menjadi pilihan pada hipertrofi adenoid karena penyakit ini mayoritas
berkaitan dengan infeksi bakteri. Pada adenoiditis akut tanpa komplikasi, dapat
diberikan amoxicillin. Namun, pada keadaan yang kronik atau infeksi yang rekuren,
bisa ditambahkan penghambat beta laktamase, seperti asam klavulanat. Clindamycin
atau azithromycin adalah antibiotik alternatif pada pasien dengan alergi penisilin.

Steroid
Penggunaan steroid adalah salah satu alternatf tata laksana hipertrofi adenoid,
terutama pada penderita yang menolak atau memiliki kontraindikasi untuk menjalani
tindakan operatif. Steroid diduga dapat mengurangi ukuran adenoid melalui limfolitik,
mengurangi proses inflamasi pada adenoid dan mukosa nasofaring, serta mengurangi
peranan adenoid sebagai sumber infeksi.

Sebuah penelitian metaanalisis menunjukkan pemakaian mometasone nasal spray


dengan dosis 100, 200, atau 400 mcg per hari selama 4-9 minggu dapat memberikan
manfaat pada penderita untuk mengurangi gejala obstruksi nasal, mendengkur,
rhinorrhea, dan batuk. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penggunaan
mometason yang dikombinasikan dengan oksimetazolin terbukti memberikan manfaat
pada penderita hipertrofi adenoid yang disertai dengan rhinitis alergi.

Antileukotrien
Leukotrien merupakan zat yang memiliki peranan penting dalam imunitas tubuh
karena dapat menyebabkan akumulasi leukosit, ingesti kuman, dan aktivasi berbagai
sitokin. Kandungan zat ini dapat menyebabkan inflamasi pada anak dengan
obstructive sleep apneu (OSA). Semakin parah penyakit OSA yang diderita, semakin
tinggi kadar leukotriene yang ada di jaringan.

Penggunaan antileukotrien, seperti montelukast dapat mengurangi inflamasi dan


apneu pada penderita hipertrofi adenoid, terutama jika penggunaannya
dikombinasikan dengan steroid intranasal. Montelukast adalah obat yang biasa
digunakan pada anak di atas usia 1 tahun untuk terapi asthma dan rhinitis alergi.
Montelukast dapat diberikan selama 12 minggu dengan dosis 5 mg/hari.

B. Pembedahan
Adenoidektomi merupakan modalitas tata laksana yang sering dilakukan pada
penderita hipertrofi adenoid. Indikasi dari tindakan ini adalah:
 Obstruksi nasal
 Apneu saat tidur
 Otitis media dengan efusi
 Otitis media rekuren
 Sinusitis atau rhinitis
 Adenoiditis atau tonsillitis
Awalnya metode adenoidektomi dilakukan secara konvensional dengan
menggunakan kuret atau adenotom tanpa visualisasi nasofaring. Namun, penggunaan
metode konvensional sebagai teknik pengangkatan adenoid dianggap kurang baik
karena reseksi tidak adekuat, terutama jika terjadi pembesaran hingga ke daerah
intranasal, superior, atau peritubarik.
Saat ini penggunan endoskopi sebagai alat bantu visualisasi telah banyak
digunakan sebagai alternatif yang dapat mengurangi nyeri pascaoperasi dan mampu
melakukan reseksi jaringan lebih sempurna. Alternatif kuret untuk reseksi adenoid
pada adenoidektomi juga telah mengalami revolusi, antara lain dengan menggunakan
suction diathermi, ablasi laser, ablasi radiofrekuensi, microdebrider, dan coblation
wand.
Tindakan adenoidektomi biasa dilakukan bersama dengan beberapa prosedur lain,
seperti tonsilektomi, uvulopalatofaringoplasti, miringotomi, pemasangan ventilation
tube, dan operasi nasal. Komplikasi operasi yang paling sering terjadi adalah
perdarahan dan gangguan saluran pernapasan.
2. CARSINOMA NASOFARING
Radioterapi
Radioterapi merupakan modalitas utama pada penatalaksanaan KNF yang masih
terbatas lokoregional, karena tumor ini bersifat radiosensitif. Kemajuan yang sangat
penting pada radioterpi adalah IMRT (Intensity-Modulated Radiation Therapy).
Teknologi ini memungkinkan pemberian dosis radiasi konformal terhadap target
melalui optimalisasi intensitas beberrapa beam. Kelebihan dari IMRT ini diantaranya
memiliki kemampuan untuk memberikan radioterapi conformal pada target yang tidak
beraturan (irrigular). Ini sangat bermanfaat pada tumor yang berada disekitar struktur
vital seperti batang otak dan medula spinalis. Teknik ini sudah dilaporkan dapat
meningkatkan kontrol tumor dan juga menurunkan risiko komplikasi.

Kombinasi Kemoradiasi
Kemoradiasi konkuren saat ini menjadi terapi pilihan pada KNF lokoregional
yang advanced. Sebagian besar penelitian kemoterapi pada KNF menggunakan
Cisplatin-based. Berdasarkan waktu pemberian kemoterapi terhadap radioterapi
dibedkan menjadi Induction/ Neoadjuvan (sebelum), concurrent (selama radiasi) dan
adjuvan (setelah radioterapi).

Brachytherapy
Brachyterapy efektif dan digunakan hanya pada tumor yang dangkal di
nasofaring dan tanpa invasi ke tulang.

Nasofaringektomi
Nasofaringektomi diindikasikan pad tumor persisten atau rekuren yang terlalu
besar untuk brakiterapi dan terdapat perluasan ke parafaring.

Terapi Target
Cetuximab merupakan terapi target yang diberikan pada KNF yang mengalami
rekuren atau persisten dengan metastasis jauh.
3. NASOFARINGEAL ANGIOFIBROMA
Pembedahan merupakan tatalaksana utuama pada JNA. Pilihan lain meliputi
kemoterapi, terapi hormonal, radiasi, dan embolisasi yang saat ini hanya sebagai
pengobatan pelengkap.
Pendekatan bedah ditentukan oleh lokasi tumor, penyebaran, dan keahlian
pembedah. Teknik harus mempertimbangkan efek pembedahan pada tulang
kraniofasial pada pasien laki-laki usia muda, yang masih tumbuh sampai usia 20
tahun. Faktor-faktor yang dapat membatasi pertumbuhan wajah meliputi peningkatan
jaringan lunak dan periosteum, diseksi mukoperiosteum langitlangit, etmoidektomi,
osteotomi fasial, serta penggunaan fiksasi metal.
Pembedahan pada JNA memerlukan perencanaan matang, meliputi penyusutan
tumor dengan pemberian anti-androgen dan devaskularisasi tumor dengan embolisasi.
Anti-androgen flutamide merupakan golongan antagonis androgen non-steroid;
diberikan selama 6 minggu (10 mg/kg/hari) mengurangi volume tumor (rata-rata
pengurangan 16,5 %, maksimum 40%). Efikasi masih terbatas pada pasien post
pubertas, tidak efektif pada pasien prepubertas karena kadar testosteron minimal atau
bahkan tidak ada. Embolisasi pre-operatif rutin dilakukan karena dapat menurunkan
kehilangan darah intra-operatif dan meningkatkan area pembedahan, sehingga eksisi
tumor komplit dapat dicapai.
Teknik pembedahan JNA meliputi pembedahan terbuka dan pembedahan
endoskopik atau kombinasi.1 Reseksi endoskopik sangat direkomendasikan untuk
tumor stage I-IIIA dari sistem staging Radkowski karena rendahnya kehilangan darah
intraoperatif, masa rawat inap, serta kekambuhan dibandingkan pendekatan
tradisional pembedahan terbuka. Kontraindikasi pembedahan endoskopik yaitu pada
tumor residual yang melibatkan area kritis (ICA, nervus optikus, sinus kavernosa,
dura).
Radiasi dilaporkan efektif, namun tidak selalu tepat untuk populasi remaja.
Komplikasi jangka panjang yang potensial seperti transformasi maligna, karsinoma
tiroid, sarkoma jaringan lunak dan tulang, karsinoma sel basal, hipopituarism, katarak,
atrofi nervus optikum, osteoradionekrosis, osteomielitis basis kranial, dan retardasi
pertumbuhan wajah disebabkan radiasi tidak direkomendasikan. Radiasi mungkin
digunakan sebagai terapi primer untuk lesi tingkat lanjut dan tidak dapat direseksi.
4. KARSINOMA LARING
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan,
radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan
keadaan umum pasien.
1. PEMBEDAHAN
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari:
A. LARINGEKTOMI1-3
Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak
memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.

Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas
(epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.

B. DISEKSI LEHER RADIKAL


Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena kemungkinan
metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis,
subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke
kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini
tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.

2. RADIOTERAPI
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2
dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan caraini
adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang
dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.

3. KEMOTERAPI
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif.
Obat yangdiberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–1000 mg/m2
5. KARSINOMA PARU
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti
terapi). Kenyataanya pada saatpemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan pada
jenis histologis, derajat dan tampilan penderita sajatetapi juga kondisi non-
medisseperti fasiliti yang dimilikirumah sakit dan ekonomi penderita jugamerupakan
faktor yang amat menentukan.

Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan II.
Pembedahan jugamerupakan bagian dari “combine modality therapy”, misalnya
kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSKstadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada
kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kankerparu dengan sindroma
vena kava superiror berat.Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor
direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru
tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk
memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil
dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.

Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada
terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK
stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif
terapi kuratif.
Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk
meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang
akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.

Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus
ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih dan
60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan
dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen
kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat
dilakukan
6. TUMAR MEDIASTINUM
Jika letak tumor mediastinum sudah diketahui, maka hal ini akan menentukan
langkah pengobatan yang bisa dilakukan selanjutnya, yang dapat berupa:
- Pada kanker timus, perlu dilakukan pembedahan yang disertai dengan
pengobatan pelengkap, seperti terapi radiasi atau kemoterapi. Jenis operasi yang bisa
dilakukan adalah torakskopi, mediastinoskopi, dan torakotomi berupa pembedahan
pada bagian dada.
- Pada kasus limfoma, dianjurkan untuk melakukan pengobatan dengan jalan
kemoterapi yang disertai dengan terapi radiasi.
- Karena berada pada bagian belakang, pembedahan perlu dilakukan untuk tumor
neurogenik.

Tumor mediastinum terbilang jarang terjadi, tapi karena letaknya berada di antara
tulang dada, tulang belakang, dan di antara paru-paru, maka tumor mediastinum harus
segera diobati. Pasalnya, jika tidak diobati secepatnya, tumor mediastinum dapat
menyebabkan komplikasi serius yang dapat menyerang organ tubuh di sekitarnya,
meliputi jantung, perikardium atau lapisan sekitar jantung, dan pembuluh darah besar
aorta

Anda mungkin juga menyukai