Anda di halaman 1dari 22

PATOFSIOLOGI GGK

(GAGAL GINJAL KRONIS)

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Sebagaian Tugas Mata Kuliah Patofisiologi
yang Diampu oleh Ns.Tina Muzaenah, S. Kep., M.Kep.

Disusun oleh:
Umi Dyah Ayu Winasih (2011010021)
Hanif Fauzi (2011010022)
Elsa Meilani (2011010024)
Andyna Fitria (2011010031)
Ari Budianti (2011010032)
Milda Sekar Wangi (2011010035)
Indah Saputri (2011010050)

PROGRAM D-3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

1
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan begitu
banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari begitu banyak
nikmat yang telah di dapatkan dari Allah SWT. Selain itu, kami juga merasa
sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik kesehatan maupun
pikiran.
Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah sebagai tugas mata kuliah Patofisiologi dengan topik inti
“Gagal Ginjal Kronis”. Kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu Ns.Tina Muzaenah, S. Kep., M.Kep. selaku dosen pengampu mata
kuliah Patofisiologi.
Kami menyadari makalah ini masih begitu banyak kekurangan dan
kesalahan baik isinya maupun struktur penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharap kritik dan saran positif untuk perbaikan di kemudian hari.
Demikian, semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para
pembaca.

Purwokerto, 12 Juni 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ………………………………………….................1
KATA PENGANTAR……………………………………………….…… ..2
DAFTAR ISI ……………………………………………………….….……3
BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..………4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………5
C. Tujuan…………………………………………………………………..…5
BAB II : PEMBAHASAN..............................................................................
A. Pengertian Gagal Ginjal Kronik................................................................6
B. Etiologi Gagal Ginjal Kronik.....................................................................7
C. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik.............................................................8
D. Diagnosis medis dari Gagal Ginjal Kronik................................................9
E. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik?....................................................11
F. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik..............................................12
BAB III : PENUTUP......................................................................................
A. Kesimpulan ..............................................................................................21
B. Saran.........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………..……………22

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronis (PGK) atau gagal ginjal kronis (GGK) adalah kondisi
saat fungsi ginjal menurun secara bertahap karena kerusakan ginjal. Secara medis,
gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai penurunan laju penyaringan atau filtrasi
ginjal selama 3 bulan atau lebih.

Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit
serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itusendiri.
Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami mereka yang berusia dewasa,terlebih
pada kaum lanjut usia.

Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami mereka yang berusia dewasa,
terlebih pada kaum lanjut usia. Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar
yakni gagal ginjal akut (acuterenal failure = ARF) dan gagal ginjal kronik
(chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi
ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan
ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan
kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pad gagal ginjal
kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Sehingga biasanya
diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat
disembuhkan. Pada penderitagagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya
kematian sebesar 85 %

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa pengertian Gagal Ginjal Kronik ?
2. Apa faktor penyebab Gagal Ginjal Kronik ?
3. Bagaimana tanda gejala Gagal Ginjal Kronik ?

4
4. Bagaimana komplikasi diagnosis medis dari Gagal Ginjal Kronik?
5. Bagaimana penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:


1. Memahami pengertian Gagal Ginjal Kronik.
2. Memahami faktor penyebab Gagal Ginjal Kronik.
3. Memahami gejala Gagal Ginjal Kronik.
4. Mengetahui komplikasi diagnosis medis dari Gagal Ginjal Kronik.
5. Mengetahui penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronis (GGK) adalah kondisi saat fungsi ginjal mulai menurun secara
bertahap. Gagal ginjal kronis disebut juga sebagai kerusakan ginjal dapat berupa
kelainan jaringan, komposisi darah, dan urine atau tes pencitraan ginjal, yang dialami
lebih dari tiga bulan. Gagal ginjal kronis apabila tidak ditangai dapat menjadi gagal
ginjal akhir (ESRD), yakni setelah terjadinya penumpukan limbah tubuh, cairan, dan
elektrolit yang bisa membahayakan tubuh jika tanpa dilakukan penyaringan buatan
(dialisis/cuci darah) atau transplantasi ginjal. GGK umumnya tidak menimbulkan
gejala, sehingga membuat pengidap penyakit ini biasanya tidak menyadari gejalanya.

Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologiyang


beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan menurunnya fungsi ginjal yang bersifatirreversible, dan memerlukan
terapi pengganti ginjal yaitu berupa dialisis atautransplantasi ginjal. Selain itu gagal
ginjal kronik juga dapat diartikan denganterjadinya kerusakan ginjal (renal damage)
yang terjadi lebih dari 3 bulan,berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau
tanpa penurunan lajufiltrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi adanya kelainan
patologis,adanya kelainan ginjal seperti kelainan dalam komposisi darah atau urin
sertaadanya kelainan pada tes pencitraan (imaging tests) serta laju filtrasiglomerulus
(LFG) kurang dari 60 ml/mnt/1.73 m2 (Nurchayati, 2010)

Sedangkan menurut (Brunner dan Suddarth, 2002: 448) Gagal Ginjal Kronik
adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana keseimbangan
tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
menyebabkan uremia.

Gagal ginjal kronik juga didefinisikan sebagai penurunan dari fungsi jaringan
ginjal secara progresif di mana massa di ginjal yang masih ada tidak mampu lagi
mempertahankan lingkungan internal tubuh.

6
Gagal ginjal kronis juga diartikan sebagai bentuk kegagalan fungsi ginjal terutama
di unit nefron yang berlangsung perlahan-lahan karena penyebab yang berlangsung
lama, menetap dan mengakibatkan penumpukan sisa metabolit atau toksik uremik, hal
ini menyebabkan ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan seperti biasanya sehingga
menimbulkan gejala sakit (Black & Hawks, 2005).

B. Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh kondisi kesehatan lain yang
membebani ginjal dan dapat merupakan akibat dari beberapa penyakit. Beberapa
kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik adalah:

1. Tekanan darah tinggi, yang seiring dengan berjalannya waktu dapat


menambahkan beban pada ginjal dan menghambat fungsi normal dari ginjal.
2. Diabetes, karena jumlah gula yang melebihi batas normal dalam darah dapat
menyebabkan kerusakan pada filter yang ada di ginjal.
3. Kolesterol tinggi, yang dapat menyebabkan penumpukan deposit lemak di
pembuluh darah yang memberikan pasokan darah ke ginjal.
4. Infeksi pada ginjal.
5. Penghambat aliran urine, seperti batu ginjal atau pembesaran prostat.
6. Pengunaan obat-obat tertentu dalam jangka panjang.

Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik meliputi glomerulonefritis,


pielonefritis, hipoplasia konginetal, penyakit ginjal polikistik, diabetes militus,
hipertensi, sistemik lupus, sindrom Alport's, amiloidosis. (Susan M Tucker,
1998:538).

Penyebab utama gagal ginjal ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara
dengan negara lain. Penyebab utama gagal ginjal kronik di Amerika Serikat
diantaranya yaitu Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyebab terbesar gagal
ginjal kronik sebesar 37% sedangkan tipe 1 7%. Hipertensi menempati urutan kedua
sebesar 27%. Urutan ketiga penyebab gagal ginjal kronik adalah glomerulonefrtitis
sebesar 10%, nefrtitis interstisialis 4%, dilanjutkan dengan nefritis interstisialis, kista,
neoplasma serta penyakit lainnya yang masing-masing sebesar 2%. (Brunner &
Suddarth, 2008)

7
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2014 menyebutkan bahwa
penyebab gagal ginjal di Indonesia diantaranya adalah glomerulonefritis 46.39%, DM
18.65% sedangkan obstruksi dan infeksi sebesar 12.85% dan hipertensi 8.46%
sedangkan penyebab lainnya 13,65% (Drakbar, 2008). Dikelompokkan pada sebab
lain diantaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal
bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui. Etiologi gagal ginjal kronik
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, glomerulonefritis
kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus urinarius,
lesi herediter seperti penyakit ginjal polikistik (Brunner & Suddarth, 2008)

C. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Menurut Aulia (2017), tanda gejala yang muncul akibat gagal ginjal kronik secara
umum, yakni :

1. Tekanan darah tinggi


2. Perubahan frekuensi dan jumlah buang air kecil dalam sehari
3. Adanya darah dalam urin
4. Lemah serta sulit tidur
5. Kehilangan nafsu makan
6. Sakit kepala
7. Tidak dapat berkonsentrasi
8. Gatal
9. Sesak
10. Mual & muntah
11. Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki, serta pada kelopak mata
waktu pagi hari

Tanda dan gejala pada gagal ginjal kronik tidak spesifik, dan dapat disebabkan
oleh kondisi kesehatan lainnya. Karena ginjal merupakan organ yang mudah
beradaptasi dan dapat berkompensasi bila terjadi kehilangan fungsi, tanda dan gejala
umumnya tidak tampak hingga penyakit mencapai tahap yang lebih lanjut.

8
D. Diagnosis Medis Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK)

Dilihat dari amnesis, pemeriksaan fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu
gambaran histopatologis.

1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

4. Menentukan strategi terapi rasional

5. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila


dilakukanpemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis,
pemeriksaanfisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhanyang


berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologiGGK, perjalanan
penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburukfaal ginjal (LFG).

1. Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:


a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari : Sesuai dengan penyakit yang
mendasari Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,
mual,munt ah, nokturia, kelebihan cairan (volume overload),
neuropatiperifer, pru ritusm uremic frost, perikarditis, kejang-kejang
sampai koma. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia,
osteodistrofirenpayah jantung, asidosis metabolik, gangguan
keseimbanganelektrolit
b. Pemeriksaan laboratorium Urinalisa, Darah lengkap, Ureum kreatinin,
Kreatinin klirens,Natrium, klorida, Kalium AGDA : Penentuan asidosis
Ultrafiltrasi Glomerulus
2. Pemeriksaan penunjang diagnosis. Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal
kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak
b. Pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi

9
c. Ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil,korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
kista, massa,klasifikasi
3. Diagnosis Gizi Gagal Ginjal Kronik

Diagnosis gizi atau nutrition diagnosis digunakan untuk mengidentifikasidan


memberi nama masalah gizi secara jelas, singkat, spesifik, akurat, berdasarkan
data assessment (Aritonang, 2012).

Diagnosis gizi yang dapat diangkat secara umum pada GGK ini
adalah(Muttaqin, Moch Zaenal, 2013) :

a. a. Penurunan kebutuhan zat gizi tertentu dengan disfungsi ginjal


ditandaioleh peningkatan ureum, kreatinin, kalium, phosphor, GFR
<90ml/menit, oedema.
b. b.Kelebihan asupan cairan berkaitan dengan penurunan pengeluarancairan
melalui ginjal ditandai oleh kenaikan BB, oedema, asupan cairan>
rekomendasi, kelebihan asupan garam.
c. c.Perubahan fungsi gastrointestinal berkaitan dengan nafsu makan
yangturun ditandai dengan mual.
d. Peningkatan berat badan berlebih berkaitan dengan kegagalan fungsi ginjal
ditandai dengan.. dan kelebihan cairan.
4. Hemodialisa

Gagal ginjal kronik yang bersifat irreversibel mengakibatkan perubahan


fisiologis yang tidak dapat diatasi lagi dengan cara konservatif sehinga
membutuhkan terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal salah satunya
adalah hemodialisis (HD).

Hemodialisa merupakan salah satu terapi pengganti untuk menggantikan


sebagian kerja ginjal dalam mengeluarkan sisa hasil metabolisme dan kelebihan
cairan serta zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh. Frekuensi tindakan hemodialisa
bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata-rata penderita
menjalani hemodialisa 2 sampai 3 kali seminggu,sedangkan lama pelaksanaan
hemodialisis paling sedikit 4-5 jam per kaliterapi. Penderita yang menjalani
hemodialisis akan terus menerus melakukan hemodialisis secara rutin untuk
menyambung hidupnya (Smeltzer dan Bare,2005).

10
Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian
namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit
ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin
yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari ginjal serta terapinyaterhadap kualitas
hidup pasien.

E. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi
toksinazotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Peranan Diet : Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk
mencegah ataumengurangi toksin azotemia, tetapi untuk langkah lama
dapatmerugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan Jumlah Kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk
GGK harus adekuatdengan tujuan utama yaitu mempertahankan
keseimbangan positifnitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara
status gizi.
c. Kebutuhan Cairan : Bila ureum serum >150mg% kebutuhan cairan harus
adekuat supayajumlah diuretus mencapai 2L perhari
d. Kebutuhan Elektrolit dan MineralKebutuhan jumlah mineral dan elektrolit
bersifat individual tergantungdari LFG dan penyakit ginjal dasar
(underlying renal disease).
2. Terapi Simptomatika.
a. Asidosis Metabolik : Asidosis metabolik harus dikoreksi karena
meningkatkan serum kalsium(hiperkalemia), untuk mencegah dan
mengobati asidosis metabolik dapatdiberikan suplemen alkali. Terapi
alkali (sodium bikarbonat) harus segeradiberikan intravena bila pH <7,35
atau serum bikarbonat <20 mEq/L
b. Anemia : Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan
salah satupilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapipemberian
transfusidarah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian
mendadak.

11
c. Keluhan GastrointestinalAnoreksi, cegukan, mual, dan muntah merupakan
keluhan yang seringdijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini
merupakan keluhanutama dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukanyaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
d. Kelainan Kulit. Tindakan yang diberikan tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
e. Kelainan Neuromuskular : Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan
yaitu terapi hemodialisisreguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi
subtotalparatiroidektomi
f. Hipertensi : Pemberian obat-obatan anti hipertensi
g. Kelainan Sistem Kardiovaskular : Tindakan yang diberikan tergantung dari
kelainan kardiovaskular yang diderita.
3. Terapi Pengganti Ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurangdari
15mTmenit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisisperitoneal, dan
transplantasi ginjal (Suwita, 2006) (sodium, kalium, chlorida)
F. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu


dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi
kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan
(Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta, 2012).

a. Identitas pasien : Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat


lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,
gangguan istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan koma.
c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya : Berapa lama
pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana
cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan
pasien untuk menaggulangi penyakitnya.

12
d. Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan
tidur (insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak
e. Sirkulasi : Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
f. Integritas ego : Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak
ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
g. Eliminasi : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal
tahap lanjut),abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna
urine, contoh kuningpekat, merah, coklat, oliguria.
h. Makanan/Cairan : Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan
berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa
metalik tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic,
distensi abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor
kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
i. Neurosensori : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang,
syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh
penurunan lapan perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi
otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
j. Nyeri/kenyamanan : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan
perilaku berhatihati/distraksi, gelisah.
k. Pernapasan ; Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental
dan banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan
batuk dengan sputum encer (edema paru).
l. Keamanan : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada
pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area
ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
13
m. Seksualitas : Penurunan libido, amenorea, infertilitas
n. Interaksi social : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
o. Penyuluhan/Pembelajaran : Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk
gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria,
maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan,
penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.
2. Diagnosis

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons


pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi
menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis
negative menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau beresiko
mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian
intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan.
Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan
diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat
mencapai kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan
Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015)

Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan


tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,
hanya memiliki faktor resiko. Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data
pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal
kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):

a. Hipervolemia
b. Defisit nutrisi
c. Nausea
d. Gangguan integritas kulit/jaringan
e. Gangguan pertukaran gas
f. Intoleransi aktivitas
g. Resiko penurunan curah jantung
h. Perfusi perifer tidak efektif

14
i. Nyeri akut
3. Perencanaan

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga, dan


orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna
mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap perencanaan ini memiliki beberapa
tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi antar sesame perawat dan tim
kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi pasien,
serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin
dicapai. Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah membuat orioritas
urutan diagnoa keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi, dan
merumuskan intervensi keperawatan (Asmadi, 2008).

Tabel 2.1
Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal
Ginjal Kronik (sumber: SIKI, 2018)

Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 3x8 Observasi:
jam maka hipervolemia 1. Berfokus pada pemantauan
TTV yang
meningkat dengan kriteria
2. Mengkaji status cairan dan
hasil: elektrolit serta melakukan
1. Asupan cairan pembatasan cairan dan elektrolit
meningkat saat HD berlangsung
2. Haluaran urin meningkat Terapeutik
3. Edema menurun 3. Batasi asupan cairan
4. Tekanan darah membaik 4. Tingkatkan dan dorong hygiene
5. Turgor kulit membaik oral dengan sering.
Edukasi
5. Ajarkan pasien dan keluarga
tentang diet pembatasan
natrium, tekanan tentang
pentingnya pemeriksaan
sebelum membawa makanan
ke pasien.
6. Bantu pasien dalam
menghadapi ketidak
nyamanan aibat pembatasan
cairan.
Kolaborasi

15
7. Kolaborasai pemberian diuretik
8. Kolaborasi pemberian diuretik
yang diresepkan sesuai petunjuk,
pantau respon pasien terhadap
terapi.

Nurlina. (2018). Penerapan Asuhan


Keperawatan Pada Pasien Ny.Y
Dengan Gagal Ginjal Kronik (Ggk)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Cairan Dan Elektrolit Di Ruang
Hemodialisa Rsud Labuang
Baji Makassar. Jurnal Media
Keperawatan: Politeknik Kesehatan
Makassar, 151-159. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publi
cations/316554-penerapan-asuhan-
keperawatan-pada-pasien-
fa75d08f.pdf

2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakanManajemen Nutrisi


keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pemenuhan 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien 2. Identifikasi makanan yang disukai
tercukupi dengan kriteria3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
hasil:
Terapeutik
1. intake nutrisi tercukupi
5. Lakukan oral hygiene sebelum
2. asupan makanan dan makan, jika perlu
cairan tercukupi 6. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
7. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan, jika
perlu
10. 11. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
3. Nausea 1. Nafsu makan meningkat Manajemen mual
Siringoringo, 2. Keluhan mual menurun 1. Identifikasi pengalaman mual
Pitauli Aprilia 3. Perasaan ingin muntah 2. Identifikasi dampak mual
4. menurun terhadap kualitas hidup
5. Sensasi panas menurun (misalnya nafsu Makan,
6. Sensasi dingin menurun aktivitas, kinerja, tanggung
7. Frekuensi menelan jawab peran dan tidur)
menurun
3. Indikasi faktor penyebab mual

16
8. Diaphoresis menurun (misalnya pengobatan dan
9. Jumlah saliva menurun prosedur)
10. Pucat membaik 4. Identifikasi antiemetik untuk
11. Takikardi membaik mencegah mual
12. Dilatasi pupil 5. Monitor mual (misalnya
membaik frekuensi, durasi, dan tingkat
keparahan)
6. Berikan makanan dalam jumlah
kecil dan menarik
7. Berikan makanan dingin, cairan
bening, tidak berbau dan tidak
berwarna
8. Anjurkan membersihan mulut
9. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual (misalnya
biofeedback, hypnosis, relaksasi,
terapi music, aku presure)
10.Kolaborasi pemberian antiemetik,
jika perlu
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
integritas kulit keperawatan selama 3x8 Obsevasi
jam diharapkan integritas 1. Identifikasi penyebab gangguan
kulit dapat terjaga dengan integritas kulit (mis. Perubahan
kriteria hasil: sirkulasi, perubahan status nutrisi)
1. Integritas kulit yang baik Terapeutik
bisa dipertahankan 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
2. Perfusi jaringan baik baring
3. Mampu melindungi kulit 3. Lakukan pemijataan pada area
dan mempertahankan tulang, jika perlu
kelembaban kulit 4. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
5. Bersihkan perineal dengan air
hangat
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. Lotion atau serum)
Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
Anjurkan minum air yang cukup
Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem

17
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pertukaran 1. Monitor frekuensi, irama,
gas tidak terganggu dengak kedalaman dan upaya napas
kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
3. Monitor saturasi oksigen
1. Tanda-tanda vital dalam
4. Auskultasi bunyi napas
rentang normal
Terapeutik
2. Tidak terdapat otot bantu
5. Atur interval pemantauan
napas
respirasi sesuai kondisi pasien
3. Memlihara kebersihan
6. Bersihkan sekret pada mulut dan
paru dan bebas dari
hidung, jika perlu
tanda-tanda distress
7. Berikan oksigen tambahan, jika
pernapasan
perlu
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
10. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
6. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
Aktivitas keperawatan selama 3x8 Observasi
jam toleransi aktivitas 1. Monitor kelelahan fisik
meningkat dengan kriteria 2. Monitor pola dan jam tidur
hasil: Terapeutik
1. Keluhan lelah menurun 3. Lakukan latihan rentang gerak
2. Saturasi oksigen dalam pasif/aktif
rentang normal (95%- 4. Libatkan keluarga dalam
100%) melakukan aktifitas, jika perlu
3. Frekuensi nadi dalam Edukasi
rentang normal (60-100 5. Anjurkan melakukan aktifitas
kali/menit) secara bertahap
4. Dispnea saat 6. Anjurkan keluarga untuk
beraktifitas dan setelah memberikan penguatan positif
beraktifitas menurun Kolaborasi
(16-20 kali/menit)
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan

18
7. Resiko Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung
penurunan curah keperawatan selama 3x8 Observasi:
jantung jam diharapkan penurunan 1. Identifikasi tanda dan gejala
primer penurunan curah jantung
curah jantung meningkat
(mis. Dispnea, kelelahan)
dengan kriteria hasil: 2. Monitor tekanan darah
1. Kekuatan nadi perifer 3. Monitor saturasi oksigen
meningkat Terapeutik:
2. Tekanan darah membaik 4. Posisikan semi-fowler atau
100-130/60-90 mmHg fowler
3. Lelah menurun 5. Berikan terapi oksigen
Edukasi
4. Dispnea menurun 6. Ajarkan teknik relaksasi napas
dengan frekuensi 16-24 dalam
x/menit 7. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
toleransi
Kolaborasi
8. kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
8. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
tidak efektif perawatan selama 3x8 jam Observasi
maka perfusi perifer Perawatan sirkulasi
Observasi
meningkat dengan kriteria
1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
hasil: Nadi perifer, edema, pengisian
1. denyut nadi perifer kapiler, warna, suhu)
meningkat 2. Monitor perubahan kulit
2. Warna kulit pucat 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri
menurun atau bengkak
3. Kelemahan otot 4. Identifikasi faktor risiko
menurun gangguan sirkulasi
4. Pengisian kapiler Terapeutik
membaik 5. Hindari pemasangan infus atau
5. Akral membaik pengambilan darah di area
6. Turgor kulit membaik keterbatasan perfusi
6. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti merokok
10.Anjurkan berolahraga
rutin
10.11.Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari kulit
terbakar 12.Anjurkan meminum
obat pengontrol tekanan darah
secara teratur
Kolaborasi
11.13.Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

19
9. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka tautan nyeri 1. Identifikasi factor pencetus dan
meningkat dengan kriteria pereda nyeri
hasil: 2. Monitor kualitas nyeri
1. Melaporkan nyeri 3. Monitor lokasi dan penyebaran
terkontrol meningkat nyeri
2. Kemampuan mengenali 4. Monitor intensitas nyeri dengan
onset nyeri meningkat menggunakan skala
3. Kemampuan 5. Monitor durasi dan frekuensi
menggunakan teknik nyeri
nonfarmakologis Teraupetik
meningkat 6. Ajarkan Teknik
4. Keluhan nyeri nonfarmakologis untuk
penggunaan analgesik mengurangi rasa nyeri
menurun 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Meringis menurun Edukasi
6. Frekuensi nadi 8. Anjurkan memonitor nyeri
membaik secara mandiri
7. Pola nafas membaik 9. Anjurkan menggunakan
8. Tekanan darah analgetik secara tepat
membaik Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat
analgetik

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal ginjal kronis (GGK) adalah kondisi saat fungsi ginjal mulai menurun secara
bertahap. Gagal ginjal kronis disebut juga sebagai kerusakan ginjal dapat berupa
kelainan jaringan, komposisi darah, dan urine atau tes pencitraan ginjal, yang dialami
lebih dari tiga bulan. Gagal ginjal kronis apabila tidak ditangai dapat menjadi gagal
ginjal akhir (ESRD), yakni setelah terjadinya penumpukan limbah tubuh, cairan, dan
elektrolit yang bisa membahayakan tubuh jika tanpa dilakukan penyaringan buatan
(dialisis/cuci darah) atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal permanen.
Pengobatan ini dilakukan untuk mencegah atau memperlambat tejadinya kematian.

B. Saran

1. Dengan mengetahui permasalahan penyebab penyakit gagal ginjal kronik,


diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan menghindari penyebab penyakit ini serta
benar-benar menjaga kesehatan melalui makanan maupun berolaharaga yang benar,
dan diharapkan bisa lebih mengontrol pola hidup dalam kesehariannya, agar dapat
meningkatkan kesehatan fisik dan kualitas hidup.

2. Para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan penyuluhan secara jelas mengenai
bahayanya penyakit ini serta tindakan pengobatan yang tepat. Diharapkan dapat
memberikan gambaran yang nyata tentang bagaimana kualitas hidup pasien yang
menjalani hemodialisis dan mampu mendukungterwujudnya evidence based dalam
praktik keperawatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alodokter.com/gagal-ginjal-kronis

https://www.halodoc.com/kesehatan/gagal-ginjal-kronis

https://m.klikdokter.com/penyakit/gagal-ginjal-kronis

http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-
pembuluh-darah/page/15/apa-saja-tanda-dan-gejala-penyakit-ginjal-kronis-pgk

22

Anda mungkin juga menyukai