Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim,
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu. Fatma
Nofriza, M. Pd pada Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai gangguan ADHD
pada anak usia sekolah dasar bagi pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Wabilahittaufiq Walhidayah,
Adetya Yulyastuti
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
ii
3.1 Kesimpulan .............................................................................................15
3.2 Saran.......................................................................................................16
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Anak usia sekolah dasar atau yang biasa disebut dengan masa pertengahan dan
akhir anak-anak adalah tahapan dimana anak telah memasuki usia 6 (enam) sampai
dengan usia 12 (dua belas) tahun. Biasanya ditandai dengan masuknya anak ke
bangku kelas 1 (satu) sekolah dasar. Pada periode in, terjadi banyak sekali
perkembangan yang terjadi secara pesat dan penting bagi tumbuh kembang anak,
seperti perkembangan fisiknya, perkembangan kognitifnya, maupun perkembangan
psikososialnya. Selain itu, anak usia sekolah dasar juga telah dapat melakukan
beberapa aspek perkembangan, seperti mempelajari keterampilan fisik dalam
permainan, mengembangkan sikap, bersosialisasi dengan teman sebaya, dan lain
sebagainya.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas, maka
penulis berusaha ingin merumuskan beberapa masalah, diantaranya:
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis jabarkan di atas, maka pada
penulisan kali ini, penulis memiliki beberapa tujuan pembahasan, yaitu:
2
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Fisik
Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari
pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang
lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun ke
tahun di SD.
Usia 9 (sembilan) tahun tinggi dan berat badan anak laki‐laki dan perempuan
kurang lebih sama. Sebelum usia 9 (sembilan) tahun anak perempuan relatif
sedikit lebih pendek dan lebih langsing dari anak laki‐laki.
Akhir kelas 4 (empat), pada umumnya anak perempuan mulai mengalami masa
lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai mengalami pertumbuhan dengan
cepat.
Pada akhir kelas 5 (lima), umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan
lebih kuat daripada anak laki-laki. Anak laki‐laki memulai lonjakan pertumbuhan
pada usia sekitar 11 (sebelas) tahun.
Menjelang awal kelas 6 (enam), kebanyakan anak perempuan mendekati puncak
tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang ditandai dengan
menstruasi umumnya dimulai pada usia 12‐13 tahun. Anak laki‐laki memasuki
masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13‐16 tahun.
4
2. Perkembangan Kognitif
Menurut teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar sudah
masuk ke tahap pemikiran operasional konkrit (concrete operational thought), yaitu
aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau
konkrit yang dapat diukur. Pada tahap ini, mereka telah dapat memahami operasi logis
dengan bantuan benda konkrit. Anak-anak pada masa operasional konkrit ini telah
mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk menghubungkan aspek
dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak. Pada masa ini, anak sudah
mengembangkan pikiran logisnya. Ia mulai mampu memahami operasi dalam sejumlah
konsep, seperti 5 x 6 = 30; 30 : 6 = 5 (Johnson & Medinnus, 1974).
3. Perkembangan Psikososial
1. Belajar keterampilan fisik yang dibutuhkan dalam permainan. Selama waktu ini,
anak belajar menggunakan otot-ototnya untuk mempelajari berbagai macam
keterampilan. Oleh karena itu, pertumbuhan otot dan tulang anak usia sekolah dasar
berlangsung dengan cepat. Mereka juga memiliki kebutuhan yang tinggi untuk
beraktivitas dan bermain bersama dengan teman-teman sebayanya. Mereka sudah
mulai dapat melakukan permainan dengan aturan tertentu. Semakin tinggi umur dan
tingkatan kelas anak di sekolah, semakin jelas pula ciri khas aturan permainan yang
harus mereka patuhi.
5
mengetahui akibat yang akan didapatnya, jika mereka bertingkah laku yang dapat
membahayakan diri dan lingkungannya.
4. Belajar melakukan peranan sosial sebagai laki-laki dan wanita. Pada usia 9-10
tahun anak sudah mulai menyadari peran sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak
perempuan menunjukkan tingkah laku sebagaimana perempuan, dan anak laki-laki juga
sudahmulai menunjukkan tingkah lalu sebagaimana laki-laki. Pada masa ini anak sudah
menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu sesuai dengan jenis kelamin mereka.
6. Pengembangan konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan anak. Pada masa ini
anak hendaknya mempunyai berbagai konsep yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-harinya, seperti konsep warna, konsep jumlah, konsep perbandingan dan lain
sebagainya.
7. Pengembangan moral, nilai dan kata hati. Pada anak usia sekolah dasar,
hendaknya mereka diajarkan untuk mulai mengontrol tingkah laku mereka sesuai
dengan nilai dan moral yang berlaku. Anak hendaknya dapat mentaati peraturan,
menerima tanggung jawab dan mengakui adanya perbedaan antara dirinya dan orang
lain.
6
2.2 ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
1. Intensivitas atau tidak ada perhatian atau tidak menyimak, terdiri dari:
2. Impulsifitas atau tidak sabaran, bisa impulsif motorik dan impulsif verbal atau
kognitif, terdiri dari:
Kira-kira 75% anak dengan ADHD menunjukkan gejala perilaku agresi dan
menantang. Perilaku menantang dan agresi ini berkaitan dengan hubungan dalam
keluarga yang merugikan, sedangkan hiperaktivitas erat hubungan dengan gangguna
kinerja pas tes kognitif yang memerlukan konsentrasi. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa beberapa kerabat dari anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas menunjukkan ciri-ciri gangguan kepribadian antisosial.
Infeksi,
Pendarahan,
muntah hebat,
trauma,
obat atau jamu,
logam berat, dan
alergi obat-obatan tertentu.
9
Forceps, yaitu alat yang digunakan untuk membantu mengeluarkan bayi saat
persalinan, dan
Vacum, yaitu alat yang digunakan untuk memudahkan proses persalinan.
Trauma kepala,
Vaksinisasi MMR, Hepatitis B,
Infeksi: Influenza, diare,
Logam berat, dan
Zat adiktif: MSG, Pewarna, pengawet.
Sedangkan menurut Teori Belajar Sosial (dalam Nabsiah Ibrahim dan Rohana
Aldi, 2000) dijelaskan bahwa perilaku hiperaktif diperoleh dan dipelajari anak, observasi,
meniru perilaku sejenis pada orang tua atau saudara kandungan. Sehingga dapat
asumsikan bahwa perilaku hiperaktif pada usia sekolah dasar nampaknya juga
disebabkan oleh peniruan anak terhadap hasil observasinya terhadap orang-orang dan
lingkungan sekitarnya yang kemudian ditirunya dan kemudian menjadi suatu kebiasaan
yang melekat dan sulit untuk dihilangkan.
Dalam Jurnal Ilmiah Widya Wacana Volume 6. Nomor 1. Januari 2010 dijelaskan
bahwa faktor-faktor penyebab perilaku hiperaktif pada anak penderita ADHD dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Faktor Neurologik
Bayi yang lahir dengan masalah-masalah prenatal, seperti proses persalinan
yang lama, distres fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forceps, toksimia
gravidarum atau eklamsia memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami
gnagguan hiperaktif fibandingkan dengan bayi dengan kehamilan dan persalinan
normal. Selain itu, bayi yang lahir dengan berat badan lebih rendah daripada
bayi pada umumnya serta ibu perokok dan peminum minuman keras juga
berpeluang lebih besar untuk melahirkan anak dengan gangguan hiperaktif.
Terjadinya perkembangan otak yang lambat, dimana telah terjadi disfungsi pada
salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin sendiri
merupakan salah satu zat aktif yang berguna untuk memelihara proses
konsentrasi.
10
Terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu, daerah-daerah tersebut
meliputi daerah striatum, daerah orbital-prefontal, dan daerah orbital-limbik otak
khususnya sisi sebelah kanan.
2. Faktor Toksik
Beberapa zat yang terkandung dalam bahan makanan seperti salisilat dan bahan-
bahan pengawet ternyata juga memiliki potensi yang menyebabkan anak mengalami
gangguan hiperaktif. Selain itu, meningkatnya kadar timah (lead) dalam serum darah
anak, ibu yang perokok dan mengkonsumsi alkohol, paparan serta sinar X saat hamil
juga dapat berpotensi menyebabkan anak mengalami gangguan hiperaktif.
3. Faktor Genetik
Ternyata, anak dengan gangguan hiperaktif memiliki kolerasi yang tinggi terhadap
anggota keluarganya, yakni sekitar 25-35% orang tua dan saudara kandung yang masa
kecilnya mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) akan
menurunkannya pada anak baik anak tunggal maupun anak kembar.
1. Sebagai modelling. Orangtua sebagai contoh atau teladan bagi anak dalam
menjalankan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Peran orangtua sebagai
modelling pastinya dipandang sebagai suatu hal yang mendasar dalam
membentuk perkembangan dan kepribadian anak.
2. Sebagai mentoring. Orangtua merupakan pembimbing pertama bagi anak dalam
menjalin hubungan dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya. Selain itu,
orangtua juga berperan sebagai sumber pertama dalam perkembangan
perasaan positif dan negatif anak.
3. Sebagai organizing. Orangtua berperan dalam mengatur, mengontrol,
merencanakan, dan bekerjasama dalam menyelesaikan setiap permasalahan
11
yang terjadi. Orangtua dituntut untuk bersikap adil dan bijaksana dalam
menyelesaikan permasalahan anak, terutama permasalahan yang timbul akibat
kecemburuan terhadap saudaranya.
4. Sebagai teaching. Orangtua adalah pendidik utama, pengamat, pendengar, dan
pemberi kasih sayang untuk anak. Orangtua berkewajiban untuk mendorong,
mengawasi, membimbing, dan mengajarkan anaknya tentang nilai-nilai moral
yang berlaku dimasyarakat.
Perkembangan anak ADHP akan lebih optimal jika mereka mendapatkan tempat
dan perlakuan yang sesuai serta penanganan yang tepat. Keluarga adalah lingkungan
yang utama bagi anak ADHD, khususnya orang tua karena orangtua berperan penting
dalam memfasilitasi, mensupport, dan mengarahkan anak ADHP yang membutuhkan
bantuan dan pengertian dari orang-orang disekitarnya.
Menurut Hewett & Frank D (1968), Penangangan dan pelayanan orang tua terhadap
anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak mengalami Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas, diantaranya sebagai berikut:
Sebagai pendamping utama (as aids), yaitu sebagai pendamping utama dalam
membantu tercapainya tujuan layanan penanganan dan pendidikan anak.
Sebagai advokat (as advocates), yaitu mengerti, mengusahakan, dan menjaga
hak anak dalam kesempatan mendapat penanganan dan pendidikan sesuai
dengan karakteristik khususnya.
Sebagai sumber (as sources), menjadi sumber data yang lengkap dan benar
mengenai diri anak dalam usaha intervensi perilaku anak.
Sebagai guru (as teacher), berperan menjadi pendidik bagi anak dalam
kehidupan sehari-hari diluar jam sekolah.
Sebagai diagnostisian (as diagnosticians), penentu karakteristik dan jenis
kebutuhan khusus dan berkemampuan melakukan treatment, terutama diluar
jam sekolah.
Disamping itu, peran ibu menjadi sangat penting karena ibu memiliki andil yang
sangat besar dalam menciptakan situasi positif di rumah yang mendukung penanganan
anak berkebutuhan khusus. Suasana positif di sekitar lingkungan rumah anak inilah
yang menentukan keberhasilan belajar anak (Pujaningsih, 2006).
12
Heward (2003) menyatakan bahwa efektivitas berbagai program penanganan
dan peningkatan kemampuan hidup anak berkebutuhan khusus akan sangat ditentukan
oleh peran serta dan dukungan penuh dari keluarga, sebab keluarga adalah pihak yang
mengenal dan memahami berbagai aspek dalam diri seseorang dengan jauh lebih baik
daripada orang-orang lain. Sebaliknya, penolakan atau minimnya dukungan yang
diterima dari orang-orang terdekat akan membuat mereka semakin rendah diri dan
menarik diri dari usaha karena lingkungan, serta enggan berusaha lagi karena selalu
diliputi ketakutan ketika berhadapan dnegan orang lain maupun untuk melakukan
sesuatu dan pada akhirnya mereka benar-benar menjadi orang yang tidak dapat
berfungsi secara sosial.
Selain itu, guru juga dapat menggunakan bantuan media pembelajaran visual.
Melalui gambar, diharapkan anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) dapat lebih fokus memperhatikan pembelajaran yang tengah
dibawakan oleh guru bidang studi didepan kelas. Namun, terkadang guru juga harus
memberikan penanganan khusus pada anak ADHD karena mereka berhak
13
mendapatkan hak-haknya sebagai peserta didik juga agar mereka tetap memeiliki
harapan untuk masa depannya.
14
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Usia Sekolah Dasar adalah anak yang telah memasuki umur 6 (enam) sampai
dengan 12 (duabelas) tahun. Biasanya ditandai dengan anak yang mulai menginjak
bangsu sekolah dasar. Usia sekolah dasar juga sering disebut sebagai Masa Akhir
Anak-anak. Pada masa ini, anak mengalami beberapa perkembangan yang pesat dan
penting. Pada tahapan masa ini, pemikiran anak sudah masuk ke tahap pemikiran
operasional konkrit (concrete operational thought), yaitu aktivitas mental yang
difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkrit yang dapat
diukur, sehingga anak mampu untuk mengembangkan pikiran logisnya. Mereka juga
mulai merasa dapat mengerjakan tugas-tugasnya sendiri, sehingga tahap ini disebut
juga dengan tahap “I can do it myself”.
15
umum, diantaranya adalah: (1) Intensivitas, (2) Impulsifitas, (3) Hiperaktivitas. Sekitar
75% anak dengan ADHD juga menunjukkan perilaku agresi dan menentang.
Perilaku hiperaktif pada anak penderita ADHD biasanya disebabkan oleh faktor
kultural dan psikososial yang meliputi: (1) Pemanjaan, (2) Kurangnya pengawasan, (3)
Orientasi kesenangan. Dalam Teori Belajar Sosial disebutkan bahwa perilaku hiperaktif
pada anak penderita ADHD diperoleh dari perilaku sejenis yang dilakukan oleh orang-
orang terdekatnya. Faktor-faktor perilaku hiperaktif pada anak penderita ADHD
diantaranya: (1) Faktor Neurologik, (2) Faktor Toksik, (3) Faktor Genetik, (4) Faktor
psikososial dan lingkungan.
Guru memiliki kedudukan yang penting dalam dalam dunia pendidikan, karena
dengan ilmu yang dimilikinya dapat membantu peserta didik dalam proses
pengembangan diri serta pengoptimalan bakat dan kemampuan yang dimilikinya.
Proses pembelajaran untuk anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) tidak semudah anak-anak pada umumnya, guru dituntut untuk
lebih kreatif dan inovatif dalam mengajar. Adapun beberapa metode belajar yang dapat
diterapkan oleh guru dalam menghadapi anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas (GPPH) sebagai berikut: (1) Menerapkan Teori Belajar Kognitif yang
menuntut keaktifan siswa, dan (2) Menggunakan media pembelajaran visual.
3.2 SARAN
16
Bagi Guru
Bagi Orangtua
17
DAFTAR PUSTAKA
CH, Putri dkk. 2019. Jurnal. Prestasi Akademik pada Anak dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas di Sembilan Sekolah Dasar Swasta di
Kota Manado, Vol.7 No.2, 2019. Diunduh dari
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JKKT/article/download/27661/27175
(diakses pada 3 Februari 2021)
Ersta Kusumaningtyas, Lydia. 2020. Jurnal. Mengenal Sekilas Tentang Anak Hiperaktif,
Vol.6 No.1, 2020. Diunduh dari
http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/widyawacana/article/viewFile/738/611 (diakses
pada 3 Februari 2021)
Istiani, Ika. 2013. Jurnal. Pengaruh Peran Orang Tua…. Diunduh dari
http://repository.ump.ac.id/6006/3/Ikan%20Istiani%20BAB%20II.pdf (diakses pada
4 Februari 2021)
Khaulani, Fatma dkk. 2020. Jurnal. FASE DAN TUGAS PERKEMBANGAN ANAK
SEKOLAH DASAR, Vol.7 No.1, 2020. Diunduh dari
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/pendas/article/view/7372 (diakses pada 3
Februari 2021).
Prasasti Suci dan Heni Wahyun.Tanpa Tahun. Jurnal. PERAN ORANG TUA DALAM
PENANGANAN ANAK HIPERAKTIF. Diunduh dari
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JIK/article/view/830/520520685 (diakses pada 2
Februari 2021).
Rozie, Fachrul dkk. 2019. Jurnal. PERAN GURU DALAM PENANGAN PERILAKU
ANAK HIPERAKTIF DI TK NEGERI 1 SAMARINDA, Vol.1 No.2, 2019. Diunduh
18
dari http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/jece/article/download/12874/pdf (diakses
pada 2 Februari 2021).
Sugiayanto. Tanpa Tahun. Jurnal. KARAKTERISTIK ANAK USIA SD. Diunduh dari
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319838/pengabdian/Karakteristik+Siswa+SD.p
df (diakses pada 3 Februari 2021)
Yuliana, Yayuk. 2017. TEKNIK GURU DALAM MENANANGI ANAK HIPERAKTIF (Studi
Kasus di Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Sukopuro Jabung Malang).
Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Diunduh dari
http://etheses.uin-malang.ac.id/6908/1/11140103.pdf (diakses pada 2 Februari
2021).
19