Anda di halaman 1dari 4

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT

Elma Aulia Ricky*


*
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
Jl. Prof.DR. Soepomo Sh, Warungboto, Yogyakarta, Indonesia

Email: elma2000029237@webmail.uad.ac.id

IDENTIFICATION OF ECTOPARASITES

Abstrak
Survei pinjal pada tikus berguna untuk kewaspadaan dini terhadap penyak yang ditularkan
oleh tikus dan pinjal. Suatu wilayah dikatakan waspada penularan pes jika terdapat (30% tikus
terinfestasi pinjal. Pada praktikum ini, tmikus yang tertangkap dibius dengan atropin (dosis 0,02-
0,05 mg/kg BB tikus) dan dilanjutkan dengan ketamin HCL (dosis 50-100 mg/kg BB tikus) melalui
penyuntikan pada paha tikus. Setelah dibius, tikus disisir kuat dan disikat di atas nampan, bulu yang
rontok diambil dengan pinset halus dan dimasukkan ke dalam botol vial 5 cc yang berisi alkohol
70% atau larutan NaOH. Label diberikan pada setiap botol menggunakan kertas putih. Penelitian ini
termasuk jenis penelitian deskriptif dengan metode survei. Data tikus didapatkan dengan melakukan
penangkapan tikus menggunakan live trap. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa dari
beberapa bahwa jenis pinjal yang ditemukan adalah jenis pinjal Xenopsylla Cheopis dengan jumlah
pinjal terbanyak berada di tikus jenis Rattus Tiomanicus sebanyak 4 pinjal atau sebesar 50% dari
total pinjal yang ditemukan. Indeksi khusus pinjal jenis Xenopsylla cheopis sebesar 2. Artinya tikus
yang telah ditangkap berpotensi untuk menularkan penyakit pes ke manusia (jumlah pinjal > 1).

Kata Kunci : identifikasi tikus, rattus norvegicus, pengendalian

Abstract
Flea surveys in mice are useful for early awareness of diseases transmitted by mice and fleas. An
area is said to be alert for plague transmission if there are 30% of rats infested with fleas. In this practicum,
the mice caught are anesthetized with atropine (dose 0.02-0.05 mg/kg BW of rats) and followed by ketamine
HCL (dose 50-100 mg/kg body weight of the rat) by injection into the rat's thigh. After anesthesia, the rat is
combed vigorously and brushed on a tray, the fallen fur is taken with fine tweezers and put into a 5 cc vial
containing 70% alcohol or NaOH solution. Label is given on each bottle using white paper. This research is
a type of descriptive research with a survey method. Data on mice was obtained by catching mice using live
traps. From the results obtained it can be seen that from several types of fleas found were the type of fleas
Xenopsylla Cheopis with the number of fleas Most of them were found in rats of the Rattus Tiomanicus
species with 4 fleas or 50% of the total fleas found. The specific index for fleas of the type Xenopsylla
cheopis was 2. This means that rats that have been caught have the potential to transmit plague to humans
(number of fleas > 1).

Keywords : rat identification, rattus norvegicus, control

1
PENDAHULUAN
Tikus merupakan hewan pembawa penyakit yang sering menjadi sumber masalah kesehatan.
Mereka bisa menyebabkan berbagai penyakit seperti leptospirosis, pes, murine tifus, dan lain-lain,
tetapi yang paling umum adalah leptospirosis. Tikus, sebagai hewan pengerat, sering kali menjadi
gangguan dan mengancam kesehatan masyarakat. Mereka memiliki potensi untuk merusak dan
mencemari makanan, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan penyebaran penyakit.
Tikus merupakan binatang pengerat yang termasuk dalam ordo Rodentia, Sub ordo
Myormorpha, famili Muridae. Famili muridae merupakan famili paling dominan dari ordo Rodentia
karena memiliki daya reproduksi tinggi, omnivorous dan mudah beradaptasi dengan lingkungan
manusia (Ristiyanto et al., 2014). Tikus menjadi binatang yang merugikan dan dianggap
mengganggu karena sering kali merusak hasil panen, perabotan rumah dan mengotori lingkungan
(Dewi, Partaya and Susanti, 2020)
Selain itu, tikus merupakan reservoir berbagai penyakit zoonotic yang berpotensi
menyebarkan berbagai jenis penyakit. Berbagai jenis penyakit infeksi ditularkan melalui ektoparasit
yang tergolong dalam arthropoda, ektoparasit sebagai vektor penyebab penyakit zoonosic berakibat
fatal bagi manusia (Singleton et al., 2003). Beberapa jenis penyakit yang dapat ditularkan oleh
ektoparasit pada tikus antara lain pes, murine typhus, demam semak (scrub typhus), dan Q fever
(Hendri Anggi Widayani, 2014)
Vektor penyakit merupakan salah satu penyebab penyakit yang dapat membahayakan kondisi
tubuh manusia. Penyakit tular vektor merupakan penyakit yang berbasis lingkungan yang
dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologi dan sosial budaya. Ketiga faktor tersebut saling
mempengaruhi kejadian penyakit tular vektor di daerah penyebarannya (Tpa and Jatibarang, 2017)
Hewan pengerat utama yang menjadi sasaran dalam survei adalah tikus Norwegia (Rattus
norvegicus), tikus atap (Rattus rattus), dan tikus rumah (Mus musculus). Kegiatan survey dapat
dilakukan di wilayah rumah rumah, tempat tempat umum, bangunan sekolah dan perkantoran dan
tanah kosong.
Keberadaan tikus dapat dideteksi dengan melihat adanya jejak, kotoran yang ditinggalkan,
adanya lubang lubang, bekas benda yang digerogoti dan jalur yang dilalui dapat menunjukan
adanya aktivitas tikus di malam hari. Kegiatan survey tikus dapat dilakukan dengan (frapping)
menggunakan umpan dalam kandang atau trap secara langsung dan lem tikus. Penggunaan jenis
trapping dapat berpengaruh pada tikus yang tertangkap (C.K.Yuen, 2009).
Survei pinjal pada tikus berguna untuk kewaspadaan dini terhadap penyak yang ditularkan
oleh tikus dan pinjal. Suatu wilayah dikatakan waspada penularan pes jika terdapat (30% tikus
terinfestasi pinjal. Indeks umum pinjal > 2 dan indeks khusus pinjal X. cheopis > X. cheopis
merupakan pinjal yang sering ditemukan pada rodent. Habitat pinjal ini adalah di tempat yang
hangat sesuai dengan hostnya. X. cheopis digolongkan dalam pinjal domestik yang habitatnya di
dalam rumah. R tanezumi merupakan hospes almi pinjal X cheopis.
Xenopsylla cheopis adalah pinjal tikus tropis yang dapat menularkan penyakit pes yang
disebabkan oleh bakteri Pasteurella pestis dari tikus ke manusia. Bakteri tersebut dapat
berkembangbiak pada proventrikulus pinjal, jika pinjal menggigit korban lain, pinjal tidak dapat
menghisap darah namun memuntahkan bakteri pada luka sehingga manusia terinfeksi. Penyakit
typhus endemik yang disebabkan Rickettsia typhi dapat ditularkan oleh pinjal dari tikus ke manusia
(Ramadani et al.)
Ektoparasit yang berkulit lunak seperti kutu, larva tungau dan caplak mengacu pada
pembuatan preparat oleh Krantz (1978) dipanaskan di dalam alkohol 95% selama 3 menit,
kemudian bagian abdomen ditusuk. Spesimen kemudian dicuci dengan akuades sebanyak 2 kali,
direndam di dalam alkohol bertingkat pada konsentrasi 50, 80, 95% dan selanjutnya alkohol absolut
(96%) masing-masing selama 10 menit. Tahapan selanjutnya mounting dengan media canada
balsam. Ektoparasit diatur posisinya sedemikian rupa sehingga tertelungkup, kaki- kaki terentang,
dan bagian kepala menghadap ke bawah. Dengan jarum halus ektoparasit tersebut ditekan secara
perlahan-lahan sampai ke dasar gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup secara hati-hati.

2
BAHAN DAN METODE
Pada praktikum kali ini menggunakan alat dan bahan yang sesuai dengan kebutuhan yaitu
alat bedah, kapas, timbangan, jangka sorong, penggaris 50 cm, formulir data, kantong plastic besar,
ketamine, atropin, jarum suntik, APD. Gelas Arloji, NaOH 96%, Alkohol 96%, Benda kaca,
Alkohol 70%, Minyak cengkeh, Aquades, KOH 10%, Entelan dan Xilol
Tikus yang tertangkap masih berada di dalam kantong, dipingsankan dengan dibius
menggunakan atropin dosis 0,02-0,05 mg/kg BB tikus, kemudian dilanjutkan dengan ketamin HCL
dosis 50-100 mg/kg BB tikus dengan cara menyuntikkan pada bagian paha tikus.
Setelah dibius tikus yang dilemahkan disisir dan disikat di atas nampan secara kuat (disisir
secara berlawanan arah dengan posisi tumbuhnya bulu), kemudian pinjal yang berjatuhan di atas
nampan, segera diambil dengan menggunakan pinset halus dan dimasukkan ke dalam botol vial 5 cc
yang berisi alkohol 70% atau larutan NaOH. Beri label pada tiap botol dengan menggunakan kertas
putih

HASIL
Hasil pinjal yang ditemukan pada beberapa tikus yang telah diidentifikasi jenis tikusnya dan
kemudian dicari pinjalnya, berikut adalah tabel pinjal yang ditemukan dan jenisnya :

Table 1. Jenis Pinjal yang Ditemukan Pada Tikus

Jenis Pinjal
Tikus Yang Jumlah Persentase
No Spjesies Tikus Xenopsylla Nosopsyllus
Diperiksa Pinjal (%)
Cheopis Fasciatus
1 Rattus Tanezumi 1 2 - 2 25
2 Rattus Tanezumi 1 - - - -
3 Rattus Tanezumi 1 2 - 2 25
4 Rattus Tiomanicus 1 4 - 4 50
Jumlah 4 8 - 8 100

Indeks Khusus Pinjal =


Indeks Khusus Pinjal =

PEMBAHASAN
Pada penelitian ini melakukakan survey rodent untuk mengetahui identifikasi tikus yang
didapatkan dari survey rodent, dengan memasangkan beberapa perangkap didalam rumah dan diluar
rumah. Kegiatan survey tikus dapat dilakukan dengan (frapping) menggunakan umpan dalam
kandang atau trap secara langsung. Penggunaan jenis trapping dapat berpengaruh pada tikus yang
tertangkap.
Survei pinjal pada tikus berguna untuk kewaspadaan dini terhadap penyakit yang ditularkan
oleh tikus dan pinjal. Suatu wilayah dikatakan waspada penularan pes jika terdapat (30% tikus
terinfestasi pinjal. Indeks umum pinjal > 2 dan indeks khusus pinjal X. cheopis > X. cheopis
merupakan pinjal yang sering ditemukan pada rodent. Habitat pinjal ini adalah di tempat yang
hangat sesuai dengan hostnya. X. cheopis digolongkan dalam pinjal domestik yang habitatnya di
dalam rumah. R tanezumi merupakan hospes almi pinjal X cheopis.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa jenis pinjal yang ditemukan adalah
jenis pinjal Xenopsylla Cheopis dengan jumlah pinjal terbanyak berada di tikus jenis Rattus
Tiomanicus sebanyak 4 pinjal atau sebesar 50% dari total pinjal yang ditemukan.
3
Dengan mengetahui jumlah pinjal yang diperoleh maka dapat dihitung index khusus pinjal,
standar index khusus, pinjal, dapat diketahui bahwa hasil perhitungan indeksi khusus pinjal jenis
Xenopsylla cheopis sebesar 2. Artinya tikus yang telah ditangkap berpotensi untuk menularkan
penyakit pes ke manusia (jumlah pinjal > 1).
Tikus rumah banyak dijumpai di rumah (atap, kamar, dapur), perkantoran, rumah sakit,
sekolah maupun gudang. Adapun ciri-ciri tikus rumah sebagai berikut: ukuran panjang total ujung
kepala sampai ekor 220-370 mm, ukuran panjang ekor 101-180 mm, ukuran panjang kaki belakang
20-39 mm, ukuran lebar telinga 13-23 mm, warna rambut punggung berwarna coklat tua kehitaman
dan rambut bagian dada dan perut berwarna coklat tua atau abu-abu tua.
Pencegahan dan pengendalian yang dapat dilakukan untuk meminimalisir perkembangbiakan
tikus adalah dengan pemasangan perangkap tikus, perbaikan sanitasi lingkungan, pemasangan
jaring karena cara ini dianggap aman pada kesehatan untuk manusia. Namun cara lain yang dapat
digunakan dalam meminimalisir perkembangbiakan tikus adalah penggunaan pestisida. Penggunaan
pestisida ini dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan lingkungan sekitar.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa dari beberapa bahwa jenis pinjal yang
ditemukan adalah jenis pinjal Xenopsylla Cheopis dengan jumlah pinjal terbanyak berada di tikus
jenis Rattus Tiomanicus sebanyak 4 pinjal atau sebesar 50% dari total pinjal yang ditemukan.
Indeksi khusus pinjal jenis Xenopsylla cheopis sebesar 2. Artinya tikus yang telah ditangkap
berpotensi untuk menularkan penyakit pes ke manusia (jumlah pinjal > 1).

Saran
Saran pada masyarakat yang ditempat tinggalnya diperkirakan terdapat area tempat tinggal
maupun tempat jalan tikus, sebaiknya melakukan pemasangan perangkap terhadap tikus,
dikarenakan tikus sendiri membawa vektor penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Pada pemerintah maupun instansi terkait untuk melakukan edukasi kepada masyarakat
terkait dengan penyakit yang dapat disebarkan oleh tikus, hal ini harus dilakukan dikarenakan
terdapat beberapa masyarakat yang masih mengabaikan akan kesehatan akibat dari tikus sendiri.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih saya berikan kepada dosen pengampu mata kuliah pengendalian vektor
penyakit dan reservoir yang telah membantu banyak hal dalam pelaksanaan kegiatan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Dewi, W. M., Partaya, P. and Susanti, S. (2020) ‘Prevalensi Ektoparasit Pada Tikus Sebagai Upaya
Pemetaan Risiko Zoonosis Di Kawasan Rob Kota Semarang’, Jurnal Ekologi Kesehatan,
18(3), pp. 171–182. doi: 10.22435/jek.v3i18.2133.
Hendri Anggi Widayani, S. S. (2014) ‘Balaba : berita dan media komunikasi Loka Litbang P2B2
Banjarnegara.’, Balaba: Jurnal Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Banjarnegara, 10(01), pp. 27–30. Available at:
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/blb/article/view/751.
Tpa, A. and Jatibarang, S. (2017) ‘Survei Kepadatan Lalat Di Tempat Pembuangan Akhir (Tpa)
Sampah Jatibarang Tahun 2017’, Jurnal Kesehatan Masyarakat (eJournal), 5(4), pp. 560–569.
Yuliadi, B., Muhidin and Indriyani, S. (2016) Tikus Jawa, Teknik Survei Di Bidang Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai