Oleh :
Gandar Kusuma, S.ked
H1AP10029
Pembimbing :
dr. Wasis Rohima, Sp.A, M.Kes
HALAMAN PENGESAHAN
Nama Mahasiswa
: Gandar Kusuma
NIM
: H1AP10029
Fakultas
: Kedokteran
Judul
Bagian
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak & Remaja RSUD Dr. M.
Yunus, Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.
dr. Jumnalis, Sp.A sebagai kepala bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak &
Remaja RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
2.
dr. Wasis Rohima, Sp.A, M.Kes sebagai pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk serta
bantuan dalam penyusunan tugas ini.
3.
Teman teman yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual
kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, maka penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis sangat berharap
agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua
iii
DAFTAR ISI
ii
iii
iv
2.2 Epidemiologi.............................................................................
11
15
17
18
19
20
21
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Fungsi Insulin adalah zat utama yang bertanggung jawab dalam
mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin menyebabkan gula
berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan
sebagai cadangan energi.1
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus
yang serius dan merupakan suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi.
KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat, mengingat angka
kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan upaya penting untuk
menghindari terjadinya KAD.1,2,3
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas
terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87%
dari seluruh kematian akibat KAD.4
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (B-hidroksibutirat dan
asetoasetat)
akan
menyebabkan
ketonemia
dan
asidosis
metabolik.
asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat
memicu terjadinya KAD.4
Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan
sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko
edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan
dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan prehospital
yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan
jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena dan balance
elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat
kesadaran).5,6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolic
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia
merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD
biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan
syok.1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden
KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur,
sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000
pasien DM per tahun.1 Sumber lain menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6
8/1000 pasien DM per tahun.4,5
KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang
dirawat per tahun di Amerika Serikat.6 Walaupun data komunitas di Indonesia
belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara barat,
mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden KAD di
Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien
DM tipe 2.1
Angka kematian pasien dengan KAD di negara maju kurang dari 5% pada
banyak senter, beberapa sumber lain menyebutkan 5 10%2, 2 10%, atau 910%.1 Sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut
angka kematian dapat mencapai 25 50%. Angka kematian menjadi lebih
tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, syok berat,
infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal
yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah.
3
sebagai keadaan yang serius dan akan menurunkan kompensasi respiratorik dari
asidosis metabolik.2 Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti skin lesion
atau infeksi tenggorokan. Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat
seperti
kortikosteroid,
thiazid,
pentamidine,
dan
obat
2.3 PATOFISIOLOGI6
KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan
peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis
merupakan akibat dari kekurangan atau inefektifitas insulin yang terjadi
bersamaan
dengan
peningkatan
hormon
kontraregulator
(glukagon,
glomerular
ltration
rate.
Keadaan
yang
terakhir
akan
2.4 DIAGNOSIS
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama memperhatikan patensi
jalan napas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi.
Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium
yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai
tanpa adanya penundaan.1
Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam
beberapa hari, perubahan metabolik yang khas untuk KAD biasanya tampak
dalam jangka waktu pendek (< 24 jam). Umumnya penampakan seluruh gejala
dapat tampak atau berkembang lebih akut dan pasien dapat tampak menjadi
KAD tanpa gejala atau tanda KAD sebelumnya.2
Gambaran klinis klasik termasuk riwayat poliuria, polidipsia, dan polifagia,
penurunan berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding of
sensoria, dan akhirnya koma. Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang
menurun, respirasi Kussmaul, takikardia, hipotensi, perubahan status mental,
syok, dan koma. Lebih dari 25% pasien KAD menjadi muntah-muntah yang
tampak seperti kopi.2
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium2
Glukosa: > 250 mg / dL. Klinisi dapat melakukan tes glukosa dengan
fingerstick sambil menunggu hasil lab.
Gas darah arteri (analisa gas darah): pH <7,3. Vena pH dapat digunakan
untuk mengulang pengukuran pH. pH vena pada pasien dengan DKA
adalah 0,03 lebih rendah dari pH arteri. Karena perbedaan ini relatif
dapat diandalkan dan tidak signifikansi klinis, maka hampir tidak ada
alasan untuk melakukan ABG lebih menyakitkan.
Keton: positif
BUN meningkat.
10
b. Imaging2
c. Tes Lainnya2
2.5 TATALAKSANA1,6,7
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
a. Penggantian cairan dan garam yang hilang
b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.
c. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
d. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
11
a. Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunkaan larutan garam fisiologis.
Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per
kg berat badan, maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam
kedua diberikan 1 liter. Ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD:
memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon kontraregulator
insulin. Bila kadar glukosa kurang dari 200 mg% maka perlu diberikan
larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5 % atau 10 %).
b. Insulin
Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 45 menit, sementara
pemberian insulin secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu
paruh sekitar 24 jam. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan
(continuous infusion of low dose insulin) merupakan standar baku
pemberian insulin di sebagian besar pusat pelayanan medis. Panduan
terapi insulin pada KAD dan SHH dapat dilihat pada table.
Tabel 2. Terapi Insulin Pada KAD
12
13
c. Kalium
Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat
hiperkalemia yang fatal sangat jarang dan bila terjdi harus segera diataasi
dengan pemberian bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram ditemukan
gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat segera
mengatasi keadaan hiperkalemi tersebut.
Yang perlu menjadi perhatian adalah hipokalemiayang dapat fatal
selaama pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat di intraselular.
Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan
melalui urine. Total defisit K yang terjadi selama KAD diperkirakan
mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi KAD, ion K kembali
mempertahankan kadar K serum dalam batas normal., perlu pemberian
kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukannya
gelombang T yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram, pemberian
kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.
d. Bikarbonat
Terapi bikarbonat pafda KAD menjadi topik perdebatn selama beberapa
tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun
demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam
tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
14
e. Pengobatan Umum
Di samping hal tersebut di atas pengobatan umum yang tak kalah penting.
Pengobatan umum KAD, terdiri atas:
f. Pemantauan
Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan
KAD mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi
berlansung. Untuk itu perlu dilaksanakan pemeriksaan:
Analisis gas darah, bila pH <7 waktu masuk periksa setiap 6 jam
sampai pH >7,1, selanjutnya setiap hari sampai keadaan stabil
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering dari KAD adalah hipoglikemia oleh karena
penanganan yang berlebihan dengan insulin, hipokalemia yang disebabkan oleh
pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia
sekunder akibat pemberian insulin yang tidak kontinu setelah perbaikan tanpa
diberikan insulin subkutan. Umumnya pasien KAD yang telah membaik
mengalami hiperkloremia yang disebabkan oleh penggunaan cairan saline yang
berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan non-anion gap metabolic
acidosis seperti klor dari cairan intravena mengganti hilangnya ketoanion
seperti garam natrium dan kalium selama diuresis osmotik. Kelainan
15
biokemikal ini terjadi sementara dan tidak ada efek klinik signifikan kecuali
pada kasus gagal ginjal akut atau oliguria ekstrem.7
Edema serebri umumnya terjadi pada anak-anak, jarang pada dewasa. Tidak
didapatkan data yang pasti morbiditas pasien KAD oleh karena edema serebri
pada orang dewasa. Gejala yang tampak berupa penurunan kesadaran, letargi,
penurunan arousal, dan sakit kepala. Kelainan neurologis dapat terjadi cepat,
dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan kegagalan
respirasi.
Tabel 3. Komplikasi Penatalaksanaan KAD
16
suatu
sindrom
yang
ditandai
dengan
hiperglikemia
berat,
Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu sekitar >60 tahun, semakin
muda, semakin berkurang dan belum pernah ditemukan pada anak.
Sering
disebabkan
obat-obatan
antara
lain
tiazid,
sterois,
haloperidol,simetidin, dll
Mempunyai
factor
pencetus
seperti
penyakit
kardiovaskular,
2. Asidosis laktat
Merupakan komplikasi yang sangat jarang akaibat terapi dengan metformin.
Pasien datang biasanya dengan gejala malaise, anoreksia, muntah,
pernapasankussmaul (cepat dan dalam). Kadar glukosa biasanya normal,
tidak ditemukan benda keton dalam urin, dan analis gas darah menunjukkan
asidosis berat, aniongap meninggi. Terapi bersifat suportif dengan
menghentikan penggunaan metformin.10
2.8 PENCEGAHAN
Faktor pencetus utama KAD ialaha pemberian dosis insulin yang kurang
memadai dan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat
dicegah dengan akses pada system pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk
edukasi DM) dan komunikasi efektif terutama pada saat penyandang DM
mengalami sakit akut (misalnya batuk, pilek, diare, demam, luka).8
Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan DM
secara komprehensif. Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya
komplikasi DM kronik dan akut melalui edukasi sangat penting untuk
mendapatkan ketaatan berobat pasien yang baik.8
Khusus mengenai pencegahan KAD dan Hipoglikemia, program edukasi
perlu menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut, meliputi informasi
mengenai pemberian insulin kerja cepat, target kadar glukosa darah pada saat
sakit, mengatasi demam dan infeksi, memulai pemberian makanan cair
mengandung karbohidrat dan garam yang mudah dicerna.11
Yang paling penting adalah agar tidak menghentikan pemberian insulin atau
obat hiperglikemik oral dan sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasihat
tenaga kesehatan yang professional. Pasien DM harus didorong untuk perawatan
mandiri terutama saat mengalami masa-masa sakit, dengan melakukan
pemantauan kadar glukosa darah dan keton urin sendiri.11
18
2.9 PROGNOSIS
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi
dan kadar hormon insulin yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa
sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk
sumber energi.9
Pemecahan lemak tersebut akan menghasilkan benda-benda keton dalam
darah(ketosis). Ketosis menyebabkan derajat keasaman (pH) darah menurun
atau disebutsebagai asidosis. Keduanya disebut sebagai ketoasidosis. Oleh
karena itu prognosis pada KAD masih tergolong dubia, tergantung pada
usia,adanya infark miokard akut, sepsis, syok. Pasien membutuhkan insulin
dalam jangka panjang dan kematian pada penyakit ini dalam jumlah kecil sekitar
5%.9
19
BAB III
3.1 KESIMPULAN
KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai
oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu
komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan
mengancam nyawa. Walaupun angka insidennya di Indonesia tidak begitu
tinggi dibandingkan negara barat, kematian akibat KAD masih sering dijumpai,
dimana kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari
dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan
patofisiologinya.8
Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan hiperglikemia ( 250 mg/dL),
ketosis darah atau urin, dan asidemia (pH < 7.3)., HCO3 rendah (<15 meq/L),
anion gap yang tinggi. Terapi bertujuan mengoreksi kelainan patofisiologis
yang mendasari, yaitu gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kadar
glukosa darah, gangguan asam basa, serta mengobati faktor pencetus. Prinsip
terapi KAD terdiri dari pemberian cairan, terapi insulin, koreksi kalium, dan
bikarbonat.8
Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi,
hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi
komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan pasien terus menerus.
Penatalaksanaan KAD meliputi terapi cairan yang adekuat, pemberian insulin
yang memadai, terapi kalium, bikarbonat, fosfat, magnesium, terapi terhadap
keadaan hiperkloremik serta pemberian antibiotika sesuai dengan indikasi.
Faktor yang sangat penting pula untuk diperhatikan adalah pengenalan
terhadap komplikasi akibat terapi sehingga terapi yang diberikan tidak justru
memperburuk kondisi pasien.9
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
p.1874-7.
2. Van Zyl DG. Diagnosis and Treatment of Diabetic Ketoacidosis. SA Fam
Prac 2008;50:39-49.
3. Masharani U. Diabetic Ketoacidosis. In: McPhee SJ, Papadakis MA,
editors. Lange current medical diagnosis and treatment. 49th ed. New York:
Lange; 2010. p.1111-5.
4. Chiasson JL. Diagnosis and Treatment of Diabetic Ketoacidosis and The
Hyperglycemic Hyperosmolar State. Canadian Medical Association
Journal 2003;168(7): p.859-66.
5. Yehia BR, Epps KC, Golden SH. Diagnosis and Management of Diabetic
Ketoacidosis in Adults. Hospital Physician 2008. p. 21-35.
6. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabachi AE. Diabetic Ketoacidosis and
Hyperglycemic
Hyperosmolar
Syndrome.
Diabetes
Spectrum
2002;15(1):28-35.
7. American Diabetes Association. Hyperglycemic Crisis in Diabetes.
Diabetes Care 2004;27(1):94- 102.
8. Alberti KG. Diabetic Acidosis, Hyperosmolar Coma, and Lactic Acidosis.
In: Becker KL, editor. Principles and practice of endocrinology and
metabolism. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.
p.1438-49.
9. Ennis ED, Kreisberg RA. Diabetic Ketoacidosis and The Hyperglycemic
Hyperosmolar Syndrome. In: LeRoith D, Taylor SI, Olefsky JM, editors.
Diabetes mellitus a fundamental and clinical text. 2nd ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins;2000. p.336-46.
10. Wallace TM, Matthews DR. Recent Advances in The Monitoring and
Management of Diabetic Ketoacidosis. Q J Med 2004;97(12):773-80.
11. Trachtenbarg DE. Diabetic Ketoacidosis. American Family Physician
2005;71(9): 1705-14.
21