Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

DM tipe 1 adalah kelainan sistemik terjadinya gangguan


homeostasis dan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia
kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas baik
oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin
berkurang bahkan terhenti. Sekresi insulin yang rendah mengakibatkan
gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.1,5

2.2. Epidemiologi

Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF), sekitar


542.000 anak menderita DM tipe 1 dengan 86.000 kasus baru yang
didiagnosa tiap tahun di dunia. Insidens DM tipe 1 lebih tinggi pada ras
Kaukasia dibandingkan ras-ras lainnya. Insiden tertinggi DM tipe 1
terdapat di negara Finlandia yaitu 35/100.000 kejadian per tahun.
Kemudian negara Amerika Serikat dengan insiden 8-17/100.000
kejadian per tahun, sedangkan insiden terendah terdapat di negara
Jepang dan China yaitu 3/100.000 kejadian per tahun. Puncak kejadian
DM tipe 1 pada usia antara 5−7 tahun serta pada masa remaja seorang
anak. Angka kejadian antara anak perempuan dan anak laki-laki hampir
sama.4,6

Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya


DM tipe 1, walaupun hampir 80% penderita DM tipe 1 tidak mempunyai
riwayat keluarga dengan penyakit serupa, namun faktor genetik diakui
berperan dalam patogenesis DM tipe 1. Faktor genetik dikaitkan dengan
pola HLA tertentu. Dikaitkan dengan HLA, diperkirakan 10% penderita
DM tipe 1mempunyai riwayat keluarga diabetes.4

3
2.3. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologi adalah sebagai


berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes mellitus berdasarkan etiologi

Sumber: WHO 2014 dalam (Kasper, 2018)

4
Tabel 2.2 Gambaran klinis DM tipe 1 dan DM tipe 2

Sumber : Kasper, 2018

2.4. Patogenesis

Mekanisme autoimun di DM tipe 1 dimulai dari penemuan limfosit


T dan B yang memasuki pulau Langerhans di pankreas dan diduga yang
menyebabkan kerusakan limfosit T melalui respons imun. Sel ß pankreas
merusak dan berakibat hasilan insulin berkurang bahkan tidak
dihasilkan, sehingga terjadi peningkatan glukosa dalam peredaran
darah.2,7

DM tipe 1 dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan faktor


imunitas yang merusak sel beta pankreas. Faktor genetik dikaitkan
dengan pola HLA tertentu, sitem HLA berperan sebagai suatu
susceptibily gene atau faktor kerentanan. Diperlukan suatu faktor pemicu
yang berasal dari lingkungan untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe
1 pada seseorang yang rentan.4,5

5
Gambar 2.1 Patogenesis DM tipe 1 (Kasper, 2018)

Faktor lingkungan yang berhubungan dengan DM tipe 1, antara


lain infeksi virus. Sindrom rubella kongenital dan infeksi human
enterovirus diketahui dapat mencetuskan DM tipe 1. Infeksi enterovirus
berhubungan dengan timbulnya autoantibodi pada populasi dan
enterovirus telah ditemukan dalam sel islet anak diabetes. Antibodi pada
sel islet mengaktivasi limfosit, peripankreatik limfonodus dan sirkulasi
sistemik. Proliferasi sel limfosit T yang terstimulasi oleh protein islet
dan melepaskan sitokin yang mengakibatkan insulitis. Proses ini akan
berlangsung dalam beberapa bulan sampai tahun sebelum manifestasi
klinisnya timbul. Gejala diabetes mellitus tidak ada terlihat sampai
terjadi kerusakan sel beta pankreas 90%.5,8

6
Gambar 2.2 Patogenesis DM tipe 1 (Christoffersson, 2016)

Perjalanan penyakit DM tipe 1 melalui beberapa periode:5,9

1. Periode pre-diabetes

Pada periode ini sekresi insulin mulai berkurang ditandai


dengan mulai berkurangnya sel β pankreas yang berfungsi. Kadar C-
peptide mulai menurun. Pada periode ini antibodi mulai ditemukan
apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium, bila ditemukan lebih
dari satu antibodi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya
diabetes, misalnya jika terdapat Tyrosine phosphatase-like insulinoma
antigen 2 (IA2) dan Glutamat Acid Decarboxylase (GAD) maka
resiko untuk menjadi DM tipe 1 adalah sebesar 70% dalam kurun
waktu 5 tahun.

2. Periode manifestasi klinis

Pada periode ini gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode


ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena
sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan meningkat.
Gejala klinis bervariasi, bisa mendadak dalam beberapa hari menjadi
KAD atau dalam beberapa minggu menunjukkan gejala klasik DM.
Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dL akan menyebabkan
dieresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran
cairan dan elektrolit melalui urin. Karena gula darah tidak dapat di
uptake ke dalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi
berat badan akan semakin kurus.

7
Gambar 2.3 Perjalanan penyakit DM tipe 1 (Jennifer, 2018)
3. Periode Honey Moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada
periode ini sisa-sisa sel β pankreas akan bekerja optimal sehingga
akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini
kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari
0,5 U/kgBB/hari dengan HbA1c <7%. Namun periode ini hanya
berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan,
sehingga perlu adanya edukasi pada orang tua bahwa periode ini
bukanlah fase remisi yang menetap.

4. Periode Ketergantungan Insulin yang Menetap


Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM tipe
1. Pada periode ini penderita akan membutuhkan insulin seumur
hidupnya.

2.5. Gambaran klinis

Gambaran klinis pasien DM tipe 1 yaitu poliuria, polidipsi,


polifagia dan penurunan berat badan yang menerus serta peningkatan
tingkat glukosa darah sewaktu >200 mg/dL. Tingkat gula darah akan
meningkat dan mengakibatkan kenaikan osmolalitas cairan ekstrasel.
Peningkatan osmolalitas yang melebihi ambang batas ginjal akan
menyebabkan glukosa dikeluarkan melalui air kemih. Glukosa yang ada
akan menarik air dan elektrolit lain, sehingga pasien mengeluh sering
BAK, dengan demikan tubuh akan selalu merasa haus dan
mengakibatkan yang bersangkutan banyak minum. Pasien juga sering
merasa lapar, hal ini disebabkan glukosa di dalam darah tidak dapat
8
dipakai, sehingga tubuh akan kekurangan glukosa yang menyebabkan
yang bersangkutan banyak makan. Kekurangan insulin di pasien DM
tipe 1 juga mengakibatkan pengambilan asam amino dan pembuatan
protein berkurang, sehingga keperluan nitrogen otot dan masanya (otot)
berkurang dan mengakibatkan penurunan berat badan.2, 3,5

2.6. Diagnosis

Bila dengan gejala polidipsi, poliuria, polifagia, maka pemeriksaan


gula darah abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM.
sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali
pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda. Diagnosis
DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut:1-3

1. Gejala klasik diabetes atau hiperglikemi dengan kadar plasma


glukosa ≥200 mg/dL (11.1 mmol/L) atau,
2. Glukosa puasa plasma ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L), atau
3. Glukosa 2 jam postprandial ≥200 mg/dL (11.1 mmol/L) dengan Uji
Toleransi Glukosa Oral, atau
4. HbA1c > 6.5%

Pada DM tipe 1 juga dapat dilakukan pemeriksaan kadar C


peptide. Pemeriksaan C peptide berperan penting di DM tipe 1 karena
dapat digunakan sebagai petanda untuk mengetahui jumlah sel ß yang
masih berfungsi di pulau Langerhans. Biosintesis insulin terjadi di sel ß
pulau Langerhans dalam bentuk rantai tunggal menjadi preproinsulin
yang dipecahkan menjadi proinsulin, sehingga terbentuk C-peptide dan
insulin yang beredar dalam aliran darah. Kasus DM tipe 1 ini terjadi
kerusakan sel ß. Dengan demikian, maka terjadi kekurangan insulin dan
penurunan tingkat C-peptide. Nilai normal C-peptide 0,9-7 μg/mL.2

Untuk memastikan diagnosa juga dapat dilakukan pemeriksaan

9
autoantibodi, tetapi pemeriksaan autoantibodi juga belum menjadi
pemeriksaan yang rutin dilakukan karena ketersediaan pemeriksaan yang
belum luas dan relatif mahal di Indonesia. Penanda serologi untuk
autoimunitas terhadap sel β pankreas, antara lain glutamic acid
decarboxylase autoantibodies (GAD), tyrosine phosphatase-like
insulinoma antigen 2 (IA2), insulin autoantibodies (IAA), dan β-cell-
specific zinc transporter 8 autoantibodies (ZnT8). Skrining DM tipe 1
pada anak asimtomatik dengan panel antibodi hanya direkomendasikan
dalam penelitian dan jika memiliki anggota keluarga derajat pertama
dengan DM tipe 1.2,3,6

2.7. Tatalaksana

DM tipe 1 tidak dapat disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita


dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan kontrol metabolik yang
baik. Walaupun masih dianggap ada kelemahan, parameter HbA1c
merupakan parameter kontrol metabolik standar pada DM tipe 1. Nilai
HbA1c <7% berarti kontrol metabolik baik, HbA1c <8% kontrol
metabolik cukup dan HbA1c >8 kontrol metabolik buruk. Lima pilar tata
laksana DM tipe-1 pada anak adalah injeksi insulin, pemantauan gula
darah, nutrisi, aktivitas fisik, serta edukasi.5

2.7.1. Insulin

Tujuan terapi insulin adalah menjamin kadar insulin yang cukup


di dalam tubuh selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
sebagai insulin basal maupun insulin koreksi dengan kadar yang lebih
akibat efek glikemik makanan.4

Tabel 2.3 Jenis insulin dan profil kerjanya

10
Sumber: UKK endokrinologi IDAI, 2017

Regimen insulin bersifat individual, yaitu menyesuaikan usia,


berat badan, lama menderita, target kontrol glikemik, pola hidup, dan
komorbiditas. Regimen yang disarankan adalah basal bolus yang
diberikan dengan insulin subkutan minimal 2 kali/hari dengan
menggunakan insulin basal dan insulin kerja cepat atau pendek karena
paling menyerupai sekresi insulin fisiologis.1

Dosis insulin:

 Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin


<0,5 IU/kg/ hari.
 Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis
0,7–1 IU/kg/hari.
 Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1.2–
2 IU/kg/hari.
Regimen basal bolus menggunakan insulin kerja cepat/pendek
diberikan sebelum makan utama, dengan insulin kerja menengah
diberikan pada pagi dan malam hari, atau dengan insulin basal yang
diberikan sekali sehari (pagi atau malam hari). Komponen basal biasanya
berkisar 40-60% dari kebutuhan total insulin, yang dapat diberikan
menjelang tidur malam atau sebelum makan pagi atau siang, atau
diberikan dua kali yakni sebelum makan pagi dan makan malam, sisanya

11
sebagai komponen bolus terbagi yang disuntikkan 20- 30 menit sebelum
makan bila menggunakan insulin reguler, atau segera sebelum makan
atau sesudah makan bila menggunakan analog insulin kerja cepat.
Analog insulin kerja cepat dapat diberikan 15-20 menit sebelum makan
untuk mendapatkan efek yang maksimal.4,5
Ada dua hal yang perlu dikenali pada pemberian insulin, yaitu
efek Somogyi dan efek subuh (Dawn Effect). Efek Somogyi terjadi
sebagai kompensasi terhadap hipoglikemia yang terjadi sebelumnya
(rebound effect), yaitu pemberian insulin yang berlebihan sehingga
terjadi hipoglikemia pada malam hari (jam 02.00-03.00), akibat adanya
hipoglikemia maka tubuh mengkonpensasi dengan peningkatan sekresi
hormon kontrainsulin (hormon glikogenik). Sebaliknya efek subuh
terjadi akibat kerja hormon hormon kontra insulin yang lebih dominan
pada malam hari. Sehingga efek Somogyi memerlukan penambahan
makanan kecil sebelum tidur atau pengurangan dosis insulin malam hari,
sedangkan efek Subuh memerlukan penambahan dosis insulin malam
hari untuk menghindari hiperglikemia pagi hari.4-6

2.7.2. Pemantauan Gula Darah

Pemantauan pada pasien DM tipe 1 mencakup pemantauan gula


darah mandiri, HbA1C, dan keton. Ikatan Dokter Anak Indonesia
menyarankan pemantauan gula darah mandiri paling tidak 4-6 kali per
hari, yaitu pagi hari saat bangun tidur, sebelum makan, 1,5-2 jam setelah
makan, dan malam hari. American Diabetes Association (ADA) dan The
International Society for Pediatric and Adolescent Diabetes (ISPAD)
merekomendasikan lebih sering, mencapai 6-10 kali per hari.
Pengukuran HbA1c dilakukan paling tidak tiga bulan sekali.
Pemeriksaan keton darah dan urin dilakukan pada saat kondisi
hiperglikemia tidak terkontrol, kondisi sakit, dan terdapat tanda-tanda
KAD.1,3

12
Tabel 2.4 Target glukosa darah

Sumber: PPK IDAI 2017

Tabel 2.5 Target kadar HbA1c

Sumber: PPK IDAI 2017

2.7.3. Nutrisi

Pengaturan makanan pada penderita DM tipe-1 bertujuan untuk


mencapai kontrol metabolik yang baik tanpa mengabaikan kalori yang
dibutuhkan untuk metabolisme basal, pertumbuhan, pubertas, maupun
aktivitas sehari hari. Komposisi kalori yang dianjurkan adalah 50-55%
dari karbohidrat, 15-20% berasal dari protein, dan 25-35% dari lemak.
Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 2 kali
makanan kecil sebagai berikut :
 25% berupa makan pagi.

 10% berupa makanan kecil.

 25% berupa makan siang.

 10% berupa makanan kecil.

 30% berupa makan malam.


13
Jenis karbohidrat yang dianjurkan ialah yang berserat tinggi dan
memiliki indeks glikemik dan beban glikemik (glycemic load) yang rendah,
seperti golongan buah-buahan, sayuran, dan sereal yang akan membantu
mencegah lonjakan kadar glukosa darah.1,4

2.7.4. Aktivitas Fisik

Rekomendasi ISPAD clinical practice guideline 2014 mengenai


hal-hal yang perlu diperhatikan oleh anak dan remaja DM tipe 1 saat
melakukan olahraga:1,4,5

 Diskusikan jumlah pengurangan dosis insulin sebelum olahraga


dan jenis serta jumlah karbohidrat yang diperlukan untuk olahraga
spesifik.
 Jika glukosa darah tinggi, glukosa darah > 250 mg/dL (14 mmol/L)
dengan ketonuria /ketonemia (> 0,5 mmol/L)
 Olahraga atau latihan fisik harus dihindari
 Berikan insulin kerja cepat (rapid acting) sekitar 0,05 U/kg atau
5% dari dosis total harian.
 Tunda aktivitas fisik sampai keton sudah negatif.
 Konsumsi 1,0-1,5 gram karbohidrat per kg massa tubuh per jam
untuk olahraga yang lebih lama atau lebih berat jika kadar insulin
yang bersirkulasi tinggi atau insulin sebelum latihan tidak
dikurangi.
 Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat harus dikonsumsi
segera setelah latihan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia
pasca latihan fisik.
 Lakukan pencatatan secara mendetil tentang aktivitas fisik, insulin,
makan, dan hasil pemeriksaan glukosa darah supaya dicapai
kontrol diabetik yang baik selama aktivitas fi sik spontan/latihan.
 Hipoglikemia dapat terjadi sampai 24 jam setelah olahraga

14
 Risiko terjadinya hipoglikemia nokturnal pasca olahraga cukup
tinggi terutama jika kadar glukosa darah sebelum tidur < 125 mg/
dL (<7,0 mmol/L). Dosis insulin basal sebelum tidur sebaiknya
dikurangi.
 Pasien dengan retinopati proliferatif atau nefropati harus
menghindari olahraga yang bersifat anaerobik atau yang
membutuhkan ketahanan fisik karena dapat menyebabkan tekanan
darah tinggi.

Tabel 2.6 Penyesuaian diet, insulin, dan pemantauan gula darah

Sumber: Pulungan, 2019

2.7.5. Edukasi

Edukasi memiliki peran penting dalam penangan DM tipe 1 karena


didapatkan bukti kuat berpengaruh baik pada kontrol glikemik dan
keluaran psikososial. Edukasi tahap pertama dilakukan saat pasien
pertama terdiagnosis atau selama perawatan di rumah sakit yang meliputi
pengetahuan dasar mengenai DM tipe 1, pengaturan makan, insulin
(jenis, dosis, cara penyuntikan, penyimpanan, dan efek samping), serta
pertolongan pertama kedaruratan DM tipe 1 (hipoglikemia, pemberian
insulin saat sakit), sementara tahap kedua dilakukan saat berkonsultasi di
poliklinik.3,4
15
2.8. Komplikasi

Komplikasi DM tipe 1 terdiri dari komplikasi akut dan kronik.


Komplikasi akut terdiri atas ketoasidosis diabetikum (KAD) dan
hipoglikemia.

2.8.1. Ketoasidosis diabetikum (KAD)

Pada DM tipe 1 makin menurunnya insulin post prandial akan


mempercepat proses katabolisme. Insulinopenia menyebabkan
penggunaan glukosa oleh otot dan lemak berkurang mengakibatkan
hiperglikemia postprandial. Bila insulin makin turun, tubuh berusaha
memproduksi lebih banyak glukosa melalui glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Akan tetapi karena glukosa darah tidak dapat masuk
kedalam sel hepar akan berusaha lebih, sebagai akibatnya timbullah
hiperglikemia puasa, menimbulkan diuresis osmotik disertai glukosuria
bila ambang ginjal sudah terlampaui. Akibatnya tubuh kehilangan kalori
elektrolit dan cairan terjadi dehidrasi yang selanjutnya menimbulkan
stres fisiologis dengan hipersekresi hormon stres (epinefrin, kortisol,
glukagon dan hormon pertumbuhan).4,5

Defisiensi insulin bersama dengan peningkatan kadar epinefrin,


kortisol, glukagon dan hormon pertumbuhan yang berlebihan, berakibat
produksi glukosa yang tak terkendali serta gangguan penggunaanya,
akibatnya timbul hiperglikemi dan peningkatan osmolalitas. Kombinasi
defisiensi insulin dan peningkatan kadar plasma
hormon kontraregulasi juga bertanggung jawab atas percepatan lipolisis
dan ganguan sintesis lipid, yang berakibat peningkatan kadar plasma
lipid total, kolesterol, trigliserid dan asam lemak bebas.2,5

16
Gambar 2.4 Patofisiologi ketoasidosis diabetikum ( Joseph, 2018)

Keadaan hormonal yang saling mempengaruhi antara defisiensi


insulin dan kelebihan glukosa akan menimbulkan jalan pintas bagi asam
lemak bebas untuk membentuk keton. Akumulasi asam keton ini
menimbulkan asidosis metabolik serta pernafasan kompensasi yang
cepat sebagai usaha mengekskresi kelebihan CO2. Keton diekskresi ke
dalam kemih bersama-sama dengan kation, yang selanjutnya
meningkatkan kehilangan air dan elektrolit. Dengan dehidrasi progresif,
asidosis, hiperosmolaritas dan berkurangnya penggunaan oksigen otak,
maka terjadi gangguan kesadaran dan pasien akhirnya jatuh ke dalam
koma.7-9

Tabel 2.7 Manifestasi ketoasidosis diabetikum

Sumber: (Kasper, 2018)

Diagnosis KAD ditegakkan jika terdapat:10

 Hiperglikemia yaitu kadar glukosa darah > 200 mg/dL (>11


mmol/L)
 Asidosis yaitu pH <7,3 dan/atau HCO3- <15 mEq/

17
 Ketonemia dan ketonuria.

Klafikasi KAD berdasarkan derajat asidosisnya:

 Ringan: jika pH <7.3 atau serum bikarbonat <15 mmol/L


 Sedang, jika pH <7.2, serum bikarbonat <10 mmol/L
 Berat, jika pH <7.1, serum bikarbonat <5 mmol/L

KAD ditandai dengan poliuria, polidipsia, mual, dan muntah,


dehidrasi, takikardi, hipotensi, syok, perubahan kesadaran, mual,
muntah, nyeri perut, dan pola napas kussmaul. Pemantauan dan edukasi
mengenai hipoglikemia merupakan salah satu komponen utama tata
laksana glukosa darah ≤70 mg/dL. Anak usia muda memiliki risiko
tinggi hipoglikemia karena tidak mampu mengomunikasikan keluhan.
Gejala hipoglikemia diakibatkan oleh aktivasi adrenergik (berdebar,
gemetar, keringat dingin) dan neuroglikopenia (nyeri kepala, mengantuk,
sulit konsentrasi).3,10

Tabel 2.8 Komplikasi DM tipe 1

Sumber: Kasper, 2018

Selain pemantauan komplikasi akut, perlu juga dilakukan skrining


komplikasi kronik yang terdiri dari komplikasi mikrovaskular dan
amakrovaskular. Komplikasi mikrovaskular mencakup nefropati,

18
retinopati, dan neuropati. Komplikasi yang mengenai makrovaskular
seperti penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit
pembuluh darah perifer (klaudikasio, infeksi/ gangren, amputasi).3

Tabel 2.9 Follow up komplikasi kronik pada DM tipe 1

Sumber: Pulungan, 2019

19

Anda mungkin juga menyukai