Anda di halaman 1dari 14

STASE KEPERAWATAN KMB

ASUHAN KEPERAWATAN DAN LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS


FRAKTUR DISTAL RADIUS DI RUANG RAUDHAH 7 RSUD ZAINOEL ABIDIN
KOTA BANDA ACEH

DEWI SUPRINAWATI

NIM : 22900007

PEMBIMBING : Ns. Asri Bashir, M.Kep

KEPANITRAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR DISTAL RADIUS
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan tangan
menyangga dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth. 2012, hal. 2372).

B. ETIOLOGI
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada
pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan menumpu dan
biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila seseorang jatuh dengan tangan yang
menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan kemudian menyebabkan tangan
memutar dan menekan lengan bawah. Jenis luka yang terjadi akibat keadaan ini
tergantung usia penderita. Pada anak-anak dan lanjut usia, akan menyebabkan fraktur
tulang radius. Fraktur radius distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur pada
dewasa. Penyebab paling umum fraktur adalah :
1. Benturan/trauma langsung pada tulang antara lain : kecelakaan lalu lintas/jatuh.
2. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan penyakti seperti osteoporosis,
kanker tulang yang bermetastase. (Sjamsuhidajat dan Jong W. 2013)

C. PATOFISIOLOGI
Fraktur umumnya terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan akibat
trauma. Trauma tersebut dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif ataupun transverse dan jaringan lunak
juga mengalami kerusakan. Sementara itu, pada trauma yang tidak langsung trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur dan biasanya jaringan lunak
tetap utuh.2
Meskipun hampir sebagian besar fraktur disebabkan kombinasi beberapa gaya
(memutar, membengkok, kompresi, atau tegangan), pola garis fraktur pada hasil
pemeriksaan sinar X akan menunjukkan mekanisme yang dominan.2 Tekanan pada tulang
dapat berupa:

1. Berputar (twisting) yang menyebabkan fraktur bersifat spiral


2. Kompresi yang menyebabkan fraktur oblik pendek
3. Membengkok (bending) yang menyebabkan fraktur dengan fragmen segitiga
‘butterfly’
4. Regangan (tension) cenderung menyebabkan patah tulang transversal; di beberapa
situasi dapat menyebabkan avulsi sebuah fragmen kecil pada titik insersi ligamen
atau tendon.2
Setelah terjadinya fraktur komplit, biasanya fragmen yang patah akan mengalami
perpindahan akibat kekuatan cedera, gravitasi, ataupun otot yang melekat pada tulang
tersebut. Perpindahan yang terjadi yaitu sebagai berikut:
1. Translasi (shift) – fragmen bergeser ke samping, ke depan, atau ke belakang.
2. Angulasi (tilt) – fragmen mengalami angulasi dalam hubungannya dengan yang
lain.
3. Rotasi (twist) – Satu fragmen mungkin berbutar pada aksis longitudinal; tulang
terlihat lurus.
4. Memanjang atau memendek – fragmen dapat terpisah atau mengalami overlap.2

Gambar 2.5 Mekanisme cedera: (a) spiral (twisting); (b) oblik pendek (kompresi); (c) pola
‘butterfly’ segitga (bending); (d) transversal (tension). Pola spiral dan oblik panjang biasanya
disebabkan trauma indirek energi rendah; pola bending dan transversal disebabkan oleh trauma
direk energi tinggi.2

Pada kebanyakan aktifitas, sisi dorsal dari radius distal cenderung mengalami
tension, sisi volar dari radius distal cenderung mengalami kompresi, hal ini disebabkan
oleh bentuk integritas dari korteks pada sisi distal dari radius, dimana sisi dorsal lebih
tipis dan lemah sedangkan pada sisi volar lebih tebal dan kuat. Beban yang berlebihan
dan mekanisme trauma yang terjadi pada pergelangan tangan akan menentukan bentuk
garis fraktur yang akan terjadi. (Rasjad C. Trauma.2013).

D. Pathway
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah bila ditekan/diraba.
2. Tidak mampu menggerakkan lengan/tangan.
3. Spasme otot.
4. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan normal.
5. Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
6. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh fragmen
tulang.
7. Krepitasi jika digerakkan.
8. Perdarahan.
9. Hematoma.
10. Syok
11. Keterbatasan mobilisasi.
(Brunner & Suddarth. 2012)

F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok.
2. Bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera.
3. Sindroma kompartemen
4. Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan
untuk kehidupan jaringan.
5. Tromboemboli
6. Infeksi. (Brunner & Suddarth. 2012)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur. Pemeriksaan lainnya yang juga
merupakan persiapan operasi antara lain Darah lengkap, Golongan darah, Masa
pembekuan dan perdarahan, EKG, Kimia darah.

H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat menangani fraktur
:
a. Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan perkiraan yang
patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan
ketidakstabilan, tindakan apa yang harus cepat dilakukan misalnya pemasangan
bidai.
b. Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya. Cara penanganan secara reduksi :
Pemasangan gips Untuk mempertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur.
Reduksi tertutup (closed reduction external fixation) Menggunakan gips sebagai
fiksasi eksternal untuk memper-tahankan posisi tulang dengan alat-alat : skrup,
plate, pen, kawat, paku yang dipasang di sisi maupun di dalam tulang. Alat ini
diangkut kembali setelah 1-12 bulan dengan pembedahan.
c. Debridemen
Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar fraktur pada
keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
d. Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk mengembalikan
fungsi normal. Perlu dilakukan mobilisasi Kemandirian bertahap.
2. Keperawatan
Tindakan yang harus diperhatikan agar ektremitas dapat berfungsi sebaik-baiknya
maka penanganan pada trauma ektremitas meliputi 4 hal (4 R) yaitu :
a. Recognition
Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma ektremitas perlu diketahui
kelainan yang terjadi akibat cedernya. Baik jaringan lunak maupun tulangnya
dengan cara mengenali tanda-tanda dan gangguan fungsi jaringan yang
mengalami cedera. Fraktur merupakan akibat dari sebuah kekerasan yang dapat
menimbulkan kerusakan pada tulang ataupun jaringan lunak sekitarnya.
Dibedakan antara trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan
memberikan kememaran yang “diffuse” pada jaringan lunak termasuk gangguan
neurovaskuler yang akan menentukan ektremitas.
b. Reduction
Tindakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini diperlukan agar sebaik
mungkin kembali ke bentuk semula agar dapat berfungsi kembali sebaik mungkin
. Penyembuhan memerlukan waktu dan untuk mempertahankan hasil reposisi
(retaining) penting dipikirkan tindakan berikutnya agar rehabilitasi dapat
memberikan hasil sebaik mungkin.
c. Retaining
Tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak yang sehat
mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequat dapat memberikan
dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.
d. Rehabillitasi
Mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang sakit/cedera agar dapat
berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai rehabilitasi ialah suatu tindakan
setelah kuratif dan hanya mengatasi kendala akibat sequaele atau kecacatan;
padahal untuk mengembalikan fungsi sebaiknya rehabilitasi, yang menekankan
pada fungsi, akan lebih berhasil bila dapat dilaksanakan secara dini, mencegah
timbulnya kecacatan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan fisik: data focus
a. Primery survey
1) Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau
obstruksi,
2) Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur,
tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,dan suara napas vesikuler,
3) Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah
dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan, sianosis,
kaji jumlah perdarahan dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila ada
perdarahan.
4) Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila
adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla spinalis.
5) Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada
wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin menegang.
a. Secondary survey
1) Fokus Asesment
a) Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan
mulut.
b) Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian
belakang. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi
trakea atau tugging, emfisema kulit
c) Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris,
pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka,
sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada para doksikal,
suara paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola
napas yang tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot
asesoris).
d) Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan
auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap
kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen
bunyi dullness.
e) Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan
yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta
pembengkakan di daerah pubik
f) Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka laserasi
pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik,
fungsi sensorik.Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau
menghilangnya denyut nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik
dan motorik.

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan


tekanan darah. Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow
Coma Scale): terjadi penurunan kesadaran pada pasien.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. PRE OPERASI
a. Nyeri b.d spasme otot, kerusakan akibat fraktur.
b. Ketidakmampuan beraktivitas b.d fraktur dan cidera jaringan sekitar.
c. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
d. Gangguan pola tidur b.d nyeri.
2. POST OPERASI
a. Nyeri b.d luka operasi.
b. Risiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi.
c. Hambatan mobilitas fisik b.d pemasangan gips dan fiksasi.
d. Risiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.
e. Kurang pengetahuan klien tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh
dilakukan dan perawatannya saat di rumah.
f. Gangguan harga diri b.d perubahan peran dan perubahan bentuk fisik atau tubuh.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri Akut a. Pain level Pain management:
Definisi: pengalaman b. Pain control  Lakukan pengkajian nyeri secara
sensori dan emosional c. Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
yang tidak menyenangkan Setelah dilakukan karakteristik, durasi, frekuensi,
yang muncul akibat tindakan kualitas, dan faktor presipitasi.
kerusakan jaringan yang keperawatan ... x 24  Observasi reaksi non verbal dari
aktual atau potensial atau jam gangguan perfusi ketidaknyamanan.
digambarkan dalam hal jaringan berkurang/  Gunakan teknik komunikasi
kerusakan sedemikian hilang. terapeutik untuk mengetahui
rupa (International Kriteria Hasil: pengalaman nyeri pasien.
Association for the study  Mampu mengontrol  Kaji kultur yang mempengaruhi
of Pain): awitan yang tiba- nyeri (tahu penyebab respon nyeri
tiba atau lambat dari nyeri, mampu  Evaluasi pengalaman nyeri masa
intensitas ringan hingga menggunakan teknik lampau
berat dengan akhir yang non farmakologi  Evaluasi bersama pasien dan tim
dapat diantisipasi atau untuk mengurangi kesehatan lain tentang
diprediksi dan nyeri, mencari ketidakefektifan kontrol nyeri masa
berlangsung < 6 bulan. bantuan) lampau
Batasan karakteristik:  Melaporkan bahwa  Bangtu pasien dan keluarga untuk
 Perubahan selera nyeri berkurang mencari dan menemukan dukungan
makan dengan  Kontrol lingkungan yang dapat
 Perubahan tekanan menggunakan mempengaruhi nyeri seperti suhu
darah manajemen nyeri ruangan, pencahayaan, dan
 Perubahan frekuensi  Mampu mengenali kebisingan
jantung nyeri (skala,  Kurangi faktor persipitasi nyeri

 Perubahan frekuensi intensitas, frekuensi  Pilih dan lakukan penanganan nyeri

pernafasan dan tanda nyeri) (farmakologi, non farmakologi, dan

 Laporan isyarat  Menyatakan rasa interpersonal)

 Diaforesis nyaman setelah nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
berkurang menentukan intervensi
 Perilaku distraksi (mis.
 Ajarkan tentang teknik non
Berjalan mondar-
mandir mencari orang farmakologi
lain dan atau aktivitas  Berikan anatlgetik untuk
yang lain, aktivitas mengurangi nyeri
yang berulang.)  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Mengekspresikan  Tingkatkan istirahat
perilaku (mis. Gelisah,  Kolaborasi dengan dokter jika ada
merengek, menangis) keluhan dan tindakan nyeri tidak
 Sikap melindungi area berhasil
nyeri  Monitor penerimaan pasien
 Fokus menyempit (mis. tentang menejemen nyeri
Gangguan persepsi Analgesic administration:
nyeri, hambatan proses  Tentukan lokasi, karakteristik,
berfikir, penurunan kualitas, dan derajat nyeri sebelum
interaksi dengan orang pemberian obat
dan lingkungan)  Cek instruksi dokter tentang jenis

 Indikasi nyeri yang obat, dosis, dan frekuensi

dapat diamati.  Cek riwayat alergi

 Perubahan posisi untuk  Pilih analgesik yang diperlukan

menghindari nyeri atau kombinasi dari analgesik

 Sikap tubuh ketika pemberian lebih dari satu

melindungi tentukan pilihan analgesik


tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Dilatasi pupil
 Tentukan analgesik pilihan, rute
 Melaporkan nyeri
pemberian, dan dosis optimal
secara verbal
 Pilih rute pemberian secara iv, im,
 Gangguan tidur
untuk pengobatan nyeri secara
Faktor yang
teratur
berhubungan:
 Monitor vital sign sebelum dan
 Ageb cedera (mis,
sesudah pemberian analgesik
biologis, zat kimia,
pertama kali
fisik, psikologis)
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala
Setelah dilakukan asuhan Exercice therapy :
keperawatan selama … x ambulation 1. Mencegah terjadinya penurunan
24 jam diharapkan pasien 1. Monitoring vital kondisi atau cedera pada pasien saat
tidak mengalami hambatan sign dilakukan tindakan.
mobilitas fisik dengan sebelum/sesudah 2. Meningkatkan mobilitas pasien
kriteria hasil : latihan dan lihat sesuai kondisi pasien
- Klien meningkat dalam respon pasien saat 3. Membantu meningkatkan kekuatan
aktivitas fisik latihan dan ketahanan otot.
- Mengerti tujuan dari 2. Konsultasikan 4. Mampu melakukan tindakan secara
peningkatan mobilitas dengan terapi fisik mandiri dan termotivasi untuk
- Memverbalisasikan tentang rencana meningkatkan mobilitas
perasaan dalam ambulasi sesuai 5. Mengetahui sejauh mana
meningkatkan kekuatan dengan kebutuhan. peningkatan mobilisasi.
dan kemampuan 3. Bantu pasien untuk 6. Agar pasien mampu melakukan
berpindah menggunakan aktivitas secara mandiri.
- Memperagakan tongkat saat berjalan 7. Meningkatkan motivasi pasien
kemampuan alat dan cegah terhadap dalam melakukan aktivitas sehari-
- Bantu untuk mobilisasi cedera hari
(walker) 4. Ajarkan pasien atau 8. Mampu melakukan aktivitas secara
tenaga kesehatan lain mandiri guna meningkatkan
tentang teknik mobilitas
ambulasi 9. Meningkatkan kesejahteraan
5. Kaji kemampuan fisologis dam psikologis
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan bantu
pasien saat
mobilisasi dan bantu
pemenuhan
kebutuhan ADLs
pasien
8. Berikan alat bantu
jika pasien
memerlukan

9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta. EGC

Gosling T dan Giannoudis P. Skletal Trauma : Basic Science, Management, and


Reconstruction. Clinical Key: 2015

John L, Anil D, Jamal H et al. Halmiton Bailey’s Demonstration of Physical Sign in Clinical
Surgery 19th Ed. London. CRC Pres. 2016.

Licthman M. David, Bindra R. Randipsingh, Boyer I. Martin et.all, Treatment of Distal


Radius Fractures, Journal of The American Academy of Ortrhopaedic Surgeons,
2010; Vol. 18; 3:180-187

MA,Murray Jayson, MPH Gross Leeaht, Treatment of Distal Radius Fractures, Journal of the
American Academy of Orthopaedic Surgeons, 2013; Vol. 21; 8:502505

Nana D. Arvind, Joshi Atul, Licthman M. David, Plating of the Distal Radius, Journal of the
American Academy of Orthopaedic Surgeon, 2015 ; Vol.13; 3:159-171

Rasjad C. Trauma. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Makasar.Bintang Lamumpatue. 2013.

Sjamsuhidajat dan Jong W. 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 2. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai