Disusun Oleh:
NPM : 221210042
Kelompok Tutor A4
Fasilitator tutor
FAKULTAS KEDOKTERAN
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya lah, saya dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada dr. Suryati Sinurat, M.K.M, AIFO-K yang telah membina dan
mengarahkan saya dalam pembelajaran tutorial. Makalah “Tutorial Blok Pertumbuhan dan
Perkembangan” ini saya buat untuk memenuhi salah satu tuntutan tugas pada proses
pembelajaran Tutorial.
Saya menyadari, laporan “Tutorial Blok Pertumbuhan dan Perkembangan” ini banyak
terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu,
saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Pembimbing Tutor kami, demi
perbaikan pada penulisan selanjutnya.
Demikianlah makalah ini saya buat, semoga bermanfaat. Atas perhatiannya saya ucapkan
terima kasih.
I. Klarifikasi Istilah
-
II. Identifikasi Masalah
1. Pasien malas bersekolah dan nilai-nilai disekolahnya menurun.
2. Pasien sulit berkonsentrasi dan sering lupa meletakkan barang miliknya.
3. Pasien sering berbuat kesalahan dan ceroboh dalam melakukan pekerjaan sehingga
nilainya menurun.
Dibawa ke klinik
Pasien malas bersekolah dan Pasien sulit berkonsentrasi Pasien sering berbuat
nilai nilai sekolahnya dan sering lupa menaruh kesalahan dan ceroboh dalam
menurun barang miliknya melakukan pekerjaan,
sehingga nilainya menurun
Karena pasien sulit Karena pasien ada masalah Karena pasien memiliki
memahami pelajaran, stress, depresi dan pola tidur perilaku yang buruk, selalu
sehingga stress dan nilai kurang teratur sehingga daya menunda nunda pekerjaan,
sekolahnya menurun ingat pasien menurun sehingga nilai tidak bagus
DD:
1. ADHD
2. Syndrome Rett
3. Retardasi mental
V. Learning Objective
1. Definisi dari DD
2. Karakteristik dari ADHD
3. Menjelaskan etiologi ADHD
4. Menjelaskan epidemiologi ADHD
5. Menjelaskan prognosis ADHD
6. Menjelaskan gejala klinis DD
7. Penatalaksanaan dari ADHD
8. Menjelaskan komplikasi pada kasus
9. Menjelaskan pencegahan ADHD
10. Bagaimana peran dari orangtua terhadap pasien ADHD
Pembahasan
1. Defenisi dari DD
Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan
neurodevelopmental pada anak, yang ditandai dengan adanya gejala berkurangnya
perhatian dan atau hiperaktivitas atau impulsivitas yang berlebihan.
Sindrom Rett merupakan gangguan neurodegeneratif yang progresif diikuti
dengan tingkah laku autistik, demensia, ataksia, hilangnya penggunaan tangan yang
bertujuan dengan pergerakan tangan yang stereotipik, kejang dan perlambatan
pertumbuhan lingkar kepala disertai retardasi mental.
Retardasi mental adalah kondisi ketika kecerdasan atau kemampuan mental
seseorang berada dibawah rata-rata disertai dengan kurangnya keterampilan dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari. Seseorang dengan retardasi mental memiliki
keterbatasan dalam bidang fungsi intelektual (IQ) dan perilaku adaptif.
Pada kriteria ini, penderita ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari
gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai
suatu tingkatan yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
A. Hiperaktivitas Impulsifitas
1. Hiperaktivitas
a. Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka dan sering
menggeliat di kursi.
2. Impulsifitas
a. Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.
Global
Secara global, kejadian Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) tersebar
di seluruh dunia dengan angka yang bervariasi. Data epidemiologi yang tersedia
mengindikasikan bahwa ADHD mempengaruhi 3,4% populasi anak dan dewasa muda
seluruh dunia.
Indonesia
Prevalensi Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) secara nasional di
Indonesia belum diketahui. Berdasarkan data dari RSUP Sanglah Denpasar, selama
periode 2005-2006 terdapat 111 dari 162 pasien yang datang ke Klinik Tumbuh
Kembang RSUP Sanglah Denpasar yang terdiagnosis ADHD. Pasien terdiri dari
81,1% laki-laki dan 18,9% perempuan.
5. Menjelaskan Prognosis ADHD
Prognosis pasien ADHD umumnya baik bila:
1. Tidak ada faktor komorbid (penyakit penyerta) utama
2. Pasien yang merawatnya memperoleh cukup edukasi mengenai ADHD dan
manajemen penanganannya
3. Taat dalam melaksanakan terapi
4. Learning disabilities yang menyertai didiagnosa dan ditinjau ulang
5. Beberapa masalah emosional ditangani dengan baik oleh dokter umum atau
pasien dirujuk ke pusat kesehatan jiwa yang professional.
Sekitar 80% dari anak-anak yang menderita ADHD, gejalanya menetap sampai
remaja bahkan dewasa. Dengan peningkatan usia, maka gejala hiperaktif akan
berkurang tetapi gejala inatensi, impulsivitas, disorganisasi, dan kesulitan dalam
membangun hubungan dengan orang lain biasanya menetap dan semakin
menonjol.
Pilihan kedua:
a. Atomoxetine (Strattera) 1,2 mg/KgBB/hari dengan dosis tunggal
Efek samping: mengantuk, nafsu makan menurun, mual, muntah, rasa
lelah dan gangguan pada perut.
b. Tricyclische Antidepresiva (imipramine) (Trofanil) atau Nortriplyline
(Nortrilen) 2-5 mg/KgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
Efek samping: menurunnya nafsumakan, mengantuk, pusing,gangguan
penglihatan, mudah tersinggung, sering buang air kecil, dan sembelit.
Kontraindikasi: masalah dengan jantung, epilepsi, schizofrenia, DM
Pilihan ketiga:
a. Clonidine (Dixarit) dan guanfacine (Estulic).0,05 mg 3-4 kali sehari.
Efek samping: peningkatan tekanan darah, sakit kepala, mual, gangguan
tidur dan munculnya rasa takut.
b. Neuroleptica, seperti:
- Risperidon (Risperdal), 0,5-2 mg/hari
- Pipamperon (Dipiperon). 20-40 mg/hari
b. Secara non-Farmakologi
1. Terapi perilaku
Terapi perilaku adalah suatu teknik terapi yang bertujuan untuk
menghilangkan perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial dan
membangun perilaku-perilaku baru yang secara sosial bermanfaat serta dapat
diterima. Prinsip dari terapi perilaku adalah menyusun ekspektasi yang jelas
atas perilaku anak. Memuji dan memberikan penghargaan untuk perilaku
positif dan menghalangi perilaku negatif. Strategi-strategi yang dapat
diterapkan pada terapi perilaku dalam rangka membantu menumbuhkan
perilaku baik pada anak jika dijalankan secara konsisten, antara lain sebagai
berikut.
1. Membuat jadwal rutin harian dan ditempelkan pada tempat yang mudah
dilihat.
2. Memuji perilaku baik.
3. Mengacuhkan perilaku kurang pantas yang ringan derajatnya.
4. Menggunakan perintah, petunjuk, dan penjelasan singkat, bukan
bertanya dan secara spesifik
5. Menggunakan kapan-setelah, misalnya: selesaikan PR mu, setelah itu
kamu boleh menonton TV.
6. Menetapkan aturan dasar, reward, dan konsekuensi sebelum aktivitas.
7. Mengubah perilaku negatif dengan cara membuat daftar pencapaian dan
reward.
8. Menerapkan disiplin yang efektif
9. Latihan menghadapi masalah (secara rutin bahas kemungkinan masalah
sehari-hari dan ajari bagaimana cara menghadapinya).
10. Membiasakan keteraturan dan kerapian
11. Mengurangi distraksi (belajar di meja yang rapi/tidak penuh dengan
barang lain, bersih dari mainan, dan matikan TV/radio).
12. Membantu anak menemukan bakatnya.
Pada terapi perilaku, terapis harus memainkan peran aktif dan direktif ketika
memberikan terapi. Sebab, terapis berfungsi sebagai guru, pengaruh, dan ahli
dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif. Terapis juga harus ahli
dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, yang
mengarah pada tingkah laku yang baru.
2. Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah bentuk layanan kesehatan kepada masyarakat atau
pasien yang mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan menggunakan
aktivitas bermakna (okupasi) untuk meningkatkan kemandirian individu pada
area aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas, dan pemanfaatan waktu
luang dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tujuan
utama dari okupasi terapi adalah memungkinkan individu untuk berperan serta
dalam aktivitas keseharian. Okupasi terapis mencapai tujuan ini
melalui kerja sama dengan kelompok dan masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan mereka, untuk terlibat dalam aktivitas yang mereka inginkan,
butuhkan, atau harapkan untuk dikerjakan, serta dengan mengubah aktivitas
atau lingkungan yang lebih baik untuk mendukung keterlibatan dalam
aktivitas.
Aktivitas yang dijalankan anak dan terapis pada sesi terapi okupasi, antara
lain sebagai berikut.
1. Bermain game, seperti menangkap atau memukul bola untuk
meningkatkan koordinasi fisik.
2. Melakukan kegiatan untuk mengelola kemarahan dan agresi.
3. Mempelajari cara-cara baru untuk melakukan tugas-tugas sehari-hari.
4. Melakukan teknik untuk meningkatkan fokus.
5. Praktik menulis tulisan tangan.
6. Mempraktikkan keterampilan sosial.
7. Bekerja dengan manajemen waktu. 8. Membuat sistem organisasi untuk
kelas dan rumah
3. Terapi bermain
Sebenarnya terapi bermain merupakan bagian dari terapi perilaku. Karena
luasnya batasan terapi bermain, maka penerapan terapi ini bagi penyandang
ADHD memerlukan batasan-batasan yang lebih spesifik, disesuaikan dengan
karakteristik setiap individu penyandang ADHD. Secara umum, terapi ini
digunakan sebagai media bagi anak ADHD untuk:
1. Mengalihkan perhatiannya dari aktivitas yang berlebihan, tetapi tidak
bermanfaat
2. Melatih anak melakukan tugas satu persatu;
1. Melatih anak menunggu giliran
2. Mengalihkan sasaran agresivitas.
4. Terapi musik
Terapi musik dapat diterapkan pada anak-anak penderita ADHD karena
musik bisa meningkatkan fokus dan perhatian, mengurangi hiperaktivitas, dan
memperkuat kemampuan sosial.
Musik merupakan ritme. Musik muncul dalam waktu tertentu, dengan
bagian awal, tengah, dan akhir yang terbagi secara jelas. Struktur pada ritme
ini dapat menenangkan anak dan membantu otak anak ADHD untuk membuat
perencanaan, melakukan antisipasi, dan bagaimana harus bereaksi. Musik juga
merangsang sinapsis saraf. Musik mampu menghubungkan saraf otak dengan
aktivitas kognitif lainnya. Oleh karena itu, mendengarkan musik dapat
mengaktifkan otak kiri dan kanan sekaligus. Musik dapat meningkatkan
dopamin dalam otak yang berfungsi mengatur perhatian atau konsentrasi,
ingatan, dan motivasi. Seba- gaimana diketahui, anak dengan gangguan
ADHD mengalami masalah dalam ketiga hal ini.
Dengan pengasuhan, pendidikan, dan latihan-latihan yang tepat, ditambah
terapi yang sesuai kebutuhan, gangguan ADHD dapat disembuhkan. Atau,
setidaknya diminimalisasi sehingga anak tetap dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik sehingga memiliki kesempatan yang luas untuk menggapai masa
depan yang gemilang. Namun, untuk menangani dan menyembuhkan
gangguan ADHD pada anak, tentu saja dibutuhkan kerja keras dan kesabaran
orang tua. Yang tidak kalah penting adalah pihak-pihak yang terkait dengan
penanganan anak, sepreti orang tua, guru, dan terapis, mampu menjalin kerja
sama secara sinergis. Dengan demikian, penanganan anak ADHD akan lebih
cepat memberikan hasil yang optimal.
Senada dengan Mangunsong yang dikutip oleh Monika dan Fidelis E. Waruwu
(2006) bahwa, mengungkapkan berbagai bentuk keterlibatan orang tua sesuai dengan
peran dan tanggung jawab, antara lain :
a. Orang tua sebagai pengambil keputusan yang dimana tanggung jawab orang
tua tersebut lebih dalam membantu anak menyesuaikan diri, melakukan sosialisasi,
memfasilitasi hubungan dengan saudara kandung dalam keluarga, dan merencanaka
masa depan anak.
b. Proses penyesuain diri yaitu orang tua harus menerima realitas bahwa anak
mereka berbeda dengan anak normal pada umumnya, memiliki kesadaran intelektual
mengenai gangguan yang dialami anaknya serta orang tua harus bisa melakukan
penyesuaian emosional terhadap kondisi tersebut.
c. Sosialisasi anak yang dimana keperhatinan orang tua biasanya berasal dari
perlakuan masyarakat normal terhadap anak berkelainan karena merasa terasingkan
dan kurang menjalin sosialisasi dengan baik. Maka dari itu langkah sosialisasi bagi
anak berkebutuhan khusus sebaiknya dimulai dari kehidupan yang paling dekat yaitu
keluarga. Memperhatikan hubungan dengan saudara-saudaranya seperti kakak
maupun adik dari anak berkebutuhan khusus juga membutuhkan pemahaman keadaan
saudari dari mereka yang berbeda sehingga orang tua lebih peka terhadap keadaan
mereka untuk bisa saling memahami kondisi saudara berkebutuhan khusus
KESIMPULAN
Dari scenario, dapat disimpulkan bahwa os, laki-laki yang berusia 9 tahun mengalami
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Diagnosa ini dapat ditegakkan
berdasarkan keluhan yang dialami os yaitu sering malas bersekolah dan nilai-nilai di sekolah
menurun, sulit konsentrasi dan sering lupa menaruh barang miliknya, sulit menyelesaikan
tugas kelasnya dan diperlukan pengulangan beberapa instruksi supaya os bisa menyelesaikan
tugasnya. Os juga dikenal selalu berbuat kesalahan dan ceroboh dalam melakukan
pekerjaannya sehingga nilai-nilainya menurun serta hanya menyenangi pendidikan
ekstrakurikuler yaitu sepak bola sementara pelajaran yang lain tidak. Penatalaksanaan yang
dapat diberikan kepada os yaitu terapi farmakologi (psikostimulan seperti methylfenidat atau
dexafetamine) dan terapi non-farmakologi (seperti terapi perilaku, terapi okupasi, terapi
bermain dan terapi musik). Peran dari orangtua kepada os yaitu menerima os,
memperlakukan os dengan kasih sayang dan kesabaran walaupun sikap dan perilaku os
impulsif serta peka terhadap situasi sekolah os, apakah ia terlalu tertekan disekolah atau
tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Attention Deficit Hyperactivity Disorder. 4 February 18th 2005. Accessed August 3rd 2006.
American Psychiatric Association. The Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 5th ed. Amerika Serikat: American Psychiatric Association; 2013
Ayu, F. N., & Setiawati, Y. (2017). Genetics and Environment Factors in Attention
Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Jurnal Psikiatri, 6(2), 98–107.
Banerjee, A., Miller, M. T., Li, K., Sur, M., & Kaufmann, W. E. (2019). Towards a better
diagnosis and treatment of Rett syndrome: A model synaptic disorder. Brain, 142(2),
239–248.
MIF Baihaqi & M.Sugiarmin. (2006). Memahami dan Membantu Anak ADHD. Bandung:
Refika Aditama
Paternotte, Arga & Buitelaar. 2010. ADHD Attention Deficit Hyperactive Disorder. Jakarta:
Pernada
Soreff S. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD): Background, Pathophysiology,
Epidemiology. Medscape, 2019.
S, D. H., Santoso, M. B., & Rachmasari, Y. (2017). Peran Pekerja Sosial Dalam Penanganan
Anak Autis. Share : Social Work Journal, 7(2), 38.
Sudiharto, S. (2014). Pendidikan Kesehatan pada Klien TBC Paru Ditinjau dari Teori
Keperawatan Transkultural. Jurnal Keperawatan Indonesia, 6(1), 21–27.
Widijati,Utami. 2020. Terapi non medis Bagi ADHD. Temanggung : Desa Pustaka Indonesia
Wilens, Timothy E., and Thomas J. Spencer. 2010. “Understanding
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder from Childhood to Adulthood.” Postgraduate
Medicine. Medquest Communications LLC.