Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan anak-
anak dari orang dewasa. Anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 20
tahun. Sedangkan The Convention on the Rights of the Child
mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang  berusia di bawah 18 tahun
(Department of Child and Adolescent Health and Development , 2006).
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya
cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Penyakit DBD
merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak. World
Health Organization (WHO) memperkirakan ada sekitar 50-100 juta dan
500.000 penderita demam berdarah setiap tahunnya, dengan jumlah
kematian sekitar 22.000 jiwa, terutama anak-anak, pada masa 50 tahun
terakhir, insiden dengue diseuruh dunia meningkat 30 kali, hal ini
disebabkan oleh sanitasi lingkungan yang tidak bagus (Soedarto, 2012).
Kementrian kesehatan menyebutkan bahwa di Indonesia masih banyak
kasus demam berdarah. Pada tahun 2009 menyebar ke seluruh Indonesia
dengan jumlah 158,912 kasus. Propinsi-propinsi dengan indens lebih dari 10
per 100.000 penduduk, diantaranya adalah propinsi Sumatera Barat, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Angka
kematian tertinggi terjadi pada tahun 1968 sebesar 41,3% pada tahun 2009
menurun menjadi 0,89%, tetapi jumlahnya kembali meningkat dari 24 pada
tahun 1968 menjadi 1.420 pada tahun 2009. Perubahan iklim dan buruknya
penanganan lingkungan menyebabkan kasus demam berdarah meluas di
masyarakat. Iklim yang sulit diprediksi, membuat hujan terus terjadi
sepanjang tahun. Kucuran air dari langit inilah yang membuat genangan
semakin banyak. Parahnya kepedulian masyarakat akan kebersihan
cenderung menurun (Soedarmo, 2013).
Peran perawat untuk mengatasi penyakit DBD dengan cara promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promotif yaitu memberi penyuluhan
kesehatan tentang penyakit DBD dan penanggulangannya, preventif yaitu
untuk mencegah terjadinya DBD dengan cara merubah kebiasaan hidup
sehari-hari melalui tidak menggantung pakaian yang sudah di pakai,
menjaga kebersihan lingkungan dan penampungan air, kuratif yaitu untuk
memenuhi cairan tubuh sesuai dengan kebutuhan, serta mengkonsumsi
minuman yang dapat meningkatkan trombosit seperti jus kurma dll. Dari
aspek rehabilitatif perawat berperan memulihkan kondisi klien dan
menganjurkan klien untuk kontrol kembali kerumah sakit bila keluhan
timbul kembali. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik
memilih judul “Asuhan Keperawatan Anak Dengan DHF”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah yaitu
bagaimana asuhan keperawatan anak dengan DHF(Dengue Hemoragic
Fever) ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan asuhan keperawatan anak dengan DHF(Dengue
Hemoragic Fever)
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan konsep teori pertumbuhan dan perkembangan
b. Untuk menjelaskan konsep teori DHF(Dengue Hemoragic Fever)
c. Untuk menjelaskan konsep asuhan keperawatan anak dengan
DHF(Dengue Hemoragic Fever)
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK


1. Pengertian
a. Pertumbuhan (Growth)
Menurut Soetjiningsih (2012) dan IDAI (2002) dalam Nining
(2016), pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan dalam
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram)
ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Dalam pengertian
lain dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan bertambahnya
ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh baik sebagian maupun
seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel
tubuh juga karena bertambah besarnya sel.
b. Perkembangan (Development)
Menurut Soetjiningsih (1997) dalam Oktiawati, Khodijah,
Setyaningrum, Dewi (2017), perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang komplek
dalam pola teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh kembang
a. Faktor genetik
1) Merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam
sel telur yang telah di buahi, dapat di tentukan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan.
2) Termasuk faktor genetik adalah berbagai faktor faktor bawaan
yang nirmal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa. Gangguan
tumbang di sebabkan oleh faktor genetik.
3) Pada negara berkembang di sebabkan faktor genetik, lingkungan
yang kurang memadai.
4) Penyakit keturunan : kelainan kromosom, sindrom down, sindrom
turner.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan terbagi 2 yaitu :
1) Lingkungan pranatal
Lingkungan di dalam uterus sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembngan fetus, terutama karena ada selaput yang menyelimuti
dan melindungi fetus dari lingkungan luar.
2) Pengeruh bydaya lingkungan
Budaya keluarga atau masyarakat akan mempengaruhi bagaimana
meeka memahami kesehatan berprilaku hidup sehat.
3) Status sosial dan ekonomi keluarga
Anak yang berada di lingkungan keluarga yang sosial ekonominya
rendah, bahkan punya keterbatasan untuk memberi makanan yang
bergizi dll.
4) Nutrisi
Telah disebutkan bahwa untuk bertumbuh dan berkembang, anak
membutuhkan zat gizi yang esensial mencakup protein, lemak,
karbohidrat, mineral, vitamin, dan air yang harus di konsumsi
secara seimbang dengan jumlah yang sesuai kebutuhan pada
tahapan usianya.
3. Ciri-ciri tumbuh kembang
Tumbuh kembang anak yang di mulai sejak konsepsi sampai dewasa
mmpunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu (Potter & Perry, 2010) :
a. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai
maturitas atau dewasa, di pengaruhi oleh faktor bawaan dan
lingkungan.
b. Dalam periode tertentu terdapat adanya masa perlambatan, serta laju
tumbuh kembang yang berlainan di antara organ-organ.
c. Pola berkembang anak adalah sama, tetapi kecepatannya berbeda
antara anak satu dengan yang lainnya.
d. Perkembangan erat hubungannya maturasi system susunan saraf.

B. KONSEP TEORI DHF


1. Pengertian
Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan termasuk golongan arbovirus
(arthropot-borne virus) yang ditularkan melalui vektor nyamuk aedes
aegepti dan aedes albopictus serta penyebaran sangat cepat (Marni,
2016). Infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini masuk ke
dalam tubuh, melalui gigitan nyamuk aedes aegepti betina, masa
inkubasi 13-15 hari dengan gejala klinis yang bervariasi berdasarkan
derajat DHF (Nugroho, 2011).
2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari 4 virus asam
ribonukleat beruntai tunggal dari Famili Flaviviridae yang ditularkan
oleh vector nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Masa inkubasi
penyakit berakhir 4-5 hari setelah timbulnya demam (Marni, 2016).
3. Derajat DHF
Derajat DHF menurut Hermayudi dan Ariani (2017) ialah:
a. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji bendung.
b. Derajat II
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
c. Derajat III
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak
gelisah.
d. Derajat IV
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak teratur.
4. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh, penderita akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pada sistem retikolo endothelial seperti pembesaran
kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa dan menyebabkan
penekanan pada abdomen yang mengakibatkan pasien mengalami mual,
muntah sehingga pasien mengalami ketidakseimbangan nutrisi
(Wijayaningsih, 2013). Kemudian akan bereaksi dengan antibody dan
terbentuklah kompleks virus antibody yang tinggi akibatnya terjadilah
peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena reaksi imunologik.
Virus yang masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan
peradangan pada pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang
mana akan menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia) dan factor
koagulasi merupakan factor terjadi perdarahan hebat. Keadaan ini
mengkibatkan plasma merembes (kebocoran plasma) keluar dari
pembuluh darah sehingga darah mengental, aliran darah menjadi lambat
sehingga organ tubuh tidak cukup mendapatkan darah dan terjadi
hipoksia  jaringan. Pada keadaan hipoksia akan terjadi metabolisme
anaerob , hipoksia dan asidosis jaringan yang akan mengakibatkan
kerusakan jaringan dan bila kerusakan jaringan semakin berat akan
menimbulkan gangguan fungsi organ vital seperti jantung, paru-paru
sehingga mengakibatkan hipotensi , hemokonsentrasi , hipoproteinemia,
efusi pleura, syok dan dapat mengakibatkan kematian. Jika virus masuk
ke dalam sistem gastrointestinal maka tidak jarang klien mengeluh
mual, muntah dan anoreksia. Bila virus menyerang organ hepar, maka
virus dengue tersebut menganggu sistem kerja hepar, dimana salah
satunya adalah tempat sintesis dan osidasi lemak. Namun, karena hati
terserang virus dengue maka hati tidak dapat memecahkan asam lemak
tersebut menjadi bahan keton, sehingga menyebabkan pembesaran
hepar atau hepatomegali, dimana pembesaran hepar ini akan menekan
abdomen dan menyebabkan distensi abdomen. Bila virus bereaksi
dengan antbody maka mengaktivasi sistem koplemen atau melepaskan
histamine dan merupakan mediator factor meningginya  permeabilitas
dinding pembuluh darah atau terjadinya demam dimana dapat terjadi
DHF dengan derajat I,II,III, dan IV.
PATWAY
Virus dengue
Masuk ke dalam tubuh
↓ Demam
Kurang Sakit kepala
pengetahuan Viremia
↓ Nyeri otot
Masuk ke sirkulasi aliran ↓
darah G.g rasa nyaman
↓ nyeri
Virus bereplikasi

Komplek virus antigen –
antibodi

Sistem gastro Kompleks antigen- Sistem respirasi


intestinal antibodi ↑ ↓
↓ ↓ Perpindahan
Virus masuk ke Kebocoran plasma cairan dari
dalam Trombositopenia intravaskuler ke
hepatobilier ↓ ekstravaskuler
Perdarahan Perdarahan Anoreksia jaringan ↓
Hepatomegali lambung ↓ ↓ Masuk pleura
↓ Resiko tinggi meninggal ↓
Penekanan Melena Syok hipovolemi Timbunan cairan
intraabdomen ↓ pada pleura
HB menurun ↓
Rasa mengecap ↓ Efusi pleura
terganggu Lemah ↓
↓ ↓ Gangguan
Mual muntah Intoleran pertukaran gas
↓ aktivitas
Anoreksia

Intake tidak
adekuat

Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

Kurang informasi

Sumber : Wijayaningsih (2013)


5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Sudarti (2010) ialah:
a. Demam mendadak selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
b. Manifestasi perdarahan berupa petekie (bintik-bintik merah pada
kulit), purpura, echymosis, perdarahan gusi, epistaksis bahkan ada
yang sampai hematemesis dan melena.
c. Hematomegrafi
d. Bila tidak cepat ditangani dapat timbul gejala shock: nadi cepat, lemah
dan kecil sampai tidak teraba, kulit terasa dingin dan lembab terutama
pada ujung hidung, jari dan kaki.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau
lebih), trombositopenia (100.000/mm atau kurang)
b. Serologi : uji HI (hemoagutination inhibition test).
7. Komplikasi
a. Syok yang berat dan memanjang dan perdarahan berat
b. Pemberian cairan yang berlebihan selama fase kebocoran plasma
dapat berakibat efusi massif yang berujung pada gagal nafas
c. Dapat terjadi gangguan elektrolit/metabolik, seperti: hipoglikemia,
hiponatremia, hipokalsemia, atau terkadang hiperglikemia
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk klien dengan DHF menurut (Ngastiyah, 2014)
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penatalaksanaan medis:
1) DHF tanpa renjatan
a) Demam tinggi, anareksia dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberikan
banyak minum yaitu 1 ½ sampai 2 liter dalam 24 jam.
b) Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan
kompres dingin.
c) Jika terjadi kejang-kejang diberikan luminal atau anti
konvulsan lainnya. Luminal diberikan dengan dosis: anak umur
kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih dari 1 tahun 75 mg. Jika
15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan
dosis 3mg/kg BB.
d) Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien
terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang
cenderung meningkat.
e) Pada pasien yang menderita DHF harus deperiksa Ht, Hb dan
trombosit setiap hari mulai hari ke-3 sakit sampai demam telah
turun 1-2 hari. Nilai Ht itulah yang menentukan apakah pasien
perlu dipasang infus atau tidak.
2) DHF disertai renjatan
a) Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang
infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma. Cairan yang diberikan biasanya ringer laktat. Pada
pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur
dengan cara membuka klem infus.
b) Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah tidak teraba,
amplitudo nadi cukup besar tekanan sistolik 80 mmHg/lebih,
kecepatan tetesan dikurangi 10ml/kgBB/jam. Selanjutnya
kecepatan tetesan diberikan sesuai keadaan gejala klinis dan
nilai hematokrit.
c) Pada pasien dengan renjatan berat atau renjatan berulang perlu
dipasang CVP (central venous pressure, pengaturan tekanan
vena sentral) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui
safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat
di ruang ICU.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Tindakan keperawatan mandiri
Tindakan mandiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan
lingkungan yang tenang, mengompres hangat saat pasien demam.
2) Tindakan keperawatan kolaboratif
Tindakan yang dilakukan oleh perawat bekerja dengan anggota
perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama
yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.
9. Dampak Dhf Terhadap Kebutuhan
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) biasanya berhubungan
dengan status gizi pada anak, dimana status gizi pada anak penderita DHF
biasanya bervariasi. DHF biasanya terjadi pada anak yang memiliki imun
baik dan status yang baik. Anak yang menderita DHF sering mengalami
mual, muntah serta nafsu makan yang menurun, apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak ditangani dengan pemenuhan nutrisi yang cukup, maka
anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizi anak
menjadi kurang dan tingkat derajat keparahan DHF akan semakin
bertambah parah (Apriana, 2012). Pasien yang mengalami DHF biasanya
juga mengalami anoreksia sehingga menyebabkan masukan nutrisinya
menjadi berkurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika
pasien juga menderita muntah-muntah, keadaan ini akan menyebabkan
makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan penyakit
sulit tercapai bahkan dapat menyebabkan terjadinya komplikasi. Untuk
mencegah terjadinya kurangnya nutrisi dan membantu menaikkan daya
tahan tubuh, pasien harus segera diberikan makanan yang cukup
mengandung kalori, protein, mineral dan vitamin.

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DHF


1. Pengkajian
Pengkajian data anak dengan DHF (Suriadi, 2010), yaitu:
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun) , jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi
antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia,
diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri
ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kult , gusi (grade III. IV) , melena atau
hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
e. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan
akan timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko , apabila terdapat factor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan.Apabila kondisi
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya berkurang.
g. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih ( seperti air yang menggenang atau gantungan
baju dikamar)
h. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantanganm nafsu
makan berkurang dan menurun,
2) Eliminasi alvi (buang air besar) : kadang-kadang anak yang
mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF pada grade IV
sering terjadi hematuria.
3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga
kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aedypty.
5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menajga kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF,
keadaan anak adalah sebagai berikut :
1) Grade I : kesadaran composmetis , keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan andi elmah.
2) Grade II : kesadaran composmetis, keadaan umum lemah,
ada perdarahan spontan ptechiae, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur
3) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
4) Grade IV : kesadaran coma, tanda-tanda vital: nadi tidak
teraba, tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur,
ekstremitas dingin. berkeringat dan kulit tampak biru.
j. Sistem Integumen
1) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncl
keringat dingin, dan lembab
2) Kuku sianosis atau tidak
3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan
karena demam (flusy). mata anemis, hidung kadang mengalami
perdarahan (epitaksis) pada grade II,III. IV. Pada mulut
didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi perdarahan gusi,
dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia
pharing dan terjadi perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).
4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada
poto thorak terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah
kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat
pada grade III dan IV.
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegaly) dan asites
6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
k. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) HB dan PVC meningkat (≥20%)
2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
4) Ig. D dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah
8) SGOT /SGPT mungkin meningkat.

2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
b. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (virus dalam
darah/viremia).
c. Gangguan pemenuhan kubutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
d. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh
yang lemah.
f. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh akibat perdarahan.
(Herdman, Heather & Kamitsuru, Shigemi, 2015)

3. Intervensi keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria Hasil : Volume cairan perlahan-lahan teratasi, tidak
muntah–muntah lagi, mukosa bibir kembali normal
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
Rasional : mengetahui atau memantau keadaan umum klien
2) Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor kulit
tidak elastis, ubun-ubun cekung , produksi urine menurun
Rasional : untuk mengetahui tingkat dehidrasi dan intervensi
lanjut
3) Observasi dan catat intake dan output cairan
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit
atau balance cairan
4) Berikan hidrasi yanga adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan klien
5) Memonitor nilai laboratorium : elektrolit darah, BJ urine, dan
serum albumin
Rasional : memantau keseimbangan cairan dalam darah
6) Monitor dan catat berat badan
Rasional : mengontrol penambahan berat badan karena pemberian
cairan yang berlebihan
7) Monitor tanda syok hipovolemik, baringkan pasien terlentang
tanpa bantal
Rasional : memulihkan dan membantu peredaran darah dalam
tubuh supaya lancar sehingga mengurangi syok yang terjadi
8) Pasang infus dan berikan cairan intravena jika terjadi perdarahan
Rasional : membantu proses perbaikan tubuh.
b. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (virus dalam
darah/viremia).
Tujuan : Hipertemia dapat teratasi
Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36-370 C).
Mukosa lembab t idak ada sianosis atau purpura
Intervensi
1) Kaji saat timbulnya demam
Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2) Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, tensi, pernafasan setiap 3
jam atau lebih sering.
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum klien.
3) Anjurkan klien untuk banyak minum ± 2,5 liter/24 jam dan
jelaskan manfaatnya bagi klien.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
4) Lakukan “Tepid Water Sponge”
Rasional : Tepid Water Sponge dapat menurunkan penguapan
dan penurunan suhu tubuh.
5) Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional: Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi panas
dalam tubuh.
6) Kolaborasi berikan terapi cairan IVFD dan obat antipiretik.
Rasional : Pemberian cairan dan obat antipiretik sangat penting
bagi klien dengan suhu tinggi yaitu untuk menurunkan suhu
tubuhnya.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungandengan anoreksia.
Tujuan : Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Berat badan stabil dalam batas normal. Tidak ada
mual dan muntah.
Intervensi :
1) Kaji mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami oleh pasien.
Rasional : untuk menetapkan cara mengatasinya.
2) Kaji cara/bagaimana makanan dihidangkan
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengarauhi
nafsu makan klien.
3) Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur, tim, dan
hidangkan saat masih hangat.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
4) Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi klien terutama saat klien
sakit. Rasional : Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi
sehingga motivasi makan meningkat.
5) Berikan umpan balik positif pada saat klien mau berusaha
menghabiskan makanan.
Rasional : Motivasi dan meningkatklan semangat pasien.
6) Catat jumlah/porsi makan yang dihabiskan oleh klien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi.
7) Lakukan oral hygiene dengan menggunakan sikat gigi yang lunak.
Rasional : Meningkat nafsu makan.
8) Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Mengetahui perkembangan status nutrisi klien.
9) Kolaborasi bererikan obat-obatan antasida (anti emetik) sesuai
program/instruksi dokter.
Rasional : Dengan pembarian obat tersebut diharapkan intake
nutrisi klien meningkat karena mengurangi rasa mual dan muntah.
10) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : Membantu proses penyembuhan klien.
d. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia.
Tujuan : Perdarahan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital normal. Jumlah trombosit klien
meningkat. Tidak terjadi epitaksis, melena, dan hemotemesis.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda perdarahan dan trombosit yang disertai
dengan tanda-tanda klinis.
Rasional : Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda
adanya perforasi pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis berupa perdarahan (petekie,
epistaksis, dan melena).
2) Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
Rasional : Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
3) Berikan penyelasan pada keluerga untuk segera melaporkan jika
ada tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Mendapatkan penanganan segera mungkin.
4) Antisipasi terjadinya perdarahan dengan menggunakan sikat gigi
lunak, memberikan tekanan pada area tubuh setiap kali selesai
pengambilan darah.
Rasional : Mencegah terjadinya pendarahan.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh
yang lemah.
Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.
Kriteria Hasil : Keadaan umum membaik. Kebutuhan sehari-hari
terpenuhi seperti: makan, minum, dan personal hyiene (mandi,
menggosok gigi, dan bershampoo).
Intervensi :
1) Kaji kebutuhan klien.
Rasional : Mengidentifikasi masalah klien.
2) Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien berhubungan dengan
kelemahan fisiknya.
Rasional : Mengetahui tindakan keperawtan yang akan diberikan
sesuai dengan masalah klien.
3) Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari klien sesuai
tingkat keterbatasan klien seperti mandi, makan, dan eliminasi.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada
saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa membuat klien
ketergantungan terhadap perawat.
f. Resiko tinggi syok hipovolemik berhibungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh akibat perdarahan.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal. Keadaan
umum baik. Syok hipovolemik tidak terjadi.

Intervensi.
1) Monitor keadaan umum kilen.
Rasional : Untuk mengetahui jika terjadi tanda-tanda syok.
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam.
Rasional : Untuk memastikan tidak terjadi per syok.
3) Monitor tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan yang cepat diketahui dapat segera teratasi.
4) Anjurkan keluarga/klien untuk segera melapor jika ada tanda-tanda
perdarahan.
Rasional : Untuk membantu tim perawat untuk segara menentukan
tindakan yang tepat.
5) Segera puasakan jika terjadi perdarahan saluran pencernaan.
Rasional : Untuk membantu mengistirahatkan saluran pencernaan
untuk sementara selama perdarahan berasal dari saluran cerna.
6) Perhatikan keluhan klien seperti pusing, lemah, ekstremitas dingin,
sesak nafas.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengaruh perdarahan.
7) Kolaborasi berikan therapi cairan intra vena jika terjadi perdarahan.
Rasional : Untuk mengetahui kehilangan cairan tubuh yang hebat
yaitu untuk mengatasi syok hipovolemik.
8) Cek Hb, Ht, Trombosit (sito)
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami klien, dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
9) Berikan trasfusi sesuai instruksi dokter.
Rasional : Untuk menganti volume darah serta komponen yang
hilang.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesesaikan.

5. Evaluasi Keperawatan
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian
tujuan. Evaluasi terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien.
Perawat mengevaluasi apakah perilaku pasien mencerminkan suatu
kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Apriana, D. 2012. Demam Berdarah Dengue, 8-19.

Herdman, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi. 2015. Diagnosis Keperawatan


Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Hermayudi & Ariani. 2017. Penyakit Daerah Tropis. Yogyakarta: Nuha Medika
Marni. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Anak Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga
Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas,Anak,Bedah,Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Oktiawati, dkk. 2017. Keperawatn Pediatrik. Jakarta Timur: CV Trans Info
Medika.
Potter, P.A., & Perry, A.G. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Jakarta : EGC.
Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Airlangga Univesity press
Suriadi. 2010. Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : CV Sagung Seto.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: CV
Trans Info Medika.
Yuliastri, Nining. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Anak. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan.
Cert. No. EGS09050010

TUGAS KEPERAWATAN ANAK


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DHF
(DENGUE HEMORAGIC FEVER)

Disusun Oleh:

Anggota Kelompok 13

1. Hadi Hartono (1907020)

2. Sintasari Dewi S (1907038)

3. Sri Eka Paratiwi (1907040)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TRANSFER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG 2019

Anda mungkin juga menyukai