Anda di halaman 1dari 10

MODUL : Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak

DESKRIPSI SINGKAT
Kecenderungan infeksi HIV pada perempuan dan anak terus meningkat. Dari Januari sampai
dengan Desember 2012, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan menurut pekerjaan, pada ibu rumah
tangga adalah 936 orang merupakan nomor satu, sedangkan tenaga non professional sebesar
861 orang atau nomor 3, dan 3,6% kasus AIDS ditularkan dari Ibu HIV kepada anak yang
dilahirkannya. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk mencegah infeksi HIV pada
perempuan, serta mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke bayi.

WHO, dalam upaya pencegahan HIV dari ibu ke anak merekomendasikan 4 (empat) prong atau
komponen kegiatan komprehensif yang perlu diupayakan untuk mencegah terjadinya penularan
HIV dari ibu ke bayi, meliputi mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia
reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif, mencegah
terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya, dan memberikan
dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.

Pada pelaksanaan di puskesmas, untuk kepentingan dan kemudahan akses bagi ibu hamil, PPIA
diintegrasikan di pelayanan antenatal terpadu, pelayanan KB dan Konseling remaja.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi, peserta mampu memahami upaya pencegahan penularan HIV pada
perempuan, bayi dan anak

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Menjelaskan pengertian, tujuan, sasaran dan mengapa diperlukan PPIA
2. Mengidentifikasi Kegiatan PPIA Komprehensif (4 Prong) yang dapat dilayani di fasyankes masing-
masing
3. Melakukan integrasi pelayanan PPIA di layanan ANC terpadu, KB dan Konseling remaja.

III. POKOK BAHASAN


1. Komponen kegiatan dalam PPIA (Pronk)
2. Penggunaan ARV dalam program PPIA terpadu

IV METODE, MEDIA DAN ALAT BANTU


ETODE, MEDIA & ALAT BANTU
1. METODE
1. Pemaparan power point
2. Diskusi
3. Tugas baca

2. MEDIA dan Alat bantu


1. Materi Inti modul.....
2. LCD
3. Flipchart,
4. Whiteboard.

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

SESI 1: PENGKONDISIAN PESERTA

Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:

1. Fasilitator menyapa peserta dan memperkenalkan diri.


2. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan khusus.
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan metoda curah pendapat atau
meminta beberapa peserta untuk menjawabnya.

SESI 2: Paket pencegahan dalam PPIA (Pronk)


Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:

1. Fasilitator menyampaikan bahan pokok bahasan 1 dengan menggunakan bahan presentasi.


2. Fasilitator mendorong peserta untuk menanyakan bagian yang tidak dimengerti.
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang dibahas dengan metoda curah pendapat, meminta
beberapa peserta untuk menjawabnya atau penjelasan dari narasumber.
4. Peserta secara bergantian membaca pokok bahasan 1 materi inti pelatihan hingga selesai.
5. Fasilitator mendorong peserta untuk menanyakan bagian yang tidak dimengerti.
6. Melakukan apersepsi tentang materi yang dibahas dengan metoda curah pendapat, meminta
beberapa peserta untuk menjawabnya atau penjelasan dari narasumber.

SESI 3:Penggunaan ARV dalam program PPIA terpadu

Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:

1. Fasilitator menyampaikan bahan pokok bahasan 2 dengan menggunakan bahan presentasi.


2. Fasilitator mendorong peserta untuk menanyakan bagian yang tidak dimengerti.
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang dibahas dengan metoda curah pendapat, meminta
beberapa peserta untuk menjawabnya atau penjelasan dari narasumber.
4. Fasilitator mendorong peserta untuk menanyakan bagian yang tidak dimengerti.
5. Melakukan apersepsi tentang materi yang dibahas dengan metoda curah pendapat, meminta
beberapa peserta untuk menjawabnya atau penjelasan dari narasumber.
SESI 4: PENUTUP, UMPAN BALIK DAN RANGKUMAN
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:

1. Peserta mengerjakan evaluasi akhir modul secara perorangan.


2. Fasilitator minta peserta memperlihatkan hasil pekerjaannya dan memberikan umpan balik.
3. Fasilitator merangkum tentang pembahasan materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk
melakukan umpan balik. Kemudian dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan
aktif seluruh peserta.

VI. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1. Komponen Kegiatan dalam PPIA

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau Prevention of Mother to child transmission
(PMTCT) merupakan bagian dari rangkaian upaya pengendalian HIV-AIDS. Upaya untuk mencegah
terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi-anak dilaksanakan secara komprehensif melalui empat (4)
komponen/ pronk, meliputi:

Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif


Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV;
Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya; dan
Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan
keluarganya.

Pronk 1. Pencegahan Penularan HIV pada perempuan usia reproduktif

Penekanan kegiatan pada pronk 1 adalah upaya promosi kesehatan dengan berbagai metoda media
komunikasi berupa
1. A (Abstinence), artinya Absen seks ataupun tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum
menikah
2. B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti
pasangan);
3. C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan
Kondom.
4. D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.
5. E (Equipment), artinya pakai alat-alat yang bersih, steril, sekali pakai, tidak bergantian,
diantaranya alat cukur dan sebagainya (E dapat juga pemberian Edukasi, pemberian informasi
yang benar)

Pronk 2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV

Pada era penggunaan ARV saat ini, HIV bukan merupakan halangan untuk perempuan dengan HIV yang
menginginkan anak. Penyebab utama penularan HIV dari ibu ke anak adalah tingginya virus HIV dalam
darah, keadaan ini dapat dikontrol dengan pemberian ARV pada semua ibu hamil tanpa melihatn
stadium klinis dan nilai CD4.
Secara umum, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan perlu ditekankan pada perempuan
dengan HIV yang belum mendapatkan akses pengobatan HIV mengingat kemungkinan angka penularan
penularan pada bayi akan cukup tinggi. Konseling terkait hal ini perlu diberikan cukup dalam agar
didapat pengertian bahwa pencegahan kehamilan ini bukan berarti dilarang hamil

Pada perempuan dengan HIV yang sudah minum ARV dan jumlah virus dalam darah tidak terdeteksi,
pencegahan kehamilan dapat dilakukan dengan menggunakan metoda kontrasepsi yang dapat
didiskusikan dengan petugas kesehatan.

Pronk 3. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke Anak

Pronk 3 menekankan penggunaan ARV untuk tujuan pencegahan. Kehamilan merupakan indikasi untuk
memberikan ARV tanpa melihat stadium klinis dan nilai CD4. Tantangan dalam pelaksanaan prongk 3
adalah bagaimana membantu semua ibu hamil untuk menggunakan fasilitas kesehatan untuk
mengakses testing dan pengobatan.

Pemerintah, guna menyelaraskan pronk 3 dan program kesehatan ibu dan anak secara global,
menerapkan ANC terpadu untuk bisa menjalankan pronk 3 sehingga semua ibu hamil yang berkunjung
ke layanan ANC juga bisa mendapatkan akses testing HIV, IMS termasuk sifilis, hepatitis dan malaria
beserta pengobatannya jika ditemukan hasil positive

Hal lain yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pronk 3 adalah keterlibatan pihak swasta seperti
bidan praktek swasta, rumah bersalin, rumah sakit swasta dan dukun beranak untuk juga melakukan
skrining dan membangun jaringan rujukan untuk akses ARV.

Dinas kesehatan pernlu menetapkan target dan mensosialisasikan target ini kepada jajaran puskesmas
dan membantu puskesmas dan rumah sakit daerah untuk berjejaring guna dibahas mekanisme untuk
melakukan skrining HIV dan meluaskan akses pengobatan bagi ibu hamil.
1. Pemeriksaan antenatal terpadu, meliputi:
2. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
3. Ukur Tekanan darah
4. Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas /LILA)
5. Ukur Tinggi fundus uteri
6. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
7. Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan
8. Beri Tablet tambah darah (tablet besi)
9. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
a) Pemeriksaan golongan darah
b) Pemeriksaan kadar Hemoglobin darah (Hb)
c) Pemeriksaan protein dalam urin
d) Pemeriksaan kadar gula darah (bila curiga)
e) Pemeriksaan darah Malaria (di daerah endemis malaria)
f) Pemeriksaan tes Sifilis
g) Pemeriksaan HIV
h) Pemeriksaan BTA
Pronk 4 Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan
keluarganya

Pronk 4 merupakan kegiatan yang harus dilakukan bersama lintas program maupun koordinasi dengan
pemangku kepentingan lainnya mempertimbankan bahwa beberapa aspek seperti aspek sosial, aspek
ekonomi tidak dapat diselesaikan oleh unit kesehatan.

Pemberian dukungan psikologis dan sosial kepada ibu HIV dan keluarganya adalah penting, mengingat ibu
HIV maupun ODHA menghadapi masalah psikososial, seperti: Stigma dan diskriminasi, depresi,
pengucilan dari lingkungan sosial dan keluarga, masalah dalam pekerjaan dan ekonomi dan masalah
dalam pengasuhan anak

Tujuan dukungan psikologis adalah: mengurangi anxietas dan depresi, meningkatkan semangat hidup,
mempertahankan kondisi kesehatan optimal, meningkatkan kepatuhan berobat, menurunkan risiko
penularan dari ibu ke bayi, memastikan bayi/anak bebas dari HIV dan penyakit menular lainnya.

Tujuan dukungan sosial meliputi penurunan stigma dan diskriminasi oleh lingkungan, meningkatkan
kemampuan dan kemandirian diri pasien, meringankan beban kebutuhan hidup, mempermudah akses
terhadap pelayanan kesehatan.

Dukungan psikososial dapat diberikan oleh pasangan dan keluarga, kelompok dukungan sebaya, kader
kesehatan, tokoh agama dan masyarakat, tenaga kesehatan dan Pemerintah
Bentuk dukungan psikososial ada 4, yaitu:

Dukungan emosional, berupa empati dan kasih sayang


Dukungan penghargaan, berupa sikap dan dukungan positif
Dukungan instrumental, berupa dukungan untuk ekonomi keluarga
Dukungan informasi, berupa semua informasi terkait HIV-AIDS dan seluruh layanan
pendukungnya, termasuk informasi tentang kontak petugas kesehatan/ LSM/ kelompok
dukungan sebaya
POKOK BAHASAN 2. Penggunaan ARV dalam PPIA

Uji coba klinis ACTG 076 dengan menggunakan AZT untuk pencegahan penularan HIV dari ibu keanak
sekitar 16 tahun yang lalu merupakan penemuan yang luar biasa untuk kesehatan masyarakat.
Penggunaan AZT saja untuk program PPIA terbukti menurunkan penularan hingga 68% [1]
Hasil uji coba klinis ACTG 076 diperkuat dengan uji klinis HTPN 052 yang menunjukkan bahwa pemberian
HAART dapat menekan laju transmisi hingga 1-2%. Kebijakan Treatment as preventein dengan
menggunakan HAART dilandasi pada uji klinis HTPN 052. PPIA mengadopsi hasil uji klinis ini dalam
bentuk menempatkan ibu hamil sebagai suatu indikasi pemberian ARV tanpa melihat stadium klinis dan
nilai CD4.

Indonesia sudah melakukan program PPIA sejak tahun 2004 sejalan dengan initiative 3 by 5 dengan
menggunakan AZT yang diberikan pada minggu ke 28 kehamilan hingga persalinan dilanjutkan dengan
pemberian Nevirapine (NVP) pada bayi yang lahir dari ibu dengan HIV. Data... menunjukkan bahwa
cakupan penemuan kasus ibu hamil belum sesuai dengan target serta sulitnya mempertahankan ibu
untuk datang di layanan ANC untuk mendapatkan akses pengobatan. Kondisi ini diperburuk dengan
sedikitnya akses yang bisa di jangkau untuk mendapatkan pelayanan PPIA.

Penurunan transmisi penularan dari ibu ke anak pada kasus HIV merupakan pendekatan pencegahan
yang paling efektif untuk kesehatan masyarakat. Penularan HIV ke anak tidak terjadi pada semua anak
yang lahir dari ibu dengan HIV positive. Pada kondisi dimana tidak tersedia pengobatan dan layanan ANC
yang komprehensif, penularan terjadi sekitar 20 40% yang terbagi menjadi 5- 10 % terjadi pada saat
kehamilan, 15- 20 % terjadi pada saat persalinan dan 1- 10 % terjadi pada saat menyusui.

Faktor utama penyebab terjadinya penularan adalah tingginya jumlah virus [2] dan rusaknya barier
placenta oleh sebab apapun seperti malnutrisi pad ibu hamil, kekurangan tablet besi dan vit A [3],
adanya infeksi menular sexual [4-7], malaria untuk daerah endemis malaria dsb.

Kehamilan tidak berpengaruh terhadap perjalanan penyakit HIV dan tidak mempengaruhi survival rate
bumil dengan HIV [8,9]

Tujuan dari penurunan transmisi HIV tidak terjadi secara maksimal jika kita hanya melihat dari sisi
pengendalian penyakit HIV, pencegahan ini perlu dilakukan secara menyeluruh untuk menjaga utuhnya
barier placenta selain pengendalian jumlah virus dalam darah.

Pada saat ini penularan HIV bisa ditekan hingga 1-2 % dengan beberapa pendekatan diantaranya adalah
kewajiban bagi petugas kesehatan untuk melakukan skrining HIV pada semua ibu hamil, pelaksanaan
ANC secara menyeluruh, menghindari terjadinya malnutrisi, skrining IMS termasuk sifilis, pemberian
ARV pada semua ibu hamil HIV positive tanpa melihat stadium klinis dan nilai CD4, perencanaan
persalinan sesuai indikasi, pemberian ASI ekslusif pada bayi dan pemberian AZT pada semua bayi yang
lahir dari ibu dengan HIV selama 8 minggu.

Pada ibu hamil yang sudah mendapatkan ARV dan kadar virus dalam darah adalah tidak terdeteksi
penularan HIV pada bayi bisa ditekan hingga kurang dari 1%.
Sejak tahun.... Indonesia menerapkan PPIA B + dan menyatukan PPIA dalam program ANC terpadu.
Testing HIV, IMS termasuk sifilis, malaria dan hepatitis ditambahkan dalam komponen ANC yang wajib
dilakukan oleh seluruh nakes tanpa melihat status epidemi di wilayahnya. Selain testing HIV, pemerintah
juga meningkatkan jumlah fasyankes yang dapat melakukan testing HIV dan memberikan ARV dengan
rejimen HAART segera setelah ibu hamil dinyatakan positive.

Komponen dari PPIA B + di Indonesia terdiri dari


1. Skrining HIV, sifilis, hepatitis dan malaria pada semua ibu hamil tanpa melihat status epidemi
HIV
2. Pemberian profilaksis kotrimoksasol bagi ibu hamil dengan HIV sesui dengan indikasi profilaksis
kotrimoksasol
3. Pemberian ARV pada semua bumil dengan HIV tanpa melihat stadium klinis dan nilai CD4
4. Pemberian ARV pada semua ibu hamil dengan HIV menggunakan rejimen HAART yang
mengandung TDF+3TC/FTC+EFV seumur hidup
5. Pertolongan persalinan sesuai dengan status pemberian ARV dan jumlah virus dalam darah.
Pada bumil yang telah mendapatkan ARV selama 6 bulan atau terbukti jika jumlah virus dalam
darah < 1000 kopi/ml, persalinan dapat dilakukan dengan pervaginam. Sectio Caesaria dilakukan
jika memang terbukti mempunyai indikasi medis
6. Pada ibu hamil yang tidak pernah mendapatkan ARV dan atau jumlah virus > 1000 kopi/ml,
sectio caesaria direkomendasikan untuk dilakukan guna mengurangi penularan HIV selama
persalinan
7. Pemberian AZT segera setelah bayi lahir selama 6 minggu (lihat dosis pada tabel 1)
8. Diagnosis HIV pada bayi untuk memastikan terjadi atau tidaknya penularan dengan
menggunakan metoda PCR DNA kualitatif ( Early Infant Diagnosis/EID) dengan pemeriksaan
darah fsti tumit bayi menggunakan kertas saring whatman
9. Pemberian kotrimoksasol pada bayi lahir dari ibu dengan HIV sejak usia 6 minggu sampai
terbukti tidak terinfeksi HIV baru dihentikan. Jika bayi terbukti terinfeksi HIV, kotrimoksasol di
lanjutkan hingga usia 5 tahun
10. Pemberian ASI ekslusif atau susu formula ekslusif pada keluarga yang mampu secara ekonomi
dengan memperhatikan AFASS
11. Pemberian vaksinasi pada bayi sesuai dengan program imunisasi yang ditetapkan oleh
pemerintah
12. Pemberian ARV seumur hidup pada bayi yang terbukti tertular HIV yang dibuktikan dengan
pemeriksaan EID maupun antibodi HIV pada usia 18 bulan

Pemberian ARV pada bumil sama seperti pemberian ARV pada pasien non bumil dengan menggunakan
rejimen TDF+3TC/FTC+EFV yang diberikan seumur hidup tanpa menunggu adanya hasil lab dari fungsi
hati, ginjal dan darah lengkap. Efavirenz terbukti tidak memberikan efek teratogenik dan dapat
diberikan pada usia kehamilan berapapun [10].

Pertolongan persalinan baik melalui pervaginam maupun sectio caesaria dilakukan di fasilitas kesehatan
tanpa menggunakan alat pelindungan khusus dan berlebihan. Penerapan prosedur kewaspadaan
standar merupakan aspek yang terpenting.

Permenkes No.87 tahun 2014, mengijinkan puskesmas untuk melakukan testing HIV pad semua ibu
hamil dan meng-inisiasi pengobatan ARV bagi ibu hamil dengan HIV setelah puskesmas tersebut
dipersiapkan oleh dinas kesehatan baik SDM, sarana maupun prasarana.
Tabel 1. Dosis profilaksis AZT pada anak

Sumber : Permenkes no 87 tahun 2014


DAFTAR PUSTAKA
1. Connor EM, Sperling RS, Gelber R, Kiselev P, Scott G, OSullivan MJ, Van Dyke R, Bey M, Shearer
W, Jacobson RL, et al: Reduction of maternal-infant transmission of human immunodeficiency
virus type 1 with zidovudine treatment. Pediatric AIDS Clinical Trials Group Protocol 076 Study
Group. N Engl J Med. 1994, 331 (18): 1173-1180.
2. Garcia PM, Kalish PA, Pitt J et all. Maternal level of plasma HIV type 1 RNA and the isk of
perinatal transmission. Woman and infant Study group. N Engl J Med. 1999. 341: 385-393.
3. Semba RD, Miotti PG, Chiphangwi J, Hoove r DR. Maternal vitamin A deficiency and mother to
child transmission of HIV-1. Lancet, 1994, 343:1593-1597
4. Du M, uczkowska M, aba R. Ulceration of genital organs as a site of HIV entry. Post Dermatol
Alergol 2009; 26: 206-11
5. akubowicz O, aba R, Czarnecka-Operacz M. Serological tests for syphilis performed in the
Sexually Transmitted Diseases Diagnostic Laboratory in Pozna during 2000-2004. Post Dermatol
Alergol 2011; 28: 30-5.
6. Hoegsberg B, Abulafia O, Sedis A et al. Sexually transmitted diseases and human
immunodeficiency virus among women with pelvic inflammatory disease. Am J Obstet Gynecol ,
1990, 163:1135-1139
7. Sewankambo N, Gray RH, Wawer MJ et al. HIV-1 infection associated with abnormal vaginal
flora morphology and bacterial vaginosis. Lancet, 1997, 350:546-550
8. Watts DH. Management of human immunodeficiency virus infection in pregnancy. N Engl J
Med. 2002 Jun 13; 346(24):1879-91
9. French R, Brocklehurst P. The effect of pregnancy on survival in women infected with HIV: a
systematic review of the literature and meta-analysis. Br J Obstet Gynaecol. 1998 Aug;
105(8):827-35
10. WHO. Use of efavirenz during pregnancy: A public health perspective. June 2012
11. Kementerian Kesehatan RI, 2014, Peraturan Kementerian Kesehatan RI Nomor No. 87 tahun
2014 Tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral
12. Kementerian Kesehatan RI, 2011, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penye hatan
Lingkungan, Modul Pelatihan Konseling Lanjutan bagi Konselor HIV terlatih di Sarana Kesehatan
13. Kementerian Kesehatan RI, 2010, Pedoman Konseling Adherence Anti-Retroviral tahun 2010,
Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai