Anda di halaman 1dari 10

Satuan Acara Penyuluhan Prevention Mother To Child

Transmission (PMTC) HIV

Pokok bahasan : Edukasi Prevention Mother To Child Transmission


(PMTCT)
Sasaran : ibu-ibu hamil
Hari/tanggal : 21 Juni 2021
Tempat : via zoom meeting
Waktu : jam 10.00-selesai
Penyuluh :
1. Chalista Louise Angie Kusuma Astuti 20190303009
2. Cindy Ariani Oktavia 20190303004
3. Maulana Umar Saefudin 20190303033
4. Rana Afiyah 20190303006
5. Sri Mulyanti 20190303039
6. Virly Virda Verlina 20190303043

I. TUJUAN INTRUKSIONAL
A. Tujuan Intruksional Umum
Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan ibu dapat
mengerti tentang materi Prevention Mother To Child Transmission
(PMTCT)

B. Tujuan Intruksional Khusus


Setlah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan peserta
penyuluhan mampu :
1. Menjelaskan Pengertian Prevention Mother To Child Transmission
(PMTCT)
2. Menjelaskan Faktor-Faktor Risiko HIV dari Ibu ke Anak
3. Menjelaskan Cara Penularan HIV dari Ibu ke Anak
4. Menjelaskan Pencegahan HIV dengan Menerapkan Prevention
Mother To Child Transmission (PMTCT)
5. Menjelaskan Strategi PMTCT (Prevention Of Mother to Child HIV
Transmission)
6. Menjelaskan Pendekatan Komprehensif
7. Menjelaskan Skrining HIV pada ibu hamil

II. METODE
Ceramah dan Tanya jawab

III. MEDIA
Power point

IV. KEGIATAN PENYULUHAN

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


.
1. 5 menit Pembukaan :
1. Mengucapkan salam pembuka 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan dilakukan 3. Memperhatikan
penyuluhan 4. Memperhatikan
4. Menyebutkan materi yang akan
diberikan

2. 15 menit Pelaksanaan :
1. Menjelaskan Pengertian Memperhatikan
Prevention Mother To Child dan mendengarkan
Transmission (PMTCT)
2. Menjelaskan Faktor-Faktor Risiko
Penularan HIV dari Ibu ke Anak
3. Menjelaskan Cara Penularan HIV
dari Ibu ke Anak
4. Menjelaskan Pencegahan HIV
Dengan Menerapkan Prevention
Mother To Child Transmission
(PMTCT)
5. Menjelaskan Strategi PMTCT
(Prevention Of Mother to Child HIV
Transmission)
6. Menjelaskan Pendekatan
Komprehensif
7. Menjelaskan Skrining HIV pada ibu
hamil
3. 8 menit Evaluasi :
Memberikan kesempatan pada ibu Bertanya
untuk bertanya

4. 3 menit Penutup :
1. Menyimpulkan materi 1. Mendengarkaan
2. Memberikan salam 2. Menjawab salam

V. KRITERIA EVALUASI
A. Evaluasi proses
1. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
2. Tidak ada anggota peserta yang meninggalkan acara atau tempat
penyuluhan
3. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan
benar
B. Evaluasi hasil
Peserta mampu memahami tentang HIV

MATERI
1. Pengertian
Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus yang menyerang sel darah putih sehingga
menyebabkan turunnya sistem kekebalan tubuh, sedangkan AIDS (Acquired
Deficiency Syndrome) adalah kumpulan tanda atau gejala yang akan timbul
karena turunnya sistem kekebalan tubuh karena infeksi oleh virus.
Program PPIA atau PMTCT adalah program yang direncakanan dan
dijalankan pemerintah untug mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS dari
ibu ke bayinya. Program PMTCT mencegah penularan HIV/AIDS pada
perempuan usia produktif dengan kehamilan HIV positif. Program PMTCT
dilaksanakan pada perempuan usia produktif dengan melibatkan remaja
dalam menyebarkan informasi tentang HIV/AIDS, selain itu juga
meningkatkan kesadaran perempuan tentang bagaimana cara menghindari
penularan virus HIV dan IMS (Infeksi Menular Seksual) dan menjelaskan
manfaat konseling dan tes HIV secara sukarela kepada kelompok yang
berisiko, kader dan tenaga kesehatan.
Layanan PMTCT dalam pelayanan KIA merupakan bagian dari
Program Nasional Pengendalian HIV/AIDS dan IMS (Infeksi Menular
Seksual), di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV
kepada semua ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin
lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan, di daerah
epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan diprioritaskan
pada ibu hamil dengan IMS dan TB (Tuberkulosis). Setiap ibu hamil yang
positif HIV wajib diberi obat ARV (Antiretrioviral) dan mendapatkan pelayanan
perawatan, dukungan dan pengobatan lebih lanjut.

2. Faktor-Faktor Risiko
Terdapat 3 faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak.
1) Faktor ibu
Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan terjadinya penularan
HIV dari ibu ke anak, yaitu :
a. Kadar HIV, kadar HIV yang terdapat dalam darah ibu
merupakan faktor utama dri terjadinya penularan HIV dari
ibu ke anak. Semakin tinggi kadar, semakin besar juga
kemungkinan penularannya.
b. Kadar CD4 ibu, ibu dengan kadar CD4 yang rendah
khususnya bila jumlah CD4 di bawah 350 sel/mm3, akan
menunjukkan daya tahan tubuh yang rendah juga kerana
banyak sel limfosit yang rusak.
c. Status gizi, kekerungan zat gizi dan berat badan yang renah
selama masa kehamilan meningkatkan risiko ibu mengalami
penyakit infeksi yang dapat meningkatkan kadar HIV dalam
darah ibu sehingga akan menambah risiko enularan ke bayi.
d. Penyakit infeksi selama kehamian, peyakit infeksi yang
diderita ibu selama kehamilan seperti sifilis, infeksi organ
reproduksi, malaria, dan tuberkulosis memiliki risiko
meningkatkan kadar HIV dalam darah ibu sehingga akan
meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak.
e. Masalah pada payudara, masalah paydara seperti puting
lecet, mastitis dan abses pada payudara akan
meningkatkan risiko penularan HIV melalui pemberian ASI.
2) Fakor bayi
Erdapat beberapa faktor yang berasal dari anak yang dapat
meningkatkan risiko penularan HIV, yaitu :
a. Usia kehamilan dan berat badan bayi, bayi premture atau
bayi dengan berat badan lahir rendah dapat membuat bayi
rentan tertular HIV karena sistem organ dan kekebaan
tubuh yang belum berkembang baik.
b. Adanya luka di mulut bayi, risiko penularan lebih besar
ketika bayi diberi ASI.
c. Periode pemberian ASI: risiko penularan melalui pemberian
ASI bila tanpa pengobatan berkisar antara 5–20%.
3) Fakor tindakan obstetric
Risiko terbesar terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak terjadi
pada saat persalinan, karena adanya tekanan pada plasenta
meningkat sehingga bisa menyebabkan terjadinya hubungan
antara darah ibu dan darah bayi. Terdapat faktor-faktor selama
persalinan yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu
ke anak.
a. Jenis persalinan, risiko penularan pada persalinan per
vaginam lebih besar daripada persalinan seksiosesarea.
Namun, seksiosesaria memberikan banyak risiko lainnya
untuk ibu.
b. Lama persalinan, semakin lama proses persalinan, semakin
meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak , karena
kontak antara bayi dengan darah/lendir ibu semakin lama.
c. Ketuban pecah, Ketuban pecah lebih dari empat jam
sebelum persalinan dapat meningkatkan risiko penularan
hingga dua kali dibandingkan jika ketuban pecah kurang
dari empat jam.
3. Cara penularan HIV
Terdapat 3 alur penularan HIV, yaitu :
1) Cairan Genital, cairan sperma dan cairan vagina pengidap HIV
memiliki jumlah virus yang tinggi dan cukup banyak sehingga
memungkinkan terjadinya penularan HIV. Karena itu semua hubungan
seksual yang berisiko dapat menularkan HIV, baik genital, oral maupun
anal.
2) Kontaminasi Darah atau Jaringan, penularan HIV dapat terjadi melalui
kontaminasi darah seperti transfusi darah dan produknya (plasma,
trombosit) dan transplantasi organ yang tercemar virus HIV atau
melalui penggunaan peralatan medis yang tidak steril.
3) Perinatal (Penularan dari Ibu ke Anak), Penularan ke janin terjadi
selama kehamilan melalui plasenta yang terinfeksi, sedangkan ke bayi
melalui darah atau cairan genital saat persalinan dan melalui ASI pada
masa laktasi.
4. Strategi PMTCT (Prevention Of Mother to Child HIV Transmission)
Ada 4 Prong (Strategi) dalam pencegahan penularan HIV dari Ibu ke bayi:
1) Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif
dengan konseling pranikah, mendapatkan informasi HIV dan AIDS
dan seks bebas
2) Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV
positif. Dengan mendapatkan layanan konseling dantes HIV
sukarela dan Pemakaian kontrasepsi yang aman dan efektif.
3) Pencegahan penularan HIV dari hamil HIV positif ke janin yang
dikandungnya
a. Ibu mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang
terpadu
b. Pemberian obat anti retroviral (ARV) untuk mengoptimalkan
kesehatan ibu dan mengurangi risiko penularan HIV ke bayi
dengan cara menurunkan kadar virus HIV serendah
mungkin.
c. Ibu menjalani persalinan dengan cara seksio Caesar
d. Ibu memberikan susu formula kepada banyinya.
4) Pemberian dukungan psikologis, social dan perawatan kepada ibu
HIV positif beserta bayi dan keluarganya yang meliputi :
a. Pemberian ARV jangka panjang
b. Merujuk ke fasilitas pelayanan
c. Pengobatan dan perawatan
d. Dukungan operasi Caesar
e. Dukungan pemberian susu formula
f. Dukungan dari suami dan keluarga

5. Pendekatan Komprehensif
Pendekatan komprehensif merupakan suatu bentuk pendekatan
yang dipromosikan oleh WHO untuk pencegahan penularan HIV ibu dan
anak, yang terdiri dari :
a. Mencegah infeksi HIV baru pada wanita usia reproduktif
b. Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan pada wanita dengan
HIV
c. Mencegah transmisi vertikal ibu hamil dengan HIV ke bayinya
d. Melakukan tata laksana adekuat, perawatan, dan dukungan pada
ibu dengan HIV, anak, dan keluarganya
Pendekatan penanganan HIV di Indonesia pada ibu hamil
mengacu pada pedoman yang telah dikeluarkan WHO pada tahun 2015,
yang disebut option B+, yang menyatakan bahwa semua ibu hamil
dengan HIV wajib mendapat ARV sejak terdiagnosa sampai seumur
hidup, tanpa memperhitungkan kadar CD4 untuk dapat mencegah
terjadinya penularan HIV ibu ke anak.

6. Skrining HIV pada ibu hamil


Skrining HIV yang dilakukan pada masa kehamilan saat ini telah
dianjurkan secara universal pada kunjungan pertama, dengan inisiatif dari
pemberi pelayanan kesehatan, atau biasa disebut sebagai Tes atas
Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling (TIPK) atau
Provider Initiative Test and Counseling (PITC). TIPK merupakan tes HIV
atas inisiatif pemberi pelayanan kesehatan dan konseling kepada pasien
untuk kepentingan kesehatan dan pengobatannya. Penawaran tes HIV
pada ibu hamil dilakukan pada saat kunjungan antenatal pertama atau
menjelang persalinan bersama pemeriksaan rutin lainnya. The American
Congress of Obstetrics and Gynecology (ACOG) juga merekomendasikan
skrining HIV rutin pada semua ibu hamil pada trimester pertama saat
kunjungan antenatal. Metode skrining paling sering dilakukan adalah
dengan menggunakan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA),
yang dapat melihat adanya antibodi dalam darah ibu. Metode skrining ini
memiliki sensitivitas sangat tinggi (98%), karena itu digunakan sebagai
alat skrining.

7. Terapi pada ibu hamil dengan HIV


Pada masa kehamilan, semua ibu hamil dengan HIV diberi terapi
ARV, tanpa harus memeriksakan jumlah CD4 dan viral load terlebih
dahulu. Kehamilan itu sendiri merupakan indikasi pemberian ARV yang
dilanjutkan seumur hidup. Pedoman untuk ARV perinatal telah direvisi
pada tahun 2017 dengan mengklasifikasikan ARV menjadi lebih disukai,
alternatif, atau digunakan pada kondisi khusus.
1) Keamanan ARV pada masa kehamilan
Pada beberapa data yang dilaporkan terkait kasus
kehamilan yang terpapar obat ARV disimpulkan baha tidak terjadi
peningkatan risiko kelainan bawaan bahkan pada trimester
pertama, perkecualian paparan didanosine dan nelfinavir.
2) Perencanaan persalinan
Persalinan aman bagi ibu dengan HIV adalah persalinan
yang dapat menurunkan risiko pnularan HIV dari ibu ke bayi. Serta
menghindari risiko terhadap ibu, petugas kesehatan, dan pasien
lainnya. Persalinan dengan seksio sesarea berisiko lebih kecil
untuk penularan HIV ke bayi, namun dapat menambah risik lainnya
kepada ibu. Sedangkan, Risiko penularan pada persalinan per
vaginam dapat diperkecil dan cukup aman bila ibu mendapat
pengobatan ARV selama setidaknya enam bulan. Metode
persalinan operasi sesar atau per vaginam memiliki keuntungan
dan kerugian masing-masing. Strategi PPIA menyarankan operasi
sesar elektif untuk menurunkan risiko penularan
3) Pemberian ARV dan pemantauan pada Bayi
Pemberian terapi ARV harus diberikan pada semua ibu
hamil dengan HIV untuk mengurangi risiko transmisi sampai < 2%.
Persiapan amat penting dilakukan sebelum memulai pemberian
ARV, yaitu persiapan pengasuh bayi dan faktor yang memengaruhi
kepatuhan pengobatan. Pemberian ARV pada bayi mengikuti
Pedoman HIV pada Anak. Semua bayi lahir dari ibu dengan HIV,
baik yang diberi ASI eksklusif maupun susu formula, harus diberi
zidovudin sejak hari pertama. Bila pada minggu keenam, diagnosis
HIV belum dapat disingkirkan, maka diperlukan pemberian
kotrimoksasol profilaksis sampai usia 12 bulan atau sampai
dinyatakan HIV negatif. Diagnosis HIV pada bayi dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan virologi pada usia sebelum 18 bulan, dan
pemeriksaan serologi pada usia> 18 bulan. Pemeriksaan HIV pada
bayi harus dilakukan secara berkala sejak usia 4–6 inggu sampai
18 bulan
4) Pemberian makanan pada bayi
Ibu dengan HIV akan menghasilkan ASI yang mengandung
HIV, namun pemberian makanan bayi dapat disesuaikan dengan
sumber daya yang tersedia bagi ibu. Jika, ibu memiliki akses untuk
mendapatkan susu formula, air bersih, dan sanitasi yang baik
maka direkomendasikan untuk ibu tidak menyusui bayi dengan ASI
dan memberikan susu formula. Namun, pada ibu yang tidak
memiliki akses tersebut, disarankan kepada ibu untuk menyusui
secara esklisif dengan secara bersamaan ibu dan bayi juga
mengkonsumsi ARV. Pemberian makanan pada bayi dengan ibu
HIV positif sangat bervariasi tergantung kasus dan sumber daya
yang dimiliki ibu.

Anda mungkin juga menyukai