Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Disiplin Kerja

Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manager untuk berkomunikasi dengan karyawan
agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatakan
kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma social
yang berlaku. Sebagai contoh, beberapa karyawan terbiasa terlambat untuk bekerja, mengabaikan
prosedur keselamatan, melalaikan pekerjaan detail yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, tindakan
yang tidak sopan ke pelanggan, atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Disiplin karyawan
memerlukan alat komunikasi, terutama pada peringatan yang bersifat spesifik terhadap karyawan yang
tidak mau berubah sifat dan perilakunya. Penegakan disiplin karyawan biasanya dilakukan oleh penyelia.
Sedangkan kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar
akan tugas dan tanggung jawabnya.

Sehingga seorang karyawan yang dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan
konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya.

Dalam kaitannya dengan disiplin kerja, pengertian dari para ahli seperti:

1. Siswanto (1989) mengemukakan disiplin kerja sebagai suatu sikap menghormati, menghargai patuh
dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta
sanggup menjalankannya dan tidak mengelak menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan
wewenang yang diberikan kepadanya.

2. Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) mendefinisikan disiplin sebagai suatu proses bekerja yang
mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri.

Dari beberapa pengertian yang diungkapkan di atas tampak bahwa disiplin pada dasarnya merupakan
tindakan manajemen untuk mendorong agar para anggota organisasi dapat memenuhi berbagai
ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi, yang di dalamnya mencakup:

1. adanya tata tertib atau ketentuan-ketentuan,

2. adanya kepatuhan para pengikut,

3. adanya sanksi bagi pelanggar

Pada bagian lain, Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) menyebutkan bahwa disiplin kerja adalah
kesadaran, kemauan dan kesediaan kerja orang lain agar dapat taat dan tunduk terhadap semua
peraturan dan norma yang berlaku, kesadaaran kerja adalah sikap sukarela dan merupakan panggilan
akan tugas dan tanggung jawab bagi seorang karyawan. Karyawan akan mematuhi atau mengerjakan
semua tugasnya dengan baik dan bukan mematuhi tugasnya itu dengan paksaan. Kesediaan kerja adalah
suatu sikap perilaku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan tugas pokok sebagai seorang
karyawan. Karyawan harus memiliki prinsip dan memaksimalkan potensi kerja, agar karyawan lain
mengikutinya sehingga dapat menanamkan jiwa disiplin dalam bekerja.
3. Wayne Mondy dan Robert M. Noe (1990) disiplin adalah status pengendalian diri seseorang karyawan,
sebagai tanda ketertiban dan kerapian dalam melakukan kerjasama dari sekelompok unit kerja di dalam
suatu organisasi (someone status selfcontrol as orderliness sign order and accuration in doing
cooperation from a group of unit work in a organization)

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu perusahaan.
Menurut Gouzali Saydam (1996:202), faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil keputusan

5. Tidak adanya pengawasan pemimpin

6. Tidak adanya perhatian kepada karyawan

7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin

Macam-macam Disiplin Kerja

Terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja yaitu :

1. Disiplin Retributif (Retributive Discipline), yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah.

2. Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu berusaha membantu karyawan mengoreksi perilakunya
yang tidak tepat.

3. Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective), berusaha melindungi hak-hak dasar
individu selama tindakan-tindakan disipliner.

4. Prespektif Utilitarian (Utilitarian Prespective), yaitu berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada
sat kosekuensi-kosekuensi tindakan disiplin melibihi dampak-dampak negatifnya.

Jackclass (1991) membedakan disiplin dalan dua kategori, yaitu self dicipline dan social dicipline. Self
dicipline merupakan disiplin pribadi karyawan yang tercermin dari pribadinya dalam melakukan tugas
kerja rutin yang harus dilaksanakan, sedangkan social dicipline adalah pelaksanaan disiplin dalam
organisasi secara keseluruhan.

Menurut Daniel M. Colyer. (1991), disiplin pada umumnya termasuk dalam aspek pengawasan yang
sifatnya lebih keras dan tegas (hard and coherent). Dikatakan keras karena ada sanksi dan dikatakan
tegas karena adanya tindakan sanksi yang harus dieksekusi bila terjadi pelanggaran.
Terdapat dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu :

1. Disiplin Preventif

Disiplin preventif adalah tindakan yang mendorong para karyawan untuk taat kepada berbagai ketentuan
yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan
tentang pola sikap, tindakan dan prilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi, untuk mencegah
jangan sampai para karyawan berperilaku negatif. Keberhasilan penerapan pendisiplinan karyawan
(disiplin preventif) terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi.

Triguno (2000) menyebutkan bahwa tujuan pokok dari pendisiplinan preventif adalah untuk mendorong
karyawan agar memiliki disiplin pribadi yang tinggi, agar peran kepemimpinan tidak terlalu berat dengan
pengawasan, yang dapat mematikan prakarsa, kreativitas serta partisipasi sumber daya manusia.

Dalam hal ini terdapat tiga hal yang perlu mendapat perhatian manajemen di dalam penerapan disiplin
pribadi, yaitu :

1. Para anggota organisasi perlu didorong, agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika
seseorang tidak akan merusak sesuatu yang menjadi miliknya.

2. Para perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus
dipenuhi. Penjelasan dimaksudkan seyogyanya disertai oleh informasi yang lengkap mengenai latar
belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif.

3. Para karyawan didorong menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam rangka ketentuan-
ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.

2. Disiplin Korektif

Disiplin korektif adalah upaya penerapan disiplin kepada karyawan yang nyata-nyata telah melakukan
pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan
dan kepadanya dikenakan sanksi secara bertahap.

Horald D. Garret. (1994) menyebutkan bahwa bila dalam instruksinya seorang karyawan dari unit
kelompok kerja memiliki tugas yang sudah jelas dan sudah mendengarkan masalah yang perlu dilakukan
dalam tugasnya, serta pimpinan sudah mencoba untuk membantu melakukan tugasnya secara baik, dan
pimpinan memberikan kebijaksanaan kritikan dalam menjalankan tugasnya, namun seseorang karyawan
tersebut masih tetap gagal untuk mencapai standar kriteria tata tertib, maka sekalipun agak enggan,
maka perlu untuk memaksa dengan menggunakan tindakan korektif, sesuai aturan disiplin yang berlaku.

Tindakan sanksi korektif seyogyanya dilakukan secara bertahap, mulai dari yang paling ringan hingga
yang paling berat. Sayles dan Strauss menyebutkan empat tahap pemberian sanksi korektif, yaitu: (1)
peringatan lisan (oral warning), (2) peringatan tulisan (written warning), (3) disiplin pemberhentian
sementara (discipline layoff), dan (4) pemecatan (discharge).
Di samping itu, dalam pemberian sanksi korektif seyogyanya memperhatikan tiga hal berikut:

1. karyawan yang diberikan sanksi harus diberitahu pelanggaran atau kesalahan apa yang telah
diperbuatnya,

2. kepada yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri,

3. dalam hal pengenaan sanksi terberat, yaitu pemberhentian, perlu dilakukan “wawancara keluar” (exit
interview) pada waktu mana dijelaskan antara lain, mengapa manajemen terpaksa mengambil tindakan
sekeras itu.

Burack (1993) mengingatkan bahwa pemberian sanksi korektif yang efektif terpusat pada sikap atau
perilaku seseorang dalam unit kelompok kerja yang melakukan kesalahan dalam melakukan kegiatan
kerja dan bukan karena kepribadiannya.

Untuk itu, dalam penerapan sanksi korektif hendaknya hati-hati jangan sampai merusak seseorang
maupun suasana organisasi secara keseluruhan. Dalam pemberian sanksi korektif harus mengikuti
prosedur yang benar sehingga tidak berdampak negatif terhadap moral kerja anggota kelompok. Ada
beberapa pengaruh negatif bilamana tindakan sanksi korektif dilakukan secara tidak benar, yaitu:

1. disiplin manajerial,

2. disiplin tim,

3. disiplin diri.

(Robert F. Hopkins, 1996). Pengaruh negatif atas penerapan tindakan sanksi korektif yang tidak benar
akan berpengaruh terhadap kewibawaan manajerial yang akan jadi menurun, demikian juga dalam
tindakan sanksi korektif dalam tim yang tidak benar dapat berakibat terhadap kurangnya partisipasi
karyawan terhadap organisasi, dimana kerja tim akan menjadi tidak bersemangat dalam melaksanakan
tugas kerja samanya, dan menjadi tercerai berai karena kesalahan tindakan disiplin tim.

Pendekatan Disiplin Kerja

Terdapat tiga konsep dalam pelaksanaan tindakan disipliner antara lain sebagai berikut :

1. Aturan Tungku Panas (Hot Stove Rule),

2. Tindakan Disiplin Progresif (Progressive Discipliner),

3. Tindakan Disiplin Positif (Positive Discipliner).

Pendekatan-pendekatan aturan tungku panas dan tindakan disiplin progresif berfokus pada perilaku
masa lalu. Sedangkan pendekatan disiplin positif berorientasi ke masa yang akan datang dalam bekerja
sama dengan para karyawan untuk memecahkan masalah-masalah sehingga masalah itu tidak akan
timbul lagi.

1. Aturan Tungku Panas

Pendekatan untuk melaksanakan tindakan disipliner disebut tungku panas (hot stove rule). Menurut
pendekatan ini, tindakan disipliner haruslah memiliki konsekuensi yang analog dengan menyentuh
sebuah tungku panas:

a. Membakar dengan segera

Jika tindakan disipliner akan diambil, tindakan itu harus dilaksanakan segera sehingga individu
memahami alasan tindakan tersebut. Dengan berlalunya waktu, orang memiliki tendensi meyakinkan
mereka sendiri bahwa dirinya tidak salah yang cenderung sebagian menghapuskan efek-efek disipliner
yang terdahulu.

b. Memberi peringatan

Hal ini penting untuk memberikan peringatan sebelumnya bahwa hukuman akan mengikuti perilaku
yang tidak dapat diterima. Pada saat seseorang bergerak semakin dekat dengan tungku panas, maka
diperingatkan oleh panasnya tungku tersebut bahwa mereka akan terbakar juka mereka menyentuhnya,
dan oleh karena itu ada kesempatan menghindari terbakar jika mereka memilih demikian.

c. Memberikan hukuman yang konsisten

Tindakan disipliner haruslah konsisten ketika setiap orang yang melakukan tindakan yang sama akan
dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Seperti pada tungku panas, dan pada periode waktu yang
sama, akan terbakar pada tingkat yang sama pula.

Disiplin yang konsisten berarti :

1. Setiap karyawan yang terkena hukuman disiplin harus menerimanya/menjalaninya.

2. Setiap karyawan yang melakukan pelanggaran yang sama akan mendapatkan ganjaran disiplin yang
sama.

3. Disiplin diberlakukan dalam cara yang sepadan kepada segenap karyawan.

4. Membakar tanpa membeda-bedakan

Tindakan disipliner seharusnya tidak membeda-bedakan. Tungku panas akan membakar setiap orang
yang menyentuhnya, tanpa memilih-milih. Penyelia menitikberatkan pada perilaku yang tidak
memuaskan, bukan pada karyawanya sebagai pribadi yang buruk.

2. Tindakan Disiplin Progresif


Tindakan disiplin progresif (progressive discipliner) dimaksudkan untuk memastikan bahwa terdapat
hukuman minimal yang tepat terhadap setiap pelanggaran. Tujuan tindakan ini adalah membentuk
program disiplin yang berkembang mulai dari hukuman yang ringan hingga yang sangat keras. Disiplin
progresif dirancang untuk memotivasi karyawan agar mengoreksi kekeliruannya secara sukarela.
Penggunaan tindakan ini meliputi serangkaian pertanyaan mengenai kerasnya pelanggaran. Manajer
hendaknya mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini secara berurutan untuk menentukan tindakan.

3. Tindakan Disiplin Positif

Dalam banyak situasi, hukuman tidaklah memotivasi karyawan mengubah suatu perilaku. Namun,
hukuman hanya mengejar seseorang agar takut atau membenci alikaso hukuman yang dijatuhkan
penyelia. Penakanan pada hukuman ini dapat mendorong para karyawan untuk menipu penyelia mereka
daripada mengoreksi tindakan-tindakannya. Tindakan disipliner positif dimaksudkan untuk menutupi
kelemahan tadi, yaitu mendorong karyawan memantau perilaku-perilaku mereka sendiri dan memikul
tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan mereka. Disiplin posirif
bertumpukan pada konsep bahwa para karyawan mesti memikul tanggung jawab atas tingkah laku
pribadi mereka dan persyaratan-persyaratan pekerjaan. Dengan sesi konseling dimaksudkan agar
karyawan belajar dari kekeliruan-kekeliruan silam dan memulai rencana untuk membuat suatu
perubahan positif dalam perilakunya. Alih-alih tergantung pada ancaman-ancaman dan hukuman-
hukuman, penyelia memakai keahlian-keahlian konseling untuk memotivasi para karyawan supaya
berubah. Alih-alih menimpakan kesalahan pada karyawan, penyelia menekankan pemecahan masalah
secara koboratif.

Sanksi Disiplin Kerja

Pelanggaran kerja adalah setiap ucapan, tulisan, perbuatan seorang pegawai yang melanggar peraturan
disiplin yang telah diatur oleh pimpinan organisasi. Sedangkan sanksi pelanggaran adalah hukuman
disiplin yang dijatuhkan pimpinan organisasi kepada pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang
telah diatur pimpinan organisasi.

Ada beberapa tingkat dan jenis sanksi pelanggaran kerja yang umumnya berlaku dalam suatu oranisasi
yaitu:

Sanksi Pelanggaran Ringan, dengan jenis:

1. Teguran Lisan

2. Teguran Tertulis

3. Pernyataan tidak puas secara tertulis


Sanksi Pelanggaran Sedang, dengan rincian:

1. Penundaan kenaikan gaji

2. Penurunan gaji

3. Penundaan kenaikan jabatan

Sanksi Pelanggaran Berat, dengan rincian:

1. Penurunan pangkat

2. Pembebasan dari jabatan

3. Pemberhentian

4. Pemecatan

Anda mungkin juga menyukai