Anda di halaman 1dari 10

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT

DARURAT TERPADU
PENDAHULUAN

Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem


Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat
mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit
dengan pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat
menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving.

Merupakan suatu sistem dimana koordinasi merupakan unsur utama yang bersifat multi
sektor dan harus ada dukungan dari berbagai profesi bersifat multi disiplin dan multi profesi
untuk melaksanakan dan penyelenggaraan suatu bentuk layanan terpadu bagi penderita gawat
darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana dan kejadian luar
biasa.

Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem yaitu : sistem
pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan pelayanan di rumah sakit dan sistem pelayanan
antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan bersifat
saling terkait dalam pelaksanaan sistem.

Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat, dimana
tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan (time saving is life and
limb saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.

SISTEM PELAYANAN MEDIK PRA RUMAH SAKIT

1. Public Safety Center

Didalam penyelenggaraan sistem pelayanan pra rumah sakit harus membentuk atau
mendirikan pusat pelayanan yang bersifat umum dan bersifat emergency dimana bentuknya
adalah suatu unit kerja yang disebut Public Safety Center (PSC), ini merupakan suatu unit
kerja yang memberi pelayanan umum terutama yang bersifat emergency bisa merupakan UPT
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, yang sehari-harinya secara operasional dipimpin oleh
seorang direktur. Selain itu pelayanan pra rumah sakit bisa dilakukan pula dengan
membentuk satuan khusus yang bertugas dalam penanganan bencana dimana disaat ini sering
disebut dengan Brigade Siaga Bencana (BSB), pelayanan ambulans, dan komunikasi. Dalam
pelaksanaan Public Service Center dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan
masyarakat, dimana pengorganisasiannya dibawah pemerintah daerah, sedangkan sumber
daya manusianya terdiri dari berbagai unsur, seperti unsur kesehatan, unsur pemadam
kebakaran, unsur kepolisian, unsur linmas serta masyarakat sendiri yang bergerak dalam
bidang upaya pertolongan pertama, sehingga memiliki fungsi tanggap cepat dalam
penganggulangan tanggap darurat.

2. Brigade Siaga Bencana (BSB)


Merupakan suatu unit khusus yang disiapkan dalam penanganan pra rumah sakit khususnya
yang berkaitan dengan pelayana kesehatan dalam penanganan bencana. Pengorganisasian
dibentuk oleh jajaran kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah (depkes, dinkes, rumah
sakit) petugas medis baik dokter maupun perawat juga petugas non medis baik sanitarian gizi,
farmasi dan lain-lain. Pembiayaan didapat dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan
anggaran rutin APBN maupun APBD.

3. Pelayanan Ambulans

Kegiatan pelayanan terpadu didalam satu koordinasi yang memberdayakan ambulans milik
puskesmas, klinik swasta, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah maupun swasta, institusi
kesehatan swasta maupun pemerintah (PT. Jasa Marga, Jasa Raharja, Polisi, PMI, Yayasan
dan lain-lain). Dari semua komponen ini akan dikoordinasikan melalui pusat pelayanan yang
disepakati bersama antara pemerintah dengan non pemerintah dalam rangka melaksanakan
mobilisasi ambulans terutama bila terjadi korban massal.

4. Komunikasi

Didalam melaksanakan kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari-hari memerlukan


sebuah sistem komunikasi dimana sifatnya adalah pembentukan jejaring penyampaian
informasi jejaring koordinasi maupun jejaring pelayanan gawat darurat sehingg seluruh
kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem yang terpadu terkoordinasi menjadi satu
kesatuan kegiatan.

PELAYANAN PADA KEADAAN BENCANA

Pelayanan dalam keadaan bencana yang menyebabkan korban massal memerlukan hal-hal
khusus yang harus dilakukan.

Hal-hal yang perlu dilakukan dan diselenggarakan adalah :

1. Koordinasi dan Komando

Dalam keadaan bencana diperlukan pola kegiatan yang melibatkan unit-unit kegiatan lintas
sektoral yang mana kegiatan ini akan menjadi efektif dan efisien bila berada didalam suatu
komandio dan satu koordinasi yang sudah disepakati oleh semua unsur yang terlibat.

2. Eskalasi dan Mobilisasi Sumber Daya

Kegiatan ini merupakan penanganan bencana yang mengakibatkan korban massal yang harus
melakukan eskalasi atau berbagai peningkatan. Ini dapat dilakukan dengan melakukan
mobilisasi sumber daya manusia, mobilisasi fasilitas dan sarana serta mobilisasi semua
pendukung pelayanan kesehatan bagi korban.

3. Simulasi

Diperlukan ketentuan yang harus ada yaitu prosedur tetap (protap), petunjuk pelaksana
(juklak) dan petunjuk tekhnis (juknis) operasional yang harus dilaksanakan oleh petugas yang
merupakan standar pelayanan. Ketentuan tersebut perlu dikaji melalui simulasi agar dapat
diketahui apakah semua sistem dapat diimplementasikan pada kenyataan dilapangan.
4. Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi

Penanganan bencana perlu dilakukan kegiatan pendokumentasian, dalam bentuk pelaporan


baik yang bersifat manual maupun digital dan diakumulasi menjadi satu data yang digunakan
untuk melakukan monitoring maupun evaluasi, apakah yang bersifat keberhasilan ataupun
kegagalan, sehingga kegiatan selanjutnya akan lebih baik.

SISTEM PELAYANAN MEDIK DI RUMAH SAKIT

Harus diperhatian penyediaan saran, prasarana yang harus ada di UGD, ICU,kamar jenazah,
unit-unit pemeriksaan penunjang, seperti radiologi, laboratorium, klinik, farmasi, gizi, ruang
rawat inap, dan lain-lain.

1. HOSPITAL DISASTER PLAN

Rumah sakit harus membuat suatu perencanaan untuk menghadapi kejadian bencana yang
disebut Hospital Disaster Plan baik bersifat yang kejadiannya didalam rumah sakit maupun
eksternal rumah sakit.

2. UNIT GAWAT DARURAT (UGD)

Di dalan UGD harus ada organisasi yang baik dan lengkap baik pembiayaan, SDM yang
terlatih, sarana dengan standar yang baik, sarana medis maupun non medis dan mengikuti
teknologi pelayanan medis. Prinsip utama dalam pelayanan di UGD adalah respone time baik
standar nasional maupun standar internasional.

3. BRIGADE SIAGA BENCANA RS (BSB RS)

Didalam rumah sakit juga harus di bentuk Brigade Siaga Bencana dimana ini merupakan
satuan tugas khusu yang mempunyai tugas memberikan pelayanan medis pada saat-saat
terjadi bencana baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dimana sifat kejadian ini
menyebabkan korban massal.

4. HIGH CARE UNIT (HCU)

Suatu bentuk pelayanan rumah sakit bagi pasien yang sudah stabil baik respirasi
hemodinamik maupun tingkat kesadarannya, tetapi masih memerlukan pengobatan perawatan
dan pengawasan secara ketat dan terus menerus, HCU ini harus ada baik di rumah sakit tipe
C dan tipe B.

5. INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

Merupakan suatu bentuk pelayanan di rumah sakit multi disiplin. Bersifat khusus untuk
menghindari ancaman kematian dan memerlukan berbagai alat bantu untuk memperbaiki
fungsi vital dan memerlukan sarana tekhnologi yang canggih dan pembiyaan yang cukup
besar.

6. KAMAR JENAZAH
Pelayanan bagi pasien yang sudah meninggal dunia, baik yang meninggal di rumah sakit
maupun luar rumah sakit, dalam keadaan normal sehari-hari ataupun bencana. Pada saat
kejadian massal di perlukan pengorganisasian yang bersifat komplek dimana akan di lakukan
pengidentifikasian korban baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal dan memerluikan
SDM yang khusus selain berhubungan dengan hal-hal aspek legalitas.

SISTEM PELAYANAN MEDIK ANTAR RUMAH SAKIT

Berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam
memberikan pelayanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, untuk menerima pasien dan
ini sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, ketersediaan fasilitas medis didalam
sistem ambulans.

1. Evakuasi

Bentuk layanan transportasi yang ditujukan dari pos komando, rumah sakit lapangan menuju
ke rumah sakit rujukan atau transportasi antar rumah sakit, baik dikarenakan adanya bencana
yang terjadi di rumah sakit, dimana pasien harus di evakuasi ke rumah sakit lain. Pelaksanaan
evakuasi tetap harus menggunakan sarana yan terstandar memenuhi kriteria-kriteria yang
suah ditentukan berdasarkan standar pelayanan rumah sakit.

2. Syarat – syarat evakuasi

 Korban berada dalam keadaan paling stabil dan memungkinkan untuk di evakuasi
 Korban telah disiapkan/diberi peralatan yang memadai untuk transportasi.
 Fasilitas kesehatan penerima telah di beritahu dan siap menerima korban.
 Kendaraan dan pengawalan yang dipergunakan merupakan yang paling layak tersedia.

3. Beberapa bentuk evakuasi

Evakuasi darat, dimana para korban harus secara cepat dipindahkan, karena lingkungan yang
membahayakan, keadaan yang mengancam jiwa, membutuhkan pertolongan segera, maupun
bila terdapat sejumlah pasien dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan.

Evakuasi segera, korban harus segera dilakukan penanganan, karena adanya acaman bagi
jiwanya dan tidak bisa dilakukan dilapangan, misal pasien syok, pasien stres dilingkungan
kejadian dan lain-lain. Juga dilaukan pad pasien-pasien yang berada di linkungan yang
mengakibatkan kondisi pasien cepat menurun akibat hujan, suhu dingin ataupun panas.

Evakuasi biasa, dimana korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa, tetapi masih perlu
pertolongan di rumah sakit, dimana pasien akan di evakuasi bila sudah dalam keadaan baik
atau stabil dan sudah memungkinkan bisa dipindahkan, ini khususnya pada pasien-pasien
patah tulang.

4. Kontrol lalu lintas

Untuk memfasilitasi pengamanan evakuasi, harus dilakukan control lalu lintas oleh
kepolisian, untuk memastikan jalur lalulintas antar rumah sakit dan pos medis maupun pos
komando. Pos medis dapat menyampaikan kepada pos komando agar penderita dapat
dilakukan evakuasi bila sudah dalam keadaan stabil. Maka kontrol lalu lintas harus seiring
dengan proses evakuasi itu sendiri.

Keberhasilan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat Tergantung 4 Kecepatan :

1. Kecepatan ditemukan adanya penderita GD


2. kecepatan Dan Respon Petugas
3. Kemampuan dan Kualitas
4. Kecepatan Minta Tolong

Kemungkinan yang terjadi jika terlambat melakukan resusitasi

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Koordinasi Lintas Unit

0- 4 Menit Kerusakan Sel-sel otak tidak diharapkan


Mati Klinis
4-8 menit Mungkin sudah terjadi Kerusakan Sel-Sel Otak

8-10 menit Sudah Mulai terjadi Kerusakan Otak


Mati Biologis
Hampir Dipastikan terjadi Kerusakan sel-sel
>10 menit
Otak

21 Juni 2012
 in Siaga Bencana
 Tinggalkan Sebuah Komentar

Kesiapsiagaan Bencana di Rumah


Bencana datang tidak dapat kita duga, tapi bisa kita kurangi risiko dari bencana tersebut,
salah satunya adalah dengan melakukan upaya pengurangan risiko.

Prinsip dasar pengurangan risiko adalah sebagai berikut :


dengan prinsip dasar tersebut diatas kita harus tahu apa itu ancaman/bahaya, kerentanan dan
kapasitas

Ancaman merupakan ancaman/bahaya yang ditimbulkan oleh phenomena alam yang luar
biasa yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia, menyebabkan
kehilangan harta-benda, mata pencaharian, dan/atau kerusakan lingkungan

Kerentanan Sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi
dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan bencana.

Kapasitas Kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan, keluarga dan masyarakat
yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap-siaga, menanggapi dengan cepat
atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana

Bagaimana melakukan upaya pengurangan risiko bencana dari rumah??

1. Berusaha tidak panik, dengan melakukan simulasi-simulasi sederhana atau pada saat
kumpul keluarga diberikan pengetahuan tentang bencana dan apa yang harus kita
lakukan saat terjadi bencana.
2. Membuat jalur evakuasi di rumah jika terjadi bencana.
3. Menentukan titik kumpul jika terpisah saat bencana terjadi
4. Memasang daftar telepon penting di rumah, maupun di masukan dalam daftar telepon
di Handphone.
5. Menyiapkan Tas Siaga bencana yang berisi
o Pakaian anggota keluarga setidaknya untuk 3 hari pertama

o Minuman dan makanan instan + makanan bayi (jika punya bayi atau balita)

o Obat-obatan (terutama yang punya penyakit khusus) + obat anti nyamuk

o Senter

o Radio berbaterai

o Baterai untuk senter dan radio

o Dokumen-dokumen berharga

o Peralatan mandi setidaknya sikat gigi dan odol

o Kebutuhan lain yang tidak memberatkan (misal : alat ibadah, pembalut wanita,
dll)

18 Juni 2012
 in Siaga Bencana
 Tinggalkan Sebuah Komentar
PENTINGNYA KESIAPSIAGAAN
1. Mengurangi ancaman
Untuk mencegah ancaman secara mutlak memang mustahil, seperti gunung api meletus.
Namun ada banyak cara atau tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurani kemungkinan
terjadinya ancaman atau mengurangi akibat ancaman.
Contoh : untuk mencegah banjir, sebelum musim hujan masyarakat bisa membersihkan
saluran air, got dan sungai serta tidak membuang sampah di sembarang tempat, apalagi di
sungai.

2. Mengurangi kerentanan masyarakat


Kerentanan masyarakat dapat dikurangi apabila masyarakat sudah mempersiapkan diri, akan
lebih mudah untuk menentukan tindakan penyelamatan pada saat bencana terjadi. Persiapan
yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan
tepat waktu.
Contoh : Masyarakat yang pernah dilanda bencana gunung api meletus dapat mempersiapkan
diri dengan melakukan pengawasan aktifitas gunung api dan membuat perencanaan evakuasi,
penyelamatan serta mendapat pelatihan kesiapsiagaan bencana.

3. Mengurangi akibat
Untuk mengurangi penderitaan akibat suatu ancaman, masyarakat perlu mempunyai
persiapan supaya bisa lebih cepat bertindak apabila terjadi bencana.
Contoh : umumnya pada kasus bencana, masalah utama adalah persediaan air bersih.
Akibatnya banyak masyarakat yang terjangkit penyakit menular. Dengan melakukan
persiapan terlebih dahulu, kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber air bersih bisa
mengurangi kejadian penyakit menular.

4. Menjalin kerjasama
Tergantung dari cakupan bencana dan kemampuan masyarakat, penanganan bencana bisa
dilakukan oleh masyarakat itu sendiri atau apabila diperlukan bisa bekerjasama dengan
pihak-pihak yang terkait. Untuk menjamin kerjasama yang baik, pada tahap sebelum bencana
masyarakat perlu menjalin hubungan baik dengan pihak-pihak seperti polisi, puskesmas,
aparat desa, dan lembaga lainnya.

18 Juni 2012
 in Siaga Bencana
 Tinggalkan Sebuah Komentar

SEKOLAH SIAGA BENCANA


Apa itu Sekolah Siaga Bencana?

Sekolah Siaga Bencana (SSB) merupakan upaya membangun kesiapsiagaan sekolah


terhadap bencana dalam rangka menggugah kesadaran seluruh unsur-unsur dalam bidang
pendidikan baik individu maupun kolektif di sekolah dan lingkungan sekolah baik itu
sebelum, saat maupun setelah bencana terjadi.
Apa Tujuan Membangun Sekolah Siaga Bencana (SSB)?

1. Membangun budaya siaga dan budaya aman disekolah dengan mengembangkan


jejaring bersama para pemangku kepentingan di bidang penanganan bencana;
2. Meningkatkan kapasitas institusi sekolah dan individu dalam mewujudkan tempat
belajar yang lebih aman bagi siswa, guru, anggota komunitas sekolah serta komunitas
di sekeliling sekolah;
3. Menyebarluaskan dan mengembangkan pengetahuan kebencanaan ke masyarakat luas
melalui jalur pendidikan sekolah.

Apa Indikator Sekolah Siaga Bencana (SSB) itu?

1. 1. Indikator untuk Parameter Pengetahuan dan Keterampilan


1. Pengetahuan mengenai jenis bahaya, sumber bahaya, besaran bahaya dan
dampak bahaya serta tanda-tanda bahaya yang ada di lingkungan sekolah
2. Akses bagi seluruh komponen sekolah untuk meningkatkan kapasitas
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan kesiagaan (materi acuan, ikut
serta dalam pelatihan, musyawarah guru, pertemuan desa, jambore siswa,
dsb.).
3. Pengetahuan sejarah bencana yang pernah terjadi di lingkungan sekolah atau
daerahnya
4. Pengetahuan mengenai kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di sekolah dan
lingkungan sekitarnya.
5. Pengetahuan upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana
di sekolah.
6. Keterampilan seluruh komponen sekolah dalam menjalankan rencana tanggap
darurat
7. Adanya kegiatan simulasi regular.
8. Sosialisasi dan pelatihan kesiagaan kepada warga sekolah dan pemangku
kepentingan sekolah.

1. 2. Indikator untuk Parameter Kebijakan

Adanya kebijakan, kesepakatan, peraturan sekolah yang mendukung upaya kesiagaan di


sekolah

1. 3. Indikator untuk Parameter Rencana Tanggab Darurat


1. Adanya dokumen penilaian risiko bencana yang disusun bersama secara
partisipatif dengan warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah.
2. Adanya protokol komunikasi dan koordinasi
3. Adanya Prosedur Tetap Kesiagaan Sekolah yang disepakati dan dilaksanakan
oleh seluruh komponen sekolah
4. Kesepakatan dan ketersediaan lokasi evakuasi/shelter terdekat dengan sekolah,
disosialisasikan kepada seluruh komponen sekolah dan orang tua siswa,
masyarakat sekitar dan pemerintah daerah
5. Dokumen penting sekolah digandakan dan tersimpan baik, agar dapat tetap
ada, meskipun sekolah terkena bencana.
6. Catatan informasi penting yang mudah digunakan seluruh komponen sekolah,
seperti pertolongan darurat terdekat, puskesmas/rumah sakit terdekat, dan
aparat terkait.
7. Adanya peta evakuasi sekolah, dengan tanda dan rambu yang terpasang, yang
mudah dipahami oleh seluruh komponen sekolah
8. Akses terhadap informasi bahaya, baik dari tanda alam, informasi dari
lingkungan, dan dari pihak berwenang (pemerintah daerah dan BMG)

 Penyiapan alat dan tanda bahaya yang disepakati dan dipahami seluruh komponen
sekolah
 Mekanisme penyebarluasan informasi peringatan bahaya di lingkungan sekolah
 Pemahaman yang baik oleh seluruh komponen sekolah bagaimana bereaksi terhadap
informasi peringatan bahaya
 Adanya petugas yang bertanggungjawab dan berwenang mengoperasikan alat
peringatan dini. Pemeliharaan alat peringatan dini.

1. 4. Indikator untuk Parameter Mobilisasi Sumberdaya


1. Adanya gugus siaga bencana sekolah termasuk perwakilan peserta didik.
2. Adanya perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca bencana yang
dapat segera dipenuhi, dan diakses oleh komunitas sekolah, seperti alat
pertolongan pertama serta evakuasi, obat-obatan, terpal, tenda dan sumber air
bersih.
3. Pemantauan dan evaluasi partisipatif mengenai kesiagaan sekolah secara rutin
(menguji atau melatih kesiagaan sekolah secara berkala).
4. Adanya kerjasama dengan pihak-pihak terkait penyelenggaraan
penanggulangan bencana baik setempat (desa/kelurahan dan kecamatan)
maupun dengan BPBD/Lembaga pemerintah yang bertanggung jawab
terhadap koordinasi dan penyelenggaraan penanggulangan bencana di
kota/kabupaten.

Apa Syarat Minimal Menuju Sekolah Siaga Bencana (SSB)?

1. Ada komitmen dari Kepala Sekolah dankomunitas sekolah.


2. Ada dukungan dari Dinas Pendidikan diwilayahnya.
3. Ada dukungan dari organisasi terkaitpengurangan risiko bencana.
4. Melakukan penguatan kapasitas pengetahuandan keterampilan bagi guru dan siswa
sekolah.
5. Melakukan latihan berkala yang jelas dan terukur.
6. Adanya keterlibatan dukungan menerus dari Dinas Pendidikan dan organisasi terkait
PRB, termasuk dalam proses pemantauan dan evaluasi sekolah.

Bagaimana Langkah-langkah Membangun Sekolah Siaga Bencana (SSB)?

1. Membangun kesepahaman & komitmen bersama antar anggota komunitas sekolah


dengan atau tanpa difasilitasi oleh pihak luar.
2. Membuat rencana aksi bersama antara sekolah, komite sekolah, orang tua, dan anak-
anak (bisa dalam bentuk lokakarya, FGD,atau meeting reguler).
3. Melakukan kajian tingkat kesiagaan sekolah dengan menggunakan lima parameter
(pengetahuan dan sikap; kebijakan; rencana tanggap darurat; sistem peringatan dini;
dan mobilisasisumberdaya).
4. Peningkatan kapasitas (pelatihan-pelatihan) untuk semua stakeholder sekolah (guru,
karyawan/staf administrasi, satuan pengamanan, anggota komite sekolah, orang tua,
anak-anak).
5. Lokakarya pembentukan sekolah siaga bencana (merumuskankegiatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan sikap, draft kebijakan, sistem peringatan dini, rencana
tanggap darurat, dan mobilisasi sumberdaya).
6. Simulasi/drill menghadapi bencana (sesuai dengan jenis ancaman) dengan frekuensi
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan sekolah yang bersangkutan
Standarisasi/pembakuansekolah siaga bencana.
7. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program SSB.
8. Sosialisasi dan promosi keberadaan SSB.

Anda mungkin juga menyukai