Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR TIBIA FIBULA

A. Definisi

Fraktur tibia (fraktur colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan atau
kiri yang jatuh bertumpu pada tangan dorsi fleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi pada
anakanak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporosis dan tulang lemah yang tidak
mampu untuk menahan energy akibat jatuh, faktor kecelakaan,atau tertimpa benda-benda
keras dan berat.(Arif,2008)

B. Etiologi

a) Faktor Patologis Faktor yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses, seperti contoh : Osteoporosis, Imperfekta, dan penyakit
Metabolik.

b) Trauma

1) Trauma langsung : terjadi benturan pada tulang, biasanya penderita terjatuh dengan posisi
miring, dimana bagian tubuh akan jatuh dan terbentur oleh benda keras.

2) Trauma tidak langsung : yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya
jatuh terpeleset dikamar mandi.(Ardinata,2006)

C. Klasifikasi

a) Fraktur komplet Fraktur pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran dari posisi normal.

b) Fraktur tidak komplet Fraktur yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tenagh tulang.

c) Fraktur tertutup Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya
tidak menembus jaringan kulit.

d) Fraktur terbuka Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (fragmen
frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat
fraktur (terkontaminasi oleh benda asing).

1) Grade I : luka bersih, Panjang

2) Grade II : luka lebih besar, luas luka tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade III : sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif, merupakan luka yang paling berat. (Arif, 2008)

D. Patofisiologi

Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak disekitar
fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromoskuler atau organ penting lainnya.
Pada kejadian kerusakan maka terjadilah respon peradangan dengan pembentukan gumpalan
atau bekuan fibrin. Klasifikasi terjadinya fraktur dapat dibedakan menjadi dua yang terdiri
dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka, dimana dapat didefinisikan bahwa fraktur tertutup
tidak adanya luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, sedangkan fraktur terbuka yaitu
terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit. Setelah terjadinya fraktur periosteum
tulang terkelupas dari tulang dan robek kesisi berlawanan dari sisi yang mendapat trauma,
akibatnya darah keluar melalui celah-celah periosteum dan ke otot sekitarnya yang disertai
dengan oedema, dan juga darah dapat keluar akibat telah terputusnya pembuluh darah
didaerah terjadinya fraktur. Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertmabah selama
24 jam pertama, menjelang akhir episode ini otot menjadi hilang akan elstisitasnya, oleh
karena itu reposisi lebih mudah dilakukan selama beberapa jam setelah dilakukan
reposisi/imobilitas maka pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan pembentukan
kallus.(Arif, 2008)

E. Manifestasi Klinis

a) Bentuk anggota badan yang diduga patah tampak berubah

b) Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek

c) Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan

d) Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang

e) Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna

f) Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgen (Suddart, 2011).

F. Penatalaksanaan Medis

a) Lakukan reduksi fraktur untuk mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis.
b) Lakukan imobilisasi untuk mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dab eksterna.

c) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya yang diharapkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
dengan kebutuhan (Muttaqin, 2009).

G. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan rontgen : untuk menen tukan lokasi atau luasnya fraktur

b) Scan tulang, termogram, CT Scan/MRI : untuk memperlihatkan tulang, juga dapat


digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

d) Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun


(pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma)

e) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjalnya (Ardinata,
2006).

H. Pathway
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan status pendekatan yang sistematika untuk mengumpulkan
data/informasi dan menganalisa kembali
a) Identitas pasien Identitas bertujuan untuk mengenal pasien,yang perlu ditanyakan
adalah 1) Nama
2) Umur
3) Pendidikan
4) Pekerjaan
5) Alamat
b) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan
dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari
kepala sampai jari kaki.
1) Inspeksi Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit, pucat,
laserasi, kemerahan, mungkin timbul pada area terjadinya fraktur, adanya spasme
otot dan keadaan kulit
2) Palpasi Pemeriksaan dengan cara perabaan, pasien akan menolak oleh karena
sentuhan kita karena pasien akan merasakan nyeri tekan, dan biasanya daerah
fraktur akan sakit bila terjadi fraktur dan didaerah luka insisi
3) Perkusi Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur
4) Auskultasi Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui
struktur berongga/cairan yang mengakibatkan struktur sulit bergerak. Pada pasien
fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan. (Brunner dan
Suddart, 2002).
B. Diagnosa dan Intervensi
1. Nyeri Akut
a) Definisi Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan tubuh yang aktual atau potensial yang dapat diramalkan atau
durasinya kurang dari enam bulan.
b) Batasan Karakteristik
1) Subjektif Melaporkan adanya nyeri
2) Objektif
 Adanya respon otonom 
 Perilaku distraksi 
 Perilaku ekspresif 
 Wajah topeng 
 Sikap melindungi 
 Bukti adanya nyeri yang dapat di amati 
 Posisi untuk menghindari nyeri 
 Gangguan tidur
c) Faktor yang berhubungan Agens penyebab cedera fisik (adanya cedera pada tibia
fibula) d) Tujuan/Kriteria
Hasil
1) Mempertahankan keadaan umum paisen
2) Mempertahankan posisi yang nyaman
3) Meringankan nyeri untuk pasien
4) Menggunakan agens farmakologis
e) Intervensi keperawatan
1) Kaji karakteristik nyeri pasien
Rasional : untuk mengetahui nyeri yang dirasakan
2) Bantu pasien untuk identifikasi faktor pencetus nyeri
Rasional : agar pasien dapat menceritakan proses nyeri yang terjadi
3) Berikan tindakan kenyamanan
Rasional : agar pasien tidak merasakan nyeri yang lama
4) Ajarkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
Rasional : agar pasien dapat meminimalkan keadaannya
5) Anjurkan pada keluarga dan pasien untuk tetap berada disis klien
Rasional : agar pasien merasa lebih nyaman dan tenang.

2. Kerusakan Integritas Kulit


a) Definisi Perubahan pada epidermis dan dermis
b) Batasan karakteristik
1) Objektif Kerusakan pada lapisan kulit (dermis) Kerusakan pada permukaan kulit
(epidermis) Invasi struktu tubuh
c) Faktor yang berhubungan
1) Eksternal (lingkungan) Zat kimia Kelembapan Faktor mekanik (terpotong)
Kelembapan kulit Imobilisasi fisik
2) Internal (somatik)Perubahan pigmentasi Perubahan turgor (perubahan elastisitas)
Deficit imunologis Penonjolan tulang Gangguan status metabolic
d) Tujuan/Kriteria
Hasil
1) Mengevaluasi keefektifan obat resep dan obat non-resep
2) Meminimalkan penekanan pada bagian tubuh
3) Mempertahankan keadaan umu klien
e) Intervensi Keperawatan
1) Kaji karakteristik kulit yang menonjol
Rasional : untuk mengobservasi kembali
2) Pantau keadaan umum klien, liaht adanya infeksi atau lainnya
Rasional : agar meminimalkan keadaan klien
3) Inspeksi bagian fraktur, lihat apakah ada kemerahan/tanda infeksi
Rasional : untuk memberikan penanganan secepat mungkin.
4) Ajarkan pada keluarga dan pasien untuk perawatan luka/fraktur di rumah.
Rasional : agar lebih memudahkan klien untuk bergerak
5) Anjurkan pada klien agar tidak terlalu banyak gerak dan perbanyak istirahat.
Rasional : untuk memeprcepat proses penyembuhan.2.

3. Hambatan Mobilitas Fisik


a) Definisi Keterbatasan dalam pergerakkan fisik mandiri atau terarah pada tubuh
atau hanya pada satu ekstremitas atau lebih.
Tingkat 0 : mandiri total
Tingkat I : memerlukan penggunaan peralatan/alat baru
Tingkat II : memerlukan bantuan dari orang lain, untuk pertolongan,
pengawasan, dan pengajaran.
Tingkat III : membutuhkan orang lain, peralatan dan memerlukan alat bantu.
Tingkat IV : ketergantungan tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
b) Batasan Karakteristik
 Objektif 
 Penurunan waktu reaksi 
 Kesuliatn membolak-balik posisi 
 Perubahan cara berjalan
 Pergerakan menyentak
 Keterbatasan kemampuan dalam bergerak
 Tremor saat bergerak
 Ketidakstabilan postur tubuh
 Melambatnya pergerakkan
 Gerakkan yang tidak teratur
c) Faktor yang berhubungan
1) Intoleransi aktivitas
2) Ansietas
3) Perubahan metabolisme sel
4) Gangguan kognitif
5) Kelemahan
6) Penurunan daya tahan tubuh
7) Penurunan kekuatan, kendali dan massa otot
8) Ketidaknyamanan
9) Kaku sendi dan kontraktur
10)Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
11)Hilangnya integritas struktur tulang
12)Gangguan musculoskeletal
13)Gangguan Neuromuskular
14)Nyeri
15)Gangguan sensori persepsi
d) Tujuan/Kriteria
Hasil
1) Meningkatkan kemampuan untuk berjalan dari satu tempat ke tempat
yang lain secara mandiri
2) Kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan tubuhe)
Intervensi Keperawatan
1) Kaji secara teratur fungsi motorik pasien
Rasional : untuk mengetahui keadaan pasien secara umum
2) Observasi TTV sebelum dan sesudah dilakukan log rolling
Rasional : untuk mengetahui ketahanan daya tahan tubuh pasien saat
melakukan log rolling
3) Berikan posisi yang nyaman dan posisi kaki tetap disejajarkan
Rasional : untuk meminimalkan pergerakan pada klien
4) Ajarkan pada pasien tentang teknik ambulasi
Rasional : agar pasien lebih mandiri tentang teknik ambulasi. Ajarkan
pada keluarga untuk tetap mengawasi seluruh upaya mobilitas
Rasional : untuk lebih memudahkan pergerakkan pada pasien
(Wilkinson, 2011).
C. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah yang selalu dilakukan oleh perawat untuk
membantu mengkonfirmasi kembali keadaan klien yang dihadapi ke status yang lebih
baik lagi. Yang menggambarkan kriteria hasil yang lebih baik lagi yang sesuai dengan
harapan (Arif, 2008).
D. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari sebuah pengkajian asuhan keperawatan
terhadap masalah konsep diri secara umum yang dapat menilai diri, melakukan peran
yang sesuai dan mampu untuk menunjukan identitasnya (Muttaqin, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Ariff, M. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan system

persarafan . Jakarta : Salemba Medika.

Ardinata, S-M. 2006. keperawatan persyarafan. Jakarta : EGC.

Suddart & Brunner. 2011. Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi VIII. Jakarta :

EGC. Muttaqin, A. 2009. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan

system kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.

Wilkinson, J.M. 2011. Diagnose dan intervensi keperawatan NIC NOC. Jogjakarta :

EGC

Anda mungkin juga menyukai