Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

FADHILAH ALHMAIRAH
144 2019 2167

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN DISASTER NURSING


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS X
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat
terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh
eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah disekitar alveoli,
menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal.
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme termasuk bacteria, mikobakteria, jamur, dan
virus. Pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia didapat di
komunitas, pneumonia didapat dirumah sakit, pneumonia pada pejamu
yang mengalami luluh imun, dan pneumonia aspirasi.
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan kadang non infeksi.
2. Etiologi
Penyebab pneumonia adalah :
a. Streptococcus pneumonia tanpa penyulit.
b. Streptococcus pneumonia dengan penyulit.
c. Haemaphilus influenza.
d. Streptococcus aureus.
e. Mycoplasma pneumonia.
f. Virus patpgen.
g.  Aspirasi basil gram negative, klebsiela, pseudomonas, enterobacter,
Escherichia proteus, basil gram positif.
h. Stafilococcus.
i. Aspirasi asam lambung.
j. Terjadi bila kuman pathogen menyebar ke paru-paru melalui aliran
darah, seperti pada kuman stafilococcus, E coli, anaerob enterik.
3. Manifestasi Klinik
Pneumonia pada pasien lansia dapat mucul sebagai diagnosis
primer atau sebagai komplikasi dari penyakit kronis. Infeksi primer pada
lansia seringkali sulit di obati dan menyebabkan angka mortalitas yang
tinggi pada individu yang lebih muda. Perburukan umum, kelemahan,
gejala abdomen, anoreksia, konfulsi, takikardi, dan takipnea dapat
menandai awitan pneumonia. Diagnosis pneumonia mungkin terabaikan
karena gejala klasik seperti batuk, nyeri dada, produksi sputum, dan
demam mungkin tidak ada atau tersamarkan pada pasien lansia. Selain itu,
munculnya sejumlah gejala juga dapat menyesatkan. Bunyi nafas
abnormal, misalnya, mungkin disebabkan oleh mikroatelektasis yang
terjadi akibat penurunan mobilitas, penurunan volume paru, atau
perubahan fungsi pernafasan lain. Foto ronsen dada mungkin diperlukan
untuk membedakan gagal jantung kronis dan pneumonia sebagai penyebab
atau tanda gejala klinis.
4. Patofisiologi
Timbulnya hepatisasi merah diakibatkan pembesaran eritrosit dan
beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Pembesaran tersebut membuat
aliran darahmenurun, alveoli dipenuhi dengan leukosit dan eritrosit,
jumlah eritrosit relative sedikit. Leukosit lalu melakukan fagositosis
Pneumococcus dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag masuk
kedalam alveoli dan menelan leukosit beserta pneumococcus. Paru-paru
masuk kedalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu
kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin
dibuang dari alveoli sehingga terjadi pemulihan sempurna. Paru-
parukembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam
pertukaran gas.
5. Pathway

Eksudat, virus, jamur, bakteri,


malnutrisi energy protein

ISPA

Eksudat dan serous melalui aliran


darah masuk ke alveoli

Inflamasi bronkus Inflamasi alveolus

Bronkopneumonial Pneumonia

Penumpukan sekret Perubahan kapiler


alveoli

Batuk produktif
Penimbunan cairan di
alveoli

Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Gangguan pertukaran
gas

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan
gambaran air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh
Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease)
oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan
pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma.
Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus
atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak
sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus
bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri;
leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi
virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi
respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan
depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram
negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan
kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi
nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis,
bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan
pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
d. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai
diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas
darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
oksigen.
7. Komplikasi
a. Gagal napas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orng yang menderita
pneumonia sering kesulitan bernapas, dan itu tidak mungkin bagi
mereka untuk tetap cukup bernapas tanpa bantuan agar tetap hidup.
Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat membantu seperti mesin
untuk jalan napas dengan bilevel tekanan positif, dalam kasus lain
pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat
digunakan untuk membantu pernapasan.
Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh pencetus akut
respiratory distress syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi
dan respons inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi
sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan
kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli, harus membuat
ventilasi mekanik yang membutuhkan.
Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari
pneumonia. Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran
darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali
terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptococcus pneumonia
merupakan salah satu penyebabkan individu dengan sepsis atau septik
membutuhkan unit perawatan intensif dirumah sakit. Mereka
membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu
mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis
dapat meyebabkan kerusakan hati, ginjal, dan jantung diantara masalah
lain dan sering menyebabkan kematian.
b. Efusi pleura, empyema, dan abces
Ada kalanya, infeksi mikroorganisme pada paru-apru akan
menyebabkan bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang
mengelilingi paru (rongga pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada
di rongga pleura, kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila cairan
pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini sering diambil
dengan jarum (toracentesis) dan periksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini, sering
memerlukan selang pada dada.. Pada kasusu empyema berat perlu
tindakan  pembedahan. Jika cairan tidak dapat dikeluarkan, mungkin
infeksi berlansung lama, karena antibiotik tidak menembus dengan
baik ke dalam rongga pleura.
Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan
yang disebut abses. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan
foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada
pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri.
Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada paru, tetapi
kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.
c. Empiema yang memerlukan antibiotik dalam waktu yang lama.
8. Penatalaksanaan medis
a. Antibiotik diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan
pedoman antibiotik (pola resistensi, faktor risiko, etiologi harus
dipertimbangkan ). Terapi kombinasi dapat juga digunakan.
b. Terapi suportif mencakup hidrasi, antiseptic, medikasi antitusif,
antihistamin, atau dengan dekongestan nasal.
c. Tirah baring direkomendasikan sampai infeksi menunjukan tanda-
tanda bersih.
d. Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
e. Bantuan pernafasan mencakup konsentrasi oksigen inspirasi yang
tinggi, intubasi endotrakea, dan ventilasi mekanis.
f. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal nafas, atau superinfeksi
dilakukan, jika perlu.
g. Untuk kelompok yang beresiko tinggi mengalami CAP, disarankan
untuk melakukan vaksinasi pneumokokus.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.  Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda : Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
c. Integritas ego
Gejala : Banyaknya stresor, masalah finansial.
d.  Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes
melitus.
Tanda : Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan
turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda : Perubahan mental (bingung, somnolen).
f. Nyeri/keamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk;
nyeri dada substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi
yang sakit untuk membatasi gerakan).
g. Pernapasan
Gejala : Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret,
takpnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan
otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak
di atas area yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal
bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi
pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang
terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis
bibir/kuku.
h. Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS,
penggunaan steroid atau kemoterapi, institusionalisasi,
ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC).
Tanda : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan
mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela.
i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : - Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol
kronis.
- Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat:
6,8 hari.
- Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri,
tugas pemeliharaan rumah, oksigen mungkin diperlukan
bila ada kondisi pencetus.
2. Diagnosa
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah.
b. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea
bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
3. Intervensi
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa
oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen, ditandai dengan:
Dispnea, sianosis, takikardia, gelisah/perubahan mental, hipoksia.
Tujuan : gangguan gas teratasi
Kriteria hasil : Tidak nampak sianosis,Nafas normal,Tidak terjadi
sesak,Tidak terjadi hipoksia,Klien tampak tenang
Intervensi
1) Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada
indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan
umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya
sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral.
Rasional : sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh
terhadap demam/menggigil namun sianosis pada daun
telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut
menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Kaji status mental.
Rasional : gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen
dapat menunjukkan hipoksia atau penurunan oksigen
serebral.
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam
dan batuk efektif.
Rasional : tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat
pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi tak
efektif.
5) Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong
master, master venturi.
Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2
diberikan dengan metode yang memberikan
pengiriman tepat dalam toleransi pernapasan.
b. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea
bronchial, peningkatan produksi sputum, ditandai dengan: Perubahan
frekuensi, kedalaman pernafasan, Bunyi nafas tak normal, dispnea,
sianosis, batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum.

Tujuan : Jalan nafas efektif


Kriteria hasil : Batuk teratasi,Nafas normal,Bunyi nafas bersih,Tidak
terjadi Sianosis
Intervensi:
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara
dan bunyi nafas.
Rasional : Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan.
3) Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional : Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas
alami untuk mempertahankan jalan nafas paten.
4) Berikan cairan sesuai kebetuhan.
Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan secret
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi:
mukolitik.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi sekret, analgetik diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-
hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan
pernafasan
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan Z.2017. Pneumonia, dalam sudoyo AW,dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Wunderink RG,Watever GW.2015.Community-acquired pneumonia. N Engl J


Med.2014;370:543-51.

Anda mungkin juga menyukai