Disusun Oleh:
Kelompok 1
Kelas : 3A/Keperawatan
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................... i
2.3 ADHD............................................................................................................. 28
iii
2.3.1 Definisi ADHD............................................................................... 28
3.1 kesimpulan…………………………………………………………….. 50
3. 2 Saran………………………………………………………………….. 51
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 52
iv
BAB I
PENDAHULUAN
2
ADHD merupakan kependekan dari attention deficit hyperactivity
disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif,
dan Disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti
gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, pernah ada istilah
ADD, kependekan dari attention deficit disorder yang berarti gangguan pemusatan
perhatian. Pada saat ditambahkan 'hiperactivity/hiperaktif’ penulisan istilahnya
menjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis
ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis istilah ini memberikan gambaran
tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup
disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan
impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian atau
rentang perhatian mudah teralihkan.
Jadi Anak ADHD merupakan anak yang mengalami gangguan pemusatan
perhatian yang seringkali ditemui pada anak. Anak dengan gangguan ADHD tidak
bisa berkomunikasi lebih lama dari lima menit. Kondisi ini juga disebut sebagai
gangguan Hiperkinetik. Gangguan Hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang
timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia tujuh tahun) dengan ciri
utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku
ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa. Dengan kata
lain, ia tidak bisa diam dalam waktu lama dan mudah teralihkan perhatiannya
terhadap suara yang berada disekitarnya. Gangguan ADHD ini tentunya
menggangu bahkan menghambat proses kegiatan belajar mengajar, sehingga guru
sulit untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah direncanakan.
Para ahli percaya bahwa setidaknya tiga dari seratus anak usia 4-14 tahun
menderita ADHD. Orang dewasa juga terpengaruh oleh ADHD, tetapi kerusakan
yang ditimbulkan terhadap kehidupan anak sering kali jauh lebih besar karena
efeknya terhadap keluarga, teman sekelas dan guru. ADHD dapat menyebabkan
anak-anak tidak punya teman, sering membuat kekacauan di rumah dan sekolah
dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengatahui tentang retradasi mental
2. Mengetahui tentang autis
3. Mengetahui tentang ADHD
1.3 Tujuan
1. Dapat Mengatahui tentang retradasi mental
2. Dapat Mengetahui tentang autis
3. Dapat Mengetahui tentang ADHD
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
perkembangan mental, tingkat intelegensi, bahasa, sosial, dan motorik.
Retardasi mental memiliki keterbatasan pada fungsi intelektual dan
kemampuan adaptasi. Keterbatasan kemampuan adaptasi meliputi
komunikasi, keterampilan sosial, akademik, kesehatan, keamanan, dan
merawat diri.
a. Retardasi mental ringan (IQ = 50 – 70, sekitar 85% dari orang yang
terkena retardasi mental)
b. Retardasi mental sedang (IQ = 35-55, sekitar 10% orang yang terkena
retardasi mental)
6
pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan
dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
7
a. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu
cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus-menerus.
f. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak retardasi mental
ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang
mempunyai retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut. Hal
itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam
memberikan perhatian terhadap lawan main.
8
2.1.4 Karakteristik Retardasi Mental
Anak retardasi mental memiliki karakteristik yang berbeda dari
anak normal lainnya. Mengacu pada fungsi intelektual yang secara jelas
berada di bawah rata-rata atau normal, sehingga menyebabkan
perkembangan kecerdasan dimiliki banyak hambatan, untuk itu diperlukan
layanan khusus guna membantu mengoptimalkan kemampuan dan
potensinya, hal ini terutama yang berkaitan dengan perawatan diri.
Sehingga pada kehidupannya kelak dapat mandiri dan tidak selalu
tergantung pada orang lain (Apriyanto, 2012).
9
e. Sebagian dari anak dengan gangguan perkembangan mempunyai
kelainan penyerta serebral palsi, kelainan saraf otot yang
disebabkan oleh kerusakan bagian tertentu pada otak saat
dilahirkan ataupun saat awal kehidupan. Mereka yang tergolong
memiliki serebral palsi mempunyai hambatan pada intelektual,
masalah berkaitan dengan gerak dan postur tubuh, pernapasan
mudah kedinginan, buta warna, kesulitan berbicara disebabkan
adanya kekejangan otot-otot mulut (artikulasi), serta kesulitan
sewaktu mengunyah dan menelan makanan yang keras seperti
permen karet, popcorn, sering kejang otot (seizure).
1. Keterampilan gerak.
10
i. Pada beberapa anak dengan gangguan perkembangan mempunyai
keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, serebral palsi,
gangguan perkembangan lain (nutrisi, sakit dan penyakit,
kecelakaan dan luka), epilepsi, dan disabilitas fisik dalam berbagai
porsi.
11
2.1.6 Pencegahan dan Pengobatan Retardasi Mental
Menurut Lumbantobing,S.M., (2001) dalam (Muhith, 2015)
menyatakan bahwa pencegahan dan pengobatan retardasi mental yaitu:
a. Pencegahan primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada
masyarakat, perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik
dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang
baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun
dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak).
b. Pencegahan sekunder
Meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak,
perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup
terlalu cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi, pada mikrosefali
yang konginetal, operasi tidak menolong).
c. Pencegahan tersier
Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus
sebaiknya di sekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada
yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif.
d. Konseling
Kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan
pragmantis dengan tujuan anatara lain membantu mereka dalam
mengatasi frustasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi
mental. orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh
karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum
ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat
yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.
e. Latihan dan pendidikan
1. Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya
kapasitas yang ada.
2. Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
12
3. Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat
mencari nafkah kelak.
f. Latihan diberikan secara kronologis
1. Latihan rumah : pelajaran-pelajaran mengenai makan
sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.
2. Latihan sekolah : yang penting dalam hal ini ialah
perkembangan sosial. 3) Latihan teknis : diberikan sesuai
dengan minat, jenis kelamin, dan kedudukan sosial.
3. Latihan moral : dari kecil anak harus diberitahukan apa
yang baik dan apa yang tidak baik. Agar anak mengerti,
maka tiaptiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan
hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah
13
Pemberian konseling ditujukan kepada orang tua dengan cara yang
fleksibel dan pragmatis. Konseling ini bertujuan untuk membantu orang
tua dalam mengatasi stressor karena memiliki anak dengan retadasi
mental. Beberapa orang tua mencari pengobatan agar anak mereka
menjadi pandai, sedangkan faktanya selama ini masih belum ada obat
dengan fungsi mencerdaskan anak, hanya ada obat dengan fungsi
membantu pertukaran zat-zat metabolisme sel otak. Selain itu, penjelasan
mengenai penyebab, cara perawatan, dan upaya dalam melatih
kemampuan perawata diri berpakaian pada anak retardasi mental.
b. Latihan dan Pendidikan
Membantu anak dalam penggunaan dan pengembangan kapasitas
atau kemampuan yang dimilikinya, memperbaiki sifat atau perilaku yang
salah ataupun perilaku anti sosial, serta mengembangkan dan
mengajarkan keahlian (skill) kepada anak retardasi mental agar dapat
digunakan untuk mencari nafkah hidupnya dikemudian hari.
c. Latihan yang Diberikan Secara Terus Menerus
Latihan dapat dilakukan di rumah dan disekolah yang meliputi
kemandirian dalam makan, berpakaian, dan kebersihan diri, latihan
mengenai sosialisasi dan perkembangan sosial, latihan teknis atau
keterampilan yang diberikan sesuai dengan bakat, minat, jenis kelamin,
dan kedudukan sosial, serta latihan moral meliputi pendidikan mengenai
baik dan buruk. Kegiatan perawatan diri terutama berpakaian merupakan
kegiatan yang memerlukan latihan secara terus menerus dan konsisten,
karena pada anak retardasi mental ringan sistem motorik dan kognitif
terganggu jadi pemahaman dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya
mereka memerlukan waktu yang lama dan memerlukan pendampingan
dari ibu.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Retardasi Mental
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada
anak yang menderita retardasi mental, yaitu:
1. Kromosom kariotipe
14
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
4. Titer virus untuk infeksi congenital
5. Serum asam urat
6. Laktat dan piruvat
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
8. Serum seng (Zn)
9. Logam berat dalam darah
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
11. Serum asam amino atau asam organic
12. Plasma ammonia
13. Urin mukopolisakarida
2.2 AUTIS
15
anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan
(gangguan pervatif). Autisme adalah suatu keadaan dimana
seorang anak berbuat semaunya sendiri, baik cara berfikir
maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih
muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autis bisa menimpa
siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial, Ekonomi,
maupun pendidikan seseorang.
Meskipun terlihat tidak wajar dan tidak bisa diterima di
khalayak umum, terkadang anak autis memiliki kemampuan
spesifik melebihi anak-anak seusianya. Sebagian besar penderita
autisme, yakni sekitar 75% termasuk alam kategori keterlambatan
mental. Tetapi sejumlah 10% dari mereka malah digolongkan
sebagai orang jenius. Orang-orang semacam ini memiliki
kemampuan luar biasa dalam berhitung, musik, atau seni.
Autis merupakan gangguan perkembangan neurobiologis
yang sangat komplek dalam kehidupan yang meliputi gangguan
pada aspek interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, dan perilaku
serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek
motoriknya. Gejala autis muncul pada usia sebelum 3 tahun
(Yuwono, 2012).
Autis adalah suatu bentuk ketidakmampuan dan gangguan
perilaku yang membuat penyandang lebih suka menyendiri.
Disamping itu autis juga merupakan suatu gangguan
perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi
(spektrum). Biasanya, gangguan ini meliputi cara berkomunikasi,
berinteraksi sosial dan kemampuan berimajinasi (Mulyati, 2010).
Autis merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan
pemahaman pervasif, dan bukan suatu bentuk penyakit mental
(Peeters, 2012). Autis merupakan gangguan pada perkembangan
interaksi sosial, komunikasi serta munculnya perilaku-perilaku
berulang yang tidak mempunyai tujuan. Autis bisa muncul
16
mengikuti retardasi mental namun bisa juga tidak. Selain itu autis
itu sendiri tidak memiliki keterkaitan dengan kecerdasan walaupun
sering ditemukan kemampuan verbal lebih rendah daripada yang
lain (Suryaningrum, Ingarianti, & Anwar, 2016).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
autis merupakan gangguan pada perkembangan, baik itu
komunikasi, interaksi sosial maupun emosi yang ditandai dengan
munculnya perilaku yang berulang.
17
memelihara suatu pembicaraan dua arah yang baik.
Bahasa tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotip.
d) Tidak bisa memberikan respons secara spontan.
2) Interaksi sosial
a) Tidak bisa menjalin ikatan sosial.
b) Menghindari kontak mata.
c) Seringkali menolak untuk dipeluk.
d) Keterampilan bermain terbatas.
e) Tidak mampu memahami pemikiran orang lain
f) Tidak mampu memahami perasaan orang lain.
g) Kesulitan menoleransi teman sebayanya.
3) Imajinasi Sosial
a) Tidak bisa menggunakan imajinasinya sendiri untuk
menciptakan gambaran.
b) Tidak bisa memahami lelucon
c) Kesulitan memulai sebuah permainan dengan anak
lain.
d) Tidak bisa meniru tindakan individu lain.
e) Lebih memilih untuk dibiarkan sendiri.
4) Pola bermain
a) Anak berkesulitan dalam mengatur serangkaian gerakan
tubuh saat menggunting kertas dan bersepeda.
b) Anak berkesulitan mengatur posisi tubuh dalam
kesehariannya, seperti saat mengenakan baju masih
memerlukan bantuan orang lain.
c) Berkesulitan mengatur letak tubuh dalam kelompok
benda atau orang yang ada di sekelilingnya.
d) Perasaan takut berjalan di jalan aspal.
e) Gross motor rendah seperti saat yang bersangkutan
berlari, memanjat, melompat, dan naik tangga.
f) Fine motor kurang, khususnya pada gerakan jari-
18
jemari. Koordinasi mata serta tangan yang kurang dan
sangat rendah.
5) Emosi
a) Tidak memunyai empati dan tidak mengerti
perasaan orang lain.
b) Kadang-kadang berperilaku menyakiti dirinya
sendiri.
c) Kadang melompat-lompat, mengamuk atau
menangis tanpa sebab, sehingga anak autis pun sulit
dibujuk. Ia bahkan menolak untuk digendong atau
dirayu oleh siapa pun.
2.2.3 Etiologi Autis
Penyebab dari autis ituu sendirii sebenarnya sudah ada
sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan.
Seorang ahli embrio yaitu Patricia Rodier menyebutkan bahwa
gejala autis disebabkan karena terjadinya kerusakan jaringan otak.
Peneliti lain menyebutkan karena bagian otak untuk
mengendalikan memori dan emosi menjadi lebih kecil dari anak
normal (Suteja, 2014).
Menurut Mujiyanti (2011), ada banyak tingkah laku yang
tercakup dalam anak autis dan ada 4 gejala yang selalu muncul
yaitu :
1. Isolasi social
Banyak anak autis yang menarik diri dari kontak sosial
kedalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic alones.
Hal ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia
akan bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak ada.
2. Kelemahan kognitif
Anak autis sebagian besar (±70%) mengalami
retardasi mental (IQ <70) disebut dengan autis tuna tetapi anak
autis infertile sedikit lebih baik. Contohnya dalam hal yang
19
berkaitan dengan sensor motoric. Anak autis dapat
meningkatkan hubungan social dengan temannya, tetapi hal itu
tidak berpengaruh terhadap retardasi mental yang dialami.
3. Kekurangan dalam bahasa
Lebih dari setengah autis tidak dapat berbicara, yang
lainnya hanya mengoceh, merengek, atau menunjukkan
ecocalia, yaitu menirukan apa yang dikatakan orang lain.
Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV atau
potongan kata yang terdengar tanpa tujuan. Beberapa anak
autis menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh.
4. Tingkah laku stereotif
Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-
ulang secara terus menerus tanpa tujuan yang jelas. Seperti
berputar-putar, berjingkat-jingkat dan lain sebagainya.
Gerakan ini dilakukan berulangulang disebabkan karena
kerusakan fisik, misalnya ada gangguan neurologis. Anak autis
juga mempunyai kebiasaan menarik-narik rambut dan
menggigit jari. Walaupun sering kesakitan akibat perbuatannya
sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini
sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga hanya tertarik
pada bagianbagian tertentu dari sebuah objek misalnya pada
roda mobil-mobilan. Anak autis juga menyukai keadaan
lingkungan dan kebiasaan yang monoton.
20
sebagainya.
3) Kelekatan terhadap benda tertentu
4) Perilaku tak terarah
5) Terpukau terhadap benda yang berputar atau benda
yang bergerak (Yuwono, 2012).
b. Interaksi sosial
1) Tidak mau menjalin interaksi seperti :kontak mata,
ekpresi muka, posisi tubuh serta gerak gerik kurang
setuju
2) Kesulitan dalam bermain dengan orang lain
ataupun teman sebayanya.
3) Tidak empati, perilakunya hanya sebagai minat atau
kesenangan
4) Kurang bisa melakukan interaksi sosial dan
emosional 2 arah (Moore, 2010).
c. Komunikasi dan bahasa
1) Terlambat bicara
2) Tidak ada usaha untuk berkomunikasi secara non
verbal dengan bahasa tubuh
3) Meracau dengan bahasa yang tidak dapat dipahami
4) Membeo (echolalia)
5) Tidak memahami pembicaraan orang lain (Nugraheni, 2008).
Secara kuantitas dan kualitas, ciri-ciri yang
ditunjukkan anak autis berbeda-beda. Ciri-ciri yang muncul
pada anak autis yaitu :
a) Gangguan pada komunikasi verbal dan nonverbal,
seperti terlambat bicara atau tidak dapat berbicara sama
sekali, mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat
dimengerti oleh orang lain. Disamping itu, dalam
berbicara tidak digunakan untuk komunikasi tapi hanya
meniru atau membeo bahkan beberapa anak sangat
21
pandai menirukan beberapa nyanyian maupun kata-kata
tanpa mengerti artinya, kadang bicara monoton seperti
robot, mimik mukanya datar, dan bila mendengar suara
yang disukainya akan bereaksi dengan cepat.
b) Gangguan pada bidang interaksi sosial, yaitu anak
menolak atau menghindar untuk bertatap muka, anak
mengalami ketulian, merasa tidak senang dan menolak
bila dipeluk, tidak ada usaha melakukan interaksi
dengan orang disekitarnya, jika ingin sesuatu ia akan
menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan
orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. Disamping
itu, bila didekati untuk bermain justru menjauh, tidak
berbagi kesenangan dengan orang lain, kadang mereka
mendekati orang lain untuk makan atau duduk
dipangkuan sebentar kemudian berdiri tanpa
memperlihatkan mimic apapun,
c) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain, seperti
tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton
dan melakukan gerakan yang sama berulang-ulang
sampai lama, jika sudah senang satu mainan tidak mau
mainan lain dan cara bermainnya pun aneh, terdapat
kelekatan dengan benda-benda tertentu, sering
melakukan perilaku rituslistik, dapat terlihat hiperaktif
sekali misalnya tidak dapat diam, lari ke sana kemari,
melompat-lompat, berputar-putar, dan memukul benda
berulang-ulang (Mulyati, 2010).
22
2.2.5 Pathway Autis
23
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang Autis
Menurut autis center Undip, pemeriksaan laboratorium
seperti:
a. Pemeriksaan sitogenetik berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis penyakit lain seperti Fragile-X syndrome
sehingga diagnosis autis menjadi lebih tepat.
b. Pemeriksaan molekuler & kadar logam berat berguna untuk
menemukan kemungkinan faktor-faktor risiko autis. Hasil
pemeriksaan di atas nantinya bisa digunakan sebagai dasar untuk
pemberian saran-saran dalam konseling bagi orang tua anak autis.
24
perhatiannya pada satu hal adalah juga gejala ADHD (ADD adalah
bentuk ADHD yang tidak disertai dengan hiperaktivitas).
ADHD adalah istilah populer, kependekan dari attention
deficit hyperactivity disorder; (Attention = perhatian, Deficit =
berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder = gangguan),
atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan
perhatian disertai hiperaktif. Istilah ini merupakan istilah yang
sering muncul pada dunia medis yang belakangan ini gencar pula
diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan psikologi. Istilah ini
memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan
secara internasional mencakup disfungsi otak dimana individu
mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat
perilaku, dan tidak mendukung tentang perhatian mereka. Jika hal
ini terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai
kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan
kesulitan- kesulitan lain yang kait mengait. Jadi, jika didefinisikan
secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak yang
memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang
konsentrasi, hiperaktif dan impulsif yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka
(Baihaqi, 2008 : 2).
25
kini sudah semakin jelas, yaitu
sekitar 80%. Dengan kata lain bahwa sekitar 80% dari perbedaan
(Paternotte&Buitelaar, 2010:17).
dunia. Umumnya sistem inhibisi akan mulai pada usia 2 tahun, dan
26
pada usia 4 tahun akan berkembang secara kuat. Tampaknya pada
c. Faktor Lingkungan
pada kondisi gen tersebut dan efek negatiflingkungan, bila hal ini
(Paternotte&Buitelaar, 2010:18).
27
2.3.3 Manifestasi Klinis ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder )
28
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder )
Pemeriksaan untuk mendiagnosis ADHD meliputi
wawancara dan pemeriksaan fisik. Dokter akan melakukan
wawancara, baik dengan anak maupun dengan orang tua, guru, dan
pengasuh.
Secara umum, wawancara dan pemeriksaan ini bertujuan
untuk:
a. Mendiagnosis apakah anak menderita ADHD.
b. Mengetahui tingkat keparahan ADHD yang diderita
anak.
A. Pengkajian
Menurut Hidayat (2005) pengkajian perkembangan anak
berdasarkan umur atau usia antara lain:
1. Neonatus (0-28 hari)
a. Apakah ketika dilahirkan neonatus menangis ?
a. Bagaimana kemampuan memutar-mutar kepala ?
b. Bagaimana kemampuan menghisap ?
c. Kapan mulai mengangkat kepala ?
29
d. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya
kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita
memberikan respons terhadap jari atau tangan) ?
e. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (menangis,
bereaksi terhadap suara atau bel) ?
f. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi (misalnya
tersenyum dan mulai menatap muka untuk mengenali seseorang ?
2. Masa bayi /Infant (28 – 1 tahun)
1. Bayi usia 1-4 bulan.
a. Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya
mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar
dengan ditopang, dapat duduk dengan kepala tegak, jatuh
terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi berdiri,
komtrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring
terlentang, berguling dari terlentang ke miring, posisi lengan
dan tungkai kurang fleksi danm berusaha untuk merangkan) ?
b. Bagaimanan kemampuan motorik halus anak (misalnya
memegang suatu objek, mengikuti objek dari satu sisi ke sisi
lain, mencoba memegang benda dan memaksukkan dalam
mulut, memegang benda tetapi terlepas, memperhatikan tangan
dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, menagan
benda di tangan walaupun hanya sebentar)?
c. Bagimana kemampuan berbahasan anak (kemampuan bersuara
dan tersenyum, dapat berbunyi huruf hidup, berceloteh, mulai
mampu mengucapkan kata ooh/ahh, tertawa dan berteriak,
mengoceh spontan atau berekasi dengan mengoceh) ?
d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya :
mengamati tangannya, tersenyum spontan dan membalas
senyum bila diajak tersenyum, mengenal ibunya dengan
penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak, tersenyum
pada wajah manusia, walaupun tidur dalams ehari lebih sedikit
30
dari waktu terhaga, membentuk siklus tidur bangun, menangis
menjadi sesuatu yang berbeda, membedakan wajah-wajah yang
dikenal dan tidak dikenal, senang menatap wajah-wajah yang
dikenalnya, diam saja apabila ada orang asing) ?
2. Bayi Umur 4-8 bulan
a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya dapat
telungkup pada alas dan sudah mulau mengangkat kepala
dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya dan pada
bulan keempat sudah mulai mampu memalingkan ke kanan dan
ke kiri , sudah mulai mampu duduk dengan kepala tegak, sudah
mampu membalik badan, bangkit dengan kepala tegak,
menumpu beban pada kaki dan dada terangkat dan menumpu
pada lengan, berayun ke depan dan kebelakang, berguling dari
terlentang ke tengkurap dan dapat dudu dengan bantuan selama
waktu singkat) ?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : sudah
mulai mengamati benda, mulai menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi benda yangs edang
dipegang, mengambil objek dengan tangan tertangkup, mampu
menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan,
menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan,
memindahkan obajek dari satu tangan ke tangan yang lain) ?
c. Bagaimana kemampuan berbahasan anak (misalnya : menirukan
bunyi atau kata-kata, menolek ke arah suara dan menoleh ke
arah sumber bunyi, tertawa, menjerit, menggunakan vokalisasi
semakin banyak, menggunakan kata yang terdiri dari dua suku
kata dan dapat membuat dua bunyi vokal yang bersamaan
seperti ba-ba)?
d. Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (misalnya
merasa terpaksa jika ada orang asing, mulai bermain dengan
31
mainan, takut akan kehadiran orang asing, mudah frustasi dan
memukul-mukul dengan lengan dan kaki jika sedang kesal)?
32
menunjukkan dua gambar, mampu mengkombinasikan kata-kata,
mulai mampu menunjukkan lambaian anggota badan) ?
d. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi sosial (misalnya:
membantu kegiatan di rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok
gigi serta mencoba memakai baju) ?
2. Masa Prasekolah (Preschool)
a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya:
kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik,
melompat dengan satu kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki,
menjelajah, membuat posisi merangkan dan berjalan dengan
bantuan) ?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya :
kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau
tiga bagian, memilih garis yang lebih panjang dan menggambar
orang, melepas objek dengan jari lurus, mampu menjepit benda,
melambaikan tangan, menggunakan tangannya untuk bermain,
menempatkan objek ke dalam wadah, makan sendiri, minum dari
cangkir dengan bantuan menggunakan sendok dengan bantuan,
makan dengan jari, membuat coretan diatas kertas)?
c. Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mampu
menyebutkan empat gambar, menyebutkan satu hingga dua warna,
menyebutkan kegunaan benda, menghitung atau mengartikan dua
kata, mengerti empat kata depan, mengertio beberapa kata sifat dan
sebagainya, menggunakan bunyi yntum mengidentifikasi objek,
orang dan aktivitas, menirukan bebagai bunyi kata, memahami arti
larangan, berespons terhadap panggilan dan orang-orang anggota
keluarga dekat)?
d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : bermain
dengan permainan sederhana, menagis jika dimarahi, membuat
permintaan sederhana dengan gaya tubuh, menunjukkan
33
peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, mengenali anggota
keluarga) ?
34
a. Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan
mengalami masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa
disadari sampai anak berusia todler atau masuk sekolah atau day
care.
b. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan
yang utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan
perilaku overaktif atau bahkan perilaku yang membahayakan di
rumah.
c. Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu
menghadapi perilaku anak.
d. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk
mendisplinkan anak atau mengubah perilaku anak dans emua itu
sebagian besar tidak berhasil.
2. Penampilan umum dan perilaku motoric
a. Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat serta
bergoyang-goyang saat mencoba melakukannya.
b. Anak mungkin lari mengelilingi ruangan dari satu benda ke benda
lain dengan sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c. Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat
melakukan suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan
sebelum pertanyaan berakhir dan gagal memberikan perhatian pada
apa yang telah dikatakan.
d. Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik
ke topik yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tahap
perkembangannya
3. Mood dan Afek
a. Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau temper
tantrum.
b. Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c. Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan
tampak memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
35
d. Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan
perlawanan dan kemarahan
36
e. Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari
sama sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang
lain.
f. Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang
menyukaiku di sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan
kurang teman dengan perilaku mereka sendiri.
7. Konsep diri
a. Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapis
ecara umum harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b. Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat mempunyai
banyak teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di
rumah, mereka biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka
buruk.
c. Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka
sendiri sebagai orang yang buruk dan bodoh
8. Peran dan hubungan
a. Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademik
maupun sosial.
b. Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang
menyebabkan perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
c. Orang tua sering menyakini bahwa anaknya sengaja dan keras
kepala dan berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak
yang didiagnosis dan diterapi.
d. Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki
keberhasilan yang terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak
terkontrol secara fisik, bahkan memukul orang tua atau merusak
barang-barang miliki keluarga.
e. Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun
secara fisik.
37
f. Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan
pengasuh atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak
yang mengalami ADHD yang meningkatkan penolakan anak.
C. Intervensi
1. Dx 1 : kerusakan interaksi social berhubungan dengan perubahan proses
pikir.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan interaksi
sosial berjalan baik.
Kriteria Hasil:
1. Interaksi dengan teman.
2. Interaksi dengan tetangga
3. Interaksi dengan keluarga
38
4. Ikut serta dalam aktivitas luang
5. Ikut serta dalam aktivitas sukarela
Intervensi:
1. Anjurkan klien dalam membangun hubungan teman, keluarga.
R/ membangun hubungan dengan teman dan keluarga dapat
memberikan stimulus pada anak untuk berinteraksi.
2. Anjurkan beraktivitas sosial dan komunitas
R/ aktivitas sosial dan komunitas dapat membentuk perilaku anak
yang positif.
3. Anjurkan penggunaan komunikasi verbal
R/ penggunaan komunikasi verbal mengajarkan anak untuk
berkomunikasi dengan baik.
4. Berikan tanggapan positif ketika klien bergaul dengan yang lain
R/ tanggapan positif pada anak dapat menimbulkan rasa percaya
diri anak dalam bergaul dengan orang lain.
5. Anjurkan merencanakan kelompok kecil untuk aktivitas tertentu
R/ kelompok kecil dapat memberikan stimulus pada anak dalam
berinteraksi dengan baik.
39
1. Amati perilaku anak secara sering. Lakukan hal ini melalui
aktivitas sehari-hari dan interaksi untuk menghindari timbulnya
rasa waspada dan kecurigaan
R/ Anak-anak pada risiko tinggi untuk melakukan pelanggaran
memerlukan pengamatan yang seksama untuk mencegah tindakan
yang membahayakan bagi diri sendiri atau orang lain
2. Amati terhadap perilaku-perilaku yang mengarah pada tindakan
bunuh diri
R/ Peryataan-pernyataan verbal seperti "Saya akan bunuh diri, "
atau "Tak lama ibu saya tidak perlu lagi menyusahkan diri karena
saxa" atau perilaku-perilaku non verbal seperti memnbagi-bagikan
barang-barang yang disenangi, alam perasaan berubah.
Kebanyakan anak yang mencoba untuk bunuh diri telah
menyampaikan maksudnya, baik secara verbal atau nonverbal.
3. Dapatkan kontrak verbal ataupun tertulis dari anak yang
menyatakan persetujuannya untuk tidak mencelakaka diri sendiri
dan menyetujui untuk mencari staf pada keadaan dimana pemikiran
kearah tersebut timbul
R/ Diskusi tentang perasaan-perasaan untuk bunuh diri dengan
seseorang yang dipercaya memberikan suatu derajat perasaan lega
pada anak. Suatu perjanjian membuat permasalahan menjadi
terbuka dan menempatkan beberapa tanggung jawab bagi
keselamatan dengan anak. Suatu sikap menerima anak sebagai
seseorang yang patut diperhatikan telah disampaikan.
4. Bantu anak mengenali kapan kemarahan terjadi dan untuk
menerima perasaan-perasaan tersebut sebagai miliknya sendiri.
Apakah anak telah menyimpan suatu : buku catatan kemarahan"
dimana catatan yang dialami dalam 24 jam disimpan.
R/ Informasi mengenai sumber tambahan dari merahan, respon
perilaku dan persepsia nak terhadap situasi juga harus dicatat.
40
Diskusikan asupan data dengan anak, anjurkan juga respons-
respons perilaku alternatif yang diidentifikasi sebagai maladaptif.
5. Singkirkan semua benda-benda yang berbahaya dari lingkungan
anak
R/ Keselamatan fisik anak adalah prioritas dari keperawatan.
6. Berikan obat-obatan penenang sesuai dengan pesanaan dokter atau
dapatkan pesanaan jika diperlukan. Pantau kefektifan obat-obatan
dan efek –sfek samping yang merugikan
R/ Obat-obatan antiansietas (misalnya diazepam, klordiazepoksida,
alprazolam) memberikan perasaan terbebas dari efek-efek
imobilisasi dari ansietas dan memudahkan kerjasama anak dengan
terapi.
3. Dx 3 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif
Tujuan : Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6
sampai 7 jamn setiap malam.
Kriteria Hasil:
1. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada
waktu tidur
2. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
3. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama
6 sampai 7 jam tanpa terbangun
Intervensi :
1. Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu
tidur
R/ Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan
2. Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan
dengan rasa takut dan ansietas-ansietas tertentu
R/ Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur
anak sehingfga perlu diidentifikasi penyebabnya
3. Duduk dengan anak sampai dia tertidur
R/ kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman
41
4. Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein
dihilangkan dari diet anak
R/ Kafein adalah stimulan SSP yang dapat mengganggu tidur
5. Berikan sarana perawatan yang membantu tidur (misalnya : gosok
punggung, latihan gerak relaksasi dengan musik lembut, susu
hangat dan mandi air hangat)
R/ Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan membuat bisa
tidur
6. Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya deviasi dari
jadwal ini
R/ Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus
rutin dari istirahat dan aktivitas
7. Beri jaminan ketersediaan kepada anak jika dia terbangun pada
malam hari dan dalam keadaan ketakutan
R/ Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman
4. Dx 4: Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang
disfungsi /koping idividu tidak efektif.
Tujuan :Anak memperlihatkan perasaan-perasaan nilai diri yang
meningkat saat pulang, ditandai dengan
Kriteria Hasil:
1. Mampu mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa
memperlihatkan rasa takut yang ektrim terhadap kegagalan.
Intervensi:
1. Pastikan bahwa sasaran-sasaran yang akan dicapat adalah realistis
R/ Hal ini penting bagi pasien untuk mencapai sesuatu, maka
rencana untuk aktivitas-aktivitas di mana kemungkinan untuk sukse
adalah mungkin dan kesuksesan ini dapat meningkatkan harga diri
anak
2. Sampai kan perhartian tanpa syarat bagi pasien
42
R/ Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadap anak sebagai
makhluk hidup yang berguna dapat meningkatkan harga diri
3. Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada satu ke satu basis
dan pada aktivitas-aktivitas kelompok
R/ Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa
bahwa dia berharga bagi waktu anda
4. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari
diri anak
R/ Aspek positif yang dimiliki anak dapat mengembangkan
rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang dilihatnya
sebagai hal yang negatif.
5. Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu
mekanisme sikap defensive
R/ Memberikan bantuan yang positif bagi identifikasi amsalah dan
pengembangan dari perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif.
Penguatan positif membantu meningkatkan harga diri dan
meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima
oleh pasien.
6. Memberikan dorongan dan dukungan kepada pasien dalam
menghadapi rasa takut terhadap kegagalan dengan mengikuti
aktivitas-aktivitas terapi dan melaksanakan tugas-tugas baru dan
berikan pengakuan tentang kerja keras yang berhasil dengan
penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan
R/ Pengakuan dan pengyatan positif meningkatkan harga
diri
7. Beri umpan balik positif kepada klien jika melakukan perilaku
yang mendekati pencapaian tugas
R/ Pendekatan ini yang disebut shaping adalah prosedur perilaku
ketika pendekatan yang beturut-turut akan perilaku yang
diinginkan, dikuatkan secara positid. Hal ini memungkinkan untuk
43
memberikan penghargaan kepada klien saat ia menunjukkan
harapan yang sebenarnya secara bertahap.
44
4. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positis dari
dan dalam mengembangkan rencana-rencana untuk merubah
karakteristik yang melihatnya sebagai negatif.
R/ Identifikasi aspek-aspek positif anak dapat membantu
mengembangkan aspek positif sehingga memiliki koping individu
yang efektif.
5. Bantu anak mengurangi penyangkalan sebagai suatu mekanisme
bersikap membela.
R/ Penguatan ypositif membantu meningkatkan harga diri dan
meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima
oleh anak.
6. Beri pengakuan tentang kerja keras yang berhasil dan penguatan
positif untuk usaha-usaha yang dilakukan.
45
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Retardasi Mental adalah keadaan dengan intelegensi yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi
gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga
oligofrenia (oligo=kurang atau sedikit dan fren=jiwa) atau tuna mental.
Kata Autisme, diambil dari kata Yunani “autos” = “aku”, dalam pengertian
non ilmiah mudah menimbulkan interpretasi yaitu bahwa semua anak yang
bersikap sangat mengarah kepada dirinya sendiri karena sebab apapun, disebut
autistik. Menurut Kanner seperti dikutip Noer Rohmah menjelaskan autisme
merupakan suatu hambatan perkembangan yang sudah nampak pada tahun-tahun
penghidupan pertama. Dugaan akan sebab-sebabnya ada bermacam-macam.Autis
adalah sindroma (kumpulan gejala) di mana terjadi penyimpangan perkembangan
sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak
autis seperti hidup dalam dunianya sendiri.
Autis tidak termasuk golongan penyakit, tetapi suatu kumpulan gejala
kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Anak autis tidak mampu
bersosialisasi, mengalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang-
ulang serta tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya. Dengan kata lain, pada
anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervatif).
Autisme adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat semaunya sendiri,
baik cara berfikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia
masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autis bisa menimpa siapa saja,
tanpa membedakan warna kulit, status sosial, Ekonomi, maupun pendidikan
seseorang.
46
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder,
atau dalam bahasa Indonesia disebut Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH). Ini tidak berarti penyandang ADHD mendapat perhatian
yang kurang dari orangtua atau gurunya. Kita membicarakan attention deficit
(kekurangan pemusatan perhatian) karena anak- anak ini mengalami kesulitan
untuk melakukan pemusatan perhatian terhadap tugas-tugas yang diberikan
kepada mereka. Sekalipun mempunyai motivasi yang baik, namun mereka sangat
sulit untuk mengerjakannya, dan kalaupun mengerjakannya maka mereka
menghabiskan banyak tenaga bila dibandingkan dengan anak-anak lainnya.
Menurut banyak pendapat, ADHD sering diidentikkan dengan anak yang banyak
gerak, padahal tidak selalu demikian. Tidak semua penyandang ADHD
mempunyai perilaku yang banyak gerak dan tidak dapat diam. Lagi pula banyak
gerak dan tidak dapat diam bukanlah satu-satunya masalah ketidakmampuannya
untuk memfokuskan dan menjaga perhatiannya pada satu hal adalah juga gejala
ADHD (ADD adalah bentuk ADHD yang tidak disertai dengan hiperaktivitas).
3.2 Saran
47
DAFTAR ISI
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Yogyakarta: Kata Hati, 2010),
hlm. 57.
Kaplan, M.D., Halord I, Sadock, M.D., Benjamin J., Grebb, M.D., Jack A. 2010.
Sinopsis Psikiatri, Jilid 2. Terjemahan Dr. Widjaja Kusuma. Tangerang:
Binarupa Aksara.
48
Meliastari. 2012. Mengurangi Hiperaktifitas Pada Anak Attention
Deficit/Hiperactivity Disorder (Adhd) Melalui Permainan Tradisional
Teropa Tempurung (Single Subject Research Kelas Iii Di Slb Negeri Lima
Kaum). http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=24428&val=1496. Diakses 18 Mei 2020
Mirza Maulana, Anak Autis, Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental
Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat, (Jogjakarta: Ar-Rruz Media
Group. 2010), hlm. 14.
Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
49