SKENARIO – 3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan kemampuan sederhana
yang kami miliki . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Agar ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................1
BAB II..................................................................................................................4
PEMBAHASAN..................................................................................................4
2.1.1 Definisi................................................................................................4
2.1.2 Etiologi................................................................................................7
2.1.3 Patofisiologi........................................................................................8
2.1.4 Penatalaksanaan................................................................................13
2.2.1 Definisi..............................................................................................17
2.2.2 Klasifikasi.........................................................................................17
2.2.3 Etiologi..............................................................................................18
2.2.4 Patofisiologi......................................................................................20
BAB III..............................................................................................................22
PENUTUP..........................................................................................................22
3.1 Kesimpulan..............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
SKENARIO – 3
2
2. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi Acute Kidney Injury
(AKI).
3. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
(GGK)
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan awal Acute Kidney Injury
(AKI).
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood urea
nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun, meskipun
terdapat keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN
dan serum kreatinin dapat mewakili tidak hanya cedera
ginjal, tetapi juga respon normal dari ginjal ke deplesi
volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal.
5
Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN),
sebuah kolaborasi nefrolog dan intensivis internasional,
mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE. AKIN
mengupayakan peningkatan sensitivitas klasifikasi dengan
merekomendasikan. Dengan beberapa modifikasi, kategori
R, I, dan F pada kriteria RIFLE secara berurutan adalah
sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2, dan 3. Kategori L
dan E pada kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis
(outcome) sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan.
Klasifikasi AKI menurut AKIN dapat dilihat pada tabel 2.
6
Dalam identifikasi pasien digunakan kedua kriteria ini,
sehingga memberikan evaluasi yang lebih akurat.
Kemudian untuk penentuan derajat AKI juga harus akurat
karena dengan peningkatan derajat, maka risiko meninggal
dan TPG akan meningkat. Selain itu, diketahui risiko
jangka panjang setelah terjadinya resolusi AKI timbulnya
penyakit kardiovaskuler atau CKD dan kematian. Sehingga
dalam penentuan derajat pasien harus diklasifikasikan
berdasarkan derajat tertingginya. Jadi jika SCr dan UO
memberikan hasil derajat yang berbeda, pasien
diklasifikasikan dalam derajat yang lebih tinggi.
2.1.2 Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama
berdasarkan patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang
menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2)
penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan
pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3)
penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI
pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat
tergantung dari tempat terjadinya AKI.
7
2.1.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu
mekanisme yang disebut autoregulasi. Dua mekanisme
yang berperan dalam autoregulasi ini adalah:
8
renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada
keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah,
yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang
selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim
rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin
dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh
untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung
serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme
autoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah
ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan
vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek
miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi
oleh angiotensin-II dan ET-1.
9
penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini
10
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah
nekrosi tubular akut disebabkan oleh keadaan iskemia
dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan
vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular
akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan
tubular. Pada kelainan vaskuler terjadi:
11
perubahan perfusi regional yang dapat
menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA).
Penyebab lain yang lebih jarang ditemui dan bisa
dikonsep secara anatomi tergantung bagian major
dari kerusakan parenkim renal : glomerulus,
tubulointerstitium, dan pembuluh darah.
12
minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50%
dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari
normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran
mediator inflamasi dan faktor - faktor pertumbuhan
yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.
2.1.4 Penatalaksanaan
Menurut definisi, AKI prerenal adalah reversibel pada
koreksi kelainan utama hemodinamik, dan AKI postrenal
dengan menghilangkan obstruksi. Sampai saat ini, tidak ada
terapi khusus untuk mendirikan AKI intrinsik renal karena
iskemia atau nefrotoksisitas. Manajemen gangguan ini
harus fokus pada penghapusan hemodinamik kelainan
penyebab atau toksin, menghindari gejala tambahan, dan
pencegahan dan pengobatan komplikasi. Pengobatan
khusus dari penyebab lain dari AKI renal tergantung pada
patologi yang mendasari.
13
Terapi berikutnya harus didasarkan pada pengukuran
volume dan isotonik cairan yang diekskresikan. Kalium
serum dan status asam-basa harus dimonitor dengan
hati- hati. Gagal jantung mungkin memerlukan
manajemen yang agresif dengan inotropik positif,
preload dan afterload mengurangi agen, obat
antiaritmia, dan alat bantu mekanis seperti pompa balon
intraaortic. Pemantauan hemodinamik invasif mungkin
diperlukan untuk memandu terapi untuk komplikasi
pada pasien yang penilaian klinis fungsi jantung dan
volume intravaskular sulit.
14
lesi yang menghalangi diidentifikasi dan diobati secara
definitif. Demikian pula, obstruksi ureter dapat diobati
awalnya oleh kateterisasi perkutan dari pelvis ginjal.
Memang, lesi yang menghalangi seringkali dapat
diterapi perkutan (misalnya, kalkulus, sloughed papilla)
atau dilewati oleh penyisipan stent ureter (misalnya,
karsinoma). Kebanyakan pasien mengalami diuresis
yang tepat selama beberapa hari setelah relief obstruksi.
Sekitar 5% dari pasien mengembangkan sindrom
garam-wasting sementara yang mungkin memerlukan
pemberian natrium intravena untuk menjaga tekanan
darah.
15
4. Terapi Nutrisi
2.2.2 Klasifikasi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan
penurunan progresif GFR (Glomerulo Filtration
Rate). Stadium-stadium gagal ginjal kronis
didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa. Dan
mencakup:
17
c) Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang
dari 20% normal. Semakin banyak nefron yang
mati.
d) Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi
apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari
normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang
tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan
parut dan atrofi tubulus.
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat
(stage) LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) dimana nilai
2
normalnya adalah 125 ml/min/1,73 m . Berikut
adalah klasifikasinya:
2.2.3 Etiologi
a) Glomerulonefritis
18
b) Pielonefritis Kronis
c) Batu Ginjal
19
istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal
pada diabetes mellitus.
2.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi GGK (Gagal Ginjal Kronik) pada awalnya
tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Namun,
setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes
melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga
terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan
tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial,
hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan
berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada
glomerulosklerosis. Tingginya tekanan darah juga
menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi
menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal
sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi.
20
2.3 Waktu untuk Merujuk AKI dan GGK
Penyakit kelainan ginjal yang ditangani oleh dokter umum harus
dirujuk ke spesialis bila ditemukan salah satu kondisi berikut:
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat
diartikan sebagai penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada
fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh
peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia. Akan
tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat
konsentrasi BUN (Blood Urea Nitrogen) kembali normal, sehingga
yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan
produksi urin.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
24
Lembar Penilaian Makalah
1. Ada Makalah 60
LO
penjilidan
Total :
NB :
LO = Learning Objective
Dinilai oleh:
Tutor