Anda di halaman 1dari 45

CASE REPORT STUDY

“ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


(ARDS), BRONKOPNEUMONIA, HIPERTENSI,
POSTCOVID-19”
OLEH :

1. WIDYA YOLANDA HERDISSA, S.Farm (2030122074)


2. YOSI YENDRIANA, S.Farm (2030122077)
3. YULIANA, S. Farm (2030122078)

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2021
Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)

Pengertian ARDS

ARDS merupakan perlukaan inflamasi paru yang bersifat


akut dan difus, yang mengakibatkan peningkatan
permeabilitas vaskular paru, peningkatan tahanan paru, dan
hilangnya jaringan paru yang berisi udara
ETILOGI ARDS
Terapi ADRS
Bronkopneumonia

Definisi Bronkopneumonia

bronchopneumonia adalah suatu peradangan pada


parenkim paru atau alveoli yang disebabkan oleh
virus,bakteri, jamur dan benda asing lainnya yang
mengakibatkan tersumbatnya alveolus dan bronkeolus
oleh eksudat.
PATOFISIOLOGI
BRONKO
PNEUMONIA (BP)
Terapi
Bronkopenumonia
Terapi
Bronkopenumonia
Terapi
Bronkopenumonia
Patofisiologi ADRS

Kerusakan karena inflamasi terjadi di alveoli dan endotel kapiler paru


karena produksi mediator proinflamasi lokal atau yang terdistribusi
melalui arteri pulmonal.Hal ini menyebabkan hilangnya integritas
barier alveolar-kapiler sehingga terjadi transudasi cairan edema yang
kaya protein dalam alveolus sehingga terjadinya kerusakan alveolar
disfus dan pelepasan sitokin-sitokin pro inflamsi misalnya interleukin-
1(IL-10, IL6, dan Tumor necrosis faktor (TNF). Sitokin ini menarik
neutrofil dan mengaktifkannya, sehingga terjadinya pelepasan reactive
oxygen species dan protease yang menyebabkan kerusakan pada
jaringan paru.
HIPERTENSI

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya
dimana tekanan darah persisten diatas 140/90 mmHg. Pada pasien
hipertensi, tekanan darah akan meningkat ≥ 140 mmHg/ ≥ 90 mmHg secara
persisten (Soenarta dkk, 2015)
PATOFISIOLOGI
HIPERTENSI
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI

TERAPI NON FARMAKOLOGIS

Modifikasi Rekomendasi Penurunan tekanan darah sistolik kurang


lebih

Menurunkan berat badan Pelihara berat badan normal 5-20 mmHg untuk setiap penurunan 10 Kg
(BMI 18,5-24,9) BB
Menjalankan menu DASH ( dietary Konsumsi makanan kaya buah, 8-14 mmHg
approaches to stop hypertention) sayur, susu rendah lemak dan
rendah lemak jenuh
Mengurangi asupan garam/sodium Kurangi natrium sampai tidak 2-8 mmHg
lebih dari 2,4 d/hari atau NaCl 6
g/hari
Meningkatkan aktifitas fisik Berolahraga aerobik teratur 4-9 mmHg
seperti misalnya berjalan kaki
(30 menit/hari 4-5 hari
seminggu)
Kurangi konsumsi alkohol Batasi kondsumsi alkohol, jangan 2-4 mmHg
lebih dari 2x/hari untuk pria dan
1x/hari untuk perempuan
TERAPI FARMAKOLOGIS
TERAPI FARMAKOLOGIS
Corona Virus Disease
19 (Covid19)

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARSCoV-2).Virus dan penyakit ini belum diketahui sebelum adanya
wabah yang muncul pertama kali di Wuhan, Cina pada Desember 2019.
Penyakit ini awalnya bernama novel coronavirus (2019-nCov) kemudian
WHO pada 11 Februari 2020 mengumumkan nama baru penyakit ini
menjadi Coronavirus Desease (COVID-19) (WHO, 2020).
PATOFISIOLOGI
Corona Virus Disease
19 (Covid19)
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19) Untuk gejala ringan:

1. Vitamin C dengan pilihan:

a. Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14


hari)

b. Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral


(selama 30 hari)

c. Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam


(selama 30 hari)

d. Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,


B, E, zink
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19)

2. Vitamin D

a. Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk


tablet, kapsul, tablet
effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak,
serbuk, sirup)

b. Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet


1000 IU dan tablet
kunyah 5000 IU)
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19)

3. Pengobatan simptomatis

Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun


Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di
BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun
dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pasien.
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19)
Untuk gejala berat atau kritis :

1. Terapi oksigen

Terapi oksigen diberikan pada pasien dengan SpO2 <93%.

2. Noninvasive Ventilation (NIV)

Ventilasi noninvasive (noninvasive ventilation / NIV)


merupakan terapi oksigen alternatif dari HFNC.Umumnya
HFNC lebih dipilih daripada NIV, karena penggunaannya
lebih nyaman dan lebih mudah ditoleransi.
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19)

3. Intubasi dan Ventilasi Mekanik Invasif (Ventilator)

Intubasi endotrakeal dilakukan pada keadaan gagal napas


hipoksemia.
Tindakan ini harus dilakukan oleh petugas terlatih dengan
menggunakan alat pelindung diri lengkap karena prosedur
menimbulkan memperhatikan aerosolisasi. 
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19)

4. Extra Corporeal Membrane Oxygenation (ECMO)

ECMO merupakan terapi suportif yang digunakan pada


ARDS berat, yang hanya terdapat di rumah sakit tipe A yang
memiliki layanan dan sumber daya tersendiri.
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19)
5. Vitamin

Pemberian vitamin yang dapat diberikan pada derajat berat atau kritis
adalah vitamin C, B, dan D.

Dosis yang disarankan adalah:


Vitamin C: dosis drip IV 200‒400 mg/8 jam dalam 100 mL NaCl
0,9%, yang dihabiskan dalam waktu 1 jam

Vitamin B1: dosis 1 ampul IV, setiap 24 jam

Vitamin D suplemen: dosis 400 –1.000 IU/hari (sediaan tablet,


kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak,
serbuk sirup), atau obat dosis 1.000–5.000 IU/hari (sediaan tablet 1000
IU dan tablet kunyah 5000 IU)
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19)

6. Antivirus

Pilihan jenis antivirus pada derajat berat atau kritis umumnya sama
dengan derajat sedang, yaitu favipiravir atau remdesivir.

Dosis antivirus yang dapat diberikan adalah:

Favipiravir (sediaan 200 mg): dosis loading 600 mg/12 jam peroral


pada hari ke-1, dan selanjutnya 2 x 600 mg peroral pada hari ke-2
hingga ke-5

Remdesivir: dosis 200 mg IV drip pada hari ke-1, dilanjutkan 1 x 100


mg IV drip pada hari ke-2 hingga ke-5 atau hari ke-2 hingga ke-10
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19)

7. Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid pada COVID-19 dipercaya dapat menurunkan


mortalitas pada pasien dengan ventilasi mekanik invasif, karena
memodulasi inflamasi yang menyebabkan kerusakan paru dan
menurunkan progresifitas gagal nafas.Oleh karena itu, kortikosteroid
hanya diberikan pada pasien gejala berat yang mendapat terapi oksigen
atau kasus berat dengan ventilator.
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19)

8. Anti Interleukin

Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari diberikan pada


kasus berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan
ventilator. Atau dapat digunakan kortikosteroid lain yang setara,
seperti metilprednisolon 32 mg, atau hidrokortison 160 mg.
PENATALAKSANAAN
Corona Virus Disease 19
(Covid19)

9. Antikoagulan

Pemberian tromboprofilaksis diperlukan pada pasien derajat berat atau


kritis untuk mencegah komplikasi tromboemboli.

Pada pasien derajat berat atau kritis, terapi antikoagulan standar yang
disarankan adalah:

Enoxaparin: dosis 2 x 40 mg/hari subkutan, atau


Unfractionated heparin (UFH): dosis 3 x 7.500 unit/hari subkutan
Pada pasien dengan klirens kreatinin <30 mL/menit, dapat diberikan
terapi standar 3 x 7.500 unit sehari subkutan. Pemberian antikoagulan
sangat bergantung pada berat badan dan klirens kreatinin.
Tinjauan Kasus
1. Identitas pasien
Riwayat penyakit

1. Keluhan utama : sesak selama 2 hari sebelum masuk


rumah sakit
2. Riwayat penyakit sekarang : batuk dan sesak nafas
3. Riwayat penyakit terdahulu : hipertensi
4. Riwayat pengobatan : tidak ada
5. Riawayat alergi obat : tidak ada
Data pemeriksaan fisik dan
laboratorium.
What is the
presentation about

Entrepreneurial activities differ substantially depending on the type of


organization and creativity involved. Entrepreneurship ranges in scale
from solo, part-time projects to large-scale.

Entrepreneurial activities differ substantially depending on the type of


organization and creativity involved. Entrepreneurship ranges in scale
from solo, part-time projects to large-scale undertakings that create
Hasil pemeriksaan
laboratoriumEntrepreneurial activities differ substantially depending on the
type of organization and creativity involved. Entrepreneurship
ranges in scale from solo, part-time projects to large-scale.

Entrepreneurial activities differ substantially depending on the


type of organization and creativity involved. Entrepreneurship
ranges in scale from solo, part-time projects to large-scale.

Entrepreneurial activities differ substantially depending on the


type of organization and creativity involved. Entrepreneurship
ranges in scale from solo, part-time projects to large-scale.
definitions
Entrepreneurial activities differ substantially Entrepreneurial activities differ substantially
depending on the type of organization and depending on the type of organization and
creativity involved. Entrepreneurship ranges in creativity involved. Entrepreneurship ranges in
scale from solo, part-time projects to large- scale from solo, part-time projects to large-
scale. scale.

Entrepreneurial activities differ substantially Entrepreneurial activities differ substantially


depending on the type of organization and depending on the type of organization and
creativity involved. Entrepreneurship ranges in creativity involved. Entrepreneurship ranges in
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal
scale from solo, part-time projects to large-
scale.
scale from solo, part-time projects to large-
scale.
01/09-2021
THE HISTORY
Fall of the Western Roman
Empire French Revolution: world war 1

Entrepreneurial activities differ Entrepreneurial activities differ Entrepreneurial activities differ


substantially depending on the type substantially depending on the substantially depending on the type
of organization and creativity type of organization and creativity of organization and creativity
involved involved involved

476 1492 1789 1914 1939 2020

Discovery of America world war 1 Coronavirus

Entrepreneurial activities differ Entrepreneurial activities differ Entrepreneurial


substantially depending on the type substantially depending on the type activities differ
of organization and creativity of organization and creativity substantially
involved involved depending on
Important facts
Title Title

Entrepreneurial activities differ Entrepreneurial activities differ


substantially depending on the type substantially depending on the type
of organization and creativity of organization and creativity
involved involved

Title Title

Entrepreneurial activities differ Entrepreneurial activities differ


substantially depending on the type substantially depending on the type
of organization and creativity of organization and creativity
involved involved
Kesesuaian dosis obat yang diberikan

Your title here


Entrepreneurial activities differ substantially depending on the type of organization and creativity involved. Entrepreneurship
ranges in scale from solo, part-time projects to large-scale.

Entrepreneurial activities differ substantially depending on the type of organization and creativity involved. Entrepreneurship
ranges in scale from solo, part-time projects to large-scale undertakings that create
THANKS
No Drug therapy problem Check list keterangan
1 Terapi obat yang tidak diperlukan
ya Pasien mendapatkan kombinasi obat
- Terdapat duplikasi terapi ranitidine injeksi dan omeprazol injeksi
2 Kesalahan obat
- Obat kortikostreroid (dexametason)
- Terdapat kontra indikasi Ya kontraindikasi relatif terhadap hipertensi.
- terdapat obat lain yang lebih efektif Ya
- pasien mendapatkan antibiotik
ceftazidime, untuk tatalaksana BP
terbaru menggunakan ceftriaxone
sebagai antibiotik lini pertama.
3 Reaksi yang tidak diinginkan Interaksi obat hipertensi dengan
dexametason
- Terjadi interaksi obat Ya
4 Pasien membutuhkan terapi tambahan Perlu penambahan obat anti koagulan
karena dari hasil pemeriksaan labor
- Terdapat kondisi yang tidak diterapi Ya didapatkan nilai APTT yang memendek
dan D-Dimer pasien tinggi
Pembahasan

Di bangsal interne, pasien menjalani pemeriksaan fisik, laboratorium dan rongent thorax.Hasil
pemeriksaan rongent thorax menyatakan bahwa pasien mengalami Typical Pneumonia dan pasien juga
di nyatakan ARDS . Hal ini menyebabkan terjadinya inflamasi pada parenkim paru yaitu alveoli
sehingga neutrofil menumpuk di alveoli sehingga alveoli akan berisi cairan yang akan menyebabkan
pasien sesak nafas.Dan juga hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai APTT pada pasien
memendek. APTT (Activated Partial Tromboplastin Time) merupakan uji laboratorium untuk menilai
aktifitas factor koagulasi jalur intrinsic. Nilai APTT yang didapatkan memendek menandakan bahwa
darah dalam tubuh pasien lebih cepat mengalami penggumpalan (hiperkoagulasi). Selain dari hasil
APTT yang memendek didapatkan juga hasil pemeriksaan D-Dimer yang tinggi dari nilai rujukan.Uji
D-Dimer merupakan suatu jenis uji sampel darah yang bertujuan untuk membantu melakukan
diagnosis penyakit dan kondisi yang menyebabkan hiperkoagulabilitas.Dari hasil pemeriksaan labor
tersebut, pasien memerlukan terapi tambahan berupa antikoagulasi .
Pada tanggal 31 Agustus pasien juga diberikan terapi ranitidine 2x1 ampul (injeksi),
dexamethasone 5 mg (2x1 ampul, iv), omeprazole 1x1 (injeksi), ceftazidime 2x1 gram (injeksi)
paracetamol 3x500 mg (per-oral), N-acetyl Systein 3x200 mg (per-oral) , zinc 2x1 (per-oral), amlodipine
10 mg1x1 (per-oral), candesartan 8 mg 1x1 (per-oral).
Lalu, pada tanggal 02 September 2021 pasien mendapatkan perubahan terapi seperti
diberikan terapi tambahan berupa nitrogliserin (nitrokaf) 2,5 mg 2x1 (per-oral) dan pemberian
zink dihentikan sehari sebelumnya.
Pasien mendapatkan terapi obat anti hipertensi seperti amlodipine 10 mg dan candesartan 8 mg.
Alasan diberikan terapi kombinasi karena pasien memiliki riwayat hipertensi dan pada saat
pasien mendapatkan terapi obat anti hipertensi kombinasi, menyebabkan pasien mengalami
hipotensi. Maka dari itu, disarankan sebaiknya untuk dosis obat anti hipertensi (amlodipine)
dapat diturunkan menjadi 5 mg.
Pasien juga mendapatkan terapi antibiotik yaitu ceftazidime.Saran, sebaiknya ceftazidime
dapatdi ganti dengan ceftriaxone.Menurut hasil penelitian yang dilakukan Yeni pada tahun 2016,
antibiotik tunggal yang sering digunakan pada terapi empiris pneumonia adalah
Ceftriaxone.Begitupula dengan penelitian dengan yang dilakukan oleh Stevany pada tahun
2016, bahwa penggunaan antibiotik tunggal yang sering digunakan pada pasien pneumonia
adalah Ceftriaxone. Menurut jurnal Pharmaceutical Science and Clinical Research tahun 2017
yang mengutip penelitian Katzung pada tahun 2004, antibiotik tunggal yang banyak digunakan
adalah Ceftriaxone. Hal ini dikarenakan Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi ketiga yang digunakan sebagai lini pertama untuk mengobati sejumlah besar infeksi
parah yang diakibatkan oleh organisme-organisme yang resisten terhadap obat lain. Sedangkan
menurut Jayesh, 2010, antibiotik ini memiliki aktivitas yang sangat kuat untuk melawan bakteri
gram negatif dan gram positif dan beberapa bakteri anaerob lain termasuk Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, dan Pseudomonas.
Pasien juga mendapatkan terapi Dexamethasone bersamaan dengan obat antihipertensi
yang akan menyebabkan terjadinya interaksi obat dimana dexamethasone dapat mengurangi
efek dari amlodipin dan candesartan dalam menurunkan tekanan darah. Tetapi, interaksi
mungkin terjadi ketika dexamethasone digunakan lebih dari 1 minggu, karena penggunaan
jangka panjang dapat menyebabkan retensi natrium.Tapi pada kasus ini, pemberian
dexamethasone sangat dibutuhkan karena pasien mengalami inflamasi berat pada paru,
sehingga kontraindikasi antara dexamethasone dan obat antihipertensi dapat ditolerir dan juga
perlu dilakukan penyesuaian dosis dan pemantauan lebih sering, sehingga kedua obat ini
dapat digunakan dengan aman.
Terapi selanjutnya yang didapatkan oleh pasien yaitu kombinasi ranitidine injeksi dan
omeprazol injeksi, dimana kedua obat tersebut memiliki mekanisme kerja obat yang hampir
sama. Ranitidine merupakan golongan obat antagonis reseptor H2 dengan mekanisme kerja
memblok reseptor histamine pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang
untuk mengeluarkan asam lambung. Omeprazol merupakan obat golongan proton pump
inhibitor (PPI) dengan mekanisme menghambat asam lambung dengan menghambat kerja
enzim (K+H+ATPase) yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan energy yang digunakan
untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal kedalam lumen lambung.Maka
sebaiknya pemberian obat untuk mencegah stress ulcer pada pasien tidak perlu dikombinasi,
cukup gunakan salah satu
Kesimpulan
1. Terdapat obat lain yang lebih efektif yaitu terapi antibiotic ceftazidime di ganti dengan ceftriaxone
karena ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang digunakan
Kesimpulan
sebagai lini pertama untuk mengobati sejumlah besar infeksi parah yang diakibatkan oleh organisme-
organisme yang resisten terhadap obat lain.
2. pasien menjalani pemeriksaan fisik laboratorium dan rongent thorax. Hasil pemeriksaan rongent
thorax menyatakan bahwa pasien mengalami Typical Pneumonia. Dan juga hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan nilai APTT pada pasien memendek. APTT yang didapatkan memendek
menandakan bahwa darah dalam tubuh pasien lebih cepat mengalami penggumpalan
(hiperkoagulasi). Selain dari hasil APTT yang memendek didapatkan juga hasil pemeriksaan D-Dimer
yang tinggi dari nilai rujukan. Dari hasil pemeriksaan labor tersebut, pasien memerlukan terapi
tambahan berupa antikoagulasi seperti heparin.
3. Terdapat duplikasi terapi yaitu omeprazole (injeksi) dan ranitidine (injeksi), sebaiknya pasien hanya
mendapatkan salah satu obat untuk mencegah terjadinya stess ulser.
4. Pasien juga mendapatkan terapi Dexamethasone bersamaan dengan obat antihipertensi yang akan
menyebabkan terjadinya interaksi obat dimana dexamethasone dapat mengurangi efek dari amlodipin
dan candesartan dalam menurunkan tekanan darah. Tetapi, interaksi mungkin terjadi ketika
dexamethasone digunakan lebih dari 1 minggu, karena penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan retensi natrium. Tapi pada kasus ini, pemberian dexamethasone sangat dibutuhkan
karena pasien mengalami inflamasi berat pada paru, sehingga kontraindikasi antara dexamethasone
dan obat antihipertensi dapat ditolerir dan juga perlu dilakukan penyesuaian dosis dan pemantauan
lebih sering, sehingga kedua obat ini dapat digunakan dengan aman.
Thank you : )

Anda mungkin juga menyukai