Anda di halaman 1dari 41

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

Syaiful Saanin. BSB Dinkes Prop. Sumbar


Panduan PPGD Nasional : PPGD/GELS Kemenkes edisi 2006 :
1. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat terpadu.
2. Materi Teknis Medis Standar (ABCDE).
3. Materi Teknis Medis Khusus.
Pendahuluan
Pelayanan kesehatan gawat-darurat : Hak dan kewajiban semua.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan : Tanggung-jawab pemerintah dan
masyarakat.
Koordinator : Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Tingkat I dan II.
SPGDT Sehari-hari dan Bencana : Pra RS, RS dan Antar RS.
Perlunya sistem :
Untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, diperlukan cara
penanganan
yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan kesiap-siagaan dan penanggulangan bencana.
Tujuan :
1. Didapatkan kesamaan pola pikir / persepsi tentang SPGDT.
2. Diperoleh kesamaan pola tindak dalam penanganan kasus gawat darurat dalam
keadaan sehari-hari maupun bencana.
Safe Community, (SC) :
Keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk masyarakat.
Pemerintah
dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina.
SPGDT :
Sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur pra RS, RS
dan
antar RS. Berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and
limb saving, yang melibatkan masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis,
pelayanan ambulans gawat darurat dan komunikasi.
PSC (Public Safety Center) :
Pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-hal
kegawatdaruratan,
termasuk pelayanan medis yang dapat dihubungi dalam waktu singkat dan
dimanapun berada (gabungan dari AGD 118, SAR/PK 113, Polisi 110).
Merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk mendapatkan
respons cepat (quick response) terutama pelayanan pra RS.
GERAKAN SAFE COMMUNITY
Adalah gerakan agar tercipta masyarakat yang merasa hidup sehat, aman dan
sejahtera
dimanapun mereka berada yang melibatkan peran aktif himpunan profesi maupun
masyarakat (misal : PSC, Poskesdes dll).
Aspek SC :
1. Care :
Kerja-sama lintas sektoral t.u. non kesehatan dalam menata perilaku dan
lingkungan
untuk mempersiapkan, mencegah dan melakukan mitigasi dalam menghadapi hal-
hal
yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan.
2. Cure :
Peran utama sektor kesehatan dibantu sektor terkait dalam penanganan keadaan
dan
kasus-kasus gawat-darurat.
Visi gerakan SC :
1. Menjadi gerakan yang mampu melindungi masyarakat dalam keadaan darurat
sehari-hari dan bencana, maupun atas dampak akibat terjadinya bencana.
2. Terciptanya perilaku masyarakat dan lingkungan untuk menciptakan situasi
sehat
dan aman.
Misi gerakan SC :
1. Menciptakan gerakan di masyarakat
2. Mendorong kerja-sama lintas sektor-program
3. Mengembangkan standar nasional
4. Mengusahakan dukungan dana dalam rangka pemerataan dan perluasan
jangkauan
pelayanan terutama dalam keadaan darurat.
5. Menata sistem pendukung pelayanan diseluruh unit pelayanan kesehatan
Nilai dasar SC :
1. Care : pencegahan, penyiagaan dan mitigasi
2. Equity : adanya kebersamaan dari institusi pemerintah, kelompok/organisasi pro
fesi dan masyarakat
3. Partnership : menggalang kerja-sama lintas sektor dan masyarakat untuk
mencapai
tujuan
4. Net working : membangun jaring kerja-sama dalam suatu sistem dengan melibat
kan seluruh potensi yang terlibat dalam gerakan SC
5. Sharing : memiliki rasa saling membutuhkan dan kebersamaan dalam memecah
kan segala permasalahan dalam gerakan SC.
Maksud Usaha SC :
Memberikan pedoman baku bagi daerah dalam melaksanakan gerakan SC agar
tercipta
masyarakat sehat, aman dan sejahtera.
Tujuan Usaha SC :
1. Partisipasi masyarakat menata perilaku.
2. SPGDT yang dapat diterapkan.
3. Membangun respons masyarakat melalui pusat pelayanan terpadu dan potensi
penyiagaan fasilitas.
4. Mempercepat response time untuk menghindari kematian dan kecacadan.
Sasaran Usaha SC :
1. Tingkatkan kesadaran, kemampuan dan kepedulian dalam kewaspadaan dini
kegawat-daruratan.
2. Terlaksananya koordinasi lintas sektor terkait, tergabung dalam satu kesatuan.
3. Terwujudnya subsistem komunikasi dan transportasi sebagai pendukung.
Falsafah dan Tujuan SC :
1. Memberikan rasa sehat dan aman dengan melibatkan seluruh potensi,
memanfaat
kan kemampuan - fasilitas secara optimal.
2. Merubah perilaku agar mampu menanggulangi kegawat-daruratan sehari-hari.
3. Ada visi, misi, tujuan dan sasaran.
4. Motto ‘time saving is life and limb saving’ dan kemampuan rehabilitasi.
Ketentuan organisasi :
1. Didasarkan pada organisasi yang melibatkan multi disiplin dan multi profesi.
2. Memiliki unsur Pimpinan/wakil, sekretaris, bendahara dan anggota.
3. Minimal melibatkan unsur kamtib & SAR. Kemudian unsur keselamatan & kese
hatan kerja karyawan dan humas.
Administrasi-Pengelolaan :
1. Ada struktur, uraian tugas, kewenangan dan mekanisme kerja dengan unit lain.
2. Ada unit kerja terkait.
3. Ada produk hukum : dasar.
4. Ada petunjuk dan informasi untuk jamin kemudahan dan kelancaran dalam mem
berikan pelayanan di masyarakat.
5. Ada PSC sebagai unit respons cepat.
Staf dan pimpinan :
1. Gerakan SC diselenggarakan oleh seluruh komponen, kepala daerah menetapkan
organisasi ini dengan SK.
2. Organisasi dimaksud adalah PSC yang dibangun disetiap daerah.
3. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang ditetapkan sesuai kebutuhan.
Fasilitas - Peralatan :
1. Fasilitas harus dapat menjamin efektifitas pelayanan termasuk pelayanan UGD
di
RS 24 jam.
2. Sarana dan prasarana, peralatan dan obat sesuai dengan standard
3. Adanya subsistem pendukung baik komunikasi, transportasi termasuk ambulans
dan keselamatan kerja.
Kebijakan & prosedur :
1. Tertulis agar dapat dievaluasi dan disempurnakan.
2. Ditetapkan kebijakan pelayanan kasus gadar pra RS, RS dan rujukan, termasuk
Hospital disaster plan
3. Ditetapkan ada PSC ditiap daerah dan perhatikan keselamatan kerja dan
kegawatdaruratan
sehari-hari.
SPGDT :
Secara Umum : Sistem koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor), didukung
berbagai
kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk selenggarakan pelayanan
terpadu penderita gawat-darurat, dalam keadaan bencana maupun sehari-hari.
3 subsistem yaitu pra RS, RS dan antar RS.
Sistem Pra RS Sehari-hari :
1. PSC, Poskesdes. Didirikan masyarakat. Pengorganisasian dibawah Pemda.
2. BSB. Unit khusus pra RS. Pengorganisasian dijajaran kesehatan.
3. Pelayanan Ambulans. Koordinasi dengan memanfaatkan ambulans setempat.
4. Komunikasi. Koordinasi jejaring informasi.
5. Pembinaan. Pelatihan peningkatan kemampuan.
Sistem Pra RS pada bencana :
1. Koordinasi jadi komando. Efektif dan efisien bila dalam koordinasi dan
komando
2. Eskalasi dan mobilisasi sumber daya. SDM, fasilitas dan sumber daya lain.
3. Simulasi. Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi.
4. Pelaporan, monitoring, evaluasi. Laporan dengan sistematika yang disepakati.
Fase Acute Response :
a. Acute emergency response.
Melaksanakan Rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi definitif.
b. Emergency relief.
Menyediakan makanan minuman, tenda, jamban dll. untuk korban ‘sehat’.
c. Emergency rehabilitation.
Perbaikan jalan, jembatan, sarana dasar lain untuk kelancaran pertolongan.
SPGDT INTRA RS
1. Sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang
2. Hospital Disaster Plan, bencana dari dalam dan luar RS.
3. Transport intra RS.
4. Pelatihan, simulasi dan koordinasi untuk peningkatan kemampuan SDM.
5. Pembiayaan dengan jumlah cukup.
SOP Minimal RS :
Sehari-hari dan Bencana (Hosdip, Hospital Diasater Plan) :
1. Kegawatan dengan ancaman kematian
2. True emergency
3. Korban massal
4. Keracunan massal
5. Khusus :
Perkosaan, KDRT, child abused
Persalinan Tidak Normal
Kegawatan diruang rawat
6. Ketentuan :
Asuransi
Batasan tindakan medik
Etika & Hukum
Pendataan
Tanggung jawab dokter pada keadaan gawat darurat
SPGDT ANTAR RS
1. Jejaring berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas.
2. Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS .
3. SIM (Manajemen Sistem Informasi). Untuk menghadapi kompleksitas permasala
han dalam pelayanan.
4. Koordinasi dalam pelayanan rujukan, diperlukan pemberian informasi keadaan
pa
sien dan pelayanan yang dibutuhkan.
Evakuasi :
Tata cara tertulis. Harus memiliki Peta geomedik
Kondisi pasien Stabil dan optimal pra dan selama evakuasi hingga tujuan.
Kriteria : Fisiologis / Anatomis
Mekanisme :
Tahu Tujuan dan Prinsip rujukan.
ABC stabil,
Immobilisasi,
Mekanika mengangkat pasien.
Sarana-prasarana Evakuasi Minimal :
Alat / Bahan / Obat Bantuan Hidup Dasar
Cervical collar / splint
Short serta Long Spine Board
Wheeled serta Scoop Stretcher
Evakuasi :
Darurat :
1. Lingkungan berbahaya (misal kebakaran).
2. Ancaman jiwa (misal perlu tempat rata dan keras untuk RJP).
3. Prioritas bagi pasien ancaman jiwa
Segera :
1. Ancaman jiwa, perlu penanganan segera.
2. Pertolongan hanya bisa di RS (misal pernafasan tidak adekuat, syok).
3. Lingkungan memperburuk kondisi pasien (hujan, dingin dll).
Biasa :
Tanpa ancaman jiwa, namun tetap memerlukan RS
HAL-HAL YANG DIATUR KHUSUS
1. Petunjuk Pelaksanaan Permintaan dan Pengiriman bantuan medik dari RS
rujukan.
2. Protap pelayanan gawat-darurat di tempat umum.
3. Pedoman pelaporan Penilaian Awal/Cepat (RAH).
SPGDT SEHARI-HARI.
Time Saving is Life Saving .
Response Time sesingkat mungkin.
Merujuk The Right Patient to The Right Place in The Right Time.
Public Safety Center : (Dinegara tertentu dikenal sebagai 911)
Dilandasi aspek time management sebagai implementasi time saving is life and
limb
saving yang mengandung unsur quick respons dan ketepatan. Unsur kecepatan
dipenuhi
oleh subsistem transportasi dan komunikasi, unsur ketepatan dipenuhi oleh
kemampuan
melakukan pertolongan. Pelayanan gratis. Di RS, berlaku sistem pembayaran.
Untuk skala desa : Poskesdes.
Peran Dirjen Yanmed Kemenkes RI :
1. Kualitas pelayanan & fasilitas pelayanan.
2. Promotif, kuratif dan rehabilitatif continuum. Pencegahan primer (health promo
tion dan specific protection). Pencegahan sekunder berupa deteksi dini dan pengo
batan serta pembatasan cacad. Pencegahan tertier berupa rehabilitasi medik mak
simal.
3. Yanmed dasar merupakan basis dari sistem rujukan medik spesialistik.
Kebijakan Depkes-Pelayanan :
1. Pedoman sertifikasi teknologi.
2. Pedoman penerapan, penapisan dan pengembangan teknologi dan etika.
3. Standar akreditasi sarana, prasarana.
4. Standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
5. Penetapan pedoman pembiayaan.
Paradigma yanmed :
1. Pergeseran orientasi dari professional driven menjadi client driven.
2. Pelayanan medik terintegrasi, holistic-continuum.
3. Evidence based medicine : fakta yang benar.
4. Medicine by law. Industri pelayanan medik mengandung unsur ekonomi, sosial,
profesional. Undang-undang perlindungan konsumen tidak dapat diterapkan.
Kebijakan Depkes - PSC :
1. Menyediakan pelayanan prima pra RS.
2. Mengusahakan geomedic mapping (sumber daya sarana dan prasarana, lokasi
per
masalahan : mempermudah koordinasi dan penggerakan sumberdaya kesehatan
dan non kesehatan).
3. Komunikasi dan transportasi.
4. Koordinasi dengan polisi/SAR-PMK, BNPB, BPBD I, BPBD II.
Strategi bentuk-kembang PSC :
1. Administrasi dan manajemen.
Pengembangan visi, misi, strategi, kebijakan dan langkah-langkah.
2. SDM.
Memacu perencanaan pengadaan, pemanfaatan serta pengembangannya
3. Teknologi.
Pengembangan teknologi medik dan non medik dan penunjangnya.
4. Pembiayaan.
Public goods, public private maupun private goods : sistem prabayar.
Kata kunci pembentukan PSC :
1. Save community.
2. Time saving is life and limb saving.
3. Preparedness, prevention, mitigation, quick response dan rehabilitation.
4. Administrasi-manajemen, SDM, teknologi dan pembiayaan.
GEOMEDIC MAPPING
Manfaat :
Keterpaduan konsep penyusunan pelayanan kesehatan dalam bencana
Memudahkan mobilisasi sumberdaya (SDM, logistik medik, ambulans)
Tujuan penyusunan map
Umum : Gambaran kekuatan sumberdaya (SDM, sarana-prasarana, fasilitas
kesehatan)
dan lokasi potensi bencana untuk menunjamg SPGDT.
Khusus :
Identifikasi kekuatan dalam upaya preparednes
Mengetahui Potensi bencana dan penanggulangannya
Dapat mengambil langkah sesuai potensi yang ada
Pedoman pada gawat darurat bencana
Kandungan map :
Resource map : informasi sumber daya
Hazard map : informasi jenis dan karakter hazard
Vulnerability map : distribusi elemen masyarakat yang terancam
Community & environtmental map : informasi mengenai komunitas
Prinsip mapping :
Potensi ancaman gawat darurat
Bagaimana penanggulangan potensi saat ini dan yad
Simbol seragam agar tidak terjadi miskomunikasi
Didistribusikan dan disosialisasikan
Termasuk sarana transport dan komunikasi
Tentukan koordinator intra dan lintas sektor serta pusat informasi bersama
Tentukan kerjasama didaerah perbatasan
Perbaharui setiap 6 bulan
Perlu komitmen pihak terkait dalam kerjasama lintas sektor
KOMUNIKASI PPGD :
Latar Belakang :
Time saving is life & limb saving
Peningkatan kasus gawat darurat
Perubahan epidemiologi penyakit
Potensi bencana yang tinggi
Kondisi geografis kepulauan dll
Penghubung fase SPGDT (Pra, Intra dan Antar RS)
Manfaat :
1.PPGD S/B (rujukan, konsultasi, pengetahuan, multi sektor dini)
2.Mengatasi rasa terisolasi/tidak aman petugas
Masalah Pemilihan Perangkat keras Komunikasi :
1. Fasilitas tidak memadai/merata dan tidak dijamin bebas gangguan
2. Toleransi minimal kasus gawat darurat bila ada hambatan komunikasi
Pilihan:
1. Utama: Fasilitas telekomunikasi umum
2. Cadangan: Radio. Menjadi pilihan utama bila fasilitas telepon tidak ada
- Fasilitas umum gagal
- Dapat menghubungkan titik pelayanan terendah hingga teringgi
- Dapat mengatasi keadaan terburuk dari segi teknis
Prosedur Komunikasi Radio:
1. Mengenal perangkat
2. Mampu menyiapkan perangkat
3. Pedoman berbicara serta tatacara berkomunikasi
Sistem Komunikasi PPGD:
1. Jenis jaringan :
Intra sektor sistem tertutup, lintas sektor sistem terbuka, sistem penunjang
2. Bentuk jaringan :
Intra Tim, lokal, regional, nasional
3. Aspek Muatan : Gawat darurat : S/B/KLB; Normal : rujukan program, alat
4. Aspek Teknis : Hardware sesuai, software Network, pelaporan, logbook, kode
5. Pengembangan Teknis : Inter/intranet, teleconference, video-phone
6. Aspek Pengembangan SDM : Perorangan : Teknis, prosedur, kemampuan koordi
nasi, pelaporan
ASPEK LEGAL PELAYANAN GAWAT DARURAT - SAFE COMMUNITY
Konsep/program PBB/WHO
UU Kesehatan Np. 23/1992
UU Kepolisian Negara RI No. 2/2002
UU Penanggulangan Bencana No. 24/2007
Peraturan Ka. BNPB No. 3/2008
Perda Penanggulangan Bencana No. 5/2007
Charitable immunity & Medical Necessity
dll.
PENUTUP :
Indonesia : Super market bencana
Sistem Komando berdasar SPGDT S/B
Perlu pengetahuan sempurna dan tingkatkan keterampilan dengan pelatihan untuk
berbagai jenis bencana / kegawat-daruratan medis

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU.

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU.


. Pengayaan PPDS.
Pendahuluan
Bencana merupakan peristiwa yang biasanya mendadak (bisa perlahan) disertai
jatuhnya banyak korban dan bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat,
mengganggu dan merugikan masyarakat, pelaksanaan dan hasil pembangunan.
Indonesia merupakan super market bencana. Bencana pada dasarnya karena gejala
alam dan akibat ulah manusia. Untuk mencegah terjadinya akibat dari bencana,
khususnya untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, diperlukan suatu
cara penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala
sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana. Ditingkat
nasional ditetapkan Bakornas-PBP (sekarang Banas), Satkorlak-PBP dipropinsi dan
Satlak-PBP dikabupaten kota. Unsur kesehatan tergabung didalamnya.

Dalam keadaan sehari-hari maupun bencana, penanganan pasien gadar melibatkan


pelayanan pra RS, di RS maupun antar RS. Memerlukan penanganan terpadu dan
pengaturan dalam sistem. Ditetapkan SPGDT-S dan SPGDT-B (sehari-hari dan
bencana) dalam Kepres dan ketentuan pemerintah lainnya.

Disadari untuk peran jajaran kesehatan mulai tingkat pusat hingga desa memerlukan
kesiapsiagaan dan berperan penting dalam penanggulangan bencana, mengingat
dampak yang sangat merugikan masyarakat. Untuk itu seluruh jajaran kesehatan perlu
mengetahui tujuan dan langlah-langkah kegiatan kesehatan yang perlu ditempuh
dalam upaya kesiapsiagaan dan penanggulangan secara menyeluruh.

Tujuan
1. Didapatkan kesamaan pola pikir / persepsi tentang SPGDT.
2. Diperoleh kesamaan pola tindak dalam penanganan ksus gadar dalam keadaan
sehari-
hari maupun bencana.

Pengertian
1. Safe Community, (SC) : Keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk
masyarakat. Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina.
2. Bencana : Kejadian yang menyebabkan terjadinya banyak korban gadar, yang tidak
da
pat dilayani oleh unit pelayanan kesehatan seperti biasa, terdapat kerugian material
dan
terjadinya kerusakan infra struktur fisik serta terganggunya kegiatan normal
masyarakat.
3. Pasien gadar adalah pasien yang berada dalam ancaman kematian dan memerlukan
pertolongan segera.
4. SPGDT : Sistem penanggulangan pasien gadar yang terdiri dari unsur, pelayanan
pra
RS, pelayanan di RS dan antar RS. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang
menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh
masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gadar dan
sistem komunikasi.
5. PSC (Public Safety Center) : Pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan
masyarakat
dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegadaran, termasuk pelayanan medis yang
dapat dihubungi dalam waktu singkat dimanapun berada. Merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk mendapatkan respons cepat (quick re
sponse) terutama pelayanan pra RS.
6. BSB (Brigade Siaga Bencana) : Satuan tugas kesehatan yang terdiri dari petugas me
dis (dokter, perawat), paramedik dan awam khusus yang memberikan pelayanan kese
hatan berupa pencegahan, penyiagaan maupun pertolongan bagi korban bencana.
7. UGD (Unit Gawat Darurat) : Unit pelayanan di RS yang memberikan pelayanan
pertama
pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacadan secara terpadu dengan meli
batkan berbagai disiplin.
8. HCU (High Care Unit) : Unit pelayanan di RS yang melakukan pelayanan khusus
bagi
pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik dan kesadaran yang sudah stabil dan
masih memerlukan pengobatan, perawatan dan pengawasan secara ketat.
9. URI (Unit Rawat Intensif) : Unit pelayanan di RS yang melakukan pelayanan
khusus
bagi pasien gadar yang menggunakan berbagai alat bantu untuk mengatasi ancaman
kematian dan melakukan pengawasan khusus terhadap fungsi vital tubuh.

SAFE COMMUNITY
Pelayanan kasehatan di Indonesia beralih ke dan berorientasi pada paradigma sehat.
Untuk mencapai hal tsb. dicanangkan program Safe Community oleh Depkes pada
HKN 36 di Makassar. Adalah gerakan agar masyarakat merasa sehat, aman dan
sejahtera dimanapun mereka berada yang melibatkan peran aktif himpunan profesi
maupun masyarakat. Gerakan ini juga terkandung dalam konstitusi WHO.

Mempunyai dua aspek, care dan cure, Care adalah adanya kerja-sama lintas sektoral
terutama jajaran non kesehatan untuk menata perilaku dan lingkungan di masyarakat
untuk mempersiapkan, mencagah dan melakukan mitigasi dalam menghadapi
berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan dan kesejahteraan. Cure
adalah peran utama sektor kesehatan dibantu sektor lain terkait dalam upaya
melakukan penanganan keadaan dan kasus-kasus gadar.

Kemampuan masyarakat melakukan pertolongan pertama yang cepat dan tepat pra RS
merupakan awal kegiatan penanganan dari tempat kejadian dan dalam perjalanan ke
RS untuk mendapatkan pelayanan yang lebih efektif di RS.

Melalui gerakan SC diharapkan dapat diwujudkan upaya-upaya untuk mengubah


perilaku mulai dari kelompok keluarga, kelompok masyarakat dan lebih tinggi hingga
mencapai seluruh masyarakat Indonesia. Gerakan ini harus dikembangkan secara
sistematis dan berkesinambungan dengan mengikutsertakan berbagai potensi. Gerakan
ini ditunjang komponen dasar : Subsistem komunikasi, transportasi, yankes maupun
non kesehatan termasuk biaya yang bersinergi.
Sistem yang dikembangkan Depkes adalah pengembangan model dan pembuatan
standar maupun pedoman yang diperlukan. Daerah memiliki peluang menyusun
rencana kesehatan sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakatnya.

Visi gerakan SC
Menjadi gerakan di masyarakat yang mampu melindungi masyarakat dalam keadaan
kedaruratan sehari-hari dan melindungi masyarakat dalam situasi bencana maupun
atas dampak akibat terjadinya bencana, sehingga tercipta perilaku masyarakat dan
lingkungan sekitarnya untuk terciptanya situasi sehat dan aman.

Misi gerakan SC
1. Mendorong terciptanya gerakan masyarakat untuk menjadi sehat, aman dan
sejahtera.
2. Mendorong kerja-sama lintas sektor dan program dalam gerakan mewujudkan
masyarakat sehat dan aman.
3. Mengembangkan standar nasional dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
4. Mengusahakan dukungan pendanaan bidang kesehatan dari pemerintah, bantuan
luar
negeri dan bantuan lain dalam rangka pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan
kesehatan terutama dalam keadaan darurat. Menata sistem pendukung pelayanan ke
sehatan pra RS dan playanan kesehatan di RS dan seluruh unit pelayanan kesehatan
di Indonesia.

Nilai dasar
1. SC meliputi aspek care (pencegahan, penyiagaan dan mitigasi),
2. Equity, adanya kebersamaan dari institusi pemerintah, kelompok/organisasi profesi
dan
masyarakat dalam gerakan SC.
3. Partnership, menggalang kerja-sama lintas sektor dan masyarakat untuk mencapai
tu
juan dalam gerakan SC.
4. Net working, membangun suatu jaring kerja-sama dalam suatu sistem dengan
melibat
kan seluruh potensi yang terlibat dalam gerakan SC.
5. Sharing, memiliki rasa saling membutuhkan dan kebersamaan dalam memecahkan
se
gala permasalahan dalam gerakan SC.

Maksud
Memberikan pedoman baku bagi daerah dalam melaksanakan gerakan SC agar
terciptanya masyarakat sehat, aman dan sejahtera.
Tujuan
1. Menggerakkan partisipasi masyarakat dalam gerakan SC dan menata perilaku
masyarakat dan ingkungannya menuju perilaku sehat dan aman.
2. Membangun SPGDT yang dapat diterapkan pada seluruh lapisan masyarakat.
3. Membangun respons masyarakat pada pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat
melalui pusat pelayanan terpadu antara lain PSC dan potensi penyiagaan fasilitas ke
sehatan serta peran serta masyarakat dalam menghadapi bencana.
4. Mempercepat response time kegadaran untuk menghindari kematian dan kecacadan
yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Sasaran yang ingin dicapai


1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kepedulian masyarakat dan profesi kese
hatan dalam kewaspadaan dini kegadaran.
2. Terlaksananya koordinasi lintas sektor terkait dalam SPGDT, baik untuk keamanan
dan
ketertiban (kepolisian), unsur penyelamatan (PMK) dan unsur kesehatan (RS, Puskes
mas, ambulans dll) yang tergabung dalam satu kesatuan dengan mewujudkan PSC.
3. Terwujudnya subsistem komunikasi dan transportasi sebagai pendukung dalam satu
sistem, SPGDT.

Falsafah dan Tujuan Organisasi dalam SC


1. Gerakan SC diwujudkan untuk memberikan rasa sehat dan aman dengan
melibatkan
seluruh potensi masyarakat serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas pada pela-
yanan kesehatan pra RS dan RS atau antar RS secara optimal.
2. Merubah perilaku mulai dari anggota keluarga, kelompok hingga yang lebih tinggi
se
cara berjenjang agar mampu menanggulangi kegadaran sehari-hari.
3. Ada visi, misi, tujuan dan sasaran.
4. Menggunakan motto time saving is life and limb saving dan kemampuan
rehabilitasi
pasca keadaan gadar sebagai bagian upaya mewujudkan rasa sehat dan aman bagi
masyarakat.

Ketentuan umum dalam pengorganisasian


1. Organisasi gerakan SC didaerah didasarkan pada organisasi yang melibatkan multi
disiplin dan multi profesisi.
2. Terdapat unsur pimpinan/wakil, sekretaris, bendahara dan anggota.
3. Minimal melibatkan unsur keamanan dan ketertiban (kepolisian,
penyelamatan/PMK
dan kesehatan, dan kemudian dilibatkan unsur lain seperti keselamatan dan kesehatan
kerja karyawan dan humas.

Administrasi dan pengelolaan


1. Harus ada struktur serta uraian tugas, pembagian kewenangan dan mekanisme hu-
bungan kerja dengan unit lain.
2. Unit kerja terkait al. jajaran kesehatan, kepolisian, PU, keselamatan kerja dan
tenaga
kerja, telekomunikasi, ormas (ORARI, RAPI, PMI dll).
3. Adanya ketetapan produk hukum, merupakan dasar mencapai visi, misi dan tujuan.
4. Adanya petunjuk dan informasi yang disediakan bagi masyarakat untuk mejamin
kemu
dahan dan kelancaran dalam memberikan pelayanan di masyarakat.
5. Ada PSC sebagai unit pelaksana yang berfungsi untuk respons cepat kegadaran di
masyarakat.

Staf dan pimpinan


1. Gerakan SC diselenggarakan oleh seluruh komponen masyarakat dengan kepala
daerah menetapkan keberadaan organisasi ini dengan SK.
2. Organisasi dimaksud adalah PSC yang dibangun disetiap daerah.
3. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang ditetapkan sesuai kebutuhan.

Fasilitas dan Peralatan


1. Fasilitas yang disediakan harus dapat menjamin efektifitas bagi pelayanan kepada
masyarakat termasuk pelayanan UGD di RS dengan waktu pelayanan 24 jam.
2. Sarana dan prasarana, peralatan dan obat yang disiapkan sesuai dengan standard
yang ditetapkan Depkes.
3. Adanya subsistem pendukung baik komunikasi, transportasi termasuk ambulans
dan
keselamatan kerja.

Kebijakan dan prosedur


1. Tertulis agar dapat dievaluasi dan disempurnakan.
2. Ditetapkan kebijakan pelayanan kasus gadar pra RS, RS dan rujukannya termasuk
adanya perencanaan RS dalam penanganan bencana (Hospital disaster plan).
3. Ditetapkan adanya PSC ditiap daerah dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan
de-
ngan keselamatan kerja dan kegadaran sehari-hari.

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU


Umum
Sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung
berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan
pelayanan terpadu bagi penderita gadar baik dalam keadaan bencana maupun sehari-
hari. pela-yanan medis sistem ini terdiri 3 subsistem yaitu pelayanan pra RS, RS dan
antar RS.

Sistem pelayanan Medik Pra RS


Dengan mendirikan PSC, BSB dan pelayanan ambulans dan komunikasi.

Pelayanan sehari-hari :
- PSC. Didirikan masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Pengorganisasian
dibawah Pemda. SDM berbagai unsur tsb. ditambah masyarakat yang bergiat dalam
upaya pertolongan bagi masyarakat. Biaya dari masyarakat. Kegiatan menggunakan
perkembangan teknologi, pembinaan untuk memberdayakan potensi masyarakat,
komunikasi untuk keterpaduan kegiatan. Kegiatan lintas sektor. PSC berfungsi
sebagai respons cepat penangggulangan gadar.
- BSB. Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesehatan dalam bencana.
Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, DInkes, RS), petugas medis (perawat,
dokter), non medis (sanitarian, gizi, farmasi dll). Pembiayaan dari instansi yang
ditunjuk dan dimasukkan APBN/APBD.
- Pelayanan Ambulans. Terpadu dalam koordinasi dengan memanfaatkan ambulans
Puskesmas, klinik, RB, RS, non kesehatan. Koordinasi melalui pusat pelayanan yang
disepakati bersama untuk mobilisasi ambulans terutama dalam bencana.
- Komunikasi. Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga
seluruh kegiatan berlangsung dalam sistem terpadu.
- Pembinaan. Berbagai pelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan
bagi dokter, perawat, awam khusus. Penyuluhan bagi awam.

Pelayanan pada bencana, terutama pada korban massal


- Koordinasi, komando. Melibatkan unit lintas sektor. Kegiatan akan efektif dan
efisien bila dalam koordinasi dan komando yang disepakati bersama.
- Eskalasi dan mobilisasi sumber daya. Dilakukan dengan mobilisasi SDM, fasilitas
dan sumber daya lain sebagai pendukung pelayanan kesehatan bagi korban.
- Simulasi. Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi apakah
dapat diimplementasikan pada keadaan sebenarnya.
- Pelaporan, monitoring, evaluasi. Penanganan bencana didokumentasikan dalam
bentuk laporan dengan sistematika yang disepakati. Data digunakan untuk monitoring
dan evaluasi keberhasilan atau kegagalan, hingga kegiatan selanjutnya lebih baik.

Sistem Pelayanan Medik di RS


1. Perlu sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang dll.
2. Perlu Hospital Disaster Plan, Untuk akibat bencana dari dalam dan luar RS.
3. Transport intra RS.
4. Pelatihan, simulasi dan koordinasi adalah kegiatan yang menjamin peningkatan ke
mampuan SDM, kontinuitas dan peningkatan pelayan medis.
5. Pembiayaan diperlukan dalam jumlah cukup.

Sistem Pelayanan Medik Antar RS.


1. Jejaring rujukan dibuat berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas.
2. Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS ke RS.
3. Sistem Informasi Manajemen, SIM. Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan
da
lam pelayanan. Perlu juga dalam audit pelayanan dan hubungannya dengan penunjang
termasuk keuangan.
4. Koordinasi dalam pelayanan terutama rujukan, diperlukan pemberian informasi kea
daan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan sebelum pasien ditranportasi ke RS
tujuan.

Hal-hal khusus
1. Petunjuk Pelaksanaan Permintaan dan Pengiriman bantuan medik dari RS rujukan.
2. Protap pelayanan Gadar di tempat umum.
3. Pedoman pelaporan Penilaian Awal/Cepat.

PUBLIC SAFETY CENTER

Diadakannya PSC dilandasi aspek time management sebagai implementasi time


saving is life and limb saving yang mengandung unsur kecepatan atau quick respons
dan ketepatan berupa mutu pelayanan yang sesuai standar. Unsur kecepatan dipenuhi
oleh subsistem transportasi dan komunikasi handal sedang unsur ketepatan dipenuhi
oleh kemampuan melakukan pertolongan penderita gadar (PPGD) meliputi basic life
support dan advance life support sesuai masalah yang dihadapi. Pelayanan bersifat
gratis dan begitu sampai RS, berlaku sistem pembayaran yang berlaku. Awak
ambulans PSC berstandar BLS dan ALS.

Peran Dirjen Bina Yanmed Depkes


Tujuan pembangunan kesehatan antaranya memperbaiki kualitas pelayanan diseluruh
daerah dan seluruh fasilitas pelayanan. Pelayanan medik diberikan pada individu
berupa upaya promotif, kuratif dan rehabilitatif yang bersifat continuum (terus
menerus). Pela-yanan medik dasar berupa pencegahan primer (health promotion dan
specific protection) oleh tenaga medik maupun non medik. Pencegahan sekunder
berupa deteksi dini dan pengobatan serta pembatasan cacad, serta pencegahan tertier
berupa rehabilitasi medik maksimal oleh dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan
lain. Yanmed dasar merupakan basis dari sistem rujukan medik spesialistik.

Hubungan Kebijakan Depkes dengan pelayanan pada masyarakat


Arah dan kebijakan pembangunan kesehatan yang ditetapkan Menkes lebih
menekankan pada upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan tanpa mengabaikan
pelayanan penyembuhan dan rehabilitasi untuk mencapai visi Indonesia Sehat 2010.
Berdasar PP 25/2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan propinsi dan
Kepmenkes 130/2000 tentang Organisasi dan cara kerja Depkes, maka yanmed dalam
pembangunan kesehatan memerlukan :
1. Penetapan pedoman sertifikasi teknologi yanmed.
2. Penetapan pedoman penerapan, penapisan dan pengembangan teknologi dan
standar
etika medik.
3. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana yanmed.
4. Penetapan standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
5. Penetapan pedoman pembiayaan yanmed.

Paradigma yanmed unggulan menganut pada (mengacu pada dasar-dasar bangkes


tsb.):
1. Pergeseran orientasi dari professional driven menjadi client driven, klien yang
semula objek menjadi subjek pelayanan. Otonomi klien sangat diutamakan seperti
pada informed consent yang berupa pemberian informasi timbal balik seimbang.
Hubungan provider dan client merupakan dasar yanmed. Kepuasan klien merupakan
fokus pelayanan yang menjamin kesembuhan, penurunan keluhan dan atau
peningkatan kesehatan. Client driven approach merupakan lingkungan kondusif dalam
menciptakan budaya mutu dari institusi yanmed.
2. Yanmed terintegrasi adalah pelayanan holistic-continuum yang akan meningkatkan
mutu dan efisiensi pelayanan, termasuk pertimbangan biaya. Manajemen profesional
memacu sinergi seluruh sumber daya.
3. Evidence based medicine adalah yanmed yang dilaksanakan profesional mengacu
pada fakta yang benar, dapat dipercaya yang diinformasikan pada klien dan akan
melandasi keputusan dan tindakan profesional yanmed.
4. Medicine by law. Industri pelayanan medik mengandung unsur ekonomi, sosial,
profesional. Transaksi yanmed tidak sama dengan transaksi umum yang mengandung
kepastian. Walaupun pasien ditangani lege artis dapat saja terjadi kematian dan
kecacadan. Undang-undang perlindungan konsumen tidak dapat diterapkan dalam
yanmed. Untuk itu hukum yanmed perlu dikembangkan secara adil baik dari sisi
provider maupun klien. Hukum dan perundangan dalam yanmed tsb. sebagi landasan
medicine by law yang merupakan risk management menuju pelayanan prima.
Hubungan kebijakan Depkes dengan PSC
Menyediakan pelayanan prima pra RS. Menyediakan dokter yang memiliki
kemampuan BLS dan ALS. Mengusahakan geomedic mapping yang merupakan
pemetaan sumberdaya sarana dan prasarana kesehatan (SDM, biaya, teknologi) serta
lokasi permasa-lahan, akan mempermudah koordinasi dan penggerakan sumberdaya
kesehatan dan non kesehatan. Pelayanan yang baik terkait dengan komunikasi dan
transportasi terutama dalam bencana. Koordinasi dengan polisi/SAR-PMK
diperlukan. Koordinasi dengan unsur yang ditetapkan pemerintah yaitu
Bakornas/Banas, Satkorlak, Satlak PBP hingga terjadi sinergi, efisiensi dan mutu
penanggulangan.

Strategi pembentukan dan pengembangan PSC


1. Administrasi dan manajemen. Pengembangan visi, misi, strategi, kebijakan dan
langkah-langkah. Memuat berbagai peraturan perundangan pembagian tugas
kewajiban kewenangan dan tanggung-jawab antara unsur struktural tingkat pusat,
propinsi, kabupaten-kota, termasuk sarana-prasarana yang berhubungan dengan
transportasi, maupun yankes pra RS hingga RS. Diperlukan peran serta awam, awam
khusus, asuransi, yang akan terkait dalam mengatur prosedur dan hubungan kerja.
Pengembangan standar pelayanan, skreditasi dan srtifikasi PSC dipelukan.
Dikembangkan hubungan kerja-sama (partnership, networking, communicating,
sharing) dengan instansi terkait yang berperan pada PSC.
2. SDM. Memacu sistem perencanaan pengadaan, pemanfaatan serta
pengembangannya sehingga tercipta hubungan yang tepat, link and match, dengan
kebutuhan setempat. SDM didapat dari pengembangan nasional atau daerah.
Profesionalisme diatur perun-dangan. Dibuat ketentuan tentang sertifikasi, ijazah
keahlian, akreditasi diklat serta penataan jabatan struktural dan fungsional yang
proporsional. Dikembangkan emergency and disaster medicine untuk memenuhi
kebutuhan daerah/nasional.
3. Teknologi. Pengembangan teknologi medik dan non medik dan penunjangnya.
Melalui sistem penapisan, pemanfaatan, modifikasi serta penguasaannya terencana.
4. Pembiayaaan. Baik terhadap public goods, public private maupun private goods
ditata melalui sistem prabayar seperti JPKM, asuransi, out of pocket, subsidi.

Kata kunci perencanaan terbentuknya PSC, merupakan unsur essensial PSC yang
akan menjamin terwujudnya SC, al:
1. Save community.
2. Time saving is life and limb saving.
3. Preparedness, prevention, mitigation, quick response dan rehabilitation.
4. Administrasi-manajemen, SDM, teknologi dan pembiayaan.

TANGGAP DARURAT BENCANA


Pengertian
1. Korban massal. Korban relatif banyak akibat penyebab yang sama dan perlu perto-
longan segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang ter
sedia. Tanpa kerusakan infra struktur.
2. Bencana. Mendadak / tidak terencana atau perlahan tapi berlanjut, berdampak pada
pola kehidupan normal atau ekosistem, hingga diperlukan tindakan darurat dan luar bi
asa untuk menolong dan menyelamatkan korban dan lingkungannya. Korban banyak,
dengan kerusakan infra struktur.
3. Bencana kompleks. Bencana disertai permusuhan yang luas, disertai ancaman kea
manan serta arus pengungsian luas. Korban banyak, kerusakan infra struktur, disertai
ancaman keamanan.

Masalah saat bencana


1. Keterbatasan SDM. Tenaga yang ada umumnya mempunyai tugas rutin lain
2. Keterbatasan peralatan / sarana. Pusat pelayanan tidak disiapkan untuk jumlah
korban
yang besar.
3. Sistem Kesehatan. Belum disiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana.

Fase pada Disaster Cycle


1. Fase Impact / bencana. Korban jiwa, kerusakan sarana-prasarana, infra struktur,
tata- nan sosial sehari-hari.
2. Fase Acute Response / tanggap segera :
a. Acute emergency response. Rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi
definitif.
b. Emergency relief. Mamin, tenda untuk korban sehat.
c. Emergency rehabilitation. Perbaikan jalan, jembatan dan sarana dasar lain untuk
pertolongan korban.
3. Recovery. Pemulihan.
4. Development. Pembangunan.
5. Prevention. Pencegahan.
6. Mitigation. Pelunakan efek bencana.
7. Preparedness. Kesiapan menghadapi bencana.

Perlindungan diri bagi petugas


- Prinsip Safety.
a. Do no further harm.
b. Safety diri saat respons kelokasi. Alat pengaman, rotator selalu hidup, sirine hanya
saat mengambil korban, persiapan pada kendaraan, parkir 15 m dari lokasi (ke
bakaran : 30 m, perhatikan arah angin).
c. Safety diri ditempat kejadian. Minimal berdua. Koordinasi dengan fihak terkait,
cara mengangkat pasien, proteksi diri.
d. Safety lingkungan. Waspada bahaya yang mengancam.

- Protokol Safety
1. Khusus. Atribut, tanda pengenal posko-ambulans, perangkat komunikasi khusus
tim,
jaring kerjasama dengan keamanan, hanya masuk daerah yang dinyatakan aman.
Pada daerah konflik hindari menggunakan kendaraan keamanan, ambil jarak dengan
petugas keamanan. Utamakan pakai kendaraan kesehatan / PMI.
2. Umum. Koordinasi dengan instansi setempat, KIE netralitas, siapkan jalur penyela
matan diri yang hanya diketahui tim, logistik cukup, kriteria kapan harus lari.

Posko Pelayanan Gadar Bencana


1. Penyediaan posko yankes oleh petugas yang berhadapan langsung dengan
masyarakat. Perhatikan sarat-sarat mendirikan posko.
2. Penyediaan dan pengelolaan obat.
3. Penyediaan dan pengawasan makanan dan minuman.

Rapid Health Assessment (RHA)


Pengertian
Penilaian kesehatan cepat melalui pengumpulan informasi cepat dan analisis besaran
masalah sebagai dasar mengambil keputusan akan kebutuhan untuk tindakan
penanggulangan segera.

Tujuan RHA
Penilaian cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah kesehatan
akibat bencana atau pengungsian, hasilnya berbentuk rekomendasi untuk digunakan
dalam pengambilan keputusan penanggulangan kesehatan selanjutnya.
Secara khusus menilai jenis bencana, lokasi, penduduk terkena, dampak yang telah /
akan terjadi, kerusakan sarana yang menimbulkan masalah, kemampuan sumberdaya
untuk mengatasi masalah, kemampuan respons setempat.

Ruang lingkup
Medis, epidemiologis, lingkungan.

Penyusunan instrumen
Berbeda untuk tiap jenis kejadian, namun harus jelas tujuan, metode, variabel data,
ke-rangka analisis, waktu pelaksanaan dan instrumen harus hanya variabel yang
dibutuhkan.
Variabel : Lokasi, waktu kejadian, jumlah korban dan penyebarannya, lokasi
pengungsian, masalah kesehatan dan dampaknya (jumlah tewas, jumlah luka, jumlah
kerusakan sarana, endemisitas setempat, potensi air bersih, kesiapan sarana yankes,
ketersediaan logistik, upaya kesehatan yang telah dilakukan, fasilitas evakuasi,
kesiapan tenaga, geografis, bantuan awal yang diperlukan, kemampuan respons
setempat, hambatan yang ada).

Pengumpulan data
1. Waktu. Tergantung jenis bencana.
2. Lokasi. Lokasi bencana, penampungan, daerah sekitar sebagai sumber daya.
3. Pelaksana / Tim RHA. Medis, epidemiologi, kesling, bidan/perawat, sanitarian
yang bisa
bekerjasama dan memiliki kapasitas mengambil keputusan.

Metode RHA
Pengumpulan data dengan wawancara dan observasi langsung.

Analisis RHA
Diarahkan pada faktor risiko, penduduk yang berisiko, situasi penyakit dan budaya
lokal, potensi sumber daya lokal, agar diperoleh gambaran.
1. Luasnya lokasi, hubungan transportasi dan komunikasi, kelancaran evakuasi,
rujukan
dan pertolongan, dan pelayanan kesehatan.
2. Dampak kesehatan (epidemiologi). Angka kematian-luka, angka yang terkena dan
perlu
pertolongan, penyakit menular berpotensi KLB.
3. Potensi sarana pelayanan. Kemampuan sarana kesehatan terdekat.
4. Potensi sumber daya kesehatan setempat dan kemugkinan mendapatkan bantuan.
5. Potensi sumber air dan sanitasi.
6. Kesediaan logistik. Yang masih ada dan yang diperlukan.

Rekomendasi
Berdasar analisis. Segera disampaikan pada yang berwenang mana yang bisa diatasi
sendiri, mana yang perlu bantuan.
Obat-bahan-alat, medik-paramedik-surveilans-sanling, pencegahan-immunisasi, ma-
min, sanling, kemungkinan KLB, koordinasi, jalur komunikasi, jalur koordinasi,
bantuan lain untuk mendukung kecukupan dan kelancaran pelayanan.

PUSTAKA
1. Seri Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) / General Emergency Life
Support (GELS) : Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan
ketiga. Dirjen Bina Yanmed Depkes RI, 2006.
2. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community modul 4). Depkes RI, 2006.
SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)

SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur,
pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan
berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang
melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan
ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.

SPGDT dibagi menjadi :

SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang
dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di Rumah Sakit – antar Rumah Sakit dan terjalin
dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai rangkaian
kegiatan sebagai berikut :
1. Pra Rumah Sakit

1. Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat


2. Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat darurat
untuk mendapatkan pertolongan medik
3. Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam khusus
(satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)
4. Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari tempat kejadian ke
rumah sakit (sistim pelayanan ambulan)

 2. Dalam Rumah Sakit

1. Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit


2. Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
3. Pertolongan di ICU/ICCU

 3. Antar Rumah Sakit 

1. Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)


2. Organisasi dan komunikasi

SPGDT-B (Bencana)SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan
Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada
terjadinya korban massal yg memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari.
Bertujuan umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
Tujuan Khusus :
1. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam
masyarakat sebagaimana mestinya.
2. Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.

Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :

1. Kecepatan menemukan penderita.


2. Kecepatan meminta pertolongan.

Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :

1. Ditempat kejadian.
2. Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
3. Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.

source :http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/SPGDT_SC_PSC_RHA.html
http://proemergency-library.blogspot.com/2009/07/sistem-penanggulangan-gawat-darurat.html

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat

Kegawatdaruratan adalah suatu keadaan kritis-akut yang mengancam


nyawa dan mengakibatkan kecacatan, yang dapat menimpa seseorang atau
kelompok masyarakat, yang dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dalam skala
yang dapat diatasi setempat.

Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu selanjutnya disingkat dengan


SPGDT dilandasi dengan Pengelolaan Waktu (Time management) yang merupakan
implementasi dari “time saving is a life and limb saving” mengandung unsure
kecepatan atau “quick response” dan ketepatan berupa pertolongan pertama di
tempat kejadian oleh awam dan awam khusus yang terlatih, dan oleh tenaga
kesehatan professional kegawat daruratan, ambulans, dan dokter sebagai ujung
tombak, dan bila perlu rujukan ke rumah sakit
Unsur kecepatan yang ditunjang oleh “Sistem komunikasi dan transportasi yang
handal” sejak ditempat kejadian menuju sarana rujukan untuk mendapatkan
pertolongan spesialistik sesuai kebutuhan. Unsur ketepatan dalam Pertolongan
Pendrita Gawat Darurat (PPGD) meliputi Basic Life Support(BLS), dan Advance Life
Support (ALS) sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan


oleh alam atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia,
kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana
umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan bantuan dan
pertolongan secara khusus.

Bencana merupakan peristiwa yang biasanya mendadak (bisa perlahan) dan


bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat, mengganggu dan merugikan
masyarakat, pelaksanaan dan hasil pembangunan. Indonesia merupakan super
market bencana. Bencana pada dasarnya karena gejala alam dan akibat ulah
manusia. Adapun penyebab terjadi bencana dapat dipengaruhi oleh beberapa
factor antara lain :Alam ( seperti banjir, gempa bumi, tsunami, dan lain
sebagainya); Teknologi (seperti tabrakan kereta api, rubuhnya gedung dan lain
sebagainya); Konflik ( seperti konflik antar ethnis, terorisme dan lain sebagainya).
Untuk mencegah terjadinya akibat dari bencana, khususnya untuk mengurangi
dan menyelamatkan korban bencana, diperlukan suatu cara penanganan yang
jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana. Ditingkat nasional
ditetapkan Bakornas-PBP (sekarang Banas), Satkorlak-PBP dipropinsi dan Satlak-
PBP dikabupaten kota dan Unsur kesehatan tergabung didalamnya.
Dalam keadaan sehari-hari maupun bencana, penanganan pasien gawat darurat
melibatkan pelayanan pra RS, di RS maupun antar RS. Memerlukan penanganan
terpadu dan pengaturan dalam sistem. Disadari untuk peran jajaran kesehatan
mulai tingkat pusat hingga desa memerlukan kesiapsiagaan dan berperan penting
dalam penanggulangan bencana, mengingat dampak yang sangat merugikan
masyarakat. Untuk itu seluruh jajaran kesehatan perlu mengetahui tujuan dan
langlah-langkah kegiatan kesehatan yang perlu ditempuh dalam upaya
kesiapsiagaan dan penanggulangan secara menyeluruh.

A.     KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN MANAJEMEN BENCANA

1. PENGERTIAN
          Keperawatan Gawat Darurat merupakan rangkaian kegiatan praktik
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten
untuk memberikan asuhan keperawatan.
          Kegawat- daruratan adalah suatu keadaan kritis akut yang mengancam nyawa
dan megakibatkan kecacatan yang dapat menimpa seseorang atau kelompok
masyarakat yang dapat terjadi dimana saja, kapan saja dalam skala yang dapat
diatasi setempat.
          Bencana adalah kegawatdaruratan dalam skala besar berupa korban manusia,
rusaknya prasarana, sarana dan fasilitas umum yang membutuhkan bantuan dari
luar. Bantuan dapat berupa technical assistance atau bantuan penuh (tenaga,
logistic dan lain-lain) tergantung dari kemampuan daerah tersebut dalam
penanganan bencana. Adapun penyebab terjadi bencana dapat dipengaruhi oleh
beberapa factor antara lain :Alam ( seperti banjir, gempa bumi, tsunami, dan lain
sebagainya); Teknologi (seperti tabrakan kereta api, rubuhnya gedung dan lain
sebagainya); Konflik ( seperti konflik antar ethnis, terorisme dan lain sebagainya).

Masalah saat bencana
1. Keterbatasan SDM. Tenaga yang ada umumnya mempunyai tugas rutin lain
2.  Keterbatasan peralatan/sarana. Pusat pelayanan tidak disiapkan untuk jumlah
korban yang besar.
3. Sistem Kesehatan. Belum disiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana.

Posko Pelayanan Gawat darurat Bencana
1. Penyediaan posko pelayanan kesehatan oleh petugas yang berhadapan langsun
g      dengan masyarakat.
2. Penyediaan dan pengelolaan obat.
3. Penyediaan dan pengawasan makanan dan minuman.

Korban massal adalah Korban relatif banyak akibat penyebab yang sama dan
perlu pertolongan segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga yang
lebih dari yang tersedia. 

FUNGSI DAN TANGGUNG-JAWAB

  Penanggulangan gawat darurat massal dilaksanakan secara terpadu oleh


unsur terkait, meliputi :

 A. KOMANDO PENGENDALI

1. Kepala IGD atau pejabat lain yang ditunjuk sebagai komando untuk
penanggulangan gawat darurat massal.

2. Pimpinan Pemda setempat atau Satkorlak PB ditunjuk sebagai Komando


penanggulangan gawat darurat massal dilokasi musibah.

B. PENGELOMPOKAN TIM

1.  Kelompok pengendali di Pusat Pengendali Krisis terdiri dari Ketua dan Anggota.

2. Kelompok pendukung yang terdiri dari :


     a. Komunikasi (Orari, Rapi).

     b. Transportasi dan logistik (118).

     c. Fasilitas yang diperlukan (Dinkes).

3. Kelompok Pelaksana terdiri dari :

     a. Operasi pertolongan.

     b. Pelayanan kesehatan.

     c. Pengamanan dan ketertiban.

 TUGAS DAN TANGGUNG-JAWAB


 1. Kelompok Pengendali

  a. Ketua :

1. Bertindak sebagai komando dan pengendali sesuai dengan kewenangannya.

     2. Mengkoordinir kegiatan dipusat pengendali krisis.

     3. Menentukan pemberlakuan dan pencabutan keadaan darurat.

     4. Memberi keterangan pers.

5. Melaporkan keadaan darurat dan hasil kegiatan yang telah dilakukan kepada
pimpinan.

b. Anggota :

     1. Melaksanakan kegiatan sesuai bidang tugasnya.

2. Menginformasikan kepada Ketua tentang perkembangan situasi dilapangan.


     3. Berkoordinasi dengan kelompok pendukung dan pelaksana.

2. Kelompok Pendukung

     Kegiatan kelompok pendukung ini dikoordinir oleh Pimpinan / Pejabat

     yang ditunjuk masing-masing unit fungsional.

     Tugas kelompok pendukung :

     a. Menyiapkan dukungan komunikasi.

     b. Menyiapkan Transportasi dan Logistik.

     c. Menyiapkan fasilitas yang diperlukan dalam operasional.

     d. Berkoordinasi dengan Kelompok Pengendali dan Pelaksana.

3. Kelompok Pelaksana

 a. Pelayanan medis

          1. Di IGD.

          a). IGD dan dokter IGD sebagai koordinator.

          b). SMF dan unsur medis lainnya sebagai pelaksana.

2.  Didaerah bencana.

a).Dinas Kesehatan setempat atau Pejabat yang ditunjuk sebagai koordinator Tim
Medis.

          b).Tim IGD dan unsur medis lainnya bertanggung-jawab terhadap
               pelaksanaan pelayanan medis.

3. Melaporkan hasil identifikasi korban baik kejadian di IGD maupun didaerah


bencana ke Pusat Pengendali Krisis (EOC).

b. Pengamanan dan Ketertiban

 1. Di IGD

     a). KepalaSatpam sebagai koordinator semua semua unsur pengamanan.

     b). Satpam bertanggung-jawab atas :

       - Kelancaran lalu-lintas ke dan dari lokasi musibah.

       - Ketertiban penempatan korban yang selamat.

       - Ketertiban orang-orang yang tidak berkepentingan.

       - Keamanan barang-barang korban.

2. Dilokasi bencana :

     Diatur oleh Kapolda.

          Pasien gawat darurat adalah pasien yang berada dalam ancaman kematian dan
memerlukan pertolongan segera.

2. PROSES DALAM KONSEP GAWAT DARURAT


Proses dalam Konsep Gawat Darurat meliputi :
1.       Pengkajian
2.       Perencanaan
3.       Pelaksanaan
4.       Evaluasi
5.       Dokumentasi

B.     SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU


1.       Pengertian Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu ( SPGDT)
Adalah suatu sistem penanggulangan gawat darurat yang melibatkan lintas sector
terkait untuk menjamin kecepatan, kecermatan dan ketepatan untuk
menyelamatkan nyawa dan kecacatan.
Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life
and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan
khusus,
petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.

2.       Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu terdiri dari 3 unsur penting yaitu
a.   Pra Rumah Sakit
Di tempat kejadian berupa pertolongan pertama penderita gawat darurat,
meliputi unsur : Kesehatan, rescue, keamanan untuk menjamin kecepatan dan
ketepatan tindakan pertolongan sebelum dirujuk ke sarana rujukan yang
memadai bila diperlukan.Dengan mendirikan PSC(Public Safety Centre), BSB dan
pelayanan ambulans dan komunikasi.

Pelayanan sehari-hari :

 PSC. Didirikan masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Pengorganisasian


dibawah Pemda. SDM berbagai unsur tersebut ditambah masyarakat yang bergiat
dalam upaya pertolongan bagi masyarakat. Biaya dari masyarakat. Kegiatan
menggunakan perkembangan teknologi, pembinaan untuk memberdayakan
potensi masyarakat, komunikasi untuk keterpaduan kegiatan. Kegiatan lintas
sektor. PSC berfungsi sebagai respons cepat penangggulangan gawat darurat.
 BSB (Brigade Siaga Bencana) : Satuan tugas kesehatan yang terdiri dari petugas
medis (dokter, perawat), paramedik dan awam khusus yang
memberikan pelayanan kesehatan berupa pencegahan, penyiagaan maupun
pertolongan bagi korban bencana. Unit khusus untuk penanganan pra RS,
khususnya kesehatan dalam bencana. Pengorganisasian dijajaran kesehatan
(Depkes, Dinkes, RS), petugas medis (perawat, dokter), non medis (sanitarian, gizi,
farmasi dll). Pembiayaan dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan APBN/APBD.

 Pelayanan Ambulans. Terpadu dalam koordinasi dengan memanfaatkan ambulans


Puskesmas, klinik, RS, non kesehatan. Koordinasi melalui pusat pelayanan yang
disepakati bersama untuk mobilisasi ambulans terutama dalam bencana.

 Komunikasi. Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan


gawat darurat hingga seluruh kegiatan berlangsung dalam sistem terpadu

 Pembinaan. Berbagai pelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan


bagi dokter, perawat, awam khusus. Penyuluhan bagi awam.

Pelayanan pada bencana, terutama pada korban massal;
- Koordinasi komando. Melibatkan unit lintas sektor. kegiatan  akan     efektif
dan efisien bila dalam koordinasi dan komando yang disepakati bersama.
- Eskalasi dan mobilisasi sumber daya. Dilakukan dengan mobilisasi SDM,
fasilitas dan sumber daya lain sebagai pendukung pelayanan
kesehatan bagi korban.
- Simulasi. Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji
melalui simulasi apakah dapat diimplementasikan pada keadaan sebenarnya.
- Pelaporan, monitoring, evaluasi. Penanganan bencana didokumentasika dalam b
entuk laporan dengan sistematika yang disepakati. Data    digunakan untuk
monitoring dan evaluasi keberhasilan atau kegagalan,    hingga kegiatan
selanjutnya lebih baik.

b.  Sistem Pelayanan Medik di RS
sebaga sarana rujukan bila membutuhkan pelayanan spesialistik.
1. Perlu sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang dll.
2. Perlu Hospital Disaster Plan, Untuk akibat bencana dari dalam dan luar RS.
3. Transport intra RS.
4. Pelatihan, simulasi dan koordinasi adalah kegiatan yang menjamin peningkatan 
kemampuan SDM, kontinuitas dan peningkatan pelayan medis.
5. Pembiayaan diperlukan dalam jumlah cukup.

c.   Sistem Pelayanan Medik Antar RS.
1. Jejaring rujukan dibuat berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas
2.  Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS ke RS.
3. Sistem Informasi Manajemen, (SIM). Untuk menghadapi kompleksitas permasal
ahan dalam pelayanan. Perlu juga dalam audit pelayanan dan hubungannya   deng
an penunjang termasuk keuangan.
4. Koordinasi dalam pelayanan terutama rujukan, diperlukan pemberian informasi 
keadaan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan sebelum pasien ditranportasi  ke
RS tujuan.

Hal-hal khusus
1. Petunjuk Pelaksanaan Permintaan dan Pengiriman bantuan medik dari
RS rujukan.
2. Protap pelayanan Gawat darurat di tempat umum.
3. Pedoman pelaporan Penilaian Awal/Cepat.

C.     PENGKAJIAN DAN TRIASE


a.     Triase
Pengertian dari Triase adalah pengelompokan korban yang berdasarkan atas
berat ringannya trauma/penyakit serta kecepatan penanganan/pemindahannya.
Prinsip seleksi korban didasarkan atas :
1.     Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam ukuran menit
2.     Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam ukuran jam
3.     Ruda paksa ringan
4.     Sudah meninggal
Prioritas pertolongan berdasarkan labelisasi warna antara lain :

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu Sehari-hari (SPGDT-S):


mendahulukan korban yang kondisinya berat sekali sedangkan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu Bencana (SPGDT-B): mendahulukan
korban yang kondisinya ringan (karena bisa diberdayakan untuk membantu).

Prosedur START :

Langkah 0
Panggil korban yang masih bisa berjalan untuk mendekat kearah petugas yang
berada dilokasi aman (collecting area). Korban yang bisa berjalan mendekat
diberikan label HIJAU

Langkah 1 (Airway + Breathing)

 Cek pernapasan, Apabila tidak bernapas buka jalan napasnya, jika tetap
tidak bernapas berikan label HITAM.
 Pernapasan > 30 kali / menit
 Pernapasan 10-30 kali permenit kelangkah berikutnya

Langkah 2 (Circulation)

 Cek Capilary test (Tekan Kuku tangan penderita) kemudian lepas, apabila
kembali merah lebih dari 2 detik (> 2 detik) berikan label MERAH.
 Apabila pencahayaan kurang untuk capilary test, lakukan cek nadi radialis,
apabila tidak teraba atau lemah berikan label MERAH.
 Apabila nadi radialis teraba kelangkah berikut.

Langkah 3 (Mental Status)


 Berikan perintah sederhana kepada penderita, Apabila mengikuti berikan
label KUNING.
 Apabila tidak dapat mengikuti perintah berikan label MERAH.

Setelah melakukan langkah-langkah triage dan memberikan label/tanda pada


penderita, segera untuk menuju kependerita lain yang belum dilakukan triage.
Triage harus selalu dievaluasi untuk menghindari kemungkinan terjadi kesalahan
waktu triage. Atau bisa juga perubahan terjadi ketika kondisi penderita membaik
atau memburuk.

Labelisasi warna dibedakan dalam beberapa warna antara lain :


1.     Merah (Kondisi berat) : Korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera
(Gangguan ABCD) dan korban- korban dengan :
- Syok oleh berbagai kausa
- Gangguan pernafasan (sumbatan jalan napas atau distress napas)
- Hipotensi
- Trauma kepala dengan pupil anisokor
- Perdarahan eksternal masif.

2.     Kuning (Kondisi Sedang): Korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi
perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk :
- Korban dengan resiko syok
- Fraktur multipel
- Fraktur Femur/ pelvis
- Luka bakar luas
- Gangguan kesadaran/ trauma kepala
- trauma tumpul thorak/abdomen tanpa shock, tanpa sesak
3.     Hijau (kondisi ringan) : Kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan
atau pemberian pengobatan dapat ditunda, seperti :
- Fraktur minor
- Luka minor.
4.     Hitam : Korban yang telah meninggal dunia.
 
 
 
 
TRIASE GAWAT DARURAT MASSAL
 TERMINOLOGI
 1. Gawat darurat massal.

     Keadaan musibah dengan korban lebih dari 30 orang.

 2. Petunjuk gawat darurat massal.

Prosedur yang disusun untuk mengkoordinasikan pelayanan secara spontan untuk


unit-unit kerja dan instansi / SMF terkait apabila timbul suatu situasi gawat
darurat massal.

 3. Care area.

     Daerah yang dipergunakan untuk memberikan pertolongan pertama kepada


korban musibah massal.

 4. Collection area.

    Daerah yang dipergunakan untuk mengumpulkan pertama-kali korban gawat


darurat.

5. Crisis center / Emergency operation center.

    Tempat berkumpulnya seluruh pimpinan partisipan atau instansi/SMF yang


terlibat dalam penanggulangan gawat darurat massal, dan dari tempat tersebut
dikeluarkan seluruh informasi serta keputusan penting selama kegiatan
berlangsung.        

6. Drill.

    Latihan yang mempraktekkan perencanaan penanggulangan gawat darurat


massal, untuk menyempurnakan serta efektifitas perencanaan penanggulangan
gawat darurat massal.
7. Emergency Operation Committee.

    Komite yang dibentuk dalam rangka mendukung, mengkoordinasi, dan


memantau kegiatan operasional dalam penanggulangan gawat darurat massal.

8. Full Scale Emergency Exercise.

    Latihan penanggulangan gawat darurat massal dengan mengerahkan dan


memanfaatkan seluruh peralatan dan personal sebagaimana dipergunakan untuk
penanggulangan gawat darurat massal sesungguhnya.

 9. Greeter & Meeters Room.

     Tempat yang diperuntukkan bagi berkumpunya para keluarga korban

     gawat darurat massal.

10. Grid Map.

      Peta lingkungan yang dilengkapi garis-garis petak yang mempunyai ukuran
sebenarnya 1 m persegi, diberi nomor dan huruf sehingga          

      memudahkan mencari suatu lokasi.

 11. Heli Pad.

       Tempat yang dipersiapkan untuk pendaratan helikopter.

12. Holding area.

       Tempat sementara yang dipersiapkan bagi korban yang tidak luka.

 13. On Scene Commander.

       Pemimpin operasi penanggulangan gawat darurat massal dilokasi musibah.

14. Procedure.

       Tatacara yang harus diikuti dalam melaksanakan kegiatan.

 15. Security Line.


      Garis pemisah berupa pita berwarna kuning sebagai batas area tertentu yang
berada dalam pengawasan security.

16. Rendezvous Point.

      Tempat yang sudah ditentukan dimana tenaga atau kendaraan bantuan yang akan
terlibat dalam penanggulangan keadaan gawat darurat massal, untuk pertama
kali menerima pemberitahuan langsung bertemu satu dengan lainnya, kemudian
menuju kelokasi.

b.     Pemindahan dan Pengangkutan

  Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban dari lokasi kecelakaan ke tempat


lain yang lebih aman dengan cara-cara yang sederhana di lakukan di daerah-
daerah yang sulit dijangkau dimulai setelah keadaan darurat. Penolong harus
melakukan evakuasi dan perawatan darurat selama perjalanan.

Cara pemindahan korban:

1. Pemindahan tanpa menggunakan alat atau manual

Pada umumnya digunakan untuk memindahkan jarak pendek dan korban cedera
ringan, dianjurkan pengangkatan korban maksimal 4 orang

2. Pemindahan dengan alat (tandu)

3.Dasar melakukan pemindahan korban; aman, stabil, cepat, pengawasan korban,


pelihara udara agar tetap segar.

. Syarat pemindahan korban:

1. korban tentang keadaan umumnya cukup baik

2. tidak ada gangguan pernapasan

3. pendarahan sudah di atasi

4. luka sudah dibalut


5. patah tulang sudah dibidai

Sepanjang pelaksanaan pemindahan korban perlu dilakukan pemantauan dari


korban tentang:

- Keadaan umum korban

- Sistem persyarafan (kesadaran)

- Sistem peredaran darah (denyut nadi dan tekanan darah)

- Sistem pernapasan

- Bagian yang mengalami cedera

Rangkaian pemindahan korban:

1. persiapan,

2. pengangkatan korban ke atas tandu,

3. pemberian selimut pada korban

4. Tata letak korban pada tandu disesuaikan dengan luka atau cedera.

Prinsip pengangkatan korban dengan tandu:

1. pengangkatan korban,

Harus secara efektif dan efisien dengan dua langkah pokok; gunakan alat tubuh
(paha, bahu, panggul), dan beban serapat mungkin dengan tubuh korban.

2. Sikap mengangkat.

Usahakan dalam posisi rapi dan seimbang untuk menghindari cedera.

3. Posisi siap angkat dan jalan.

Biasanya posisi kaki korban berada di depan dan kepala lebih tingi dari kaki,
kecuali;

-menaik, bila tungkai tidak cedera,


-menurun, bila tungkai luka atau hipotermia,

-mengangkut ke samping,

-memasukan ke ambulan kecuali dalam keadaan tertentu

-kaki lebih tinggi dalam keadaan shock.

  TRANSPORTASI

Merupakan kegiatan pemindahan korban dari tempat darurat ke tempat yang


fasilitas perawatannya lebih baik, seperti rumah sakit. Biasanya dilakukan bagi
pasien/ korban cedera cukup parah sehingga harus dirujuk ke dokter.

Ada sejumlah situasi yang membutuhkan penanganan segera di rumah sakit


dalam waktu beberapa menit untuk menyelamatkan hidup penderita, letakan
penderita pada spineboard, bawa penderita dengan ambulans, nyalakan sirine
dan lampu dan segera angkut ke Rumah Sakit. Tindakan yang tidak termasuk
penyelamatan seperti balut bidai tidak boleh mengganggu transportasi.

Keadaan –keadaan kritis yang memerlukan pengangkutan antara lain :


1.     Obstruksi jalan napas yang tidak dapat diatasi secara mekanik seperti suction,
forceps atau intubasi
2.     Henti jantung karena trauma
3.     Keadaan yang menimbulkan pernapasan tidak adekuat :
a.     Luka dinding thorax terbuka
b.     Flail chest yang luas
c.      Tenson pneumothorax
d.     Trauma tumpul dada yang luas
4.     Syok
5.     Trauma kepala dengan kesadaran menurun, pupil anisokor atau penurunan
kesadaran
6.     Nyeri abdomen
7.  Pelvis tidak stabil
8.  Fraktur femur bilateral
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Muh. N. Mallapassi dan Fuad B.SKM, 2007: Buku Panduan Basic Trauma Cardiac
Life Support, Makassar
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/triage.html

http://files.miplpurwokerto.webnode.com/200000014-4e37d4f318/P3k
%20mipl.doc

http://groups.yahoo.com/group/K3_LH/message/27242

http://www.slideshare.net/abhique/perspektif-keperawatan-gawat-darurat-
1890878

http://robbybee.wordpress.com/2009/02/25/konsep-dasar-keperawatan-gawat-
darurat/

SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)

SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur,
pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan
berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang
melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan
ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.

SPGDT dibagi menjadi :

SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang
dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di Rumah Sakit – antar Rumah Sakit dan terjalin
dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai rangkaian
kegiatan sebagai berikut :
1. Pra Rumah Sakit

1. Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat


2. Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat darurat
untuk mendapatkan pertolongan medik
3. Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam khusus
(satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)
4. Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari tempat kejadian ke
rumah sakit (sistim pelayanan ambulan)

 2. Dalam Rumah Sakit

1. Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit


2. Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
3. Pertolongan di ICU/ICCU

 3. Antar Rumah Sakit 

1. Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)


2. Organisasi dan komunikasi

SPGDT-B (Bencana)SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan
Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada
terjadinya korban massal yg memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari.
Bertujuan umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
Tujuan Khusus :

1. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam
masyarakat sebagaimana mestinya.
2. Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.

Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :

1. Kecepatan menemukan penderita.


2. Kecepatan meminta pertolongan.

Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :

1. Ditempat kejadian.
2. Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
3. Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.

source :http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/SPGDT_SC_PSC_RHA.html
http://proemergency-library.blogspot.com/2009/07/sistem-penanggulangan-gawat-darurat.html

Anda mungkin juga menyukai