Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUTORIAL

BLOK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

MODUL 3 (ILMU KEDOKTERAN JIWA)

Disusun Oleh:

NAMA : Angelia Kharisty Saragih

NPM : 221210042

Kelompok Tutor A4

Fasilitator tutor

dr. Suryati Sinurat, M.K.M, AIFO-K

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya lah, saya dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada dr. Suryati Sinurat, M.K.M, AIFO-K yang telah membina dan
mengarahkan saya dalam pembelajaran tutorial. Makalah “Tutorial Blok Pertumbuhan dan
Perkembangan” ini saya buat untuk memenuhi salah satu tuntutan tugas pada proses
pembelajaran Tutorial.

Saya menyadari, laporan “Tutorial Blok Pertumbuhan dan Perkembangan” ini banyak
terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu,
saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Pembimbing Tutor kami, demi
perbaikan pada penulisan selanjutnya.

Demikianlah makalah ini saya buat, semoga bermanfaat. Atas perhatiannya saya ucapkan
terima kasih.

Medan, 21 November 2022

Angelia Kharisty Saragih


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i


DAFTAR ISI .........................................................................................................................ii
Skenario .................................................................................................................................1
I. Klarifikasi Istilah.......................................................................................................1
II. Identifikasi Masalah...................................................................................................1
III. Analisis Masalah........................................................................................................1
IV. Kerangka Konsep.......................................................................................................2
V. Learning Objective.....................................................................................................3
Pembahasan..............................................................................................................3
1. Definisi dari DD...........................................................................................3
2. Karakteristik dari ADHD.............................................................................3
3. Menjelaskan etiologi ADHD........................................................................5
4. Menjelaskan epidemiologi ADHD...............................................................5
5. Menjelaskan prognosis ADHD....................................................................6
6. Menjelaskan gejala klinis DD......................................................................6
7. Penatalaksanaan dari ADHD........................................................................8
8. Menjelaskan komplikasi pada kasus............................................................11
9. Menjelaskan pencegahan ADHD.................................................................11
10. Bagaimana peran dari orangtua terhadap pasien ADHD.............................12
KESIMPULAN......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................14
Pemicu
Anak AN, laki-laki, 9 thn, sekolah SD Negeri, Islam, Minang, alamat Kampung Baru. Pasien
dibawa ke klinik dengan diantar ibu kandungnya atas saran guru kelasnya karena sering
malas bersekolah dan nilai-nilai di sekolah menurun. Pasien sulit konsentrasi dan sering lupa
menaruh barang miliknya. Menurut guru anak tersebut sulit menyelesaikan tugas kelasnya,
diperlukan pengulangan beberapa instruksi supaya pasien bisa menyelesaikan tugasnya.
Pasien juga dikenal selalu berbuat kesalahan dan ceroboh dlm melakukan pekerjaannya
sehingga nilai-nilainya menurun, saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, pasien
juga sering menyela penjelasan yang diberikan gurunya. Pasien hanya menyenangi
pendidikan ekstrakurikuler yaitu sepak bola sementara pelajaran yang lain tidak. Pasien
adalah anak yang periang dan mudah bergaul dengan teman sebayanya.
Riwayat penyakit sebelumnya
a. Riwayat penggunaan zat: (-)
b. Kondisi medis umum: (-)
c. Riwayat penyakit dalam keluarga (-)

I. Klarifikasi Istilah
-
II. Identifikasi Masalah
1. Pasien malas bersekolah dan nilai-nilai disekolahnya menurun.
2. Pasien sulit berkonsentrasi dan sering lupa meletakkan barang miliknya.
3. Pasien sering berbuat kesalahan dan ceroboh dalam melakukan pekerjaan sehingga
nilainya menurun.

III. Analisis Masalah


1. Karena pasien sulit memahami pelajaran sehingga stress dan nilai disekolahnya
menurun.
2. Karena pasien mengalami sress, depresi, dan pola tidur kurang teratur sehingga
mengganggu daya ingat pasien.
3. Karena pasien memiliki perilaku yang buruk selalu menunda-nunda menyelesaikan
pekerjaan sehingga nilai pasien tidak bagus.
IV. Kerangka Konsep

Anak laki laki usia 9 tahun

Dibawa ke klinik

Pasien malas bersekolah dan Pasien sulit berkonsentrasi Pasien sering berbuat
nilai nilai sekolahnya dan sering lupa menaruh kesalahan dan ceroboh dalam
menurun barang miliknya melakukan pekerjaan,
sehingga nilainya menurun

Karena pasien sulit Karena pasien ada masalah Karena pasien memiliki
memahami pelajaran, stress, depresi dan pola tidur perilaku yang buruk, selalu
sehingga stress dan nilai kurang teratur sehingga daya menunda nunda pekerjaan,
sekolahnya menurun ingat pasien menurun sehingga nilai tidak bagus

DD:
1. ADHD
2. Syndrome Rett
3. Retardasi mental
V. Learning Objective
1. Definisi dari DD
2. Karakteristik dari ADHD
3. Menjelaskan etiologi ADHD
4. Menjelaskan epidemiologi ADHD
5. Menjelaskan prognosis ADHD
6. Menjelaskan gejala klinis DD
7. Penatalaksanaan dari ADHD
8. Menjelaskan komplikasi pada kasus
9. Menjelaskan pencegahan ADHD
10. Bagaimana peran dari orangtua terhadap pasien ADHD

Pembahasan
1. Defenisi dari DD
Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan
neurodevelopmental pada anak, yang ditandai dengan adanya gejala berkurangnya
perhatian dan atau hiperaktivitas atau impulsivitas yang berlebihan.
Sindrom Rett merupakan gangguan neurodegeneratif yang progresif diikuti
dengan tingkah laku autistik, demensia, ataksia, hilangnya penggunaan tangan yang
bertujuan dengan pergerakan tangan yang stereotipik, kejang dan perlambatan
pertumbuhan lingkar kepala disertai retardasi mental.
Retardasi mental adalah kondisi ketika kecerdasan atau kemampuan mental
seseorang berada dibawah rata-rata disertai dengan kurangnya keterampilan dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari. Seseorang dengan retardasi mental memiliki
keterbatasan dalam bidang fungsi intelektual (IQ) dan perilaku adaptif.

2. Karakteristik dari ADHD


a. Kurang Perhatian

Pada kriteria ini, penderita ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari
gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai
suatu tingkatan yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.

1) Seringkali gagal dalam memperhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang


detail atau membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah dan
kegiatan-kegiatan lainnya.
2) Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-
tugas atau kegiatan bermain.

3) Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung.

4) Seringkali tidak mengikuti baik-baik intruksi dan gagal dalam menyelesaikan


pekerjaan sekolah, pekerjaan atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan
karena perilaku melawan atau kegagalan untuk mengerti intruksi).

5) Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan.

6) Seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan


tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang didukung, seperti
menyelesaikan pekerjaan sekolah.

7) Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar

8) Seringkali lekas lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.

A. Hiperaktivitas Impulsifitas

Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas


berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang
maladaptif dan tidak dengan tingkat perkembangan.

1. Hiperaktivitas
a. Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka dan sering
menggeliat di kursi.

b. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi


lainnya dimana diharapkan agar anak tetap duduk.

c. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan


senggang secara tenang.

d. Sering berbicara berlebihan.

2. Impulsifitas
a. Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.

b. Mereka mengalami kesulitan menanti giliran.


c. Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya
memotong pembicaraan atau permainan.

3. Menjelaskan etiologi ADHD


Beberapa hal sebagai faktor penyebab ADHD kini sudah semakin jelas, yaitu
a. Faktor genetik (Keturunan)
Dari penelitian faktor keturunan pada anak kembar dan anak adopsi, tampak
bahwa faktor keturunan membawa peran sekitar 80%. Dengan kata lain bahwa
sekitar 80% dari perbedaan antara anak-anak yang mempunyai gejala ADHD di
kehidupan bermasyarakat akan ditentukan oleh faktor genetik. Anak dengan
orang tua yang menyandang ADHD mempunyai delapan kali kemungkinan
mempunyai resiko mendapatkan anak ADHD. Namun, belum diketahui gen
mana yang menyebabkan ADHD
b. Faktor Lingkungan
Saat ini tidak lagi diperdebatkan apakan ADHD disebabkan oleh lingkungan
ataukah gen, namun sekarang lebih mengarah pada bagaimana hubungan atau
interaksi yang terjadi antara faktor genetik dan lingkungan. Dengan kata lain,
ADHD juga bergantung pada kondisi gen tersebut dan efek negatiflingkungan,
bila hal ini terjadi secara bersamaan maka dapat dikatakan bahwa lingkungan
penuh resiko. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan secara luas,
termasuk lingungan psikologis (relasi dengan orang lain, berbagai kejadian dan
penanganan yang telah diberikan), lingkungan fisik (makanan, obat-obatan,
menyinaran), lingkungan biologis ( cedera otak, radang otak, komplikasi saat
melahirkan)

4. Menjelaskan epidemiologi ADHD


Data epidemiologi Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) menunjukan
bahwa kondisi ini merupakan penyakit mental tersering ketiga setelah depresi dan
gangguan cemas. Pada tahun 2015, ADHD diperkirakan terjadi pada 3,4% anak-anak
dan dewasa muda di seluruh dunia.

Global
Secara global, kejadian Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) tersebar
di seluruh dunia dengan angka yang bervariasi. Data epidemiologi yang tersedia
mengindikasikan bahwa ADHD mempengaruhi 3,4% populasi anak dan dewasa muda
seluruh dunia.

Indonesia
Prevalensi Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) secara nasional di
Indonesia belum diketahui. Berdasarkan data dari RSUP Sanglah Denpasar, selama
periode 2005-2006 terdapat 111 dari 162 pasien yang datang ke Klinik Tumbuh
Kembang RSUP Sanglah Denpasar yang terdiagnosis ADHD. Pasien terdiri dari
81,1% laki-laki dan 18,9% perempuan.
5. Menjelaskan Prognosis ADHD
Prognosis pasien ADHD umumnya baik bila:
1. Tidak ada faktor komorbid (penyakit penyerta) utama
2. Pasien yang merawatnya memperoleh cukup edukasi mengenai ADHD dan
manajemen penanganannya
3. Taat dalam melaksanakan terapi
4. Learning disabilities yang menyertai didiagnosa dan ditinjau ulang
5. Beberapa masalah emosional ditangani dengan baik oleh dokter umum atau
pasien dirujuk ke pusat kesehatan jiwa yang professional.
Sekitar 80% dari anak-anak yang menderita ADHD, gejalanya menetap sampai
remaja bahkan dewasa. Dengan peningkatan usia, maka gejala hiperaktif akan
berkurang tetapi gejala inatensi, impulsivitas, disorganisasi, dan kesulitan dalam
membangun hubungan dengan orang lain biasanya menetap dan semakin
menonjol.

6. Menjelaskan gejala klinis DD


1. Gejala Klinis ADHD
Anak yang mengalami ADHD memiliki gejala gangguan dikategorikan sebagai
berikut: kurangnya perhatian-kesulitan mempertahankan perhatian dan usaha
mental, kelupaan, dan distraksi; hiperaktif-gelisah, bicara berlebihan, dan gelisah;
dan impulsif-kesulitan menunggu giliran dan sering mengganggu orang lain.
Kriteria DSM-IV-TR juga mencakup onset pada usia 7 tahun, gangguan fungsi di
setidaknya 2 pengaturan (rumah, kantor, sekolah, pekerjaan), dan durasi
lebih dari 6 bulan.

2. Gejala Klinis Syndrome Rett


Empat manifestasi klinis merupakan fitur diagnostik inti dari sindrom Rett:
hilangnya bahasa ekspresif; hilangnya keterampilan motorik halus (yaitu tangan);
gangguan dalam ambulasi; dan adanya gerakan stereotip tangan. Ciri-ciri
karakteristik ini, dan lainnya yang lebih bervariasi dalam frekuensi dan tingkat
keparahan, muncul pada waktu yang berbeda selama perjalanan dinamis sindrom
Rett. Setelah periode pascakelahiran awal yang relatif normal, perlambatan
pertumbuhan kepala dan keterlambatan kognitif dan motorik global menjadi jelas
dan, biasanya antara 1,5 dan 3 tahun, berbagai kehilangan bahasa lisan dan
keterampilan tangan berkembang. Terkadang, ambulasi juga mengalami
kemunduran. Regresi perkembangan adalah ciri diagnostik khas dari sindrom Rett;
meskipun pemulihan fungsi umum terjadi, biasanya sebagian. Setelah kehilangan
keterampilan, manifestasi klinis lainnya muncul. Mereka termasuk, antara lain,
pernapasan dan kelainan otonom lainnya, kejang, skoliosis, dan tonus otot
abnormal (yang merupakan kriteria pendukung untuk individu dengan dua atau tiga
ciri inti, yang diberi label sebagai 'atipikal')

3. Gejala Klinis Retardasi Mental


Secara umum, gejala retardasi mental meliputi keterlambatan perkembangan
bahasa lisan, defisit dalam keterampilan memori, kesulitan mempelajari peran
sosial, kesulitan dengan keterampilan memecahkan masalah, penurunan
kemampuan belajar atau ketidakmampuan untuk memenuhi tuntutan pendidikan di
sekolah, kegagalan mencapai penanda perkembangan intelektual dan kurangnya
hambatan sosial. Namun, gejala keterbelakangan mental akan bervariasi tergantung
pada tingkat keparahan kondisinya.
a. Disabilitas intelektual ringan:
Sejak lahir hingga usia enam tahun, anak-anak ini mampu mengembangkan
keterampilan sosial dan komunikasi, tetapi keterampilan motoriknya sedikit
terganggu. Pada masa remaja akhir, mereka biasanya dapat membaca pada
tingkat kelas enam. Mereka biasanya mampu mengembangkan keterampilan
sosial yang sesuai, dan orang dewasa seringkali dapat bekerja dan menghidupi
diri mereka sendiri, meskipun beberapa dari individu ini mungkin memerlukan
bantuan selama masa tekanan sosial atau keuangan.
b. Disabilitas intelektual sedang:
Anak-anak dengan kondisi ini yang berusia enam tahun atau lebih muda dapat
berbicara dan berkomunikasi, tetapi biasanya memiliki kesadaran sosial yang
buruk. Koordinasi motorik mereka adil, dan remaja dapat mempelajari beberapa
keterampilan kerja dan sosial. Orang dewasa terkadang dapat menghidupi diri
sendiri dan mempertahankan pekerjaan, meskipun mereka sering membutuhkan
bimbingan dan bantuan selama periode stres.
c. Disabilitas intelektual berat:
Anak kecil dengan kondisi ini memiliki kemampuan berbicara yang terbatas,
meskipun biasanya mereka dapat mengucapkan beberapa kata. Koordinasi
motorik mereka sebagian besar buruk. Sementara remaja dapat berkomunikasi
dengan orang lain dan dapat mempelajari kebiasaan sederhana, mereka biasanya
membutuhkan bimbingan seumur hidup dan bantuan dalam kegiatan sehari-hari.
7. Penatalaksanaan dari ADHD
a. Secara Farmakologi
1. Terapi medikamentosa
Sekitar 80-90% pasien dengan ADHD mengalami perbaikan yang drastis
dengan menggunakan obat-obatan. Pengobatan dapat memperbaiki gejala
utama ADHD, seperti masalah konsentrasi, impulsitas dan hiperaktivitas.
Urutan pemilihan obat-obatan untuk ADHD adalah sebagai berikut.
Pilihan pertama: Psikostimulan
a. Methylfenidat (Ritalin 5-10 mg 2-3 kali sehari, Concerta 18 mg/ hari),
berfungsi untuk memperbaiki kerja neurotransmitter dopamin
b. Dexafetamine 5 mg
Efek samping: kesulitan tidur dan menurunnya nafsu makan

Pilihan kedua:
a. Atomoxetine (Strattera) 1,2 mg/KgBB/hari dengan dosis tunggal
Efek samping: mengantuk, nafsu makan menurun, mual, muntah, rasa
lelah dan gangguan pada perut.
b. Tricyclische Antidepresiva (imipramine) (Trofanil) atau Nortriplyline
(Nortrilen) 2-5 mg/KgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
Efek samping: menurunnya nafsumakan, mengantuk, pusing,gangguan
penglihatan, mudah tersinggung, sering buang air kecil, dan sembelit.
Kontraindikasi: masalah dengan jantung, epilepsi, schizofrenia, DM

Pilihan ketiga:
a. Clonidine (Dixarit) dan guanfacine (Estulic).0,05 mg 3-4 kali sehari.
Efek samping: peningkatan tekanan darah, sakit kepala, mual, gangguan
tidur dan munculnya rasa takut.
b. Neuroleptica, seperti:
- Risperidon (Risperdal), 0,5-2 mg/hari
- Pipamperon (Dipiperon). 20-40 mg/hari

Aturan dalam pengobatan ADHD adalah sebagai berikut.


a. Untuk ADHD yang berkombinasi dengan gangguan perilaku, pengobatannya
diawali dengan methylfenidat. Pilihan obat kedua yaitu atomoxetine.
Selanjutnya antidepresiva atau clonidine, dan bila perlu ditambah dengan
antipsikotika.
b. Untuk ADHD yang berkombinasi dengan gangguan rasa takut, maka
psikostimulansiadan atomoxetine merupakan pilihan utama, kemudian
pilihan selanjutnya adalah clonidine.
c. Untuk ADHD yang berkombinasi dengan depresi obat pilihan utama adalah
antidepre siva dengan SSRI (Selective Serotonine Reuptake Inhibitor),
kemudian apabila perlu salahsatu psikostimulansia.
d. Bila ADHD diikuti dengan tics (Giles de la Taurette Syndrome) dokter perlu
menilai seberapa berat tics tersebut. Dengan dasar itu ia bisa mengambil
keputusan, atau peng obatan diawali dengan atomoxetine atau clonidine (bila
terjadi tics yang banyak) atau methylfenidat.
e. Pada ADHD yang berkombinasi dengan autisme perlu dipilihkan obat antara
methylfenidat, atomoxetine dan clonidine, kemudian antidepresiva menjadi
pilihan kedua. Bila ada kombinasi seperti ini perlu juga diberi
resep antipsikotika.

b. Secara non-Farmakologi
1. Terapi perilaku
Terapi perilaku adalah suatu teknik terapi yang bertujuan untuk
menghilangkan perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial dan
membangun perilaku-perilaku baru yang secara sosial bermanfaat serta dapat
diterima. Prinsip dari terapi perilaku adalah menyusun ekspektasi yang jelas
atas perilaku anak. Memuji dan memberikan penghargaan untuk perilaku
positif dan menghalangi perilaku negatif. Strategi-strategi yang dapat
diterapkan pada terapi perilaku dalam rangka membantu menumbuhkan
perilaku baik pada anak jika dijalankan secara konsisten, antara lain sebagai
berikut.
1. Membuat jadwal rutin harian dan ditempelkan pada tempat yang mudah
dilihat.
2. Memuji perilaku baik.
3. Mengacuhkan perilaku kurang pantas yang ringan derajatnya.
4. Menggunakan perintah, petunjuk, dan penjelasan singkat, bukan
bertanya dan secara spesifik
5. Menggunakan kapan-setelah, misalnya: selesaikan PR mu, setelah itu
kamu boleh menonton TV.
6. Menetapkan aturan dasar, reward, dan konsekuensi sebelum aktivitas.
7. Mengubah perilaku negatif dengan cara membuat daftar pencapaian dan
reward.
8. Menerapkan disiplin yang efektif
9. Latihan menghadapi masalah (secara rutin bahas kemungkinan masalah
sehari-hari dan ajari bagaimana cara menghadapinya).
10. Membiasakan keteraturan dan kerapian
11. Mengurangi distraksi (belajar di meja yang rapi/tidak penuh dengan
barang lain, bersih dari mainan, dan matikan TV/radio).
12. Membantu anak menemukan bakatnya.
Pada terapi perilaku, terapis harus memainkan peran aktif dan direktif ketika
memberikan terapi. Sebab, terapis berfungsi sebagai guru, pengaruh, dan ahli
dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif. Terapis juga harus ahli
dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, yang
mengarah pada tingkah laku yang baru.

2. Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah bentuk layanan kesehatan kepada masyarakat atau
pasien yang mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan menggunakan
aktivitas bermakna (okupasi) untuk meningkatkan kemandirian individu pada
area aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas, dan pemanfaatan waktu
luang dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tujuan
utama dari okupasi terapi adalah memungkinkan individu untuk berperan serta
dalam aktivitas keseharian. Okupasi terapis mencapai tujuan ini
melalui kerja sama dengan kelompok dan masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan mereka, untuk terlibat dalam aktivitas yang mereka inginkan,
butuhkan, atau harapkan untuk dikerjakan, serta dengan mengubah aktivitas
atau lingkungan yang lebih baik untuk mendukung keterlibatan dalam
aktivitas.
Aktivitas yang dijalankan anak dan terapis pada sesi terapi okupasi, antara
lain sebagai berikut.
1. Bermain game, seperti menangkap atau memukul bola untuk
meningkatkan koordinasi fisik.
2. Melakukan kegiatan untuk mengelola kemarahan dan agresi.
3. Mempelajari cara-cara baru untuk melakukan tugas-tugas sehari-hari.
4. Melakukan teknik untuk meningkatkan fokus.
5. Praktik menulis tulisan tangan.
6. Mempraktikkan keterampilan sosial.
7. Bekerja dengan manajemen waktu. 8. Membuat sistem organisasi untuk
kelas dan rumah

3. Terapi bermain
Sebenarnya terapi bermain merupakan bagian dari terapi perilaku. Karena
luasnya batasan terapi bermain, maka penerapan terapi ini bagi penyandang
ADHD memerlukan batasan-batasan yang lebih spesifik, disesuaikan dengan
karakteristik setiap individu penyandang ADHD. Secara umum, terapi ini
digunakan sebagai media bagi anak ADHD untuk:
1. Mengalihkan perhatiannya dari aktivitas yang berlebihan, tetapi tidak
bermanfaat
2. Melatih anak melakukan tugas satu persatu;
1. Melatih anak menunggu giliran
2. Mengalihkan sasaran agresivitas.

4. Terapi musik
Terapi musik dapat diterapkan pada anak-anak penderita ADHD karena
musik bisa meningkatkan fokus dan perhatian, mengurangi hiperaktivitas, dan
memperkuat kemampuan sosial.
Musik merupakan ritme. Musik muncul dalam waktu tertentu, dengan
bagian awal, tengah, dan akhir yang terbagi secara jelas. Struktur pada ritme
ini dapat menenangkan anak dan membantu otak anak ADHD untuk membuat
perencanaan, melakukan antisipasi, dan bagaimana harus bereaksi. Musik juga
merangsang sinapsis saraf. Musik mampu menghubungkan saraf otak dengan
aktivitas kognitif lainnya. Oleh karena itu, mendengarkan musik dapat
mengaktifkan otak kiri dan kanan sekaligus. Musik dapat meningkatkan
dopamin dalam otak yang berfungsi mengatur perhatian atau konsentrasi,
ingatan, dan motivasi. Seba- gaimana diketahui, anak dengan gangguan
ADHD mengalami masalah dalam ketiga hal ini.
Dengan pengasuhan, pendidikan, dan latihan-latihan yang tepat, ditambah
terapi yang sesuai kebutuhan, gangguan ADHD dapat disembuhkan. Atau,
setidaknya diminimalisasi sehingga anak tetap dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik sehingga memiliki kesempatan yang luas untuk menggapai masa
depan yang gemilang. Namun, untuk menangani dan menyembuhkan
gangguan ADHD pada anak, tentu saja dibutuhkan kerja keras dan kesabaran
orang tua. Yang tidak kalah penting adalah pihak-pihak yang terkait dengan
penanganan anak, sepreti orang tua, guru, dan terapis, mampu menjalin kerja
sama secara sinergis. Dengan demikian, penanganan anak ADHD akan lebih
cepat memberikan hasil yang optimal.

8. Menjelaskan komplikasi dari kasus


Jika tidak ditangani makan akan terjadi komplikasi dari Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD) meliputi komplikasi psikis dan fisik yaitu
a. Gangguan tumbuh kembang
b. Penurunan kepercayaan diri
c. Kesulitan dalam kehidupan sosial dan akademik, apalagi dengan teman
sebayanya
d. Adanya perilaku berbahaya seperti penyalahgunaan zat atau kecelakaan
kendaraan bermotor.
e. Gangguan belajar, seperti kurang berkonsentreasi dalam memperhatikan guru
menerangkan atau tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
f. Gangguan makan, seperti tidak ingin makan ataubisa saja makannya berlebih
hingga menyebabkan pasien mengalami obesitas.
g. Oppositional defiant disorder
h. Hingga timbulnya gangguan psikotik seperti schizophrenia.
i. Risiko mengonsumsi minuman beralkohol dan NAPZA Ketika beranjak
dewasa
Dari pernyataan gejala gejala yang tertera di atas jika membandingkan dengan
perilaku anak pada kasus yang diberikan di atas ini masih termasuk komplikasi yang
ringan, karena pasien belum melakukan hal hal yang merujuk ke hal hal yang
berbahaya, seperti memakai alcohol, narkoba atau sampai melakukan sebuah
kecelakaan.

9. Menjelaskan pencegahan ADHD


a. Selama hamil, hindari segala sesuatu yang dapat membahayakan perkembangan
janin misalnya jangan minum alkohol, menggunakan narkoba atau merokok.
b. Lindungi atau jauhkan anak dari asap rokok dan paparan zat beracun seperti
timbal dan merkuri
c. Memberikan anak sarapan pagi kaya protein seperti selai kacang, yogurt, susu,
keju dan telur. Jangan biarkan anak makan sereal sarapan manis sebelum sekolah.
Gula (bagi beberapa anak) kandungan gluten dalam sereal membuat anak-anak
"gelisah" dan mengganggu kemampuan anak untuk belajar.
d. Anak-anak memiliki banyak energi alami. Cobalah untuk mendaftarkan anak
(terutama anak laki-laki) dalam olahraga aktif seperti sepak bola, atletik, tinju,
tenis, atau renang. Artikel Washington Post berpendapat bahwa anak-anak tidak
bisa duduk diam di sekolah karena mereka masih anak-anak.
e. Berikan anak pelampiasan kreativitas seperti musik, teater, tari, senam, atau seni.
f. Peka terhadap situasi sekolah anak. Apakah anak terlalu tertekan di sekolah dan
apakah ia mendapatkan dukungan yang ia butuhkan.
g. Pastikan anak cukup tidur di malam hari (9-10 jam). Kurang tidur menyebabkan
kurangnya perhatian, impulsif, dan cepat marah. Sebuah studi baru menemukan
bahwa ketika anak-anak tidur nyenyak maka perhatian dan fokus anak di sekolah
meningkat

10. Bagaimana Peran orang tua terhadap pasien ADHD


Orang tua merupakan figur yang pertama kali di lihat secara langsung oleh anak.
Dalam perkembangan kepribadian sang anak baik secara fisik maupun psikis, orang
tua lah yang akan menjadi salah satu faktor penentu apakah anak dapat bersosialisasi
dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya, atau malah menjadi seorang anak yang
tidak mempunyai kepercayaan diri. Orang tua akan sangat berperan dalam keluarga
baik untuk kebutuhan materil atau pun immaterial dan juga orang tua juga turut
terlibat dalam daur kehidupan anaknya.
Adanya keterbatasan dan hambatan perkembangan pada anak gangguan ADHD,
akan membuat kemungkinan orangtua yang mengalami stres dan reaksi psikologis
negatif lainnya. sehingga orangtua memerlukan waktu untuk bisa menerima kondisi
yang dialami anak. Orangtua yang dapat bersikap menerima keadaan diri dan
mempunyai anak tidak sempurna diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.

Senada dengan Mangunsong yang dikutip oleh Monika dan Fidelis E. Waruwu
(2006) bahwa, mengungkapkan berbagai bentuk keterlibatan orang tua sesuai dengan
peran dan tanggung jawab, antara lain :

a. Orang tua sebagai pengambil keputusan yang dimana tanggung jawab orang
tua tersebut lebih dalam membantu anak menyesuaikan diri, melakukan sosialisasi,
memfasilitasi hubungan dengan saudara kandung dalam keluarga, dan merencanaka
masa depan anak.

b. Proses penyesuain diri yaitu orang tua harus menerima realitas bahwa anak
mereka berbeda dengan anak normal pada umumnya, memiliki kesadaran intelektual
mengenai gangguan yang dialami anaknya serta orang tua harus bisa melakukan
penyesuaian emosional terhadap kondisi tersebut.
c. Sosialisasi anak yang dimana keperhatinan orang tua biasanya berasal dari
perlakuan masyarakat normal terhadap anak berkelainan karena merasa terasingkan
dan kurang menjalin sosialisasi dengan baik. Maka dari itu langkah sosialisasi bagi
anak berkebutuhan khusus sebaiknya dimulai dari kehidupan yang paling dekat yaitu
keluarga. Memperhatikan hubungan dengan saudara-saudaranya seperti kakak
maupun adik dari anak berkebutuhan khusus juga membutuhkan pemahaman keadaan
saudari dari mereka yang berbeda sehingga orang tua lebih peka terhadap keadaan
mereka untuk bisa saling memahami kondisi saudara berkebutuhan khusus
KESIMPULAN
Dari scenario, dapat disimpulkan bahwa os, laki-laki yang berusia 9 tahun mengalami
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Diagnosa ini dapat ditegakkan
berdasarkan keluhan yang dialami os yaitu sering malas bersekolah dan nilai-nilai di sekolah
menurun, sulit konsentrasi dan sering lupa menaruh barang miliknya, sulit menyelesaikan
tugas kelasnya dan diperlukan pengulangan beberapa instruksi supaya os bisa menyelesaikan
tugasnya. Os juga dikenal selalu berbuat kesalahan dan ceroboh dalam melakukan
pekerjaannya sehingga nilai-nilainya menurun serta hanya menyenangi pendidikan
ekstrakurikuler yaitu sepak bola sementara pelajaran yang lain tidak. Penatalaksanaan yang
dapat diberikan kepada os yaitu terapi farmakologi (psikostimulan seperti methylfenidat atau
dexafetamine) dan terapi non-farmakologi (seperti terapi perilaku, terapi okupasi, terapi
bermain dan terapi musik). Peran dari orangtua kepada os yaitu menerima os,
memperlakukan os dengan kasih sayang dan kesabaran walaupun sikap dan perilaku os
impulsif serta peka terhadap situasi sekolah os, apakah ia terlalu tertekan disekolah atau
tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Attention Deficit Hyperactivity Disorder. 4 February 18th 2005. Accessed August 3rd 2006.
American Psychiatric Association. The Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 5th ed. Amerika Serikat: American Psychiatric Association; 2013
Ayu, F. N., & Setiawati, Y. (2017). Genetics and Environment Factors in Attention
Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Jurnal Psikiatri, 6(2), 98–107.
Banerjee, A., Miller, M. T., Li, K., Sur, M., & Kaufmann, W. E. (2019). Towards a better
diagnosis and treatment of Rett syndrome: A model synaptic disorder. Brain, 142(2),
239–248.
MIF Baihaqi & M.Sugiarmin. (2006). Memahami dan Membantu Anak ADHD. Bandung:
Refika Aditama

Monika dan Fidelis E.Waruwu.(2006).Anak Berkebutuhan Khusus: Bagaimana Mengenal


dan Menanganinya.Jurnal Pravitae.Vol 2.No2.

Paternotte, Arga & Buitelaar. 2010. ADHD Attention Deficit Hyperactive Disorder. Jakarta:
Pernada
Soreff S. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD): Background, Pathophysiology,
Epidemiology. Medscape, 2019.
S, D. H., Santoso, M. B., & Rachmasari, Y. (2017). Peran Pekerja Sosial Dalam Penanganan
Anak Autis. Share : Social Work Journal, 7(2), 38.
Sudiharto, S. (2014). Pendidikan Kesehatan pada Klien TBC Paru Ditinjau dari Teori
Keperawatan Transkultural. Jurnal Keperawatan Indonesia, 6(1), 21–27.
Widijati,Utami. 2020. Terapi non medis Bagi ADHD. Temanggung : Desa Pustaka Indonesia
Wilens, Timothy E., and Thomas J. Spencer. 2010. “Understanding
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder from Childhood to Adulthood.” Postgraduate
Medicine. Medquest Communications LLC.

Anda mungkin juga menyukai