Kelompok Tutor A4
Fasilitator
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
TAHUN AJARAN 2022/2023
V. Learning Objective
1. Derajat dehidrasi
2. Klasifikasi diare
3. Etiologi diare
4. Faktor resiko klinis
5. Faktor resiko internal
6. Faktor resiko eksternal
7. Faktor resiko personal
8. Jelaskan status gizi pada anak ini
9. Jelaskan bagaimana hubungan hygiene pribadi dengan sanitasi lingkungan
fisik, atau tempat tinggal dan lingkungan sekitar pada kasus ini
10. Jelaskan tentang pola asuh sehubungan dengan kasus ini
11. Jelaskan masalah genetik pada diare
12. Pemeriksaan penunjang diare
13. Komplikasi diare
14. Jelaskan mengapa terjadi anemia pada anak
15. Tatalaksana diare dan anemia secara farmakologi dan non farmakologi
16. Edukasi diare dan anemia pada kasus ini
Pembahasan:
1. Derajat dehidrasi
2. Klasifikasi diare
Rendle Short membuat klasifikasi berdasarkan pada ada atau tidak adanya infeksi :
A. Gastroenteritis (diare dan muntah) diklasifikasi menjadi 2 golongan : Diare infeksi
spesifik dan diare non-spesifik
a. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil (Shigella),
Enterokolitis stafilokok.
b. Diare non-spesifik : diare dietetik.
B. Klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena infeksi : Diare infeksi
enteral dan diare infeksi parenteral a. Diare infeksi enteral atau diare karena infeksi
saluran pencernaan yang terjadi di usus. b. Diare infeksi parenteral atau diare karena
infeksi di luar usus (otitis media akut (OMA).
3. Etiologi diare
1. Faktor Infeksi
1. Faktor enternal atau infeksi saluran pencernaan
a. Infeksi bakteri : Vibrio, Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Yersina.
b. Infeksi virus : Enterovirus, Rotavirus.
c. Infeksi parasite : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongiloides).
d. Infeksi protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Thrichomonas hominis.
e. Infeksi jamur : Candida albicans.
2. Faktor parenteral atau infeksi diluar saluran pencernaan
a. Otitis Media Akut (OMA).
b. nfeksi saluran pernafsan (Tonsilofaringitis).
2. Faktor Malabsorbsi
Faktor malabsorbsi meliputi :
1. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, galaktosa).
2. Malabsorbsi lemak.
3. Malabsorbsi protein.
3. Faktor Makanan
Faktor makanan seperti makanan basi, makanan beracun, atau alergi terhadap
makanan.
4. Faktor Psikologis
Faktor psikologis seperti rasa takut dan cemas, walaupun jarang tetapi menimbulkan
diare terutama ada anak yang lebih besar.
5. Faktor Lingkungan
Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor
ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan
tidak sehat karena tercemar kuman diare akibat perilaku manusia yang tidak sehat
pula, yaitu melalui makanan dan minuman.
6. Faktor Gizi
Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini
disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi.
7. Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap penyebab diare.kebanyakan
orang mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang
rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
8. Faktor Makanan dan Minuman yang Dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang
tidak dimasak dapat juga terjadi saat mandi atau saat berkumur. Kontaminasi alat-alat
makan dan dapur. Kontak kuman pada kotoran dapat ditularkan pada orang lain
apabila melekat pada tangan dan kemudian dipakai untuk memegang makanan.
Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan kebiasaan mencuci tangan
merupakan faktor perilaku yang berpengaruh dalam penyebaran kuman enterik dan
menurunkan risiko terjadinya diare. Terdapat hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan diare pada bayi dibawah 3 tahun. Bayi yang tidak mendapat ASI
eksklusif sebagian besar (52.9%) menderita diare, sedangkan bayi dengan ASI
eksklusif hanya 32.31% yang menderita diare. Kebiasaan tidak mencuci tangan
dengan sabun setelah buang air besar merupakan kebiasaan yang dapat
membahayakan anak, terutama ketika sang ibu memasak makanan dan menyuapi
anaknya, maka makanan tersebut dapat terkontaminasi oleh kuman sehingga dapat
menyebabkan diare. Perilaku yang dapat mengurangi risiko terjadinya diare adalah
mencuci sayur dan buah sebelum dikonsumsi, karena salah satu penyebaran diare
adalah melalui penyajian makanan yang tidak matang atau mentah.
9. Jelaskan bagaimana hubungan hygiene pribadi dengan sanitasi lingkungan fisik, atau
tempat tinggal dan lingkungan sekitar pada kasus ini
Pengasuhan orangtua kepada balita mempengaruhi ada atau tidak adanya diare
pada balita. Ini dikarenakan perilaku kesehatan juga merupakan aspek yang penting
dalam pengasuhan orangtua kepada anak. Manente diharapkan dapat membantu
meningkatkan pengetahuan Ibu tentang Penanganan Diare dengan melakukan
Penyuluhan Kesehatan atau pembagian liflet terutama kepada orang tua yang
memiliki anak usia balita. Responden diharapkan dapat mengetahui pola asuh yang
efektif serta meningkatkan kontrol terhadap anak usia balita terutama dalam hal
kebersihan diri dan kebersihan lingkungan agar penyakit diare dapat dicegah.
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet cilinictest bila
terdapat toleransi glukosa.
c. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
2. Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan PH dan
cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut
ASTRUP (bila memungkinkan)
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
4. Pemeriksaan elektronik terutama kadar natrium, kalium dan fosfat dalam serum
(terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
5. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit
secara kualitatif dan kuatitatif, terutama pada penderita diare kronik.
15. Tatalaksana diare dan anemia secara farmakologi dan non farmakologi
Tatalaksana Diare
1. Non farmakologi
Diet merupakan prioritas utama dalam penanganan diare. Menghentikan
konsumsi makanan padat dan susu perlu dilakukan. Apabila tubuh kehilangan banyak
cairan akibat diare disertai muntah dan suhu tubuh meningkat terutama pada balita
dan lansia, karena mereka lebih mudah terkena dehidrasi dan gangguan keseimbangan
cairan Sebagai minuman sebaiknya digunakan air teh dengan sedikit gula, kaldu tanpa
lemak dan juice buah-buahan. Sedangkan pada pasien yang tidak mengalami deplesi
volume, pemberian cairan bertujuan untuk pemeliharaan cairan dan elektrolit.
2. Farmakologi
Adsorben dan obat pembentuk massa, Adsorben seperti koalin, tidak dianjurkan
untuk diare akut. Obat-obat pembentuk massa seperti metil selulosa, isphagula, dan
strerkulia bermanfaat dalam mengendalikan konsistensi tinja pada ileostomi, serta
dalam mengendalikan diare akibat penyakit divertikular. Contoh obat yang termaksut
dalam golongan antara lain kaolin, pectin, dan attalpugit.
Tatalaksana Anemia
A. Farmakologi
1. Pemberian Zat besi oral
2. Pemberian Zat besi intramuscular. Terapi ini dipertimbangkan apabila
respon pemberian zat besi secara oral tidak berjalan baik.
B. Non Farmakologi
1. Tranfusi darah diberikan apabila gejala anemia disertai dengan adanya
resiko gagal jantung yakni ketika kadar Hb 5-8g/dl. Komponen darah yang
diberikan adalah PRC dengan tetesan lambat.
2. Mengonsumsi makanan yang bernutrisi dan bergizi tinggi, khususnya yang
kaya zat besi dan asam folat. Contoh makanan yang mengandung zat besi
misalnya daging (sapi atau unggas) rendah lemak yang dimasak matang,
makanan laut seperti ikan, cumi, kerang dan udang yang dimasak matang.
Sementara untuk makanan yang mengandung tinggi folat contohnya
sayuran hijau (bayam, brokoli, seledri, buncis, lobak hijau atau selada),
jeruk, alpukat, pepaya, pisang, kacang-kacangan (kacang polong, kacang
merah, kacang kedelai, kacang hijau), gandum dan kuning telur.
Edukasi Anemia
a. Tentang gizi dan jenis makanan yang mengandung kadar besi yang tinggi
dan absorpsi yang lebih baik misalnya ikan, hati dan daging.
b. Kandungan besi dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi
tetapi penyerapan/bioavailabilitasnya lebih tinggi (50%). Oleh karena itu
pemberian ASI ekslusif perlu digalakkan dengan pemberian suplementasi besi
dan makanan tambahan sesuai usia.
c. Penyuluhan mengenai kebersihan lingkungan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya infeksi bakteri / infestasi parasit sebagai salah satu
penyebab defisiensi besi.
Edukasi Diare
a. Pemberian ASI eksklusif
b. Perbaiki cara pemberian makanan pendamping ASI (MPASI)
c. Selalu gunakan air bersih
d. Cuci tangan dengan sabun, terutama setelah BAB dan saat menyajikan
makanan, Gunakan jamban dengan benar
e. Buang tinja bayi dan anak-anak dengan benar, Imunisasi campak
1. Pemeriksaan feses
Berat feses > 300 gram/24
jam mengkonfirmasi adanya
diare. Perhatikan bentuk
tinja,
apakah setengah cair, cair,
berlemak atau bercampur
darah. Diare seperti air dapat
terjadi
akibat kelainan pada semua
tingkat system pencernaan,
terutama usus halus.
Adanya
makanan yang tidak tercerna
merupakan manifestasi dari
kontak yang terlalu cepat
antara
tinja dan dinding usus yang
disebabkan cepatnya waktu
transit usus. Diare yang
bervolume
banyak dan berbau busuk
menunjukkan adanya infeksi
dan dapat dilakukan
pewarnaan gram
ataupun kultu
1. Pemeriksaan feses
Berat feses > 300 gram/24
jam mengkonfirmasi adanya
diare. Perhatikan bentuk
tinja,
apakah setengah cair, cair,
berlemak atau bercampur
darah. Diare seperti air dapat
terjadi
akibat kelainan pada semua
tingkat system pencernaan,
terutama usus halus.
Adanya
makanan yang tidak tercerna
merupakan manifestasi dari
kontak yang terlalu cepat
antara
tinja dan dinding usus yang
disebabkan cepatnya waktu
transit usus. Diare yang
bervolume
banyak dan berbau busuk
menunjukkan adanya infeksi
dan dapat dilakukan
pewarnaan gram
ataupun kult
gangguan pada ileum dan jejunum. Interpretasi gambaran usus lebih sulit
daripada
barium enema sehingga gambaran normal belum dapat menyingkirkan diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
Adyanastri F. etiologi dan gambaran klinis diare akut di RSUP Dr Kariadi semarang.
Universitas diponegoro. 2019.
Agustin, P. S. (2019). Pengaruh Kondisi Lingkungan Tidak Sehat Terhadap Diare Bagi
Anak-Anak. OSF Preprints.
Ariani AP. Diare Pencegahan dan pengobatannya. Nuha medika. 2016; 12-9.
Aryati, Norma Budi. 2021. Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja
Putri di Kabupaten Sukoharjo. Webinar Anemia Pada Remaja Putri Sukoharjo, 29
Mei 2021.
Awyono S. gambaran Prilaku Mencuci tangan pada Penderita Diare di Dsa Kintamani
Kabupaten Bangli Bali tahun 2015. Universitas udayana. 2015: 7(1).
Juffrie, & Mulyani, 2011. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi; Jilid 2, Badan penerbit:
IDAI.
Italia, Kamaluddin HMT, Sitorus JR. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan, Kebiasaan
Mandi dan Sumber Air Dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas 4 Ulu Kecamatan Seberang Ulu I Palembang. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan. 2016; 3(3): 173.
Kemenkes, RI. Situasi diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2.
Jakarta: triwulan 2, 2018; 1.
Kementrian Kesehatan RI. Perilaku Mencuci Tangan Pakai Sabun di Indonesia. Infodation
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2014.
Meliyanti, F. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita. Jurnal
Ilmu Kesehatan Aisyah. 2016; 1(2), 7.
Nurpauji SV, Nurjazuli, Yusniar. Hubungan Jenis Sumber Air, Kualitas Bakteriologis Air,
Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Lamper Tengah Semarang. Jurnal kesehatan masyarakat. 2015; 3(1).
Setiawan B, Diare akut karena infeksi, Dalam: Sudoyo A, Setyohadi B, Alwi I dkk. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta. Departemen IPD FK UI Juni
2019.
Wiryani NC, wibawa IDN. Pendekatan diagnostik dan terapi diare kronis. Jurnal penyakit
dalam. 2016; 8(1).