Anda di halaman 1dari 22

CASE REPORT

PERDARAHAN INTRAKRANIAL
et causa PERDARAHAN DEFISIENSI VITAMIN K

oleh:
Gandar Kusuma
pembimibing :
dr. Wasis Rohima, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATANUNIVERSITAS BENGKULU
RUMAH SAKIT M. YUNUS BENGKULU
2016

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTIFIKASI
Nama

: An. C

Umur

: 1 bulan 3 hari

Jenis kelamin

: Laki-laki

Nama Ayah

: Tn. Suwito

Nama Ibu

: Ny. Chairiyah

Bangsa

: Indonesia

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Batik Nau Kabupaten Bengkulu Utara

MRS

: 1 Agustus 2016

ANAMNESIS (alloanamnesis dengan ibu pasien, tanggal 4 Agustus 2016)


Keluhan utama :
Kejang 3 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat perjalanan penyakit :
Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami kejang di seluruh tubuh >15
menit, Kejang tidak disertai oleh demam. Pasien dibawa ke RSUD Arga
Makmur dan mendapatkan perawatan selama 3 hari, namun selama dirawat di
RSUD Arga Makmur, kejang pada pasien tidak mengalami perbaikan.
3 jam SMRS pasien mengalami kejang kembali dan dirujuk ke RSUD
dr. M. Yunus Bengkulu, saat tiba di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu pasien mulai
mengalami penurunan kesadaran hingga akhirnya di rawat di ruang Pediatric
Intensive Care Unit (PICU). Kejang tidak disertai dengan demam. Muntah
disangkal. BAB tidak ada keluhan, BAK tidak ada keluhan. Orang tua pasien
memiliki kebiasaan mengayun-ayun pasien sebelum tidur menggunakan ayunan
kain.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien tidak memiliki riwayat kejang dan perdarahan sebelumnya

Riwayat penyakit dalam keluarga:


Riwayat kejang, epilepsi dan perdarahan dalam keluarga disangkal.
Riwayat sosial ekonomi:
Penderita adalah anak pertama dari ayah Tn. Suwito berusia 27 tahun,
pendidikan SMP, pekerjaan wiraswasta dan ibu Ny. Chairiyah berusia 25 tahun,
pendidikan SMA, ibu rumah tangga.
Kesan : status sosial ekonomi sedang
Riwayat kehamilan:
Lahir cukup bulan, spontan, langsung menangis, ditolong bidan, BBL= 3300
gram, PB = 48 cm, setelah lahir tidak disuntikkan Vit. K
Riwayat makanan:
Umur 0-1 bulan

: ASI Eksklusif

Kesan

: Kualitas dan kuantitas pemberian gizi cukup

Riwayat imunisasi:

III.

Polio I

: (+)

Hepatitis B 0

: (+)

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Stupor (GCS 6, E1M3V2)

Denyut Nadi

: 126 x/menit, isi dan tegangan cukup

Pernapasan

: 38 x/menit

Suhu tubuh

: 37.5 C

Berat badan

: 4100 gram

Panjang badan

: 48 cm

Kesan

: Gizi baik

Anemis

: Ada

Sianosis

: Tidak ada

Ikterus

: Tidak ada

Pemeriksaan khusus :
Kulit

: Warna kulit sawo matang, pucat (-), turgor baik

Kepala
Bentuk

: Normocephaly, Ubun-Ubun Menonjol

Rambut

: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Mata

: cekung (-), konjungtiva palpebra pucat, sklera ikterik (-) ,


pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+, edem palpebra (-)

Telinga

: Bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret tidak ada

Hidung

: Bentuk dan ukuran normal, sekret tidak ada, nafas cuping


hidung (-)

Mulut

: Bibir tidak sianosis, mukosa bibir kering

Tenggorokan

: Faring tidak hiperemis, Tonsil T1/T1 tidak hiperemis

Leher

: Tidak ada pembesaran KGB

Thoraks
Paru-paru
Inspeksi

: Statis-dinamis simetris, retraksi dinding dada tidak ada

Palpasi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal kanan-kiri, wheezing (-), ronkhi (-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis dan Thrill tidak teraba

Auskultasi

: HR 126x/menit, murmur tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Lipat paha &Genitalia : Pembesaran KGB tidak ada


Ekstremitas
Akral dingin

: Tidak Ada

Sianosis

: Tidak ada

Piting edema

: Tidak ada

Petechie

: Tidak ada

Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek
fisiologis
Reflek
patologis

Tungkai kanan
Luas
2
Hipotoni

Tungkai kiri
L uas
2
Hipotoni
Menurun

Lengan kanan
Luas
2
Hipotoni
Menurun

Lengan kiri
Luas
2
Hipotoni
Menurun

Menurun
-

Fungsi sensorik

: Menurun

Fungsi nervi craniales

: Menurun

Gejala rangsang meningeal

: Tidak ada

IV.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 1 Agustus 2016:

V.

Hb

: 9.,7 g/dl

Hematokrit

: 29 vol%

Trombosit

: 204.000 / mm3

Leukosit

: 13.500/mm3

RESUME
Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami kejang di seluruh tubuh >15
menit, Kejang tidak disertai oleh demam. Pasien dibawa ke RSUD Arga
Makmur dan mendapatkan perawatan selama 3 hari, namun selama dirawat di
RSUD Arga Makmur, kejang pada pasien tidak mengalami perbaikan.
3 jam SMRS pasien mengalami kejang kembali dan dirujuk ke
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, saat tiba di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu
pasien mulai mengalami penurunan kesadaran hingga akhirnya di rawat di
ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Kejang tidak disertai dengan
demam. Muntah disangkal. BAB tidak ada keluhan, BAK tidak ada keluhan.
Orang tua pasien memiliki kebiasaan mengayun-ayun pasien sebelum tidur
menggunakan ayunan kain.
Pasien tidak memiliki riwayat kejang dan perdarahan pada penyakit
dahulu dan keluarga pasien tidak memiliki riwayat sakit kejang maupun
epilepsy serta riwayat perdarahan. Pasien merupakan anak pertama dari ayah
Tn. Suwito berusia 27 tahun, pendidikan SMP, pekerjaan wiraswasta dan ibu
Ny. Chairiyah berusia 25 tahun, pendidikan SMA, ibu rumah tangga, hidup
dalam status sosial ekonomi sedang.
Pasien lahir cukup bulan, spontan, langsung menangis, ditolong bidan
di rumah, BBL = 3300 gram, PB = 48 cm, namun setelah lahir tidak disuntikkan
Vit. K. Pasien sudah diberikan imunisasi HB 0 dan Polio 1. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan kesadaran pasien stupor dengan GCS 6, denyut nadi 126 x per
menit, Pernafasan 38x per menit, Suhu 37,50 C, Berat Badan 4100 gram,

panjang badan 48 cm. Pada pemeriksaan kepala ditemukan adanya ubun-ubun


yang menonjol dan pada pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva palpebral
anemis.
VI.

DIAGNOSIS KERJA
Penurunan Kesadaran e.c Perdarahan Intrakranial e.c Perdarahan Defisiensi
Vitamin K
DIAGNOSIS BANDING
Penurunan Kesadaran e.c Infeksi Intrakranial
VII. PENATALAKSANAAN

IVFD KAEN 1B gtt x / mikro

ASI 8 x 30 cc

Injeksi Vitamin K1

Injeksi Dexametason

3 x 1 mg

Injeksi Ampicilin

3 x 200 mg

Injeksi Cefotaxim

2 x 200 mg

Injeksi Phenytoin

2 x 10 mg

5 mg (IM)

Observasi vital sign


VIII. RENCANA PEMERIKSAAN

CT Scan Kepala

Pemeriksaan PPT dan aPTT

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungtionam

: dubia ad bonam

X.
Tanggal
2/08/
2016

3/08/
2016

FOLLOW UP
Pemeriksaan
umum
Kel: kejang (-),
demam (-),
muntah (-),
Sens: Somnolen
N: 126x/m
RR: 36x/m
T: 37,5C

Kel: kejang (-),


demam (-),
muntah (-)
Sens: CM
N: 125x/m
RR: 28x/m
T: 36,7C

Pemeriksaan fisik

Diagnosis

Tindakan

Kepala: UUB Menonjol


Leher: t.a.k
Thoraks: simetris,
Jantung: BJ I-II N
Paru: vesikuler normal
wheezing (-), Abdomen:
datar, lemas, hepar&lien
tidak teraba, BU(+) N
Extremitas: akral dingin
-/- sianosis-/-

PK e.c
ICH e.c
PDVK

IVFD KAEN 1B X gtt


ASI / PASI 8 x 30 cc
Injeksi Vit. K1 5 mg (IM)
Injeksi Dexamethason 3 x 1 mg
Injeksi Ampicilin 3 x 200 mg
Injeksi Cefotaxim 2 x 200 mg
Injeksi Fenitoin 2 x 10 mg

Kepala: UUB Menonjol


Leher: t.a.k
Thoraks: simetris,
Jantung: BJ I-II N
Paru: vesikuler normal
wheezing (-), Abdomen:
datar, lemas, hepar&lien
tidak teraba, BU(+)N
Extremitas: akral dingin
-/- sianosis-/-

PK e.c
ICH e.c
PDVK

IVFD KAEN 1B X gtt


ASI / PASI 8 x 30 cc
Injeksi Vit. K1 5 mg (IM)
Dexamethason tablet 3 x tab
Cefixim syrup 2 x 1 cc
Luminal 2 x 10 mg (PO)
Neurotam Syrup 2 x 1.5 cc
(Pindah Bangsal)

4/08/
2016

Kel: kejang (-)


demam (-),
muntah (-)
Sens: CM
N: 125x/m
RR: 28x/m
T: 36,6C

Kepala: UUB Menonjol


Leher: t.a.k
Thoraks: simetris,
Jantung: BJ I-II N
Paru: vesikuler normal
wheezing (-), Abdomen:
datar, lemas, hepar&lien
tidak teraba, BU(+)N
Extremitas: akral dingin
-/- sianosis-/-

PK e.c
ICH e.c
PDVK

IVFD KAEN 1B X gtt


ASI OD
Injeksi Vit. K1 5 mg (IM)
Dexamethason tablet 3 x tab
Cefixim syrup 2 x 1 cc
Luminal 2 x 10 mg (PO)
Neurotam Syrup 2 x 1.5 cc

5/08/
2016

Kel: kejang (-)


demam (-),
muntah (-)
Sens: CM
N: 120x/m
RR: 30x/m
T: 36,8C
Hb: 10.9

Kepala: UUB Menonjol


Leher: t.a.k
Thoraks: simetris,
Jantung: BJ I-II N
Paru: vesikuler normal
wheezing (-), Abdomen:
datar, lemas, hepar&lien
tidak teraba, BU(+)N
Extremitas: akral dingin
-/- sianosis-/-

PK e.c
ICH e.c
PDVK

IVFD KAEN 1B X gtt


ASI OD
Injeksi Vit. K1 5 mg (IM)
(selesai)
Dexamethason tablet 3 x tab
Cefixim syrup 2 x 1 cc
Luminal 2 x 10 mg (PO)
Neurotam Syrup 2 x 1.5 cc

06/08/
2016

Kel: kejang (-)


demam (-),
muntah (-)
Sens: CM
N: 128x/m
RR: 26x/m
T: 36,9C

Kepala: UUB Menonjol


Leher: t.a.k
Thoraks: simetris,
Jantung: BJ I-II N
Paru: vesikuler normal
wheezing (-), Abdomen:
datar, lemas, hepar&lien
tidak teraba, BU(+)N
Extremitas: akral dingin
-/- sianosis-/-

PK e.c
ICH e.c
PDVK

IVFD KAEN 1B X gtt


ASI OD
Dexamethason tablet 3 x tab
Cefixim syrup 2 x 1 cc
Luminal 2 x 10 mg (PO)
Neurotam Syrup 2 x 1.5 cc

07/08/
2016

Kel: kejang (-)


demam (-),
muntah (-)
Sens: CM
N: 130x/m
RR: 28x/m
T: 37C

Kepala: UUB Menonjol


Leher: t.a.k
Thoraks: simetris,
Jantung: BJ I-II N
Paru: vesikuler normal
wheezing (-), Abdomen:
datar, lemas, hepar&lien
tidak teraba, BU(+)N
Extremitas: akral dingin
-/- sianosis-/-

PK e.c
ICH e.c
PDVK

IVFD KAEN 1B X gtt


ASI OD
Dexamethason tablet 3 x tab
Cefixim syrup 2 x 1 cc
Luminal 2 x 10 mg (PO)
Neurotam Syrup 2 x 1.5 cc

08/08/
2016

Kel: kejang (-)


demam (-),
muntah (-)
Sens: CM
N: 120x/m
RR: 26x/m
T: 37,3C

Kepala: UUB Menonjol


Leher: t.a.k
Thoraks: simetris,
Jantung: BJ I-II N
Paru: vesikuler normal
wheezing (-), Abdomen:
datar, lemas, hepar&lien
tidak teraba, BU(+)N
Extremitas: akral dingin
-/- sianosis-/-

PK e.c
ICH e.c
PDVK

Pasien Boleh Pulang


Cefixim syrup 2 x 1 cc
Neurotam Syrup 2 x 1.5 cc

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERDARAHAN INTRAKRANIAL
Perdarahan intrakranial adalah istilah kolektif yang mencakup berbagai
kondisi yang berbeda ditandai dengan akumulasi ekstravaskuler darah dalam
ruang intrakranial yang berbeda.1
Perdarahan intrakranial adalah keadaan kegawat daruratan medis yang
ditandai dengan kerusakan neurologis awal ataupun kematian. muntah,
perubahan tingkat kesadaran, dan peningkatan tekanan darah pada pasien stroke
akut, dicurigai perdarahan intrakranial.2
Negara-negara di Asia memiliki insiden yang tinggi terhadap kejadian
perdarahan intracerebral dari daerah atau negara lain yang ada di dunia. 3
Penyebab terjadinya perdarahan intracranial adalah sebagai berikut:
1. Hipertensi : peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan arteri kecil pecah
di dalam otak.
2. Obat-obatan anti koagulan sperti coumadin, warfarin, dan heparin yang
3.
4.
5.
6.
7.
8.

digunakan untuk pengobatan stroke dan penyakitr jantung.


Arteri vena malformasi (avm)
Trauma kepala
Gangguan perdarahan
Tumor
Amyloid angiopati.
Perdarahan secara spontan3
Terdapat empat tipe perdarahan intrakranial yakni; perdarahan epidural,

perdarahan subdural, perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral dan


perdarahan periventrikular-intraventrikular (PVH-IVH).3

B. Perdarahan Defisiensi Vitamin K


1. Definisi
Perdarahan akibat kekurangan vitamin K adalah terjadinya perdarahan
spontan atau perdarahan karena proses lain seperti pengambilan darah vena

10

atau operasi yang disebabkan karena berkurangnya aktivitas faktor


koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X) sedangkan
aktivitas faktor koagulasi yang tidak bergantung pada vitamin K, kadar
fibrinogen dan jumlah trombosit masih dalam batas normal. Hal ini
dibuktikan bahwa kelainan tersebut akan segera membaik dengan
pemberian vitamin K dan setelah sebab koagulopati lain disingkirkan.1
2. Etiologi
Keadaan yang berhubungan dengan defisiensi faktor pembekuan yang
bergantung pada vitamin K adalah: 1,5
a. Prematuritas
b. Asupan makanan yang tidak adekuat
c. Terlambatnya kolonisasi kuman
d. Komplikasi obstetrik dan perinatal
e. Kekurangan vitamin K pada ibu
Suatu keadaan khusus yang disebut dengan hemorrhagic disease of
newborn (HDN) adalah suatu keadaan akibat kekurangan vitamin K pada
masa neonatus. Terdapat penurunan kadar faktor II, VII, IX dan X yang
merupakan faktor prokoagulan yang dependen vitamin K dalam derajat
sedang pada semua neonatus yang berumur 48-72 jam dan faktor-faktor
tersebut akan kembali normal pada usia 7-10 hari. 5
Pada keadaan obstruksi biliaris baik intrahepatik atau ekstra
hepatik, terjadi kekurangan vitamin K karena tidak adanya garam empedu
yang diperlukan untuk absorbsi vitamin K terutama K1 dan K2. Sindrom
malabsorbsi dan gangguan saluran cerna kronis dapat menyebabkan
kekurangan vitamin K akibat berkurangnya absorbsi vitamin K. Obat yang
bersifat antagonis terhadap vitamin K seperti coumarin dapat menghambat
kerja vitamin K secara kompetitif yaitu dengan cara menghambat siklus
vitamin K antara bentuk teroksidasi dan tereduksi sehingga terjadi
akumulasi vitamin K 2,3 epokside dan pelepasan g-karboksilasi yang hasil
akhirnya akan menghambat pembentukan faktor pembekuan.1,5

11

Pemberian antibiotik yang lama menyebabkan penurunan produksi


vitamin K dengan cara menghambat sintesis vitamin K2 oleh bakteri.
Kekurangan vitamin K dapat juga disebabkan penggunaan obat
kolestiramin yang efek kerjanya mengikat garam empedu sehingga akan
mengurangi absorbsi vitamin K.1
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi perdarahan pada neonatus dapat berupa perdarahan di
scalp, hematoma sefal yang besar, perdarahan intrakranial, perdarahan dari
tali pusat, oozing pada bekas suntikan, dan perdarahan gastrointestinal.
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%). Sebanyak
80-100% dari perdarahan intrakranial merupakan perdarahan subdural dan
subarachnoid. Pada perdarahan intrakranial dapat ditemukan tekanan
intrakranial yang meningkat tetapi ada pula kasus yang tidak menunjukkan
peningkatan tekanan intrakranial. Pada sebagian besar kasus (60%)
didapatkan bayi menjadi mudah menangis, ubun-ubun besar menonjol,
pucat, dan kejang. Kejang dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang
mungkin ditemukan adalah edema papil, penurunan kesadaran, pupil
anisokor, serta kelainan neurologis fokal.4,8
Pada HDN terdapat tiga macam bentuk klinis, yakni bentuk dini,
klasik, dan lambat.4,8
a. Bentuk Dini
Perdarahan pada HDN bentuk dini terjadi sebelum bayi berusia 24
jam. Kelainan ini jarang sekali dan biasanya terjadi pada ibu yang
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme
vitamin K, misalnya fenitoin atau tuberkulostatika seperti rifampisin dan
isoniazid. Perdarahan dini bervariasi mulai dari bentuk perdarahan
sedang pada kulit dan umbilikus sampai bentuk fatal seperti perdarahan
intratorakal, intraabdomen atau intrakranial.
b. Bentuk Klasik

12

HDN bentuk klasik biasanya memunculkan perdarahan setelah


bayi berusia lebih dari24 jam, biasanya diantara hari kedua dan
ketujuh. Biasanya terjadi pada bayi yang kondisinya tidak optimal
saat lahir atau yang terlambat melakukan suplementasi makanan.
Perdarahan dapat bersifat lokal, seperti hematoma sefal, perdarahan
saluran cerna, atau berbentuk ekimosis menyeluruh. Perdarahan yang
paling sering merupakan perdarahan dari saluran cerna berupa
melena atau hematemesis, kemudian dari hidung, kulit kepala, atau
tali pusat.
c. Bentuk Lambat
Bentuk lambat HDN terjadi setelah masa neonatus, sekitar usia 1-6
bulan.

Bentuk

lambat

ini

seringkali

bermanifestasi

sebagai

perdarahan susunan saraf pusat (30-50%) dan ekimosis yang dalam


dan luas. Sedangkan perdarahan dari saluran cerna lebih jarang.
Bentuk perdarahan ini merupakan akibat sekunder dari berbagai
penyakit seperti fibrosis kistik,atresia biliaris, defisiensi -1antitripsisn, hepatitis dan diare kronis.
Tabel. Perdarahan Defisiensi Vitamin K Pada Anak8
VKDB dini
Umur
Penyebab &

< 24 Jam
Obat yang

Faktor Risiko

diminum selama
kehamilan

VKDB klasik
1-7 hari
- Intake Vit. K Inadekuat

2 minggu-6 bulan
- Intake Vit. K Inadekuat

- Kadar Vit. K rendah

- Kadar Vit. K rendah

pada ASI

pada ASI

- Tidak dapat profilaksis


Frekuensi

<

5%

kelompok
Lokasi

VKDB lambat

- Tidak dapat profilaksis

Vitamin K
Vitamin K
pada 0.01-1% (tergantung pola 4-10 / 100.000 kelahiran
risiko makan bayi)

tinggi
Cephal Hematom,

GIT, Umbilikus, Hidung,

13

Intrakranial (30-60%),

Secondary PC
Deficiency
Segala usia
- Obstruktif
Bilier
- Penyakit hati
- Malabsorbsi
- Intake Kurang

Perdarahan

Umbilikus,

Tempat Suntikan, Bekas

Kulit, Hidung, GIT,

Intrakranial,

Sirkumsisi, Intrakranial

Tempat Suntikan,

Intraabdominal,
Pencegahan

Umbilikus, UGT,

GIT, Intratorakal
Penghentian
/ - Vitamin K Profilaksis

Intratorakal.
- Vit. K Profilaksis (IM)

Penggantian Obat - Asupan Vit. K yang

- Asupan Vit. K yang

Penyebab

adekuat

adekuat

4. Diagnosis
Diagnosis HDN juga melalui tahapan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan laboratorium. Anamnesis difokuskan terhadap awitan perdarahan,
lokasi perdarahan, pemberian ASI atau susu formula, riwayat ibu minum
obat-obatan antikoagulan atau antikonvulsan dan anamnesis untuk
menyimpulkan kemungkinan lain.1,10
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan atas keadaan umum dan
lokasifisik perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti saluran cerna
berupa hematemesis atau melena, dari hidung, kulit kepala, atau tali pusat.
Penting untuk diketahui adalah jika ditemukan neonatus dengan keadaan
umum baik tetapi ada perdarahan segar dari mulut atau feses berdarah,
maka harus dibedakan apakah itu darah ibu yang tertelan saat persalinan
ataukah memang perdarahan saluran cerna. Cara membedakannya dengan
melakukan uji Apt, warna merah muda menunjukkan darah bayi,
sedangkan warna kuning kecoklatan menunjukkan darah ibu.1,10
Diagnosis laboratoris dari HDN menunjukkan adanya waktu
pembekuan yang memanjang, penurunan aktivitas faktor II, VII, IX, dan X
tanpa trombositopenia atau kelainan faktor pembekuan lain. Prothrombin
Time (PT) dan partial thromboplastin time (PTT) memanjang bervariasi,
sedangkan TT normal. Masa perdarahan dan jumlah leukosit normal.
Kebanyakan kasus disertai anemia normokrom normositer. Perdarahan
intrakranial dapat dilihat jelas dengan pemeriksaan USG kepala, CT scan,
atau MRI. Pemeriksaan ini selain untuk diagnostik, juga digunakan untuk

14

menentukan prognosis. Respon yang baik terhadap pemberian vitamin K


memperkuat diagnosis.1,7,8
5. Penatalaksanaan
Pengelolaan HDN dibagi atas penatalaksanaan antenatal untuk
mencegah terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan setelah bayi baru
lahir untuk mencegah dan mengobati bila terjadi perdarahan.1,5,9
Pemberian vitamin K profilaksis dapat mencegah terjadinya HDN.
Dalam mencegah terjadinya HDN bentuk klasik, pemberian vitamin K
peroral sama efektifnya dengan vitamin K intramuskular. Namun, untuk
mencegah HDN bentuk lambat pemberian vitamin K oral tidak seefektif
IM.1,5
American

Academy

Pediatric

(AAP)

tahun

2003

merekomendasikan bahwa vitamin K harus diberikan kepada semua bayi


baru lahir 0,5-1 mg IM, dosis tunggal. Cara pemberian oral merupakan
alternatif padakasus-kasus bila orangtua pasien menolak cara pemberian
IM atau jika bayi dilahirkan oleh dukun. Cara pemberian vitamin K secara
IM lebih disukai, mengingat:1,5
a. Absorbsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada
bayi dengan diare
b. Dibutuhkan kepatuhan orangtua untuk memberikan vitamin K1 oral
untuk beberapa kali pemberian
c. Kemungkinan terdapat asupan vitamin K 1 oral yang tidak adekuat
karena absorbsinya atau adanya regurgitasi
Ada 3 bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:5
a. Vitamin K1 (phytomenadione), terdapat dalam sayuran hijau
b. Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal seperti
Bacteroides fragilis dan beberapa strain E. coli

15

c. Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang


jarang

diberikan

kepada

neonatus

karena

dilaporkan

dapat

menyebabkan anemia hemolitik.4,5


Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus
mendapat vitamin K profilaksis 5 mg sehari selama trimester ketiga atau 24
jam sebelum melahirkan diberikan vitamin K 10 mg IM. Kemudian kepada
bayinya diberikan vitamin K 1 mg IM dan diulang 24 jam kemudian.5
6. Pengobatan Defisiensi Vitamin K
Bayi-bayi yang dicurigai mengalami HDN berdasarkan hasil
konfirmasi laboratorium, harus segera mendapat pengobatan vitamin K.
Vitamin K pada pasien yang mengalami defisiensi tidak boleh diberikan
secara IM karena akan menyebabkan hematoma yang besar. Sebaiknya
diberikan suntikan secara subkutan karena absorbsinya cepat, dan efeknya
hanya sedikit lebih lambat daripada pemberian sistemik. Pemberian
intravena dapat juga diberikan tetapi harus sangat hati-hati. Komplikasi
pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaktik (dengan pemberian IV),
anemia hemolitik,hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada
lokasi suntikan.1,4,5,6
Selain pemberian vitamin K, bayi yang mengalami HDN dengan
perdarahan yang luas juga harus mendapat plasma. Plasma yang diberikan
adalah fresh frozen plasma dengan dosis 10-15 ml/kg. Respon yang cepat
terjadi dalam waktuu 4-6 jam, ditandai dengan terhentinya perdarahan dan
membaiknya mekanisme pembekuan. Pada bayi cukup bulan, jika faktor
kompleks protrombin tidak membaik dalam waktu 24 jam maka harus
dipikirkan diagnosis lain.11,5
7. Prognosis
HDN ringan prognosisnya baik, biasanya sembuh sendiri atau
membaik setelah mendapat vitamin K1 dalam waktu lebih kurang 24 jam.

16

HDN dengan manifestasi perdarahan intrakranial, intratorakal, dan


intraabdominal dapat mengancam jiwa, 27% kasus HDN dengan manifestasi
perdarahan intrakranial meninggal.11,5

17

BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang anak laki-laki berumur 1 bulan datang dengan keluhan utama
Kejang 3 jam SMRS. Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami kejang di seluruh
tubuh >15 menit, Kejang tidak disertai oleh demam. Pasien dibawa ke RSUD
Arga Makmur dan mendapatkan perawatan selama 3 hari, namun selama
dirawat di RSUD Arga Makmur, kejang pada pasien tidak mengalami
perbaikan.
3 jam SMRS pasien mengalami kejang kembali dan dirujuk ke
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, saat tiba di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu
pasien mulai mengalami penurunan kesadaran hingga akhirnya di rawat di
ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Kejang tidak disertai dengan
demam. Muntah disangkal. BAB tidak ada keluhan, BAK tidak ada keluhan.
Orang tua pasien memiliki kebiasaan mengayun-ayun pasien sebelum tidur
menggunakan ayunan kain. Orang tua pasien memiliki kebiasaan mengayunayun pasien sebelum tidur menggunakan ayunan kain. Dari analisis diatas
timbulnya kejang bukan karena terjadinya peningkatan suhu tubuh secara
drastis yang dapat menyebabkan aliran listrik di sistem saraf menjadi terganggu
karena kejang pada pasien tidak disertai oleh demam, namun jika melihat
kebiasaan orang tua pasien mengayun-ayunkan pasien (Baby Shaking
Syndrome) sebelum tidur dapat menyebabkan masalah pada bagian intrakranial
berupa perdarahan.
Pasien tidak memiliki riwayat kejang pada penyakit dahulu dan
keluarga pasien tidak memiliki riwayat sakit kejang maupun epilepsi. Pasien
merupakan anak pertama dari ayah Tn. Suwito berusia 27 tahun, pendidikan
SMP, pekerjaan wiraswasta dan ibu Ny. Chairiyah berusia 25 tahun, pendidikan
SMA, ibu rumah tangga, hidup dalam status sosial ekonomi sedang.
Pasien lahir cukup bulan, spontan, langsung menangis, ditolong bidan
di rumah, BBL = 3300 gram, PB = 48 cm, namun setelah lahir tidak

18

disuntikkan Vit. K. Pasien sudah diberikan imunisasi HB 0 dan Polio 1. Pada


pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran pasien stupor dengan GCS 6, denyut
nadi 126 x per menit, Pernafasan 38x per menit, Suhu 38,30 C, Berat Badan
4100 gram, panjang badan 48 cm. Pada pemeriksaan kepala ditemukan adanya
ubun-ubun yang menonjol dan pada pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva
palpebral anemis. Dilihat dari kondisi di atas memperkuat analisis kemungkinan
terjadinya gangguan intrakanial berupa perdarahan yang disebabkan oleh
perdarahan defisiensi vitamin K (PDVK) dimana pasien belum mendapatkan
injeksi Vit. K1 segera setelah lahir yang menyebabkan proses pembekuan darah
terhambat dan adanya penonjolan ubun-ubun yang menjadi tanda bahwa terjadi
masalah di dalam rongga intrakranialnya.

Gambar hasil CT-Scan An. C

19

Gambar Hasil Potongan CT-Scan An. C


Dari pemeriksaan hasil CT-Scan pada pasien ditemukan adanya gambaran
homogeny hiperdense esktra-aksial, berbentuk bulan sabit yang menyebar difus,
dari gambaran tersebut memberikan kesan adanya perdarahan intrakranial pada
daerah subdural. Jika ditinjau dari tinjauan pustaka di atas, hal ini memperkuat
teori yang menyatakan bahwa perdarahan intrakranial di daerah subdural
merupakan komplikasi tersering perdarahan pada bayi, diperkuat juga dengan
manifestasi klinis berupa penonjolan ubun-ubun, penurunan kesadaran dan
kejang.
Pengobatan medikamentosa yang diberikan adalah IVFD KAEN 1B gtt
x / mikro, ASI 8 x 30 cc, Injeksi Vitamin K1 5 mg (IM), Injeksi Dexametason
3 x 1 mg, Injeksi Ampicilin 3 x 200 mg, Injeksi Cefotaxim 2 x 200 mg, Injeksi
Phenytoin 2 x 10 mg dan selalu diobservasi vital sign pasien.
Prognosis pasien ini; Quo ad vitam dubia ad bonam dan Quo ad
fungtionam dubia ad bonam karena pada pasien ini mengalami perbaikan pada

20

hari kedua perawatan dan segera mendapatkan Vitamin K1 Profilaksis yang


diberikan secara Intramuskular.
Pada tanggal 8 Agustus 2016, hari ke-6 perawatan, pasien diperbolehkan
pulang karena klinis pasien sudah baik dan 3 hari bebas kejang dan demam.
Pasien diedukasi untuk meneruskan pengobatan cefixim syrup 2 x 1 cc dan
neurotam syrup 2 x 1,5 cc.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Pietrangelo ann. Intracerebral Hemorrhage. 2012. www.healthline.com
diakses pada 4 agustus 2016
2. Snell RS, Sugiharto L. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta; EGC.
2011.
3. Frank G, Goel A. Intracranial Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses
pada 5 agustus 2016
4. Joseph PB, Harold PA, et.all. Guidelines for the Management of Spontaneous
Intracerebral
Hemorrhage.
AHA
Scientific
Statement.
https://stroke.ahajournals.org diakses pada 4 agustus 2016
5. Liebeskind
DS.
Lutsep,
HL.
Intracranial
Hemorrhage.
https://emedicine.medscape.com/ diakses pada 4 agustus 2016
6. Barbara E. Gould, Ruthanna Dyer. Pathophysiology for The Health
Professions. Thromb Haemost 2010; 81: 254-610.
7. Sudoyo Aru, Setyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata, Setiati Siti. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. FKUI. Jakarta, 2006.
8. A. V. Hoffbrand, J. E. Pettit, P.A.H. Moss. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4.
EGC. Jakarta. 2005: 250-251.
9. Behrman Richard, Kliegman Robert, Arvin Ann. Nelson. Ilmu Kesehatan
Anak Jilid II. Edisi 15. EGC. Jakarta. 2000.
10. Respati H, Reniarti L, Susanah S. Hemorrhagic Disease of the Newborn.
Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M,
Eds. Buku Ajar Hematologi-onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,
2005 : 182-96.
11. Guyton, Arthur C., John E. Hall. Guyton & Hall: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta. 2007.

22

Anda mungkin juga menyukai