NIM : 2000029237
KELAS EPIDEMIOLOGI
(1) Minuman di tempat tujuan sangat berperan penting. Travelers disarankan untuk
mengonsumsi hanya minuman yang "aman", seperti yang telah direbus, di
dalam botol, atau minuman berkarbonasi. Di daerah di mana air keran tidak
diklorinasi atau memiliki sanitasi yang buruk, ada beberapa metode alternatif
untuk mengolah air agar aman untuk diminum, seperti pendidihan air, filtrasi,
desinfeksi dengan bahan kimia (Halogen, Resin Iodin, Elektrolisis dengan
Garam [Sodium Klorida], atau Klorin dioksida), penggunaan sinar ultraviolet,
penggunaan dengan pemanasan dengan sinar matahari, penggunaan perak
dengan beberapa produk lainnya. Teknik yang optimal bagi seseorang atau
kelompok tergantung pada preferensi pribadi, ukuran kelompok, sumber air, dan
tipe perjalanan. Pemanasan adalah pengobatan tunggal dan langkah yang paling
dapat diandalkan, tetapi filter tertentu, UV, dan klor dioksida juga efektif dalam
sebagian besar situasi. Pengobatan yang optimal dari air yang sangat tercemar
atau berawan mungkin memerlukan CF diikuti oleh disinfeksi kimia.
(2) Makanan seperti buah, termasuk tomat, harus dikupas, kecuali telah dicuci
bersih dalam air yang "aman". Usahakan mengupas sendiri buah- buahan
sebelum dikonsumsi. Salad dan sayuran mentah harus dihindari. Untuk daging
atau ikan, hanya yang sudah dimasak dengan benar dan baru saja yang boleh
dimakan. Sisa makanan dan bumbu dalam wadah terbuka serta makanan dari
PKL telah secara konsisten telah terbukti membawa peningkatan risiko.
(3) Pemilihan nonantibiotik yang dinilai paling efektif diantaranya adalah Bismuth
subsalicylate(BSS; Pepto-Bismol) yang telah terbukti memiliki aktivitas
antimikroba ringan serta antisekresi dan antiinflamasi. Namun, perlu ditinjau
efek samping, kontraindikasi jika sedang menggunakan obat tertentu, dan syarat
penggunaannya.
(4) Beberapa antibiotik, seperti berbagai Fluorokuinolon dan rifaxmin telah terbukti
sangat efektif dalam pencegahan diare. Namun, profilaksis antibiotik boleh
diberikan hanya dalam penggunaan singkat dan hanya saat keadaan khusus.
(5) Pemakaian kemoprofilaksis tetap harus jangka pendek (kurang dari 3 minggu)
untuk sejumlah alasan, seperti antibiotik profilaksis menimbulkan rasa aman
palsu bagi pelancong, berkembangnya patogen yang resisten terhadap antibiotik,
reaksi berat seperti sindrom Stevens- Johnson atau anafilaksis, dan lain-lain.
(6) Vaksin oral dari strain ETEC yang dilemahkan sedang dalam pengembangan
dan telah terbukti immunogenik. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan
dalam pengembangan vaksin TD untuk menilai kemampuan vaksin ini dalam
pencegahan penyakit.
Referensi :
Andika, F., Safira, A., Mustina, N., & Marniati, M., (2020), Edukasi Tentang
Pemberantasan Penyakit Menular Pada Siswa Di Sma Negeri 5 Kota Banda
Aceh. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (Kesehatan), 2(1), 29-33.
Ariani, 2016, Diare Pencegahan dan Pengobatannya, Yogyakarta; Nuha Medika.
Melvani, R. P., Zulkifli, H., & Faizal, M., (2019), Analisis Faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian Diare Balita di Kelurahan Karyajaya Kota
Palembang, Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan, 4(1), 57–68.
Particia, t.thn. 2018. Waspada Penyakit Bali Belly. [Online] Available at:
http://www.doktersehat.com access at 9 march 2018.
Purnama., dkk. 2017. Kualitas Mikrobiologis dan Higiene Pedagang Lawar di Kawasan
Pariwisata Kabupaten Gianyar, Bali. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia: 16
(2) 2017, 56-62.
Rahmada, S., dan Taha L., (2020), Studi Sanitasi Lingkungan Dengan Kepadatan
Lalat Pada Pelelangan Ikan Beba di Desa Tamasaju Kecamatan Galesong Utara
Kabupaten Takalar, Jurnal Sulolipu, 20(1), 14-18
Rahmah, Firmawati, E., & Dwi Lestari, N., (2016), Penatalaksanaan Diare Berbasis
Komunitas dengan Pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Kecamatan
Ngampilan, Jurnal Inovasi Dan Penerapan Ipteks, 4(2), 106–111.
Selviana, Trisnawati, E., & Munawarah, S., (2017), Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 4-6 Tahun, Jurnal Vokasi Kesehatan, 3(1),
28–34.