Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah melalui kegiatan analisis laporan tahunan

Puskesmas Pauh tahun 2014 dan diskusi dengan pemegang program Gizi di

Puskesmas Pauh. Kegiatan ini dilakukan mulai tanggal 9 Mei - 22 Mei 2015.

Berdasarkan keseluruhan program yang belum mencapai target, dipilih

lima masalah yang memiliki skor tertinggi berdasarkan skala prioritas. Penilaian

lima masalah prioritas tersebut ditentukan berdasarkan data laporan tahunan

puskesmas, wawancara dengan pemegang program dan pimpinan puskesmas,

serta observasi langsung lapangan. Permasalahan ini tidak hanya dilihat dari

kesenjangan antara target dan pencapaian, tetapi juga dilihat dari urgensi,

intervensi, ketersediaan biaya yang dapat diupayakan, dan dampak yang

dihasilkan terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Uraian lima permasalahan kesehatan yang dipilih tersebut yaitu:

1. Rendahnya angka pemberian ASI eksklusif

Pentingnya pemberian ASI eksklusif terlihat dari peran dunia yaitu pada

tahun 2006, WHO mengeluarkan standar pertumbuhan anak yang kemudian

diterapkan di seluruh dunia yang isinya adalah menekankan pentingnya

pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan. ASI

mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan

dan perkembangan bayi. Sehingga tidak dilaksanakannya pemberian ASI

eksklusif akan mempengaruhi status gizi bayi yang nantinya akan

meningkatkan angka kematian bayi.

44
2. Tingginya kebiasaan merokok di dalam rumah
Merokok di dalam rumah merupakan salah satu kebiasaaan yang harus

dihindarkan. Hal ini telah dituangkan juga dalam indikator MDGs. Merokok

dalam rumah menyebabkan anggota keluarga lainnya menjadi perokok pasif.

Namun akibat dari seorang perokok aktif maupun pasif hanya dapat dilihat

dalam jangka waktu lama. Terdapatnya seorang perokok atau lebih di dalam

rumah akan memperbesar resiko anggota keluarga lain untuk sakit terutama

penyakit saluran pernafasan.

3. Rendahnya penggunaan jamban sehat

Menggunakan jamban sehat merupakan salah satu indikator PHBS. Walaupun

sebagian besar masyarakat sudah memiliki jamban, namun angka open

defecation (kebiasaan buang air besar di masayarakat masih tinggi.

Kepemilikan dan penggunaan jamban bukan hanya nyaman, melainkan juga

turut melindungi dan meningkatkan kesehatan keluarga dan masyarakat.

Masyarakat yang menggunakan jamban sehat akan mencegah berbagai

ancaman penyakit menular berbasis lingkungan salah satunya diare.

Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2014, diare termasuk 10

penyakit terbanyak di Kecamatan Pauh, dengan angka kejadian paling tinggi

terdapat di Kelurahan Limau Manis Selatan.

4. Tingginya angka kejadian ISPA


Di Indonesia, ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) masih menjadi masalah

kesehatan utama terutama pada bayi dan balita. Berdasarkan SKRT (Survei

Kesehatan Rumah Tangga) ISPA menjadi salah satu penyebab kematian

utama pada bayi. Faktor risiko terjadinya ISPA meliputi pencemaran udara

dalam rumah, faktor individu anak, serta faktor perilaku.

45
5. Rendahnya cakupan penjaringan suspek TB paru

Tuberkulosis (TB) paru masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.

Penanggulan TB paru meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang

dikelola menggunakan strategi DOTS. Untuk menilai keberhasilan

penanggulangan TB paru digunakan beberapa indikator salah satunya yaitu

angka penemuan pasien baru TB BTA (+). Di Puskesmas Pauh, penjaringan

suspek TB paru masih rendah. Hal ini dapat meningkatkan resiko penularan

TB paru ke lingkungan sekitar semakin tinggi jika suspek dengan BTA (+)

tidak ditemukan dan diberikan tatalaksana segera.

4.2 Penentuan Prioritas Masalah

Beberapa masalah yang ditemukan di Puskesmas Pauh harus ditentukan

prioritas masalahnya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas.


Upaya yang dilakukan untuk menentukan prioritas masalah tersebut adalah

menggunakan teknik skoring sebagai berikut:


1. Urgensi (merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan)
Nilai 1 : tidak penting
Nilai 2 : kurang penting
Nilai 3 : cukup penting
Nilai 4 : penting
Nilai 5 : sangat penting
2. Kemungkinan Intervensi
Nilai 1 : tidak mudah
Nilai 2 : kurang mudah
Nilai 3 : cukup mudah
Nilai 4 : mudah
Nilai 5 : sangat mudah
3. Biaya
Nilai 1 : sangat mahal
Nilai 2 : mahal
Nilai 3 : cukup mahal
Nilai 4 : murah
Nilai 5 : sangat murah
4. Kemungkinan meningkatkan mutu
Nilai 1 : sangat rendah
Nilai 2 : rendah

46
Nilai 3 : sedang
Nilai 4 : tinggi
Nilai 5 : sangat tinggi

47
Tabel 4.1.Penilaian Prioritas Masalah di Puskesmas Pauh

Masalah Urgensi Intervensi Biaya Mutu Total Rank


Rendahnya angka 5 4 4 5 18 I
pemberian ASI
eksklusif
Tingginya kebiasaan 3 2 4 2 11 V
merokok di dalam
rumah
Rendahnya 4 3 4 5 16 II
penggunaan jamban
sehat
Tingginya angka 3 2 3 5 13 IV
kejadian ISPA
Rendahnya penjaringan 5 2 3 4 14 III
suspek TB

48
Tabel 4.2. Penentuan Prioritas Masalah
No. Masalah Metode Skor Alasan
1. Rendahnya angka Urgensi 5 ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan

pemberianASI perkembangan bayi. Sehingga tidak dilaksanakannya pemberian ASI eksklusif akan

eksklusif mempengaruhi status gizi bayi yang nantinya akan meningkatkan angka kematian bayi.
Intervensi 4 Intervensi dapat dilakukan langsung kepada ibu hamil dan menyusui melalui penyuluhan

tentang ASI eksklusif oleh petugas Puskesmas maupun kader. Selain itu juga bisa dilakukan

intervensi kepada tenaga kesehatan dalam hal pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini)

dalam waktu 1 jam setelah persalinan.


Biaya 4 Edukasi kepada ibu hamil dan menyusui dapat dilakukan secara langsung saat posyandu

sehingga tidak diperlukan biaya yang besar.


Mutu 5 Dengan meningkatnya angka pencapaian pemberian ASI eksklusif akan meningkatkan

derajat kesehatan ibu dan anak sehingga mengurangi angka kematian bayi dan balita.

49
2. Tingginya Urgensi 3 Merokok di dalam rumah merupakan salah satu kebiasaaan yang harus dihindarkan. Hal ini

kebiasaan telah dituangkan juga dalam indikator MDGs. Merokok dalam rumah terdapat anggota

merokok di dalam keluarga lainnya yang menjadi perokok pasif. Namun akibat dari seorang perokok aktif

rumah maupun pasif hanya dapat dilihat dalam jangka waktu lama.
Intervensi 2 Melakukan penyuluhan pada masyarakat yang merokok didalam rumah oleh petugas

puskesmas.
Biaya 4 Biaya yang dibutuhkan murah karena hanya diperlukan untuk penyuluhan kepada

masyarakat yang merokok dalam rumah


Mutu 2 Dampak yang disebabkan oleh asap rokok akan memiliki efek jangka panjang terhadap

kesehatan
3. Rendahnya Urgensi 4 Menggunakan jamban sehat merupakan salah satu indikator PHBS. Walaupun sebagian

penggunaan besar masyarakat sudah memiliki jamban, namun angka open defecation di masayarakat

jamban sehat masih tinggi. Masyarakat yang menggunakan jamban sehat akan mencegah berbagai

ancaman penyakit menular berbasis lingkungan salah satunya diare. Berdasarkan laporan

tahunan Puskesmas Pauh tahun 2014, diare termasuk 10 penyakit terbanyak di Kecamatan

Pauh.

50
Intervensi 3 Intervensi dapat dilakukan dengan penyuluhan dan pemicuan langsung oleh petugas

puskesmas mengenai penggunaan jamban sehat.


Biaya 4 Biaya yang dibutuhkan murah karena menggunakan pendekatan ke masyarakat untuk

mengubah kebiasaan melalui penyuluhan dan pemicuan. Serta melakukan kerjasama dengan

masyarakat setempat untuk membuat tempat penampungan tinja alternatif.


Mutu 5 Dengan menghentikan kebiasaan open defecation maka air sungai tidak lagi tercemar

sehingga angka kejadian diare di Puskesmas Pauh dapat ditekan.


4. Tingginya angka Urgensi 3 ISPA merupakan penyakit pada saluran napas yang dapat memberat jika tidak ditangani

kejadian ISPA dengan baik akan tetapi sangat sulit untuk dicegah karena ISPA bergantung pada banyak

faktor yang sulit untuk dikendalikan


Intervensi 2 Intervensi untuk ISPA dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan edukasi kepada

masyarakat

51
Biaya 3 Biaya yang dibutuhkan untuk penanganan ISPA berupa biaya untuk pembelian obat-obatan

Mutu 5 Dengan tatalaksana yang baik, penderita ISPA dapat kembali sembuh seperti sebelumnya

5. Rendahnya Urgensi 4 Dengan penjaringan suspek TB yang masih rendah dapat meningkatkan resiko penularan TB

penjaringan ke lingkungan sekitar. Jika suspek dengan BTA (+) tidak ditemukan dan diberikan

suspek TB paru tatalaksana segera akan meningkatkan angka penularan TB paru.


Intervensi 3 Intervensi secara aktif dapat dilakukan melalui penyuluhan mengenai gejala penyakit TB

paru dan penemuan suspek penderita TB langsung di lapangan. Sedangkan untuk

penjaringan dilakukan secara pasif artinya penjaringan tersangka penderita TB dilaksanakan

pada mereka yang datang berkunjung berobat ke Puskesmas.

52
Biaya 3 Pemeriksaan sputum jika ada warga yang dicurigai menderita TB tidak dipungut biaya.

Pewarnaan sputum dapat dilakukan di Puskesmas Pauh, sedangkan pembacaan slide sputum

dilakukan di Puskesmas Andalas.


Mutu 2 Dengan ditemukannya penderita TB paru maka diharapkan mereka dapat segera diobati dan

dapat menurunkan penularan sehingga meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di

wilayah kerja Puskesmas Pauh.

53
4.3 Analisis Sebab Akibat

Dari hasil analisis terhadap Laporan Tahunan Puskesmas Pauh tahun 2014 dan diskusi

dengan pemegang program Gizi di Puskesmas Pauh didapatkan bahwa pencapaian ASI

Eksklusif di Puskesmas Pauh belum mencapai target. Untuk mengetahui penyebab dari

masalah ini dilakukan diskusi dengan Bu Lely Guslina, AMG selaku pemegang program

Gizi dan didapatkan kesimpulan bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi rendahnya

capaian ASI Ekslusif di Puskesmas Pauh adalah sebagai berikut :

1. Manusia
a. Kurangnya kesadaran ibu mengenai ASI Eksklusif
Rendahnya kesadaran ibu menyusui tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif bisa

dilihat dari laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2014 jumlah bayi usia 0 - 6 bulan

adalah 1.275 bayi, tetapi yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 60,88% dari total

semua bayi, yakni 765 bayi.


b. Kurangnya dukungan (motivasi) dari keluarga kepada ibu menyusui untuk

memberikan ASI Ekslusif


Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan keluarga mengenai manfaat

pemberian ASI ekslusif. Selain itu juga disebabkan oleh rasa khawatir keluarga

apabila bayi tidak segera mendapat ASI apabila ASI tidak bisa keluar atau saat ibu

sedang bekerja.
c. Belum adanya pelatihan mengenai ASI Eksklusif bagi para kader
Selama ini pelatihan kader di wilayah kerja Puskesmas Pauh hanya terfokus pada

kegiatan posyandu, seperti penimbangan berat badan bayi, pengukuran panjang badan

bayi, lingkar kepala bayi, dan lain lain. Maka dari itu, diperlukan pelatihan lebih

banyak bagi para kader mengenai ASI eksklusif agar masyarakat memahami tentang

manfaat pemberian ASI eksklusif.

54
d. Masih adanya Bidan Praktek Swasta yang memberikan susu formula kepada

bayi baru lahir


Di Kecamatan Pauh ditemukan bahwa masih ada beberapa Bidan Praktek Swasta

yang memberikan susu formula kepada bayi baru lahir dengan berbagai macam

alasan, seperti puting susu terbenam, ASI tidak keluar, bayi tidak bisa menghisap, dan

lain-lain.
2. Material
Belum adanya media promosi
Dari penyuluhan - penyuluhan mengenai ASI Eksklusif di daerah kerja Puskesmas

Pauh, selama ini belum terlihat adanya pemanfaatan dari media promosi, seperti

poster, leaflet, video, dan lain - lain. Hal ini mungkin terkendala dana dan sumber

daya manusia untuk pembuatan media promosi.

MANUSIA

Kurangnya kesadaran ibu mengenai ASI


Eksklusif..

Kurangnya dukungan (motivasi) dari keluarga


kepada ibu menyusui untuk memberikan ASI
Eksklusif.
Belum adanya pelatihan mengenai ASI Eksklusif
bagi para kader
Masih adanya Bidan Praktek Swasta yang
memberikan susu formula kepada bayi baru lahir Rendahnya
cakupan
pemberian ASI
Eksklusif di
Kecamatan
Pauh

MATERIAL METODE

Masih minimnya 55
Metode penyuluhan yang
jumlah media kurang menarik
promosi.
Gambar 4.4 Diagram Ishikawa
4.4 Alternatif Penyelesaian Masalah
1. Manusia
Masalah 1
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai ASI Eksklusif
Rencana
Melakukan penyuluhan ASI Eksklusif kepada ibu hamil dan menyusui

Waktu dan Tempat


Setiap kali kunjungan bagi ibu hamil dan setiap datang ke Posyandu bagi ibu hamil
dan menyusui
Pelaksana
KIA, Kader
Target
Meningkatnya pengetahuan ibu mengenai ASI Eksklusif sehingga tidak ada ibu yang
tidak melaksanakan ASI Eksklusif terhadap bayinya.
Masalah 2

56
Kurangnya dukungan dari keluarga kepada ibu menyusui untuk memberikan ASI
Eksklusif
Rencana
Memberikan edukasi kepada keluarga ibu menyusui yang memiliki bayi berusia di
bawah enam bulan
Pelaksana
Kader
Target
Meningkatnya dukungan keluarga kepada ibu untuk pemberian ASI Eksklusif
Masalah 3
Belum adanya pelatihan mengenai ASI Eksklusif bagi para kader
Rencana
Mengadakan pelatihan dan upgrade ilmu mengenai ASI Eksklusif bagi para kader
Waktu dan Tempat
Pelatihan kader diadakan satu kali dalam setahun dan upgrade ilmu satu kali dalam
tiga bulan pada minggu pertama di Puskesmas Pauh
Pelaksana
Petugas promkes,gizi dan KIA
Target
Semua kader mendapatkan pelatihan
Masalah 4
Masih adanya Bidan Praktek Swasta yang memberikan susu formula kepada bayi
baru lahir
Rencana
Mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh pimpinan Puskesmas dan Bidan Praktek
Swasta di Puskesmas pada awal bulan Juni tahun 2015
Pelaksana
Pimpinan puskesmas
Target
Tidak ada Bidan Praktek Swasta yang memberikan susu formula kepada bayi baru
lahir
2. Material
Masalah
Belum adanya media promosi
Rencana
Bekerjasama dengan mahasiswa praktek untuk menyediakan media promosi seperti
leaflet dan brosur tentang ASI Eksklusif.
Pelaksana
Petugas promkes, mahasiswa
Target
Tercukupinya jumlah media promosi tentang ASI Eksklusif
3. Metode
57
Masalah
Metode penyuluhan tidak menarik
Rencana
Penyuluhan dibuat lebih interaktif dan dibuat dalam grup kecil maksimal 15 orang
agar kondusif
Pelaksana
Petugas puskesmas bagian gizi bersama kader
Target
Terbentuknya grup yang berjumlah maksimal 15 orang untuk penyuluhan ASI
eksklusif.

58

Anda mungkin juga menyukai