Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS DAN REFERAT

NEFROLITIASIS

Oleh:
Widodo Nadeak
NPM: H1A010006

Pembimbing:
dr. Barry A. Praba, Sp.U

BAGIAN BEDAH RSUD DR M YUNUS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN

Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah
pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia
belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi
didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-
Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847
pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat
pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara
total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor
intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lingkar Timur
Suku Bangsa : Indonesia

Masuk Rumah Sakit : 21 Juni 2015


No Rekam Medis : 660663

B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama
Nyeri perut bagian kanan sejak 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri di perut bagian kanan yang
hilang timbul. Nyeri dirasakan pasien seperti ditusuk-tusuk. Nyeri juga dirasakan pasien
menyebar ke pinggang dan punggung bawah kanan dengan sensasi panas. Nyeri
dirasakan pasien tiba-tiba dan menghilang secara perlahan-lahan. Durasi nyeri bisa
dirasakan pasien > 30 menit dan kadang-kadang bisa sampai seharian. Frekuensi nyeri
yang dialami pasien tidak pasti jumlahnya. Kadang dalam sehari pasien bisa beberapa
kali mengalami nyeri, kadang tidak mengalami nyeri sama sekali. Nyeri yang dirasakan
pasien tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Riwayat demam saat keluhan nyeri datang
disangkal pasien. Nyeri juga tidak segera berkurang dengan istirahat. Pasien pernah
berobat ke RSUD Dr.M.Yunus dan didiagnosis infeksi saluran kemih.
Pasien mengaku walaupun sudah berobat ke dokter nyeri tetap dirasakan hilang
timbul. Satu tahun yang lalu pasien berobat ke dokter spesialis penyakit dalam. Pasien
dilakukan tindakan USG dan didiagnosis menderita batu ginjal. Pasien kemudian diberi
obat minum. Pasien mengaku tidak ada perubahan setelah diberi obat. Pasien mengaku
sering berobat ke dokter di rumah sakit Kota Bengkulu dan diberi obat namun keluhan
nyeri di bagian perut kanan tetap hilang timbul.
Sejak 1 bulan SMRS pasien mengaku semakin terganggu akibat nyeri yang
dialaminya. Nyeri tetap dirasakan dibagian perut kanan dan menyebar ke pinggamg
kanan serta punggung kanan bawah dengan sensasi panas. Pasien mengaku tidak pernah
diurut. Pasien mengaku menggunakan obat penghilang nyeri dengan kemasan
suppositoria untuk mengurangi nyerinya. Pasien mengaku beberapa kali mengalami mual
dan muntah saat keluhan nyeri datang. Pasien mengaku buang air besar normal. Pasien
juga mengaku buang air kecil lancar dan normal. Pasien mengaku tidak terdapat rasa
nyeri saat akan berkemih, saat berkemih ataupun setelah berkemih. Pasien juga mengaku
tidak ada riwayat kencing berpasir ataupun keluar batu saat berkemih. Pasien juga
menyangkal riwayat seperti panas saat berkemih. Pasien mengaku tidak pernah
mengalami kencing berdarah. Pasien mengaku beberapa kali urinnya berwarna seperti
teh pekat. Pasien mengaku keluhan nyeri timbul apabila pasien kurang minum dan saat
sedang berpuasa.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi tidak ada, pasien tidak pernah memeriksakan gula darah,
asam urat dan kolesterol, riwayat asma dan alergi obat tidak ada. Pasien tidak pernah
mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Kakek dan nenek pasien memiliki riwayat batu ginjal. Tidak ada anggota keluarga
pasien yang lain menderita sakit seperti yang dialami pasien saat ini.

Riwayat Kebiasaan
Pasien makan teratur 3 kali sehari. Pasien jarang berolah raga dan gemar
mengkonsumsi daging, jengkol dan petai. Pasien mengaku tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol. Pasien sering mengkonsumsi teh dan jarang mengkonsumsi
kopi.

Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien tinggal bersama seorang suami dan 2 orang anaknya. Pasien merupakan
ibu rumah tangga. Pasien memiliki sanitasi dan ventilasi yang baik. Pasien tinggal di
perumahan padat penduduk.
PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Status Praesens
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 89 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 C

Status Generalis
Kepala : Normocephal, simetris, tidak terlihat deformitas, warna kulit
sama dengan sekitar.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra
(-/-)
Hidung : Tidak ada terlihat deformitas, discharge (-/-)
Mulut : Mukosa mulut tidak anemis, tidak ada discharge,
pemeriksaan tonsil (Kanan T3- Kiri T2)
Leher : KGB tidak membesar, struma (-), JVP 5-2 mmHG

Regio Thorak
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri.
Retraksi sela iga dan supraklavikula (-)
Penggunaan otot bantu nafas (-)
Sifat pernapasan torakoabdominal
Palpasi : Stemfremitus normal kanan = kiri
Ekspansi dinding dada dextra sinistra simetris.
Perkusi : Sonor disemua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+) normal.
Wheezing -/-. Ronki -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC 5 linea midklavikula sinistra
Thrill (-), Lifting (-)
Perkusi : Batas kanan jantung linea sternalis dextra,
Batas kiri jantung linea midklavikula sinistra ICS V
Batas atas jantung ICS II sinista
Auskutasi : BJ1 dan BJ2 (+) reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Supel, asites (-), simetris kanan dan kiri, tidak ada penonjolan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan di bagian perut kanan. Murphy sign (-)
: Mc-burney (-), Rhovsing sign (-), Psoas sign (-), Obturator
sign (-)
Ekstremitas
Superior : Warna kulit sama dengan sekitar, akral hangat, CRT < 2
Inferior : Warna kulit sama dengan sekitar, CRT < 2, edema tibia (-/-)

Status lokalis (Urologi)


Regio Flank
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitar, massa (-), hematom (-)
Palpasi : Nyeri tekan flank kanan (+), kiri (-), ballotement (-/-)
Perkusi : Nyeri ketok CVA kanan (+), kiri (-)
Regio Suprapubic
Inspeksi : Bulge sign (-), tidak terlihat sikatrik
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (+), tidak teraba massa
Regio Genitalia Eksterna
Inspeksi : Tidak merah, tidak ada bengkak, tidak ada discharge
Palpasi : Darah (-), disharge (-), nyeri tekan (-), massa (-), OUE (N)
Pemeriksaan Laboratorium

Gula darah sewaktu : 105 mg/dL


Hemoglobin : 10,8 g/dL
Hematokrit : 32%

Leukosit : 10.100/mm3

Trombosit : 525.000 sel/mm3

Ureum : 18 mg/dL

Kreatinin : 0,9 mg/dL

Albumin : 4,3 g/dL


SGOT : 48/L

SGPT : 56 /L

Natrium :138mmol/I

Kalium :4,2mmol/I

Klorida :113mmol/I

HBSAg : Negatif

HIV : Negatif

CT :5

BT :3

Pemeriksaan Radiologi

Foto BNO

Interpretasi foto BNO :

1. Preperitoneal fat line tegas, psoas line tampak

2. Tampak udara usus

3. Tidak tampak gambaran radioopak pada foto BNO

4. Sistema tulang tak tampak kelainan


Foto BNO IVP
Interpretasi BNO IVP

Menit ke 5 : Nefogram bilateral tampak serentak, kontur ginjal tidak terlihat jelas,
kontras telah mengisi sistem pelviocalyces

Menit 15-30 : Kedua ureter telah terisi kontras, sebagian vesika urinaria telah
terisi kontras, calyx dekstra berbentuk flattening.

Menit 60-75 : Tampak zat kontras telah mengisi vesika urinaria, tidak tampak
filling defect, tidak terdapat addtional shadow, tidak terdapat indentasi.

VU : Dinding licin, bentuk dan ukuran normal, tak tampak filling defect. Tak
tampak bayangan opak yang terlumuri kontras.
Resume

Seorang wanita berusia 28 tahun dengan keluhan nyeri di bagian perut kanan. Nyeri
dirasakan menyebar ke pinggang kanan dan punggung kanan bawah dengan sensasi
panas. Nyeri ketok CVA dekstra (+). Pada pemeriksaan BNO tidak begitu
memperlihatkan bayangan radiopak, namun dicurigai terdapat bayangan radiolusen pada
ginjal kanan. Pada pemeriksaan BNO-IVP terlihat adanya gambaran radiolusen yang
tidak terisi zat kontras pada ginjal dekstra

Masalah

Batu pielum dekstra

Pengkajian

Diperkirakan adanya batu pada pielum ginjal dekstra dan pelebaran ureter dekstra adalah
berdasarkan nyeri ketok CVA dekstra yang positif dan berdasarkan hasil pemeriksaan
BNO dan BNO-IVP dari pasien ini.

Rencana

Initial Plan Diagnosisi :

- Urinalisis

- Analisis batu saluran kemih

- Konsul bagian kebidanan

Initial Plan Diagnosis : Pro operasi pielolitotomi

- Tirah baring

- Puasa

- Foto toraks, EKG dan pemeriksaan laboratorium

- Pemasangan IV line

- Pemasangan kateter

- Persiapan darah PRC 2 kantong

Initial Plan Edukasi

- Edukasi mengenai penyakit dan prosedur operasi


- Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 L/hari
pasca operasi, Aktivitas dan olahraga yang cukup

- Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

HASIL FOLLOW-UP
1. Hari pertama pasien di rawat di ruang Seruni (B2) RS M. Yunus (21 Juni 2015):

S : Nyeri perut bagian kanan (+), mual (+), muntah (-), BAB (+), BAK (+). Pasien
sedikit cemas dan takut menghadapi operasi esok hari. Pasien dipuasakan mulai
jam 12 malam.
O : Tampak kesakitan, Compos Mentis, TD: 140/90 mmHg, S:37,2o, C N: 89x,
RR:21x, nyeri tekan perut bagian kanan.
A : Batu pielum dekstra
P : Pemasangan IV line

2. Hari kedua pasien menjalani operasi dan dirawat di ruang Seruni (B2) RS M. Yunus
(22 Juni 2015):

Pasien menjalani operasi pielolitotomi


- Pasien dilakukan pembiusan regional dengan teknik spinal, pasien dalam
posisi lateral dekubitus sinistra, kemudian dilakukan tindakan aseptik dan
antiseptik.

- Dilakukan insisi intercostal XI, perdalam lapis demi lapis

- Identifikasi ureter, bebaskan ginjal, atasi fibrosis berat

- Identifikasi pielum

- Insisi di atas batu

- Evakuasi batu

- Jahit luka dengan vikril 4.0

- Pasang drain

- Tutup luka lapis demi lapis

- Operasi selesai.
Instruksi post operasi : Monitor keadaan umum, diet nasi, cek Hb dan leukosit post op,
besok sudah bisa miring kiri dan kanan.
S : Nyeri di bagian luka operasi, mual (+), muntah (+), BAB (+), BAK (+)
O : Tampak kesakitan, Compos Mentis, TD: 130/90 mmHg, N: 92x RR:22x S:37,3o
C, kateter terpasang.
A : Post pielolitotomi dekstra
P : RL: D5% (1:2) XXX gtt/menit, inj. ceftriaxone 1x1 g, inj. ketorolac 3x30 mg, inj.
ranitidin 2x1 amp, drip tramadol 1amp/8 jam, inj. Asam traneksamat 3x500 mg,
transfusi darah PRC 1 kantong.

3. Hari ketiga pasien di rawat di ruang Seruni (B2) RS M. Yunus (23 Juni 2015):

S : Nyeri di bagian luka operasi, mual (+), muntah (+) sebanyak 5x, BAB (-), BAK
(+), pasien belum bisa duduk.
O : Tampak kesakitan, Compos Mentis, TD: 140/80 mmHg N: 95x RR:21x S:37,5o C,
laboratorium jam 07:39 (Hb: 9,7g/dL, leukosit 12.800 mm3), laboratorium jam
16:52 (Hb: 11,9 g/dL), konjungtiva anemis (+/+), drain 200 cc
A : Post pielolitotomi dekstra perawatan hari I, anemia dan leukositosis
P : RL: D5% (1:2) XXX gtt/menit, inj. ceftriaxone 1x1 g, inj. ketorolac 3x30 mg, inj.
ranitidin 2x1 amp, drip tramadol 1amp/8 jam, inj. Asam traneksamat 3x500 mg,
transfusi darah PRC 1 kantong, mobilisasi duduk, diet nasi, tambahan terapi
domperidone tablet 3x1.

4. Hari keempat pasien di rawat di ruang Seruni (B2) RS M. Yunus (24 Juni 2015):
S : Nyeri di bagian luka operasi, mual (-), muntah (-), BAB (-), BAK (+). Pasien
sudah kuat berjalan.
O : Baik,Compos Mentis, TD: 120/80 mmHg N: 85x RR:17x S:37,5o C, drain 200
cc, konjungtiva anemis (+/+),
A : Post pielolitotomi dekstra perawatan hari II, anemia dan leukositosis
P : RL: D5% (1:2) XXX gtt/menit, inj. ceftriaxone 1x1 g, inj. ketorolac 3x30 mg, inj.
ranitidin 2x1 amp, drip tramadol 1amp/8 jam, inj. Asam traneksamat 3x500 mg.
Kosongkan drain, terapi domperidone stop, cek Hb dan leukosit.

5. Hari kelima pasien di rawat di ruang Seruni (B2) RS M. Yunus (25 Juni 2015):
S : Nyeri di bagian luka operasi, mual (-), muntah (-), BAB (-), BAK (+)
O : Baik, Compos Mentis, TD: 140/80 mmHg N: 95x RR:21x S:37,5o C, drain 100
cc, konjungtiva anemis (-/-),
A : Post pielolitotomi perawatan hari III dan leukositosis
P : RL: D5% (1:2) XXX gtt/menit, inj. ceftriaxone 1x1 g, inj. ketorolac 3x30 mg, inj.
ranitidin 2x1 amp, drip tramadol 1amp/8 jam, inj. Asam traneksamat 3x500 mg.
Kateter urin sudah bisa dilepas.

6. Hari keenam pasien di rawat di ruang Seruni (B2) RS M. Yunus (26 Juni 2015):
S : Nyeri di bagian luka operasi, mual (-), muntah (-), BAB (-), BAK (+)
O : Baik, Compos Mentis, TD: 140/80 mmHg N: 95x RR:21x S:37,5o C, konjungtiva
anemis (+/+), drain minimal.
A : Post pielolitotomi perawatan hari IV dan leukositosis
P : RL: D5% (1:2) XXX gtt/menit, inj. ceftriaxone 1x1 g, inj. ketorolac 3x30 mg, inj.
ranitidin 2x1 amp, drip tramadol 1amp/8 jam, inj. Asam traneksamat 3x500 mg.
Drain sudah bisa dilepaskan, pasien sudah boleh pulang.
Terapi pulang : cefixime tab 3x1, ketoprofen tab 3x1, ranitidin tab 2x1, paracetamol tab
3x1. Rencana hari Rabu 1 Juli 2015 kontrol ke poli Urologi.

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanactionam : Bonam
Quo ad fungsionam : Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih1,2,3,4


1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal.
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri,
hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal
kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah
tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus
transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah
ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat
bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Gambar 3.1 Anatomi Sistem Kemih

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:


Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Gambar 3.2 Bagian-bagian ginjal

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/
Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di
sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang
membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang
memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif
jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada
medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak
di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.

Gambar 3.3 Bagian-Bagian Ginjal

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari


aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris
yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior,
anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis
ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus
imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral.
Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
Gambar 3.4 Perdarahan Ginjal

2. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica
urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu
untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas
major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan
secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial
untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik
urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta
muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk
batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter
melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta
pleksus hipogastricus superior dan inferior.
Gambar 3.5 Ureter

3. Vesica Urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan
tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk
selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme
relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-
sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta
pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas
tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan
(superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan
lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot
spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior
dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-
segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini
berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus,
dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui
n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
Gambar 3.6 Vesica Urinaria

4. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita.
Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ
seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita
panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu
m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan
m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada
wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang
berada di bawah kendali volunter (somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh
korpus spongiosum di bagian luarnya.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada
orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter
urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra
pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

Gambar 3.7 Uretra Laki-laki Gambar 3.8 Uretra Wanita

B. Batu Saluran Kemih1,2,6,7,8


1. Definisi
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti batu
yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.

Gambar 3.9 Sumbatan Pada Ginjal dan Salurannya


2. Faktor Risiko
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor
itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk batu),
sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life.

3. Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu
mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai
dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data
penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara
yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama
terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif
rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih
bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih
bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit
batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian
di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan
7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.

4. Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises
(stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-
keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada
dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan
tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang
lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Gambar 3.10 Patogenesis Batu Saluran Kemih

Faktor- faktor yang mempengaruhi batu saluran kemih (Vesikolitiasis) adalah


1. Hiperkalsiuria
Suatu keadaan dimana kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300
mg/24 jam, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria
disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer,
sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau
tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan
oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus
kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
6. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak
dijumpai predisposisi metabolik).
7. Batu Asam Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).
8. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar
membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman
penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui
hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah
matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple
phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk
dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,
fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg
NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++
Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-
kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak
menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri
pemecah urea.

5. Manifestasi Klinis
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena
distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi
tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih
merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan
oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah
terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri
ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam
usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari
terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,
biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan
ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering
menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan.
Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan
nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat
hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi
didapatkan demam-menggigil.

6. Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,
laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi
saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat
radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu
sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara
terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini
dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup
sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen
saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.

7. Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya
distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi
kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan
kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu
pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi
bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran
kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya
karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan
hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis
ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain:
1. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu
asam urat bersifat non opak (radio lusen).
Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih antara lain: kalsium akan
memberikan gambaran opak, magnesium amonium fosfat akan memberikan
gambaran semiopak, sementara batu urat/ sistin akan memberikan gambaran non-
opak.
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain
itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak
dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan
sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya
adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu
pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.
5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal.
6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
9. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita
oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan
sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya
dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa :
Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat
lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi
dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan
merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-
pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi
ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang
kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa
dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter
hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien
sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang
sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan
dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu
elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin
sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai
sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan
rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang
kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal
dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang
keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis,
gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta
berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak
juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

Gambar 3.11 Mekanisme ESWL


3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya
dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih.
Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan).
Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi
hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di
dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu
menjadi fragmen-fragmen kecil.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau
dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas.
Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau
tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
b.
Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli)
c.
Ureteroskopi atau uretero-renoskopi.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang
besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan
untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman
masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d.
Ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat
keranjang Dormia).

4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,
dan ureterolitotomi untuk batu di ureter.

10. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan
suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.

11. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,
80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh
pengalaman operator.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hansen JT. Netters Clinical Anatomy. 3th ed. US: Saunders; 2014.
2. Trealese RB. Netters Surgical Anatomy Review P.R.N. US: Saunders; 2011.
3. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5 th ed. US: FA Davis
Company; 2007.
4. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.
5. Snell, R. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta : EGC
6. Kavoussi LR, dkk. CAMPBELL-WALSH UROLOGY, TENTH EDITION
INTERNATIONAL EDITION. US: Saunders; 2012.
7. Albaba DM, dkk. Oxford American Handbook of Urology. Oxford University Press. 2011
8. Mc Aninch JW, Tom FL. Smith & Tanaghos General Urology Edisi 18:Mc-Graw Hill
Company. 2013

Anda mungkin juga menyukai