Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

TRAVELERS DISEASE EPIDEMIOLOGY DIARRHEA

NAMA : ELMA AULIA RICKY

NIM : 2000029237

KELAS EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2022
1. Epidemiologi/sebaran
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Dari sudut pandang frekuensi, dikatgorikan diare
jika sudah buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar tersebut
dapat disertai lendir dan darah. Traveler’s diarrhea (TD) adalah diare yang dialami
oleh wisatawan akibat terpapar patogen di daerah tujuannya.
Tempat tujuan merupakan faktor risiko paling menonjol dalam
berkembangnya kasus TD. Daerah yang berisiko tinggi di antaranya negaranegara
berkembang di Amerika Latin, Afrika, Asia, dan sebagian Timur Tengah. Di
daerahdaerah tersebut telah dilaporkan memiliki angka serangan berkisar 20 sampai
75%.3 Wilayah dengan risiko menengah termasuk Cina, Eropa Selatan, Israel, Afrika
Selatan, Rusia, dan beberapa Pulau Karibia (khususnya Haiti dan Republik
Dominika); serangan dengan kisaran 8% sampai 20% tercatat pada pelancong ke
daerah ini. Kanada, Amerika Serikat, Australia, New Zealand, Jepang, Eropa Utara,
dan sedikit pulau-pulau di Karibia memiliki faktor risiko rendah, yaitu berkisar <5%.
Indonesia termasuk di negara dengan tingkat serangan diare turis yang tinggi.
Musim juga turut berperan dengan angka kejadian TD. Penelitian yang telah
dilakukan di daerah yang memiliki empat musim mendapatkan serangan paling
sering ditemukan pada bulan-bulan di musim panas dan musim hujan.
Konsumsi makanan dan minuman yang tercemar merupakan sarana masuk
dari sebagian besar kuman penyebab diare sehingga risiko bervariasi sesuai dengan
perhatian yang diberikan terhadap diet.
2. Triangle Epidemiologi, apa saja kaitan antara Host Agent dan lingkungan
menjelaskan risiko
Permasalahan kesehatan muncul dapat digambarkan melalui konsep segitiga
epidemologi, yaitu adanya agen, host dan lingkungan. Segitiga epidemologi tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut ini:
1) Agen
Agen penyebab diare dapat berupa bakteri ataupun virus. Diare dapat
disebabkan oleh beberapa hal seperti :
a) Enteropatogen bakteri
Enteropatogen bakteri dapat menyebabkan diare radang dan non radang
dan enteropatogen spesifik dapat disertai dengan salah satu manifestasi
klinis. Umumnya diare radang akibat Aeromonas spp, Campylobacter
jejuni, Clostridium difficile, E. Coli enteroinvasif, E. Coli
enterohemoragik, Plesiomonas shigelloides, Salmonella spp, Shigella spp,
Vibrio parahaemolyticus dan Yersinia enterocolitica. Diare non radang
dapat disebabakan oleh E. coli enteropatogen, E coli enterotoksik dan
Vibrio Cholerae.
b) Enteropatogen parasite
Giardia lamblia adalah penyebab penyakit diare yang paling sering di
Amerika Serikat. Pathogen lain adalah Cryptosporidium, Entamoeba
histolytica, Strongyloides stercoralis, Isospora belli, dan Enterocytozoon
bieneusi.
c) Enteropatogen virus
Empat penyebab gastroenteritis virus adalah rotavirus, adenovirus enteric,
astovirus dan kalsivirus. Rotavirus terutama dijumpai pada anak usia 4
bulan hingga 3 tahun.
2) Host
Host merupakan manusia yang rentan terhadap infeksi virus atau
bakteri penyebab diare. Faktor penyebab diare:
a) Faktor Malabsorbsi
(1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose,
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
(2) Malabsorbsi lemak.
(3) Malabsorbsi protein.
b) Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
c) Faktor psikologis
Faktor Psikologis meliputi rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. Hasil penelitian
Hardi (2012) menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara faktor
pengetahuan responden ibu (p=0,03), pemberian ASI Ekslusif pada batita
(p=0,008), status imunisasi batita (p=0,038) dan sanitasi lingkungan
(0,021) terhadap kejadian diare pada batita.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan
besar yaitu : Malabsorpsi, Alergi Keracunan Imunodefisiensi Sebab-sebab
lainnya (perilaku personal hygiene, lingkungan, sanitasi lingkungan).
3) Lingkungan
Lingkungan merupakan keadaan tempat tinggal atau lingkungan skitar
manusia yang dapat mempengaruhi kejadian diare. Menurut Kemenkes bahwa
kondisi lingkungan seperti sanitasi lingkungan yang kurang sehat dapat
menyebabkan kejadian diare.
Lingkungan yang sehat tentunya tergantung dari perilaku manusia itu
sendiri seperti apa. Teori yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green.
Menurut Lewrence Green dalam perilaku kesehatan di pengaruhi oleh tiga
faktor yaitu :
a) Faktor predisposisi
Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,
kebiasaan nilai budaya atau norma yang diyakini seseorang
b) Faktor pendukung
Yaitu faktor lingkungan yang memfasilitasi perilaku seseorang. Faktor
pendukung di sini adalah ketersediaan sumber- sumber atau fasilitas.
Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat- alat kontrasepsi, jamban, air
bersih dan sebagainya.
c) Faktor pendorong atau penguat
Faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memeperoleh
dukungan atau tidak. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku.
Perilaku orang lain yang berpengaruh (tokoh masyarakat, tokoh agama,
guru, orang tua, petugas kesehatan, keluarga, pemegang kekuasaan) yang
dapat menjadi pendorong seseorang untuk berperilaku
3. Perjalanan Penyakit mulai rentan, fase sub klinis, klinis dan akhir
1) Tahap Pre-Patogenesis
Penyakit Diare Pada tahap ini disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri,
parasit maupun virus, diantaranya rotavirus, E.coli dan shigella. Penyebaran
mikroorganisme ini dapat terjadi melalui fecal dan oral. Pada tahap ini belum
ditemukan tanda-tanda penyakit. Bila daya tahan tubuh penjamu baik maka tubuh
tidak terserang penyakit dan apabila daya tahan tubuh penjamu lemah maka sangat
mudah bagi virus untuk masuk dalam tubuh
2) Tahap Patogenesis Penyakit Diare
a) Tahap inkubasi Virus masuk ke dalam tubuh dengan menginfeksi usus baik pada
jeyenum, ileum dan colon. Setelah virus menginfeksi usus, virus menembus sel
dan mengadakan lisis kemudian virus berkembang dan memproduksi
enterotoksin. Masa inkubasi biasanya sekitar 2 – 4 hari, pasien sudah buang air
besar lebih dari 4 kali tetapi belum tampak gejala-gejala lain.
b) Tahap Dini Tahap dini penyakit diare antara lain tubuh kehilangan cairan 5%
dari berat badan, kesadaran baik (somnolen), mata agak cekung, turgor kulit
kurang dan 5 kekenyalan kulit normal, berak cair 1 – 2 kali sehari, lemah dan
haus serta ubunubun besar agak cekung.
c) Tahap Lanjut Tahap lanjut penyakit diare memiliki ciri-ciri antara lain tubuh
kehilangan cairan lebih dari 5-10% berat badan, keadaan umum gelisah,
perasaan haus lebih tinggi, denyut nadi cepat dan pernapasan agak cepat, mata
cekung, turgor dan tonus otot agak berkurang, ubun-ubun besar cekung,
kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali sekitar 1-2 detik serta
selaput lendir agak kering.
d) Tahap Akhir Tahap akhir penyakit diare memiliki ciri-ciri antara lain tubuh
kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan, keadaan umum dan kesadaran
koma atau apatis, denyut nadi sangat cepat, pernapasan cepat dan dalam
(kusmaull), ubun-ubun besar sangat cekung, turgor/tonus sangat kurang serta
selaput lendir kering (asidosis). Apabila mendapat penanganan yang baik maka
pasien dapat sembuh sempurna tetapi bila tahap akhir tidak mendapat
penanganan yang baik maka dapat mengancam jiwa (kematian).
4. Upaya pencegahan dan penanggulangan
a) Pencegahan
Upaya pengendalian untuk mencegah kasus diare pada wisatawan ini adalah
dengan meningkatkan higiene dan higiensanitasi. Higiene adalah usaha kesehatan
masyarakat untuk mencegah timbulnya penyakit, membuat kondisi sehat serta
terjamin pemeliharaan kesehatannya. Higiensanitasi meliputi melindungi,
memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu dan
masyarakat), sehingga faktor lingkungan yang tidak menguntungkan tersebut,
tidak sampai menimbulkan gangguan kesehatan. Sanitasi merupakan suatu usaha
untuk menciptakan kondisi lingkungan hidup sehat yang menyenangkan dan
menguntungkan masyarakat.
b) Penanggulangan
(1) Pengadaan alat Chlorine Diffuser oleh Dinkes setempat di Bali. Chlorine
diffuser digunakan untuk meningkatkan kualitas air dengan cara memfilternya.
(2) Sosialisasi mengenai higiene dan higiensanitasi pada pedagang makanan serta
masyarakat luas.
(3) Menindaklajuti laporan pengaduan dari warga khususnya para wisatawan
mengenai indikasi wabah penyakit diare serta pencemaran air di lingkungan
sekitar.
(4) Mengirimkan tim survey dari pemerintah untuk memeriksa sampel di sumber
air yang digunakan warga serta memeriksa sampel makanan yang dijual di
restoran/daerah wisata kuliner untuk diuji di laboratorium.
(5) Melakukan pengawasan pada sumber air yang digunakan untuk air minum
dengan cara observasi, inspeksi sanitasi, pengambilan sampel, pengawasan dan
perawatan terhadap jaringan perpipaan air, serta pemeriksaan korositas dalam
air.
5. Yang harus dilakukan saat traveling untuk travelers dan industri wisata
a) Yang harus dilakukan Industri Wisata
(1) Sumber Air
Sumber air yang digunakan para pedagang pada umumnya berasal dari air
yang sudah tercemar logam berat dan bahan kimia beracun, serta dekat dengan
pembuangan limbah rumah tangga (septic tank, pembuangan toilet). Hal ini
menyebabkan sumber air menjadi terkontaminasi dan menyebabkan gangguan
kesehatan pada saluran pencernaan seperti diare. Sumber air ini biasa
digunakan untuk mencuci tangan serta bahan baku pembuatan makanan dan
minuman sehingga dengan kondisi air yang yang sudah tercemar tersebut
dapat meningkatkan resiko terkontaminasi bakteri Coliform.
(2) Wadah Penampung
Air Wadah yang digunakan untuk menampung sumber air biasanya jarang
dilakukan pembersihan serta tidak ditutup dengan rapat sehingga peralatan
untuk memasak serta air untuk bahan baku masakan terkontaminasi dengan
debu.
(3) Tempat Berdagang
Tempat berdagang adalah fasilitas yang digunakan oleh pedagang untuk
aktivitas jual beli dan pembuatan makanan/minuman. Tempat berdagang harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: tersedia air bersih, tersedia tempat
pembuangan sampah, dan fasilitas untuk mencuci peralatan masak dan tangan.
Lokasi dari tempat berdagang yang dekat dengan tempat pembuangan sampah
serta kurangnya air bersih itulah yang menyebabkan kontaminasi bakteri
Coliform tinggi.
b) Travelers
(1) Cuci tangan meggunakan sabun dan air hangat, terutama sebelum memegang
makanan atau makan. Gunakan hand sanitizer atau tisu basah secara teratur
supaya dapat menjaga kebersihan tangan.
(2) Usahakan supaya hanya mengonsumsi makanan yang sudah dimasak secara
benar dan ketika sedang panas, atau dapat juga mengonsumsi makanan kaleng.
Sebelum mengonsumsi buah dan sayur yang mentah, cuci terlebih dahulu di air
bersih dan kupas menggunakan tangan yang bersih.
(3) Gunakan air yang sudah dimurnikan dan dikemas dalam botol (purified, bottled
water) untuk minum, membuat es batu, dan sikat gigi. Sebagai alternative, bisa
juga menggunakan tablet desinfektan atau merebus air terlebih dahulu sebelum
digunakan
(4) Jangan mengonsumsi produk susu yang belum dipasteurisasi dan tidak disimpan
di kulkas dengan baik
(5) Jangan lupa membawa obat antidiare ketika sedang bepergian, sehingga ketika
diare muncul, dapat ditangani segera.

Yang harus diperhatikan Travelers :

(1) Minuman di tempat tujuan sangat berperan penting. Travelers disarankan untuk
mengonsumsi hanya minuman yang "aman", seperti yang telah direbus, di
dalam botol, atau minuman berkarbonasi. Di daerah di mana air keran tidak
diklorinasi atau memiliki sanitasi yang buruk, ada beberapa metode alternatif
untuk mengolah air agar aman untuk diminum, seperti pendidihan air, filtrasi,
desinfeksi dengan bahan kimia (Halogen, Resin Iodin, Elektrolisis dengan
Garam [Sodium Klorida], atau Klorin dioksida), penggunaan sinar ultraviolet,
penggunaan dengan pemanasan dengan sinar matahari, penggunaan perak
dengan beberapa produk lainnya. Teknik yang optimal bagi seseorang atau
kelompok tergantung pada preferensi pribadi, ukuran kelompok, sumber air, dan
tipe perjalanan. Pemanasan adalah pengobatan tunggal dan langkah yang paling
dapat diandalkan, tetapi filter tertentu, UV, dan klor dioksida juga efektif dalam
sebagian besar situasi. Pengobatan yang optimal dari air yang sangat tercemar
atau berawan mungkin memerlukan CF diikuti oleh disinfeksi kimia.
(2) Makanan seperti buah, termasuk tomat, harus dikupas, kecuali telah dicuci
bersih dalam air yang "aman". Usahakan mengupas sendiri buah- buahan
sebelum dikonsumsi. Salad dan sayuran mentah harus dihindari. Untuk daging
atau ikan, hanya yang sudah dimasak dengan benar dan baru saja yang boleh
dimakan. Sisa makanan dan bumbu dalam wadah terbuka serta makanan dari
PKL telah secara konsisten telah terbukti membawa peningkatan risiko.
(3) Pemilihan nonantibiotik yang dinilai paling efektif diantaranya adalah Bismuth
subsalicylate(BSS; Pepto-Bismol) yang telah terbukti memiliki aktivitas
antimikroba ringan serta antisekresi dan antiinflamasi. Namun, perlu ditinjau
efek samping, kontraindikasi jika sedang menggunakan obat tertentu, dan syarat
penggunaannya.
(4) Beberapa antibiotik, seperti berbagai Fluorokuinolon dan rifaxmin telah terbukti
sangat efektif dalam pencegahan diare. Namun, profilaksis antibiotik boleh
diberikan hanya dalam penggunaan singkat dan hanya saat keadaan khusus.
(5) Pemakaian kemoprofilaksis tetap harus jangka pendek (kurang dari 3 minggu)
untuk sejumlah alasan, seperti antibiotik profilaksis menimbulkan rasa aman
palsu bagi pelancong, berkembangnya patogen yang resisten terhadap antibiotik,
reaksi berat seperti sindrom Stevens- Johnson atau anafilaksis, dan lain-lain.
(6) Vaksin oral dari strain ETEC yang dilemahkan sedang dalam pengembangan
dan telah terbukti immunogenik. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan
dalam pengembangan vaksin TD untuk menilai kemampuan vaksin ini dalam
pencegahan penyakit.

Referensi :

Andika, F., Safira, A., Mustina, N., & Marniati, M., (2020), Edukasi Tentang
Pemberantasan Penyakit Menular Pada Siswa Di Sma Negeri 5 Kota Banda
Aceh. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (Kesehatan), 2(1), 29-33.
Ariani, 2016, Diare Pencegahan dan Pengobatannya, Yogyakarta; Nuha Medika.
Melvani, R. P., Zulkifli, H., & Faizal, M., (2019), Analisis Faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian Diare Balita di Kelurahan Karyajaya Kota
Palembang, Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan, 4(1), 57–68.
Particia, t.thn. 2018. Waspada Penyakit Bali Belly. [Online] Available at:
http://www.doktersehat.com access at 9 march 2018.
Purnama., dkk. 2017. Kualitas Mikrobiologis dan Higiene Pedagang Lawar di Kawasan
Pariwisata Kabupaten Gianyar, Bali. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia: 16
(2) 2017, 56-62.
Rahmada, S., dan Taha L., (2020), Studi Sanitasi Lingkungan Dengan Kepadatan
Lalat Pada Pelelangan Ikan Beba di Desa Tamasaju Kecamatan Galesong Utara
Kabupaten Takalar, Jurnal Sulolipu, 20(1), 14-18
Rahmah, Firmawati, E., & Dwi Lestari, N., (2016), Penatalaksanaan Diare Berbasis
Komunitas dengan Pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Kecamatan
Ngampilan, Jurnal Inovasi Dan Penerapan Ipteks, 4(2), 106–111.
Selviana, Trisnawati, E., & Munawarah, S., (2017), Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 4-6 Tahun, Jurnal Vokasi Kesehatan, 3(1),
28–34.

Anda mungkin juga menyukai