DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
Alhamdulillah. Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Promosi
Kesehatan dengan judul “The Health Belief Model (HBM)”.
Makalah ini disusun untutk memenuhi tugas mata kuliah Promosi Kesehatan dengan
dosen pembimbing Mirawati, S.Si.T M.Kes. Selain itu juga diharapkan bisa memberikan
wawasan kepada rekan-rekan mahasiswa khususnya mahasiswa D-III Kebidanan Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin. Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu memberikan bimbingan, ilmu,
dorongan, serta saran-saran kepada kami.
Kami juga menyadari bahwa isi maupun penyajian makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangununtuk perbaikan di
masa yang akan datang.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………...…………..………..………….……….……...... 1
B. Rumusan Masalah ……………………………..……….……………….... 1
C. Tujuan ……………………………………………………….…………… 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Teori HBM…………………….………………………… 2
B. Pengertian HBM …………………………………………………..….……. 2
C. Macam-Macam Teori Dan Konsep HBM ……...…………………………... 3
D. Pengukuran Konsep HBM …………………………………………………. 4
E. Faktor Esensial Dalam HBM ………………………………………......….. 5
F. Teori Perubahan Perilaku ………………………………………………….. 5
G. Konsep Teoritis ……………………………………………………………. 7
H. Konstruksi Teori ………………………………………………………….... 8
I. Contoh Perilaku HBM ……………………………………………………… 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kesehatan masyarakat merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas
kesehatan masyarakat. Belakangan ini, kualitas kesehatan masyarakat di Indonesia
mengalami penurunan akibat perilaku kesehatan masyarakat yang buruk. Penurunan
kualitas kesehatan masyarakat akibat perilaku kesehatan masyarakat yang buruk ini
kemudian menjadi suatu hal yang sangat krusial bagi petugas kesehatan. Perilaku yang
buruk, rusaknya lingkungan, dan penurunan kualitas kesehatan menjadi siklus yang harus
diputus untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sehat. Melalui teori Health Belief
Model, kita mampu mempelajari perilaku kesehatan masyarakat yang akan mempermudah
pemahaman tehadap perubahan kualitas kesehatan masyarakat. Melalui pemahaman dan
pengaplikasian teori Health Belief Model yang baik akan tercipta kualitas kesehatan
masyarakat indonesia yg baik pula.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah lahirnya teori HBM?
2. Apa pengertian HBM?
3. Apa saja macam-macam teori dan konsep HBM?
4. Bagaimana pengukuran konsep HBM?
5. Apa saja faktor esensial dalam HBM?
6. Bagaimana teori perubahan perilaku?
7. Bagaimana konsep teoritis?
8. Bagaimana konstruksi teori?
9. Bagaimana contoh perilaku HBM?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah untuk memperkaya
pengetahuan dibidang kesehatan khususnya perilaku masyarakat, memahami konsep
teori Health Belief Model, mempermudah pemahaman terhadap perilaku kesehatan
masyarakat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pengertian HBM
Health Belief Model (HBM) adalah model psikologis yang mencoba untuk menjelaskan
dan memprediksi perilaku kesehatan. Hal ini dilakukan dengan berfokus pada sikap dan
keyakinan individu. HBM adalah perubahan prilaku kesehatan dan model
psikologis. Teori Health Belief Model didasarkan pada pemahaman bahwa seseorang akan
mengambil tindakan yang akan berhubungan dengan kesehatan. Teori ini dituangkan
dalam lima segi pemikiran dalam diri individu, yang mempengaruhi upaya yang ada dalam
diri individu untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya, yaitu perceived
susceptibility (kerentanan yang dirasakan/diketahui), perceived severity (bahaya/
kesakitan yang dirasakan), perceived benefit of action (manfaat yang dirasakan dari
tindakan yang diambil), perceived barrier to action (hambatan yang dirasakan akan
tindakan yang diambil), cues to action (isyarat untuk melakukan tindakan). Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan self efficacy atau upaya diri sendiri untuk menentukan apa yang
baik bagi dirinya.
Tiga faktor penting dalam Health Belief Model, yaitu :
1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu
penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.
2
Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan
terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap
penyakit, adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku dapat memberikan keuntungan,
penilaian individu terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas
kesehatan yang merekomendasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba
perilaku yang serupa.
Dalam kasus yang terjadi di Jawa Tengah sesuai penelitian yang dilakukan dari bulan
Agustus 1989 sampai Oktober 1990 di Salah satu Kabupaten Magelang. Permasalahan
terjadi antara pasien dan tenaga kesehatan di PUSKESMAS. Adanya hambatan dalam
komunikasi, mitos yang berkembang di masyarakat, dan masalahfinancial.
3
Variasi dari model ini merupakan nilai yang dirasakan serta intervensi yang
ditentukan sebagai keyakinan utama. Konstruksi dari faktor mediasi kemudian menjadi
penghubung berbagai jenis persepsi dengan perilaku kesehatan di masyarakat.
Faktor lain yang juga mempengaruhi persepsi antara lain :
1. Variabel demografi : Umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan.
2. Variabel sosio-psikologi : Ekonomi, kepribadian, sosial-psikologis variabel
(seperti status sosial ekonomi, kepribadian, strategi coping)
3. Persepsi efikasi (penilaian diri dalam hal kemampuan untuk berhasil mengadopsi
perilaku yang diinginkan)
4. Isyarat untuk tindakan (pengaruh eksternal dalam mempromosikan perilaku yang
diinginkan, termasuk informasi yang diberikan atau dicari, komunikasi persuasif, dan
pengalaman pribadi)
5. Motivasi kesehatan (individu terdorong untuk tetap pada keadaan sehat)
6. Kontrol Perasaan (ukuran tingkat self-efficacy)
7. Ancaman (termasuk bahaya yang muncul tanpa melakukan tindakan kesehatan)
8. Prediksi dari model tersebut merupakan kemungkinan yang dilakukan individu untuk
mengambil tindakan kesehatan yang direkomendasikan (seperti pencegahan dan
pengobatan)
4
3. Teori manfaat yang diharapkan dan subjektif (Subjective Expected Utility)
5
Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock :
1. Ancaman
Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (atau kesediaan menerima diagnosa
penyakit). Atau persepsi tentang keparahan penyakit/kondisi kesehatannya.
2. Harapan
Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan, dan persepsi tentang hambatan-hambatan
untuk melakukan tindakan itu.
3. Pencetus tindakan: Media, pengaruh orang lain, dan hal-hal yang mengingatkan
(reminders).
4. Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin/gender, suku bangsa).
5. Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan itu)
Ancaman suatu penyakit dipersepsikan secara berbeda oleh setiap individu.
Contoh: kanker. Ada yang takut tertular penyakit itu, tapi ada juga yang menganggap
penyakit itu tidak begitu parah, ataupun individu itu merasa tidak akan tertular oleh
karenanya diantara anggota keluarganya tidak ada riwayat penyakit kanker. Keputusan
untuk mengambil tindakan/upaya penanggulangan atau pencegahan penyakit itu
tergantung dari persepsi individu tentang keuntungan dari tindakan tersebut baginya,
besar/kecilnya hambatan untuk melaksanakan tindakan itu serta pandangan individu
tentang kemampuan diri sendiri. Persepsi tentang ancaman penyakit dan upaya
penanggulangannya dipengaruhi oleh latar belakang sosio-demografi si individu. Untuk
menguatkan keputusan bertindak, diperlukan faktor pencetus (berita dari media, ajakan
orang yang dikenal atau ada yang mengingatkan). Jika faktor pencetus itu cukup kuat
dan individu merasa siap, barulah individu itu benar-benar melaksanakan tindakan yang
dianjurkan guna menanggulangi atau mencegah penyakit tersebut.
6
lubang pasir di pinggir sungai sangat membahayakan bilamana ada penderita cholera
yang BAB disungai tersebut.
2. Menganggap masalah ini serius
Terjadinya diare bukan saja dapat menyebabkan kesakitan tetapi juga bahaya kematian.
Terutama akibat dehidasi berat oleh diare. Penyakit ini setiap tahunnya merupakan
pembunuh no 1 atau no 2 di Indonesia.
3. Meyakini efektifitas tujuan pengobatan dan pencegahan.
Model pengobatan dini dapat mencegah ke tahapan diare berat dengan dehidasi hebat,
sehingga tidak perlu dirujuk ke RS. Pencegahan merupakan upaya terbaik dan murah
melalui kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat terutama sumber air yang steril,
penggunaan WC dan kebiasaan cuci tangan dengan sabun. Dimaksudkan memutuskan
penularan penyakit diare.
4. Tidak mahal
Biaya yang tidak mahal karena hanya dengan merubah kebiasaan buruk dimasyarakat.
Jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk kesembuhan ditambah
dengan hilangnya produktifitas (waktu kerja).
5. Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan
Melaksanakan anjuran oleh petugas kesehatan merupakan tujuan dari perubahan
perilaku.
Kelemahan :
1. Bersaing dengan kepercayaan dan sikap-sikap lain
2. Pembentukan kepercayaan seiring dengan perubahan perilaku.
G. Konsep Teoritis
Health Belief Model ini (HBM) adalah teori yang paling umum digunakan dalam
pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan (Glanz, Rimer, & Lewis, 2002; National
Cancer Institute [NCI], 2003). Ini dikembangkan pada 1950-an sebagai cara untuk
menjelaskan mengapa program skrining medis yang ditawarkan oleh US Public Health
Service, terutama untuk TBC, tidak begitu sukses (Hoch-Baum, 1958). Konsep asli yang
mendasari HBM adalah bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh keyakinan pribadi atau
persepsi tentang penyakit dan strategi yang tersedia untuk mengurangi
terjadinya penyakit (Hochbaum, 1958). Persepsi pribadi dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan intrapersonal.
7
H. Konstruksi Teori
Berikut empat persepsi yang berfungsi sebagai konstruksi utama dari model :
keseriusan dirasakan, kerentanan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, dan hambatan
yang dirasakan. Masing-masing persepsi, secara individu atau dalam kombinasi, dapat
digunakan untuk menjelaskan perilaku kesehatan. Baru-baru ini, konstruksi lainnya telah
ditambahkan ke HBM, dengan demikian, HBM telah diperluas dengan mencakup isyarat
untuk bertindak, faktor motivasi dan efisiensi diri.
1. Keseriusan yang dirasakan
Konstruksi keseriusan yang dirasakan berbicara dengan kepercayaan individu tentang
keseriusan atau keparahan penyakit. Sementara persepsi keseriusan sering didasarkan
pada informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari keyakinan
seseorang bahwa ia akan mendapat kesulitan akibat penyakit dan akan membuat
atau berefek pada hidupnya secara umum (McCormick-Brown, 1999).
Sebagai contoh, sebagian besar dari kita melihat flu sebagai penyakit
relatif ringan. Kita mengerti cara perawatannya, tinggal di rumah beberapa hari, dan
kondisi kita akan lebih baik. Namun, jika kita menderita asma, tertular flu bisa
mengantarkan kita ke pembaringan dirumah sakit. Dalam hal ini, persepsi kita tentang
flu mungkin bahwa itu adalah penyakit yang serius. Atau jika kita adalah pekerja
wiraswasta, terserang flu dapat berarti seminggu atau lebih kehilangan upah. Sekali
lagi, ini akan mempengaruhi persepsi kita tentang keseriusan penyakit ini.
2. Kerentanan yang dirasakan
Risiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu persepsi yang lebih kuat dalam
mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar risiko yang
dirasakan, semakin besar kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi
risiko. Hal ini adalah apa yang mendorong laki-laki yang berhubungan seks dengan
laki-laki untuk divaksinasi terhadap hepatitis B (de Wit et al., 2005) dan menggunakan
kondom dalam upaya untuk mengurangi kerentanan terhadap infeksi HIV (Belcher et
al., 2005).
Kerentanan yang dirasakan memotivasi orang untuk divaksinasi influenza (Chen et al,
2007.), untuk menggunakan tabir surya untuk mencegah kanker kulit, dan benang gigi
mereka untuk mencegah penyakit gusi dan gigi. Ini begitu logis bahwa ketika orang
percaya bahwa mereka berada pada risiko untuk penyakit, mereka akan lebih mungkin
untuk melakukan sesuatu untuk mencegah hal itu terjadi. Sayangnya, sebaliknya juga
terjadi. Ketika orang percaya bahwa mereka tidak berisiko atau memiliki risiko
8
kerentanan yang rendah, perilaku tidak sehat cenderung mengakibatkan munculnya
penyakit ini adalah persis apa yang telah ditemukan dengan orang dewasa yang lebih
tua dan perilaku pencegahan HIV. Karena orang dewasa yang lebih tua umumnya tidak
menganggap diri mereka berada pada risiko infeksi HIV, banyak yang tidak
mempraktekkan seks aman (Rose, 1995; Maes & Louis, 2003). Ini adalah skenario
yang sama yang ditemukan terhadap mahasiswa Asia-Amerika. Mereka cenderung
untuk melihat epidemi HIV / AIDS sebagai masalah non-Asia, dengan demikian,
persepsi mereka tentang kerentanan terhadap infeksi HIV adalah rendah dan tidak
berhubungan dengan mempraktekkan perilaku seks aman (Yap, 1993).
3. Manfaat yang dirasakan
Konstruksi manfaat yang dirasakan adalah pendapat seseorang dari nilai atau kegunaan
dari suatu perilaku baru dalam mengurangi risiko pengembangan penyakit. Orang-
orang cenderung mengadopsi perilaku sehat ketika mereka percaya perilaku baru akan
mengurangiresiko mereka untuk berkembangnya suatu penyakit. Apakah orang
berusah untuk makan lima porsi buah dan sayuran sehari jika mereka tidak percaya hal
itu bermanfaat? Apakah orang berhenti merokok jika mereka tidak percaya itu lebih
baik bagi kesehatan mereka? Apakah orang menggunakan tabir surya jika mereka tidak
percaya itu bekerja? Mungkin tidak dirasakannya manfaat memainkan peran penting
dalam adopsi perilaku pencegahan sekunder, seperti sebuah pemutaran sebab akibat.
Sebuah contoh yang baik dari ini adalah skrining untuk kanker usus besar. Salah satu
tes skrining untuk kanker usus besar adalah kolonoskopi. Hal ini membutuhkan
beberapa hari persiapan sebelum prosedur untuk benar-benar membersihkan usus
besar: diet dibatasi untuk mendapatkan cairan bening diikuti oleh penggunaan kateter.
Prosedur ini melibatkan penyisipan instrumen, tabung fleksibel yang sangat panjang
dengan kamera di ujungnya ke dalam rektum untuk melihat panjang usus besar.
Prosedur itu sendiri dilakukan di bawah anestesi, sehingga tidak nyaman, tetapi
tidak lama untuk pemulihan sesudahnya, dan persiapan yang memakan waktu.
Terlepas dari ketidaknyamanan ini, ini adalah metode terbaik saat ini untuk deteksi
dini kanker usus besar, penyebab utama ketiga kematian akibat kanker di Amerika
Serikat. Ketika kanker usus besar ditemukan lebih awal, ia memiliki angka
kesembuhan 90%. Namun, hanya 36% dari orang di atas usia 50 (yang paling
berisiko) telah melakukan skrining ini (New York-Presbyterian Hospital, 2006). Apa
yang membuat sebagian orang menjalani pemeriksaan dan yang lain tidak? Di antara
wanita, mereka yang merasakan manfaat dari kolonoskopi (deteksi dini) lebih mungkin
9
untuk menjalani skrining daripada mereka yang tidak melihat skrining memiliki
manfaat (Frank & Swedmark, 2004).
4. Hambatan yang dirasakan
Karena perubahan bukan sesuatu yang datang dengan mudah bagi kebanyakan orang,
konstruk terakhir dari HBM adalah masalah hambatan yang dirasakan untuk berubah.
Ini adalah evaluasi individu sendiri atas hambatan yang dihadapi untuk mengadopsi
perilaku baru. Dari semua konstruksi, hambatan yang dirasakan adalah yang paling
signifikan dalam menentukan perubahan perilaku (Janz & Becker, 1984). Dalam
rangka untuk perilaku baru yang akan diadopsi, seseorang perlu untuk percaya manfaat
dari perilaku baru lebih besar daripada konsekuensi melanjutkan perilaku lama (Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit A.S., 2004). Hal ini memungkinkan hambatan
yang harus diatasi dan perilaku baru yang akan diadopsi. Dalam mencoba untuk
meningkatkan praktek-praktek pemeriksaan payudara sendiri pada wanita, akan
terlihat jelas bahwa ancaman kanker payudara akan memotivasi penerapan praktik
deteksi dini. Tentu kanker payudara adalah penyakit yang sangat serius, ini adalah
satu hal yang meyakinkan perempuan akan ancaman yang besar. Bahkan dengan
semua ini, hambatan untuk melakukan deteksi dini kanker payudara berpengaruh lebih
besar atas perilaku daripada ancaman kanker itu sendiri (Champion, 1993; Champion
& Menon, 1997; Ellingson & Yarber, 1997; Umeh & Rogan-Gibson, 2001).
5. Variabel Modifikasi
Empat konstruksi utama dari persepsi dapat dimodifikasi oleh variabel lain, seperti
budaya, tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu, keterampilan, dan motivasi.
Variabel tersebut adalah karakteristik individu yang mempengaruhi persepsi pribadi.
Sebagai contoh, jika seseorang didiagnosis dengan kanker kulit sel basal dan berhasil
diobati, ia mungkin memiliki persepsi kerentanan tinggi karena ini pengalaman masa
lalu dan menjadi lebih sadar dari paparan sinar matahari karena pengalaman masa lalu.
Sebaliknya, pengalaman masa lalu ini bisa mengurangi persepsi seseorang dari
keseriusan karena kanker itu mudah diobati dan disembuhkan.
Di kelas Hygine Personal di banyak kampus, mahasiswa diwajibkan untuk
menyelesaikan sebuah proyek penelitian perubahan perilaku. Mereka memilih
perilaku sehat dan mengembangkan rencana untuk mengubah dan mengadopsi
perilaku yang lebih sehat. Variabel modifikasi untuk ini adalah motivasi. Motivasinya
adalah kelas.
10
6. Isyarat untuk bertindak
Selain empat keyakinan atau persepsi dan variabel memodifikasi, HBM menunjukkan
perilaku yang juga dipengaruhi oleh isyarat untuk bertindak. Isyarat untuk bertindak
adalah peristiwa-peristiwa, orang atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk
mengubah perilaku mereka. Mengetahui adanya sesama anggota gereja yang
menderitakanker prostat adalah isyarat yang signifikan untuk tindakan bagi pria
Afrika-Amerika untuk menghadiri program-program pendidikan kanker prostat
(Weinrich et al, 1998). Mendengar cerita TV atau berita radio tentang penyakit bawaan
makanan dan membaca petunjuk penanganan yang aman untuk paket daging mentah
dan unggas merupakan isyarat untuk tindakan yang terkait dengan perilaku
penanganan makanan yang lebih aman (Hanson & Benediktus, 2002).
Setelah ditampilkannya di kampus-kampus mengenai mobil yang terlibat dalam
kecelakaan fatal akibat mengemudi dalam keadaan mabuk adalah contoh isyarat untuk
tindakan jangan mengemudi setelah minum minuman beralkohol.
7. Self-Efficacy (Percaya Kemampuan Diri)
Pada tahun 1988, self-efficacy ditambahkan dengan empat keyakinan asli dari HBM
(Rosenstock, Strecher, & Becker, 1988). Self-efficacy adalah kepercayaan pada
kemampuan sendiri untuk melakukan sesuatu (Bandura, 1977). Orang umumnya tidak
mencoba untuk melakukan sesuatu yang baru kecuali mereka pikir mereka bisa
melakukannya. Jika seseorang percaya suatu perilaku baru yang berguna (manfaat
dirasakan), tetapi berpikir dia tidak mampu melakukan itu (penghalang dirasakan),
kemungkinan bahwa hal itu tidak akan dilakukan.
11
diperlukan faktor pencetus (berita dari media, ajakan orang yang dikenal atau ada yang
mengingatkan). Jika faktor pencetus itu cukup kuat dan individu merasa siap, barulah
individu itu benar-benar melaksanakan tindakan yang dianjurkan guna menanggulangi
atau mencegah penyakit tersebut.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
The Health Belief Model (HBM) adalah model psikologis yang mencoba untuk
menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan. Hal ini dilakukan dengan berfokus pada
sikap dan keyakinan individu.
HBM atau Health Belief Model dikembangkan pertama kali tahun 1950-an oleh seorang
psikologis sosial di layanan kesehatan Publik AS yaitu dimulai dengan adanya kegagalan
pada program Pencegahan dan pencegahan penyakit ( Hocbaum 1958, Rosenstok 1960-
1974 ).
Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial :
1. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit
atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.
Ada beberapa model perilaku untuk melindungi kesehatan yang umum digunakan yaitu :
1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) disingkat dengan TRA.
2. Teori Motivasi perlindungan (Protection Motivation Theory).
3. Teori manfaat yang diharapkan dan subjektif (Subjective Expected Utility).
B. Saran
Mengingat besarnya manfaat dari teori Health Belief Model ini, maka seharusnya
teori Health Belief Model ini tidak hanya terbatas ilmu yang dipelajari kemudian dilupakan
begitu saja. Tetapi seharusnya, seorang yang mengabdi dibidang kesehatan khususnya
kesehatan masyarakat mampu menerapkan konsep Health Belief Model dalam kehidupan
nyata.
Diharapkan, dengan pemahaman mengenai perilaku kesehatan masyarakat melalui
Health Belief Model, akan tercipta kualitas kesehatan masyarakat Indonesia yang baik pula.
13
DAFTAR PUSTAKA
Maggie davies and Wendy Macdowall. 2006. Understanding Public Health: Health Promotion
Theory. England: London School of Hygiene & tropical medicine. Available at
: http://www.openup.co.uk (diakses 2013)
14