PNEUMONIA
Disusun oleh :
2013
1
HALAMAN PENGESAHAN
PNEUMONIA
Disusun oleh:
Menyetujui
Dokter Pembimbing/Penguji
2013
2
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) masih terus menjadi masalah kesehatan
yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun
lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain
itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostic dan pilihan
pengobatan.
ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk
pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka
kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas.
Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara anatomis
pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan
pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru
bagian bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya,
yaitu pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit.
3
BAB II
PNEUMONIA
2.1. DEFINISI
Pneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri.virus,jamur,protozoa)
2.2. INSIDENSI
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran
napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit
(pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah
akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.
Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak dibawah 2
tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4 kasus dari 100 anak
prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun,dan 1 kasus ditemukan dari 100 anak umur
9-15 tahun.
UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit
pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada daerah
berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan kasus yang cukup signifikan.
Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak ditemukan
pada anak-anak. Pada berbagai usia penyebabnya cendrung berbeda-beda, dan dapat menjadi
pedoman dalam memberikan terapi.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di
dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Inggris
pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain,
sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15.
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan;
prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan
4
(morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi
23,8%, dan Balita 15,5%.
Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit
dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme
petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya
lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan letak
geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.
2.4 ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur,
protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia
bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan
pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa.
Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza.
Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh
pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada
bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia
yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.
5
2.5 ANATOMI PARU-PARU
Paru-paru merupakan organ yang elastic, berbentuk kerucut, dan letaknya berada di
dalam rongga dada atau thorax. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang
berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks (bagian
atas paru-paru) dan basis.
Paru-paru kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi
3 lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Paru-paru kanan terbagi lagi atas
10 segmen yaitu pada lobus superior terdiri atas 3 segmen yakni segmen pertama adalah
segmen apical, segmen kedua adalah segmen posterior, dan segmen ketiga adalah segmen
anterior.
Pada lobus medius terdiri atas 2 segmen yakni segmen keempat adalah segmen lateral,
dan segmen kelima adalah segmen medial. Pada lobus inferior terdiri atas 5 segmen yakni
segmen keenam adalam segmen apical, segmen ketujuh adalah segmen mediobasal, segmen
kedelapan adalah segmen anteriobasal, segmen kesembilan adalah segmen laterobasal, dan
segmen kesepuluh adalah segmen posteriobasal.
6
Paru-paru kiri terbagi atas dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru
kiri terdiri dari 8 segmen yaitu pada lobus superior terdiri dari segmen pertama adalah segmen
apikoposterior, segmen kedua adalah segmen anterior, segmen ketiga adalah segmen superior,
segmen keempat adalah segmen inferior.
Pada lobus inferior terdiri dari segmen kelima segmen apical atau segmen superior,
segmen keenam adalah segmen mediobasal atau kardiak, segmen ketujuh adalah segmen
anterobasal dan segmen kedelapan adalah segmen posterobasal.
2.6 PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling
berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-
toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran
napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi
7
paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%)
juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru
kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum
sebagai penyebab pneumonia.
Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium kongesti (4 – 12 jam pertama
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)
8
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
2.7. KLASFIKASI
A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
4. Pneumonia aspirasi
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata
2.8 DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang
melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum
mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi
halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
11
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus
kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar.
Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.
12
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada
gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah
kiri.
13
CT Scan
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar
sampai perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
14
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh
perselubungan yang tidak merata.
CT Scan
Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B)
CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang
irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)
2.9 PENATALAKSANAAN
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan
klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.
Penderita yang tidak dirawat di RS
1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres
2) Minum banyak
3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran
4) Antibiotika
15
Penatalaksanaan Umum
Pemberian Oksigen
Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas
Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung.
Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.
Pengobatan Kausal
Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO
(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan:
Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan
pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi.
Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena
itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya
dilakukan.
Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.
Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi pneumonia oleh
bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di
rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan
pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang
berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh.
Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam waktu
yang panjang.
16
Kategori I - Usia -S.pneumonia - Klaritromisin - Siprofloksasin 2x500mg
penderita -M.pneumonia 2x250 mg atau Ofloksasin 2x400mg
< 65 tahun -C.pneumonia - -Azitromisin - Levofloksasin 1x500mg
-Penyakit Penyerta (-) -H.influenzae 1x500mg atau Moxifloxacin
-Dapat berobat jalan -Legionale sp - Rositromisin 1x400mg
-S.aureus 2x150 mg atau - -Doksisiklin 2x100mg
-M,tuberculosis 1x300 mg
-Batang Gram (-)
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
B.Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun
terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya
pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau
sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.
18
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA
C. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah
yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign,
tanda khas pada efusi pleura.
Paparan Nosokomial
21
Escherichia coli, dan spesies Acinetobacter. Kolonisasi orofaringeal terjadi setelah adanya
aspirasi ke dalam saluran napas bagian bawah adalah jalur utama untuk infeksi paru
akibat bakteri ini. Kolonisasi orofaring yang disebabkan oleh intubasi endotrakeal, penggunaan
antibiotik,terapi imunosupresif akut, dan keasaman lambung yang berkurang
(akibat penggunaan antasida atau H2 blocker). Tingkat keasaman yang rendah memungkinkan
bakteri untuk berkembang biak di perut; dari sanalah bakteri ini berkoloni pada
orofaring dan terhisap kedalam paru-paru. Ketika pasien immunocompromised
mengalami ulkus (akibat virus herpes simpleks atau infeksi spesies Candida) di rongga mulut,
faring, atau oesophagus, mereka sangat rentan untuk mengaspirasi sekret yang infeksius.
Kelembaban pada peralatan rumah sakit dan pada saluran ventilasi dapat menyediakan media
untuk spesies Legionella dan bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumonia. Pasien yang
diberikan di ventilator mekanik sangat rentan terhadap infeksi tersebut. Kateter intravena yang
digunakan dalam waktu yang lama dapat meningkatkan risiko septikemia. Kateter yang
terinfeksi dengan Staphylococcus aureus, P aeruginosa, atau spesies Candida dapat
menyebabkan emboli paru septik, seperti penyalahgunaan obat intravena. Insiden pneumonia
yang disebabkan oleh beberapa organisme bervariasi di setiap tempat.
2. Pneumonia Pada Pasien Immunocompromised
25
BAB III
KESIMPULAN
Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam berbagai
komplikasi pada pasien dengan immunocompromised. Di antarakomplikasi paru yang terjadi
pada pasien tersebut, infeksi adalah yang palingumum terjadi dan berhubungan dengan tingkat
morbiditas dan mortalitas yangtinggi.Penyakit pneumonia pada pasien
immunocompromised melibatkan infeksidan radang pada saluran pernapasan bagian bawah.
Terlepas dari alasan yangmenyebabkan berubahnya fungsi kekebalan tubuh, pneumonia
membawa tingkat kematian tinggi pada pasien immunocompromised. Keadaan
immunocompromise yang menyebabkan risiko tinggi pneumonia,terkait dengan adanya faktor-
faktor berikut: Keganasan, HIV, immunodefisiensi primer, Transplantasi imunosupresi,
Kehamilan, Alkoholisme, fibrosis kistik, penyakit autoimmune, penyakit neuromuskular,
disfungsi kognitif, cedera sum-sum tulang belakang, luka bakar, leukemia, limfoma,
kemoterapi akibat keganasan pada organ padat, penggunaan steroid lama, asplenia,dan
diabetes.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan menjadi
pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama apabila dari pemeriksaan fisik
memang menunjukan kelainan di paru dan membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa foto
thorax. Koordinasi antara pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat
menunjang penegakan diagnosis yang tepat.
Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan adanya
gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas
tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan
foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat dari adanya
penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah yang sakit atau sehat.
Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah dilihat dari ada atau tidaknya
kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan
pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk penegakan diagnosis disamping
pemeriksaan laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
26
American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-
acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and
prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.
American thoracic society. Guidelines for management of adults with Guidelines for
the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-associated, and Healthcare-
associated Pneumonia. Am J Respir Crit.Care Med 2005; 171: 388-416.
Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice
guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis
2000; 31: 347-82
Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-
acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
Mylotte JM, Nursing home-associated pneumonia, Clin Geriatr Med 2007;23:553
Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 2007;132:1348
Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and
outpatient, Chest 2007;131;1205
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti.2003
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial.2003
27