FRAKTUR FEMUR
OLEH:
SUCI NUR INZANI SULTAN
14420192187
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
A. Defenisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh
(Smeltzer & Bare, 2012).
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari
tulang femur (Mansjoer, 2011).
Fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan
oleh benturan atau trauma langsung ataupun tidak langsung. Fraktur femur
juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi
fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh
darah) dan fraktur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada paha (Syamsuhidayat & Jong, 2014).
B. Patofisiologi (pathway)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan frkatur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan
biasanya terjadi disekitar tempat patah kedalam jaringan lunak sekitar
tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsan
dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufesiensi pembuluh drah atau penekanan
serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom compartment (Brunner & Suddart, 2012).
C. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rongten : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
1. Scan tulang, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
2. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
3. Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokenstrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma
4. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah,
tranfusi mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2010).
b) Penatalaksanaan Medis terbaru
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi
serta usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita
fraktur:
1. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang
terjadi karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang
menjadi alasan kuat pasien mengalami frkatur.
2. Jika ditemukan luka yang terbuka, berdihkan dengan antiseptic dan
bersihkan perdarahan dengan cara dibebat atau diperbanRadiasi
3. Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semua) tetapi hal ini
tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para
ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang
pada posisi semula.
4. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau
papan dari kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar
posisi tetap stabil.
5. Berikan analgetik untuk mengurngi rasa nyeri pada sekitar perlukaan
6. Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post
operasi
c) Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang
ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi) (Syamsuhidayat & Jong, 2014).
1. Fraktur terbuka
Merupakan kasus emergency karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap : dilakukan
pembersihan luka, exici, hecting situasi, antibiotic.
Ada beberapa prinsipnya yaitu :
1) Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang
membahayakan jiwa airway, breathing, circulation
2) Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem
3) Penutup luka
4) Rehabilitasi
5) Life saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus diingat sebagai
penderita dengan kemungkinan besaar mengalami cidera
ditempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat
bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang
cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi
berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu :
airway, breath and circulation.
6) Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang
tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui
bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka luka yang terjadi
masih dalam stadium kontaminasi (golden period) dan setelah
waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena
itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah
tulang terbuka tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas
penanganannya. Tulang secaara primer menempati urutan
prioritas ke 6. Sasaran akhir dimaksud adalah mencegah sepsis,
penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
d) Pemberian antibiotic
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi
tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotic yang
tepat sukar untuk ditemukan hanya saja sebagai pemikiran dasar.
Sebaiknya antibiotic dengan spectrum luas untuk kuman gram positif
maupun negative.
e) Debridement dan irigasi
Untuk membuang semua jaringan mati pada daerah patah terbuk baik
berupa benda asing maupun jaringan local yang mati. Irigasi untuk
mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan
fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa
tekanan.
f) Stabilisasi
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilitas
fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah
tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat
dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat
3 dianjurkan pemsangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar
dapat segera dilakukan langkah awal dari rehabilitiasi penderita.
D. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi
data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Patrica, 2010).
1. Pemeriksaan fisik : data focus
a. Primer survey
1) Airway : memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya
sumbatan atau obstruksi
2) Breathing : memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas
teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung, dan
suara napas vesikuler
3) Circulation : nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mnt, tekanan
darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena
perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi, capillary
refill >2 detik apabila ada perdarahan
4) Disability : kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil
anisokor apabila adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada
medulla spinalis.
5) Exposure/Environment : fraktur terbuka di femur dektra, luka
laseriasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut
semakin menegang.
b. Second survey
Focus assessment
1) Kepala : Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga,
dan mulut. Temuan yang dianggap kritis:
Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)
Robekan/laserasi pada kulit kepala
Darah, muntahan atau kotoran didalam mulut
Cairan cerebro spinal di telinga atau di hidung
Battle sign dan raccoon eyes
2) Leher : lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher
bagian belakang. Temuan yang dianggap kritis:
Distensi vena jugularis, deviasi trakea atau tugging, emfisema kulit
3) Dada: lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot
asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap
kritis:
Luka terbuka, sucking chest wound, fail chest dengan gerakan dada
paradoksikal, sauara paru hilang atau melemah, gerakan dada
sangat lemah dengan pola napas yang tidak adekuat (disertai
dengan penggunaan otot-otot asesoris)
4) Abdomen : memar pada abdomen dan tampak semakin tegang,
lakukan auskultasi, palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan
yang dianggap kritis:
Ditemukannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen,
bunyi dullness.
5) Pelvis : daerah pubik, stabilitas perlvis, krepitasi dan nyeri tekan.
Temuan yang dianggap kritis:
Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta pembengkakan
didaerah pubik
6) Ekstremitas : ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka
laserasi pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah. Denyut nadi,
fungsi motorik, fungsi sensorik. Temuan yang dianggap kritis :
Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun atau
menghilangnya fungsi sensorik dan motorik
7) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
E. Diagnosa
1. Diagnose keperawatan menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
Pre Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma fraktur)
(D.0077)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamaan
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
Kategori : Fisiologi
Subkategori : Aktivitas/Istirahat
c. Risiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka ( D.0142)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
d. Ansietas berhubungan dengan prosedut invasif (D.0080)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Integritas Egos
2. Intra Operasi
a. Risiko syok berhubungan dengan perdarahan (D.0039)
Kategori : Fisiologi
Subkategori : Nutrisi/Cairan
3. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post op)
(D.0077)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamaan
b. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (D.0142)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor
mekanis (trauma jaringan) (D.0129)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
F. Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018)
Kriteria Hasil (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2019)
.
6. Risiko infeksi Pemulihan pascabedah Pencegahan Infeksi
berhubungan Criteria Hasil: 1. Monitor tanda dan
dengan efek 1. Kenyamanan gejala infeksi local
prosedur invasif Menurun pada 1 dan sistematik
meningkat pada 5 2. Batasi jumlah
2. Area luka operasi pengunjung
Memburuk pada 1 3. Berikan perawatan
membaik pada 5 kulit pada area
edema
4. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
5. Pertahankan teknin
aseptic pada pasien
berisiko tinggi
6. Kolaborsi pemberian
antibiotic
G. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
menggambarkan criteria hasil yang diharapkan (Patrica, 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Mulyanti, 2017).
H. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Dermawan,
2012).
Brunner, & Suddart. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi 8).
Jakarta: EGC.
Lukman, & Ningsih. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Smeltzer, & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisis 8 V).
Jakarta: EGC.
Syamsuhidayat, & Jong, R. (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 2). Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteris Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN R
DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR FEMUR
14420192187
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
Do:
- Wajah pasien nampak
megerut saat femur Nyeri
ditekan
- Pasien tidak menekan
daerah yang nyeri
Deformitas
Do:
- Terdapat luka lecet pada Fraktur
tangan dan kaki pasca
kecelakaan Gangguan
Diskontinuitas tulang integritas
kulit
Perubahan jaringan
sekitar
Laserasi kulit
Kerusakan integritas
kulit
DIAGNOSA KEPERAWATAN