KELAS EPIDEMIOLOGI
(1) Minuman di tempat tujuan sangat berperan penting. Travelers disarankan untuk
mengonsumsi hanya minuman yang "aman", seperti yang telah direbus, di
dalam botol, atau minuman berkarbonasi. Di daerah di mana air keran tidak
diklorinasi atau memiliki sanitasi yang buruk, ada beberapa metode alternatif
untuk mengolah air agar aman untuk diminum, seperti pendidihan air, filtrasi,
desinfeksi dengan bahan kimia (Halogen, Resin Iodin, Elektrolisis dengan
Garam [Sodium Klorida], atau Klorin dioksida), penggunaan sinar ultraviolet,
penggunaan dengan pemanasan dengan sinar matahari, penggunaan perak
dengan beberapa produk lainnya. Teknik yang optimal bagi seseorang atau
kelompok tergantung pada preferensi pribadi, ukuran kelompok, sumber air, dan
tipe perjalanan.
(2) Makanan seperti buah, termasuk tomat, harus dikupas, kecuali telah dicuci
bersih dalam air yang "aman". Usahakan mengupas sendiri buah- buahan
sebelum dikonsumsi. Salad dan sayuran mentah harus dihindari. Untuk daging
atau ikan, hanya yang sudah dimasak dengan benar dan baru saja yang boleh
dimakan.
(3) Pemilihan nonantibiotik yang dinilai paling efektif diantaranya adalah Bismuth
subsalicylate (BSS; Pepto-Bismol) yang telah terbukti memiliki aktivitas
antimikroba ringan serta antisekresi dan antiinflamasi. Namun, perlu ditinjau
efek
samping, kontraindikasi jika sedang menggunakan obat tertentu, dan syarat
penggunaannya.
(4) Beberapa antibiotik, seperti berbagai Fluorokuinolon dan rifaxmin telah terbukti
sangat efektif dalam pencegahan diare. Namun, profilaksis antibiotik boleh
diberikan hanya dalam penggunaan singkat dan hanya saat keadaan khusus.
(5) Pemakaian kemoprofilaksis tetap harus jangka pendek (kurang dari 3 minggu)
untuk sejumlah alasan, seperti antibiotik profilaksis menimbulkan rasa aman
palsu bagi pelancong, berkembangnya patogen yang resisten terhadap antibiotik,
reaksi berat seperti sindrom Stevens- Johnson atau anafilaksis, dan lain-lain.
(6) Vaksin oral dari strain ETEC yang dilemahkan sedang dalam pengembangan
dan telah terbukti immunogenik. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan
dalam pengembangan vaksin TD untuk menilai kemampuan vaksin ini dalam
pencegahan penyakit.
Referensi :
Andika, F., Safira, A., Mustina, N., & Marniati, M., (2020), Edukasi Tentang Pemberantasan
Penyakit Menular Pada Siswa Di Sma Negeri 5 Kota Banda Aceh. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat (Kesehatan), 2(1), 29-33.
Melvani, R. P., Zulkifli, H., & Faizal, M., (2019), Analisis Faktor yang BerhubunganDengan
Kejadian Diare Balita di Kelurahan Karyajaya Kota Palembang, Jurnal IlmiahPenelitian
Kesehatan, 4(1), 57–68.
Particia, t.thn. 2018. Waspada Penyakit Bali Belly. [Online] Available at:
http://www.doktersehat.com access at 9 march 2018.
Purnama., dkk. 2017. Kualitas Mikrobiologis dan Higiene Pedagang Lawar di Kawasan
Pariwisata Kabupaten Gianyar, Bali. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia: 16 (2) 2017,
56-62.
Rahmada, S., dan Taha L., (2020), Studi Sanitasi Lingkungan Dengan Kepadatan LalatPada
Pelelangan Ikan Beba di Desa Tamasaju Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar,
Jurnal Sulolipu, 20(1), 14-18
Rahmah, Firmawati, E., & Dwi Lestari, N., (2016), Penatalaksanaan Diare Berbasis Komunitas
dengan Pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Kecamatan Ngampilan, Jurnal
Inovasi Dan Penerapan Ipteks, 4(2), 106–111.
Selviana, Trisnawati, E., & Munawarah, S., (2017), Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Diare pada Anak Usia 4-6 Tahun, Jurnal Vokasi Kesehatan, 3(1), 28–34.