Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Diare

2.1.1 Pengertian Diare

Diarrhea berasal dari bahasa Greek, yaitu Dia berarti melalui dan

rhien berarti mengalir, istilah diarrhea digunakan untuk menyatakan

buang kotoran yang frekuensi dan jumlah cairannya abnormal.Untuk

pengertian diare sendiri adalah penyakit yang ditandai bertambahnya

frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan

konsistensi tinja (menjadi tinja), dengan atau tanpa darah atau lendir

(Suraatmaja, 2012).

Menurut Depkes RI (2010) dalam Ratna (2015), diare adalah buang

air besar lembek atau cair berupa air saja yang frekuensinya lebih sering

dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari). Berdasarkan

waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (< 2 minggu)

dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono, 2008). Sedangkan menurut

Widjaja (2012), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat

kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak.

Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-

anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang

oleh diare, baik balita, anak-anak, dan orang dewasa. Tetapi penyakit

7
8

diare berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan

anak balita (Zubir, 2016).

2.1.2 Klasifikasi

Menurut Depkes RI (2010) dalam Ratna (2015), jenis diare dibagi

menjadi 4, yaitu :

1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

(umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi

sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi

penderita diare.

2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat

disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan

kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat

badan dan gangguan metabolisme.

4. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare

akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit

lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lain.

Menurut Suraatmaja (2012), jenis diare dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak paa bayi dan

anak yang sebelumnya sehat.


9

2. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau

lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak

bertambah selama masa diare tersebut.

2.1.3 Etiologi Diare

Menurut Widjaja (2012), diare disebabkan oleh faktor infeksi,

malabsopsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan faktor

psikologis.

1. Faktor infeksi

Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare

pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umunya menyerang, antara lain:

a. Infeksi oleh bakteri :Escherichia coli, Salmonella thyposa,

Vibrio Cholerae (kolera). Dan serangan bakteri lain yang

jumlahnya berlebihan dan patogenik, seperti pseudomonas.

b. Infeksi basil (disentri)

c. Infeksi virus rotavirus

d. Infeksi parasite oleh cacing

e. Infeksi jamur

f. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan

radang tenggorokan dan

g. Keracunan makanan

2. Faktor malabsorpsi

Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua, yaitu malabsorpsi

karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, biasanya pada bayi


10

memiliki kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula

sehingga dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diet berat, tinja

berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut.Sedang malabsorpsi

lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut

triglyserida.Triglyserida dengan bantuan kelenjar lipase mengubah

lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada

lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena

lemak tidak terserap dengan baik

3. Faktor makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang

tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (seperti

sayuran), dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh

lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak dan balita

4. Faktor psikologis

Rasa takut, cemas dan tegang, jika terjadi pada anak dapat

menyebabkan diare kronis.Tetapi jarang terjadi pada anak balita,

umunya terjadi pada anak yang lebih besar.

Permasalahan kesehatan muncul dapat digambarkan melalui konsep

segitiga epidemologi, yaitu adanya agen, host dan lingkungan (Lestari,

2017). Segitiga epidemologi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut

ini:
11

1. Agen

Agen penyebab diare dapat berupa bakteri ataupun virus.

Menurut Sudaryat (2007) dalam Lestari (2017) bahwa diare dapat

disebabkan oleh beberapa hal seperti :

a) Enteropatogen bakteri

Enteropatogen bakteri dapat menyebabkan diare radang dan

non radang dan enteropatogen spesifik dapat disertai dengan

salah satu manifestasi klinis. Umumnya diare radang akibat

Aeromonas spp, Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, E.

Coli enteroinvasif, E. Coli enterohemoragik, Plesiomonas

shigelloides, Salmonella spp, Shigella spp, Vibrio

parahaemolyticus dan Yersinia enterocolitica. Diare non radang

dapat disebabakan oleh E. coli enteropatogen, E coli

enterotoksik dan Vibrio Cholerae. Infeksi Yarsinea dan

Salmonella paling sering dijumpai pada anak berusia 1 bulan

hingga 3 tahun. Sementara infeksi Shigella dan Campylobacter

paling sering dijumpai pada anak usia 1-5 tahun.

b) Enteropatogen parasite

Giardia lamblia adalah penyebab penyakit diare yang

paling sering di Amerika Serikat. Pathogen lain adalah

Cryptosporidium, Entamoeba histolytica, Strongyloides

stercoralis, Isospora belli, dan Enterocytozoon bieneusi.


12

c) Enteropatogen virus

Empat penyebab gastroenteritis virus adalah rotavirus,

adenovirus enteric, astovirus dan kalsivirus. Rotavirus terutama

dijumpai pada anak usia 4 bulan hingga 3 tahun.

Menurut Nelson (2000) dalam Ratna (2015) faktor penyebab diare:

a) Faktor Infeksi

1) Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang

merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi

internal ini meliputi: infeksi bakteri (Vibrio, E. Coli,

Salmonella, Shigela, Campylobacter, Yersina, Aeromonas),

virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus), dan

parasit yang terdiri dari cacing (Ascaris, Thrichiuris,

Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba Histolytica,

Giardia lamblia, Trichomosnas hominis), jamur (Candida

albicans).

2) Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat

pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA),

Tonsilofaringitis, Bronchopenemonia, Ensefalitis dan

sebagianya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan

anak barumur dibawah 2 tahun.


13

2. Host

Host merupakan manusia yang rentan terhadap infeksi virus atau

bakteri penyebab diare. Menurut Nelson (2000) dalam Ratna (2015)

faktor penyebab diare:

a) Faktor Malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,

maltose, sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,

fruktosa, galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan

tersering adalah intoleransi laktosa.

2) Malabsorbsi lemak.

3) Malabsorbsi protein

b) Faktor Makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

c) Faktor Psikologis

Faktor psikologis meliputi rasa takut dan cemas. Walaupun

jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih

besar.

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6

golongan besar yaitu (Kemenkes, 2011):

a) Malabsorpsi,

b) Alergi

c) Keracunan

d) Imunodefisiensi
14

e) Sebab-sebab lainnya (perilaku personal hygiene, lingkungan,

sanitasi lingkungan).

Menurut Sudaryat (2007) dalam Lestari (2017) bahwa diare

dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti :

a) Kekurangan gizi seperti kelaparan, kekurangan zat putih telur.

b) Alergi susu diare biasanya timbul beberapa menit atau jam setelah

minum susu tersebut, biasanya pada alergi susu sapi dan produk-

produk yang terbuat dari susu sapi

c) Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri

maupun bahan kimia.

d) Immunodefisiensi.

e) Personal hygiene, seperti kegiatan mencuci tangan menggunakan

sabun, jamban sehat. Personal hygiene merupakan perawatan diri

sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik

secara fisik maupun psikologis .

3. Lingkungan

Lingkungan merupakan keadaan tempat tinggal atau lingkungan

skitar manusia yang dapat mempengaruhi kejadian diare. Menurut

Kemenkes (2011) dalam Lestari (2017) bahwa kondisi lingkungan

seperti sanitasi lingkungan yang kurang sehat dapat menyebabkan

kejadian diare.
15

Lingkungan yang sehata tentunya tergantung dari perilaku

manusia itu sendiri seperti apa. Menurut Notoatmodjo (2012), dalam

perilaku kesehatan di pengaruhi oleh tiga faktor yaitu :

a) Faktor predisposisi

Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi, kebiasaan nilai budaya atau norma yang

diyakini seseorang

b) Faktor pendukung

Yaitu faktor lingkungan yang memfasilitasi perilaku

seseorang. Faktor pendukung di sini adalah ketersediaan

sumber-sumber atau fasilitas. Misalnya puskesmas, obat-obatan,

alat- alat kontrasepsi, jamban, air bersih dan sebagainya.

c) Faktor pendorong atau penguat

Faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan

memeperoleh dukungan atau tidak. Faktor ini terwujud dalam

sikap dan perilaku. Perilaku orang lain yang berpengaruh (tokoh

masyarakat, tokoh agama, guru, orang tua, petugas kesehatan,

keluarga, pemegang kekuasaan) yang dapat menjadi pendorong

seseorang untuk berperilaku.

2.1.4 Komplikasi

Menurut Maryunani (2010) dalam Ratna (2015) sebagai akibat dari

diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut :


16

1) Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak

dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian

pada diare.

2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)

Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.

Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor

tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena

adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam

meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi

oliguria atau anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan

ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.

3) Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2–3 % anak yang menderita diare,

lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita

Kekurangan Kalori Protein (KKP). Hal ini terjadi karena adanya

gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati dan

adanya gangguan etabol glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul

jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 % pada bayi dan 50 %

pada anak– anak.

4) Gangguan gizi

Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini

disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena


17

takut diare atau muntah yang bertambah hebat, walaupun susu

diteruskan sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang

encer ini diberikan terlalu lama, makanan yang diberikan sering

tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya

hiperperistaltik.

5) Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock)

hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi

hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan

perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi

klien akan meninggal.

2.1.5 Tanda dan Gejala

Menurut Widjaja (2012), gejala diare pada balita, yaitu:

1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun

meningkat

2. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah

3. Warna tinja kahijauan akibat bercampur dengan cairan empedu

4. Anusnya lecet

5. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang

6. Mundak sebelum atau sesudah diare

7. Hipoglekimia (penurunan kadar gula darah)

8. Dehidrasi, dehidrasi dibagi menjadi 3 macam, yaitu dehidrasi

ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat. Disebut dehidrasi


18

ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%.Jika cairan yang hilang

lebih dari 10% disebut dehidrasi berat.Pada dehidrasi berat volemu

darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tapi

melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran

menurun, dan penderita sangat pucat.

Menurut Yuliana 92009) dalam Lestari (2017)

1) Diare Akut

a) Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset

b) Onset yang tak terduga dari buang air besar yang encer, gas-gas

dalam perut, rasa tidak enak, nyeri perut

c) Nyeri pada kuadran bawah disertai kram dan bunyi pada perut

d) Demam

2) Diare Kronik

a) Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang

b) Penurunan BB dan nafsu makan

c) Demam indikasi terjadi infeksi

d) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah

2.1.6 Penularan

Menurut Sudaryat (2007) dalam Lestari (2017) penularan penyakit

diare disebabkan oleh infeksi dari agen penyebab dimana akan terjadi

bila makanan/air minum yang terkontaminasi tinja/muntahan penderita

diare. Akan tetapi, penularan penyakit diare adalah kontak dengan tinja

yang terinfeksi langsung, seperti :


19

1. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang

sudah dicemari oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan yang

kotor

2. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi

suka memasukan tangan/makanan apapun ke dalam mulut. Hal ini

dikarenakan virus ini dapat bertahan di permukaan udara sampai

beberapa hati

3. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak

air dengan benar

4. Pencucuian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih

5. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar atau

membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga

mengkontaminasikan perabotan dan alat-alat yang dipegang.

2.1.7 Penanggulangan

Menurut Depkes RI (2015), penanggulangan diare antara lain :

1. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (sistem kewaspadaan

dini)

2. Penemuan kasus secara aktif

3. Pembentukan pusat rehidrasi

4. Penyediaan logistik saat KLB

5. Penyelidikan terjadinya KLB

6. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB


20

2.1.8 Pencegahan

Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang

dapat dilakukan adalah (Kemenkes, 2011 dalam Lestari, 2017) :

1) Perilaku sehat

a) Pemberian ASI

b) Makanan pendamping ASI

c) Mencuci tangan

d) Menggunakanair bersih yang cukup

e) Menggunakan jamban

f) Membuang tinja yang benar

g) Pemberian imunisasi campak

2) Penyehatan lingkungan

a) Penyediaan air bersih

b) Pengelolaan sampah

c) Sarana pembuangan air limbah

2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Pada Balita

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita adalah

sebagai berikut :

2.2.1 Sarana air bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan segari-hari

akan menjadi air minum setelah dimaasak terlebih dahulu. Sebagai

batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi


21

system penyediaan air minum. Adapun persyaratan yang dimaksud

adalah persyaratan dari segi kualitas air meliputi kualitas fisik, kimia,

biologi dan radiologis sehingga apabila di konsumsi tidak menimbulkna

efek samping (Kepmenkes, 2013).

Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan

perlengkapannya yang menyediakan dan mendistribusikan air tersebut

kepada masyarakay..sarana air bersih harus memenuhi persyaratan

kesehatan, agar tidak mengalami pencemaran sehingga dapat diperoleh

kualitas air yang baik sesuai dengan standar kesehatan. Ada berbagai

jenis sarana air bersih yang digunakan masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari< seperti Sumur gali (SGL), sumur pompa tangan

(SPT), perpipaan dan penampungan air hujan (PAH) (Marjuki, 2012).

1. Sumur gali (SGL)

Pengertian dari sumur gali adalah salah satu sarana penyediaan air

bersih yang dibuat dengan cara menggali tanah sampai pada

kedalaman tertentu sampai keluar mata airnya. Pernyataan teknis

sumur gali dari segi kesehatan (Depkes, RI, 2012) adalah :

a. Apabila letak sumber pencemaran lebih tinggi dari sumur gali,

maka jarak minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran

adalah 11 meter, jika letek sumber pencemaran sama atau lebih

rendah dari sumur gali maka jarak minimal sumur gali tersebut

adalah 9 meter, yang termasuk sumber pencemaran adalah :


22

jamban, air kotor atau comberan, tempat pembuangan sampah,

kandang ternak dan sumur saluran resapan.

b. Lantai harus kedap air minimal 1 meter dari sumur, tidak retak

atau bocor mudah dibersihkan, dan tidak tergenang air

(kemiringan 1-5%).

c. Saluran pembuangan air limbah harus kedap air, tidak

menimbulkan genangan, dan kemiringan minimal 2%.

d. Tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai terbuat dari bahan

yang kuat dan rapat air.

e. Dinding sumur minimal sedalam 3 meter dari permukaan tanah,

dibuat dari bahan kedap air dan kuat.

f. Jika pengambilan air dengan timba harus ada timba khusus.

Untuk mencegah pencemaran, timba harus selalu digantung dan

tidak boleh diletakkan di lantai.

2. Sumur pompa tangan (SPT)

Sumur pompa tangan terdiri dari sumur pompa tangan dangkal,

sedang dan dalam. Adapun persyaratannya sebagai berikut:

a. Jarak SPT minimal 11 meter dari sumber pencemaran, seperti

jamban, air kotor/comberan, tempat pembuangan sampah,

kandang ternak dan lain-lain.

b. Lantai harus kedap air, minimal 1 meter dari sumur, tidak retak

atau bocor, mudah dibersihkan, dan tidak tergenang airdengan

kemiringan antara 1% sampai 5%.


23

c. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) harus kedap air, tidak

menimbulkan genangan. Panjang SPAL dengan sumur resapan

minimal 11 meter dengan kemiringan minimal 2%.

d. Pipa penghisap dilindungi dengan casing atau coran rapat air

sekurang-kurangnya 3 meter dari permukaan tanah.

e. Ujung pipa bawah saringan dipasang dop, bagian luar saringan

diberi kerikil sebesar biji jagung yang berukuran kurang lebih 2,5

meter.

3. Penampungan air hujan (PAH)

Persyaratan sarana air bersih berupa penampungan air hujan adalah

sebagai berikut:

a. Talang air yang masuk ke bak PAH harus dapat diatur posisinya

agar air hujan pada 5 menit pertama tidak masuk ke dalam bak

b. Tinggi bak saringan minimal 40 cm, terbuat dari bahan yang kuat

dan rapat nyamuk , susunan saringan terdiri dari pasir dan ijuk

c. Pipa peluap harus di pasang kawat kassa rapat nyamuk

d. Tinggi kran dari lantai 50-60 cm.

e. Kemiringan lantai bak PAH mengarah ke pipa penguras dan

mudah di bersihkan

2.2.2 Penggunaan jamban

Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam

penularan risiko terhadap penyakit diare. Jamban adalah tempat

pembuangan kotoran manusia adala semua benda atau zat yang tidak
24

dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam

tubuh.suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan, apabila

memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : (Notoatmodjo,

20012)

1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut

2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak dan

binatang-binatang lainnya

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan dipelihara

7. Sederhana desainnya

8. Murah

9. Dapat diterima oleh pemakainya

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut (Depkes RI, 2014) :

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penapung

berjarak 10-15 meter dari sumber air minum

2. Tidak berbau dan tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus

3. Cukup luas dan miring kea rah lubang jongkok sehingga tidak

mencemari tanah di sekitarnya

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya


25

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan

berwarna

6. Cukup penerangan

7. Lantai kedap air

8. Vemtilasi cukup baik

9. Tersedia air dan alat pembersih

Tempat pembuangan tinja adalah sarana yang digunakan untuk

buang air besar dan tempat pembuangan akhir tinja yang digunakan

keluarga sehari-hari (MDG’s, 2010).Menurut Entjang (2000) macam-

macam kakus atau tempat pembuangan tinja, yaitu :

1. Cubluk/Jamban cemplung (Pit-privy)

Kakus ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah

dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Dindingnya

diperkuat dengan batu atau bata. Lama pemakainnya antra 5-15

tahun. Bila permukaan penampungan tinja sudah mencapai kurang

lebih 50 cm dari permukaan tanah, dianggap cubluk sudah penuh

2. Jamban air (Water latrine)

Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam

tanah sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukannya

sama seperti pembusukan tinja dalam air kali. Untuk kakus ini, agar

berfunsi dengan baik, perlu pemasukan air setiap hari, baik sedang

digunakan atau tidak.


26

3. Jamban leher angsa (Angsa latrine)

Jamban jenis ini merupakan jamban yang paling memenuhi

persyaratan. Oleh sebab itu cara pembuangan tinja semacam ini

yang dianjurkan. Pada kakus ini closetnya berbentuk leher angsa,

sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai

sumbat, sehingga bau busuk dari cubluk tercium diruangan rumah

kakus.

4. Jamban bor

Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih

kecil karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk

perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak

mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap).

5. Jamban keranjang

Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian

dibuang di tempat lain, mislanya untuk penderita yang tak dapat

meninggalkan tempat tidur, sistem jamban keranjang biasanya

menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi

di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis

jamban ini biasanya menimbulkan bau

6. Jamban parit

Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat

defaecatie.Tanah galiannya dipaki untuk

menimbunnya.Penggunaan jamban parit sering mengakibatkan


27

pelanggaran standar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan

pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan

pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.

7. Jamban empang / empang

Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam,

selokan, kali, rawa dan sebagainya.Kerugiannya mengotori air

permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya

dapat tersebar kemana-mana dengan air yang dapat menimbulkan

wabah.

8. Chemical toilet

Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi kaustik soda

sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya digunakan

dalam kendaraan umum, misalnya pesawat udara atau kereta api.

Dapat pula digunakan dalam rumah sebagai pembersih tidak

dipergunakan air, tetapi dengan kertas (toilet paper).


28

2.3 Kerangka Konsep

Variabel Independen : Variabel Dependen :

Sarana Air Bersih Diare Pada Balita

Penggunaan Jamban

Gambar 1 : Kerangka konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

2.4 Hipotesis

2.4.1 Hipotesis nol (H0)

1. Tidak ada hubungan sarana air bersih dengan kejadian diare pada

balita di Desa Hila Kabupaten Maluku Tengah tahun 2018

2. Tidak ada hubungan penggunaan jamban dengan kejadian diare

pada balita di Desa Hila Kabupaten Maluku Tengah tahun 2018

2.4.2 Hipotesis alternatif (Ha)

1. Ada hubungan sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita

di Desa Hila Kabupaten Maluku Tengah tahun 2018

2. Ada hubungan penggunaan jamban dengan kejadian diare pada

balita di Desa Hila Kabupaten Maluku Tengah tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai