Anda di halaman 1dari 23

“ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder)

pada Anak Usia Sekolah Dasar”


Mata Kuliah: Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja
Dosen Pengampu: Ibu. Fatma Nofriza, M. Pd

Oleh :

Nama : Adetya Yulyastuti


NIM : 2001015063
Kelas : 1A

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu Wa


Ta‟ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ADHD (Attention Deficit Hiperactivity
Disorder) pada Anak Usia Sekolah Dasar” ini tepat pada waktunya. Tidak lupa shalawat
serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam, yang
syafa‟atnya kita nantikan di Hari Pembalasan kelak.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu. Fatma Nofriza,


M. Pd yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tanpa ada kendala sedikitpun. Tak lupa juga, penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu. Fatma
Nofriza, M. Pd pada Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai gangguan ADHD
pada anak usia sekolah dasar bagi pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.

Wabilahittaufiq Walhidayah,

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 05 Februari 2021

Adetya Yulyastuti

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................2

1.3 Tujuan Pembahasan ..............................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Anak Usia Sekolah Dasar .......................................................................3

Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar ...................................................3

Aspek Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar ...................................4

Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar ...................................5

2.2 ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder) ......................................7

Mengenali Gejala ADHD .........................................................................7

Penyebab ADHD pada Anak ..................................................................8

Peran Orangtua dalam Menangani Anak ADHD .....................................11

Peran Guru dalam Menangani Anak ADHD ............................................13

Hubungan Antara ADHD Terhadap Prestasi Belajar Anak......................14

BAB 3 PENUTUP

ii
3.1 Kesimpulan .............................................................................................15

3.2 Saran.......................................................................................................16

Bagi Guru ..................................................................................................17

Bagi Orangtua ...........................................................................................17

Bagi Anak Penderita ADHD ......................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................18

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak usia sekolah dasar atau yang biasa disebut dengan masa pertengahan dan
akhir anak-anak adalah tahapan dimana anak telah memasuki usia 6 (enam) sampai
dengan usia 12 (dua belas) tahun. Biasanya ditandai dengan masuknya anak ke
bangku kelas 1 (satu) sekolah dasar. Pada periode in, terjadi banyak sekali
perkembangan yang terjadi secara pesat dan penting bagi tumbuh kembang anak,
seperti perkembangan fisiknya, perkembangan kognitifnya, maupun perkembangan
psikososialnya. Selain itu, anak usia sekolah dasar juga telah dapat melakukan
beberapa aspek perkembangan, seperti mempelajari keterampilan fisik dalam
permainan, mengembangkan sikap, bersosialisasi dengan teman sebaya, dan lain
sebagainya.

Selama anak menjalani proses perkembangannya, pastinya tak jarang


mengalami beberapa hambatan dan gangguan serta rintangan-rintangan, salah satunya
adalah ganggun masalah kesulitan fokus dan hiperaktivitas. Gejala kesulitan fokus dan
hiperaktivitas ini terjadi pada anak ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder) atau
dalam bahasa Indonesia disebut dengan GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktif), anak yang memiliki gangguan konsentrasi dan interaksi berlebihan terkenal
dengan istilah medisnya yaitu ADHD. ADHD merupakan perilaku yang berkembang
secara tidak sempurna, perilaku yang dimaksud seperti tidak fokus, sifat menentang,
destruktif, tidak mengenal lelah dalam berkegiatan, tidak sabaran, dan usil.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, penulis berkeinginan untuk


memberikan gambaran dan pemahaman tentang karakteristik serta perkembangan-
perkembangan yang terjadi pada anak usia sekolah dasar dan salah satu gangguan
perkembangannya yaitu ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder).

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas, maka
penulis berusaha ingin merumuskan beberapa masalah, diantaranya:

1. Bagaimana karakteristik anak usia sekolah dasar?


2. Apa saja aspek perkembangan anak usia sekolah dasar?
3. Apa sajakah tugas yang meliputi perkembangan anak usia sekolah dasar?
4. Bagaimana cara mengenali gejala ADHD pada anak usia sekolah dasar?
5. Hal apa sajakah yang menjadi penyebab ADHD?
6. Bagaimana peranan orangtua dalam menangani anak penderita ADHD?
7. Bagaimana peranan guru dalam menangani anak penderita ADHD?
8. Adakah hubungan antara ADHD dengan prestasi belajar anak usia sekolah
dasar?

1.3 Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis jabarkan di atas, maka pada
penulisan kali ini, penulis memiliki beberapa tujuan pembahasan, yaitu:

1. Untuk memenuhi tugas dari Ibu. Fatma Nofriza, M. Pd.


2. Untuk menambah kaidah wawasan penulis dan para pembaca mengenai ADHD
pada anak usia sekolah dasar.
3. Untuk memberikan bahan referensi dan pengetahuan kepada penulis
selanjutnya dalam membuat karya ilmiah yang berkaitan dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada anak usia sekolah dasar.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Usia Sekolah Anak

Anak sekolah dasar adalah mereka yang berusia antara 6 – 12 tahun,


pengetahuan anak pada tahapan masa ini akan berkembang dengan pesat seiring
dengan bertambahnya usia. Keterampilan yang dikuasai anak pun akan semakin
beragam, sedangkan minat anak pada periode ini akan terfokus pada segala sesuatu
yang bersifat dinamis dan bergerak, sehingga berimplikasi pada kecenderungan anak
untuk melakukan beragam aktivitas yang akan berguna pada proses perkembangannya
kelak (Jatmika, 2005).

Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar


Menurut Supariasa (2013), karakteristik anak usia sekolah umur 6-12 tahun
terbagi menjadi empat bagian terdiri dari :

Fisik/Jasmani Emosi Sosial Intelektual

1. Pertumbuhan lambat dan teratur. 1. Suka 1.Senang berada di 1.Suka


berteman, dalam kelompok, berbicara dan
2. Anak wanita biasanya lebih tinggi dan lebih ingin sukses, berminat di dalam mengeluarkan
berat dibanding laki-laki dengan usia yang ingin tahu, permainan yang pendapat minat
sama. bertanggung bersaing, mulai besar dalam
jawab menunjukkan sikap belajar dan
terhadap kepemimpinan, mulai keterampilan,
3. Anggota-anggota badan memanjang sampai tingkah laku menunjukkan ingin coba-
akhir masa ini. dan diri penampilan diri, jujur, coba, selalu
sendiri. sering punya ingin tahu
4. Peningkatan koordinasi besar dan otot-otot kelompok teman- sesuatu.
halus. 2. Tidak terlalu teman tertentu.
ingin tahu 2.Perhatian
5. Pertumbuhan tulang, tulang sangat sensitif terhadap 2.Sangat erat terhadap
terhadap kecelakaan. lawan jenis. dengan teman-teman sesuatu sangat
sejenis. singkat.
6. Pertumbuhan gigi tetap, gigi susu tanggal.

Tabel 1. 4 (empat) Aspek Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar


3
Aspek Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan
kualitatif individu dalam rentang kehidupnnya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi,
masa kanak-kanak, masa remaja, sampai masa dewasa. Perkembangan dapat
diartikan juga sebagai suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik
fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau
kematangan yang berlangsung secara sistematis, progesif, dan berkesinambungan
(Syamsu, 2012). Menurut Seifert dan Haffung, anak usia sekolah dasar berumur
kisaran antara 6-12 tahun dan memiliki tiga jenis perkembangan, diantaranya adalah
sebagai berikut:

1. Perkembangan Fisik

Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan tulang.


Pada usia 10 tahun baik laki‐laki maupun perempuan tinggi dan berat badannya
bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12 ‐13 tahun anak
perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki‐laki, Sumantri dkk (2005).

 Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari
pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang
lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun ke
tahun di SD.
 Usia 9 (sembilan) tahun tinggi dan berat badan anak laki‐laki dan perempuan
kurang lebih sama. Sebelum usia 9 (sembilan) tahun anak perempuan relatif
sedikit lebih pendek dan lebih langsing dari anak laki‐laki.
 Akhir kelas 4 (empat), pada umumnya anak perempuan mulai mengalami masa
lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai mengalami pertumbuhan dengan
cepat.
 Pada akhir kelas 5 (lima), umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan
lebih kuat daripada anak laki-laki. Anak laki‐laki memulai lonjakan pertumbuhan
pada usia sekitar 11 (sebelas) tahun.
 Menjelang awal kelas 6 (enam), kebanyakan anak perempuan mendekati puncak
tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang ditandai dengan
menstruasi umumnya dimulai pada usia 12‐13 tahun. Anak laki‐laki memasuki
masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13‐16 tahun.

4
2. Perkembangan Kognitif
Menurut teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar sudah
masuk ke tahap pemikiran operasional konkrit (concrete operational thought), yaitu
aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau
konkrit yang dapat diukur. Pada tahap ini, mereka telah dapat memahami operasi logis
dengan bantuan benda konkrit. Anak-anak pada masa operasional konkrit ini telah
mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk menghubungkan aspek
dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak. Pada masa ini, anak sudah
mengembangkan pikiran logisnya. Ia mulai mampu memahami operasi dalam sejumlah
konsep, seperti 5 x 6 = 30; 30 : 6 = 5 (Johnson & Medinnus, 1974).

3. Perkembangan Psikososial

J. Havighurst mengemukakan bahwa menjelang anak memasuki bangku sekolah


dasar, mereka telah mampu mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak serta
pengaruh sosial yang secara lebih kompleks. Selama duduk di kelas 1-3 bangku
sekolah dasar, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini
mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka "dewasa". Mereka mulai merasa
"saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap ini disebut tahap "I can do
it my self".

Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar


J. Havigusrt menjabarkan 8 (delapan) tugas perkembangan anak pada periode
usia 6-12 tahun, diantaranya:

1. Belajar keterampilan fisik yang dibutuhkan dalam permainan. Selama waktu ini,
anak belajar menggunakan otot-ototnya untuk mempelajari berbagai macam
keterampilan. Oleh karena itu, pertumbuhan otot dan tulang anak usia sekolah dasar
berlangsung dengan cepat. Mereka juga memiliki kebutuhan yang tinggi untuk
beraktivitas dan bermain bersama dengan teman-teman sebayanya. Mereka sudah
mulai dapat melakukan permainan dengan aturan tertentu. Semakin tinggi umur dan
tingkatan kelas anak di sekolah, semakin jelas pula ciri khas aturan permainan yang
harus mereka patuhi.

2. Pengembangan sikap terhadap diri sendiri sebagai individu yang sedang


berkembang. Pada tugas perkembangan kali ini, anak sudah mulai memahami dan
mampu untuk mengembangkan kebiasaan hidup sehat dengan membiasakan diri
memelihara kebersihan, kesehatan, dan keselamatan diri serta lingkungannya atau

5
mengetahui akibat yang akan didapatnya, jika mereka bertingkah laku yang dapat
membahayakan diri dan lingkungannya.

3. Berkawan dengan teman sebaya. Dengan masuknya anak kesekolah dasar,


maka anak dituntut untuk melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya. Pada
masa ini, anak mampu berteman dengan orang lain di luar lingkungan keluarganya,
khususnya teman sebaya sebagai bentuk interaksi sosialnya.

4. Belajar melakukan peranan sosial sebagai laki-laki dan wanita. Pada usia 9-10
tahun anak sudah mulai menyadari peran sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak
perempuan menunjukkan tingkah laku sebagaimana perempuan, dan anak laki-laki juga
sudahmulai menunjukkan tingkah lalu sebagaimana laki-laki. Pada masa ini anak sudah
menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu sesuai dengan jenis kelamin mereka.

5. Belajar menguasai keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung. Pada


masa ini, anak sudah mampu untuk membaca dasar, menulis, dan berhitung. Karena
perkembangan kognitif dan biologis anak sudah matang, maka anak telah mampu
belajar di sekolah dan anak juga telah mampu mengenali simbol-simbol sederhana.

6. Pengembangan konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan anak. Pada masa ini
anak hendaknya mempunyai berbagai konsep yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-harinya, seperti konsep warna, konsep jumlah, konsep perbandingan dan lain
sebagainya.

7. Pengembangan moral, nilai dan kata hati. Pada anak usia sekolah dasar,
hendaknya mereka diajarkan untuk mulai mengontrol tingkah laku mereka sesuai
dengan nilai dan moral yang berlaku. Anak hendaknya dapat mentaati peraturan,
menerima tanggung jawab dan mengakui adanya perbedaan antara dirinya dan orang
lain.

8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial. Anak


pada usia sekolah dasar telah mampu belajar untuk menyadari keanggotaannya dalam
keluarga dan masyarakat di lingkungan sekolah. Anak dituntut untuk belajar mentaati
peraturan-peraturan yang ada dalam keluarga dan sekolah berbeda-beda dalam cara
dan waktu pencapaiannya (Prayitno, 2006).

6
2.2 ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder)

ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder) atau dalam bahasa Indonesia


disebut dengan GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas) adalah
suatu kondisi yang mencakup disfungsi otak, dimana seseorang mengalami kesulitan
dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku dan tidak mendukung rentang
perhatian, atau rentang perhatian yang mudah dialihkan.

Secara umum, ADHD adalah suatu kondisi ketika seseorang memperlihatkan


gejala-gejala kurang konsentrasi, hiperaktif dan impulsif yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagaian besar aktivitas hidup mereka (Baihaqi & M. Sugiarmin,
2008: 2). Menurut Barkley, ADHD adalah sebuah gangguan ketika respon terhalang
dan mengalami disfungsi pelaksana yang mengarah pada kurangnya pengaturan diri,
lemahnya kemampuan mengatur perilaku untuk tujuan sekarang dan masa depan,
serta sulit beradaptasi secara sosial dan perilaku dengan tuntutan lingkungan.

Mengenali Gejala ADHD


ADHD biasanya mulai timbul pada anak usia 3 tahun, namun umumnya baru
bisa terdeteksi saat anak mulai menginjak bangku sekolah dasar, ketika situasi belajar
formal menuntut pola perilaku yang terkendali pada anak, termasuk pemusatan
perhatian dan konsentrasi yang baik. Ciri utama dari anak yang terkena gangguan ini
adalah adanya kecenderungan untuk berpindah dari satu kegiatankepada kegiatan lain
tanpa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan, tidak dapat berkonsentrasi dengan
baik bila mengerjakan suatu tugas yang menuntut keterlibatan kognitif serta tampak
adanya aktivitas yang tidak beraturan, berlebihan, dan mengacau. (A. Dayu P, 2012:35)

Dalam “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disordresk” dikatakan bahwa


Gejala ADHD atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas terdiri dari tiga
gejala umum, diantaranya adalah:

1. Intensivitas atau tidak ada perhatian atau tidak menyimak, terdiri dari:

 Gagal menyimak hal yang terperinci,


 Kesulitan bertahan pada satu aktivitas,
 Tidak mendengarkan sewaktu diajak berbicara,
 Sering tidak mengikuti instruksi,
 Kesulitan dalam mengatur jadwal tugas dan kegiatan,
 Sering menghindar dari tugas yang memerlukan perhatian lama,
 Sering kehilangan barang yang dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan,
7
 Sering beralih perhatian oleh stimulus dari luar,
 Sering lupa dalam berkegiatan sehari-hari.

2. Impulsifitas atau tidak sabaran, bisa impulsif motorik dan impulsif verbal atau
kognitif, terdiri dari:

 Sering memberikan jawaban sebelum pertanyaan selesai ditanyakan,


 Sering mengalami kesulitan dalam menunggu giliran atau antrian,
 Sering memotong dan menyela pembicaraan orang lain,
 Sembrono, yaitu melakukan tindakan yang berbahaya tanpa berpikir panjang
sebelumnya,
 Sering berteriak-teriak saat beraktivitas,
 Tidak sabaran ketika disuruh menunggu,
 Usil, yaitu senang menganggu aktivitas orang lain,
 Jika memikili permintaan, harus segera dipenuhi,
 Mudah frustasi dan putus asa.

3. Hiperaktifitas atau tidak bisa diam, terdiri dari:

 Sering menggerakkan kaki atau tangan serta suka menggeliat,


 Sering meninggalkan tempat duduk dikelas,
 Sering berlari-lari, melompat-lompat, serta memanjat,
 Mengalami kesulitan melakukan kegiatan dengan tenang,
 Sering bergerak seolah diatur oleh motor penggerak,
 Sering berbicara berlebihan.

Kira-kira 75% anak dengan ADHD menunjukkan gejala perilaku agresi dan
menantang. Perilaku menantang dan agresi ini berkaitan dengan hubungan dalam
keluarga yang merugikan, sedangkan hiperaktivitas erat hubungan dengan gangguna
kinerja pas tes kognitif yang memerlukan konsentrasi. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa beberapa kerabat dari anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas menunjukkan ciri-ciri gangguan kepribadian antisosial.

Penyebab ADHD pada Anak


Yayuk Yuliana (2017) dalam Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang yang berjudul “TEKNIK GURU
DALAM MENANGANI ANAK HIPERAKTIF” mengatakan bahwa dari banyaknya
8
penelitian yang dilakukan dan dipelajari, belum ada satupun penyebab pasti terjadinya
gangguan ini, tetapi ada beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan penyebab
terjadinya gangguan ini yakni karena faktor kultural dan psikososial yang meliputi:

1. Pemanjaan. Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak


terlalu manis dan baik, membujuk-bujuknya untuk makan, membiarkan anak
bermain sesuka hatinya, merayu-rayu anak untuk tidur siang dan lain sebagainya.
Anak yang terlalu dimanja sering memilih caranya sendiri dalam pemenuhan
kebutuhannya.
2. Kurang disiplin dan kurang pengawasan. Anak yang kurang disiplin atau kurang
pengawasan cenderung akan berbuat sesuka hatinya tanpa memperdulikan
orang-orang dan lingkungan sekitarnya karena perilakunya yang kurang dibatasi
sebagai dampak dari pemanjaan oleh orang tua. Jika anak hanya dibiarkan
begitu saja tanpa adanya pembatasan perilaku dilingkungan keluarganya, maka
anak tersebut juga akan berbuat demikian ditempat lain, termasuk disekolah dan
orang lain juga cenderung akan mengalami kesulitan untuk mengendalikannya.
3. Orientasi kesenangan. Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi
kesenangan umumnya akan memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis
dan harus dididik agak berbeda agar mau untuk mendengarkan dan juga
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. (A. Dayu P, 2012: 38)

Dr. Handoyo, MPH (2001: 7) mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor


penyebab gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, diantaranya sebagai
berikut:

1. Pada 4 bulan pertama kehamilan

 Infeksi,
 Pendarahan,
 muntah hebat,
 trauma,
 obat atau jamu,
 logam berat, dan
 alergi obat-obatan tertentu.

2. Pada masa pertus/kehamilan

 Pertus atau kehamilan lama,

9
 Forceps, yaitu alat yang digunakan untuk membantu mengeluarkan bayi saat
persalinan, dan
 Vacum, yaitu alat yang digunakan untuk memudahkan proses persalinan.

3. Past pertus atau setelah kehamilan

 Trauma kepala,
 Vaksinisasi MMR, Hepatitis B,
 Infeksi: Influenza, diare,
 Logam berat, dan
 Zat adiktif: MSG, Pewarna, pengawet.

Sedangkan menurut Teori Belajar Sosial (dalam Nabsiah Ibrahim dan Rohana
Aldi, 2000) dijelaskan bahwa perilaku hiperaktif diperoleh dan dipelajari anak, observasi,
meniru perilaku sejenis pada orang tua atau saudara kandungan. Sehingga dapat
asumsikan bahwa perilaku hiperaktif pada usia sekolah dasar nampaknya juga
disebabkan oleh peniruan anak terhadap hasil observasinya terhadap orang-orang dan
lingkungan sekitarnya yang kemudian ditirunya dan kemudian menjadi suatu kebiasaan
yang melekat dan sulit untuk dihilangkan.

Dalam Jurnal Ilmiah Widya Wacana Volume 6. Nomor 1. Januari 2010 dijelaskan
bahwa faktor-faktor penyebab perilaku hiperaktif pada anak penderita ADHD dapat
diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor Neurologik
 Bayi yang lahir dengan masalah-masalah prenatal, seperti proses persalinan
yang lama, distres fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forceps, toksimia
gravidarum atau eklamsia memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami
gnagguan hiperaktif fibandingkan dengan bayi dengan kehamilan dan persalinan
normal. Selain itu, bayi yang lahir dengan berat badan lebih rendah daripada
bayi pada umumnya serta ibu perokok dan peminum minuman keras juga
berpeluang lebih besar untuk melahirkan anak dengan gangguan hiperaktif.
 Terjadinya perkembangan otak yang lambat, dimana telah terjadi disfungsi pada
salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin sendiri
merupakan salah satu zat aktif yang berguna untuk memelihara proses
konsentrasi.

10
 Terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu, daerah-daerah tersebut
meliputi daerah striatum, daerah orbital-prefontal, dan daerah orbital-limbik otak
khususnya sisi sebelah kanan.

2. Faktor Toksik
Beberapa zat yang terkandung dalam bahan makanan seperti salisilat dan bahan-
bahan pengawet ternyata juga memiliki potensi yang menyebabkan anak mengalami
gangguan hiperaktif. Selain itu, meningkatnya kadar timah (lead) dalam serum darah
anak, ibu yang perokok dan mengkonsumsi alkohol, paparan serta sinar X saat hamil
juga dapat berpotensi menyebabkan anak mengalami gangguan hiperaktif.

3. Faktor Genetik
Ternyata, anak dengan gangguan hiperaktif memiliki kolerasi yang tinggi terhadap
anggota keluarganya, yakni sekitar 25-35% orang tua dan saudara kandung yang masa
kecilnya mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) akan
menurunkannya pada anak baik anak tunggal maupun anak kembar.

4. Faktor Psikososial dan Lingkungan


Pada anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) sering
sekali ditemuan hubungan yang dianggap keliru ataupun kesalahpahaman antara orang
tua dengan anaknya.

Peran Orangtua dalam Menangani Anak ADHD


Peran orangtua merupakan satu kesatuan peran yang sangat penting dalam
sebuah keluarga. Menurut Covey terdapat 4 (empat) prinsip peran keluarga atau
orangtua (Yusuf, 2009), antara lain:

1. Sebagai modelling. Orangtua sebagai contoh atau teladan bagi anak dalam
menjalankan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Peran orangtua sebagai
modelling pastinya dipandang sebagai suatu hal yang mendasar dalam
membentuk perkembangan dan kepribadian anak.
2. Sebagai mentoring. Orangtua merupakan pembimbing pertama bagi anak dalam
menjalin hubungan dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya. Selain itu,
orangtua juga berperan sebagai sumber pertama dalam perkembangan
perasaan positif dan negatif anak.
3. Sebagai organizing. Orangtua berperan dalam mengatur, mengontrol,
merencanakan, dan bekerjasama dalam menyelesaikan setiap permasalahan
11
yang terjadi. Orangtua dituntut untuk bersikap adil dan bijaksana dalam
menyelesaikan permasalahan anak, terutama permasalahan yang timbul akibat
kecemburuan terhadap saudaranya.
4. Sebagai teaching. Orangtua adalah pendidik utama, pengamat, pendengar, dan
pemberi kasih sayang untuk anak. Orangtua berkewajiban untuk mendorong,
mengawasi, membimbing, dan mengajarkan anaknya tentang nilai-nilai moral
yang berlaku dimasyarakat.

Perkembangan anak ADHP akan lebih optimal jika mereka mendapatkan tempat
dan perlakuan yang sesuai serta penanganan yang tepat. Keluarga adalah lingkungan
yang utama bagi anak ADHD, khususnya orang tua karena orangtua berperan penting
dalam memfasilitasi, mensupport, dan mengarahkan anak ADHP yang membutuhkan
bantuan dan pengertian dari orang-orang disekitarnya.

Menurut Hewett & Frank D (1968), Penangangan dan pelayanan orang tua terhadap
anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak mengalami Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas, diantaranya sebagai berikut:

 Sebagai pendamping utama (as aids), yaitu sebagai pendamping utama dalam
membantu tercapainya tujuan layanan penanganan dan pendidikan anak.
 Sebagai advokat (as advocates), yaitu mengerti, mengusahakan, dan menjaga
hak anak dalam kesempatan mendapat penanganan dan pendidikan sesuai
dengan karakteristik khususnya.
 Sebagai sumber (as sources), menjadi sumber data yang lengkap dan benar
mengenai diri anak dalam usaha intervensi perilaku anak.
 Sebagai guru (as teacher), berperan menjadi pendidik bagi anak dalam
kehidupan sehari-hari diluar jam sekolah.
 Sebagai diagnostisian (as diagnosticians), penentu karakteristik dan jenis
kebutuhan khusus dan berkemampuan melakukan treatment, terutama diluar
jam sekolah.

Disamping itu, peran ibu menjadi sangat penting karena ibu memiliki andil yang
sangat besar dalam menciptakan situasi positif di rumah yang mendukung penanganan
anak berkebutuhan khusus. Suasana positif di sekitar lingkungan rumah anak inilah
yang menentukan keberhasilan belajar anak (Pujaningsih, 2006).

12
Heward (2003) menyatakan bahwa efektivitas berbagai program penanganan
dan peningkatan kemampuan hidup anak berkebutuhan khusus akan sangat ditentukan
oleh peran serta dan dukungan penuh dari keluarga, sebab keluarga adalah pihak yang
mengenal dan memahami berbagai aspek dalam diri seseorang dengan jauh lebih baik
daripada orang-orang lain. Sebaliknya, penolakan atau minimnya dukungan yang
diterima dari orang-orang terdekat akan membuat mereka semakin rendah diri dan
menarik diri dari usaha karena lingkungan, serta enggan berusaha lagi karena selalu
diliputi ketakutan ketika berhadapan dnegan orang lain maupun untuk melakukan
sesuatu dan pada akhirnya mereka benar-benar menjadi orang yang tidak dapat
berfungsi secara sosial.

Peran Guru dalam Menangani Anak ADHD


Djamarah (2015: 281) mengatakan bahwa guru adalah seseorang yang
berpengalaman dalam bidang profesinya, dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat
menjadikan anak didiknya menjadi orang yang cerdas. Menurut Habel (2015: 15), peran
merupakan aspek dinamis dari kedudukan atau status. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa guru memiliki kedudukan yang penting dalam dunia pendidikan,
karena bidang profesi dan keilmuannya yang dapat membantu peserta didik dalam
proses pengembangan diri serta pengoptimalkan bakat dan kemampuan yang
dimilikinya.

Proses pembelajaran untuk anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas (GPPH) tidak semudah anak-anak pada umumnya, guru dituntut untuk
lebih kreatif dan inovatif dalam mengajar. Penggunaan pembelajaran yang melibatkan
keaktifan siswa akan lebih mempermudah proses belajar mengajar karena mampu
membantu daya ingat siswa terhadap materi yang dipelajari. Salah satu metode
mengajar yang dapat diterapkan kepada anak-anak dengan gangguan hiperaktif adalah
dengan menerapkan Teori Belajar Kognitif yang menuntut keaktifan siswa dalam
kegiatan belajar mengajar.

Selain itu, guru juga dapat menggunakan bantuan media pembelajaran visual.
Melalui gambar, diharapkan anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) dapat lebih fokus memperhatikan pembelajaran yang tengah
dibawakan oleh guru bidang studi didepan kelas. Namun, terkadang guru juga harus
memberikan penanganan khusus pada anak ADHD karena mereka berhak

13
mendapatkan hak-haknya sebagai peserta didik juga agar mereka tetap memeiliki
harapan untuk masa depannya.

Hubungan Antara ADHD Terhadap Prestasi Belajar Anak


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Revina Lalusu dkk (2014)
dalam Jurnal Fakutas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Vol.2 No.1 yang
berjudul “Hubungan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas dengan
Prestasi Belajar pada Anak SD Kelas 1 di Kecamatan Wenang Kota Manado”
mengatakan bahwa sebanyak 19% peserta didik sekolah dasar dengan gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas memiliki prestasi belajar yang rendah, 13,3%
memiliki prestasi yang sedang dan 20-30% memiliki gangguan belajar seperti disleksia
(gangguan membaca), disortografi (gangguan mengeja), diskalkulia (gangguan
menghitung), dispraksia (gangguan motorik), dan disfasia (gagguan bicara dan bahasa).
Sampai saat ini belum diketahui pasti penyebab rendahnya prestasi dengan anak
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH), namun penelitian ilmiah
menjelaskan bahwa hal ini berkaitan dengan herediter atau faktor keturunan.

Terdapat hubungan yang signifikan antara Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas (GPPH) dengan prestasi belajar anak. Anak dengan dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) biasanya sering mengalami kesulitan
belajar atau hambatan fungsi sensorimotorik yang menyebabkan prestasi akademiknya
menjadi lebih buruk dibandingkan dnegan anak-anak umumnya. Gangguan fungsi
sensomotorik dan kesulitan belajar merupakan komordibitas atau masalah penyerta
dari gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Gangguan fungsi ini merupakan
akibat dari belum matangnya substrat biologis pada sususan saraf pusat, terutama otak
yang berakibat lambatnya perkembangan psikologis dalam kemampuan mambaca dan
menulis pada anak.

14
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dalam mendeskripsikan perkembangan anak


masa sekolah dasar serta Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GDPH)
pada anak sekolah dasar, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

Usia Sekolah Dasar adalah anak yang telah memasuki umur 6 (enam) sampai
dengan 12 (duabelas) tahun. Biasanya ditandai dengan anak yang mulai menginjak
bangsu sekolah dasar. Usia sekolah dasar juga sering disebut sebagai Masa Akhir
Anak-anak. Pada masa ini, anak mengalami beberapa perkembangan yang pesat dan
penting. Pada tahapan masa ini, pemikiran anak sudah masuk ke tahap pemikiran
operasional konkrit (concrete operational thought), yaitu aktivitas mental yang
difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkrit yang dapat
diukur, sehingga anak mampu untuk mengembangkan pikiran logisnya. Mereka juga
mulai merasa dapat mengerjakan tugas-tugasnya sendiri, sehingga tahap ini disebut
juga dengan tahap “I can do it myself”.

Anak dengan usia sekolah dasar telah mempunyai tugas-tugas perkembangan,


diantaranya: (1) Belajar keterampilan fisik yang dibutuhkan dalam permainan, (2)
Pengembangan sikap terhadap diri sendiri sebagai individu yang berkembang, (3)
Berkawan dengan teman sebaya, (4) Belajar melakukan peranan sosial sebagai laki-
laki dan wanita, (5) Belajar menguasai keterampilan dasr membaca, menulis, dan
berhitung, (6) Pengembangan konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan anak, (7)
Pengembangan moral, nilai dan moral yang berlaku, serta (8) Mengembangkan sikap
terhadap kelompok dan lembanga-lembaga sosial.

ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder) atau dalam bahasa Indonesia


disebut dengan GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas) adalah
suatu kondisi yang mencakup disfungsi otak, dimana seseorang mengalami kesulitan
dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku dan tidak mendukung rentang
perhatian, atau rentang perhatian yang mudah dialihkan. ADHD memiliki 3 (tiga) gejala

15
umum, diantaranya adalah: (1) Intensivitas, (2) Impulsifitas, (3) Hiperaktivitas. Sekitar
75% anak dengan ADHD juga menunjukkan perilaku agresi dan menentang.

Perilaku hiperaktif pada anak penderita ADHD biasanya disebabkan oleh faktor
kultural dan psikososial yang meliputi: (1) Pemanjaan, (2) Kurangnya pengawasan, (3)
Orientasi kesenangan. Dalam Teori Belajar Sosial disebutkan bahwa perilaku hiperaktif
pada anak penderita ADHD diperoleh dari perilaku sejenis yang dilakukan oleh orang-
orang terdekatnya. Faktor-faktor perilaku hiperaktif pada anak penderita ADHD
diantaranya: (1) Faktor Neurologik, (2) Faktor Toksik, (3) Faktor Genetik, (4) Faktor
psikososial dan lingkungan.

Orangtua berperan penting dalam perkembangan anak, diantaranya: (1) Sebagai


modelling, (2) Sebagai mentoring, (3) Sebagai organizing, (4) Sebagai teaching.
Penanganan dan pelayanan orangtua terhadap anak penderita Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah sebagai berikut: (1) Sebagai pendamping
utama, (2) Sebagai advokat, (3) Sebagai sumber, (3) Sebagai guru, (4) Sebagai
diagnosian.

Guru memiliki kedudukan yang penting dalam dalam dunia pendidikan, karena
dengan ilmu yang dimilikinya dapat membantu peserta didik dalam proses
pengembangan diri serta pengoptimalan bakat dan kemampuan yang dimilikinya.
Proses pembelajaran untuk anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) tidak semudah anak-anak pada umumnya, guru dituntut untuk
lebih kreatif dan inovatif dalam mengajar. Adapun beberapa metode belajar yang dapat
diterapkan oleh guru dalam menghadapi anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas (GPPH) sebagai berikut: (1) Menerapkan Teori Belajar Kognitif yang
menuntut keaktifan siswa, dan (2) Menggunakan media pembelajaran visual.

Terdapat hubungan yang signifikan antara Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas (GPPH) dengan prestasi belajar anak. Anak dengan dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) biasanya sering mengalami kesulitan
belajar atau hambatan fungsi sensorimotorik yang menyebabkan prestasi akademiknya
menjadi lebih buruk dibandingkan dnegan anak-anak umumnya.

3.2 SARAN

Berdasarkan hasil pemaparan dan kesimpulan diatas, adapun beberapa saran


yang dapat penulis berikan kepada beberapa piha terkait, antara lain:

16
Bagi Guru

 Guru sebaiknya lebih memperhatikan peserta didik dengan gangguan


pemusatan perhatian dan hiperaktivitas serta memberikan pelayanan khusus jika
diperlukan.
 Guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi
pembelajaran, seperti dengan penggunaan media pembelajaran visual dan juga
penerapan teori belajar kognitif yang menuntut keaktifan peserta didik agar dapat
menarik perhatian anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas.
 Guru hendaknya dapat memberikan apresiasi, baik itu berupa pujian maupun
penghargaan ketika peserta didik dengan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas menyelesaikan tugasnya, agar mereka tetap bersemangat dan
termotivasi. Namun jika peserta didik dengan gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktivitas tidak menyelesaikan tugasnya, guru harus memberikan
dukungan moril serta agar mereka tidak berputu asa dan merasa rendah diri.

Bagi Orangtua

 Diharapkan orangtua dapat memperlakukan sesuai dengan tipe karakteristik


gangguan ADHD-nya.
 Orangtua hendaknya mampu mengoptimalkan potensi perilaku ADHD-nya
kearah kegiatan positif dan tidak membebani anak.

Bagi Anak Penderita ADHD

 Anak dengan gangguan ADHD diharapkan untuk tidak untuk mengembangkan


potensi dirinya dengan melakukan hal-hal positif yang berguna untuknya dimasa
sekarang dan masa depannya.
 Diharapkan anak dengan gangguan ADHD untuk memahami diri dan
lingkungannya, sehingga ia mampu mengendalikan dan memposisikan dirinya.
 Anak dengan gangguan ADHD diharapkan untuk terus bersemangat dan jangan
pernah menyerah atau putus asa dengan keadaannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

CH, Putri dkk. 2019. Jurnal. Prestasi Akademik pada Anak dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas di Sembilan Sekolah Dasar Swasta di
Kota Manado, Vol.7 No.2, 2019. Diunduh dari
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JKKT/article/download/27661/27175
(diakses pada 3 Februari 2021)

Desmita. 2017. PSIKOLOGI PERKEMBANGAN. Bandung: PT Remaja. Rosdakarya.

Ersta Kusumaningtyas, Lydia. 2020. Jurnal. Mengenal Sekilas Tentang Anak Hiperaktif,
Vol.6 No.1, 2020. Diunduh dari
http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/widyawacana/article/viewFile/738/611 (diakses
pada 3 Februari 2021)

Istiani, Ika. 2013. Jurnal. Pengaruh Peran Orang Tua…. Diunduh dari
http://repository.ump.ac.id/6006/3/Ikan%20Istiani%20BAB%20II.pdf (diakses pada
4 Februari 2021)

Khaulani, Fatma dkk. 2020. Jurnal. FASE DAN TUGAS PERKEMBANGAN ANAK
SEKOLAH DASAR, Vol.7 No.1, 2020. Diunduh dari
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/pendas/article/view/7372 (diakses pada 3
Februari 2021).

Lalusu, Revina dkk. 2014. Jurnal. HUBUNGAN GANGGUAN PEMUSATAN


PERHATIAN DAN HIPERAKTIVITAS DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA
ANAK SD KELAS 1 DI KECAMATAN WENANG KOTA MANADO, Vol.2, No.1,
2014. Diunduh dari
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/4080/3596 (diakses
pada 3 Februari 2021)

Prasasti Suci dan Heni Wahyun.Tanpa Tahun. Jurnal. PERAN ORANG TUA DALAM
PENANGANAN ANAK HIPERAKTIF. Diunduh dari
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JIK/article/view/830/520520685 (diakses pada 2
Februari 2021).

Rozie, Fachrul dkk. 2019. Jurnal. PERAN GURU DALAM PENANGAN PERILAKU
ANAK HIPERAKTIF DI TK NEGERI 1 SAMARINDA, Vol.1 No.2, 2019. Diunduh

18
dari http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/jece/article/download/12874/pdf (diakses
pada 2 Februari 2021).

Sugiayanto. Tanpa Tahun. Jurnal. KARAKTERISTIK ANAK USIA SD. Diunduh dari
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319838/pengabdian/Karakteristik+Siswa+SD.p
df (diakses pada 3 Februari 2021)

Tanpa Judul. Tanpa Tahun. Diunduh dari


http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/574/4/Chapter2.doc.pdf (diakses pada 3 Februari
2021)

Viktoria Ulfah, Wiwit. 2019. PERILAKU HIPERAKTIF DAN FAKTOR PENYEBABNYA


(Studi Kasus pada Siswa Kelas III di SD Kraton 5 Kota Tegal). Semarang:
Universitas Negeri Semarang. Diunduh dari
https://lib.unnes.ac.id/33511/1/1401415220_Optimized.pdf (diakses pada 2
Februari 2021).

Yuliana, Yayuk. 2017. TEKNIK GURU DALAM MENANANGI ANAK HIPERAKTIF (Studi
Kasus di Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Sukopuro Jabung Malang).
Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Diunduh dari
http://etheses.uin-malang.ac.id/6908/1/11140103.pdf (diakses pada 2 Februari
2021).

19

Anda mungkin juga menyukai