Anda di halaman 1dari 9

BAB VI

ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Sirosis Hepatis

Gejala awal sirosis (tipe kompensata) bersifat samar dan non spesifik, mudah
lelah, lemas selera makan berkurang, perut kembung dan mual, berat badan
menurun, nyeri tumpul atau berat pada epigastrium atau kuadran atas abdomen.

Pemeriksaan Fisik Sirosis Hepatis :

a. Keadaan umum : Tampak lemah

b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)

c. Kepala : Normo cephalic, simetris, pusing, benjolan tidak ada. Rambut tumbuh
merata dan tidak botak, rambut berminyak Tidak rontok
d. Muka : Simetris, otot muka dan rahang kekuatan normal, sianosis tidak ada
e. Mata : Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor
sclera agak ikterus (-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan menurun.
f. Hidung : Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan
cuping hidung tidak ada.
g. Mulut dan faring : Bau mulut , stomatitis (-), lidah merah merah mudah,
kelainan lidah tidak ada. Terpasang NGT, bibir tampak kering dan pucat.
h. Leher : Simetris, kaku kuduk tidak ada, pembesaran vena jugularis 5-3 cm H2O
i. Thoraks
o Paru: Gerakan simitris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-),
perkusi resonan, rhonchi -/-, wheezing -/-, vocal fremitus dalam batas
normal.
o Jantung: Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas
kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness.
Bunyi s1 dan s2 tunggal, gallop (-), mumur (-). Capillary refill 2 3 detik
j. Abdomen : Bising usus +, tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak ada, perabaan
massa tidak ada, hepar tidak teraba, asites (+). Mengeluh perut terasa mual dan
begah., nyeri tekan daerah epigastrum
k. Inguinal-Genitalia-Anus : Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia,
pembengkakan pembulu limfe tidak ada, tidak ada hemoroid, tidak ada keluhan
saat bak maupun bab.
l. Ekstrimitas : Akral hangat, kekuatan 5/5, gerak yang tidak disadari -/-, atropi
-/-, capillary refill 2 detik, abses tidak ada, reflek patella N/N, achiles N/N.
pembuluh darah perifer : radialis (+/+), femoralis (+/+), poplitea (+/+), tibialis
posterior (+/+), dorsalis pediss (+/+).
m. Sistem integument : Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur
kasar, rambut hitam dan berminyak , tidak botak, perubahan warna kulit tidak
ada, edema tidak ada

Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis :


a. Pemeriksaan Laboratorium
- Darah. Bisa di jumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer atau makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan
leukopenia dan trombositopenia.
- Kenaikan enzim transaminase / SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk
tentang berat dan luasnya kerusakan parenkhim hati. Kenaikan kadarnya di
dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan.
Peninggian kadar gama GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitive
tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gama GT
tidak meningkat pada sirosis inaktif.
- Albumin. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin
merupakan tanda kurangnya daya hati dalam menghadapi stress.
- Pemeriksaan CHE. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun.
- Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan
pembatasan garam dalam diet.
- Pemanjangan masa protombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi
hati. Pemberian vit. K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin.
- Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan
kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen.
- Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HBS Ag/ HBS Ab,
HbeAg/ HbeAb, HBV DNA, HCV RNA.

b. Pemeriksaan AFP penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi


kearah keganasan. Nilai AFP > 500 1000 mempunyai nilai diagnostic suatu
kanker hati primer.
c. Pemeriksaan jasmani. Terdapat pembesaran hati pada awal sirosis, pembesaran
limfe, pada perut terdapat vena kolateral dan asites, spider naevi/ kaput medusa,
eritema palmaris.
d. Pemeriksaan penunjang lainnya. Esofagoskopi, USG, CT-Scan, ERCP,
Angiografl.

2. Ulkus Duodenum

Gejala Ulkus Duodenum :

a. Rasa perih, panas, atau sakit pada perut, biasanya terletak tepat di bawah tulang
dada. Sakit biasanya tidak dirasakan saat bangun tidur, tetapi baru muncul
menjelang siang. Perut terasa kosong dan timbul rasa lapar.
b. Rasa nyeri umumnya mereda setelah minum susu, makan, atau mengkonsumsi
obat antasida, tetapi biasanya dirasakan kembali 2-3 jam kemudian.
c. Rasa nyeri seringkali membuat penderita terbangun pada malam hari.
d. Penderita biasanya memiliki pola tertentu dan seringkali belajar dari
pengalaman untuk mengetahui kapan kekambuhan terjadi, misalnya saat
sedang stress.

Gejala-gejala ulkus gaster, ulkus marginal, atau stress ulcer, tidak sama dengan
ulkus duodenum, antara lain berupa :

a. Makan bisa meredakan nyeri sesaat atau malah menimbulkan nyeri ketimbang
meredakannya.
b. Gejala-gejala sumbatan saluran cerna, berupa kembung, mual, atau muntah
setelah makan. Hal ini bisa terjadi karena ulkus gaster terkadang menyebabkan
pembengkakan jaringan (edema) yang mengarah pada usus halus, sehingga
makanan tidak dapat turun dengan mudah dari lambung.

Pemeriksaan Fisik Ulkus Duodenum :


a. Keadaan umum : Tampak lemah
b. Kulit : Kulit sudah mulai keriput, kering, tidak ada lagi atau benjolan, sianosis
(-) dan edema (-).
c. Kepala : Simetris tegak lurus dengan garis tengah tubuh, tidak ada luka,
rambut beruban.
d. Mata : Ikterus (-), refleks cahaya (+), tanda anemis (-)
e. Hidung : Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, polip (-) tidak ditemukan
darah/cairan keluar dari hidung.
f. Mulut dan tenggorokan : Bibir agak kering, sianosis (-), fungsi pengecapan
baik, tonsil tidak infeksi, jumlah gigi sudah tidak lengkap.
g. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, leher dapat digerakkan dengan
bebas.
h. Dada : Bentuk dan gerakan dada tetap baik/simetris.
i. Sistem pernafasan : Tidak ada sesak, pernafasan teratur dengan frekuensi 26
x/menit, suara pernafasan normal pada auskultasi.
j. Sistem kardiovaskuler : Tekanan darah selama ini teratur, frekuensi jantung
normal tidak ad tanda-tanda kelainan.
k. Sistem gastrointestinal
- Inspeksi: bentuk abdomen datar, umbilicus tidak menonjol, tidak ada benjolan.
- Auskultasi: peristaltic usus meningkat, bunyi peristaltic bising usus.
- Palpasi: tidak dijumpai adanya massa, nyeri area epigastik, hepar dan lien tidak
teraba.
- Perkusi: suara timpani.
l. Sistem musculoskeletal : Nyeri sendi kadang-kadang dialami klien bila cuaca
terlalu dingin, kelemahan otot (+), kekakuan otot dan sendi (-), tonus otot
sedang, atropi otot (-), edema (-).
m. Sistem neurologi : Kesadaran komfos mentis, kehilangan memori (-),
komunikasi lancar dan jelas, orientasi terhadap orang baik.
n. Sistem endokrin : Belum pernah dideteksi adanya penyakit akibat gangguan
sistem
endokrin.

Pemeriksaan Penunjang Ulkus Duodenum :


a. Endoskopi adalah pemeriksaan penunjang pilihan pertama bagi pasien
dyspepsia dan bagi pendarahan saluran pencernaan bagian atas ( untuk
diagnosis dan terapi endoskopi pada pendarahan )
b. Tes untuk helicobacter pylori : berbagai tes memungkinkan dilakukannya
identifikasi organisme yang memiliki cirri sangat sulit dikulturini :
- Pemeriksaan histologist pada biopsy antrum.
- Tes CLO untuk urease bacterial, dari jaringan antrum yang didapatkan
dengan biopsi : H. pylori yang menghasilkan urease, yang menghidrolisis
ureum menjadi NH3 dan CO2 ureum ditambahkan secara in vitro dan
deteksi NH3 dilakukan dengan melihat perubahan warna pada indikator
yang sensitive terhadap pH.
13
- Tes napas ureum dengan label C : ureum yang diberi radio label dicerna
kemudian 13CO2 yang dihasilkan melalui hidrolisis diabsorpsi,
diekskresikan dalam paru, dan terdeteksi pada napas.
- Pengukuran antibody terhadap H. pylori dalam darah. Deteksi H. pylori
saja tidak cukup untuk menegaskan diagnosis ulkus duodenum, karena
20% (usia 20 tahun) sampai 50% (usia 50 tahun) populasi merupakan
karier.
c. Radiologi dengan kontras barium lebih jarang digunakan sejak ditemukannya
endoskopi fleksibel, walaupun tetap bermanfaat dalam evaluasi pasien stenosi
pilorik.

3. Sindroma Mallory Weiss

Gejala utama yang sering ditimbulkan akibat sindroma ini adalah suatu sensasi
mual muntah yang hebat. Robekan ini bisa disebabkan akibat batuk-batuk yang
hebat, kejang hebat pada epilepsi, gangguan pola makan, hernia hiatal, dan
kebiasaan mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak atau alkoholisme,
atau pada beberapa kasus sindroma morning sickness akibat frekuensi mual
muntah yang terlalu tinggi juga berpotensi menyebabkan robekan Mallory-
Weiss.
Tidak selamanya muntah-muntah adalah suatu bentuk robekan dari
Mallory-Weiss itu sendiri, melainkan gejala yang nyata bisa disertai dengan
muntah yang disertai dengan darah, atau warna feses yang kehitaman atau
melena sebagai akibat penguraian darah oleh asam lambung yang membentuk
hematin. Pengobatan utama biasanya dengan obat-obatan dan operasi
penghentian perdarahan, dan adalah suatu kejadian yang sangat langka sindroma
ini berkelanjutan pada tingkat kematian.

Pemeriksaan Fisik Mallory Weiss Tear :


a. Penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi)
b. Perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan.
c. Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata penyakit hati
kronis (ikterus,spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema
tungkai), massa abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit
paru, penyakit jantung, penyakit rematik dll.
d. Rectal toucher, warna feses ini mempunyai nilai prognostik
e. Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube
(NGT). Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif,
aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin
perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna aspirat pun dapat
memprediksi mortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien
dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada
NGT.
.
Pemeriksaan Penunjang Sindroma Mallory Weiss :
a. Pemeriksaan Laboratorium:
- Pemeriksaan Hb dan Ht dilakukan untuk menilai episode perdarahan
awal dan untuk memonitor pasien.
- Hitung platelet apt dan ptt, dilakukan untuk menilai keparahan
trombositopenia dan koagulopaty sebagai faktor komplikasi.
Pemeriksaan koagulasi diperlukan pada pasien-pasien yang
mengkonsumsi antikoagulan atau dengan asupan oral minimal atau
tidak sama sekali mengkonsumsi antibiotik. Hitung platelet bisa rendah
karena menkonsumsi alcohol.
- Tingkat BUN creatinin dan elektrolit diukur untuk patokan terapi cairan
IV.
- Pemeriksaan golongan darah dan antibody dilakukan untuk
kemungkinan transfuse darah

b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan Barium atau Gastrografin tidak boleh dilakukan karena


nilai diagnostik yang rendah dan mengganggu penilaian endoscopi dan
terapi.

c. Pemeriksaan lainnya

EKG dan Enzym jantung (jika ada indikasi) untuk menilai iskemia
miokard akibat kehilangan darah gastrointestinal terutama pada pasein
dengan anemia signifikan, instabilitas hemodinamik, penyakit
cardivaskuler, adanya nyeri dada, dan atau usia lanjut.

Sumber:

Nanda. 2013. Asuhan keperawatan (Askep)


Soewondo. Pradana. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta: FK
UI. 2006: Hal 291-4
https://dokmud.wordpress.com/2010/06/03/sirosis-hepatis/
https://books.google.co.id/
https://www.scribd.com/doc/60887480/Syndrome-Mallory-Weiss-Revisi-NESA
BAB VII

HIPOTESIS AKHIR

Berdasarkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diatas, didapatkan diagnose yang
tepat adalah Sirosis Hepatis.

Anda mungkin juga menyukai