Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Disiplin Kerja

2.1.1 Definisi Disiplin Kerja

Secara etimologis, disiplin berasal dari bahasa inggris disciple yang

berarti “pengikut” atau “penganut”, “pengajaran”, “latihan” dan

sebagainya. Disiplin merupakan suatu keadaan tertentu dimana orang-

orang yang tergabung dalam organisasi tunduk dalam peraturan-

peraturan yang ada dengan rasa senang hati. Sedangkan, kerja adalah

segala aktivitas manusia yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang

telah di tetapkan (Hartati,2014:182).

Disiplin Kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh

dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, lebih baik yang

tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak

mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas

dan wewenang yang diberikan kepada (Susanto, 1989:278).

Disiplin kerja yaitu keadaan yang menyebabkan atau memberikan

dorongan kepada pegawai untuk berbuat dan melakukan segala kegiatan

sesuai dengan norma-norma atau peraturan yang telah ditetapkan.

(Wursanto, 1990:108).

Disiplin adalah sikap konsisten, sikap tanggung jawab dalam

menjalankan tugas dan kewajiban. Sedangkan kerja adalah kegiatan


yang berhubungan dengan tugas pokok sehari-hari dalam memenuhi

kebutuhan hidup. Disiplin kerja adalah ketaatan pekerja atau pegawai

terhadap tata aturan yang berlaku di tempat kerja.(purba,2002,48)

Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi antara

lain, disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di

tubuh para pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan

dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja

adalah keadaan dimana pekerja atau pegawai untuk taat, patuh dan

hormat dengan tata aturan yang telah disepakati bersama antara

organisasi dan pegawainya.

Di dalam suatu organisasi dibutuhkan peraturan-peraturan yang

akan mengatur setiap kegiatan dan perilaku anggota organisasi.

Peraturan tersebut haruslah disertai sanksi agar dapat memberi efek jera

bagi yang melanggarnya. Ketaatan dari anggota organisasi pada

peraturan-peraturan yang berlaku dibutuhkan agar tercipta keteraturan

dalam organisasi. Untuk itu, disiplin kerja harus ada pada pegawai.

Sutrisno (2012) menyatakan bahwa kedisiplinan merupakan salah

satu fungsi manajemen sumber daya manusia yang penting dan

merupakan kunci terwujudnya tujuan organisasi, karena tanpa adanya

kedisiplinan, maka sulit mewujudkan tujuan yang maksimal. Lebih

lanjut Sutrisno menjelaskan bahwa kedisiplinan merupakan keinginan

dan kesadaran untuk menaati peraturan organisasi dan norma sosial.


Sejalan dengan itu Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2012)

menyatakan disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang

untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku

disekitarnya. Nitisemito (2014:199) juga mendefinisikan disiplin kerja

sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan

peraturan dari organisasi baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Selanjutnya Sastrohadiwiryo (2002:292) menyebutkan bahwa

secara umum tujuan utama disiplin kerja adalah demi kelangsungan

organisasi sesuai dengan motif organisasi. Sementara secara khusus

tujuan pembinaan disiplin kerja, antara lain:

1. Agar para pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan

organisasi yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta

melaksanakan perintah manajemen.

2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta

mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak

tertentu yang berkepentingan dengan organisasi sesuai dengan

bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.

3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang

dan jasa organisasi dengan sebaik-baiknya

4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang

berlaku pada organisasi


5. Pegawai mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai

dengan harapan organisasi, baik dalam jangka pendek, maupun

jangka panjang.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa

disiplin kerja adalah sikap patuh dan taat dari anggota organisasi

terhadap peraturanperaturan organisasi yang berlaku, baik tertulis

maupun yang tidak tertulis, yang apabila tidak ditaati atau dilanggar

akan dikenakan sanksi.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin

Disiplin kerja yang baik menunjukkan besarnya rasa tanggung

jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin kerja. Menurut

Singodimedjo dalam Sutrisno (2012:89), faktor yang mempengaruhi

disiplin pegawai adalah:

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi

Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya

disiplin. Para pegawai akan mematuhi segala peraturan yang

berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal

dengan jerih payah yang dikerjakannya untuk organisasi.

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam organisasi

Keteladanan pimpinan sangat penting, karena dalam

lingkungan organisasi, semua pegawai akan selalu memperhatikan

bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinyadan


bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan,

dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang telah

ditetapkan. Oleh sebab itu, bila seorang pemimpin menginginkan

tegaknya disiplin dalam organisasi, maka ia harus terlebih dulu

mempraktikkan, supaya dapat diikuti dengan baik oleh para

pegawai lainnya.

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan

Disiplin akan dapat ditegakkan dalam organisasi, jika ada

aturan tertulis yang disepakati bersama, yang jelas dan

diinformasikan kepada para pegawai. Dengan demikian, para

pegawai akan mendapat suatu kepastian tentang aturan dan sanksi

bagi yang melanggar.

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

Pimpinan harus berani mengambil tindakan untuk memberikan

sanksi kepada pegawai yang melanggar disiplin. Dengan adanya

tindakan terhadap pelanggar disiplin, sesuai dengan sanksi yang

ada, maka semua pegawai akan merasa terlindungi, dan berhati-hati

dalam tindakannya.

5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh organisasi perlu

ada pengawasan, yang akan mengarahkan para pegawai agar dapat

melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah

ditetapkan.
6. Ada tidaknya perhatian kepada para pegawai

Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada

para pegawai akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik.

Kedekatan pimpinan dengan pegawai dapat berupa memberikan

perhatian dalam bentuk motivasi, mendengarkan keluhan pegawai

sehingga kemudian akan berpengaruh kepada prestasi, semangat

kerja, dan moral kerja pegawai.

7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin

Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain:

a. Saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan.

b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya,

sehingga para pegawai akan turut merasa bangga dengan

pujian tersebut.

c. Sering mengikutsertakan pegawai dalam pertemuan-

pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib

dan pekerjaan mereka.

d. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan

sekerja, dengan menginformasikan kemana, dan untuk urusan

apa, walaupun kepada pegawai sekalipun.


2.1.3 Jenis-Jenis Disiplin

Menurut Handoko (2001:208), disiplin dapat dibedakan menjadi 2

yaitu :

1. Disiplin Preventif

Yaitu disiplin yang dilaksanakan untuk mendorong para

karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga

penyelewenganpenyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya

adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan.

Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan

semata-mata karena dipaksa.

2. Disiplin Korektif

Disiplin yang diambil untuk menangani pelanggaran yang

telah terjadi terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk

menghindari pelanggaran lebih lanjut. Dapat berupa bentuk

hukumandan disebut tindakan pendisiplinan. Sebagai contoh,

tindakan pendisiplinan bisa berupa peringatan atau skorsing.

Menurut G.R Terry (1993) disiplin kerja dapat timbul dari dalam

diri sendiri dan juga dari perintah terdiri dari :

1. Self imposed dicipline, yaitu kedisiplinan yang timbul dari diri

sendiri atas dasar kerelaan, kesadaran dan bukan timbul atas dasar

paksaan. Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi

kebutuhannya dan merasa telah mejadi bagian dari organisasi


sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan secara

sukarela memenuhi segala peraturan yang berlaku.

2. Command dicipline, yaitu disiplin yang timbul karena paksaan,

perintah dan hukuman serta kekuasaan. Jadi disiplin ini bukan

timbul karena perasaan ikhlas dan kesadaran akan tetapi karena

adanya paksaan atau ancaman dari orang lain.

2.1.4 Prinsip-Prinsip Disiplin

Beberapa prinsip pendisiplinan menurut Heidjrahman dan Suad

Husnan (1993) diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pendisiplinan secara pribadi

Pendisiplinan ini dilakukan dengan menghindari menegur

kesalahan dihadapan orang banyak karena apabila hal tersebut

dilakukan, pegawai akan malu dan tidak menutup kemungkinan

pegawai sakit hati yang dapat menimbulkan rasa dendam dan dapat

melakukan tindakan balas dendam yang akhirnya merugikan

perusahaan.

2. Pendisiplinan harus bersifat membangun

Pendisiplinan ini dilakukan dengan menghindari menegur

kesalahan didepan orang banyak agar karyawan yang bersangkutan

tidak merasa malu dan sakit hati.


3. Keadilan dalam pendisiplinan

Pendisiplinan dilakukan secara adil tanpa pilih kasih siapapun

yan telah melakukan kesalahan harus mendapatkan tindakan

pendisiplinan secara adil tanpa membeda-bedakan.

4. Pimpinan tidak melakukan pendisiplinan sewaktu karyawan absen

Pendisiplinan dilakukan dihadapan pegawai yang bersangkutan

secara pribadi agar dia tau telah melakukan kesalahan.

5. Pendisiplinan dilakukan secara langsung dan segera

Suatu tindakan yang dilakukan dengan segera terbukti bahwa

pegawai telah melakukan kesalahan sehingga pegawai dapat

mengubah sikapnya secepat mungkin.

6. Setelah pendisiplinan hendaknya wajar kembali

Sikap wajar hendaklah dilakukan pimpinan terhadap pegawai

yang telah melakukan kesalahan tersebut, sehingga proses kerja

dapat berjalan lancar kembali dan tidak kaku dalam bersikap.

2.1.5 Indikator-indikator Disiplin

Untuk mengetahui lebih jelas tentang disiplin kerja, maka perlulah

mengetahui indikator-indikator yang ada dalam disiplin kerja. Menurut

Harlie dalam Setiawan (2013:1247), indikator-indikator disiplin kerja

diantaranya sebagai berikut:

1. Selalu hadir tepat waktu

2. Selalu mengutamakan persentase kehadiran

3. Selalu mentaati ketentuan jam kerja


4. Selalu mengutamakan jam kerja yang efisien dan efektif

5. Memiliki keterampilan kerja pada bidang tugasnya

6. Memiliki semangat kerja yang tinggi

7. Memiliki sikap yang baik

8. Selalu kreatif dan inovatif dalam bekerja

Sementara Alfred R. Lateiner dalam Permatasari dkk (2015:3)

mengemukakan beberapa indikator disiplin kerja pegawai sebagai

berikut:

1. Ketepatan waktu

Jika para pegawai datang ke kantor tepat waktu, pulang kantor

tepat waktu, serta pegawai dapat bersikap tertib maka dapat

dikatakan pegawai terrsebut memiliki disiplin kerja yang baik.

2. Pemanfaatan sarana

Pegawai yang berhati-hati dalam menggunakan peralatan

kantor untuk menghindari terjadinya kerusakan pada alat kantor

merupakan cerminan pegawai yang memiliki disiplin kerja yang

baik.

3. Tanggung jawab yang tinggi

Pegawai yang selalu menyelesaikan tugas yang dibebankan

kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab terhadap

hasil kerjanya, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang

tinggi.
4. Ketaatan terhadap aturan kantor

Pegawai memakai seragam sesuai aturan, mengenakan kartu

tanda identitas, ijin apabila tidak masuk kantor, juga merupakan

cerminan dari disiplin yang tinggi.

2.2 Tinjauan Umum Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Definisi Pelayanan Kesehatan

Menurut Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan salah satu segi kualitas

hidup manusia, oleh karena itu setiap individu mempunyai hak atas

kesehatan. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,

pemerintah perlu mengadakan pelayanan kesehatan.

Levey dan Loomba menjabarkan pelayanan kesehatan sebagai

setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-

sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan

kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (

Azwar, 1995).

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan

yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai


dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang

penyelenggaraannya sesuai dengan standard dan kode etik profesi yang

telah ditetapkan (Azwar, 1995).

Pelayanan kesehatan merupakan ujung tombak untuk menciptakan

masyarakat dan bangsa yang sehat. Pelayanan kesehatan dapat pula

didefinisikan sebagai suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang tak

kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya

interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang

disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan dimaksudkan untuk

memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan (Syafrudin,

2015).

Adanya proses pelayanan kesehatan dan kualitas pelayanan

berkaitan dengan ketersediaan sarana kesehatan yang terdiri dari

pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas, Balai Pengobatan), pelayanan

rujukan (rumah sakit), ketersediaan tenaga kesehatan, peralatan, dan

obat-obatan. Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan

masyarakat yang sangat penting di Indonesia karena merupakan pusat

pelayanan kesehatan tingkat pertama. Puskesmas sebagai unit pelaksana

teknis dinas kesehatan kabupaten/kota berfungsi sebagai pusat

penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan

keluarga dan masyarakat, serta pusat pelayanan strata pertama

(Syafrudin, 2015).
Pelayanan kesehatan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan

kesehatan dan mencegah penyakit dengan sasaran utamanya adalah

masyarakat. Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan

masyarakat menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka peranan

pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat penting.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan

merupakan setiap upaya yang dilakukan suatu organisasi untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan masyarakat.

2.2.2 Syarat Pelayanan Kesehatan

Azwar (1996:38) menjelaskan suatu pelayanan kesehatan yang

baik, harus memiliki berbagai persyaratan pokok, yaitu:

1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah

pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat

(available) serta bersifat berkesinambungan (continous). Artinya

semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat

tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya di masyarakat adalah

pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Syarat kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat

diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar

(appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak


bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat,

kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat

tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

3. Mudah dicapai

Syarat pokok ketiga adalah yang mudah dicapai (accessible)

oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud di sini

terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat

mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan

distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan

kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan

sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukan

pelayanan kesehatan yang baik.

4. Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat adalah yang mudah dijangkau

(affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan disini

terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang

seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan

tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya mungkin

dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukan pelayanan

kesehatan yang baik.


5. Bermutu

Syarat pokok yang terakhir adalah yang bermutu (quality).

Pengertian mutu menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat

memuaskan para para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain

tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar

yang telah ditetapkan.

2.2.3 Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kualitas adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan. Kualitas

didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan atau konsumen terhadap

produk atau jasa yang diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan

tersebut (Wijaya, 2011 cit. Mongkaren, 2013). Kualitas pelayanan dapat

diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan

konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi

harapan konsumen (Tjiptono, 2002 cit. Amrizal, et al., 2014).

Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara

membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang mereka

terima dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan terhadap

atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Kualitas pelayanan

dipersepsikan baik dan memuaskan jika jasa yang diterima atau

dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, jika jasa

yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan

dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Kualitas pelayanan


dipersepsikan buruk jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang

diharapkan (Amrizal, et al., 2014). Kualitas pelayanan kesehatan adalah

menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan

yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai

dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang

telah ditetapkan.

Zeithaml (2002 cit. Jacobis, 2013) mengemukakan terdapat 10

dimensi yang harus diperhitungkan dalam melihat tolak ukur kualitas

pelayanan yaitu sebagai berikut:

a. Tangiable, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan

komunikasi.

b. Reliable, terdiri atas kemampuan unit pelayanan dalam

menciptakan pelayanan yang disajikan dengan tepat.

c. Responsiveness, kemauan untuk membantu pasien

bertangggungjawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.

d. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan

keterampilan yang baik dalam memberikan pelayanan.

e. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap

keinginan pasien serta mau melakukan kontak atau hubungan

pribadi.

f. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik

kepercayaan pasien.
g. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai

bahaya dan resiko.

h. Acces, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan

pendekatan.

i. Communication, kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan

suara, keinginan atau aspirasi pasien, sekaligus kesediaan untuk

selalu menyampaikan informasi baru kepada pasien.

j. Understanding the Customer, melakukan segala usaha untuk

mengetahui kebutuhan pasien.

Parasuraman, et al., (1994 cit. Jacobis, 2013) mengkristalkan

kesepuluh dimensi kualitas jasa tersebut ke dalam 5 dimensi utama

yang kemudian disebutnya dimensi SERVQUAL. Kelima dimensi

inilah yang menjadi acuan dalam menilai kualitas jasa yang diberikan

oleh penyedia jasa, di dalamnya terkandung sepuluh dimensi dasar dari

kualitas. Dimensi-dimensi tersebut yaitu:

a. Kehandalan (Reability) : kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

b. Daya tanggap (Responsiveness) : kemampuan para petugas untuk

membantu para pasien dalam memberikan pelayanan yang tepat.

c. Jaminan (Assurance) : mencakup pengetahuan, kemampuan,

kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para petugas,

bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.


d. Empati (Emphaty) : meliputi kemudahan dalam melakukan

hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan

memahami kebutuhan pasien.

e. Sarana fisik (Tangible) : meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

pegawai, dan sarana komunikasi, kerapian penampilan karyawan.


2.4 Keaslian Penelitian/Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Tabel Sintesa

No Judul, Tempat, Variabel


Nama Peneliti Metode Penelitian Hasil
Dan Tahun Penelitian
Ladycia Pengaruh Disiplin Penelitian ini menggunakan Variabel dalam Hasil dari penelitian ini menunjukkan
Siahaan, S.R Kerja Terhadap metode penelitian kuantitatif. penelitian adalah bahwa disiplin kerja berpengaruh
Efektivitas Pengumpulan Disiplin Kerja dan terhadap efektivitas pelayanan kesehatan
Pelayanan data primer dengan Efektivitas di Puskesmas Padang Bulan Kecamatan
Kesehatan di menggunakan kuesioner, dan Pelayanan Medan Baru, dilihat berdasarkan nilai t-
Pusat Kesehatan data sekunder dikumpulkan Kesehatan statistik yaitu 12,054 > t tabel (1,96),
Masyarakat melalui studi pustaka. Sampel maka jelas bahwa hipotesis alternatif (ha)
(Puskesmas) dalam penelitian ini sebanyak diterima. Pengaruh disiplin kerja
Padang Bulan 130 orang. Untuk terhadap efektivitas pelayanan kesehatan
Kecamatan keperluan analisis data, di Puskesmas Padang Bulan Kecamatan
Medan penelitian ini menggunakan Medan Baru bersifat positif dan
1 BaruTahun 2018 SmartPLS versi 3.0 m3. signifikan dengan koefisien parameter
sebesar
0,695. Selanjutnya koefisien
determinasinya sebesar 0,483. Hal ini
menunjukkan
48,3% variabel efektivitas pelayanan
kesehatan dapat dijelaskan oleh variabel
disiplin kerja, sedangkan selebihnya
51,7% disebabkan oleh faktor lain, tetapi
tidak diteliti.

2 Hutapea, N.P Pengaruh Disiplin Penelitian ini merupakan Variabel Hasil penelitian ini menunjukkan
Kerja Terhadap penelitian observasional penelitian : disiplin bahwa terdapat pengaruh disiplin kerja
Kualitas analitik dengan desain kerja dan kualitas terhadap kualitas
Pelayanan Publik penelitian cross sectional. pelayanan publik pelayanan publik di Dnas
di Dinas Sampel dipilih secara simple Kependudukan dan Catatan Sipil Kota
Kependudukan random sampling sebanyak Medan. Hal ini dapat dilihat dari
dan Catatan Sipil 97 sampel. Data sekunder hasil Result For Inner Weight yang
Kota Medan berupa umur diambil dari menunjukkan nilai koefisien jalur
Tahun 2018 rekam medik pasien. Data sebesar 0,8937 dengan nilai t
dianalisis secara statistik sebesar 47,8789 yang mana nilai
menggunakan uji Chi quare. tersebut lebih besar dari t tabel 1,96.
Muh. Arif Faktor-Faktor Desain penelitian Variabel Hasil uji statistik yang berpengaruh
Falao Yang menggunakan metode survei penelitian : Disiplin terhadap disiplin kerja perawat (α<0,05)
Mempengaruhi analitik dengan pendekatan kerja, tujuan dan yaitu tujuan dan kemampuan (p
Disiplin Kerja cross sectional. Teknik kemampuan, value=0,000), teladan pimpinan (p
Perawat Di Rs. sampling yang digunakan teladan pimpinan, value=0,003), serta keadilan (p
Dr. Tadjuddin adalah total sampling dimana balas jasa, keadilan, value=0,031) sedangkan variabel yang
3 Chalid Makassar semua pengawasan tidak berpengaruh (p > α 0,05) terhadap
Tahun 2015 populasi dipakai sebagai melekat, sanksi, disiplin kerja meliputi balas jasa (p
sampel penelitian. ketegasan, value=0,140), pengawasan melekat (p
hubungan value=0,135), pemberian sanksi (p
kemanusiaan value=0,550), ketegasan (p value=0,140)
serta hubungan kemanusiaan (p
value=0,290).
4 Yunanto, Y Analisis Pengaruh Desain penelitian adalah Variabel Berdasarkan hasil uji ANOVA atau f test
Kualitas Regresi linier dengan penelitian : kualitas pada didapatkan f hitung sebesar 6.931
pelayanan Dan pendekatan kuantitatif dengan pelayanan, disiplin dengan tingkat signifikansi 0,003.
Disiplin Kerja merumuskan hipotesis, kerja dan kepuasan sehingga dapat dinyatakan bahwa
Karyawan selanjutnya hipotesis tersebut pasien variabel independen yang meliputi
Terhadap akan diuji. kualitas pelayanan (X1) dan disiplin kerja
Kepuasan Pasien karyawan (X2), secara simultan atau
Askes Di Pt bersama - sama mempengaruhi variabel
Askes Kediri kepuasan pasien (Y).
Tahun 2016
Ulpah, S.R Pengaruh Disiplin Metode yang dilakukan dalam Variabel Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Kerja Terhadap penelitian ini adalah metode penelitian : disiplin semua variabel bebas disiplin kerja (X)
Kinerja Pelayanan deskriptif dan verifikatif. kerja, kinerja mempengaruhi kepuasan pasien (Z)
Kesehatan Dan pelayanan dan melalui kinerja pelayanan Kesehatan
5 Implikasinya pada kepuasan pasien (Y) secara signifikan, yakni dengan
Kepuasan Pasien total pengaruh sebesar 47,7%. dimana
Pada Puskesmas Adanya disiplin kerja yang tinggi akan
Sekeloa Bandung berpengaruh terhadap kepuasan pasien
Tahun 2013
melalui kinerja pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai